Referat Operasi Glaukoma (Rev) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT OPERASI GLAUKOMA



Disusun untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Madya KSM Ilmu Kesehatan Mata RSD dr. Soebandi Jember



Disusun Oleh: Mochamad Fatchi



122011101061



Dear Farah Sielma 122011101092



Pembimbing: dr. Bagas Kumoro, Sp. M



LAB/KSM ILMU KESEHATAN MATA RSD dr. SOEBANDI JEMBER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2017



DAFTAR ISI DAFTAR ISI



2



BAB I. PENDAHULUAN



3



BAB II. TINJAUAN PUSTAKA



4



2.1.



Anatomi Fisiologi



4



2.1.1 Anatomi Sudut Filtrasi



4



2.1.2 Fisiologi Humor Aqueous



5



2.2.



Glaukoma



7



2.2.1. Definisi



7



2.2.2. Epidemiologi



7



2.2.3. Etiologi



8



2.2.4. Faktor Risiko



8



2.2.5. Patofisiologi



9



2.2.6. Klasifikasi



10



2.2.7. Penatalaksanaan



16



2.2.8. Komplikasi



19



2.2.9. Prognosis



19



BAB III. OPERASI GLAUKOMA



21



3.1. Trabekulektomi



21



3.2. Iridektomi Perifer



30



3.3. Sklerotomi dari Scheie



31



3.4. Cryotherapy Surgery



31



3.5. Laser Iridektomy



32



BAB IV. KESIMPULAN



38



DAFTAR PUSTAKA



39



2



BAB I. PENDAHULUAN Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.1 Kelainan ini ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang



disertai oleh



pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang. 1,2,3 World Health Organization (WHO) tahun 2002 mengungkapkan bahwa glaukoma merupakan penyebab kebutaan paling banyak kedua dengan prevalensi sekiar 4,4 juta (sekitar 12,3% dari jumlah kebutaan di dunia). Pada tahun 2020 jumlah kebutaan akibat glaukoma diperkirakan meningkat menjadi 11,4 juta. Prevalensi glaukoma juga diperkirakan meningkat, dari 60,5 juta pada tahun 2010 menjadi 79,6 juta pada tahun 2020.4 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah 4,6%.5 Berdasarkan penyebabnya, glaukoma dibagi menjadi glaukoma primer (sudut terbuka/akut dan tertutup/kronik), glaukoma kongenital (glaukoma pada bayi), glaukoma sekunder dan glaukoma absolut (glaukoma yang tidak terkontrol).6 Pada glaukoma kronik dengan sudut bilik mata depan terbuka, kerusakan saraf optik terjadi perlahan-lahan hampir tanpa keluhan subjektif. Hal ini menyebabkan penderita datang terlambat kepada dokter, biasanya kalau sudah memberikan keluhan atau glaukomanya sudah lanjut. Sedangkan, glaukoma akut sangat mengancam terjadinya kebutaan karena datangnya tiba-tiba, atau mungkin didahului beberapa tanda prodormal. Glaukoma akut ini merupakan kedaruratan okuler sehingga harus diwaspadai. Kebutaan akibat glaukoma dapat dicegah dengan diagnosis yang dibuat sejak dini dan penatalaksanaan yang tepat.6 Glaukoma akut merupakan masalah pembedahan. Pengobatan dengan obat harus dilakukan sebagai tindakan pertolongan darurat. Hal ini bertujuan untuk menurunkan tekanan bola mata untuk selanjutnya dilakukan pembedahan. Pada glaukoma kronik, apabila dengan obat-obatan yang maksimal tekanan bola mata tidak turun dan lapang pandang terus mundur, dilakukan pembedahan.



3



BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Fisiologi 2.1.1 Anatomi Sudut Filtrasi



Gambar 2.1 Anatomi Sudut Filtrasi Sumber : http://www.ntxeye.com/info/glaucoma.html Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan cairan bilik mata. Sudut ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bilik mata. Sudut ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membrane descement dan membrane Bowman. Akhir dari membrane Descement disebut garis Schwalbe.1,3,7 Limbus terdiri dari 2 lapisan yaitu epitel dan strima. Epitelnya 2 kali ketebalan epitel kornea. Di dalam stroma terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari arteri siliaris anterior.6,8



4



Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabecular, yang terdiri dari: 1. Trabekula korneoskleral Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea, menuju ke belakang mengelilingi Schlemm untuk berinsersi pada sclera. 2. Trabekula uveal Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral spur (insersi dari m. silliaris) dan sebagian ke m. silliaris meridional. 3. Serabut yang berasal dari akhir membrane descement (garis Schwalbe) Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m. silliaris radialis dan sirkularis. 4. Ligamentum pektinatum rudimenter Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula9 Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogeny, elastis dan seluruhnya diliputi oleh endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga bila ada darah di dalam kanalis Schlemm, dapat terlihat dari luar. Kanalis Schlemm merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5mm. Pada dinding sebelah dalam, terdapat lubang-lubang sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanalis Schlemm. Dari kanalis Schlemm keluar saluran kolektor, 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sclera dan episklera dan vena siliaris anterior di badan siliar.8,9



2.1.2 Fisiologi Humor Aqueous Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aqueous dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aqueous adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan posterior. Volumenya adalah sekitar 250 µL/menit. Tekanan osmotic sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi humor aqueous serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askrobat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea dan glukosa yang lebih rendah.10



5



Gambar 2.2 Fisiologi aliran humor aqueous Sumber : https://www.alpfmedical.info/visual-acuity/pupil.html Humor aqueous diproduksi oleh korpus siliaris. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosessus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera okuli posterior, humor aqueous mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior lalu ke trabecular meshwork di sudut kamera okuli anterior. Selama periode ini, terjadi pertukaran diferensial komponen-komponen dengan darah di iris. Peradangan atau trauma intraocular dapat menyebabkan peningktan konsentrasi protein. Hal ini disebut humor aqueous plasmoid dan sangat mirip dengan serum darah.10 Trabekula meshwork terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastic yang dibungkus oleh sel-sel trabekula yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase humor aqueous juga meningkat. Aliran humor aqueous ke dalam kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous)



6



menyalurkan airan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil humpr aqueous keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sclera (aliran uveoskleral).1 2.2. Glaukoma 2.2.1. Definisi



Gambar 2.3 Glaukoma Sumber : https://medlineplus.gov/ency/article/001620.htm Glaukoma adalah suatu neuropati optik (kerusakan saraf mata) disebabkan oleh TIO yang tinggi (relatif) ditandai oleh kelainan lapang pandang dan berkurangnya serabut saraf optik. Tekanan intraocular ditentukan oleh keceptan pembentukan humour aqueos dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Tekanan intraocular dianggap normal bila 40 tahun dan 2-3% orang berusia >70 tahun diperkiran menderita glaukoma sudut terbuka.1



2.2.3. Etiologi Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokular yang dapat disebabkan bertambahnya produksi humor aqueous oleh badan sillier ataupun berkurangnya pengeluaran humour aqueous di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil. Tekanan intraocular adalah keseimbangan antara produksi humour aqueous, hambatan terhadap aliran aqueous, dan tekanan vena episklera. Ketidakseimbangan antara ketiga hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraocular, akan tetapi hal ini lebih sering disebabkn oleh hambatan terhadap aliran humour aqueous atau aliran humor aqueous yang lemah. 11 Peningkatan tekanan intraocular akan mendorong perbatasan antara nervus optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke nervus optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan. 11



2.2.4. Faktor Risiko Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah: 1. Tekanan darah rendah atau tinggi 2. Fenomena autoimun 3. Degenerasi primer sel ganglion 4. Usia diatas 45 tahun 5. Riwayat glaukoma pada keluarga 6. Miopia atau hipermetropia 7. Pasca bedah dengan hifema atau infeksi



8



Sedangkan beberapa hal yang memperberat resiko glaukoma adalah: 1. Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat 2. Makin tua usia, makin berat 3. Hipertensi, resiko 6 kali lebih sering 4. Pekerja las, resiko 4 kali lebih sering 5. Riwayat keluarga dengan glaukoma, resiko 4 kali lebih sering 6. Merokok, resiko 4 kali lebih sering 7. Miopia, resiko 2 kali lebih sering 8. DM, resiko 2 kali lebih sering



2.2.5. Patofisiologi Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada keadaan fisiologis bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan trabecular meshwork, kanal Schlemm, biji sclera, garis Schwalbe dan jonjot iris. Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membrane desement, kanal Schlemm yang menampung cairan mata kesalurannya. 13 Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan dengan sclera kornea dan disini ditemukan scleral spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Trabekular meshwork mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan uvea. 13 Tekanan intraocular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan (aqueous humor) bola mata oleh adan siliar dan hambatan yang terjadi pada trabecular meshwork. Aqueous humor yang dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata belakang, kemudian melalui pupil menuju bilik mata depan dan terus ke bilik mata depan, tepatnya ke trabecular meshwork, mencapai kanal Schlemm dan melalui saluran ini keluar dari bola mata. Pada glaukoma kronik sudut terbuka, hambatannya terletak pada trabecular meshwork maka akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi. Pada



9



glaukoma akut hambatan terjadi karena iris perifer menutup sudut bilik depan, hingga jaringan trabekulum tidak dapat dicapai. 13



2.2.6. Klasifikasi Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologinya: 12 A. Glaukoma Primer



1. Glaukoma sudut terbuka 2. Glaukoma sudut tertutup



B. Glaukoma Sekunder



1. Glaukoma pigmentasi 2. Sindrom eksfoliasi 3. Akibat kelainan lensa (fakogenik) 4. Akibat kelainan traktus uvea 5. Sindrom iridokorneoendotelial (ICE) 6. Trauma 7. Pascaoperasi 8. Glaukoma neovaskular 9. Peningkatan tekanan episklera 10. Akibat steroid



C. Glaukoma Kongenital



1. Glaukoma kongenital primer 2. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain 3. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular



D. Glaukoma Absolut



Stadium akhir dari glaukoma apabila tidak terkontrol



Tabel 2.1 Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi A. Glaukoma Primer6 Glaukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak didapatkan kelainan yang merupakan penyebab glaukoma. Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah memiliki bakat bawaan glaukoma, seperti: a. Gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan anatomis bilik mata menyempit.



10



b. Kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan (goniodisgenesis), berupa trubekulodisgenesis, iridodisgenesis dan korneodisgenesis dan yang paling sering beripa trabekulodigenesis dan goniodisgenesis. Glaukoma primer bersifat bilateral yang tidak selsalu simetris dengan sudut bilik mata tertutup ataupun terbuka, pengelompokkan ini berguna untuk penatalaksanaan dan peneitian. Glaukoma Sudut Terbuka (Glaukoma Kronis)



Gambar 2.4 Glaukoma Sudut Terbuka Sumber : http://www.haasvisioncenter.com/glaucoma Glaukoma sudut terbuka merupakan bentuk glaukoma yang umum ditemukan, yaitu mencakup sebanyak 90% kasus dari semua kasus glaukoma.1 Glaukoma kronis atau glaukoma primer sudut terbuka biasanya bilateral tetapi tidak selalu simetris, yaitu dimana proses perjalanan penyakit tidak sama pada kedua mata. Karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka:3 



Onset saat dewasa







TIO >21 mmHg







Ada gambaran sudut bilik mata depan terbuka







Ada kerusakan papil nervus optikus glaukomatosa







Gangguan lapang pandang



11



Gejala yang ditimbulkan biasanya bersifat progresif dan sering kali tidak menimbulkan keluhan. Gejala yang mungkin timbul adalah:3,6 



Glaukoma kronis biasanya baru menimbulkan gejala jika terjadi penurunan lapang pandang yang nyata. Hal ini disebabkan karena penurunan lapang pandang dimulai dari daerah nasal yang biasanya sulit dideteksi karena terdapat kompensasi dari mata sisi sebelahnya.







Sakit kepala







Sakit mata







Adanya halo/pelangi disekitar lampu







Riwayat penyakit mata seperti mata merah, gangguan lapang pandang, katarak, uveitis, retinopati diabetic, oklusi vascular dan trauma







Riwayat penyakit dahulu seperti operasi mata







Riwayat penggunaan obat seperti antihipertensi atau steroid topical







Riwayat keluarga menderita glaukoma, miopi, penyakit CVS, DM, migraine, Hipertensi, vasospasme. Pemeriksaan yang diperlukan pada pasien yang dicurigai glaukoma kronis adalah :1,6







Pemeriksaan visus







Pemeriksaan pupil untuk melihat reflex cahaya langsung dan tak langsung







Pemeriksaan Marcus Gunn Pupil untuk melihat defek pupil aferan relative







Pemeriksaan gonioskopi untuk menunjukkan tidak ada tanda glaukoma sekunder







Perimetri untuk memeriksa lapang pandang perifer dan sentral







Pemeriksaan TIO dengan tonometri. Diduga glaukoma jika TIO >21mmHg atau ada perbedaan 5mmHg antara kedua mata.







Pemeriksaan diskus optikus dapat ditemukan tanda penggaungan yang khas yaitu pinggir temporal menipis, adanya ekskavasi melebar dan mendalam tergaung, tampak bagian pembuluh darah di tengah papil tidak jelas, tampak pembuluh darah seolah-olahh menggantung di pinggir dan terdorong kearah nasal, dan jika tekanan cukup tinggi akan terlihat pulsasi arteri.



12



Glaukoma Sudut Tertutup (Glaukoma Akut)



Gambar 2.5 Glaukoma Sudut Tertutup Sumber : http://www.haasvisioncenter.com/glaucoma Glaukoma primer sudut tertutup ditandai dengan sudut bilik mata depan yang tertutup. Gejala yang dirasakan oleh pasien, seperti:1,12 



Tajam penglihatan kurang (kabur mendadak)







Nyeri hebat periorbita







Pusing







Mual muntah







Mata merah, bengkak, berair







Melihat halo (pelangi disekitar objek)



Pada pemeriksaan oftalmologi dapat ditemukan:1,6 



Injeksi silier yang lebih hebat di dekat limbus kornea-sklera dan berkurang kearah forniks







Mid-dilatasi pupil dan reflex pupil negative







Kornea tampak edema dan keruh







Kamera okuli anterior sempit







TIO meningkat







Visus sangat turun hingga 1/300







Lapang pandang menyempit







Diskus optikus terlihat merah dan bengkak



13



B. Glaukoma Sekunder Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebab TIO meningkat atau karena manifestasi dari keadaan/penyakit lain. Glaukoma sekunder dapat disebabkan oleh:12 



Glaukoma pigmentasi







Sindrom eksfoliasi







Akibat kelainan lensa (fakogenik)







Akibat kelainan traktus uvea







Sindrom iridokorneoendotelial (ICE)







Trauma







Pascaoperasi







Glaukoma neovaskular







Peningkatan tekanan episklera







Akibat steroid



C. Glaukoma Kongenital Glaukoma kongenital timbul saat lahir atau dalam tahun pertama dengan gejala klinis:1,13 



Mata berair berlebihan







Peningkatan diameter kornea (buftalmos)







Kornea berawan karena edema epitel, terpisah atau robeknya membrane descement







Fotofobia sehingga bayi tidak tahan sinar matahari dan menjauhi sinar dengan menyembunyikan mata







Peningkatan tekanan intraocular







Peningkatan kedalaman kamera anterior







Pencekungan diskus optikus



14



D. Glaukoma Absolut Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut dapat ditemukan :6 



Kebutaan total







Mata lelah







Kornea keruh







Bilik mata dangkal







Papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa







Mata keras seperti batu







Nyeri periorbita







Timbul penyulit berupa neovaskularisasi iris Pengobatan glaukoma abdolut dapat dengan memberikan sinar beta pada



badan sillier untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata lelah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.



15



2.2.7. Penatalaksanaan a. Terapi Medikamentosa1,3,6,7 Prinsip dari tatalaksana glaukoma adalah untuk menurunkan tekanan intraocular.



Gambar 2.6 Terapi Medikamentosa Glaukoma7 Sumber : Epstein, DL. Chandler and Grant’s Glaucoma 3 ed. Philadelphia : Lea & Febiger, 2013. A. Beta blockers Farmakodinamik: Menurunkan produksi humor aqueous Reduksi TIO: 20-25% Efek Samping: Toksisitas kornea, reaksi alergi, bronkospasme, bradikardi, depresi, impotensi Kontraindikasi: PPOK (nonselektif), asma (nonselektif), gagal jantung kongestif, bradikardia, hipotensi, blok jantung lebih dari derajat I Contoh Obat: 16







Timolol larutan 0,25% dan 0,5%; gel 0,25% dan 0,5%; 1-2x/hari, 12-24 jam







Betaksolol larutan 0,5%; suspensi 0,25%; 2x/hari, 12-18 jam







Levobunolol larutan 0,25% dan 0,5%; 1-2x/hari, 12-24 jam







Metipranolol 0,3%



B. Karbonik anhydrase inhibitor Farmakodinamik: Menurunkan produksi humor aqueous Reduksi TIO: 15-20% Efek Samping: 



Topikal  sensasi rasa metalik, dermatitis atau konjungtivitis alergi, edema kornea







Oral







Sindrom



Steven-Johnson,



malaise,



anoreksia,



depresi,



ketidakseimbangan elektrolit serum, batu ginjal, diskrasia darah (anemia aplastic, trombositopenia), rasa metalik Kontraindikasi:



Alergi



sulfonamide,



batu



ginjal,



anemia



aplastic,



trombositopenia, penyakit anemia sel sabit Contoh obat: Topikal: 



Dorzolamide larutan 2%; 2-3x/hari, 8-12 jam







Brinzolamide suspensi 1%; 2-3x/hari, 8-12 jam



Sistemik : Asetazolamid 250 mg tab; ½-4 tab/hari, 6-12 jam C. Agonis alfa adrenergic Farmakodinamik: 



Non-selektif : memperbaiki aliran aqueous







Selektif : menurunkan produksi aqueous humor, menurunkan tekanan vena apisklera atau meningkatkan aliran keluar uveosklera



Reduksi TIO: 20-25% Efek Samping: Injeksi konjungtiva, reaksi alergi, kelelahan, somnolen, nyeri kepala Contoh obat: 17







Brimonidine 0,2% 2x/hari, 8-12 jam







Apraclonidine 1% dan 0,5%; jangka pendek



D. Agen Parasimpatomimetik (Miotika) Farmakodinamik: meningkatkan aliran keluar trabekula Reduksi TIO: 20-25% Efek Samping: Peningkatan myopia, nyeri pada mata atau dahi, penurunan tajam penglihatan, katarak, dermatitis kontak periokuler, toksisitas kornea, penutupan sudut paradoksal Kontraindikasi: Glaukoma neovskular, uveitis, atau keganasan Contoh obat: 



Pilocarpine larutan 0,5%, 1%, 2%, 3%, 4%, 6%; 2-4x/hari, 4-12 jam







Carbachol larutan 1,5%, 3%; 2-4x/hari, 4-12 jam



E. Analog prostaglandin Farmakodinamik: meningkatkan aliran keluar uveosklera atau trabecular Reduksi TIO: 25-33% Efek Samping : cystoid macular edema (CME), injeksi konjungtiva, peningakatan pertumbuhan bulu mata, hiperpigmentasi periokular, perubahan warna iris, uveitis, kemungkinan aktivasi virus herpes Kontraindikasi: macular edema, riwayat keratitis herpes Contoh obat: 



Latanoprost, 0.005%, 1X/hari, 24-36 jam







Travoprost, 0.004%, 1X/hari, 24-36 jam







Bimstoprost, 0.03%, 1X/hari, 24-36 jam







Unoprostone, 0.15%, 1X/hari, 12-18 jam



F. Obat lainnya : 



Dipivefrine, larutan 0,1%, 2/hari, 12-18 jam; adrenergic; meningkatkan keluarnya aquos humor melalui saluran uveo-sklera



G. Gabungan tetap 



Timolol/dorzolamide, 0,5%/2%, 2/hari, 12 jam







Timolol/latanoprost, 0,5%/0.005%, 1X/hari, 24 jam



18



H. Neuroprotektor Obat neuroprotektif dimasukkan kedalam kelompok berikut : 



Anti radikal bebad







Obat anti eksitotoksik







Anti apoptosis







Obat anti radang







Faktor neurotrofik







Metal ion chelators







Ion channel modulators







Terapi gen



I. Terapi Bedah (dibahas pada BAB 3)



2.2.8. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: 10 A. Sinekia anterior perifer Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran mata keluar. B. Katarak Lensa kadang-kadang melekat membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang membengkak mendorong iris lebih jauh kedepan yang akan menambah hambatan pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut. C. Atrofi retina dan saraf optik Daya tahan unsure-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang tinggi adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada pupil optik dan atrofi retina, terutama pada lapisan sel-sel ganglion.



2.2.9. Prognosis Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila obat tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik.



19



Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik. 1,2



20



BAB III. OPERASI GLAUKOMA



Sasaran utama pengobatan glaukoma adalah untuk menurunkan tekanan intraokuler sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan lapangan pandang dan ketajaman penglihatan lebih lanjut yang berujung pada kebutaan dengan cara mengontrol tekanan intraokuler supaya berada dalam batasan normal. Indikasi terapi bedah: 



TIO tidak dapat dipertahankan dibawah 22 mmHg







Lapang pandang terus mengecil







Pasien yang tidak dapat dipercaya pengobatannya







Tidak mampu membeli obat seumur hidup







Tidak tersedia obat yang diperlukan Prinsip operasi: fistulasi, membuat jalan baru untuk mengeluarkan humor



aqueous, karena jalan yang normal tidak dapat digunakan lagi. Pada glaukoma akut, setelah pengobatan medikamentosa berhasil, dapat dilakukan iridektomi perifer. Teknik pembedahan ini digunakan untuk glaukoma dalam fase prodormal, glaukoma akut yang baru terjadi, atau untuk tindakan pencegahan pada mata sebelahnya yang masih sehat (iridektomi perifer preventif). Pada glaukoma kronis, setelah diobati seperti halnya glaukoma akut, dapat dilakukan pembedahan filtrasi. Pembedahan filtrasi ini termasuk trabekulektomi, trepanasi Elliot, dan sklerotomi Scheie. Pembedahan filtrasi dilakukan apabila glaukoma akut sudah berlangsung lama (glaukoma kongestif kronik) dan pada glaukoma sudut terbuka (glaukoma kronik).



3.1. Trabekulektomi Merupakan teknik yang paling sering digunakan. Pada teknik ini, bagian kecil trabekula yang terganggu diangkat kemudian dibentuk bleb dari konjungtiva sehingga terbentuk jalur drainase yang baru. Lubang ini akan meningkatkan aliran keluar cairan aquous sehingga dapat menurunkan tekanan intraokuler. Operasi ini diindikasikan ketika terapi medis yang paling maksimal untuk ditoleransi dan terasi laser mengalami kegagalan atau tidak cukup untuk mencegah kerusakan 21



progresif. Meskipun komplikasi potensial adalah terjadinya glaukoma insisional, prosedur trabekulektomi ini masih boleh dilakukan pada mata yang mengalami hipertensi okular. Pada situasi yang lebih sedikit pengirisan contohnya pada satu mata yang mengalami glaukoma dan memiliki TIO tinggi meskipun sudah diterapi dengan medikamentosa, beberapa ahli menyarankan tindakan bedah sebelum terjadi kerusakan.14 Indikasi utama untuk operasi adalah progresi kerusakan lapang pandang dan TIO yang tidak terkontrol. Pemeriksaan lapang pandang berbagai cara mungkin dibutuhkan untuk mengkonfirmasi progresi. Pada beberapa kasus keputusan untuk operasi dibuat meskipun tidak tercatat adanya progresi penyakit dan dibuat berdasarkan klinis bahwa TIO terlalu tinggi pada tahap ini. TIO 25 mmHg bukanlah indikasi untuk operasi pada mata dengan hipertensi okuler namun TIO bisa menjadi indikasi untuk operasi pada kasus glaukoma optik neuropati awitan dini. LTP (Laser Trabeculoplasty) tidak selalu diperlukan sebelum prosedur trabekulektomi.27 Pada glaukoma sudut terbuka primer yang sudah stadium lanjut membutuhkan target TIO yang sangat rendah maka dilakukan trabekulektomi. Trabekulektomi akan dilakukan jika laser tidak dapat dikerjakan seperti pada pasien yang tidak kooperatif atau trabekulum tidak dapat dilihat dengan jelas misalnya pada sudut sempit atau kekeruhan kornea.27 Pada glaukoma sudut tertutup primer akut trabekulektomi diindikasikan bila sudah terdapat PAS (Peripheral anterior synechia) lebih dari 70%, sedangkan apabila PAS yang terjadi masih 50% iridektomi masih mungkin dilakukan dan bila pascaepisode akut dengan medikamentosa maksimal sudut mata masih tertutup lebih dari 75% dengan gonioskopi indentasi dan atau TIO masih lebih dari 45 mmHg. Pada keadaan ini keberhasilkan iridektomi hanya 43%. Karena komplikasi durante dan pascatrabekulektomi maka biasanya trabekulektomi tidak dilakukan pada keadaan akut, akan tetapi trabekulektomi dapat disarankan ila serangan terjadi lebih dari 36-72 jam. 27



22



Kontraindikasi relatif untuk trabekulektomi bisa kontraindikasi okuler dan sistemik. Mata yang buta tidak dipertimbangkan untuk operasi insisional. Cyclodestruction adalah alternatif yang lebih baik untuk menurunkan TIO pada mata tersebut. Risiko oftalmia simpatif harus selalu diwaspadai ketika melakukan prosedur pada mata yang buta atau mata yang mengalami gangguan visus berat. Kondisi



yang



menjadi



predisposisi



kegagalan



trabekulektomi



adalah



neovakularisasi aktif segmen anterior (rubeosis iridis) atau uveitis anterior aktif adalah kontraindikasi relatif. Kondisi tadi harus ditangani lebih dahulu jika perlu implantasi selang pintas harus dipertimbangkan. Keberhasilan trabekulektomi sangat sulit dicapai apabila terjadi trauma konjungtiva ekstensif (contoh: pasca operasi retinal detachment atau trauma kimia). Pada beberapa kasus angka keberhasilan operasi diturunkan oleh peningakatan risiko pementukan jaringan ikat (scarring). 27 Prosedur trabekulektomi dapat dibagi menjadi beberapa langkah dasar: 29 a. Eksposur Jahitan traksi kornea atau limbus dapat merotasi bola mata ke arah bawah dan memberkan eksposur sulkus superior dan limbus yang cukup sehingga memudahkan proses flap konjungtiva dengan dasar limbus. Teknik lain yang bisa dilakukan adalah jahitan kekang rektus superior namun teknik ini lebih sering menimbulkan ptosis setelah operasi dan perdarahan subkonjungtiva.



Gambar 3.1 Eksposur untuk trabekulektomi (A) jahitan traksi kornea (B) jahit kekang rektus superior. 29



23



b. Insisi konjungtiva Secara tradisional trabekulektomi diposisikan pada jam 12 atau dimana pun pada kuadran superior tergantung pada preferensi dokter bedah. Terdapat bukti bahwa dengan penggunaan agen antifibrotik, bleb trabekulektomi sebaiknya diposisikan pada jam 12 untuk mengurangi risiko ekposur bleb dan disestesia. Flap konjungtiva dengan dasar forniks maupun limbus dapat dilakukan. Setiap teknik memiliki keuntungan dan kerugian. 29 Teknik dengan fornix lebih mudah dilakukan namum membutuhkan proses penjahitan di akhir prosedur yang sangat hati-hati untuk mencegah kebocoran



akuos



humor. Keuntungan



teknik



dasar forniks



adalah



pembentukan parut subkonjungtiva di atas flap sklera sehingga mendorong aliran akuos ke arah posterior. 2



Gambar 3. 2 Konjungtiva flap dasar forniks. A. Gambar menunjukkan insisi inisisal melalui konjungtiva pada limbus dan insersi kapsul tenon. Panjang insisi inisial sekitar 6-7 mm. Jaringan di sekitar insisi dirusak dengan gunting tumpul sebelum flap sklera disiapkan. B. Insisi ditutup dengan jahitan terputus, jahitan purse-string atau dengan jahit jelujur.2 Teknik dasar limbus secara teknik lebih menantang namun akan mengamankan penutupan karena jauh dari limbus. Insisi harus dilokasikan 8-10 mm posterior limbus dan perlu perawatan untuk menghindari tendon otot rektus superior. Keuntungan dari teknik limbus adalah berkurangnya risiko kebocoran



24



akuos post operasi. Kerugian yang mungkin muncul adalah timbulnya parut subkonjungtiva posterior dari flap sklera sehingga aliran akuos posterior terhenti dan menyebabkan pembentukan bleb lokal dekat dengan limbus.29



Gambar 3.3 Flap konjungtiva dengan dasar limbus. A. Gambar menunjukkan insisi inisial melalui konjungtiva dan kapsul tenon. B. Foto klinis yang menunjukkan bagian A, insisi inisial untuk membuat flap konjungtiva dengan dasar limbus. C. Insisi tenon 8-10 mm posterior dari limbus. D. Diseksi interior konjungtiva-flap tenon dengan eksisi adhesi episkleral tenon. 29 c. Flap sklera Teknik yang sering digunakan adalah membuat flap triangular, trapezoidal, atau rektangular sepanjang 3-4 mm. Apabila flap konjungtiva dengan dasar forniks digunakan, sebaiknya menghindari diseksi flap sisi anterior dari kornea. Hal itu karena diseksi anterior dapat memicu kebocoran luka lebih dini.29



25



Gambar 3.4 Proses pembuatan flap sklera. Persiapan flap sklera selebar 4 mm dan 2-2,5 mm depan ke belakang dengan kedalaman 50-75%. A. Margin posterior diiris dengan pisau kecil B. Pisau sabit untuk membuat terowongan sklera dengan ketebalan parsial C. Sisi terowongan dibiarkan terbuka untuk mebuat flap D. Hasil akhir prosedur.29 Terdapat beberapa macam bentuk flap sklera yang bisa dibuat yaitu segitiga, persegi panjang, persegi, dan busur. Variasi bentuk



ini



mengakibatkan variasi hasil operasi. Menurut penelitian flap bentuk persegi panjang dan persegi dapai mencapai penurunan TIO yang lebih besar dibandingkan flab segitiga. Hal ini dipengaruhi oleh luas permukaan flap. Ditemukan pula bahwa semakin tebal flap maka aliran akuos humor akan menurun sedangkan semakin besar ukuran flap menyebabkan aliran akuos yang lebih kencang.21



26



Gambar 3.5 Ilustrasi bentuk flap sklera. A. Bentuk busur B. Segitiga C. Persegi panjang D. Trapezoid. 21



d. Parasintesis Agar dokter bedah dapat mengotrol bilik mata depan, parasintesis harus dilakukan setelahnya. Dengan dilakukannya prosedur ini salt ophtalmic solution atau viscoelastic dapat dimasukkan. BSS (Balanced Salt ophthalmic Solution) dimasukkan melalui insisi parasintesis dan tekanan jahitan dapat ditirunkan sampai aliran minimal. Apabila setelah operasi bilik mata menjadi datar maka dapat dilakukan pembentukan bilik mata ulang melalui parasintesis yang sudah ada.29



Gambar 3.6 Parasentesis dibuat melalui kornea jernih, radial terhadap limbus.29



27



e. Keratektomi Keratektomi biasa dilakukan dengan sebuah alat pembuat lubang (punch), meskipun sumbatan juga bisa dipotong dengan pisau. Drainase cairan akuos secara umum tidak dipengaruhi dengan ukuran lubang. Lubang yang kecil bisa mendrainase akuos melebihi yang diinginka untuk menurunkan TIO. Meskipun begitu keratektomi harus cukup besar untuk mencegah oklusi oleh iris, namun cukup kecil sehingga dapat tertutup oleh flap sklera.29



Gambar 3.7 Ahli bedah dapat melakukan keratektomi dengan cara A) Memasukkan alat pembuat lubang (punch) di bawah flap sklera; (B) memrangkap bibir posterior dari jalan masuk bilik mata depan; dan (C) memindah punch (0,75-1 mm) kornea perifer posterior. Iridektomi perifer dilakukan dengan menggunakan gunting iridektomi (D). 29



f. Iridektomi Iridektomi dilakukan untuk menurunkan risiko iris menutup sklerotomi, khususnya pada mata dengan bilik mata dangkal dan untuk mencegah blok pupil. Iridektomi tidak selalu diperlukan pada mata pseudofakia dengan bilik mata dalam. Apabila titanium shunt sudah dipasang maka iridektomi tidak perlu dilakukan.29



28



g. Penutupan flap sklera Flap didekatkan dengan alasnya menggunakan nilon 10-0 atau 9-0. Banyak ahli bedah menutup flab dengan kencang untuk meminimalisasi pendangkalan bilik mata depan pos operasi. Sangat penting untuk mengecek integritas flap sklera sebelum menutup konjungtiva. Ketika MMC digunakan, tekanan dan jumlah jahitan harus disesuaikan ampai aliran spontan yang optimal dapat dilihat. 29



Gambar 3.8. Pada trabekulektomi dengan MMC, flap sklera ditutub dengan erat agar aliran spontan berlangsung minimal. Penutupan bisa dilakukan dengan benang yang jahitan releasable suture yang bisa dilepas nanti dengan slit lamp untuk meningkatkan aliran atau dengan jahitan terputus yang bisa dilepas dengan laser setelah operasi.29 h. Penutupan konjungtiva Banyak teknik yang telah dikembangkan untuk menutup konjungtiva. Untuk flap dengan dasar forniksn konjungtiva ditutup pada limbus. Banyak teknik yang bisa dilakukan termasuk jahitan episklera terputus pada tiap ujung insisi dengan atau tanpa jahitan matras diantaranya. Untuk flap dengan dasar limbus, konjungtiva dan kapsul tenon ditutup secara terpisah atau bersamaan pada satu lapis dengan jahitan jelujur menggunakan nilon 9-0 atau



29



poliglaktin 910 pada jarum vaskular. Teknik ini meminimalisasi kebocoran luka pada prosedur dimana MMC dipergunakan.29



3.2. Iridektomi Perifer Pada tindakan ini dibuat celah kecil pada kornea bagian perifer dengan insisi di daerah limbus. Pada tempat insisi ini, iris dipegang dengan pinset dan ditarik keluar. Iris yang keluar digunting sehingga akan didapatkan celah untuk mengalirnya cairan aquos secara langsung tanpa harus melalui pupil dari bilik mata belakang ke bilik mata depan. Teknik ini biasanya dilakukan pada glaukoma sudut tertutup, sangat efektif dan aman, namun waktu pulihnya lama 6.



Gambar 3.9 Iridektomi perifer.6 Sumber: http://www.surgeryencyclopedia.com/Fi-La/Iridectomy.html



30



3.3. Sklerotomi dari Scheie Pada Operasi Scheie diharapkan terjadi pengaliran cairan aquos di bilik mata depan langsung ke bawah konjungtiva. Pada operasi ini dilakukan pembuatan flep konjungtiva di limbus atas (arah jam 12) dan dibuat insisi korneoskleral ke dalam bilik mata depan. Untuk mempertahankan insisi ini tetap terbuka, dilakukan kauterisasi di tepi luka insisi. Kemudian flep konjungtiva ini ditutup. Dengan operasi ini diharapkan terjadinya filtrasi cairan aquos melalui luka korneoskleral ke subkonjungtiva. 6



3.4. Cryotherapy Surgery Pada glaukoma absolut badan siliar berfungsi normal memproduksi cairan akuous, tapi arus keluar terhambat untuk satu alasan atau yang lain. Sehingga tekanan intraokular yang tinggi menyebabkan rasa sakit kepada pasien dan menyebabkan mata buta yang menyakitkan. Karena itu, dilakukan dengan cara menghancurkan badan siliar dengan cyclocryotherapy mengarah pada mengurangi pembentukan cairan akuos, menurunkan tekanan intraokular dan memperbaiki rasa sakit. 6 Caranya terlebih dahulu menginjeksikan obat anestesi dibawah permukaan retrobulbar dan injeksi 2% Xylocain, melingkar dan mencembung dari retina (cryo-probe) dengan diameter 4 mm, dilakukan langsung pada permukaan konjungtiva utuh, pusat ujung menjadi 4 mm dari limbus, selama 1 menit pada suhu sekitar-60 ° sampai -65 °, secara langsung di atas tubuh ciliary. Dalam semua kasus, probe diaplikasikan sedemikian rupa sehingga margin es-kawah menyentuh satu sama lain pada setiap aplikasi, dan aplikasi yang diberikan di sekeliling limbus, kecuali dalam dua belas pertama matanya di mana ia diterapkan di bagian atas saja. Setelah cryosurgery mata yang empuk selama 24 jam, dengan menggunakan salep mata chloromphenical yang kemudian dilanjutkan 4 kali sehari. Tidak ada obat anti-inflamasi digunakan baik secara lokal atau sistemik. Hanya analgesik diberikan. Pasca-operasi tekanan intraokular diperiksa setelah 24 jam, pada hari ke 7, hari ke 14, 6 minggu dan 3 bulan setelah operasi.Keunggulan melakukan cyclocryotherapy karena memiliki keunggulan cyclodiathermy suhu



31



subfreezing kurang merusak struktur lain mata, dapat dengan aman diulang beberapa kali, dapat dilakukan sebagai prosedur rawat jalan.6



3.5. Laser Iridektomy Pada teknik laser, operator akan mengarahkan sebuah lensa pada mata kemudian sinar laser diarahkan ke lensa itu yang akan memantulkan sinar ke mata. Risiko yang dapat terjadi pada teknik ini yaitu tekanan intraokuler yang meningkat sesaat setelah operasi. Namun hal tersebut hanya berlangsung untuk sementara waktu. Teknik ini biasa digunakan sebagai terapi pencegahan yang aman dan efektif untuk glaukoma sudut tertutup. Dilakukan dengan membuat celah kecil di iris perifer dan mengangkat sebagian iris yang menyebabkan sempitnya sudut bilik mata depan. Beberapa keadaan yang tidak memungkinkan dilakukannya laser iridektomy, diantaranya kekeruhan kornea, sudut bilik mata depan yang sangat sempit dengan jaringan iris yang sangat dekat dengan endotel kornea, penderita yang pernah menjalani operasi ini sebelumnya namun gagal dan pada penderita yang tidak bisa diajak bekerja sama. 6



Gambar 3.10 Laser iridektomi 6 Sumber: http://eyesoftexas.us/laser-iridotomy/



32



Indikasi untuk iridektomi meliputi: 



Adanya blok pupil dan kebutuhan untuk menentukan adanya blok pupil.







Mencegah adanya blok pupil pada orang yang beresiko tinggi untuk terkena glaucoma yang ditentukan dengan pemeriksaan gonioskopik atau karena adanya serangan sudut tertutup pada mata yang lain



Kontra indikasi untuk iridektomi meliputi: 



Mata dengan rubeosis iridis aktif karena dapat berdarah setelah dilakukan iridektomi laser







Resiko perdarahan juga meningkat pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulasi sistemik, termasuk aspirin Iridektomi tidak bermanfaat untuk penutupan sudut yang tidak disebabkan



oleh mekanisme blok pupil, kadang-kadang iridektomi laser diperlukan untuk memastikan bahwa tidak terjadi blok pupil (indikasi diagnostic). Teknik yang digunakan: 



Iridektomi laser Argon Laser argon dapat dipergunakan untuk melakukan iridektomi pada sebagian besar mata. Namun, iris yang sangat gelap atau sangat terang menimbulkan kesalahan teknis. Dengan menggunakan lensa kontak yang dipadatkan, pengaturan laser awal yang khas adalah berdurasi 0.02-0.1 detik. Ukuran bintik 50 µm. dan kekuatan 800-1000 mW. Terdapat berbagai variasi teknik dan warna iris menentukan teknik yang dipakai. Komplikasi meliputi opasitas lensa terlokalisir, peningkatan TIO yang akut (yang dapat merusak nervus optikus), iritis sementara atau menetap, penutupan awal dari iridektomi dan terbakarnya kornea dan retina.







Laser Nd: YAG Q-switched Laser ini umumnya membutuhkan pulsasi yang lebih kecil dan energy yang lebih sedikit dibandeng laser argon untuk membuat iridektomi menetap dan merupakan teknik yang disukai pada sebagian besar mata. Efektivitas laser ini tidak mempengaruhi laser iris. Dengan lensa kontak yang dipadatkan, pengaturan laser awal yang khas adalah 2-8 mJ.



33



Pada umumnya komplikasi yang terjadi pada laser iridektomi meliputi kerusakan lokal pada lensa dan kornea, ablasio retina, pendarahan, gangguan visus dan tekanan intra okular meningkat. Kerusakan lensa dihindari dengan cara menghentikan prosedur dan segera penetrasi iris untuk iridektomi lebih ke superior iris perifer. a) Laser Peripheral Iridotomy (LPI) Dilakukan pada glaukoma sudut tertutup. Pada teknik ini dibuat lubang kecil di iris perifer sehingga iris terdorong ke belakang lalu sudut bilik mata depan akan terbuka.



Gambar 3.11 Laser Peripheral Iridotomy (LPI) 6 b) Laser Trabeculoplasty Dilakukan pada glaukoma sudut terbuka. Sinar laser (biasanya argon) ditembakkan ke anyaman trabekula sehingga sebagian anyaman mengkerut. Kerutan ini dapat mempermudah aliran keluar cairan aquos. Pada beberapa kasus, terapi medikamentosa tetap diperlukan. Tingkat keberhasilan dengan Argon laser trabeculoplasty mencapai 75%. Karena adanya proses penyembuhan luka maka kerutan ini hanya akan bertahan selama 2 tahun.



34



Gambar 3.12 Laser Trabeculoplasty Sumber: http://www.palopticlub.com/vb/showthread.php?t=2911 c) Neodymium: YAG laser cyclophotocoagulation (YAG CP) Teknik ini digunakan pada glaukoma sudut tertutup. Caranya dengan merusak sebagian corpus siliar sehingga produksi cairan aquos berkurang.



Gambar 3.13 YAG CP Sumber:http://biomed.brown.edu/Courses/2006108websites/group02glaucoma.html d) Pintasan Pipa Glaukoma Beberapa tipe alat telah dicptakan untuk membantu filtrasi dengan memintas aquous ke tempat di sebelah posterior limbus.



Alat pintasan atau drainase



umumnya ditempatkan pada bilik anterior atau melewati pars plana yang mengalir ke penampungan ekstraokular yang ditempatkan di ekuator sclera. Indikasi atau keadaan klinis yang dapat dipertimbangakan untuk melakukan pintasan pipa glaucoma adalah: a. Kegagalan trabekulektomi b. Kegagalan trabekulektomi dengan antifibrotik c. Uveitis akut d. Glaucoma neovaskuler e. Konjungtiva yang tidak adekuat f. Kebutuhan yang mengancam untuk dilakukannya keratoplasti penetrasi (PK) g. Kandidat pasien yang buruk untuk dilakukan trabekulektomi



35



h. Pontensial untuk memperbaiki tajam penglihatan i. Kebutuhan TIO yang lebih rendah Operasi ini merupakan kontraindikasi relative pada mata dengan potensi penglihatan yang sangat buruk atau pada pasien yang tidak dapat menuruti petunjuk perawatan pribadi pada periode post operasi. . fungsi endotel kornea yang terbatas merupakann kontraindikasi relative dilakukannya penempatan pipa pada bilik anterior. e) Ablasi Badan Siliar Beberapa prosedur pembedahan menurunkan sekresi aquouos dengan merusak sebagian badan siliar dapat terapi menggunakan siklokryoterapi, diatermi iltrasound terapetik dan laser terminal seperti laser Nd:YAG gelombang berlanjut (continous wave), argon dan diode. Indikasi



Ablasio siliar diindikasikan untuk menurunkan TIO pada mata dengan potensi penglihatan yang buruk atau calon buruk untuk dilakukannya operasi insisional. Operasi pada mata buta harus dihindari. Jika memungkinkan karena resiko kecil terjadinya oftamia simpatika. Intervensi seperti injeksi alcohol retrobulbar atau enukleasi dapat dipertimbangkan untuk mata buta yang sangat nyeri. Ablasio badan siliar umumnya dicadangkan untuk mata yang tidak responsive atau sangat mungkin tidak responsive atau sangat mungkin tidak responsive terhadap terapi jenis lain.



Kontraindikasi



Ablasio siliar relative di kontraindikasikan untuk mata dengan



:



penglihatan baik karena terdapat resiko kehilangan penglihatan.



f) Siklodialisis Siklodialisis merupakan prosedur membuat hubungan antara bilik anterior dan ruang suprakoroid. Hal ini dapat terjadi secara traumatic dan secara bedah. Indikasi



Siklodialisis jarang dilakukan namun mungkin bermanfaat pada



36



pasien afakia yang tidak berespon terhadap operasi filtrasi. Teknik



Insisi sclera kecil dibuat kira-kira 4 mm dari limbus dan spatula halus dilewatkan di bawah sclera menuju bilik anterior. Spatual ini menyelipkan bagian muskulus siliaris dari skleral pur dan membuat celah pada sudut, menyediakan hubungan langsung antara bilik anterior dan ruang suprakoroid.



37



BAB IV. KESIMPULAN



Glaukoma



merupakan



sekelompok



penyakit



neurooptik



yang



menyebabkan kerusakan serat optik (neuropati optik), yang ditandai dengan kelainan atau atrofi papil nervus opticus yang khas, adanya ekskavasi glaukomatosa, serta kerusakan lapang pandang dan biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan intraokular sebagai faktor resikonya. Sasaran utama penatalaksanaan glaukoma adalah untuk menurunkan tekanan intraokuler sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan lapangan pandang dan ketajaman penglihatan lebih lanjut yang berujung pada kebutaan dengan cara mengontrol tekanan intraokuler supaya berada dalam batasan normal. Penatalaksanaan glaukoma terdiri dari dua macam, yaitu medikamentosa dan non medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa terdiri dari pembedahan dan laser. Pembedahan dan laser dilakukan jika obat-obatan tidak mampu mengontrol tekanan intraokuler. Terapi bedah pada glaukoma terdiri dari terapi bedah insisi dan laser. Untuk terapi bedah insisi dapat dilakukan dengan trabekulektomi ataupun dengan iridektomi perifer. Terapi laser terdiri dari laser iridektomi, laser iridotomi, laser trabekuloplasti dan juga YAG laser cyclophotocoagulation. Pembedahan ditujukan untuk memperlancar aliran keluar cairan aquos di dalam sistem drainase atau sistem filtrasi sehingga prosedur ini disebut teknik filtrasi. Pembedahan dapat menurunkan tekanan intraokuler jika dengan medikamentosa tidak berhasil. Pembedahan merupakan terapi definitif namun walaupun telah dilakukan tindakan pembedahan, penglihatan yang sudah hilang tidak dapat kembali normal, terapi medikamentosa juga tetap dibutuhkan, namun jumlah dan dosisnya menjadi lebih sedikit.



38



DAFTAR PUSTAKA



1. Vaughan DG, EVA RP, Asbury T. 2001. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Penerbit Widya Medika 2. American Health Assistance Foundation. 2013. How The Build Up of Aqueous Humor



Can



Damage



The



Optic



Nerve.



Available



at:



http://www.ahaf.org/glaucoma/about/understanding/build-up-of-aqueous.html. [Diakses 1 November 2017]. 3. Kanski J J. 2004. Atlas Bantu Oftalmologi. Jakarta: Hipokrates. 4. World Health Organization. 2015. Glaucoma. Available at :http://who.int. [diakses 3 November 2017]. 5. Ilyas, Sidarta. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 6. Epstein, DL. Chandler and Grant’s. 2013. Glaucoma 3 ed. Philadelphia: Lea & Febiger. 7. Ilyas S, Tanzil M, Salamun, Azhar Z. 2008. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 8. Ilyas, Sidarta. 2009. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Sagung Seto. 9. Ilyas, Sidarta. 2006. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 10. James B, Chew C, Bron A. 2009. Lecture Notes Oftalmologi ed 9. Jakarta: EMS. 11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 5 tahun 2014 tentang Panduang Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Depkes RI. 12. Khaw T, Shah P, Elkington AR. 2005. ABC of Eyes.4th Edition. London: BMJ Publishing Group. 13. Gleadle, Jonathan. 2015. At A Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: EGC Medical Series 14. AAO (American Academy of Ophthalmology). 2011. Glaucoma: American Academy of Ophthalmology Basic and clinical science course. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. p. 3-16.



39



15. Ilyas S. 2007. Glaukoma dalam ilmu penyakit mata. Ed 3. Cetakan ke 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 16. James B, Chew C, Bron A. 2006. Anatomi dalam Oftalmologi. Edisi IX. Jakarta: Penerbit Erlangga. p. 1-17 17. American Academy of Ophthalmology. 2003. Basic And Clinical Science Course. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. 18. Kanski JJ. 2004. The Glaucomas, in Clinical Ophthalmology. Third edition. London: Butterworth Heineann. p. 233-279 19. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. 2007. Ophtalmology a short textbook. Second edition. New York: Thieme Stuttgart. 20. Khaw PT, Elkington AR. 2005. AC Of Eyes. Edisi ke-4. London: BMJ Book. 21. Laser



Trabeculoplasty.



[online]



Available



at



http://www.palopticlub.com/vb/showthread.php?t=2911 [diakses 1 November 2017]. 22. Laser



cyclophotocoagulation.



[online]



Available



at



http://biomed.brown.edu/Courses/2006108websites/group02glaucoma.html [diakses 1 November 2017]. 23. Berisha, F., Schmetterer, K., Vass, C., Dallinger, S., Rainer, G., Findl, O., Kiss, B., and Schmetterer, L. 2005. Effect of Trabeculectomy on Ocular Blood Flow. Br J Ophthalmol; 89: p.185–188. 24. Song



J.



Glaucoma:



The



Silent



Killer



of



Eyesight.



Available



at



http://www.residentandstaff.com [diakses 4 November 2017]. 25. Vaughan D, Riordan-Eva P. 2000 Glaukoma. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology 14 th Ed. Jakarta: Widya Medika. 26. American Academy Of Ophthalmology. 2014. Surgical therapy for glaucoma. San Frasisco: American Academy of Ophthalmology. p. 179-212. 27. Hosoda S, Yuki K, Ono T, Tsubota K. 2013. Ophthalmic viscoelastic device injection for the treatment of flat anterior chamber after trabeculectomy. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. p. 254-274.



40