Referat Nyeri Leher [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT NYERI LEHER



Pembimbing : dr. Nuning Puspitaningrum, Sp.S



Disusun Oleh : Devita Rizki Pratama Putri



201720401011170



SMF SARAF RSU HAJI SURABAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2018



LEMBAR PENGESAHAN REFERAT NYERI LEHER



Referat dengan judul Nyeri Leher ini telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu Saraf.



Surabaya, 18 April 2018 Pembimbing



dr. Nuning Puspitaningrum, Sp.S



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segenap puji syukur kami panjatkan kepada Allah S.W.T



yang telah



melimpahkan segala rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka tugas referat yang berjudul Nyeri Leher ini dapat diseleseikan dengan baik. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas yang penulis laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF Saraf di RSU Haji Surabaya. Kami mengucapkan terima kepada dr. Nuning Puspitaningrum, Sp.S selaku dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas makalah ini, terima kasih atas bimbingan dan waktunya, sehingga kami dapat menyeleseikan tugas ini. Kami menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk kritik dan saran selalu kami harapkan. Besar harapan kami semoga tugas kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya serta penyusun pada khususnya. Akhir kata, penulis mengharapkan tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.



Surabaya, 18 April 2018



Penulis



DAFTAR ISI



LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii Nyeri Leher Diskogenik ...........................................................................................1 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................22



NYERI LEHER DISKOGENIK Henny Anggraini Sadeli dan Yusuf Wibisno



Pendahuluan Nyeri leher atau nyeri tengkuk merupakan masalah global dan merupakan penyebab keempat dalam disabilitas. Prevalensi sekitar 37%, tertinggi terjadi pada wanita dan pada usia pertengahan. Prevalensi nyeri leher seumur hidup mencapai 50%. Nyeri leher pada umumnya bersifat akut, dan dapat hilang dengan atau tanpa terapi.akan tetapi, nyeri terus berlanjut dan menetap pada 30% penderita. Nyeri leher berhubungan dengan komorbiditas lain, seperti nyeri kepala, nyeri punggung, artalgia, dan depresi (Cohen, 2015; Bogduk, 2003; Cheng dkk., 2012). Untuk memudahkan penanganan, nyeri leher dibagi atas : Nyeri leher nonspesifik atau mekanikal, nyeri neuropatik (nyeri radikular dan nyeri sentral mielopatik) serta nyeri leher dengan ‘red flags’ (tanda kelainan patologik serius). Berdasarkan waktu, nyeri leher terbagi atas: nyeri leher akut (berlangsung sampai 6 minggu sejak awitan), nyeri leher subakut (nyeri yang masih terasa lebih dari 6 minggu sampai 12 minggu) dan nyeri kronik apabila nyeri leher melebihi 12 minggu. Ditemukannya faktor biopsikososial atau ‘yellow flags’ merupakan prediktor untuk nyeri menjadi kronik dan menghambat pemulihan nyeri. Etiologi nyeri leher disebabkan oleh berbagai sebab, antara lain kelainan pada diskus intervertebralis (nyeri diskogenik). Nyeri primer yang disebabkan karena kelainan diskus awalnya berupa nyeri leher nonspesifik aksial; dapat berlanjut dan bertambah sebagai nyeri neuropatik berupa nyeri radikular dan atau nyeri sentral mielopatik. Tanda bahaya ‘red flags’ terkait diskus apabila ditemukan kompresi diskus pada medula spinalis (mielopati) dan adanya infeksi diskus-vertebra. Sebaliknya, walaupun ada kelainan pada diskus intervertebralis dapat tanpa disertai gejala (asimptomatis). Pada pemeriksaan MRI, gambaran HNP (hernia nukleus pulposus) dapat ditemukan pada 10% individu yang asimptomatik berusia dibawah 40 tahun. Kelainan asimptomatik berusia dibawah 40 taun dan 60% di usia diaats 60 tahun.



Definisi Nyeri leher atau tengkuk adalah nyeri yang dirasakan pada leher, dengan batas atas yaitu garis nukhal superior, batas lateral oleh garis lateral leher, dan batas bawah oleh garis trasversal prosesus spinosus torakal 1 (Bogduk, 2003). Nyeri dapat terasa alih ke kepala, punggung atas, bahu atau menjalar ke salah satu atau ke dua lengan. Diskogenik menurut Dorlan adalah sesuatu yang disebabkan oleh kelainan/kerusakan diskus intervertebralis. Dapat disimpulkan bahwa nyeri leher diskogenik adalah nyeri yang terjadi pada bagian leher yang disebabkan oleh kelainan/kerusakan diskus intervertebralis (Dorland Medicine Dictionary, 2012). ‘Internal disc disruption’ (IDD) adalah disrupsi di dalam diskus dengan terbentuknya fisura pada anulus fibrosus tanpa adanya deformitas bagian luar diskus. ‘Degenerative Disc Disease’ (DDD) adalah proses degeneratif yang meliputi robeknya anulus fibrosus, berkurangnya tinggi diskus dan degradasi nukleus pulposus. Hernia nukleus pulposus (HNP). Prostusi diskus intervertebralis adalah herniasi materi nukleus pulposus melalui defek anulus fibrosus sehingga menyebabkan ekstensi fokal terhadap batas diskus tetapi masih di dalam batas luar anulus. Ekstruksi diskus intervertebralis adalah herniasi material nukleus pulposus yang lebih lanjut sehingga melewati batas anulus; dan disebut skuestrasi diskus apabila gragmen nukleus pulposus sudah terpisah dari diskusnya (lihat gambar 1). Sehingga sebenarnya ‘disc bulk’ bukanlah herniasi diskus tetapi menggambarkan ekstensi sirkuferensial yang simetris atau asimetris terhadap batas diskus yaitu melebihi batas ‘endplate’ dua vertebra yang berdekatan.



Gambar 36. Klasifikasi herniasi diskus (Furman & Tekyster Medscape.com) A.Diskus normal. NP nukleus pulposus. AM anulus marginal. B. Prostusi diskus. NP penetrasi asimetris melalui serabut anulus tetapi masih di dalam batasAM. C. Ekstrusi diskus. NP meluas melampaui batas AM. D. Skuestrasi diskus. Fragmen nukleus keluar terpisan dari ekstrusi diskus (Furman & Tekyster Medscape.com)



Gambaran Klinis Semua otot, sendi sinovial, diskus intervertebralis, dan tulang merupakan sumber potensial dari nyeri leher, demikian juga duramater dan arteri vertebralis (Bogduk, 2003). Struktur peka nyeri pada leher antara lain otot posterior dan sendi faset leher yang dipersarafi oleh ramus dorsalis servikal. Bagian lateral sendi atlanto-aksial yang dipersarafi oleh ramus ventral C2, sendi Atlanto-oksipital dipersarafi oleh ramus ventral C1. Bagian medial sendi Atlanto-oksipital dan ligamentumnya dipersarafi oleh nervus sinuvertebralis C1, C2, C3 (lihat gambar 2 dan 3). Otot-otot peravetebral dan bagian lateral dari leher dipersarafi oleh cabang dari ramus ventral servikal (Bogduk, 2003).



Gambar 37. Anatomi Vertebra Cervical (Cheng dkk, 2012) A. Tampilan anterior B. Tampilan posterior



Diskus intervertebralis menerima persarafan dari beberapa sumber. Bagian posterior diskus menerima persarafan dari cabang pleksus vetebralis posterior yang terletak pada kanalis vetebralis, terbentuk oleh nervus sinus vetebralis servikal. Bagian anterior diskus menerima persarafan dari cabang pleksus vetebralis anterior yang terbentuk oleh trunkuc vetebralis (Bogduk, 2003). Nervus vetebralis sendiri merupakan cabang dari ramus servikal komunikan, yang kemudian akan berjalan bersama-sama dengan arteri vetebralis. Nervus vetebralis memberikan persarafan somatik pada ateri vetebralis (bogduk, 2003). Diskus intevetebralis mulai ditemukan pada C2 ke bawah. Diskus ini bertambah besar dari C2 ke bawa dan memberikan bentuk lordotik pada servikal. Setiap diskus teridri dari anulus fibrosusu di bagian luar dan nukleus pulposus pada bagian dalam, serta kartilago ‘end plate’ di atas dan di bawahnya. Anulus fibrosus terdiri dari kolagen tipe 1 yang memberikan bentuk dan kekuatan renggang pada diskus. Nukleus pulposus terdiri dari kolagen tipe 2 dan proteoglikan, yang berinteraksi dengan air untuk menahan tekanan. Jumlah dan aktivitas sel diskus akan menurun tergantung kepada beban mekanik, transportasi nutrisi seperti oksigen dan glukosa, gaya hidup antara lain merokok, perjalan dan penuaan, peran ‘growth factor’ serta faktor genetik (gen anggregan, polimorfism). Nukleus pulposus bertindak sebagai peredam kejut dan membantu menjaga tinggi diskus. Tekanan dalam diskus terbesar terjadi saat antefleksi, ini menjelaskan



pada gangguan diksus intervetebralis akan merasakan tidak nyaman pada saat menunduk (Bogduk, 2003).



Gambar 38. Bagian Vetebra Cervikalis (Cheng dkk,2012) Gambaran klinis nyeri leher dapat berupa nyeri aksial, nyeri radikular atau radikulopati servikal dan sindrom mielopati.



Nyeri aksial Nyeri aksial spondilogenik terkait kelainan degenerasi diskus (DDD) khas berupa nyeri episodik terutama terasa di tengkuk, bahu dan skapula yang merupakan nyeri alih. Pada segmen servikal bagian atas nyeri alih akan dirasakan di bagian kepala, sedangkan pada segmen bagian bawah, nyeri alih akan terasa pada daerah bahu. Distribusi nyeri dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber nyeri. Kelainan diskus dan faset C2 C3, akan memberikan nyeri alih ke bagian rostral dari kepala. Kelaianan C3-C4 dan C4-C5, akan memberikan nyeri ke bagian posterior leher. Pada C5-C6, nyeri akan menyebar ke fosa supraspinosum skapula. Kelainan C6-C7, menyebarkan nyeri ke bagian bagian kaudal dari skapula yang dapat diliahat pada gambar 4 (Bogduk, 2003). Distribusi nyeri mengikuti pola sklerotomal. Saraf yang dianggap bertanggung jawab adalah cabang saraf ramus dorsalis dan saraf sinus vertebralis.



Gambar 39. Distribusi Nyeri (Bogduk, 2003)



Sebenarnya degenerasi diskus merupakan bagian dari proses penuaan. Degenerasi diskus pada pria dimulai saat dekade pertama sedangkan pada wanita pada dekade kedua. Degenerasi meningkat terutama pada usia 25-35 tahun. Sebenarnya penyebab utama degenerasi diskus adalah mekanikal terkait beban dan trauma pada diskus, disamping stress torsional yang dialami seseorang dalam aktivitas sehari-hari. Pada diskus degenerasi ditemukan peningkatan kadar metaloprotein, nitrit oksida, fosfolipase A2 (PLA2), prostaglandin E dan interlukin 6 dan dihubungkan dengan timbulnya nyeri diskogenik aksial. Selainan kelainan struktur diskus, diduga terbentuknya jaringan granulasi vaskular dan adanya inervasi yang ekstensif dari lapisan luar anulus sampai ke nukleus pulposus melalui robekan fisura anulus turut berperan dalam nyeri diskogenik. Degenerasi diskus akan mnyebabkan berkurangnya kandungan air, tinggi diskus akan berkurang. Fungsi diskus untuk mengabsorbsi stress dan menjaga kelenturan spinal menjadi menurun. Akibat ketidakstabilan ini, akan lebih rentan terhadap stress dan trauma. Perubahan mekanikal selain berkurangnya tinggi diskus, diskus ‘bulging’ kearah posterior atau lateral disertai melipatnya ligamentum flavum. Berkurangnya tinggi diskus menyebabkan beban paa sendi faset meningkat. Tekanan di dalam diskus menurun akan menyebabkan pula pembebanan pada ‘end plate’ meningkat. Bersamaan dengan formasi osteofit menyebabkan mengecilnya dimensi kanalis vertebralis dan foramen interverterbralis. Keadaan



ini menyebabkan ruang yang tersedia untuk struktur saraf berkurang akibat stenosis. Pada foto polos servikal tanda adanya degenerasi adalah berkurangnya tinggi diskus. Disebut kanal stenosis apabila pada foto diameter kanalis vertebralis kurang dari 14 mm. Pada MRI gambaran diskus yang normal masih terlihat putih tetapi pada diskus yang mengalami degenerasi akan terlihat hitam atau kehitaman karena berkurangnya kandungan air. Dengan MRI juga dapat terlihat kompresi medula spinalis sesuai dengan adanya mielopati. Aliran darah ke medula spinalis akan terganggu sehingga sehingga terjadi kerusakan substansia alba dan grisea. Terjadi demielinisasi asending dan descending diatas dan dibawah level kompresi (Schellhas, dkk, 1996). Dengan perkataan lain, kelainan degenerasi diskus (DDD) adalah suatu sindrom yang diaeali dari degenerasu diskus kemudian berlanjut ke elemen spinal lainnya sehingga gejala menjadi semakin rumit.



Nyeri radikular dan radikulopati Herniasi nucleus pulposus menyebakan nyeri radikular pada 20-25% dari penderita. Nyeri radikular merupakan nyeri neuropatik. Nyeri terasa ditembak, ditusuk, atau seperti tersengat listrik yang menjalar ke daerah distal. Mugkin disertai parestesi dan kelemahan otot sesuai mitom. Nyeri intermitten dandisertai nyeri leher dan bahu. Radikulopati merupakan suatu kondisi neurologi yang ditandai dengan gangguan fungsi neurologis baik sensorik, motorik, dan reflek. Herniasi diskus intervertebralis sering terjadi antara C5-C6 dan C6-C7, karena bagian ini paling besar mobilitasnya. Nyeri radikular memiliki pola yang khas, mengikuti pola dermatomal, seperti pada gambar 5 (Furman & Tekmyster, Medscape.com). Pada herniasi diskus akut dengan berjalanya waktu ukurannya akan mengecil. Umunya herniasi diskus simtomatik, dan pada gejala radikular yang tidak progresuf dengan terapi konservatif akan berespon baik. Dalam perjalanan penyakitnya nyeri aksial leher dan radikulopati servikal 25%-30% menjadi kronik. Jarang radikulopati servikal berkembang menjadi mielopati.



Gambar 40. Distribusi Nyeri Radikuler Cervikal (Bogduk, 2003)



Sindroma mielopati Herniasi diskus dan kanal stenosis dapat menyebakan sindroma mielopati. Herniasi diskus servikal ke arah posterolateral selain dapat menyebabkan kompresi radiks saraf spinal (lihat gambar 6) dapat pula menyebabkan kompresi sebagian medula spinalis. Pada pasien usia lebih dari 60 tahun mielopati sering multi-segmental. Gejala dan tanda yang timbul lebih luas sehingga kurang berkolerasi antara status neurologik dengan bagian kompresi terparah medula spinalis. Perjalan penyakit meilopati dapat berkepanjangan, seperti ringan dan samar. Mungkin hanya keluhan ‘tingling’ saat ekstensi leher. Keluhan diawali dengan gangguan berjalan ringan, kurang stabil, kurang seimbang atau merasa kaku. Pada akhirnya terlihat cara berjalan ataksia, spastisitas, kelemahan motorik tungkai hiperfleksia. Pada ekstremitas atas ditemukan ‘myelopati hand’. Kekuatan menggenggam berkurang ringan, kurangnya kemampuan menggegam dan melepas secara cepat, abduksi dan ekstensi jari-jari ulnar menurun. Tanda hoffman positif. DDD pada C3 dan C4 kadang bisa menimbulkan disfungsi autonom, sindrom Barre-Lieou. Gejala berupa nyeri kepala, tinitus, nistagmus, keluhan tuli



temporer, pandangan kabur, hiperestesi dan ulkus kornea. Pada kanal stenosis di atas C3 menunjukkan reflek skapulo-humeral positif. Dalam perjalanan penyakit sindroma mielopati, pasien dengan gejala mielopati ringan dan menerima terapi konservatif sangat jarang menjadi progresif. Deteriorasi fungsional terutama pada pasien usia diatas 60 tahun. Suatu penelitian melaporkan sepertiga pasien mengalami perbaikan 26% nya mengalami deteriorasi. Perbaikan neurologik sulit apabila gejala sudah lebih dari dua tahun (Schelhas, dkk, 1996). Pada mielopati sedang dan berat agaknya sulit terjadi perbaikan gejala tanpa intervensi bedah.



Gambar 41. Diskus intervertebralis (bohinski, 2016)



Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik Penderita akan mengeluh nyeri pada leher aksial, nyeri radikular sesuai dengan polanya atau nyeri sentral mielopati. Keluhan disesuaikan dengan pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan motorik, sensorik dan reflek. Beberapa tes akan menunjukkan adanya nyeri radukular atau radikulopati.



Tabel 7. Perbedaan nyeri somatik dan nyeri radikular (Cheng dkk, 2012) NYERI NOSISEPTIF



NYERI RADIKULAR



SOMATIK Etiologi



Kualitas nyeri



Sendi faset



Herniasi diskus



Sindroma miofasial



Robekan anulus



Nyeri diskogenik



Stenosis spinal



Dalam



Tajam



Nyeri pegal



Seperti tertembak



Batas tidak tegas



Batas tegas



Nnyeri leher > lengan



Nyeri lengan > leher



Tidak ada parestesu



Parestesu



Area luas



Area terbatas



Tidak ada nyeri radikular atau



Distribusi radikular



nyeri seperti tertembak Modifikasi



Bertambak dengan ekstensi



Bertambah dengan fleksi



nyeri



Berkurang dengan fleksi



Berkurang dengan ekstensi



Tidak ada radikular



Pola radukular



Leher ke kepalam bahu,



Mengikuti distribusi radiks



punggung atas, sangat jarang



saraf, radiasi melewati



menjalar kebawah siku, tidak



bawah siku, nyeri radikular



ada nyeri radikular



dan rasa tertembak



Jarang



Mungkin



Kelainan



Hanya kelemahan subjektif



Kelemahan objektif



motorik



Jarang atrofi



Atrofi mungkin ada



Kelainan reflek



Tidak ada



Umumnya ada



Radiasi nyeri



Tanda Kelianan sensorik



Tabel 8. Lokalisasi Nyeri Cervikal (Cheng dkk, 2012) LOKASI NYERI



SUMBER NYERI



Regio servikal posterolateral



C1, C1-C2, C2-C3



Regio oksipital



C2-C3, C3



Regio servikal posterior atas



C2-C3, C3-C4, C3



Regio servikal posterior tengah



C3-C4, C4-C5, C3



Regio servikal posterior bawah



C4-C5, C5-C6, C4, C5



Regio supraskapular



C4-C5, C5-C6, C4



Sudut superior skapula



C6-C7, C6, C7



Regio midskapula



C7-T1, C7



Tes Spruling (Tes Kompresi Foraminal) Pasien duduk dan diminta untuk memiringkan kepala ke samping dan lakukan sedikit rotasi. Kemudian pemeriksa melakukan tekanan ke bawah dari bagian atas kepala pasien dengan kekuatan kurang lebih 7,5 kg. Hasil positif apabila pasien merasakan nyeri radikular (NN., Neuromusculoskeletal Examination and Assesment) (gambar 7). Sensitivitas tes ini adalah 40%-60%; spesifisitas 85%95%.



Gambar 42. Tes Spurling (NN., Neuromusculoskeletal Examination and Assessment)



Tes Abduksi Bahu Pasien duduk dan diminta untuk mengangkat dan meletakkan lengan atastangannya diatas kepala. Pertama, diminta lengan yang asimptomatik diangkat dan hasilnya dianggap ‘normal’. Kemudian bergantian dengan lengan yang simptomatik. Gejala nyeri radikular pada sisi simptomatik akan berkurang dengan abduksi bahu tersebut. Lebih efisien bila kedua lengan diletakkan bersama diatas



kepala secara simultan (NN., Neuromusculoskeletal Examination and Assesment). Sensitivitas tes 40%-50%. Spesivisitas 80%-90%.



Gambar 43. Tes Abduksi Bahu (NN., Neuromusculoskeletal Examination and Assesment)



Tes Lhermitte Tes Lhermitte dilakukan dengan cara pemeriksa menundukkan kepala pasien kedepan. Tes ini positif jika terasa nyeri menjalar dari leher bagian belakang ke punggung seperti tersengat listrik (NN., Neuromusculoskeletal Examination and Assesment) (gambar 9). Sensitivitas tes ini kurang dari 20%; spesifisitas lebih dari 90%.



Gambar 44. Tes Lhermitte (NN., Neuromusculoskeletal Examination and Assesment)



Tes Distraksi Tes ini diindikasikan ketika kita mencurigai adanya stenosis foramen intervertebralis pada radikulopati servikal. Cara pelaksanaanya, leher dalam posisi tegak, pemeriksa melakukan ditraksi pada daerah servikal dengan beben sekitar 14kg. Hasil positif bila nyeri radikular hilang atau berkurang (NN.,



Neuromusculoskeletal Examination and Assesment) (lihat gambar 10). Sensitifitas tes 40%-50%; spesifitas 90%



Gambar 45. Tes Distraksi (NN., Neuromusculoskeletal Examination and Assesment)



PEMERIKSAAN PENUNJANG Radiologi: Pemeriksaan radiologik ditujukan untuk pasien dengan nyeri persisten yang tidak berespon dengan terapi konservatif (Grub, dkk., 2000; Eubanks, 2010). 



Foto sevikal anteroposterior, lateral dan oblique . Foto polos servikal dikerjakan terutama apabila curiga adanya kelainan



struktural. Pada fase awal degenerasi diskus foto polos servikal masih normal. Dengan berjalannya waktu, pada foto polos servikal akan terlihat tinggi diksus intervertebralis berkurang. Pada foto polos mungkin dijumpai gambaran kalsifikasi dari ;schmorle’s node” dan formasi osteofit. Posisi oblique dikerjakan untuk melihat foramen intervertebralis. Foto polos servikal berguna untuk membedakan adanya fraktur dislokasi vertebra servikal. 



‘magnetic Rsonance Imaging’ (MRI). Untuk melihat komponen jaringan lunak dan cairan serebrospinal.



Direkomedasikan untuk menyingkirkan adanya ‘red flags’ dan apabila akan dilakukan prosedur intervensi. Pada MRI gambaran diskus yang normal masih terlihat putih tetapi pada diskus yang mengalami degenerasu akan terlihat hitam atau kehitaman karena berkurangnya kandungan air. MRI dapat mengevaluasi herniasi diskus dengan atau tandap kompresi pada saraf spinal atau medula



spinalis. Hasil MRI harus disesuaikan dengan temuan klinis, karena degenerasi diskus merupakan bagian dari proses dan dapat asimptomatik. 



‘Computed Tomograpic Myelography’ (CT-mielo). CT-mielo servikal dapat digunakan apabila pasien terpasang ‘pacemaker’



atau ;stainless steel’. 



Diskografi servikal Diskografi merupakan tindakan invasif. MRI lebih merupakan pilihan.



Dikerjakan pada kasus seperti nyeri aksial tanpa kelainan neurologik dan MRI tidak menambah informasi. Tes ini sebagai tes provokasi dignostik dan tes morfologi diskus untuk mengevaluasi penderita yang diduga mengalami nyeri diksogenik. Dilakukan suntikan normal saline atau media kontras pada diskus yang dicurigai. Sebuah diskus dikatakan simptomatik bila pada saat injeksi merasakan nyeri khas (‘concordant pain’). Diskus tidak akan diperiksa apabila terdapat osteofit yang menghambat masuknya jarum, jika ruang diskus menyatu atau terjadi fusi (Grubb, dkk., 2000; Eubanks, 2010). 



Pemeriksaan elektrodiagnostik Dipertimbangkan pada pasien dengan gejala atau pemeriksaan imejing



meragukan dan menyingkirkan adanya neuropati perifer.



TATALAKSANA Non Bedah 



Edukasi







Farmakoterapi Anti inflamasi nonsteroid dan inhibitor COX-2 umumnya efektif untuk mengatasi nyeri inflamasi. Selain itu juga dapat diberikan asetaminofen atau anti inflamasi non steroid topikal. Beberapa penderita mendapatkan manfaat dengan pemberian opioid pada fase akut, tetapi jangan lebih dari 3-7 hari. Dapat dipertimbangkan pemberian relaksan otot saat fase akut atau eksaserbasi akut. Antidepresan golongan trisiklik atau SNRI (serotoninnonadrenalin reseptor inhibitor), dan antikonvulsan gabapentin dapat diberikan pada nyeri radikular dan nyeri leher subakut atau khronik (Eubanks,



2010; Maree & Dunn, 2007). Hindari pemberian opioid pada nyeri kronik, pemberian steroid oral tidak direkomendasikan karena tidak adanya bukti yang kuat. 



Terapi Fisik Latihan dengan supervisi. Rentang gerak (‘range of motion’) pada keseluruhan otot leher terbukti bermanfaat. Dikerjakan 6 minggu setelah awitan nyeri, rentang gerak yang lebut, peregangan dan penguatan otot. Modalitas panas dapat meringankan gejala. Stimulasi listrik masih kontroversi.







Imobilisasi Penderita dengan nyeri leher akut, atau nyeri radikular tidak disarankan imobisasi lama. Sebenarnya imobilisasi cukup 48 jam. Bila akan imobilisasi dengan kolar servikal yang lembut maksimal kurang dari satu minggu, mungkin dapat meringankan gejala pada fase inflamasi.







Traksi Traksi servikal jangka pendek dapat meringankan gejela radikular. Teorinya traksi akan menyebabkan foramen intervertebralis terbuka dan terjadi dekompresi pada serabut saraf. Caranya 4 sampai 6kg traksi digunakan pada penderita dengan gejala mielopati.







Injeksi Steroid Suntikan steroid servikal dapat dipertimbangkan dalam pengobatan nyeri radikular (Machikanti, dkk., 2013). Suntikan perineural serviks (misalnya, translaminar dan epidural transforminal, dan epidural transforaminal, selektif blok akar saraf) harus dilakukan hanya setelah konfirmasi patologi melalui MRI. Injeksi steroid epidural merupakan intervensi nyeri non bedah yang paling umum untuk diskus herniasi dan inflamasi radiks saraf. Sekitar 80% penderita degan terapi ini menunjukkan perbaikan.







Bedah Satu dari tiga penderita yang diterapi nonbedah tetap memiliki gejela yang persisten. Setelah tidak diketemukan kontra indikasi faktor psikososial, penderita dengan nyeri radikular membandel (‘intactable’) yang tidak responsif dengan terapi adekuat lebih dari 6 minggu, adanya kelemahan



motorik menetap lebih dari 6 minggu, defisit neurologis yang progresif, gejala mielopati sedang-berat serta ditemukan adanya deformitas dan ketidakstabilan pada tulang belakang, sebaiknya dirujuk untuk dipertimbangkan tindakan operatif bedah secara umum adalah untuk dekompresi saraf, memperbaiki ‘aligment’ spinal dan stabilisasi spinal (Nizizawa dkk., 2012).



DAFTAR PUSTAKA Bogduk N, 2003, The Anatomy and Pathophysiology of Neck Pain, Physical Medicine and Rehabilitation Clinics of North America, 455-472 Bohinski R, 2016, Degenerative Disc Disease, Mayfield Brain & Spine, University of Cincinnati, Ohio Cheng J.S, dkk., 2012, Different Diagnosis of Regional and Diffuse Muscukoskeletal Pain, 625-638 Cohen S, 2015, Epidemiology, Diagnosis, and Treatment of Neck Pain, Symposium on Pain Medicine, Mayo Clinic, 284-300 Furman MB, Tekmyster G, Cervical disc disease, Medcsape.com Maree M., Dunn RN., 2007, Management of degenerative cervical disc disease. SA Orthopedic Jounal Autum, 10-16 NN, NN., Neuromusculoskeletal Examination and Assesment