Referat Marjolin Ulcer [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



MARJOLIN ULCER Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu bedah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta



Disusun oleh : Ratih Lestari Utami 20070310184



Diajukan Kepada : dr. H. Sagiran, Sp.B



FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar belakang Kulit merupakan organ tipis yang luas. Tebal kulit bervariasi antara 0,5-1,5 mm bergantung pada letak, umur, gizi, jenis kelamin dan suku. Kulit yang tipis terdapat di kelopak mata, penis, labium minor, dan bagian dalam lengan atas, sedangkan kulit yang lebih tebal terdapat di telapak tangan, telapak kaki, punggung dan bokong. Kulit telapak tangan dan kaki tidak mengandung kelenjar sebasea dan rambut. Pada orang dewasa, luas permukaan kulit sekitar 1,5-2 m2 (Sjamsuhidajat, 2010). Sebagai penutup, kulit melindungi tubuh dari trauma mekanis, radiasi, kimiawi dan dari kuman infeksius. Asam laktat dalam keringat dan asam amino hasil perubahan keratinisasi mempertahankan pH permukaan kulit antara 4-6 yang akan menghambat pertumbuhan bakteri. Namun beberapa jenis streptokokus dan stafilokokus masih dapat hidup komensal di lapisan keratin, muara rambut dan kelenjat sebaseus (Sjamsuhidajat, 2010). Kulit juga berfungsi sebagai pengindera raba karena mengandung ujung saraf sensoris di dermis. Fungsi pengaturan suhu tubuh didapat dari adanya dua lapis pleksus pembuluh darah dermis yang alirannya diatur oleh persarafan otonom. Persarafan otonom ini juga mengatur fungsi kelenjar keringat. Penguapan keringat akan mendinginkan kulit (Sjamsuhidajat, 2010). Penyakit tumor kulit dewasa ini cenderung mengalami peningkatan jumlahnya terutama di Amerika, Australia dan Inggris. Berdasarkan beberapa penelitian, orang kulit putih yang lebih banyak menderita kanker kulit. Hal tersebut diprediksikan sebagai akibat seringnya terkena (banyak terpajan) cahaya matahari. Di Indonesia penderita kanker kulit terbilang sangat sedikit dibandingkan ke-3 negara tersebut, namun demikian kanker kulit perlu dipahami karena selain menyebabkan kecacatan (merusak penampilan) juga pada stadium lanjut dapat berakibat fatal.



B. Tujuan penulisan Tujuan penulisan laporan ini adalah selain memenuhi tugas referat kepaniteraan klinik, juga untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai tumor kulit khususnya ulkus marjolin.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Anatomi



B. Fisiologi Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya : 1. Fungsi Proteksi Kulit menjaga tubuh dari gangguan fisik, kimia, suhu, sinar ultraviolet dan mikroorganisme. Proteksi terhadap gangguan fisik dan mekanis dilaksanakan oleh stratum korneum pada telapak tangan dan telapak kaki dan proses keratinisasi



berperan sebagai barier mekanis. Serabut elastis dan kolagen menyebabkan adanya elastisitas kulit dan lapisan lemak pada sub kutis juga sebagai barier terhadap tekanan. Proteksi terhadap gangguan kimia dilaksanakan oleh stratum korneum yang impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air serta adanya keasaman kulit. Proteksi tehadap radiasi dan sinar ultraviolet dilaksanakan oleh melanosit, ketebalan stratum korneum dan asam uroleanat yang dijumpai pada keringat. 2. Fungsi Ekskresi Kelenjar kulit mengeluarkan zat dan sisa metabolisme seperti NaCl, urea, asam urat, amonia. Kelenjar sebasea menghasilkan sebum yang berguna untuk menekan evaporasi air yang berlebihan. Kelenjar keringat mengeluarkan keringat beserta garam-garamnya. 3. Fungsi Absorbsi Fungsi absorbsi dimungkinkan dengan adanya permeabilitas kulit. Absorbsi berlangsung melalui celah antar sel, menembus epidermis atau melalui muara saluran kelenjar. Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan atau benda-benda padat, tetapi larutan yang mudah menguap akan mudah diabsorpsi. Kemampuan absorbsi dipengaruhi oleh ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, umur, trauma pada kulit dan jenis vehikulum. 4. Fungsi Keratinisasi Keratinisasi adalah proses diferensiasi sel-sel stratum basale menjadi sel-sel yang berubah bentuk dan berpindah ke lapisan atas menjadi sel-sel yang makin gepeng dan akhirnya mengalami deskuamasi. Proses keratinisasi ini berlangsung 14-21 hari dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik. 5. Fungsi Pembentukan Pigmen Pembentukan pigmen kulit dilaksanakan oleh sel melanosit yang ada di stratum basale. Proses pembentukan melanin terjadi didalam melanosom yang terdapat dalam melanosit dan kemudian melalui dendrit-dendritnya membawa melanosom ke sel keratinosit, jaringan sekitarnya bahkan sampai ke dermis. Warna kulit ditentukan oleh jumlah, tipe, ukuran, distribusi pigmen, ketebalan kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan karoten.



6. Fungsi Termoregulasi Pengaturan regulasi panas dilaksanakan oleh sekresi kelenjar keringat, kemampuan pembuluh darah untuk berkontraksi dan vaskularisasi kulit yang banyak pada dermis. Panas tubuh keluar melalui kulit dengan cara radiasi, konveksi, konduksi dan evaporasi. 7. Fungsi Pembentukan Vitamin D Pembentukan Vitamin D berlangsung pada stratum spinosum dan stratum basale yaitu dengan mengubah 7 dehidro kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet B. Walaupun didapat pembentukan vitamin D ditubuh tapi kebutuhan ini belum cukup sehingga perlu pemberian vitamin D dari luar. 8. Fungsi Persepsi Fungsi persepsi dimungkinkan dengan adanya saraf sensori di dermis dan sub kutis. Persepsi yang dapat diterima kulit adalah perabaan, tekanan, panas, dingin dan rasa sakit. Persepsi raba terletak pada badan taktil Meisnier yang berada di papila dermis dan Merkel Ranvier di epidermis. Persepsi tekana oleh badan Vater Paccini di epidermis, rasa panas oleh badan Ruffini di dermis dan sub kutis, rasa dingin oleh badan Krause dan rasa sakit oleh “ free nerve ending”. Saraf-saraf sensorik lebih banyak jumlahnya di daerah erotik. 9. Peran dalam imunologi kulit Pada kulit didapat apa yang disebut SALT ( Skin Associated Lymphoid Tissue ) yang terdiri dari sel Langerhans, keratinosit, saluran limfatik kulit dan sel endotel kapiler khusus yang memiliki reseptor khusus untuk menarik sel limfosit T kedalam epidermis. Sel Langerhans berfungsi sebagai antigen presenting cell yang membawa antigen ke sel limfatik dalam reaksi alergi kontak. Sel keratinosit memproduksi cairan yang mengandung protein yang akan berikatan dengan antigen yang masuk ke epidermis untuk membentuk antigen kompleks yang potensial. Keratinosit juga memproduksi Limphokine Like Activity seperti Epidermal Thymocyte Activating Factor ( ETAF ) yang identik dengan IL-1 dan berbagai fungsi lain. SALT juga sangat penting untuk memonitor sel-sel ganas yang timbul akibat radiasi UV, zat kimia maupun oleh virus onkogenik. Sampai saat ini peranan SALT masih terus diselidiki (Wasitaatmadja, 2006)



C. Definisi Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma maligna yang berasal dari keratinosit suprabasal epidermis. Neoplasma ini merupakan jenis neoplasma non melanoma kedua terbanyak setelah karsinoma sel basal. Karsinoma ini meningkat insidensinya di daerah yang lebih banyak paparan sinar matahari bahkan mencapai 200-300 kasus tiap 100.000 penduduk di Australia. Ulkus marjolin adalah salah satu faktor predisposisi untuk terjasinya karsinoma sel skuamosa (Kowel, DKK., 2005). Ulkus marjolin adalah lesi maligna yang berasal dari jaringan parut akibat trauma bakar, osteomielitis kronik, inflamasi kronik atau fistula kronik. Tipe ulkus ini jarang terjadi, biasanya tumbuh progresif pada luka yang tidak sembuh, disertai trauma kronik dan terutama parut luka bakar. Ulkus marjolin sering berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa meskipun memerlukan waktu yang cukup lama (Kowel, DKK., 2005).



D. Epidemiologi Secara lokasi geografis, ulkus marjolin pada umumnya lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan (Hahn, DKK., 1990). Di Nigeria, rasio laki-laki banding perempuan 1.4: 1 (Achebe & akpuaka, 1987). Di korea dan india 3:1 (Hahn, DKK., 1990). Ulkus Marjolin mempengaruhi pasien dengan usia yang lebih muda. Hal ini juga muncul pada masa transisi semakin lebih pendek. Semakin muda usia, semakin pendek masa transisi. Telah tencatat bahwa ulkus Marjolin mempengaruhi orang Nigeria dari kelompok usia yang lebih muda dan menunjukkan waktu transisi pendek (Achebe & akpuaka, 1987). Waktu transisi cukup bervariasi, berkisar antara empat minggu untuk satu tahun dengan rata-rata empat bulan (Aydogdu, DKK., 2005). Perawatan yang tidak tepat bisa mengiritasi ulkus dimana bisa mempersingkat waktu transisi.



E. Etiologi Etiologi penyakit ini tidak cukup jelas, namun diyakini karena multifaktorial. Iritasi kronis dan induksi unit epidermal terus berproliferasu mengikuti penyembuhan yang lambat dan ketidakstabilan bekas luka (Treves & Pack, 1930). Meskipun pola yang



biasa diulang siklus penyembuhan dan pemecahannya, transformasi ganas juga terjadi pada luka yang tidak pernah sembuh (Lawrance, 1952). Faktor lain adalah mengurangi vaskularisasi dan depigmentasi bekas luka. Jaringan parut yang relatif avascular dapat bertindak sebagai situs imunologis istimewa yang memungkinkan tumor untuk melawan pertahanan tubuh terhadap sel asing (Simmons & Erwars, 2000). Kulit yang kaya vaskularisasi bertanggung jawab terhadap insidensi yang relatif rendah pada ulkus marjolin. Ulkus Marjolin cukup agresif pada pasien dengan human immunodeficiency virus (Rahimizadeh, DKK., 1997). Sinar ultraviolet juga berperan dalam etiologi kanker sel skuamosa. Ulkus Marjolin banyak ditemukan pada bagian yang sering terkena sinar matahari (Aydogdu, DKK., 2005). Penyebab utama dari kerusakan akibat sinar matahari adalah radiasi ultraviolet pada panjang gelombang antara 320 nm dan 290 nm (UVB). Pada pemeriksaan histologis ditemukan kulit yang rusak, keratinosit dan vacuola dikenal sebagai sel kulit yang terbakar. Juga ditemukan penurunan jumlah sel Langerhans dan efek imunosupresif umum (Scarlet, 2003). Sel Langerhans memegang peranan penting dalam penyajian antigen tumor terkait dan dalam imunosurveilans kulit terhadap neoplasma baru (Grabbe, 1992). Perubahan pada gen supresor tumor p53 berperan dalam etiologi tersebut. Gen tersebut berfungsi terutama untuk menjaga terhadap kerusakan DNA dapat diperbaiki oleh sinyal untuk apoptosis kritis bermutasi, sel-sel prakanker pada berbagai jaringan dan organ, terutama sel endotel (Kerr, DKK., 1994). Jika bermutasi atau hilang, perbaikan DNA yang sesuai atau apoptosis tidak terjadi sebagai siklus sel, dan sel anak bermutasi selanjutnya dipilih untuk ekspansi klonal. Mutasi gen telah banyak ditemukan dalam berbagai sel kanker manusia. Secara khusus, studi terbaru menunjukkan bahwa p53 kelainan gen ada dalam persentase yang besar dari karsinoma sel skuamosa kulit manusia. Kelainan diinduksi oleh radiasi ultraviolet (Brash, DKK., 1991). Sebagian besar kelainan gen p53, mungkin 90%, adalah mutasi missense yang menghasilkan sebuah produk protein abnormal atau dipotong dari gen yang biasanya menghasilkan lebih dari ekspresi protein p53 non fungsional. 30 Studi kasus, ditemukan gen dalam tumor pasien dengan ulkus Marjolin. 31 Hal ini mungkin menjadi alasan untuk agresinya. Telah dicatat sebelumnya bahwa luka bakar karena sinar



matahari menyebabkan penurunan populasi sel Langerhans dari kulit yang terkena (Scarlet, 2003).



F. Patogenesis Ulkus marjolin muncul karena pasca luka bakar atau luka trauma yang tidak sembuh-sembuh (Nancarrow, 1893). Luka yang tidak sembuh-sembuh > 3 bln pastut dicurigai, terlebih jika luka menebal. Terlihatnya dasar tulang dan sedikitnya jaringan lunak (Achebe & akpuaka, 1987). secara klinis, ada dua jenis ulkus Marjolin, yaitu : (1) flat, indurated, infiltrasi karsinoma, colitis (2) bentuk papiler exophytic yang jarang dan umumnya kurang parah (Aydogdu, DKK., 2005). lesi exophytic memiliki prognosis yang lebih baik dari diferensiasi buruk, ulserasi dan infiltrasi. Biasanya tepi lesi ulserasi yang membalik keluar dan memiliki sedikit jaringan granulasi. Ulkus Marjolin sering disertai rasa sakit (Nancarrow, 1893). Terkadang tidak adanya tanda-tanda klinis peradangan lainnya seperti rasa panas dan eritema, meningkatnya rasa sakit dan perdarahan mungkin menunjukkan tumor telah lolos dari batas-batas bekas luka. Pendarahan dari lesi primer berhubungan dengan penyakit berulang (Aydogdu, DKK., 2005). Adenopati juga dapat hadir, mengikuti infeksi pada ulkus atau metastasis kelenjar getah bening. Pada tahap akhir bisa melibatkan gangguan tulang dengan fraktur patologis. (Achebe & akpuaka, 1987). Theory Toxin theory Chronic irritation theory Traumatic epithelial elements implantation theory Co-carcinogen theory



Proposed mechanism Toxins released from damaged tissues later lead to cellular mutations. Chronic irritation with repeated attempts at re-epithelialization contributes to neoplastic initiation. Epithelial elements implanted into the dermis, lead to a foreign body response reaction and a disordered regenerative process. Chemical or trauma such as burn injury acts to 'stir' pre-existing but dormant neoplastic cells into proliferation.



Initiation and promotion theory



A two-step process that converts normal cells into malignant cells. In the initiation phase, normal cells become dormant neoplastic cells that may then be subsequently stimulated into neoplastic cells by a co-carcinogen such as infection, in the promotion phase. This theory overlaps with the co-carcinogen theory. Immunologic privileged Burn scarring effectively obliterates lymphatics to injured area, site theory preventing normal immunosurveillance and thus permitting neoplastic growth. These tumors initially grow slowly, but quickly overwhelm the immune system, metastasize and are rapidly fatal, once they break through the scar barrier. Heredity theory HLA DR4 is associated with cancer development and p53 gene abnormalities have been demonstrated in patients with Marjolin's ulcers. Further, Fas mutations in the apoptosis function region that predispose to malignant degeneration of scars have been demonstrated in burn scar Marjolin's ulcers. Ultraviolet rays theory Ultraviolet rays theory - UV rays cause a reduction in Langerhans cell population leading to a reduction in cutaneous immunosurveillance against developing malignancy and also cause p53 tumor suppressor gene alterations. Environmental and genetic Attempts to explain the occurrence of 'Acute' Marjolin's ulcers. interaction theory Nthumba World Journal of Surgical Oncology 2010 8:108 doi:10.1186/1477-7819-8-108



G. Stadium klinis Klasifikasi TNM T – Tumor Primer Tx



Tumor primer tidak dapat diperiksa



T0



Tidak ditemukan tumor primer



Tis



Karsinoma in situ



T1



Tumor dengan ukuran terbesar 2 s/d 5 cm



T4



Tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam, seperti kartilago, oto skelet atau tulang



N – Kelenjar getah bening regional



Nx



Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperiksa



N0



Tidak ditemukan metastasis kelenjar getah bening



N1



Terdapat metastasis kelenjar getah bening regional



M – Metastasis jauh Mx



Metastasis jauh tidak dapat diperiksa



M0



Tidak ada metastasis jauh



M1



Terdapat metastasis jauh



Stadium Stadium 0



Tis



N0



M0



Stadium I



T1



N0



M0



Stadium II



T2,T3



N0



M0



Stadium III



T4



N0



M0



Tiap T



N1



M0



Tiap T



Tiap N



M1



Stadium IV



H. Diagnosis 1. Anamnesis Penderita mengeluh adanya riwayat luka bakar, lesi di kulit yang tumbuh menonjol, mudah berdarah, bagian atasnya terdapat borok seperti gambaran bunga kol.



2. Pemeriksaan Fisik Didapatkan suatu lesi yang tumbuh eksofitik, endofitik, infiltratif, tumbuh progresif, mudah berdarah dan pada bagian akral terdapat ulkus dengan bau yang khas. Selain pemeriksaan pada lesi primer, perlu diperiksa ada tidaknya metastasis regional dan tanda tanda metastasis jauh ke paru-paru, hati, dll. 3.Pemeriksaan penunjang a) Radiologi: X-foto toraks, X-foto tulang di daerah lesi, dan CTScan/ MRI atas indikasi



b) Biopsi untuk pemeriksaan histopatologi: 1) Lesi 2 cm dilakukan biopsi insisional



I. Penatalaksanaan Saat ini belum ada konsensus tentang protokol pengelolaan Marjolin ulcers. Hal ini cukup sulit karena tumor bersifat agresif (Aydogdu, DKK., 2005). kesempatan terbaik untuk penyembuhan adalah eksisi lokal yang luas sedini mungkin dengan harapan bisa bersifat kuratif (Paredes, 1998). Jenis tindakan tergantung dari ukuran lesi, lokasi anatomi, kedalaman invasi, gradasi histopatologi dan riwayat terapi. Prinsip terapi yaitu eksisi radikal untuk lesi primer dan rekonstruksi penutupan defek dengan baik. Penutupan defek dapat dengan cara penutupan primer, tandur kulit atau pembuatan flap. Untuk lesi operabel dianjurkan untuk eksisi luas dengan safety margin 1 – 2 cm. Bila radikalitas tidak tercapai, diberikan radioterapi adjuvant. Untuk lesi di daerah cantus, nasolabial fold, peri orbital dan peri aurikular, dianjurkan untuk Mohs micrographic surgery (MMS), bila tidak memungkinkan maka dilakukan eksisi luas. Untuk lesi di kepala dan leher yang menginfiltrasi tulang atau kartilago dan belum bermetastasis jauh, dapat diberikan radioterapi. Untuk lesi di penis, vulva dan anus, tindakan utama adalah eksisi luas, radioterapi tidak memberikan respon yang baik. Untuk kasus inoperabel dapat diberikan radioterapi preoperatif dilanjutkan dengan eksisi luas atau MMS. Untuk kasus rekurens sebaiknya dilakukan MMS atau eksisi luas. Bila terdapat metastasis ke kgb regional, dilakukan diseksi kgb, yaitu diseksi inguinal superfisial, diseksi aksila sampai level II atau diseksi leher modifikasi radikal. Biopsi kelenjar getah bening telah terbukti memberikan hasil 83% dan dianjurkan untuk mendeteksi enyebaran sistemik (Paredes, 1998). Pada lesi akhir, dianjurkan terapi dengan menggabungkan operasi, kemoterapi dan radioterapi yang dianjurkan (Aydogdu,



DKK., 2005). Hal ini mungkin dalam bentuk adjuvant ataupun neo adjuvant dengan kemoterapi agen therapy termasuk 5-fluorouracil, Metotreksat, Bleomycin dan Cisplatinum.



Terapi



agresif



diperlukan



terutama



pada



lesi



di



kulit



kepala



(Chintamani,2004). Radioterapi dan kemoterapi juga dianjurkan sebagai terapi ajuvan dengan kombinasi Metotreksat, Bleomycin dan Cisplatinum (chintamani, 2004). Radioterapi dan kemoterapi menggunakan 5 - fluorouracil juga telah dicoba untuk pasien yang menolak dilakukan operasi (Aydogdu, DKK., 2005). Indikasi untuk terapi radiasi diantaranya : (1) pasien dengan metastasis kelenjar getah bening yang bisa dioperasi (2) pasien dengan lesi kelas tinggi dengan kelenjar getah bening positif setelah diseksi kelenjar getah bening regional (3) pasien dengan diameter tumor lebih besar dari 10 cm, dengan kelenjar getah bening positif setelah diseksi kelenjar getah bening regional, (4) pasien dengan lesi kelas tinggi, dengan diameter tumor lebih besar dari 10 cm dan tidak ada kelenjar getah bening positif setelah diseksi getah bening regional, (5) pasien dengan lesi pada kepala dan leher, dengan kelenjar getah bening positif setelah diseksi kelenjar getah bening regional (Ozek, DKK., 2001). Kombinasi gen p53 terapi sistemik dan radiasi menghasilkan regresi tumor lengkap dan penghambatan kekambuhan bahkan 6 bulan setelah akhir semua pengobatan. Hasil ini menunjukkan bahwa terapi gen p53, bila digunakan dengan radioterapi konvensional, dapat memberikan cara baru dan lebih efektif untuk pengobatan kanker. Amputasi diperlukan untuk kasus-kasus yang terlambat dengan keterlibatan tulang terutama dengan adanya fraktur patologis (Hahn, DKK., 1990). J. Pencegahan Pencegahan utama adalah perawatan yang memadai dari bekas luka, terutama yang rentan terhadap trauma dan ketidakstabilan. Seringkali eksisi dan cangkok kulit adalah andalan pengobatan untuk bekas luka tapi kasus transformasi ganas pada luka sebelumnya dipotong dan dicangkokkan. Pengobatan yang digunakan dalam isolasi



terutama di ulkus terbentuk di kontraktur sendi lebih mobile, yang rentan terhadap tekanan berulang. Luka lambung cenderung mengembangkan di kulit depigmented tentang daerah ketegangan maksimum dalam kontraktur, juga dianjurkan pada semua jenis luka yang tidak sembuh-sembuh sampai 12 minggu, harus dipotong sampai batas jaringan sehat dan diperiksa secara mikroskopis (Wong , DKK., 2003).



K. Prognosis Tumor pada awalnya terbatas pada bekas luka. Pada tahap ini pertumbuhan lambat dan dapat disembuhkan secara total. Setelah fase istirahat dari bekas luka, metastasises terjadi dengan cepat melalui kelenjar regional (Bostwick & Pendergrast, 1976). Karsinoma sel skuamosa akibat ulkus Marjolin memiliki kecenderungan lebih besar untuk metastasis dari pada karsinoma sel skuamosa yang timbul karena kulit rusak terpapar matahari setelah fase istirahat dari bekas luka. Tingkat metastasis mencapai 60% dimana lesi predisposisi adalah ulkus tekanan, dan 34 % karena luka bakar. Meskipun kelenjar getah bening regional adalah situs yang paling sering metastasis , hati, paru, otak, ginjal dan metastasis jauh lainnya juga terjadi (Aydogdu, DKK., 2005).



Clinical



Variable Latency to malignancy Tumor location



Better Less than 5 years Head, neck, upper extremeties Post-burn, chronic osteomyelitis Smaller than 2 cm Exophytic None None Well differentiated



Poorer More than 5 years Lower limbs, trunk



Peritumoral T lymphocyte infiltration Depth of dermal invasion



Heavy



Scarce or absent



Superficial to reticular dermis



Reticular dermis or deeper



Vertical tumor thickness



Less than 4 mm thick



4 mm thick or more



Tumor source



Histological



Tumor diameter Tumor type Metastases Tumor recurrence Degree of differentiation



Pressure sore carcinomas 2 cm or more Infiltrative Present Present Moderately-well and poorly differentiated



Nthumba World Journal of Surgical Oncology 2010 8:108 doi:10.1186/1477-7819-8-108



DAFTAR PUSTAKA Achebe JU, Akpuaka FC. Scar cancer in Nigeria: A retrospective study and review of literature. West Afr J Med, 1987Jan, vol6, 1: 67-70 Aydogdu, E., Yildirim, S., Akoz, T. (2005). Is surgery an effective and adequate treatment in advanced Marjolin's ulcer? Burns. 31(4):421-431. Bostwick J, Pendergrast JW. (1976). Marjolin’s ulcer: an immunologically privileged tumor? Plast Reconstr Surg. 57:66–9. Brash, D.E., Rudolph, J.A., Simon, J.A, DKK. (1991). A role for sunlight in skin cancer: UV induced p53 mutations in squamous cell carcinoma. Proc Natl Acad Sci USA. 88:124-8 Chintamani., Shankar, M., Singhal, V., Singh, J.P., Bansal, A., Saxena, S. (2004). Squamous cell carcinoma developing in the scar of Fournier's gangrene Case report. BMC Cancer. 27; 4(1):16. Grabbe, S., Bruvers, S., Granstein, R.D. (1992). Effects of immunomodulatory cytokines on the presentation of tumor associated antigens by epidermal Langerhans cells. J Invest Dermatol. 99: 66-8 Hahn, S.B., Kim, D.J., Jeon, C.H. (1990). Clinical study of Marjolin’s ulcer. Yonsei Med J. 31(3), 234-241 Kerr, J.F.R., Winterford, C.M., Harmon, B.V. (1994). Apoptosis, its significance in cancer and cancer therapy. Cancer. 73:2013 Kowel,V.A., Chiswell, B. K. (2005). Burn Scar Neoplasm: a literature review and statistical analysis burns. 31, 403-413 Lawrance, R.E.A. (1952). Carcinoma arising in burn scars. Surg. Gynecol. Obstet. 95: 579-588. Nancarrow, J.D. (1893). Cicatricial Cancer in the South-West of England: A Regional Plastic Surgery Unit's Experience over a 20-year Period. Br. J. Surg. 70: 205-208.



Nthumba, P.M. (2010). Marjolin's ulcers: theories, prognostic factors and their peculiarities in spina bifida patients World Journal of Surgical Oncology 8:108 Ozek, C., Cankayalı, R., Bilkay, U., Cagdas, A. (2001). Marjolin’s ulcers arising in burn scars. J Burn Care Rehabil. 22:384–9 Paredes, F. (1998). Marjolin ulcer Acta Med Port. 11(2), 185-187 Rahimizadeh, A., Shelton, R., Weinberg, H., Sadick N. (1997). The development of a Marjolin's cancer in a human immunodeficiency virus-positive hemophilic man and review of the literature. Dermatol Surg. 23 (7):560-563 Sabin, S.R., Goldstein, G., Rosenthal, H.G., Haynes, K.K. (2004) Aggressive squamous cell carcinoma originating as a Marjolin's ulcer. Dermatol Surg. 30: 229-230 Scarlett, W.L. (2003). Ultraviolet Radiation: Sun Exposure, Tanning Beds, and Vitamin D Levels. What You Need to Know and How to Decrease the Risk of Skin Cancer. JAOA: 103(8): 371-5 Sjamsuhidajat,DKK. (2006). Buku Ajar Ilmu Bedah (3th ed). Jakarta : EGC Treves, N., Pack,G.T. (1930). The depelopment of cancer in burn scars.51:749-782 Simmons, M.A., Edwars, J.M. (2000). Marjolin’s ulcer precenting in yhe neck.J laringol otol 114: 980-982 Wasitaatmadja,S.M. (2006). Faal Kulit. dalam Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S (eds), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (3th ed). Jakarta: FKUI Wong ,A., Johns, M.M., Teknos, T.N. (2003). Marjolin’s ulcer arising in a previously grafted burn of the scalp. Otolaryngol Head Neck Surg. 128(6): 915-916