Presentasi Referat Jiwa Delirium [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DELIRIUM



PEMBIMBING : dr. Metta Desviani P. Siregar, Sp.KJ



KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA RS JIWA ISLAM KLENDER JAKARTA 2017



1



1. DEFINISI Kata “delirium” berasal dari bahasa latin yang artinya lepas jalur. Sindrom ini pernah dilaporkan pada masa Hippocrates dan pada tahun 1813 Sutton mendeskripsikan sebagai delirium tremens, kemudian Wernicke menyebutnya sebagai Encephalopathy Wernicke. Delirium adalah sindrom, bukan suatu penyakit dan memiliki banyak kausa, yang semuanya mengakibatkan pola gejala yang serupa berkaitan dengan tingkat kesadaran dan gangguan kognitif pasien. Delirium tetap merupakan gangguan klinis yang kurang dikenali dan jarang di diagnosis.1,2 Dalam revisi DSM-IV TR edisi ke-4, delirium ditandai oleh gangguan kesadaran serta perubahan kognisi yang timbul dalam waktu singkat. Gejala penanda delirium yang utama adalah hendaya kesadaran, biasanya terjadi pada hendaya fungsi kognitif secara menyeluruh. Abnormalitas mood, persepsi dan perilaku merupakan gejala psikiatri yang lazim dijumpai. Tremor, astreksis, nistagmus inkoordinasi dan inkontinensia urin adalah gejala neurologis yang umum ditemui. Secara klasik, delirium memiiki awitan mendadak ( dalam hitungan ja atau hari ), perjalanan singkat dan berfluktuasi serta perbaikan cepat bila faktor kausatif diidentifikasi serta dieliminasi.2 Klasifikasi Delirium berdasarkan DSM-IV :1 1. Delirum akibat masalah medis umum Masalah



medis



tertentu,



seperti



infeksi



sistemik,



gangguan



metabolic,



ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, penyakit hati atau ginjal, ensefalopati, dan trauma kepala dapat menyebabkan gejala delirium. 2. Delirium akibat zat Gejala delirium dapat disebabkan pajanan terhadap toksin atau ingesti obat, seperti anti konvulsan, neuroleptik, ansiolitik, anti depresan, obat kardiovaskular, anti neoplastik, dan hormone. 3. Delirium akibat intoksikasi zat Gejala delirium dapat terjadi sebagai respons terhadap konsumsi kanabis,kokain, halusinogen, alcohol, ansiolitik atau narkotik dalam dosis tinggi. 4. Delirium akibat putus zat Pengurangan atau penghentian penggunaan zat jangka panjang dan dosis tiggi zat tertentu, seperti alcohol, sedative, hipnotik, atau ansiolitik, dapat menyebabkan delirium akibat putus zat. 2



5. Delirium akibat etiologi multiple Gejala delirium dapat berhubungan dengan lebih dari satu masalah medis umum atau pengaruh kombinasi masalah medis umum dan penggunaan zat. Selain klasifikasi di atas, delirium juga dapat dibagi menjadi sub tipe hiperaktif dan hipoaktif, tergantung dari aktivitas psikomotornya. Keduanya dapat terjadi bersamaan pada satu individu. a. Delirium hiperaktif Delirium hiperaktif merupakan delirium yang paling sering terjadi. Pada pasien terjadi agitasi, psikosis, labilitas mood, penolakan untuk terapi medis, dan tindakan dispruptif lainnya. Kadang diperlukan pengawas karena pasien mungkin mencabut selang infus atau kathether, atau mencoba pergi dari tempat tidur. Pasien delirium karena intoksikasi, obat antikolinergik, dan alkohol withdrawal biasanya menunjukkan perilaku tersebut. Delirium hiperaktif juga didapatkan pada pasien dengan gejala putus substansi antara lain; alkohol,amfetamin,lysergic acid diethylamideatau LSD. b. Delirium hipoaktif Adalah bentuk delirium yang paling sering, tapi sedikit dikenali oleh para klinisi. Pasien tampak bingung, lethargia, dan malas. Hal itu mungkin sulit dibedakan dengan keadaan fatigue dan somnolen, bedanya pasien akan dengan mudah dibangunkan dan dalam berada dalam tingkat kesadaran yang normal. Rangsang yang kuat diperlukan untuk membangunkan , biasanya bangun tidak komplet dan transient. Penyakit yang mendasari adalah metabolit dan enchepalopati.



2.



EPIDEMIOLOGI



Delirium adalah penyakit yang sering terjadi, sekitar 10-15% pasien yang ada di bangsal bedah dan 15-20% di bangsal ilmu penyakit dalam mengalami delirium selama dirawat. Penyebab delirium pasca operasi termasuk stress pembedahan, nyeri pasca operasi, gangguan keseimbangan elektrolit, infeksi, demam, dan kehilangan darah. Insidensi delirium meningkat seiring dengan bertambahnya usia pasien. Faktor-faktor predisposisi delirium antara lain usia (usia muda dan usia lanjut lebih dari 65 tahun), kerusakan otak yang mendahului (penyakit serebrovaskuler, tumor), riwayat delirium sebelumnya, kecanduan alkohol, diabetes, kanker, kerusakan sensorik (seperti kebutaan), dan malnutrisi.2 3



3.



ETIOLOGI



Faktor predisposisi:1 1. Demensia 2. Obat-obatan multiple 3. Umur lanjut 4. Kecelakaan otak seperti stroke, penyakit Parkinson 5. Gangguan penglihatan dan pendengaran 6. Ketidakmampuan fungsional 7. Hidup dalam institusi 8. Ketergantungan alcohol 9. Isolasi social 10. Kondisi ko-morbid multiple 11. Depresi 12. Riwayat delirium post-operative sebelumnya Faktor presipitasi:2 A. Medikasi B. Penyakit: 1. Infeksi 2. Metabolik 3. Kelainan SSP 4. Perubahan lingkungan 5. Penurunan rangsang sensoris 6. Lainnya: bedah, syok, demam, hipotermia, anemia Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Penyebabnya bisa berasal dari penyakit susunan saraf pusat, penyakit sistemik, intoksikasi akut (reaksi putus obat) dan zat toksik. Penyebab delirium terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan hati. Secara lengkap dan lebih terperinci penyebab delirium dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 2



Tabel 1. Penyebab Delirium A. Penyebab Intrakranial : Epilepsi dan keadaan paska kejang Trauma otak (terutama gegar otak) 4



Infeksi - Meningitis - Ensefalitis Neoplasma Gangguan vaskular B. Penyebab Ekstrakranial : Obat-obatan (meggunakan atau putus obat) dan racun - Obat antikolinergik - Antikonvulsan - Obat antihipertensi - Obat antiparkinson - Obat antipsikosis - Glikosida jantung - Simetidin - Klonidin - Disulfiram - Insulin - Opiat - Fensiklidin - Fenitoin - Ranitidin - Salisilat - Sedatif (termasuk alkohol) dan hipnotik - Steroid Racun - Karbon monoksida - Logam berat dan racun industri lain Disfungsi Endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi) - Hipofisis - Pankreas - Adrenal - Paratiroid - Tiroid



5



Penyakit organ non endokron Hati Ensefalopati hepatik Ginjal dan saluran kemih Ensefalopati uremikum Paru Narkosis karbon dioksida Hipoksia Sistem Kardiovaskular Gagal jantung Aritmia Hipotensi Penyakit Defisiensi Tiamin, asam nikotinik, vit B12 atau asam folat Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis Ketidakseimbangan elektrolit dengan penyebab apapun Keadaan pascaoperatif Trauma (kepala atau seluruh tubuh)



4.



PATOFISIOLOGI



Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Delirium menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan structural dan fisiologik. Neuropatologi dari delirium telah dipelajari pada pasien dengan hepatic encephalopathy dan pada pasien dengan putus alcohol. Hipotesis utama yaitu gangguan metabolisme oksidatif yang reversibel dan abnormalitas dari multipel neurotransmiter. 2 Neurotransmiter



utama



yang



berperan



terhadap



timbulnya



delirium



adalah asetilkolin dan daerah neuroanatomis utama adalah formasio retikularis. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa berbagai faktor yang menginduksi delirium diatas menyebabkan penurunan aktivitas asetilkolin di otak. Mekanisme patofisiologi lain khususnya berkenaan dengan putus zat/alkohol adalah hiperaktivitas lokus sereleus dan neuron non adrenergiknya. Neurotransmiter lain yang juga berperan adalah serotonin dan glutamat.2 a. Obat dan Delirium 6



Lansia lebih sensitif terhadap efek obat atau dosis rendah dan secara khusus beresiko delirium pada saat lebih besardari obat yang digunakan. Obat-obatan yang melewati sawar darah otak menyebabkan delirium. Delirium karena toksisitas obat juga disebabkan oleh obat-obatan dengan 'indeks terapi sempit', meskipun beberapa obat seperti digoxin dilaporkan menyebabkan delirium pada keadaan normal. Pasien dengan intoksikasi alkohol dapat menyebabkan delirium selama perawatan meskipun withdrawal alkohol dapat menyebabkan delirium 1-3 hari setelah dirawat, seperti withdrawal ( reaksi putus obat) hipnotik dan sedatif.2 Obat paling sering menyebabkan delirium adalah sedatif dan hipnotik, antikolinergik dan narkotik. Penggunaan preparat ini sebaiknya berhati-hati pada lansia, khususnya pada gangguan kognitif sebelumnya. Jika obat ini harus dipakai sebaiknya dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan. Obat hipoglikemi, khususnya kerja sedang dapat menyebabkan hipoglikemi yang juga bermanifestasi konfusio.2 (1) Asetilkolin Data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari neurotransmiter yang penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan bingung. pada pasien dengan transmisi kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini. Pada pasien post operatif, delirium serum antikolinergik juga meningkat. (2) Dopamine Pada otak,hubunganmuncul antara aktivitas kolinergikdandopaminergi c. Pada delirium muncul aktivitas berlebih dari dopaminergik. Pengobatan simptomatis muncul pada pemberian obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat dopamine. b. Neurotransmitter lainnya Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan encephalopati hepatikum. GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien dengan hepatic encephalopati, peningkatan inhibitor GABA juga ditemukan. Peningkatan level ammonia terjadi pada pasien hepatic encephalopati, yang menyebabkan peningkatan pada asam amino glutamat dan glutamine (kedua asam amino inimerupakan precursor GABA). Penurunan level GABA pada susunan saraf pusat juga ditemukan pada pasien yang mengalami gejala putus benzodiazepine dan alkohol. 7



c. Mekanisme peradangan/inflamasi Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1 dan interleukin-6,dapat menyebabkan delirium. Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang luas dan paparan toksik, bahan pirogen endogen seperti interleukin-1 dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan iskemia, yang sering dihubungkan dengan delirium, terdapat hubungan respon otak yang dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6. d. Mekanisme reaksi stress Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya delirium. e. Mekanisme structural Pada pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang mendukung hipotesis bahwa jalur anatomi tertentu memainkan peranan yang lebih penting daripada anatomi yang lainnya. Formatio reticularis dan jalurnya memainkan peranan penting dari bangkitan delirium. Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan dari formation retikularis mesensephalon ke tectum dan thalamus adalah struktur yang terlibat pada delirium. Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan delirium, mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neurotoksik dan sel-sel peradangan (sitokin) untuk menembus otak.



5. ANAMNESIS Delirium ditandai dari perubahan mental akut dari pasien,perubahan fluktuatif pada kognitif termasuk memori,berbahasa dan organisasi



8, 9



. Dan dari anamnesisnya kita bisa 8



mendapatkan informasi – informasi tersebut bisa dari keterangan keluarga atau orang terdekat pasien yang mengetahui awal terjadinya penyakit pasien, dan dari pasien langsung untuk mengetahui secara pasti apa yang dirasakannya dengan berbagai pertanyaan sebagai berikut. 8, 9



1. Gangguan atensi Pasien dengan delirium mengalami kesulitan untuk memperhatikan. Mereka mudah melupakan instruksi dan mungkin dapat menanyakan instruksi dan pertanyaan untuk diulang berkali-kali. Metode untuk mengidentifikasi gangguan atensi yaitu dengan “menyuruh pasien menghitung angka terbalik dari 100 dengan kelipatan 7”. 2. Gangguan memori dan disorientasi Defisit memori, hal yang sering jelas terlihat pada pasien delirium. Disorientasi waktu,tempat dan situasi juga sering didapatkan pada delirium. 3. Agitasi Pasien dengan delirium dapat menjadi agitasi sebagai akibat dari disorientasi dan kebingungan yang mereka alami. Sebagai contoh; pasien yang disorientasi menggangap mereka dirumah meskipun ada dirumah sakit sehingga staff rumah sakit dianggap sebagai orang asing yang menerobos kerumahnya. 4. Apatis dan menarik diri terhadap sekitar/withdrawal Pasien dengan delirium dapat menampilkan apatis dan withdrawal. Mereka dapat terlihat seperti depresi, penurunan nafsu makan, penurunan motivasi dan gangguan pola tidur. 5. Gangguan tidur Pada pasien delirium sering tidur pada waktu siang hari tapi bangun pada waktu malam hari. Pola ini digabungkan dengan disorientasi dan kebingungan yang dapat menimbulkan situasi berbahaya pada pasien, yaitu resiko jatuh dari tempat tidur, menarik kateter atau IV dan pipa nasogastric. 6. Emosi yang labil Delirium dapat menyebabkan emosi pasien yang labil seperti gelisah, sedih, menangis dan kadang kadang gembira yang berlebih. Emosi ini dapat muncul bersamaan ketika seseorang mengalami delirium. 7. Gangguan persepsi Terjadi halusinasi visual dan auditori. 8. Tanda tanda neurologis Pada delirium dapat muncul tanda neurologis antara lain: tremor gait, asterixis mioklonus, paratonia dari otot terutama leher, sulit untuk menulis dan membaca, dan gangguan visual. 6.



PEMERIKSAAN FISIK



9



Pemeriksaan fisik yang hati-hati dan secara lengkap termasuk menilai status mental di perlukan pada pasien pasien dengan delirium, Mengecek tanda vital seperti suhu tubuh, tekanan darah, frekuensi nadi dan respirasi adalah wajib. 10 Biasanya pasien mempunyai kesulitan dalam menjaga kesadarannya, seperti disorientasi mempunyai masalah pada ingatan jangka pendek, dan daya nilai yang jelek. Elemen-elemen tersebut mepunyai tingkatan yang fluktuatif pada Tingkat kesadaran seorang pasien dengan delirium. 10 Gangguan kesadaran bisa di nilai dengan “bedside test”, yaitu dengan memberikan beberapa test daya ingat seperti, pasien disuruh untuk meneybutkan nama nama hari selama seminggu, menghitung secara terbalik dari nomer 20. 10 Keparahan dari gejala Delirium ini dapat dinilai dengan menggunakan DRS ( Delirium Rating Scale ) dan CAM ( Confusion Assesment Method ). 10



10



(Gambar Alogaritma diagnostic Delirium (healthgov.au) 7. KRITERIA DIAGNOSIS Secara klinis penegakkan diagnosis delirium dapat menggunakan DSM IV-TR. Di bawah ini adalah kriteria diagnostik delirium berdasarkan DSM IV –TR2 Kriteria diagnostik delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum:



11



1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian). 2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara, tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang). 3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari. 4. Berdasarkan bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk menemukan penyebab delirium ini. Kriteria diagnostik delirium yang disebabkan intoksikasi zat: 1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian) 2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara, tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang). 3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari. 4. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk menemukan delirium ini (1) atau (2): (1) Gejala pada kriteria A dan B berkembang selama intoksikasi zat. (2) Penggunaan



intoksikasi



disini



untuk



mengatasi



penyebab yang ada hubungan dengan gangguannya. Kriteria diagnostik delirium yang disebabkan putus zat: 1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian) 2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi 12



terutama visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara, tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang). 3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari. 4. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk menemukan penyakit delirium ini dalam kriteria A dan B. Keadaan ini berkembang selama atau dalam waktu singkat sesudah sindroma putus zat. Kriteria diagnostik delirium yang berkaitan dengan berbagai penyebab: 1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian) 2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara, tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang). 3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari. 4. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk menemukan etiologi delirium ini yang disebabkan oleh lebih dari satu penyebab kondisi medik umum, disertai intoksikasi zat atau efek samping medikasi. Pedoman diagnostik Untuk memastikan diagnosis, maka gejala-gejala baik yang ringan atau yang berat haruslah ada pada setiap kondisi dibawah ini, yaitu sesuai dengan pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III : 4 1. Gangguan kesadaran dan perhatian :  Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma.  Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian. 2. Gangguan kognitif secara umum : Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi (terutama halusinasi visual) 13



Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham yang bersifat sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang ringan Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka panjang relatif masih utuh. Disorientasi waktu, pada kasus yang berat terdapat disorientasi tempat dan orang. 3. Gangguan psikomotor :  Hipoaktivitas atau hiperaktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari satu ke yang lain.  Waktu bereaksi yang lebih panjang  Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang  Reaksi terperanjat meningkat 4. Gangguan siklus tidur-bangun :  Insomnia atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau terbaliknya  



siklus tidur-bangun (mengantuk pada siang hari). Gejala yang memburuk pada malam hari Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi



halusinasi setelah bangun tidur. 5. Gangguan emosional : misalnya depresi, ansietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis atau rasa kehilangan akal. 6. Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari, dan keadan ini berlangsung kurang dari 6 bulan



8. DIAGNOSIS BANDING Banyak gejala yang menyerupai delirium. Demensia dan depresi sering menunjukkan gejala yang mirip delirium; bahkan kedua penyakit/ kondisi tersebut acap kali terdapat bersamaan dengan sindrom delirium. Pada keadaan tersebut informasi dari keluarga dan pelaku rawat menjadi sangat berarti pada anamnesis.3 a. Delirium versus demensia Yang paling nyata perbedaannya adalah mengenai awitannya, yaitu delirium awitannya tiba-tiba, sedangkan pada demensia berjalan perlahan. Meskipun kedua kondisi tersebut mengalami gangguan kognitif, tetapi pada demensia lebih stabil, sedangkan pada delirium berfluktuasi.2 14



Tabel 2. Perbandingan Delirium dan Demensia 2 Gambaran Klinis



Delirium



Demensia



Gangguan daya ingat



+++



+++



Gangguan proses berpikir



+++



+++



Gangguan daya nilai



+++



+++



Kesadaran berkabut



+++



-



Major attention deficits



+++



+



Fluktuasi perjalanan penyakit (1 hari)



+++



+



Disorientasi



+++



++



Gangguan persepsi jelas



++



-



Inkoherensi



++



+



Gangguan siklus tidur- bangun



++



+



Eksaserbasi nocturnal



++



+



Insight/tilikan



++



+



Awitan akut/subakut



++



-



b. Delirium versus skizofrenia dan depresi Sindrom delirium dengan gejala yang hiperaktif sering keliru dianggap sebagai pasien yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif keliru dianggap sebagai depresi. Keduanya dapat dibedakan dengan pengamatan yang cermat. Pada depresi terdapat perubahan yang bertahap dalam beberapa hari atau minggu sedangkan pada delirium biasanya gejala berkembang dalam beberapa jam.3 Beberapa pasien dengan skizofrenia atau episode manik mungkin pada satu keadaan menunjukkan perilaku yang sangat kacau yang sulit dibedakan dengan delirium. Secara umum, halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih konstan dan lebih terorganisasi dibandingkan dengan kondisi pasien delirium.2 9. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang biasanya mencakup CT-Scan atau MRI, pemeriksaan penunjang untuk tersangka infeksi (misalnya kultur darah, x-ray dada, dan urinalisis), 15



dan pemeriksaan elektrolit, BUN, kreatinin, glukosa, level darah terhadap obat-obatan yang diduga memiliki efek toksik, dan pemeriksaan urin terhadap obat-obatan.4 Jika diagnosis masih belum jelas, pemeriksaan lebih lanjut seperti GDA, tes fungsi hati, pengukuran serum kalsium dan albumin, TSH, vitamin B12, ESR, ANA, dan VLDR. Dan jika masih belum jelas lagi, pengujian dapat mencakup analisa CSF (terutama untuk menyingkirkan meningitis, ensefalitis, atau perdarahan subarakhnoid), pengukuran serum amonia, dan pemeriksaan logam berat.4 10. TERAPI Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium, tujuan lainnya adalah untuk memberikan bantuan fisik sensorik dan lingkungan. a.



Pengobatan farmakologis Dua gejala utama delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis



adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk psikosis adalah Haloperidol (haldol), obat antipsikotik golongan butyrophenon. Pemberian tergantung usia, berat badan,dan kondisi fisik pasien, dosis awal dengan rentang antara 2 sampai 10 mg intramuscular, diulang dalam satu jam jika pasien teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat atau bentuk tablet dapat dimulai. Dua dosis oral harian harus mencukupi, dengan duapertiga dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-kira 1,5 kali kali lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral. Dosis harian efektif total haloperidol mungkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium. Droperidol (inapsine) adalah suatu butyrophenon yang tersedia sebagai suatu formula intravena alternative, walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat penting untuk pengobatan ini. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena obat tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.



16



Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau hydroxizine (vistaril), 25 sampai 100 mg. Golongan benzodiazepine dengan waktu paruh panjang dan barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai bagian dari pengobatan untuk gangguan dasar (sebagai contohnya, putus alcohol).1



b. Non-farmakologis (pencegahan) Berbagai literature menyebutkan bahwa pengobatan sindrom delirium sering tidak tuntas. 96% pasienyang dirawat karena pulang dengan gejala sisa. Hanya 20% dari kasus-kasus tersebut yang tuntas dalam 6 bulan setelah pulang. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya prevalensi sindrom delirium di masyarakat lebih tinggi dari pada yang diduga sebelumnya. Pemeriksaan penapisan oleh dokter umum atau dokter keluarga di masyarakat menjadi penting dalam rangka menemukan kasus dini dan mencegah penyulit yang fatal.



17



Rudolph (2003) melaporkan bahwa separuh dari kasus yang diamatinya mengalami delirium saat dirawat di rumah sakit. Berarti ada karakteristik pasien tertentu dan suasana/situasi rumah sakit sedemikian rupa yang dapat mencetuskan delirium. Beberapa obat juga dapat mencetuskan delirium, terutama yang mempunyai efekanti kolinergik dan gangguan faal kognitif. Beberapa obat yang diketahui meningkatkan resiko delirium antara lain: benzodiazepine, kodein, amitriptilin (antidepresan), difenhidramid,ranitidine, tioridazin, digoksin, amiodaron, metildopa, procainamid, levodopa, fenitoin, siprofloksasin. Beberapa tindakan sederhana yang dapat dilakukan di rumah sakit (di ruang rawat akut geriatric) terbukti cukup efektif mampumencegah delirium. Inouye et all (1999) menyarankan beberapa tindakanyang terbukti dapat mencegah delirium seperti yang tertera pada table: Panduan intervensi Reorientasi



Tindakan Pasang jam dinding



Keluaran



P



Memulihkan orientasi



0,04



Tidur tanpa obat



0,001



Pulihnya mobilisasi



0,06



Meningkatkan kemampuan penglihatan



0,27



Meningkatkan kemampuan pendengaran



0,10



BUN/Cr < 18



0,04



Kalender Memulihkan siklus tidur



Padamkan lampu Minum susu hangat atau the herbal Musik yang tenang Pemijata (massage) punggung



Mobilisasi



Latihan lingkup gerak sendi Mobilisasi bertahap Batasi penggunaan restrain



Penglihatan



Kenakan kacamata Menyediakan bacaan dengan huruf berukuran besar



Pendengaran



Bersihkan serumen prop Alat Bantu dengar



Rehidrasi



Diagnosis dini rehidrasi Tingkatkan asupan cairan oral kalau perlu per infuse



18



11. EDUKASI Edukasi Keluarga dan pasien mengenai penyebab dan perjalanan dari Delirium ini sangat penting untuk disampaikan oleh seorang psikiatrik. Mengedukasi terutama pasien dan keluarga tentang bagaimana cara menjaga factor factor resiko dan predisposisi di masa yang akan datang seperti Malnutrisi, pemakaian Selang kateter, pemakaian lebih dari 3 obat, Menghindari terjadinya Infeksi sekunder dari apapun yang bersangkutan oleh pasien. 11 Keluarga pasien juga tentunya akan merasa gelisah jika pasien mempunyai kerusakan pada otak atau mempunyai penyakit psikiatrik secara permanen, oleh karena itu pentingnya memberikan penjelasan yang baik tentang Delirium sangat menguntukan untuk pasien dan keluarga. 11 Memberitahukan kepada keluarga pasien yang sering mengunjungi pasien saat dirumah sakit untuk membawa foto atau benda atau alat yang sering di pakai pasien untuk mengembalikan orientasi dan memori pasien.11 12. PROGNOSIS Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien delirium ketika mereka dirawat di rumah sakit atau yang mengidap delirium selama rawat inap, 35 sampai 40% dari pasien rawat inap dengan delirium meninggal dalam waktu 1 tahun. Delirium karena kondisi tertentu (misalnya, hipoglikemia, keracunan obat atau alkohol, infeksi, faktor iatrogenik, toksisitas obat, ketidakseimbangan elektrolit) biasanya cepat sembuh dengan pengobatan.5,6, 7 Pasien delirium dapat sembuh total. Namun, pemulihan mungkin lambat (hari, minggu, bahkan bulan), terutama pada orang tua, sehingga pasien lebih lama di rumah sakit, Pasien juga dapat mengalami peningkatan risiko dan tingkat keparahan komplikasi, biaya meningkat, dan cacat jangka panjang. Dua tahun setelah delirium terjadi, risiko kognitif, penurunan fungsional, dan kematian meningkat.5,6,7



DAFTAR PUSTAKA



1. Kaplan, Harold I. Sinopsis Psikiatri; Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 2010; hal. 519-528 2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Psikiatri. 2010; hal. 99-105 3. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 2009; hal. 907-912 19



4. http://emedicine.medscape.com/article/288890-overview diakses pada tanggal 08



April 2016. 5. Huang J. Delirium. The Merck Manual for Health Care Professional. Merck; 2013 [diunduh tanggal 08 April 2016]. Tersedia dari: http://www.merckmanuals.com/professional/neurologic_disorders/delirium_and_dem entia/delirium.html. 6. National Institutes of Health. Delirium [document on the Internet]. Medline Plus Online; 2013 [diperbaharui tanggal 27 Februari 2013; diunduh 08 April 2016]. Tersedia dari: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000740.htm. 7. Australian Government. Complication of Delirium [document on the Internet Perth: Curtin University; 2009 [diunduh tanggal 08 April 2016]. Tersedia dari: http://cra.curtin.edu.au/local/docs/delirium_training_package/ManagementOfConfusi onFinalMarch09/module01/complications-delirium.html. 8. Juliana Bar et al, Clinical Practice Guidelines for the Management of Pain, Agitation, and Delirium in Adult Patients in the Intensive Care Unit, CCM Journal , hal 283, 2013 9. American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorders, Fifth Edition, Washington DC : American Psychiatric Association; 2013 10. Kannayiram A, Delirium, Medscape Edition American College Of Physicians ; 2013 11. Cole M, Mc CuskerJ, The prognostic significance of subsyndromal delirium in elderly medical inpatients, Medline, 2003



20