Referat NLR Sepsis Tambahan Neutrofil-Sepsis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



Sepsis adalah kondisi yang rumit dan masih menjadi tantangan besar bagi negara maju terutama negara berkembang seperti Indonesia. Dilaporkan morbiditas sepsis terus meningkat, dengan sepsis berat dan syok septik di antara penyebab utama kematian di seluruh dunia.1 Sepsis dan syok sepsis merupakan mekanisme sistemik untuk melawan infeksi. Sepsis berawal sebagai infeksi lokal yang berkembang menjadi inflamasi sistemik dan menyebabkan disfungsi berbagai organ, berakhir dengan syok sepsis. Insidensi sepsis Indonesia maupun luar negeri semakin lama semakin meningkat, hal itu menjadi kekhawatiran di dunia medis. Di Eropa dan Amerika insidensi sepsis berkisar antara 0.4/1000 sampai 1/1000 dari populasi.2 Selain itu, mortalitas terhadap sepsis tidaklah sedikit, Angka mortalitas pada sepsis mencapai 30% sedangkan pada syok sepsis mencapai 80%. Di Indonesia sendiri, menurut studi di RS Cipto Mangunkusumo tahun 2012 – 2013 ditemukan bahwa angka mortalitas akibat sepsis mencapai 61%.3 Sepsis dan syok sepsis masih banyak diteliti dan ilmu mengenai sepsis terus berkembang. Studi telah menemukan bahwa salah satu prinsip dasar untuk manajemen sepsis yang tepat adalah awal dan akurat deteksi pasien yang berisiko tinggi untuk kematian. Ini umumnya tergantung pada penerapan sistem penilaian.Untuk



melakukan



identifikasi



dan



diagnosis



dini



diperlukan



pengetahuan mengenai perjalanan sepsis dan syok sepsis agar dapat melakukan penatalaksanaan yang cepat dan tepat sehingga dapat memperbaiki prognosis pasien dan menurunkan angka kematian akibat sepsis. Beberapa biomarker seperti Procalcitonin dan C-reative protein secara historis telah digunakan sebagai indikator infeksi pada sepsis dan syok septik. Namun, indikator tersebut memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang terbatas dan mahal jika diterapkan di negara dengan pendapatan rendah sehingga tidak



1



digunakan secara sistematis di rumah sakit.4 Selain itu, berbagai biomarker klinis telah dieksplorasi secara luas dan hanya sedikit yang telah diterapkan dalam praktek klinis.5,6 Oleh karena itu, penelitian terus berlanjut untuk mencari indikator yang tepat dalam deteksi dan dapat memfasilitasi prediksi prognosis sepsis. Salah satu indikator yang bisa dgunakan dalam deteksi sepsis adalah rasio neutrofil-limfosit (NLR). Rasio neutrofil-limfosit (NLR) merupakan biomarker yang mudah diakses dan dapat dihitung berdasarkan pemeriksaan darah lengkap. Sebuah studi observasional prospektif yang dilakukan oleh Hota et. al menunjukkan bahwa NLR memiliki 86,2% sensitivitas dan spesifisitas 85,7%, nilai prediksi positif dari 89,2% dalam memprediksi diagnosis dan prognosis sepsis yang menetapkan bahwa NLR adalah biomarker yang sederhana dan efektif sebagai penanda prognostik sepsis dan dengan biaya yang rendah.7 Sementara itu, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ljungstrom et. al juga menunjukkan bahwa NLR memiliki kinerja lebih baik daripada PCT sebagai biomarker untuk bacteremia dan sepsis berat di bagian gawat darurat.8 Pengenalan dini sepsis dan segera inisiasi antibiotik adalah yang paling penting. Pasien sepsis selama masuk mungkin tidak langsung dikenali dan menunggu hasil kultur darah bisa memakan waktu hingga satu minggu. Pemanfaatan parameter yang murah dan tersedia untuk sepsis saat masuk rumah sakit seperti NLR dapat meningkatkan klinis hasil dan menurunkan morbiditas dan mortalitas terkait dengan manajemen yang tertunda.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. SEPSIS 1. DEFINISI SEPSIS Pada tahun 1990, American College of Chest Physician and Society of Ccritical Care Medicine (SCCM) membuat definisi Systemic Inflammatory Response Syndrom (SIRS), sepsis, severe sepsis, dan syok septik kelainan klinis dan laboratorium. Kemudian pada awal tahun 2000 kriteria SIRS dipertanyakan sensitivitas dan spesifisitas kriteria SIRS dipertanyakan. Tahun 2016, SCCM dan European Society of Intensive Care Medicine mempublikasikan konsensus baru mengenai sepsis dan syok septik. Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam jiwa akibat disregulasi respons tubuh terhadap infeksi. Sedangkan syok septik adalah bagian dari sepsis dimana terjadi abnormalitas sirkulasi dan metabolisme seluler berat yang dapat meningkatkan mortalitas (Gambar 1). Sepsis dan syok septik adalah keadaan yang masih menjadi masalah di dunia, di mana satu dari empat orang yang dalam keadaan sepsis akan meninggal. Identifikasi keadaan sepsis dini dan penatalaksanaan yang cepat dapat memperbaiki prognosis pasien.2,9



3



Gambar 1. Perubahan definisi sepsis2



B. RASIO NEUTROFIL-LIMFOSIT (NLR) 1. MEKANISME NEUTROFIL Neutrofil merupakan mekanisme pertahanan tubuh pertama apabila ada jaringan tubuh yang rusak atau ada benda asing masuk dalam tubuh. Fungsi



sel-sel



ini



berkaitan



erat



dengan



pengaktifan



antibodi



(immunoglobulin) dan sistem komplemen. Interaksi sistem-sistem ini dengan neutofil meningkatkan kemampuan sel ini untuk melakukan fagositosis dan menguraikan beragam partikel. Neutrofil mampu mengeluarkan bahan yang tertelan atau difagositosis, dan neutrofil juga mampu mengeluarkan enzim mielinperoksidase ke lingkungan sekitarnya10 Neutrofil merupakan leukosit pertama yang menjangkau daerah inflamasi dan mengawali pertahanan host melawan patogen. Aktivasi neutrofil juga berperan untuk melawan infeksi secara efektif, bersama monosit dan makrofag lewat fagositosis dan mikroorganisme atau lewat pengeluaran komponen inflamasi seperti radikal oksigen, protease, atau peroksidase. Migrasi neutrofil dari sirkulasi darah menuju jaringan



4



inflamasi merupakan suatu proses yang kompleks dan tergantung dari banyak fungsi seluler. Salah satu kunci proses tersebut adalah reseptor adhesi11 Neutrofil (Leukosit Polimorfonuklear/PMN) adalah granulosit dalam sirkulasi yang berperan dalam inflamasi terhadap infeksi dalam tubuh. Jumlah leukosit dalam sirkulasi 70% merupakan neutrofil dengan fungsi utama yaitu fagositosis. Neutrofil dari sirkulasi darah menuju jaringan sasaran berfungsi untuk menghancurkan mikroba. Neutrofil dengan proses kemotaksis berfungsi sebagai fagosit dan bakterisid, dan dengan melepaskan kolagenase yang dapat memperbaiki kerusakan sel dalam merubah matrik ekstraseluler dan membersihkan luka dari sel yang rusak.12 Selama respon inflamasi, pada proses marginasi neutrofil berakumulasi mendekati sel endotel dinding venula, hal ini terjadi karena adanya molekul adhesi yang dilepaskan oleh endotel akibat pengaruh IL-1 yang dihasilkan neutrofil, molekul adhesi tersebut antara lain P-selektin, Intracellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1). Selanjutnya neutrofil bergulir pada permukaan endotel akibat daya dorong aliran plasma, dan penempelan neutrofil pada endotel makin kuat dan bergerak aktif secara diapedesis,



kemudian



berhenti



dan



mengeluarkan



pseudopodia



mengerutkan diri menyusup melewati celah antara membran sel endotel dan bermigrasi meninggalkan kapiler menuju jaringan target infeksi.12



5



Gambar 3. Mekanisme kerja neutrofil12



Setelah neutrofil meninggalkan sirkulasi dan melalui endothelium, mereka bermigrasi ke jaringan yang terinfeksi. Paparan neutrofil terhadap kemoatraktan seperti N-formylmethionyl-leucyl-phenylalanine (fMLP) dan komplemen-5a (C5a) menginduksi polarisasi seluler kemoreseptor dan pembentukan pseudopodia di tepi sel. Di tempat infeksi, reseptor membran untuk protein komplemen dan imunoglobulin mengenali dan mengikat bakteri opsonisasi yang kemudian membentuk pseudopodia, fagositosis patogen dan menghancurkannya di dalam fagosom intrasel. Neutrofil memiliki banyak enzim protease dan dapat menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang dapat membunuh patogen yang telah difagosit secara cepat, tetapi molekul-molekul beracun ini juga dapat merusak jaringan individu sendiri, misalnya pada pengeluaran berlebihan di neutrofil dengan penyakit autoimun. Neutrofil aktif juga mampu mempresentasikan antigen melalui MHCII, sehingga merangsang aktivasi dan proliferasi sel T. Selain itu, neutrofil juga bisa mengekspos epitop yang tersembunyi, karena mereka memiliki protease yang berbeda dari sel APC lainnya.13 Neutrofil



mensintesis



dan



mensekresi



sitokin,



kemokinin,



leukotrien dan prostaglandin dalam jumlah besar di jaringan inflamasi,



6



yang berkontribusi terhadap produksi mediator inflamasi lokal. Neutrofil telah terbukti mensintesis dan mensekresi IL-8 sebagai respons terhadap sejumlah rangsangan, termasuk TNF-a dan GM-CSF. Neutrofil aktif juga telah dilaporkan untuk mensintesis IL-1, -1RA, -6, -12, TGF-b, TNF-a, oncostatin M dan BLyS, yang nantinya dapat mengaktifkan neutrofil dan sel sistem imun lainnya. Neutrofil adalah sumber penting leukotrien dan prostaglandin, terutama leukotrien B4 (LTB4) dan prostaglandin E2 (PGE2), yang disintesis dari asam arakidonat oleh lipoxygenases dan cyclo-oxygenases. LTB4 adalah kemoatraktan neutrofil, dan dapat memicu migrasi neutrofil melalui up-regulation MAC-1. PGE2, sebaliknya, memiliki efek terutama anti-inflamasi pada neutrofil, menghambat aktivitas fosfolipase-D dan meningkatkan konsentrasi



cyclic-adenosine



monophosphate (cAMP) intrasel, yang menghasilkan penurunan masuknya kalsium, kehilangan NADPH oksidase sehingga menurunkan adhesi ke endotel dan kemotaksis. PGE2 juga telah diteliti dapat menunda apoptosis neutrofil.13



Gambar 4. Fungsi dan produk mediator inflamasi neutrofil13



Defisiensi fungsi neutrophil telah diteliti dan dihubungkan jelas dengan meningkatnya frekuensi dan keparahan infeksi bakteri. Pasien dengan jumlah netrofil yang rendah dihubungkan dengan resiko infeksi bakteri nososkomial & infeksi jamur. Besarnya tingkat supresi daya



7



kemoktaksis neutrophil (gangguan dalam daya migrasi nuetrofil) pada pasien



sepsis



dihubungkan



dengan



tingkat



keparahan



penyakit.



Menggunakan analisis mikroskopik,kegagalan migrasi netrofil bukan hanya dengan adanya penurunan daya kemotaksis neutrophil , namun juga penurunan daya gulung dan adhesi neutrophil pada endotel. Produksi sitokin dalam sirkulasi berlebihan, Peningkatan sekresi APP (acute phase protein), Peningkatan aktivitas INOS (intrinsic nitric oxide systase) dan aktifasi TLR (toll like receptor) dihubungkan dengan fenomena kegagalan migrasi neutrophil. Fenomena kegagalan ini lebih lanjut di kenal dengan istilah “paralisis neutrophil” pada kondisi sepsis.14



2. MEKANISME LIMFOSIT Fungsi utama limfosit adalah untuk meregulasi sistem imun. Apabila sel-sel asing (antigen eksogen, antigen endogen yang mengalami alterasi, sel- sel maligna, dan sebagainya) ditelan, didegradasi, atau dieliminasi sepenuhnya oleh fagosit, maka tidak ada sistem imun yang akan dibangkitkan. Sedangkan, apabila respon tersebut tidak terjadi, fragmen antigen ditransportasikan menuju sinus subkapsuler limfonodi. Pada bagian medula, antigen terfiksasi pada bagian eksterior, dan kemudian terbawa menuju ke lisozim makrofag. Selain itu antigen juga dibawa oleh sel dendritik untuk dipresentasikan kepada limfosit B. Sel dendritik dapat melepaskan sitokin yang memfasilitasi diferensiasi limfosit B menjadi sel yang dapat memproduksi antibodi. Ketika terjadi diferensiasi ini, terjadi proliferasi yang intens selama 48 jam. Makrofag akan melepaskan IL-1, 11 sedangkan limfosit T meningkatkan produksi dan aktivasi antigen specific CD8+ T cells. Kerja faktor diferensiasi limfosit sitotoksik akan mengembangkan kloning dari limfosit B untuk antigen spesifik dan limfosit T sitotoksik. Dalam kerjanya, limfosit sitotoksik membutuhkan aktivasi awal dan antigen MHC kelas I. Limfosit T mengeluarkan beberapa soluble factors yang mengaktivasi sel limfosit



8



sitotoksik. Sebagai umpan balik, sel supresor meredam respon imun spesifik dan menghambat kerja limfosit T yang sudah teraktivasi.12 Limfosit B memiliki fungsi menghasilkan antibodi, internalisasi antigen, memproses antigen, dan mempresentasikan antigen kepada limfosit T untuk meningkatkan respon imun. Limfosit B yang teraktivasi akan berkembang menjadi sel memori yang mengekspresikan penanda permukaan CD45RO yang pada akhirnya akan berdeferensiasi menjadi sel plasma. Aktivasi sel B memiliki pola yang serupa dengan sel T. Pada sel B pengkodean diatur oleh heterodimer Ig α dan Igβ yang pada bagian ekornya membawa immunoreceptor tyrosine activation motifs (ITAM). Heterodimer ini berhubungan dengan Ig permukaanuntuk membentuk reseptor sel B. Terjadinya cross-linking pada Ig permukaan akan menyebabkan aktivasi dari tirosin kinase, yaitu Lck, Lyn, Fyn, dan Blk yang menyebabkan fosforilasi dari ITAM. Hal ini menyebabkan terikatnya kinase lain yaitu Syk (analog ZAP-70 pada limfosit T), yang akan mengaktifkan



phospholipase



C



pada



membrane



PIP2



untuk



membangkitkan IP3 dan DAG yang kemudian akan mengaktivasi protein kinase C. Semua sinyal ini akan mengaktivasi kaskade kinase dan ditransduksikan untuk mengaktivasi nuclear transcription factors. Proses ini juga terjadi pada limfosit T.15



Gambar 5. Aktivasi sel B intraseluler15



9



Limfosit T dapat dibedakan berdasar tipe reseptor antigen, yaitu sel T yang memiliki TCR δ/γ, dan sel T yang memiliki TCR α/β, yang dibagi berdasarkan koreseptor CD4+ atau CD8+ . Sel T δ/γ ditemukan di epitel mukosa, darah, serta pada bagian tubuh lain, dan memiliki fungsi stimulasi terhadap imunitas bawaan dan mukosa. Sel T δ/γ ini akan memproduksi IFN-γ dan mengaktivasi sel dendritik dan makrofag. Jenis sel ini hanya berjumlah 5% dari seluruh limfosit yang tersirkulasi, namun dapat meningkat hingga 20-60% pada infeksi patogen tertentu. Sel T α /β diekspresikan pada sebagian besar sel T dan berperan dalam respon imun yang diaktivasi antigen. Sel T α /β terbagi menjadi beberapa kelas oleh ekspresi molekul CD4+ dan CD8+ menjadi T helper, T sitotoksik, T regulatorik, dan sel NKT.1 Sel T Helper merupakan sel T yang mengekspresikan CD4+. Sel ini berinteraksi dengan peptida yang dipresentasikan oleh molekul MHC kelas II yang diekspresikan di permukaan APC (sel dendritik, makrofag, dan sel B). Lebih lanjut sel T CD4+ kemudian berdiferensiasi menjadi sel TH0, TH1, TH2, TH17. Diferensiasi ini salah satunya dipengaruhi oleh adanya sitokin proinflamasi terutama IL-2. Sel TH0 memproduksi sitokin yang dapat mengekspansi respon imunitas selular. Sel TH1 memproduksi IFN- γ dan IL-2 untuk mengaktivasi sel dendritik dan makrofag yang dapat meningkatkan respon imun terhadap bakteri intraselular, serta meningkatkan produksi subtipe tertentu dari IgG. Sel TH2 memiliki fungsi untuk meningkatkan respon antibodi. Sedangkan TH17 akan mensekresi IL-17 untuk mengaktifkan neutrofil serta meningkatkan respon inflamasi dan antifungal.12,15 Limfosit T yang mengekspresikan CD8+ memiliki aktivitas sitotoksik dan sering disebut sebagai cytotoxic T lymphocytes (CTLs). Aktivasi sel T CD8+ naif diinduksi oleh antigen yang dipresentasikan terikat dengan MHC kelas I pada permukaan APC. Sel T CD8+ dapat berespon terhadap bakteri intraseluler, terutama bakteri intraseluler yang lolos dari mekanisme fagosom seperti Mycobacterium tuberculosis, Salmonellae, dan Chlamydiae. Patogen lain yang tidak mampu bertahan



10



dari mekanisme fagosom masih mampu mengaktivasi sel T CD8+ melalui mekanisme cross-priming yang memungkinkan sel yang terinfeksi mengalami apoptosis dan melepaskan fragmen antigen yang ditangkap oleh sel dendritik selaku APC. Sel T CD8+ akan merespon dengan melepaskan sitokin proinflamasi dan sitokin yang dapat mengaktivasi makrofag serta membunuh sel yang terinfeksi melalui pelepasan perforin, Fas, dan granulysin pada sebagian kasus. Sel T CD8+ juga akan melepaskan IFN-γ yang akan mengenali sel yang terinfeksi bakteri, dan kemudian mengaktivasi jalur proteksi oleh makrofag. Selain itu sel T CD8+ melalui pengaruh IL-2 dapat berdeferensiasi menjadi sel T memori yang berperan dalam sistem imun spesifik terhadap antigen tertentu. Selain itu IL-2 juga mengoptimalkan diferensiasi sel T CD8+ menjadi sel efektor.12,15



Gambar 6. Jalur aktivasi sel T CD8+ 16



T reg mengekspresikan CD4+ dan CD25+ yang berfungsi untuk mengontrol respon imun dan menghindari respon berlebihan dari sel T. Sel NKT merupakan perpaduan antara sel NK dan sel T. Sel ini bereaksi terhadap molekul CD1 yang mempresentasikan glikolipid dan glikopeptida yang contohnya terdapat pada Mycobacterium.16 Sistem imun adaptif, yaitu sel T CD4+ dan sel T CD8+ akan berespon terhadap antigen dari mikroba yang terfagositosis yang terekspresi sebagai peptida yang terikat pada MHC kelas II dan kelas I.



11



Selanjutnya IL-12 yang diproduksi makrofag dan sel dendritik akan mendorong diferensiasi sel T CD4+ menjadi sel efektor TH1. Kemudian sel T akan mngekspresikan CD40 dan mensekresikan IFN-γ, yang keduanya akan mengaktifkan makrofag untuk memproduksi substansi mikrobisidal, termasuk ROS, NO dan enzim lizosimal. Lebih lanjut terjadi produksi isotype antibodi (IgG2 pada tikus) yang akan mengopsonisasi bakteri dan mengaktivasi sistem komplen. Respon ini juga distimulasi oleh IFN-γ . Respon imun yang dimediasi oleh sel T CD8+ akan teraktivasi apabila bakteri yang berada pada fagosom dapat menghindari ingesti oleh fagosom dan berada di sitoplasma sel yang terinfeksi. Respon mikrobisidal tidak dapat mengeliminasi bakteri yang berada di sitosol, sehingga perlu adanya aktivasi limfosit T sitotoksik. Sehingga dapat disimpulkan dalam mekanisme pertahanan terhadap bakteri intraseluler sel T CD4+ dan sel T CD8+ harus saling bekerja sama.15,16 Sepsis dapat menimbulkan deplesi yang besar pada limfosit B juga pada CD4 limfosit T dalam organ limfoid sekunder, sehingga menyebabkan penurunan kemampuan untuk melawan infeksi. Hubungan antara kondisi klinis yang mengalami komplikasi atau prognosis yang buruk pada pasien sepsis dengan penurunan konsentrasi CD4 T - limfosit dan limfosit T yang telah diaktifkan di darah perifer pada sebagian besar pasien trauma atau pasien paska pembedahan dengan sepsis sekunder. 20 Pada studi yang dilakukan Holub dkk.tentang penurunan limfosit pada sepsis ditemukan bahwa adanya penurunan yang signifikan dari nilai normal sel limfosit CD4, CD8 dan jumlah total limfosit T diamati pada pasien sepsis, namun penurunan yang berlangsung lama hanya pada sel CD4 limfosit T ( 3 hari) dan sel Natural killer ( NK) (7 hari).20



3. RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT (NLR) Awalnya, rasio neutrofil-limfosit diteliti pada pasien kanker paru, kanker kolorektal dan transplantasi hati untuk karsinoma hepatoselular,



12



dan nilai rasio ini berkorelasi erat dengan tingkat bertahan hidup pada pasien kanker seluruhnya.17,18 Pada terapi pasien penyakit jantung, rasio neutrofil-limfosit juga berkembang sebagai suatu prediktor prognosis pasien. Pada pasien gagal jantung kronis dan paska operasi jantung koroner, hitung jenis limfosit dan rasio neutrofil-limfosit dapat digunakan sebagai prediktor tingkat bertahan hidup.19 Holub dkk. pada studinya tentang rasio neutrofil-limfosit sebagai biomarker infeksi bakteri pada 45 pasien yang positif infeksi bakteri dari kultur mikrobiologi didapatkan nilai tengah (median rasio N/L 11.73 pada infeksi bakteri dengan nilai cut- off value of 6.2 dan nilai AUC 0.971 sebagai prediktor infeksi bakteri dan 0.956 untuk membedakan bakteri dan infeksi virus.20 Goodman dkk.juga meneliti tentang rasio neutrofil-limfosit sebagai prediktor adanya bakteremia pada pasien appendisitis. Pada kasus ini, rasio neutrofil-limfosit ternyata lebih sensitif dibandingkan hitung jenis leukosit21 Yazici dkk. juga menemukan bahwa rasio neutrofil-limfosit dapat digunakan untuk diagnostik appendisitis. Rasio itu berbeda pada penelitian Ishizuka dkk, dengan hasil rasio lebih besar daripada 8 menunjukkan prediktor appendisitis gangrenosa , namun dengan nilai sensitifitas dan spesifitas yang rendah.22 Zahorec dkk kemudian melakukan investigasi tentang penggunaan rasio neutrofil limfosit pada pasien sepsis dan rasio ini dihubungkan dengan tingkat keparahan penyakit. Pasien dengan infeksi abdominal,pada kondisi preoperatif dijumpai peningkatan neutrofil (83,2 %) dan nilai limfosit yang rendah (9,5 %). Berlanjut ke kondisi paskaoperasi, terjadi peningkatan neutrofil lebih lanjut (89,9 %) dan penurunan limfosit yang bermakna(7%). Pada pasien sakit kritis dengan sepsis berat atau syok sepsis memiliki nilai peningkatan neutrofil yang lebih meningkat (94%) dan penurunan lebih berat 3,8% .23



13



Rasio neutrofil-limfosit merupakan suatu parameter yang potensial terhadap bakteremia terutama pada pasien yang dicurigai infeksi paru komuniti.Penelitian yang dilakukan Yoon dkk.dengan tujuan mencari nilai rasio neutrofil-limfosit dalam membedakan diagnostik pneumonia komuniti dengan TB paru. Didapatkan nilai rasio neutrofil-limfosit lebih tinggi secara signifikan pada pasien pneumonia komuniti bakteri ( 14.64±9.72 ) dibandingkan TB paru (3.67±2.12) P 7 merupakan



nilai cut-off yang



optimal



dalam



diskriminasi



pasien.



(sensitifitas 91.1%, spesifisitas 81.9%, nilai prediktif positif 85.7%, nilai prediktif negatif 88.5%). AUC rasio N/L (0.95, 95% confidence interval [CI], 0.91-0.98) lebih tinggi dibandingkan dengan parameter Creactive protein (0.83, 95% CI, 0.76- 0.88; P =0.0015).24 Kemampuan rasio ini dalam memprediksi bakteremia dibandingkan dengan parameter tradisional pada pasien emergensi dengan pneumonia komuniti telah diteliti oleh Jager dkk. Ditemukan bahwa limfositopenia pada pasien hasil kultur positif vs negatif (0.8 ± 0.5 × 109 /l vs. 1.2 ± 0.7 × 109 /l; P < 0.0001) dan rasio neutrofil-limfosit (rasio N/L (20.9 ± 13.3 vs. 13.2 ± 14.1; P 7 atau eosinofil < 0,0454. 103 /uL) memiliki resiko mortalitas yang meningkat.26 Menurut Ljungstrom rasio neutrofil-limfosit dapat menjadi biomarker tingkat keparahan sepsis dengan berbagai keuntungan diantaranya murah, tidak diperlukan pengambilan sampel tambahan. Dimana nilai rasio yang lebih tinggi dapat terjadi sebelum awal terjadinya sepsis berat dan syok sepsis. Namun nilai rasio yang rendah tidak menyingkirkan adanya bakteremia ataupun sepsis berat.Ternyata rasio neutrofil limfosit memiliki peran terhadap prediktor mortalitas pada pasien gagal ginjal kronis stadium akhir dengan adanya resiko kematian yang lebih besar pada kelompok dengan rasio lebih dari 3,48. 27



15



BAB III KESIMPULAN



Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam jiwa akibat disregulasi respons tubuh terhadap infeksi. Hal tersebut masih menjadi masalah di dunia, di mana satu dari empat orang yang dalam keadaan sepsis akan meninggal. Identifikasi keadaan sepsis dini dan penatalaksanaan yang cepat dapat memperbaiki prognosis pasien. Salah satu cara untuk mengidentifikasi keadaan sepsis dini adalah dengan parameter Neutrofil-ke-limfosit (NLR). NLR adalah parameter sederhana untuk menilai status peradangan dengan mudah. Dalam studi prospektif menunjukkan bahwa prognosis signifikan NLR pada pasien dengan sepsis.



16



DAFTAR PUSTAKA 1. Peake SL, Delaney A, Bailey M, Bellomo R, Camero PA, Cooper DJ, et al. Goal-directed resuscitation for patients with early septic shock.N Engl J of Med [internet].2014 Oct [cited 2018 Oct 14];371(16):1496–506. Avaiblable from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25272316 2. Jeffrey EG,Michael AM. Sepsis: pathophysiology and clinical management. Bmj[Internet]. 2016 May [cited 2018 Oct 20];353:i1585. Available from: https://doi.org/10.1136/bmj.i1585 3. PERDICI.



Penatalaksanaan



FASTHUGSBID.Jakarta:



Sepsis



dan



Perhimpunan



Syok



Septik



Dokter



Optimalisasi



Intensive



Care



Indonesia;2017. 4. Rakesh KM. Neutrophil-Lymphocyte count ratio on admission as a predictor of Bacteremia and In Hospital Mortality among Sepsis and Septic shock In Patients at Rizal Medical Center. Asian J Med Sci [Internet]. 2018 Jan [cited 2018 Oct 27];9(3):36-40.Available from: https://www.nepjol.info/index.php/AJMS/article/view/19030 5. Sergio V, Rolando M, Juan GG, A.Abraham IJG, Fernanda G,Ramon R. Novel relationships between oxidative stress and angiogenesis-related factors in sepsis: new biomarkers and therapies,Ann Med [Internet],2015 May[cited 2018 Oct 14];47[4]: 289–300.Available from: https://www.researchgate.net/publication/277024240_Novel_relationships_bet ween_oxidative_stress_and_angiogenesisrelated_factors_in_sepsis_New_biomarkers_and_therapies 6. Wei C, Shang Z, Chun P,Jian FX, Song QL, Hai BQ,et al.Value of plasma neutrophil gelatinase-associated lipocalin in predicting the mortality of patients



with



sepsis



at



the



emergency



department,



Clin



Chim



Acta[Internet].2016 Jun[cited 2018 Oct 12];452:177–181.Available from: https://doi.org/10.1016/j.cca.2018.03.020



17



7. Prasan KH, Gowtham R. Role of eosinophil count and neutrophil: lymphocyte count ratio as prognostic markers in patients with sepsis. Int Surg J[Internet].2017 Jun [cited 2018 Okt 4];4:2243-2246.available from: https://www.researchgate.net/publication/317814978_Role_of_eosinophil_cou nt_and_neutrophil_lymphocyte_count_ratio_as_prognostic_markers_in_patie nts_with_sepsis 8. Lars L, Anna K, Gunnar J, Rune A, Barbara U, Dianan T. Diagnostic accuracy of procalcitonin, neutrophil-lymphocyte count ratio, C-reactive protein, and lactate in patients with suspected bacterial sepsis. PLoS ONE[Internet]. 2017 Jul



[cited



2018



Oct



6];



12(7):



e0181704.



Available



from:



https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0181704 9. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Shankar HM, Annane D, Bauer M, et al . The third international consensus definitions for sepsis and septic shock (Sepsis-3). Jama[Internet]. 2016 Feb[cited 2018 Oct 12];315(8):80110.Available from: https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2492881 10. Yoji K. Neutrofphil myeloperoxidase and its substrates:formation of specific markers and reactive compounds during inflammation. J clin biochem nutr[Internet]. 2016 Mar 17[cited 2018 Okt 22]; 58(2):99-104.available from: https://www.researchgate.net/publication/295093586_Neutrophil_myeloperox idase_and_its_substrates_Formation_of_specific_markers_and_reactive_comp ounds_during_inflammation 11. Craig A, Mai J, Cai S, Jeyaseelan S. Neutrophil Recruitment to the Lungs during Bacterial Pneumonia. Infection and Immunity[Internet]. 2008 Nov [cited 2018 Oct 16];77(2):568-575.Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2632043/#__ffn_sectitle 12. Cotran R, Kumar V, Collins T, Robbins S, editors. Robbins Pathologic basis of disease. 7th ed. Philadelphia: Saunders; 2005. 13. Wright H, Moots R, Bucknall R, Edwards S. Neutrophil function in inflammation and inflammatory diseases. Rheumatology[Internet]. 2010 Sept [cited 2018 Oct 18];49(9):1618-1631.Availabe from: https://academic.oup.com/rheumatology/article/49/9/1618/1785197



18



14. Alves-Filho J, Spiller F, Cunha F. neutrophil paralysis in sepsis. Shock[Internet]. 2010 Sept[cited 2018 Oct 16];34(Suppl 1):15-21.available from: https://journals.lww.com/shockjournal/fulltext/2010/09001/NEUTROPHIL_P ARALYSIS_IN_SEPSIS.3.aspx 15. Abbas A, Lichtman A, Pillai S. Cellular and molecular immunology. 8th ed. Philadelphia:Elsevier Saunders; 2015. 16. Murray PR, Rosenthal KS, Pfaller MA. Medical Microbiology.7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2013. 17. Thomas M. Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR) in Patients with Lung Cancer - An Index of Cancer Related Systemic Inflammation. J Med Sci clin Research[Internet]. 2018 Oct [cited 2018 Oct 9];6(10).available from: http://jmscr.igmpublication.org/v6-i10/181%20jmscr.pdf 18. Haram A, Boland M, Kelly M, Bolger J, Waldron R, Kerin M. The prognostic value of neutrophil-to-lymphocyte ratio in colorectal cancer: A systematic review. J S Oncol [Internet]. 2017 Jan[cited 2018 Oct 14];115(4):470479.Available from: https://doi.org/10.1002/jso.24523 19. Wiwanitkit V. Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio, Platelet-to-Lymphocyte Ratio and Heart Failure. Arq Bras Cardiol[Internet]. 2016 Mar [cited 2018 Oct 12];106(3).available from: https://www.researchgate.net/publication/296627049_Neutrophil-toLymphocyte_Ratio_Platelet-to-Lymphocyte_Ratio_and_Heart_Failure 20. Holub M, Beran O, Kaspříková N, Chalupa P. Neutrophil to lymphocyte count ratio as a biomarker of bacterial infections. Cent Eur J Med[Internet]. 2012 Dec [cited 2018 Oct 14];7:258–61.Available from: https://www.researchgate.net/profile/Michal_Holub/publication/257907890_N eutrophil_to_lymphocyte_count_ratio_as_a_biomarker_of_bacterial_infection s/links/562e896608ae22b17035f438/Neutrophil-to-lymphocyte-count-ratio-asa-biomarker-of-bacterial-infections.pdf



19



21. Goodman DA, Goodman CB, Monk JS: Use of the neutrophil:lymphocyte ratio in the diagnosis of appendisitis. Am Surg [Internet]. 1995 Mar [cited Oct 13]; 61:257-9.Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7887542 22. Yazıcı M, Özk ısacık S, Öztan MO, Gü rsoy H. Neutrophil/lymphocyte ratio in the diagnosis of childhood appendisitis.Turk J Pediatr. 2010 Jul [cited 2018 Oct 17]; 52: 400-3. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21043386 23. Zahorec R. Ratio of neutrophil to lymphocyte counts--rapid and simple parameter of systemic inflammation and stress in critically ill. Bratisl Lek Listy[internet].2001 Sept [cited 2018 Oct 21];102:5-14.Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11723675 24. Yoon NB, Son C, Um SJ. Role of the neutrophil-lymphocyte count ratio in the differential diagnosis between pulmonary tuberculous is and bacterial community-acquired pneumonia. Ann Labor Med[Internet]. 2013 Mar [cited 2018 Oct 25];33:105–10.Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3589634/ 25. de Jager CP, van Wijk PT, Mathoera RB, et al. Lymphocytopenia and neutrophil-lymphocyte count ratio predict bacteremia better than conventional infection markers in an emergency care unit. Crit Care[Internet]. 2010 Oct [cited 2018 Oct 16];14:R192.Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21034463 26. Terradas R, Grau S, Blanch J, Riu M, Saballs P, Castells X et al. Eosinophil Count and Neutrophil-Lymphocyte Count Ratio as Prognostic Markers in Patients



with



Bacteremia:



A



Retrospective



Cohort



Study.



PLoS



ONE[Internet]. 2012 Aug[cited 2018 oct 14];7(8):e42860.Available from: https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0042860 27. Ljungstrom LR, Jacobsson G, Andersson R.Neutrophil–lymphocyte count ratio as a biomarker of severe sepsis in Escherichia coli infections in adults.Crit Care [Internet]. 2013 Mar [cited 2018 Oct 19]; 17(Suppl 2):25.Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3642651/#__ffn_sectitle



20