Referat Migrain [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Kasus



MIGRAIN



Oleh: Haken Tennizar Toena



Pembimbing: dr. H. Aswad Muhammad, Sp. S



Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf 1



Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2012



2



LEMBAR PENGESAHAN



LAPORAN KASUS



MIGRAIN



Oleh: HAKEN TENNIZAR TOENA



Telah dipresentasikan pada tanggal 18 Juni 2012 Dinyatakan telah memenuhi syarat



Menyetujui, Pembimbing,



dr. H. Aswad Muhammad, Sp. S



3



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri kepala merupakan gejala dan masalah yang cukup sering ditemukan dalam bidang neurologis. Nyeri kepala terkadang dapat hilang dengan sendirinya saat penderita beristirahat, atau menghilang saat penderita minum obat yang dapat dibeli bebas di pasaran, dan umumnya hal ini tidak menimbulkan masalah bagi penderita. 1 Nyeri kepala akan menimbulkan masalah bila penderita benar-benar nyeri hingga mengganggu keadaan dan pekerjaan sehari-hari, atau jika nyeri kepala berlangsung berulang-ulang atau menahun. Salah satu jenis nyeri kepala yang mengganggu tersebut adalah migren. Istilah migren telah dikenal cukup luas oleh masyarakat, namun masyarakat belum paham benar apakah migren sebenarnya. Umumnya jika merasakan nyeri kepala satu sisi maka mereka menganggapnya sebagai migren.1 Insidensi migren di Amerika meliputi 10-20% dari populasi umum penduduk Amerika. Kira-kira 6% laki-laki dan 15-17% perempuan di Amerika menderita migren.



2



Penelitian yang dilakukan di Surabaya (1984)



menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien baru, 1227 (18,9%) datang karena keluhan nyeri kepala; 180 di antaranya di diagnosis sebagai migren.



3



Insidensi migren di masyarakat cukup besar, diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-anak menderita migren. 1 Seperti jenis nyeri kepala yang lain, migren tidak memberi tanda dan gejala yang obyektif. Sifat dan intensitasnya selain ditentukan oleh faktor penyebab juga ditentukan oleh faktor lain seperti kepribadian penderita. Penanggulangan migren memerlukan pendekatan yang menyeluruh. Terapi dengan obat-obatan dapat mengatasi gejala dan mencegah serangan migren, namun bukanlah hal utama. Penanggulangan yang menyeluruh memerlukan pengetahuan terhadap gejala, pola serangan, obat-obatan yang tepat, dan terutama faktor pencetus serta faktor yang memperberat migren. 4 4



1.2 Tujuan Penulisan ini ditujukan untuk menambah pengetahuan mengenai definisi, penyebab, gejala klinis, pemeriksaan, diagnose, penatalaksanaan serta pencegahan migren secara dini.



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Anatomi Sakit Kepala Sebelum membahas anatomi sakit kepala maka penulis akan membahas anatomi otak secara garis besar terlebih dahulu. Walaupun merupakan keseluruhan fungsi, otak disusun menjadi beberapa daerah yang berbeda. Bagian – bagian otak dapat secara bebas dikelompokkan ke dalam berbagai cara berdasarkan perbedaan anatomis, spesialisasi fungsional, dan perkembangan evolusi. Otak terdiri dari (1) batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medulla, (2) serebelum, (3) otak depan (forebrain) yang terdiri atas diensefalon dan serebrum. Diensefalon terdiri dari hipotalamus dan talamus. Serebrum terdiri dari nukleus basal dan korteks serebrum. Masing – masing bagian otak memiliki fungsi tersendiri. Batang otak berfungsi sebagai berikut: (1) asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer, (2) pusat pengaturan kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan, (3) pengaturan refleks otot yang terlibat dalam keseimbangan dan postur, (4) penerimaaan dan integrasi semua masukan sinaps dari korda spinalis; keadaan terjaga dan pengaktifan korteks serebrum, (5) pusat tidur. Serebellum berfungsi untuk memelihara



keseimbangan,



peningkatan



tonus



otot,



koordinasi



dan



perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih.



Gambar 1. Anatomi Otak 6



Hipotalamus berfungsi sebagai berikut: (1) mengatur banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan, (2) penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin, (3) sangat terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.



Talamus berfungsi



sebagai stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps, kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam kontrol motorik. Nukleus basal berfungsi untuk inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan yang lambat dan menetap, penekanan pola – pola gerakan yang tidak berguna. Korteks serebrum berfungsi untuk persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa, sifat pribadi, proses mental canggih misalnya berpikir, mengingat, membuat keputusan, kreativitas dan kesadaran diri. Korteks serebrum dapat dibagi menjadi 4 lobus yaitu lobus frontalis, lobus, parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis. Masing – masing lobus ini memiliki fungsi yang berbeda – beda.



Gambar 2. Lobus-lobus pada otak Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, 7



glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1 – 3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu. Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen dari C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3 juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada kepala dan leher bagian atas. Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari kepala dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen saraf ini meluas ke pars kaudal. Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus, menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini. V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot menguyah.



8



Gambar 3. Trigeminal Nerve



9



Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring. Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus inferior dan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, longissimus capitis dan splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke longissimus capitis dan splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian lateral dan posterior. Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar, gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.



10



2.2 Fisiologi Sakit Kepala Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut. Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan ( iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik. Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 45 C, jaringan – jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi. Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang sirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik. 11



Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings. Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow – chronic- aching type pain. Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui



serat Aδ dengan kecepatan mencapai 6 – 30 m/s.



Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki durasi kerja selama beberapa milliseconds. Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam wkatu lebih dari 1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan mencapai 0,5 – 2 m/s. Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah substansi P. Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow- chronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.



12



Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat Aδ yang mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir pada: (1) area retikular dari batang otak (sebagian kecil), (2) nukleus talamus bagian posterior (sebagian kecil), (3) kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir pada daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan. Traktus paleospinotalamikus untuk



slow pain, traktus ini selain



mentransmisikan sinyal dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari serat Aδ. Pada traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya nerakhir pada lamina II dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-sharp pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak pada jaras anterolateral. Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area yaitu : (1) nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon, (2) area tektum dari mesensefalon, (3) regio abu – abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal ke arah atas melalui intralaminar



13



dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari hipotalamus dan bagian basal otak.



14



2.3 Sakit Kepala 3.3.1 Definisi dan Etiologi Sakit Kepala Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit ( sumber : Neurology and neurosurgery illustrated Kenneth). Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi – geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yang telah disebutkan diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan perubahan lokasi (cuaca, tekanan, dll.). 2.3.2 Faktor resiko dan Epidemiologi Sakit Kepala Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik. Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %. Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia besar dari 12 tahun. HIS juga mengemukakan cluster headaache 80 – 90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakit kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.



2.3.3 Klasifikasi Sakit Kepala



15



Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type headache, cluster headache dengan sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal,



sakit



kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri. Klasifikasi International Headache Society IHS 1988 : Tabel 1. Klasifikasi IHS 1988 PRIMER



SEKUNDER



1. Migrain 2. Nyeri kepala tension 3. Nyeri kepala cluster dan hemicrania kronik paroksismal 4. Nyeri kepala yang tidak berhubungan lesi structural



1. Nyeri kepala berhubungan dengan cedera kepala 2. Nyeri kepala berhubungan dengan gangguan vaskuler 3. Nyeri kepala berhubungan denagn gangguan intrakranial non vaskuler 4. Nyeri kepala berhubungan dengan zat-zat atau putus zat obat 5. Nyeri kepela berhubunggan dengan infeksi non cephalic 6. Nyeri kepala berhubungan dengan gangguan metabolic 7. Nyeri kepala atau nyeri wajah dengan gangguan tengkorak, leher, mata, hidung, gigi, mulut, atau struktur-struktur wajah kranium 8. Neuralgia cranialis, nyeri batang syaraf dan nyeri deafness 9. Nyeri kepala yang terklasifikasi 16



17



Dilakukan secara mendetail. Anamnesanya meliputi: Karakteristik nyeri kepala Mengakses adanya kerusakan fungsional Riwayat pengobatan terdahulu Riwayat keluarga Pengobatan sekarang Riwayat sosial Tidak Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh, pemeriksaan umum dan neurologis



Ya Ya



Tidak



Gambar 4. Klasifikasi berdasarkan Lokasi 2.3.3.1 Algoritme Sakit Kepala



Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik



Menyingkirkan Nyeri Kepala Sekunder dengan Pemeriksaan Penunjang



Tanda-tanda Headache Alarm



Pikirkan Kembali Nyeri Kepala Sekunder



Pikirkan Nyeri Kepala Primer, Apakah ada penyebab yang mendasari?



Nyeri Kepala Primer



18



2.3.4 Patofisiologi Sakit Kepala Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala adalah sebagai berikut(Lance,2000) : (1) peregangan atau pergeseran pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3) kontraksi otot kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum (nyeri lokal), (4) degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).



2.3.5 Terapi Sakit Kepala Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri kepala sangat berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila perlu dapat diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat atau ergotamin 0,5 mg. Preparat Cafergot ( mengandung kafein 100 mg dan 1 mg ergotamin) diberikan 2 tablet pada saat timbul serangan dan diulangi ½ jam berikutnya. Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat Bellergal (ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2 – 3 kali sehari selama beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat ditambahkan pemberian ACTH (40 u/hari) atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3 – 4 minggu. Preparat penyekat beta,seperti



propanolol



dan timolol



dilaporkan dapat mencegah timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi kranial. Tetapi penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak mempunyai efek teraupetik untuk migren, sehingga mekanisme kerjanya disangka bukan 19



semata – mata penyekat beta saja. Preparat yang efektif adalah penyekat beta yang tidak memiliki efek ISA ( Intrinsic Sympathomimetic Activity). Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot. Untuk varian Cluster headache umumnya membaik dengan indometasin. Tension type headache dapat diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat digunakan sebagai pencegahan timbulnya serangan. Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan, dan durasi sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari atau lebih serangan dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini harus digunakan setiap hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker, botox, kalsium channel blokers, dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin atau dopamin spesifik, dan TCA. 2.3.6 Pencegahan Sakit Kepala Pencegahan sakit kepala adalah dengan mengubah pola hidup yaitu mengatur pola tidur yang sam setiap hari, berolahraga secara rutin, makan makanan sehat dan teratur, kurangi stress, menghindari pemicu sakit kepala yang telah diketahui. 2.3.7 Prognosis dan Indikasi Rujuk Sakit Kepala Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan indikasi merujuk adalah sebagai berikut: (1) sakit kepala yang tiba – tiba dan timbul kekakuan di leher, (2) sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran, (3) sakit kepala setelah terkena trauma mekanik pada kepala, (4) sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan telinga, (5) sakit kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya tidak pernah mengalami serangan, (6) sakit kepala yang rekuren pada anak. 20



21



2.4 Migren 2.4.1 Definisi Istilah migren berasal dari kata migraine yang berasal dari bahasa Perancis; sementara itu dalam bahasa Yunani disebut hemicrania, sedangkan dalam bahasa Inggris kuno dikenal dengan megrim. 1,5 Konsep klasik menyatakan bahwa migren merupakan gangguan fungsional otak dengan manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya mendenyut atau mendentum yang terjadi mendadak disertai mual atau muntah. 1 Konsep tersebut telah diperluas oleh The Research Group on Migraine and Headache of the World Federation of Neurology. Migren merupakan gangguan bersifat familial dengan karakteristik serangan nyeri kepala yang berulang-ulang yang intensitas, frekuensi dan lamanya sangat bervariasi. Nyeri kepala biasanya unilateral, umumnya disertai anoreksia, mual dan muntah. Dalam beberapa kasus migren ini didahului atau bersamaan dengan gangguan neurologik dan gangguan perasaan hati. 1 Definisi migren yang lain yang ditetapkan oleh panitia ad hoc mengenai nyeri kepala (Ad Hoc Committee on Classification of Headache) adalah serangan nyeri kepala unilateral berulang-ulang, dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam; serangannya sesisi dan biasanya berhubungan dengan tak suka makan dan kadang-kadang dengan mual dan muntah. Kadang-kadang didahului oleh gangguan sensorik, motorik, dan kejiwaan. Sering dengan faktor keturunan. 6 Blau mengusulkan definisi migren sebagai nyeri kepala yag berulang-ulang berlangsung antara 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepala, harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau keduanya. Gejala visual timbul sebagai aura 22



dan/atau fotofobia selama nyeri kepala. Bila tak ada gangguan visual hanya berupa gangguan gastrointestinal, maka muntah harus sebagai gejala pada beberapa serangan. 6 2.4.2 Epidemiologi Insidensi migren di Amerika meliputi 10-20% dari populasi umum penduduk Amerika. Kira-kira 6% laki-laki dan 15-17% perempuan di Amerika menderita migren.2 Penelitian yang dilakukan di Surabaya (1984) menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien baru, 1227 (18,9%) datang karena keluhan nyeri kepala; 180 di antaranya di diagnosis sebagai migren.3 Insidensi migren di masyarakat cukup besar, diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anakanak menderita migren. 1 Migren lebih sering menyerang wanita daripada pria, dengan perbandingan 3:1. Pada anak-anak, migren lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada perempuan. 2 2.4.2 Patofisiologi 2.4.2.1 Teori vaskular Pada tahun 1940-an dan1950-an, teori vaskular diusulkan sebagai penjelasan patofisiologi nyeri kepala migren. Wolff dan kawan-kawan



percaya



bahwa



vasokontriksi



intrakranial



bertanggung jawab atas migren dengan aura, dan rebound vasodilatasi yang berikutnya dan aktivasi nervus nosiseptif perivaskular menyebabkan nyeri kepala. Teori ini berdasarkan observasi bahwa (1) pembuluh darah ekstrakranial menjadi tegang dan berdenyut selama serangan migren, (2) stimulasi pembuluh



darah



intrakranial



pada



pasien



yang



sadar



menginduksi nyeri kepala, dan (3) vasokonstriktor seperti golongan ergot dapat meningkatkan nyeri kepala dan vasodilator 23



seperti golongan nitrogliserin dapat memprovokasi serangan.2 2.4.2.2 Teori penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading depression dari Leao) Teori



depresi



yang



meluas



Leao



(1944),



dapat



menerangkan terjadinya aura pada migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan terhadap kelinci. Ia menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam rangsangan lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya gelombang sama dengan yang terjadi saat kita melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik. 6 Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen, dan Lauritzen (1981), dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama dengan depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah otak regional yang meluas ke depan adalah akibat dari depresi yang meluas.6 Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang berlangsung terus setelah gejala-gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi migren terletak primer di otak dan kelainan vaskular adalah 24



sekunder.6



25



2.4.2.3 Sistem trigemino-vaskular Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung: substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptide (CGRP). Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA, dan CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain itu, rangsangan oleh serotonin (5-hydroxytryptamine) pada ujungujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.



Gambar 5. Patofisiologi Sistem Trigeminovaskular Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar plasma dalam darah meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin bekerja melalui sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin, misalnya cyproheptadine dan pizotifen bekerja pada sistem ini untuk mencegah migren. 6 2.4.2.4 Inti-inti saraf di batang otak Inti-inti saraf di batang otak mempunyai hubungan 26



dengan reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah unilateral dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah dari sumsum tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. 6



Gambar 6. Vasodilatasi pembuluh darah 2.4.3 Faktor Pencetus Faktor pencetus terjadinya migren dapat terbagi dalam 2 kelompok yaitu: 1. Faktor ekstrinsik Faktor ekstrinsik misalnya ketegangan jiwa (stress), baik emosional maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu, misalnya buah jeruk, pisang, keju, minuman yang mengandung alkohol, sosis yang ada bahan pengawetnya. Faktor pencetus lain seperti hawa yang terlalu panas, terik matahari, lingkungan kerja yang tak menyenangkan, bau atau suara yang tak menyenangkan. 1 27



2.



Faktor intrinsik Faktor intrinsik misalnya perubahan hormonal pada wanita yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus haid. 1



2.4.4



Gejala-gejala Migren Secara umum terdapat 4 fase gejala, meskipun tak semua penderita migren mengalami keempat fase ini. Keempat fase tersebut adalah fase prodromal, aura, serangan, dan postdromal. 1. Fase Prodromal Gejala pada fase prodromal terjadi pada 40-60% penderita migren.5 Fase ini terdiri dari kumpulan gejala samar atau tidak jelas, yang dapat mendahului serangan migren. Fase ini dapat berlangsung selama beberapa jam, bahkan dapat 1-2 hari sebelum serangan. Gejalanya antara lain: 4 -



Psikologis: depresi, hiperaktivitas, euforia (rasa gembira yang berlebihan), banyak bicara (talkativeness), sensitif atau iritabel, gelisah, rasa mengantuk atau malas. 4



-



Neurologis: sensitif terhadap cahaya dan/atau bunyi (fotofobia & fonofobia), sulit berkonsentrasi, menguap berlebihan, sensitif terhadap bau (hiperosmia). 4



-



Umum: kaku leher, mual, diare atau konstipasi, mengidam atau nafsu makan meningkat, merasa dingin, haus, merasa lamban, sering buang air kecil. 4,5



2. Fase Aura Terjadi pada 20-30% penderita migren yang menderita migren dengan aura, aura terdiri dari focal neurological phenomena yang mendahului atau bersamaan dengan serangan. Aura nampak secara berangsur-angsur 5-20 menit dan biasanya berlangsung kurang dari 60 menit. Fase serangan migren pada umumnya di mulai dalam 60 menit 28



tahap akhir dari aura, tetapi kadang-kadang tertunda sampai beberapa jam, dan dapat hilang seluruhnya. Gejala aura dari migren dapat berupa visual, berhubungan dengan sensorik, atau motorik. 5 Umumnya gejala aura dirasakan mendahului serangan migren. Secara visual, aura dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif. Penderita migren dapat mengalami kedua jenis aura secara bersamaan.



Gambar 7. Fase Aura Aura positif tampak seperti cahaya berkilauan, seperti suatu bentuk berpendar yang menutupi tepi lapangan penglihatan. Fenomena ini disebut juga sebagai scintillating scotoma (scotoma = defek lapang pandang). Skotoma ini dapat membesar dan akhirnya menutupi seluruh lapang pandang. Aura positif dapat pula berbentuk seperti garis-garis zig-zag, atau bintang-bintang. 4



29



Gambar 8. Contoh aura positif berupa bentuk berpendar pada salah satu bagian lapang pandang (= scintillating scotoma) 4



30



Gambar 9. Contoh aura positif (scintillating scotoma) 4 Aura negatif tampak seperti lubang gelap atau hitam atau bintik-bintik hitam yang menutupi lapangan penglihatannya. Dapat pula berbentuk seperti tunnel vision; dimana lapang pandang daerah kedua sisi menjadi gelap atau tertutup, sehingga lapang pandang terfokus hanya pada bagian tengah (seolah-seolah melihat melalui lorong). 4



Gambar 10. Contoh aura negatif berupa bayangan gelap yang menutupi kedua sisi lapang pandang (dilihat dari 1 mata), fenomena ini disebut juga “tunnel vision”. 4



31



Gambar 11. Kiri:normal vision, Kanan:aura negatif “tunnel vision”. 8



Gambar 12. Gambaran dari sebuah gudang gandum saat terjadinya serangan, dibuat oleh seorang seniman dan penderita migen. (©Debbie Ayles) 9 Beberapa gejala neurologis dapat muncul bersamaan dengan timbulnya aura. Gejala-gejala ini umumnya: gangguan bicara, kesemutan, rasa baal, rasa lemah pada lengan dan tungkai bawah, gangguan persepsi penglihatan seperti distorsi terhadap ruang, dan kebingungan (confusion).4 3.



Fase Serangan Tanpa pengobatan, serangan migren umumnya berlangsung antara 4-72 jam. Migren yang disertai aura disebut sebagai migren klasik. Sedangkan migren tanpa disertai aura merupakan migren umum (common migraine). Gejala-gejala yang umum adalah:



-



Nyeri kepala satu sisi yang terasa seperti berdenyut-denyut atau ditusuk-tusuk. Nyeri kadang-kadang dapat menyebar sampai terasa di seluruh bagian kepala



-



Nyeri kepala bertambah berat bila melakukan aktivitas



-



Mual, kadang disertai muntah



-



Gejala gangguan penglihatan dapat terjadi



-



Wajah dapat terasa seperti baal atau kebal, atau semutan 32



-



Sangat sensitif terhadap cahaya dan bunyi (fotofobia dan fonofobia)



-



Wajah umumnya terlihat pucat, dan badan terasa dingin



-



Terdapat paling tidak 1 gejala aura (pada migren klasik), yang berkembang secara bertahap selama lebih dari 4 menit. Nyeri kepala dapat terjadi sebelum gejala aura atau pada saat yang bersamaan. 4



Gambar 13. Fase Serangan 4.



Fase Postdromal Setelah serangan migren, umumnya terjadi masa postdromal, dimana pasien dapat merasa kelelahan (exhausted) dan perasaan seperti berkabut.4 Selain itu juga pasien mengalami penurunan konsentrasi, perubahan mood.5



2.4.5 Klasifikasi Migren 1 Menurut



The



International



Headache



Society



(1988),



klasifikasi migren adalah sebagai berikut: 1.



Migren tanpa aura



2.



Migren dengan aura a. Migren dengan aura yang tipikal b. Migren dengan aura yang diperpanjang c. Migren hemiplegia familial d. Migren basilaris e. Migren dengan aura tanpa nyeri kepala 33



f. Migren dengan awitan aura akut 3.



Migren oftalmoplegik



4.



Migren retinal



5.



Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial



6.



Migren dengan komplikasi a. Status migren 



Tanpa kelebihan penggunaan obat







Kelebihan penggunaan obat untuk migren



b. Infark migren 7.



Gangguan seperti migren yang tak terklasifikasi



2.4.6 Gambaran Klinik dan Kriteria Diagnosis 1 2.4.6.1 Migren Tanpa Aura1 Migren ini tidak jelas penyebabnya (idiopatik), bersifat kronis dengan manifestasi serangan nyeri kepala 4-72 jam, sangat khas yaitu nyeri kepala unilateral, berdenyutdenyut dengan intensitas sedang sampai berat disertai mual, fotofobia, fonofobia. Nyeri kepala diperberat aktivitas fisik. Gejala-gejala



tambahan



meliputi



nyeri



kepala



waktu



serangan



yang



menstruasi dan berhenti pada masa hamil. Kriteria diagnosis migren tanpa aura : A. Sekurang-kurangnya



10



kali



dari



termasuk B-D B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau pengobatan tidak cukup) dan diantara serangan tidak ada nyeri kepala. C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua dari karakteristik sebagai berikut : 1. Lokasi unilateral 2. Sifatnya berdenyut 34



3. Intensitas sedang sampai berat 4. Diperberat oleh kegiatan fisik D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini : 1. Mual atau dengan muntah 2. Fotofobia atau dengan fonofobia E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut yang di bawah ini : 1. Riwayat, pemeriksaan fisik, dan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan organik 2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga ada kelainan organik, tetapi pemeriksaan neuroimaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak menunjukkan kelainan. 2.4.6.2 Migren dengan Aura1 Nyeri kepala ini masih belum diketahui penyebabnya (idiopatik), bersifat kronis dengan bentuk serangan dengan gejala neurologis (aura) yang berasal dari korteks serebri dan batang otak, biasanya berlangsung selama 5-20 menit dan berlangsung tidak lebih dari 60 menit. Nyeri kepala, mual dengan atau tanpa fotofobia biasanya langsung mengikuti gejala aura atau setelah interval bebas serangan tidak sampai 1 jam. Fase ini biasanya berlangsung 4-72 jam atau sama sekali tidak ada. Aura dapat berupa gangguan mata homonimus, gejala hemisensorik, hemiparesis, disfagia atau gabungan dari gangguan tersebut. Kriteria diagnosis migren dengan aura: A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B B. Sekurang-kurangnya terdapat 3 dari 4 karakteristik 35



tersebut di bawah ini : 1. Satu atau lebih gejala aura yang reversibel yang menunjukkan disfungsi hemisfer dan/atau batang otak. 2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit, atau 2 atau lebih gejala aura terjadi bersama-sama. 3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih dari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama. 4. Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang dari 60 menit, tetapi kadangkadang dapat terjadi sebelum aura. C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut di bawah ini : 1.



Riwayat,



pemeriksaan



fisik,



dan



neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan organik 2.



Riwayat,



pemeriksaan



fisik



dan



neurologik diduga menunjukkan kelainan organik, tetapi dengan pemeriksaan neuro-imaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak menunjukkan kelainan. 2.4.6.3 Migren hemiplegia familial 1 Migren dengan aura termasuk hemiparesis dengan kriteria klinik yang sama seperti diatas dan sekurangkurangnya seorang keluarga terdekat mempunyai riwayat migren yang sama.



36



2.4.6.4 Migren basilaris 1 Migren dengan aura yang jelas berasal dari batang otak atau dari kedua lobi oksipitalis. Kriteria klinik sama dengan yang diatas, dengan tambahan dua atau lebih dari gejala aura seperti berikut ini : 1. Gangguan lapangan penglihatan temporal dan



nasal



bilateral 2. Disartria 3. Vertigo 4. Tinitus 5. Pengurangan pendengaran 6. Diplopia 7. Ataksia 8. Parestesia bilateral 9. Parestesia bilateral dan penurunan kesadaran 2.4.6.4 Migren dengan aura tanpa nyeri kepala 1 Migren jenis ini mempunyai gejala aura yang khas tetapi tanpa diikuti nyeri kepala. Biasanya terdapat pada individu berumur lebih dari 40 tahun.



2.4.6.5 Migren dengan awitan aura akut 1 Migren dengan aura yang berlangsung penuh kurang dari 5 menit. Kriteria diagnosis sama seperti kriteria migren dengan aura, dimana gejala neurologi (aura) terjadi seketika lebih kurang 4 menit, nyeri kepala terjadi selama 4-72 jam (bila tidak diobati atau dengan pengobatan tetapi tidak berhasil), selama nyeri berlangsung sekurangnya disertai mual atau muntah, fotofobia/fonofobia. Untuk menyingkirkan 37



TIA dilakukan pemeriksaan angiografi dan pemeriksaan jantung serta darah. 2.4.6.6 Migren Oftalmoplegik 1 Migren jenis ini dicirikan oleh serangan yang berulang-ulang yang berhubungan dengan paresis satu atau lebih syaraf okular dan tidak didapatkan kelainan organik. Kriteria diagnosis terdiri dari sekurang-kurangnya 2 serangan disertai paresis saraf otak III, IV, dan VI serta tidak didapatkan kelainan cairan serebrospinal. 2.4.6.7 Migren Retinal 1 Terjadi serangan berulang kali dalam bentuk skotoma monokular atau buta tidak lebih dari satu jam, dapat berhubungan dengan nyeri kepala atau tidak. Tidak dijumpai gangguan vaskular dan okular.1 Kriteria diagnosis migren retinal yaitu sekurangkurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut di bawah ini : 1.



Skotoma monokular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60 menit dan dibuktikan dengan pemeriksaan



selama



menggambarkan



serangan



gangguan



atau



lapangan



penderita penglihatan



monokular selama serangan tersebut 2.



Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas nyeri tidak lebih dari 60 menit, tetapi kadang-kadang lebih dari 60 menit. Nyeri kepala bisa tidak muncul apabila penderita tersebut memiliki jenis migren lain atau mempunyai 2 atau lebih keluarga terdekat yang mengalami migren. 38



3.



Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat disingkirkan dengan pemeriksaan angiografi, CT Scan, pemeriksaan jantung, dan darah.



2.4.6.8 Migren



yang



Berhubungan



dengan



Gangguan



Intrakranial 1 Migren dan gangguan intrakranial berhubungan dengan awitan secara temporal. Aura dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat dengan jenis lesi intrakranial. Keberhasilan pengobatan lesi intrakranial akan diikuti dengan hilangnya serangan migren. Kriteria



diagnosis



migren



dengan



gangguan



intrakranial : A. Sekurang-kurangnya terjadi satu jenis migren B. Gangguan intrakranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan neuro-imaging C. Terdapat satu atau keduanya dari: 1.



Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intrakranial.



2.



Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intrakranial.



D. Bila pengobatan gangguan intrakranial berhasil maka migren akan hilang dengan sendirinya.



2.4.6.9 Migren dengan Komplikasi 1 A. Status migren 1. Tanpa kelebihan penggunaan obat 2. Kelebihan penggunaan obat untuk migren B. Infark migren 39



Penderita termasuk dalam kriteria migren dengan aura.



Serangan



yang



terjadi



sama



tetapi



defisit



neurologik tetap ada setelah 3 minggu dan pemeriksaan CT Scan menunjukkan hipodensitas yang nyata pada waktu itu. Sementara itu penyebab lain terjadinya infark dapat disingkirkan dengan pemeriksaan angiografi, pemeriksaan jantung dan darah. 2.4.6.10 Gangguan Seperti Migren yang Tak Terklasifikasi 1



40



2.4.7 Diagnosa Banding 10 Tabel 2. Diagnosa Banding Tipe Nyeri Kepala Migren



Kluster



Epidemiologi



Lokasi



Tanda dan Gejala



Terapi



Riwayat keluarga, Unilateral atau dapat mengenai segala bilateral, terutama usia, wanita > pria bifrontal



Mual, muntah, mungkin terdapat defisit neurologis



Ergot



Remaja dan dewasa,



Lakrimasi, kongesti nasal unilateral, kadang-kadang ptosis dan miosis



Ergots



pria > wanita



Unilateral, orbitofrontal



B blocker



B Blocker Amitriptilin



Tension



Wanita > pria



Bilateral, general, atau Durasi lama, dihubungkan dengan oksipital ansietas, depresi



Ansiolitik Antidepresan



Hipertensi



Riwayat keluarga



Bilateral, oksipital, atau frontal



Hipertensi, retinopati, mungkin papil edema dengan hipertensi enselofalopati



Terapi hipertensi



Bervariasi



Mual, muntah, papil edema



Terapi peningkatan TIK, steroid, manitol, furosemid, operasi



Peningkatan TIK



Arteritis temporal



Dewasa



Perdarahan sub arakhnoid (PSA), ensefalitis, meningitis



Unilateral, temporal, bisa di area lain dari scalp



Gangguan penglihatan, peningkatan LED



Steroid



Bilateral, oksipital



Onset akut dengan perdarahan sub arakhnoid dan ensefalitis.



Terapi PSA, meningitis



Meningitis onsetnya juga bisa tiba-tiba, atau somewhat more proctrated. Pada pemeriksaan menunjukkan nuchal rigidity dan demam pada meningitis dan ensefalitis.



2.4.8 Penatalaksanaan 6 a. Mencegah atau menghindari faktor pencetus (faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik) 6 b. Pengobatan non medik. Karena faktor pencetus tak selalu bisa dihindari, maka dianjurkan pengobatan non medik, oleh karena hal ini dapat mengurangi banyaknya obat migren sehingga efek samping dari obat-obatan dapat dikurangi. Termasuk dalam pengobatan non medik adalah latihan relaksasi otot, misalnya yoga. 6 c. Pengobatan simptomatik. 6 Wilkinson (1988) yang bekerja pada klinik migren di London menganjurkan pada waktu serangan migren sebagai berikut: 1.



Mencegah pemberian obat-obatan yang mengganggu tidur, seperti kopi sebaiknya tak diberikan pada waktu serangan migren, karena tidur adalah bagian alami dari penyembuhan migren.



2.



Obat-obat anti mual seperti metoclopramide dan clomperidone. Dianjurkan pemberian suntikan 10 mg metoclopramide intramuskular 10 menit sebelum pemberian analgetika per oral. Obat anti mual tersebut memiliki keuntungan karena memacu aktivitas normal pencernaan (gastrointestinal) yang terganggu saat serangan migren.



3.



Analgetika sederhana, misalnya aspirin atau parasetamol dapat menghilangkan nyeri kepala bila sebelumnya diberi obat yang memacu aktivitas gastrointestinal.



4.



Ergotamin tartrat Cara kerja obat ini bifasik, adalah bergantung pada tahanan darah yang ada sebelumnya. Bila terjadi vasodilatasi, ia akan bekerja sebagai vasokonstriktor, sedang bila tahanan pembuluh darah meningkat ia bekerja sebagai vasodilator. Dosis ergotamin tartrat 1-2 mg per serangan, dan tak boleh melebihi 4 mg per minggu. Tidak boleh diberikan lebih dari 2 kali seminggu, bila diberikan lebih dari itu, maka akan timbul nyeri kepala bila ergotamin dihentikan (ergotamine- rebound headache).



Dengan pengobatan tersebut di atas, Wilkinson mendapatkan sebagian besar penderita baik setelah 180 menit: 40% dari penderita sembuh, 51% terdapat nyeri kepala ringan, dan hanya 9% yang sedikit manfaatnya. Penderita yang dapat tidur lebih cepat sembuh daripada yang hanya istirahat atau mengantuk6 d. Pengobatan abortif Harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya saat timbul nyeri kepala. Obat yang dapat digunakan:



1. Ergotamin tartrat dapat diberikan tersendiri atau dicampur dengan obat antiemetik, analgesik, atau sedatif. Banyak preparat yang dicampur dengan kafein untuk potensiasi efek (cafergot) atau ditambah lagi zat luminal (Bellapheen atau Ergopheen). Kontraindikasinya adalah adanya penyakit pembuluh darah arteri perifer atau pembuluh koroner, penyakit hati atau ginjal, hipertensi atau kehamilan. Efek sampingnya mual, muntah, dan kram. Ergotisme dapat terjadi berupa gangguan mental dan gangren. Dosis oral umumnya 1 mg saat serangan, diikuti 1 mg setiap 30 menit, sampai dosis maksimum 5 mg/serangan atau 10 mg/minggu. 1.6 2. Dihidroergotamin (DHE) merupakan agonis reseptor serotonin yang aman dan efektif untuk menghilangkan serangan migren dengan efek samping mual yang kurang dan lebih bersifat vasokonstriktor. Dosis 1 mg intravena selama 2-3 menit dan didahului 5-10 mg metoklopramid untuk menghilangkan mual dan dapat diulang setiap 1 jam sampai total 3 mg. 3. Sumatriptan suksinat merupakan agonis selektif reseptor 5-Hidroksi triptamin (5-HT1D) yan efektif dan cepat menghilangkan serangan nyeri kepala migren. Obat ini dapat diberikan subkutan dengan sebuah autoinjektor. Sumatriptan terbukti efektif menghilangkan nyeri kepala dan mual pada migren. Dosis lazim adalah 6 mg subkutan dapat diulang dalam waktu 1 jam bila diperlukan (tidak melampaui 12 mg/24 jam). Efek samping ringan berupa reaksi lokal pada kulit, muka merah, kesemutan, nyeri leher dan terkadang nyeri dada. Kontraindikasi obat ini adalah angina pektoris, hipertensi, penyakit koroner, atau penggunaan bersamaan dengan ergotamin atau vasokonstriktor lainnya. Sumatriptan tidak boleh diberikan pada migren basiler atau migren hemiplegik. e. Pengobatan pencegahan Pengobatan pencegahan hanya diberikan bila terdapat: lebih dari 2 kali serangan dalam sebulan, tak mempan dengan pengobatan



non medik, dan pencegahan faktor pencetus. Obat pencegah migren adalah sebagai berikut: 6 1. β – Blocker Misalnya propanolol, metoprolol, timolol, atenolol dan nadolol. Cara kerjanya dengan meningkatkan tahanan pembuluh darah tepi. Propanolol dengan dosis 60-180 mg per hari dibagi 2-3 kali pemberian. Tidak diberikan pada pasien dengan asma bronkhial, penderita diabetes yang memakai obat insulin atau obat antidiabetes oral, maupun gagal jantung kongestif. 6 2. Antagonis Ca Misalnya nimodipine dan flunarizine. Cara kerjanya dengan mencegah masuknya ion kalsium dalam sel neuron, menekan pelepasan neurotransmiter yang berlebihan dan mencegah aktivasi enzim fosfolipase akibat masuknya ion kalsium.



Efek



samping flunarizine adalah mengantuk, menambah gemuk, depresi, gejala-gejala parkinson, dan setelah 2-3 bulan baru mempunyai efek optimal. Nimodipine tidak memberikan efek profilaktik pda migren, malah dapat menyebabkan nyeri kepala (drug induced headache). 6 3. Antiserotonin dan antihistamin Misalnya cyproheptadine dengan dosis 8-16 mg per hari dalam dosis terbagi dan pizotifen dengan dosis 0.25-0.5 mg per dosis diberikan 1-3 kali sehari. Cara kerjanya sebagai anti serotonin. Efek sampingnya mengantuk dan bertambah gemuk, mulut kering, menghambat pertumbuhan anak, dsb. 6 4. Antidepresan trisiklik Misalnya amitryptyline. Cara kerjanya dengan menghambat uptake nor adrenalin dan menghambat aktivitas kolinergik, adrenergik, dan reseptor histamin. Dosis 50-75 mg per hari sebelum tidur atau dalam dosis terbagi. Efek samping: mengantuk, mulut kering, mata kabur, konstipasi, dsb. 6



5. Klonidin Cara kerja dengan mencegah vasokonstriksi atau vasodilatasi yang abnormal. Efek samping: mengantuk, mulut kering, depresi. 6 6. NSAID Misalnya: naproxen. Cara kerjanya dengan menghambat pembentukkan prostaglandin dan bradikinin yang merupakan faktor penting terjadinya respon inflamasi steril pada migren. Efek samping: nyeri lambung, tukak lambung. 6



BAB III PENUTUP 1. 3.1 Kesimpulan 1. Definisi migren yang ditetapkan oleh Ad Hoc Committee on Classification of Headache adalah serangan nyeri kepala unilateral berulang-ulang, dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam; serangannya sesisi dan biasanya berhubungan dengan tak suka makan dan kadang-kadang dengan mual dan muntah. Kadang-kadang didahului oleh gangguan sensorik, motorik, dan kejiwaan. Sering dengan faktor keturunan. 2. Insidensi migren di Amerika meliputi 10-20% dari populasi umum penduduk Amerika. Migren lebih sering menyerang wanita daripada pria, dengan perbandingan 3:1. 3. Empat fase gejala migren, yaitu: fase prodromal, aura, serangan, dan postdromal. 4. Faktor pencetus migren meliputi faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. 5. Penatalaksanaan migren meliputi: a. Mencegah atau menghindari faktor pencetus (faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik) b. Pengobatan non medik c. Pengobatan simptomatik d. Pengobatan abortif



-



Pengobatan pencegahan



1.1. Saran 



Harapannya lebih digali lagi referensi mengenai penelitian terbaru yang mengungkapkan faktor maupun hubungan terjadinya migrain dengan



DAFTAR PUSTAKA 1. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 2005. hal 289-300. 2. Blanda M, Wright J.T. Headache, Migraine (online) http://www.emedicine.com/Emerg/Neuro/HeadacheMigraine. Diakses tanggal 21 September 2007. 3. Riyanto, Budi W. Masalah Diagnosis Nyeri Kepala (Online). http://www.CerminDuniaKedokteran.com. Diakses tanggal 21 September 2007.



4. Pakasi R.E. Migren: Bukan Sembarang Sakit Kepala (Online) http://www.medicastore.com/med/index.php. Diakses tanggal 21 September 2007 5. Migren. http.//www.wikipedia.com. Diakses tanggal 21 September 2007. 6. Harsono. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 2003. hal. 253-262. 7. Scintillating scotoma (Online). http://www.w3.org/TR/scintillating_scotoma.dtd. Diakses tanggal 21 September 2007 8. Tunnel vision (Online). http://www.w3.org/TR/tunnel_vision.dtd". Diakses tanggal 21 September 2007 9. Aura (Online). http ://www.fisikaasyik.com/news/readnews.php?id=132. Diakses tanggal 21 September 2007. 10. Gilroy, John. Basic Neurology Second Edition. McGraw Hill Inc. Singapore. 1992. hal. 82-87. 11. Bigal, M. dan Lipton, R. 2007. The Differential Diagnosis of Chronic Daily Headaches: An Algorithm-Based Approach. Journal Headache Pain. Volume 8. Halaman 263-272. New York. 12. Dodick, D. 2006. Chronic Daily Headache. The New England Journal of Medicine. Volume 354. Halaman 158-165. Massachusetts. 13. National Agency for Accreditation and Evaluation in Healthcare. 2004. Chronic Daily Headache (CDH) – Diagnosis, Medication Overuse, and Management. Clinical Practise Guidline. Paris. 14. Bagian Neurologi FKUI. 1986. Nyeri Kepala Menahun. Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta. 15. Simon, R, Greenberg, D, dan Aminoff, M. 2009. Clinical Neurology: A Lange Medical Book. 7 th Ed. Lange Medical Books/McGrave-Hill Publishing: New York. 16. Bigal, E dan Lipton, B. 2006. Migraine and Other Headache Disorder. Taylor and Francis Group: New York.



17. Ivan, G dan Todd, S. 2010. Diagnosis and Management of Chronic Daily Headache. Journals of Seminars in Neurology. Volume 30. Halaman 154-166. USA 18. Martin, A dan Samuels, R. 2005. Samuel’s Manual of Neurologic Therapeutics: Chapter 14-Headache and Facial Pain. Halaman 244-273. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia. 19. Goadsby, P. 2001. Trigeminal Autonomic Cephalgias (TCAs). Journal of Acta Neurology. Volume 101. Halaman 10-19. Belgium. 20. Beiton, J dan Carlson, R. 2011. Diagnosis and Treatment of Headache. Institute for Clinical Systems Improvement. Bloomington MN. 21. Duncan, C, Watson, D dan Stein, A. 2008. Diagnosis and Management of Headache in Adults: Summary of SIGN Guideline.



Journal of BMJ. Volume 337. Halaman 1231-1236.