Referat Jiwa Insomnia  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat Terapi Insomnia BAB I PENDAHULUAN Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan beraktivitas di siang hari. Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek. Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor hilang atau individu telah beradaptasi dengan stressor. Namun, insomnia sementara sering berulang ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien. Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini biasanya berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat situasional (seperti kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti kebisingan). Insomnia kronis adalah setiap insomnia yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi medis dan psikiatri biasanya pada pasien dengan predisposisi yang mendasari untuk insomnia. Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih, dengan konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan keadaan fisiologis hyperarousal.



Bahkan, meskipun tidak mendapatkan tidur cukup, pasien dengan



insomnia seringkali mengalami kesulitan tidur bahkan untuk tidur siang. Insomnia kronis juga memiliki banyak konsekuensi kesehatan seperti berkurangnya kualitas hidup, sebanding dengan yang dialami oleh pasien dengan kondisi seperti diabetes, arthritis, dan penyakit jantung. Kualitas hidup meningkat dengan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 1



Referat Terapi Insomnia pengobatan tetapi masih tidak mencapai tingkat yang terlihat pada populasi umum. Selain itu, insomnia kronis dikaitkan dengan terganggunya kinerja pekerjaan dan sosial. Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya menjadi prediksi sejumlah



gangguan,



termasuk



depresi,



kecemasan,



ketergantungan



alkohol,



ketergantungan obat, dan bunuh diri. Insomnia sering menetap meskipun telah dilakukan pengobatan kondisi medis atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia dapat meningkatkan resiko kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter perlu memahami bahwa insomnia adalah suatu kondisi tersendiri yang membutuhkan pengakuan dan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup bagi pasien mereka. Secara luas gangguan tidur dapat dibagi menjadi: 1. Kesulitan masuk tidur (sleep onset problems) 2. Kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deep maintenance problem) 3. Bangun terlalu pagi (early morning awakening/ EMA) Gejala dan tanda yang muncul sering kombinasi dari ketiga gangguan tersebut dan dapat muncul sementara atau kronik. Secara internasional klasifikasi diagnostik gangguan tidur mengacu pada 3 sistem diagnostic yaitu: ICD (International Code of Diagnostic) 10, DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) IV dan ICSD (International Classification of Sleep Disorders). Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu organik dan non-organik. Untuk non-organik dibagi lagi menjadi 2 kategori yaitu dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur) dan parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpi buruk, berjalan sambil tidur, dll). Dalam ICD 10 tidak dibedakan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 2



Referat Terapi Insomnia antara insomnia primer maupun sekunder akibat penyakit atau kondisi abnormal lain. Insomnia di sini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial. Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu: 1. 2. 3. 4.



Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan/ keadaan tertentu Gangguan tidur primer (gangguan tidur yang tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi mental, fisik/penyakit ataupun obat-obatan).



Gangguan tidur primer di sini pengertiannya mirip dengan insomnia non-organik pada ICD-10 yaitu gangguan tidur sudah menetap dan diderita minimal 1 bulan. Dalam ICSD klasifikasi gangguan tidur lebih lengkap dan untuk diagnosisnya sering memerlukan berbagai pemeriksaan penunjang laboratorium tidur, klinik dan radiologi seperti CT-scan, PET serta EEG.



BAB II PEMBAHASAN II.1. DEFINISI Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 3



Referat Terapi Insomnia atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun. Insomnia sering disebabkan oleh adanya suatu penyakit atau akibat adanya permasalahan psikologis. 3 Dalam hal ini, bantuan medis atau psikologis akan diperlukan. Dalam beberapa literatur lain gejala-gejala insomnia meliputi: 1. Mempunyai masalah dalam tidur 2. Sering bangun pada malam hari dan kesulitan untuk tidur kembali. 3. Bangun terlalu pagi hari. 4. Merasakan seperti tidak puas dalam tidur.1, 3 Insomnia bisa menjadi suatu masalah yang berat bila dapat menimbulkan gangguan dalam kehidupan seseorang. Kurang tidur menyebabkan seseorang selalu menjadi mengantuk pada siang harinya, kurang tenaga untuk melakukan pekerjaan sehari-hari dan terkadang seseorang menjadi emosional. Akut insomnia adalah salah satu yang dapat menimbulkan gangguan dalam kualitas hidup seseorang. Akut insomnia dapat terjadi biasanya bila seseorang mengalami stress berat atau setelah mengalami trauma tertentu baik itu trauma yang bersifat fisik maupun trauma batin dan biasanya berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Akut insomnia ini dapat terjadi sewaktu-waktu dan dapat hilang sendiri. Sedangkan kronik insomnia adalah bila gangguan tidur terjadi selama kurang lebih 3 malam berturut-turut selama seminggu dalam kurun waktu 1 bulan. Kronik insomnia biasanya diawali dari akut insomnia dan biasanya sulit disembuhkan.2, 3



II.2. EPIDEMIOLOGI Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan memulai tidur dan atau mempertahankan tidur dalam setahun, dengan 17% di antaranya mengakibatkan gangguan kualitas hidup. Sebanyak 95% orang Amerika telah melaporkan sebuah episode Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 4



Referat Terapi Insomnia dari insomnia pada beberapa waktu selama hidup mereka. Di Indonesia, pada tahun 2010 terdapat 11,7% penduduk mengalami insomnia. Insomnia lebih banyak pada dewasa tua (lansia) dibandingkan dengan dewasa muda, dengan prevalensi 40-50%. Wanita dilaporkan lebih banyak menderita insomnia daripada laki-laki. 9 II.3 ETIOLOGI 5 Orang yang sering terjaga dari tidurnya ternyata dapat disebabkan oleh banyak faktor, walaupun mungkin satu faktor lebih dominan mempengauhi. Faktor tersebut antara lain: 1. Gangguan Emosional, Tekanan Batin maupun Depresi Orang yang dalam kesehariannya banyak diliputi oleh tekanan dan ancaman akan sangat berpotensi untuk insomnia. Hal ini dikarenakan peraaan batinnya yang tidak tenteram. Orang tersebut akan selalu memikirkan berbagai kejadian yang telah menimpa dirinya. Seolah tidak menerima kenyatan tentang mengapa semua tekanan datang padanya dan bagimanapun akan keluar dari permasalahan akan tetapi tetap tidak bisa. Sehingga tidur pun jadi terganggu karena pikiran terganggu. 2. Penggunaan Obat Penggunaan obat dalam jumlah yang banyak atau dalam jangka waktu panjang juga akan mengganggu kegiatan tidur kita. Ada orang yang sangat gemar mengkomsumsi obat. Sedikit saja badan terasa tidak enak, langsung minum obat, walaupun tubuh belum benar-benar sakit. Bahkan untuk menjaga tubuh agar tetap bugar saja juga harus minum obat. Kebiasaan ini dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan insomnia, walaupun efek samping obat adalah mengantuk. Mungkin seketika minum obat akan terasa kantuk, tetapi ketika malam hari insomnia akan tetap datang. Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 5



Referat Terapi Insomnia



3. Ketidakmampun Untuk Beristirahat dengan Santai Tidur membutuhkan suasana yang santai selain daripada rasa kantuk. Banyak orang tetap tidak dapat berpikir santai karena pekerjaan yang menumpuk. Saat pekerjan menumpuk biasanya kita selalu teringat untuk segera menyelesaikannya. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh para mahasiswa, khususnya ketika waktu-waktu menjelang ujian. Hampir tidak ada waktu untuk beristirahat karena menumpuknya tugas. Sehingga ketika tidur tidak segera tidur, pikiran masih gelisah terbayang bagaimana jika tugas tidak selesai, sementara waktu sudah sempit dan tubuh kita juga butuh istirahat guna aktivitas esok hari. 4. Kebiasaan Merokok Bagi siapapun juga yang memiliki kebiasaan merokok sebaiknya mulai dikurangi. Merokok selain memberikan efek yang buruk bagi tubuh, juga dapat menahan keinginan untuk tidur.



5. Suasana Ribut Kenyamanan tidur juga dipengaruhi oleh lingkungan yang tenang. Pekerja pabrik yang selalu bekerja pada suasana bising, ternyata juga mengalami insomnia ketika di rumah. 6. Kamar Tidur yang Berantakan Ketika beranjak tidur sebaiknya segala perangkat untuk tidur dirapikan, baik ranjang, pakaian dan lain sebagainya yang berkaitan dengan tidur harus dirapikan. Itu akan sangat berpengaruh dengan kenyamanan tidur kita. Semakin rapi dan bersih akan semakin menambah kenyamanan. Namun demikian, ada saja orang yang justru tidur nyenyak ketika kasurnya berantakan dan banyak pakaian berserakan di situ. Selain hal-hal yang Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 6



Referat Terapi Insomnia telah diuraikan di atas, masih banyak lagi penyebab insomnia lainnya. Yang jelas insomnia tidak secara langsung berhubungan dengan menurunnya suatu hormon dalam tubuh.



II. 4. PATOFISIOLOGI Irama tidur - jaga yang merupakan pola tingkah laku agaknya berhubungan dengan interaksi di dalam sistim aktivasi reticular. Contoh adalah bila dilakukan perangsangan daerah formasio retikularis akan menyebabkan kondisi jaga/waspada pada percobaan hewan di laboratorium. Sedangkan perusakan pada daerah itu menyebabkan hewan mengalami kondisi koma menetap. 6 Dengan ini kita mengetahui bahwa sistim aktivitas retikular bekerjanya diatur oleh kontrol dan nukleus raphe dan locus coeruleus. Di mana sel-sel dan nucleus raphe mensekresi serotonin dan locus coeruleus mensekresi epinephrine. Jika nukleus raphe dirusak atau sekresinya dihambat, dapat menimbulkan kondisi tidak tidur/berkurangnya jam tidur pada hewan percobaan yang mirip dengan kejadian insomnia. Sedangkan bila locus coeruleus yang dirusak, akan terjadi penurunan atau hilangnya tidur REM, sedangkan tidur non REM tak berubah. Sistim limbik, yang kita kenal sebagai pusat emosi, agaknya juga berhubungan dengan kewaspadaan/jaga. Mungkin hal inilah yang menyebabkan mengapa kondisi ansietas dan gangguan emosi lainnnya dapat mengganggu tidur, dan menyebabkan insomnia.4, 5, 6 Penelitian tidur di laboratorium dengan alat EEG menunjukkan adanya perbedaan antara sukarelawan yang normal dengan penderita depresi dan ansietas. Pada penderita depresi, ditemukan adanya Sleep Latency yang bertambah atau dapat juga normal. Sedangkan REM Latency jelas menjadi lebih pendek. Tidur Delta yang pada orang normal ditemukan sejumlah 20 - 30%, pada penderita depresi menjadi jauh berkurang. Hal ini yang menyebabkan penderita depresi mengeluh tidurnya kurang pulas. Penelitian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 7



Referat Terapi Insomnia dari Zung menunjukkan bahwa pada sukarelawan normal yang diberi rangsang suarasuara pada stadium Delta, tidak terbangun oleh hal itu. Tetapi pada penderita depresi sangat mudah terbangun. Karena itu penderita depresi mudah sekali terbangun oleh adanya perubahan suhu di dini hari, perubahan sinar dan suara-suara hewan di pagi hari.4,5,6 Pada fase awal penyakit, penderita. depresi akan mengalami penurunan dari Tidur REM nya sebanyak 10%. REM menunjukkan bahwa orang itu sedang bermimpi. Di laboratorium tidur, 85% dan mereka yang dibangunkan pada waktu tidur REM, mengaku sedang bermimpi. Penderita depresi biasanya mengalami mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan sehingga mereka terbangun karenanya. Dengan demikian tidur REM pun berkurang karena seringnya terbangun di malam hari. Di samping itu, telah diterangkan bahwa pada mereka yang menderita depresi, tidur REM lebih cepat datangnya. Secara fisiologik kekurangan tidur REM itu harus dibayar kembali. Dengan begitu, selang beberapa waktu, penderita depresi akan mengalami tidur REM yang berlebihan, dan penderita akan lebih sering terbangun dan bermimpi buruk. Jadi jelaslah mengapa di laboratorium tidur, ditemukan gambaran hipnogram yang “acakacakan” atau iregular dari perpindahan satu stadium ke stadium yang lain pada penderita depresi; dan sering terbangun di malam hari. Pada penderita ansietas, dan hipnogram ditemukan Sleep Latency yang memanjang. Sedangkan REM Latency dapat normal atau lebih panjang dari pada sukarelawan normal. Berbeda dengan penderita depresi, pada penderita ansietas, tidur delta biasanya normal (20-30%), sedangkan tidur REM menjadi bertambah, terutama pada fase akhir dari tidur (di dini hari). Pada hipnogram juga ditemukan adanya gambaran yang ireguler dari perpindahan satu stadium tidur ke stadium tidur yang lain. Di bawah ini, digambarkan suatu skema perbedaan dari insomnia karena kondisi depresi dan ansietas, dilihat dari keluhan subyektif dan gambaran obyektif menurut hipnogramnya.5, 6, 9



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 8



Referat Terapi Insomnia II.5. TANDA DAN GEJALA 



Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari







Sering terbangun pada malam hari







Bangun tidur terlalu awal







Kelelahan atau mengantuk pada siang hari







Iritabilitas, depresi atau kecemasan







Konsentrasi dan perhatian berkurang







Peningkatan kesalahan dan kecelakaan







Ketegangan dan sakit kepala







Gejala gastrointestinal



II.6. DIAGNOSA 9 Secara internasional klasifikasi diagnostik gangguan tidur mengacu pada 3 sistem diagnostic yaitu: ICD (International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems) 10, DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) IV dan ICSD (International Classification of Sleep Disorders). Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu organik dan non-organik. Untuk non-organik dibagi lagi menjadi 2 kategori yaitu dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur) dan parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpi buruk, berjalan sambil tidur, dll). Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer maupun sekunder akibat penyakit atau kondisi abnormal lain. Insomnia di sini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial. Dalam DSM IV, gangguan tidur dibagi menjadi 4 tipe yaitu: Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 9



Referat Terapi Insomnia 5. 6. 7. 8.



Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan/ keadaan tertentu Gangguan tidur primer (gangguan tidur yang tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi mental, fisik/penyakit ataupun obat-obatan).



Gangguan tidur primer di sini pengertiannya mirip dengan insomnia non-organik pada ICD-10 yaitu gangguan tidur sudah menetap dan diderita minimal 1 bulan. Dalam ICSD klasifikasi gangguan tidur lebih lengkap dan untuk diagnosisnya sering memerlukan berbagai pemeriksaan penunjang laboratorium tidur, klinik dan radiologi seperti CT-scan, PET serta EEG International Classification of Sleep Disorders (ICSD) 



Dyssomnia  Intrinsic sleep disorders A. Psychophysiological insomnia B. Sleep state misperception C. Idiopathic insomnia D. Narcolepsy E. Recurrent hypersomnia F. Idiopathic hypersomnia G. Posttraumatic hypersomnia H. Obstructive sleep apnea syndrome I. Central sleep apnea syndrome J. Central alveolar hypoventilation syndrome K. Periodic limb movement disorder L. Restless legs syndrome M. Intrinsic sleep disorder NOS  Extrinsic sleep disorders A. Inadequate sleep hygiene B. Environmental sleep disorder C. Altitude insomnia D. Adjustment sleep disorder E. Insufficient sleep syndrome F. Limit-setting sleep disorder



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 10



Referat Terapi Insomnia











G. Sleep-onset association disorder H. Food allergy insomnia I. Nocturnal eating (drinking) syndrome J. Hypnotic-dependent sleep disorder K. Stimulant-dependent sleep disorder L. Alcohol-dependent sleep disorder M. Toxin-induced sleep disorder N. Extrinsic sleep disorder NOS Circadian rhythm sleep disorders A. Time zone change (jet lag) syndrome B. Shift work sleep disorder C. Irregular sleep-wake pattern D. Delayed sleep phase syndrome E. Advanced sleep phase syndrome F. Non-24-hour sleep-wake disorder G. Circadian rhythm sleep disorder NOS



Parasomnia  Arousal disorder A. Confusional arousals B. Sleepwalking C. Sleep terrors  Sleep-wake transition disorders A. Rhyhtmic movement disorder B. Sleep starts C. Sleep talking D. Nocturnal leg cramps  Parasomnia usually associated with REM sleep A. Nightmares B. Sleep paralysis C. Impaired-sleep-related penile erections D. Sleep-related painful erections E. REM-sleep-related sinus arrest F. REM sleep behavior disorder  Other parasomnia A. Sleep bruxism B. Sleep enuresis C. Sleep-related abnormal swallowing syndrome D. Nocturnal paroxysmal dystonia



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 11



Referat Terapi Insomnia











E. Sudden unexplained nocturnal death syndrome F. Primary snoring G. Infant sleep apnea H. Congenital central hypoventilation syndrome I. Sudden infant death syndrome J. Benign neonatal sleep myoclonus K. Other parasomnia NOS Sleep disorders associated with medical-psychiatric disorders  Associated with mental disorders A. Psychoses B. Mood disorders C. Anxiety disorders D. Panic disorders E. Alcoholism  Associated with neurological disorders A. Cerebral degenerative disorders B. Dementia C. Parkinsonism D. Fatal Familial insomnia E. Sleep-related epilepsy F. Electrical status epilepticus of sleep G. Sleep-related headaches  Associated with other medical disorders A. Sleeping sickness B. Nocturnal cardiac ischemia C. Chronic obstructive pulmonary disease D. Sleep-related asthma E. Sleep-related gastroesophageal reflux F. Peptic ulcer disease G. Fibrositis syndrome Proposed sleep disorders A. Short sleeper B. Long sleeper C. Subwakefulness syndrome D. Fragmentary myoclonus E. Sleep hyperhydrosis F. Menstrual-associated sleep disorder G. Pregnancy-associated sleep disorder H. Terrifying hypnagogic hallucinations



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 12



Referat Terapi Insomnia I. Sleep-related neurogenci tachypnea J. Sleep-related laryngospasm K. Sleep choking syndrome



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 13



Referat Terapi Insomnia Kuisioner



Riwayat



Tidur



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 14



Referat Terapi Insomnia Kriteria diagnosis untuk gangguan tidur non-organik menurut ICD-10: 



Insomnia non-organik 1. Keluhan adalah kesuilitan untuk memulai tidur, mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan 2. Gangguan tidur terjadi paling tidak 3 (tiga) kali dalam seminggu atau paling sedikit 1 bulan 3. Gangguan tidur berakibat



pada



distress



personal



atau



mempengaruhi fungsi kehidupan sehari-hari 4. Tidak diketahui adanya faktor penyebab organic, seperti kondisi neurologis atau medis lain, penyalahgunaan zat-zat psikoaktif, atau medikasi lainnya Menurut PPDGJ: 10 a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk b. Gangguan terjadi minimal tiga kali dalam seminggu selama minimal satu bulan c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur (sleeplessness) dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam social dan pekerjaan 



Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti depresi, anxietas, atau obsesi tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan. Semua ko-







morbiditas harus dicantumkan karena membutuhkan terapi tersendiri Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak digunakan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 15



Referat Terapi Insomnia gangguan yang tidak memenuhi criteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak di-diagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stress akut (F43.0) atau Gangguan Penyesuaian (F43.2)



Kriteria diagnosis insomnia primer menurut DSM IV-TR: 9 1. Keluhan



predominan



adalah



kesulitan



mengawali



atau



mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, paling tidak selama 1 bulan 2. Gangguan tidur (atau



terkait



kelelahan



sepanjang



hari)



menyebabkan distress atau gangguan sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain 3. Gangguan tidur tidak terjadi selama periode narkolepsi, gangguan tidur terkait gangguan pernafasan, gangguan irama sirkadian tidur, atau parasomnia 4. Gangguan tidur tidak terjadi selama periode gangguan mental lain (contoh: gangguan depresif mayor, gangguan anxietas generalisata, delirium) 5. Gangguan bukan disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (contoh: penyalahgunaan obat-obatan) atau kondisi medis umum



Kriteria diagnosis gangguan mimpi buruk menurut DSM IV-TR: 9 Terbangun berulang dari periode tidur atau tidur siang dengan mimpi-mimpi yang menakutkan, biasanya mencakup ancaman hidup, keamanan, atau kepercayaan diri. Terbangun biasanya terjadi selama setengah periode tidur



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 16



Referat Terapi Insomnia 1. Pada saat terbangun dari mimpi buruk, penderita cepat menjadi alert/ terjaga (berkebalikan dengan confusion dan disorientasi tampak pada gangguan terror tidur dan beberapa bentuk epilepsy 2. Pengalaman mimpi, atau gangguan tidur yang berakibat terbangun, menyebabkan distress yang signifikan dalam kehidupan sosial, pekerjaan, dll 3. Mimpi buruk tidak terjadi secara khusus selama periode gangguan mental lainnya (contoh: delirium, gangguan stress posttrauma) dan bukan akibat langsung dari efek fisiologis suatu zat atau kondisi medis umum Menurut PPDGJ: 10 1. Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan mimpi yang menakutkan yang dapat diingat kembali dengan rinci dan jelas (vivid), biasanya perihal ancaman kelangsungan hidup, keamanan, atau harga diri; terbangunnya dapat terjadi kapan saja selama periode tidur, tetapi yang khas adalah paruh kedua waktu tidur 2. Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segara sadar penuh dan mampu mengenali lingkungannya 3. Pengalaman mimpi itu, dan akibat dari tidur yang terganggu, menyebabkan penderitaan cukup berat bagi individu



Kriteria diagnosis gangguan terror tidur menurut DSM IV-TR: 9 1. Episode terbangun dari tidur yang rekuren, biasanya terjadi selama sepertiga episode tidur dan dimulai dengan teriakan panic



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 17



Referat Terapi Insomnia 2. Rasa takut yang intens dan tanda-tanda otonom terbangun, seperti takikardi, nafas cepat, dan berkeringat selama tiap episode 3. Tidak responsive terhadap usaha orang lain untuk menenangkan penderita selama episode serangan 4. Tidak ada mimpi yang teringat dan ada amnesia untuk tiap episode 5. Episode menyebabkan distress signifikan atau gangguan sosial, pekerjaan, dll 6. Gangguan bukan akibat langsung dari efek fisiologis dari suatu zat atau kondisi medis umum



Menurut PPDGJ: 10 2. Gejala utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tidur, mulai dengan



berteriak karena panic, disertai ansietas yang



hebat, seluruh tubuh bergetar, dan hiperaktivitas otonomik, seperti jantung



berdebar-debar,



napas



cepat,



pupil



melebar,



dan



berkeringat. 3. Episode ini dapat berulang, setiap episode lamanya berkisar 1 sampai dengan 10 menit, dan biasanya terjadi pada sepertiga awal tidur malam 4. Secara relative tidak bereaksi terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi terror hidupnya, dan kemudian dalam beberapa menit setelah bangun biasanya terjadi disorientasi dan gerakangerakan berulang Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 18



Referat Terapi Insomnia 5. Ingatan terhadap kejadian, walaupun ada, sangat minimal (biasanya terbatas pada 1 atau 2 bayangan-bayangan yang terbelahbelah) 6. Tidak ada bukti adanya gangguan organic



Kriteria diagnosis tidur-berjalan menurut DSM IV-TR: 9 1. Episode berulang bangkit dari tempat tidur selama tidur dan berjalan, biasanya terjadi selama sepertiga episode tidur 2. Saat tidur-berjalan, wajah penderita tampak seperi tatapan kosong, tidak responsif relative terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya, dan hanya dapat dibangunkan dengan usaha yang sulit 3. Pada saat terbangun (baik saat episode tidur-berjalan atau keesokan paginya), penderita mengalami amnesia untuk tiap episode 4. Dalam beberapa menit setelah terbangun dari episode tidur berjalan, tidak ada gangguan mental atau perilaku (meskipun mungkin awalnya ada periode singkat confusion atau disorientasi) 5. Tidur berjalan menyebabkan distress signifikan dalam fungsi sosial, pekerjaan, dll 6. Gangguan bukan akibat langsung dari efek fisiologis dari suatu zat atau kondisi medis umum Menurut PPDGJ: 10 o Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tempat tidur, biasanya pada sepertiga awal tidur malam, dan terus berjalanjalan (kesadaran berubah) Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 19



Referat Terapi Insomnia o Selama satu episode, individu yang menunjukkan wajah bengong (blank, staring face), relative tak memberi respon terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan atau untuk berkomunikasi dengan penderita dan hanya dapat disadarkan/ dibangunkan dari tidur dengan susah payah o Pada waktu sadar/bangun (setelah satu episode atau besok paginya), individu tidak ingat apa yang terjadi o Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangundari episode tersebut, idak ada gangguan aktivitas mental, walaupun dapat dimulai dengan sedikit bingung dan disorientasi dalam waktu singkat o Tidak ada bukti adanya gangguan mental organic



II.7. DIAGNOSIS BANDING: 12 -



Kondisi-kondisi medis: Kardiovaskular (gagal jantung kongestif, aritmia, penyakit arteri koroner), pulmonal (PPOK, asma), saraf (stroke, peyakit parkinson, cedera otak), pencernaan (refluk gastroesofagus), ginjal (gagal ginjal kronik),endokrin (diabetes, hipertiroid), reumatologi (reumatoid artritis,



-



osteoartritis, fibromialgia, sakit kepala) Gangguan tidur: Restless legs syndrome , Periodic limb movement disorder, Sleep apnea, gangguan ritme sirkadia, parasomnia, serangan panik



-



nokturnal, mimpi buruk, REM behavior disorder. Kondisi-kondisi psikiatri: depresi, penyakit panik-cemas, penyakit stres pasca



-



traumatik. Obat-obatan: dekongestan, antidepresi, kortikosteroid, antagonis dan agonis



-



beta, statin stimulan. Zat-zat: kafein, alkohol, nikotin, kokain.



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 20



Referat Terapi Insomnia



II.8. PENATALAKSANAAN Pemberian hipnotik tanpa mempertimbangkan terhadap resiko penyalahgunaan, dapat menutupi gejala penyakit yang berat dan dapat memperparah gejala sesak nafas yang terjadi sewaktu tidur. Selain itu, pada kasus tertentu terapi perilaku, psikoterapi atau terapi nonhipnotik dapat lebih baik dari pada pemberian hipnotik. Sebagai contoh, pemberian dektroamfetamin atau obat sejenisnya dapat memperbaiki tidur pada pasien hiperkinetik dan penyakit Parkinson; antidepresan bagi pasien yang depresif; fenotiazin dan haloperidol bagi pasien psikotik; dan analgetik bila tidur terganggu karena rasa nyeri dan lainnya. 11 Banyak tersedia senyawa yang aktif secara farmakologik untuk insomnia. Hipnotik yang ideal haruslah menyebabkan tidur, seperti tidur fisiologis dan tidak mengubah pola tidur secara farmakologis; tidak menyebabkan efek di hari esoknya, rebound ansietas atau sedasi yang berkelanjutan. Obat tersebut tidak berinteraksi dengan obat lain dan dapat digunakan secara kronik tanpa menyebabkan ketergantungan atau rebound insomnia. 11 Insomnia yang disebabkan terutama oleh sakit kejiwaan sering kali responsive terhadap pengobatab farmakologik bagi penyakit tersebut. Contohnya pada saat depresif dengan insomnia, pemberian penghambat serotonin-reuptake untuk mengobati gejala depresifnya, yang efek sampingnya dapat menyebabkan insomnia, biasanya malahan dapat memperbaiki tidurnya. Insomnia pada pasien dengan psikosis akut karena skizofrenia atau mania biasanya responsive terhadap antagonis reseptor dopamine. Pada keadaan ini, benzodiazepine sering digunakan untuk mengurangi agitasi; pemakaiannya juga memperbaiki keadaan tidur. 12



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 21



Referat Terapi Insomnia Pengobatan psikologic dan perilaku telah menunjukkan keberhasilan dalam pengobatan insomnia kronis. Berbagai psikologis dan teknik perilaku telah dievaluasi dengan baik-dirancang uji klinis terkontrol. Teknik-teknik khusus termasuk terapi pembatasan tidur, terapi kontrol stimulus, relaksasi pendekatan, dan multimodal kognitifprilaku-pengobatan untuk insomnia. 12



Terapi psikologis dan perilaku pada insomnia: 12 1. Pendidikan tidur Promosi perilaku yang meningkatkan tidur, pembatasan perilaku yang mengganggu tidur. Instruksi khusus termasuk berolahraga secara teratur, membatasi kafein dan konsumsi alkohol, menjaga jadwal tidur-bangun yang teratur, dan menghindari tidur siang. 2. Stimulus control terapi Satu set intervensi perilaku yang menunjukkan hubungan antara lingkungan tidur dan mengantuk. Pasien diinstruksikan untuk menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur (dan seks), tidak pergi ke tempat tidur kecuali mengantuk, menjauh dari tempat tidur dan terlibat dalam kegiatan ringan jika terbangun dan tidak bisa tidur pada malam hari dan kembali ke tempat tidur hanya ketika mengantuk, mempertahankan waktu bangun yang teratur, dan hindari tidur siang. 3. Terapi pembatasan tidur Praktek tidur yang meningkatkan durasi terjaga dan "sleep drive" untuk membantu kemampuan untuk tidur. Sebuah buku harian tidur digunakan untuk menentukan waktu tidur sebenarnya, waktu di tempat tidur, dan "efisiensi tidur" ([waktu tidur ÷ di tempat tidur] × 100). Waktu di tempat tidur Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 22



Referat Terapi Insomnia dikurangi untuk mencapai waktu tidur aktual dan meningkat sebesar 15-30 menit saja ketika efisiensi tidur melebihi 85% selama seminggu. Pasien juga dilarang tidur siang dan diperintahkan untuk mempertahankan waktu bangun yang teratur. 4. Terapi perilaku kognitif untuk insomnia Identifikasi, tantangan, dan penggantian keyakinan disfungsional dan sikap tentang tidur dan kurang tidur. Keyakinan ini meningkatkan gairah dan ketegangan, yang pada gilirannya menghambat tidur dan memperkuat keyakinan disfungsional. Teknik kognitif yang paling sering dikombinasikan dengan kontrol stimulus dan terapi pembatasan tidur 5. Latihan relaksasi Pelatihan teknik yang menurunkan gairah bangun dan mempermudah tidur di malam hari, didasarkan pada premis bahwa ketegangan otot dan gairah kognitif tidak sesuai dengan tidur. Teknik spesifik termasuk relaksasi otot progresif, petunjuk gambar, dan pernapasan perut. Pasien harus berlatih untuk kemampuan selama bangun jam sebelum menggunakan teknik relaksasi saat waktu menjelang tidur.



Berbagai perawatan psikologis dan perilaku untuk insomnia terbagi beberapa elemen umum yang telah digabungkan ke dalam bentuk singkat dari pengobatan. Unsur umum untuk banyak perawatan ini meliputi 12 1) edukasi tentang tidur, kebutuhan tidur, dan regulasi fisiologis tidur, 2) pendirian lebih jam tidur yang teratur, dengan penekanan khusus pada saat timbul pada pagi hari;



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 23



Referat Terapi Insomnia 3) keterbatasan waktu di tempat tidur untuk lebih mendekati jam tidur individu yang sebenarnya; 4) penguatan tempat tidur dan kamar tidur sebagai stimulus untuk tidur bukan untuk terjaga dan frustrasi tentang tidur. Mekanisme perawatan psikologis-perilaku tidak diketahui, tetapi unsur-unsur umum menunjukkan pentingnya potensi menambah dorongan tidur homeostatis, menyediakan reguler tidur-bangun (dan gelap-terang) isyarat untuk sistem waktu sirkadian, dan mengurangi gairah kognitif afektif. 12 Banyak obat yang membutuhkan resep dan tidak membutuhkan resep telah digunakan untuk mengobati insomnia. Agen saat ini disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan insomnia termasuk delapan agonis reseptor benzodiazepine (BzRAs) dan satu agonis reseptor melatonin. Meskipun beberapa barbiturat dan obat nonbarbiturate lain-lain (misalnya, kloral hidrat, Etklorvinol) juga disetujui sebagai obat penenang-hipnotik, mereka tidak direkomendasikan untuk penggunaan klinis diberikan indeks terapeutik rendah. 12 I. BzRAs jangka pendek dan menengah atau ramelteon Benzodiazepine Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek utama: sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot, dan antikonvulsi. Sebagian besar benzodiazepine mengurangi waktu jatuh tidur (sleep latency), terutama pada penggunaan awal, dan mengurangi jumlah terbangun dan waktu yang dibutuhkan pada tingkatan 0 (tingkatan terjaga). Lamanya waktu pada tingkatan 1(keadaan kantuk) biasanya berkurang, dan terjadi penurunan yang nyata dalam lamanya waktu pada tingkat tidur gelombang lambat ( tingkatan 3 dan 4). Sebagian besar Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 24



Referat Terapi Insomnia benzodiazepine menaikan lamanya waktu dari jatuh tidur sampai ,mulainya tidur REM (tingkatan 2) dan umumnya waktu tidur REM menjadi singkat. Namun siklus tidur REM biasanya bertambah. Secara keseluruhan efek pemberian benzodiazepine menaikkan tidur total, terutama Karena penambahan waktu pada tingkatan 2, yang merupakan bagian terbesar pada tidur non-REM. 11 Zaleplon Zaleplon



(SONATA)



merupakan



senyawa



non-benzodiazepin



golongan



pirazolopirimidin. Zaleplon terutama terikat pada reseptor benzodiazepine di reseptor GABAa yang mengandung subunit alfa 1. 11 Zaleplon diabsorbsi secara cepat dan mencapai puncak plasma kira-kira satu jam. Waktu paruh eliminasinya sekitar satu jam. Volume distribusinya 1,4 l/kg, dan ikatan protein plasma 60%. Obat ini dimetabolisme sebagian besar oleh aldehid oksidase dan sebagian kecil oleh CYP3A4. Oksidatif metabolitnya tidak aktif secara farmakologi, dieliminasi dalam urin dalam bentuk konjugasi glukuronat. Profil kinetiknya menyebabkan obat ini disetujui bagi pemakaian saat segera akan tidur bagi pasien yang sukar jatuh tidur. Uji klinik obat ini pada pasien dengan insomnia sementara dan insomnia kronik, menunjukkan efek mempersingkat masa jatuh tidur dibandingkan placebo. Namun Karena waktu paruhnya yang singkat, pengaruh zaleplon terhadap lama waktu tidur dan jumlah/frekuensi terbangun tidak berbeda dengan placebo. Dosis yang umum digunakan adalah 5, 10, atau 20 mg. toleransi terhadap obat ini tidak terjadi, juga rebound insomnia dan gejala putus obat tidak terlihat pada penghentian obat. 11 Zolpidem Zolpidem (AMBIEN) merupakan senyawa non benzodiazepine golongan imidazopiridin. Efek zolpidem secara umum menyerupai golongan benzodiazepine Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 25



Referat Terapi Insomnia namun hanya memiliki efek antikonvulsi yang lemah pada hewan coba. Efek ansiolitiknya juga tertutup oleh efek sedasinya yang kuat. Walaupun senyawa ini belum menunjukkan adanya toleransi atas efek sedasi serta gejala putus obat saat obat dihentikan, namun pada baboon yang diberikan obat ini secara kronik efek tersebut terlihat. 11 Zolpidem memiliki efektifitas yang sama dengan benzodiazepine dalam mempersingkat masa jatuh tidur serta memperpanjang lama tidur pada pasien insomnia. Setelah penghentian obat, manfaatnya padsa tidur masih bertahan hingga satu minggu. 11 Senyawa ini diabsorbsi secara cepat lewat saluran cerna; mengalami metbolisme lintas pertama di hati. Bioavabilitasnya sekitar 70%, nilai ini akan lebih rendah bila obat dikonsumsi bersama dengan makanan. Metabolism obat terutama berlangsung di hati lewat reaksi oksidasi menjadi metabolit yang inaktif. Waktu paruh obat dalam plasma sekitar 2 jam pada individu dengan fungsi hepar yang normal dan dapat mencapai dua kali atau lebih pada usia lanjut atau pasien sirosis. 11 II. BzRAs alternatif atau Ramelteon 13 Bila pasien tidak merespon dengan baik dengan pengobatan lini pertama, dilakukan pemilihan obat dari golongan yang sama. Pemilihan obat alternatif harus didasarkan pada respon pasien terhadap pengobatan pertama. Misalnya, seorang pasien yang terus mengeluh terhadap WASO mungkin diresepkan obat dengan waktu paruh panjang. Seorang pasien yang mengeluhkan sisa sedasi mungkin diresepkan obat dengan waktu paruh pendek. Pemilihan BzRA tertentu dapat mencakup hipnotik dengan waktu paruh panjang, seperti estazolam. Flurazepam jarang diresepkan karena memiliki paruh yang lebih panjang. III. Penenang dosis rendah antidepresan 13 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 26



Referat Terapi Insomnia Bila disertai dengan depresi atau dalam kasus lain kegagalan pengobatan, antidepresan dosis rendah mungkin dipertimbangkan . Contoh obat ini trazodone, mirtazapine, doksepin, amitriptyline, dan trimipramine. Bukti keberhasilan obat ini sebagai dosis tunggal relatif lemah dan tidak ada obat tertentu dari golongan ini yang direkomendasikan. Faktor-faktor seperti riwayat pengobatan, efek samping, biaya, dan efek farmakologis mungkin menentukan pemilihan agen tertentu. Sebagai contoh, trazodone memiliki sedikit atau tidak ada efek antikolinergik terhadap doksepin dan amitriptyline, dan mirtazapine menyebabkan penambahan berat badan . Perhatikan bahwa antidepresan dosis rendah bukan merupakan pengobatan depresi mayor yang adekuat untuk individu dengan komorbid insomnia. Namun, efektifitas trazodone dosis rendah sebagai tambahan dengan obat antidepresan dosis penuh telah diuji dalam sejumlah studi pada pasien dengan depresi . Studi-studi ini, dari berbagai kualitas dan desain, menunjukkan trazodone memiliki keberhasilan yang cukup memuaskan dalam meningkatkan kualitas tidur dan / atau durasi. Tetapi tidak jelas sejauh apa temuan ini dapat dipakai secara umum untuk insomnia .



IV. Combination of BzRA + AD 13 Tidak ada studi penelitian yang secara khusus meneliti kombinasi tersebut, tetapi pengalaman klinisi menunjukkan keamanan secara umum dan efektivitas dari kombinasi ini. Kombinasi dari dua golongan yang berbeda ini dapat meningkatkan efektivitas obat dengan menargetkan beberapa mekanisme tidur-bangun dan meminimalkan toksisitas yang dapat terjadi dengan dosis tunggal yang tinggi. Efek samping juga menjadi lebih kecil dengan penggunaan AD dosis rendah pada pengobatan insomnia, namun potensi sedasi pada siang hari harus dimonitor dengan baik.



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 27



Referat Terapi Insomnia Kegagalan terapi farmakologi 13 Meskipun pengobatan memiliki peran penting dalam penanganan insomnia, tetapi sebagian dari pasien insomnia kronis memiliki perbaikan yang terbatas atau sementara dengan obat-obatan. Seperti yang disarankan, percobaan atau kombinasi alternatif mungkin berguna.



Cara pemberian Pengobatan 13 1.



Frekuensi



Pemberian hipnotik tergantung pada tanda klinis spesifik yang muncul sesuai dukungan data empiris baik malam dan intermiten (2-5 kali per minggu). Banyak dokter merekomendasikan pemberian obat pada siang hari sebagai cara untuk mencegah toleransi, ketergantungan, dan penyalahgunaan, meskipun efek ini mungkin berkurang dengan obat BzRA baru . 2.



Lama pengobatan



Lama pengobatan juga tergantung pada tanda klinis tertentu dan pilihan pasien. Antidepresan dan obat lain yang biasa digunakan untuk pengobatan insomnia juga tidak memberikan pembatasan spesifik berkaitan dengan durasi penggunaan. Dalam praktek klinis, obat hipnotik yang sering digunakan dalam jangka waktu satu sampai dua belas bulan tanpa dosis eskalasi, tapi data empiris untuk pengobatan jangka panjang tetap kecil. Studi terkontrol secara acak non - BZD-BzRAs (seperti eszopiclone atau zolpidem ) telah menunjukkan efektivitas lanjutan tanpa komplikasi yang signifikan selama 6 bulan , dan dalam studi lanjutan selama 12 bulan atau lebih.



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 28



Referat Terapi Insomnia Bagi banyak pasien, periode pengobatan awal 2-4 minggu mungkin tepat, diikuti dengan evaluasi ulang yang diperlukan dalam pengobatan. Sebagian pasien dengan insomnia kronis dapat menjadi kandidat yang tepat untuk pengobatan jangka panjang atau pengobatan pemeliharaan kronis, tetapi, seperti yang dinyatakan, yang menjadi karakteristik spesifik pasien ini tidak diketahui . Ada sedikit bukti empiris untuk membantu memutuskan pengobatan jangka panjang, baik pengobatan saja atau dengan perubahan gaya hidup. Dengan demikian, pedoman pengobatan jangka panjang harus didasarkan terutama pada praktek umum dan konsensus. Jika obat hipnotik digunakan jangka panjang, kunjungan rutin harus dijadwalkan setidaknya setiap enam bulan untuk memantau keberhasilan, efek samping, toleransi, dan penyalahgunaan obat-obatan. 3.



Penghentian obat



Pada penghentian obat hipnotis setelah penggunaan lebih dari beberapa hari, Rebound insomnia (memburuknya gejala dengan pengurangan dosis, biasanya berlangsung 1-3 hari ), potensi fisik seperti efek penarikan psikologis, dan kekambuhan mungkin terjadi. Rebound insomnia dan penarikan dapat diminimalkan dengan secara bertahap dengan dosis dan frekuensi tapering. Secara umum, dosis harus diturunkan dengan kenaikan sekecil mungkin dalam durasi beberapa hari. Frekuensi tapering (seperti setiap lain atau setiap malam ketiga) juga digunakan untuk meminimalkan efek rebound. Keberhasilan tapering memerlukan beberapa minggu sampai bulan.



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 29



Referat Terapi Insomnia



Pengelolaan pasien setelah pengobatan jangka panjang dengan hipnotik 13 Pasien yang telah mengkonsumsi hipnotik untuk beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun, merupakan satu kelompok bermasalah yang khusus. Bila benzodiazepine telah digunakan terus menerus lebih dari 2 minggu, penghentian harus dilakukan secara bertahap. Mula terjadinya gejala putus obat lebih lambat pada hipnotik yang memiliki waktu paruh yang panjang. Sehingga pasien perlu diperingatkan terhadap dapat timbulnya gejala yang berhubungan dengan efek putus obat tersebut. Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 30



Referat Terapi Insomnia II.9. PROGNOSIS: 12 Prognosis insomnia bervariasi tergantung durasi dan penyebabnya: -



Insomnia karena perjalanan yang jauh (jet lag) prognosisnya baik dan membaik



-



dalam beberapa hari. Insomnia jangka pendek, seperti insomnia karena stress memiliki prognosis yang



-



sangat baik. Insomnia kronik lebih sulit penanganannya. Orang-orang dengan insomnia kronik biasannya memerlukan evaluasi secara detail untuk diagnosis dan terapi yang tepat. Progosis insomnia kronik dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi-kondisi medis, seperti arthritis, penyakit-penyakit mental, gagal jantung kongestif, Penyakit paru



-



obstruktif kronik (PPOK). Insomnia karena penyakit-penyakit mental , seperti depresi atau kecemasan diperluka n terapi untuk penyebab dasarnya dan dapat sulit dtangani.



BAB III KESIMPULAN Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 31



Referat Terapi Insomnia berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Secara internasional klasifikasi diagnostik gangguan tidur mengacu pada 3 sistem diagnostic yaitu: ICD (International Code of Diagnostic) 10, DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) IV dan ICSD (International Classification of Sleep Disorders). Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu organik dan non-organik. Untuk non-organik dibagi lagi menjadi 2 kategori yaitu dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur) dan parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpi buruk, berjalan sambil tidur, dll). Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer maupun sekunder akibat penyakit atau kondisi abnormal lain. Insomnia di sini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial. Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu: 1. 2. 3. 4.



Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan/ keadaan tertentu Gangguan tidur primer (gangguan tidur yang tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi mental, fisik/penyakit ataupun obat-obatan).



Insomnia yang disebabkan terutama oleh sakit kejiwaan sering kali responsif terhadap pengobatan farmakologik bagi penyakit tersebut. Banyak obat yang membutuhkan resep dan tidak membutuhkan resep telah digunakan untuk mengobati insomnia. Agen saat ini disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan insomnia termasuk delapan agonis reseptor benzodiazepine (BzRAs) dan satu agonis reseptor melatonin. Meskipun beberapa barbiturat dan obat nonbarbiturate lainlain (misalnya, kloral hidrat, Etklorvinol) juga disetujui sebagai obat penenang-hipnotik, Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 32



Referat Terapi Insomnia mereka tidak direkomendasikan untuk penggunaan klinis diberikan indeks terapeutik rendah. 12



DAFTAR PUSTAKA 1. Marjdono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Edisi ke-11. Dian Rakyat:Jakarta ; 1988 ; P. 183-92 2. http//www.wikipedia.org./wiki/insomnia. Epidemiologi of Insomnia. Diakses tanggal 6.08-2010 jam 12.43 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 33



Referat Terapi Insomnia 3. www.insomnia.medicineNet.com. Definition of insomnia. diakses tanggal 6-08- 2010 jam 12.34 4. Schenck,Carlos H. Mahowald,Mark.Sack,Robert.2003.Assesment and Management of Insomnia. JAMA Vol 289. 5. Iskandar Y. Insomnia dan Depresi Dalam: Psikiatri Biologik Vol. II, ed. Yul Iskandar dan R. Kusumanto Setyonegoro, Yayasan Dharma Graha, Jakarta, 1985. 6. Iskandar Y. Tehnik Penelitian Tidur dengan EEG. Makalah pada: Simposium Psikiatri Biologik N, Jakarta, 1983. 7. Moynihan SH, Marks J. Insomnia, Management in Good Medical Practice, Editiones, Roche, Basle, 1988. 8. Priest RG, Pletscher A, Ward J. (Eds.): Sleep Research. MTLP Press Limited, Basle, 1988. 9. Saddock B.J., Sleep disorder, In: Kaplan & Saddock’s. Synopsis of Psychiatry, 10th ed. Philadelphia: Lippincontt Wiliam & Wilkins: 200: 500-502. 10. Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cet Pertama. Jakarta : Departemen Kesehatan. 1993. 11. Buku Ajar Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 12.Buysse DJ . Chronic insomnia. American Journal of Psychiatry . June 2008; vol VI, (165) : 678-685. 13. Rodin SS, Broch L, Buysse D, Dorsey C, Sateia M. Clinical giudeline for the evaluation and management of chronic insomnia in adults. Journal of Clinical Sleep Medicine. 2008; Vol IV (5): 487- 504



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSJK Dharma Graha - BSD Periode 9 Desember 2013 – 11 Januari 2014



Page 34