Referat Pemeriksaan Pada Persetubuhan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai bentuk kejahatan seksual hingga saat ini masih menjadi masalah baik di dalam maupun di luar negeri. Kejahatan seksual dapat didefinisikan sebagai perilaku yang bertentangan dengan hukum-hukum yang mengatur mengenai seksualitas. Salah satu bentuk kejahatan seksual dengan bentuk senggama yang saat ini semakin marak terjadi adalah persetubuhan. Oleh kalangan hukum, persetubuhan didefinisikan sebagai perpaduan antara dua alat kelamin yang berlainan jenis guna memenuhi kebutuhan biologis yaitu kebutuhan seksual. Perpaduan tersebut tidak harus sedemikian rupa sehingga seluruh penis masuk ke dalam vagina. Penetrasi yang paling ringan, yaitu masuknya ujung penis (glans penis) diantara kedua labium mayor (bibir luar) sudah dapat dikategorikan sebagai senggama, baik diakhiri atau tidak dengan orgasme atau ejakulasi (Kusuma, 2012). Jumlah angka kejahatan seksual di Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 342.084 orang dibagi menjadi dua macam, yaitu perkosaan 1960 orang dan pencabulan 3160 orang. Kasus perkosaan Sumatra Utara 190 orang, Sumatra Selatan 160 orang, Jakarta 68 orang, Jawa Barat 96 orang, Jawa Timur 97 orang, NTT 134 orang, Sulawesi Selatan 127 orang, Kalimantan Selantan 2 orang. Sedangkan kasus pencabulan: Sumatra Barat 277 orang, Jawa Timur 291 orang, Jakarta 148 orang, Kalimantan Barat 181orang, Sulawesi Utara 72 orang (Statistik Kriminal, 2014). Sementara di Amerika Serikat pada tahun 2001 (1,7 %) dan pada tahun 2002 (2,1%) dari seluruh tindak kejahatan yang ada (Kusuma, 2012). Ilmu kedokteran khusunya Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal mempunyai peranan penting dalam upaya pembuktian kasus persetubuhan. Dalam pembuktian secara kedokteran forensik pada setiap kasus kejahatan seksual sebenarnya terbatas di dalam upaya pembuktian ada atau tidak adanya tanda kekerasan, tanda pergumulan atau tanda persetubuhan, di samping itu perlu juga pembuktian terhadap perkiraan umur serta pembuktian apakah seseorang itu 1



memang sudah pantas atau mampu untuk dikawini atau tidak. Terkadang dokter membutuhkan suatu pemeriksaan penunjang yang ada sangkut pautnya dengan barang bukti medik yang ditemukan (Kusuma, 2012). Ada banyak metode pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan oleh dokter dalam membuktikan suatu kasus persetubuhan, seperti pemeriksaan spermatozoa, air mani, pemeriksaan penyakit kelamin, pemeriksaan kehamilan, dan pemeriksaan bahan lain yang dapat dipakai sebagai petunjuk. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengajukan judul referat “Pemeriksaan Laboratorium pada Kasus Persetubuhan” 1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian di atas maka didapatkan permasalahan : Bagaimana cara pemeriksaan laboratorium untuk membuktikan kasus persetubuhan? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui dan memahami



cara pemeriksaan laboratorium untuk



membuktikan kasus persetubuhan. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Memahami dan mengetahui tanda-tanda persetubuhan. 2. Memahami dan mengetahui cara pemeriksaan adanya spermatozoa. 3. Memahami dan mengetahui cara pemeriksaan air mani (semen) 1.4 Manfaat Melalui penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: a. Dokter b.



muda:



memberikan



pengetahuan



laboratorium pada kasus persetubuhan. Dokter umum: memberikan pengetahuan laboratorium



pada



kasus



persetubuhan



tentang



cara



pemeriksaan



tentang cara



pemeriksaan



sehingga



diharapkan



dapat



c.



menerapkan dalam praktek sehari-hari. Poliai: memberikan wawasan tentang cara pembuktian kasus persetubuhan



d.



dari segi medis. Masyarakat: 2



- Meningkatkan



wawasan



tentang



persetubuhan,



sehingga



dapat



meningkatkan kewaspadaan kasus persetubuhan yang melanggar hukum. - Memberikan wawasan kepada korban kasus persetubuhan yang melanggar hukum bahwa hal tersebut dapat dibuktikan melalui pemeriksaa laboratorium.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Kejahatan Seksual



2.1.1 Definisi 3



Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kejahatan merupakan perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis. Seksual adalah (1) Berkenaan dengan seks (jenis kelamin). (2) Berkenaan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Jadi kejahatan seksual adalah perilaku yang bertentangan dengan hukum-hukum yang mengatur mengenai seksualitas. Definisi lain dari kejahatan seksual adalah semua tindakan seksual, percobaan tindakan seksual, komentar yang tidak diinginkan, perdagangan seks, dengan menggunakan paksaan, ancaman, paksaan fisik oleh siapapun saja tanpa memandang hubungan dengan korban, dalam situasi apa saja, tidak terbatas pada rumah dan pekerjaan. Kejahatan seksual dapat dikelompokkan sebagai berikut: Kejahatan Seksual



Non Senggama:



Senggama: 



Selingkuh







Senggama dengan wanita tidak berdaya







Senggama dengan wanita di bawah umur







Incest







Perkosaan







Perbuatan Cabul



Gambar 2.1 Jenis Kejahatan Seksual



Senggama merupakan penetrasi penis ke dalam vagina baik sebagian maupun total ke dalam vagina, yang disertai maupun tidak disertai dengan ejakulasi. Senggama ini dibagi menjadi dua, yaitu senggama legal dan senggama ilegal. Senggama ilegal adalah senggama yang tidak legal dimana syarat



4



senggama legal (tidak melanggar hukum) adalah dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:  Ada izin dari wanita yang disetubuhi  Wanita tersebut sudah cukup umur, sehat akalnya, tidak sedang dalam keadaan terikat perkawinan dengan lelaki lain dan bukan anggota keluarga dekat. Kejahatan seksual kategori senggama dalam hukum dapat didefinisikan sebagai berikut: a. Selingkuh Dalam kamus besar bahasa indonesia, selingkuh adalah (1) tidak berterus terang. (2) tidak jujur atau serong. (3) suka menyembunyikan sesuatu. (4) korup atau menggelapkan uang. (5) memudah-mudahkan perceraian. Syarat disebut selingkuh adalah baik wanita atau pria tersebut sudah terikat dalam hubungan pernikahan, tetapi melakukan senggama dengan orang lain yang bukan merupakan pasangan suami atau istrinya. Pada KUHPidana pasal 284 ayat (1) menentukan bahwa perzinahan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan: 1) a. Seorang laki-laki yang telah kawin yang melakukan perzinahan, sedang diketahuinya bahwa pasal 27 Burgerlijk Wetboek berlaku baginya; b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan perzinahan. 2) a. seorang laki-laki yang turut serta melakukan perbuatan tersebut, sedang diketahuinya bahwa orang yang turut bersalah telah kawin; b. Seorang wanita yang belum kawin yang turut serta melakukan perbuatan tersebut, sedang diketahuinya bahwa orang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 Burgerlijk Wetboek berlaku baginya. b. Senggama dengan wanita tidak berdaya Wanita tidak berdaya yang dimaksudkan di sini adalah adalah wanita yang pingsan, memiliki kecacatan mental, atau gangguan jiwa, atau dibuat tidak berdaya dengan cara dibius. Pada KUHP pasal 286, tertulis bahwa barang siapa bersetubuh dengan wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. 5



c. Senggama dengan wanita di bawah umur Terdapat tiga batasan umur mengenai senggama dengan wanita di bawah umur, yaitu:  Kurang dari usia 12 tahun: apapun alasannya dalam melakukan senggama, merupakan tindakan pidana.  Usia 12-15 tahun: boleh melakukan senggama asal kedua orang tua menyetujuinya.  Lebih dari usia 15 tahun: orang tua sudah tidak memiliki kewenangan, anak sudah dianggap mampu memberikan consent. Batasan umur tersebut berdasarkan atas KUHP pasal 287 ayat 1, yang berbunyi barang siapa bersetubuh dengan wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum 15 tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Wanita yang belum genap 15 tahun, secara hukum belum diperbolehkan memberikan ijin (consent) sendiri, jadi wanita tersebut masih dianggap di bawah asuhan dari orang tuanya. Hal ini disebabkan karena wanita tersebut dinilai belum mampu memahami segala risiko yang timbul dari perbuatan senggama. Pada KUHP pasal 287 ayat 2, dijelaskan lebih lanjut apabila wanita tersebut berumur kurang dari 12 tahun, tidak perlu menunggu adanya aduan agar bisa dikatakan tindak pidana, sedangkan apabila berumur lebih dari 12 tahun diperlukan adanya aduan untuk dapat memprosesnya. d. Incest Incest merupakan senggama yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga atau kekerabatan yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri. Dalam pasal 294 ayat (1) KUHPidana, menurut terjemahan Tim Penerjemah



Badan



Pembinaan



Hukum



Nasional,



ditentukan



bahwa



barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak 6



angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharannya, pendidikan atau penjagannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. e. Perkosaan Dalam pasal 285 KUHP, ditentukan bahwa barangsiapa dengan kekerasan atau ancama kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Kejahatan seksual yang dimasukkan ke dalam kategori non senggama adalah perbuatan cabul, dimana cabul adalah sesuatu yang melanggar kesusilaan yang dilakukan dengan perbuatan-perbuatan. Perbuatan cabul merupakan salah satu bentuk kejahatan terhadapa kesusilaan yang diatur dalam bab XIV Buku ke dua KUHP tentang kejahatan kesusilaan. Pengertian perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan atau perbuatan keji, yang semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin misalnya mencium, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada. Pencabulan diatur dalam Pasal 289 sampai Pasal 294 KUHPidana. Menurut Pasal 289, barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan melanggar kesusilaan atau membiarkan orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan melanggar kesusilaan, karma salahnya telah melakukan perbuatan merusak kesusilaan, dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun. Pemerkosaan adalah jenis kekerasan seksual biasanya melibatkan hubungan seksual, yang diprakarsai oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain tanpa persetujuan yang bersangkutan. Seseorang yang melakukan perbuatan pemerkosaan dikenal sebagai pemerkosa. Tindakan itu dapat dilakukan dengan kekuatan fisik, pemaksaan, penyalahgunaan wewenang atau dengan orang yang tidak mampu persetujuan yang valid. Korban perkosaan dapat mengalami trauma akibat serangan itu dan mungkin mengalami kesulitan berfungsi serta mereka telah digunakan untuk sebelum serangan, 7



dengan gangguan konsentrasi, pola tidur dan kebiasaan makan (Bureau of Justice, 2014). 2.1.2



Epidemiologi Sepanjang tahun 1998 hingga 2011 ini, Komisi Nasional Anti Kekerasan



terhadap Perempuan mencatat terdapat 400.939 kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan. Dari jumlah itu, 93.960 kasus di antaranya merupakan kekerasan seksual, dengan perkosaan menempati jumlahterbanyak, 4.845 kasus. Komnas Perempuan mencatat, dari 93.960 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, hanya 8.784 kasus yang datanya terpilah. Sisanya adalah gabungan dari kasus perkosaan, pelecehan seksual, dan eksploitasi seksual. Sementaradari 8.784 kasus kekerasan seksual yang datanya telah terpilah, perkosaan menempati urutan pertama (4.845), berikutnya perdagangan perempuan untuk tujuan seksual (1.359), pelecehan seksual (1.049), dan penyiksaan seksual (672). Sisanya antara lain



berupa



eksploitasiseksual,



perbudakan



seksual,



hingga



pemaksaan



perkawinan. Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sejak tahun 1998 hingga 2010 hampir sepertiga kasus kekerasan terhadap perempuan adalah kasus kekerasan seksual, atau tercatat 91.311 kasus kekerasan seksual dari 295.836 total kasus kekerasan terhadap perempuan. Selama 2010 tercatat 1.751 korban kekerasan seksual. Pasien-pasien yang 8orens ke bagian gawat darurat sesudah kekerasan seksual memberikan tantangan khusus bagi dokter yang menanganinya. Pasien mungkin malu atau tidak ingin mengingat kembali riwayat peristiwa yang dialami, ketepatan waktu dalam mengumpulkan data riwayat peristiwa sangat penting untuk penanganan tepat waktu dan dokumentasi 8orensic. Perkosaan merupakan suatu peristiwa yang sulit dibuktikan walaupun pada kasus tersebut telah dilakukan pemeriksaan dan pengumpulan barang bukti yang lengkap. Pasal 285 tentang pemerkosaan berbunyi : Barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa orang perempuan di luar perkawinan bersetubuh dengan dia karena salahnya perkosaan, dihukum dengan 8



hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun. Jadi harus dibuktikan terlebih dahulu adanya suatu persetubuhan. Bila persetubuhan tidak 9ore dibuktikan, maka janggal bila dikatakan suatu perkosaan. Suatu pembuktian yang jelas bahwa telah terjadi suatu persetubuhan secara medis adalah mendapatkan sperma laki-laki di liang senggama wanita yang dimaksud. Beberapa hal yang perlu diketahui adalah bahwa: (a) sperma hidup dapat bertahan selama 3x24 jam dalam rongga rahim; (b) sperma mati dapat bertahan selama 7x24 jam dalam rongga rahim. Dapat dibayangkan adanya kesulitan bila terjadi suatu overspel, maksudnya antara persetubuhan yang diduga dan waktu pemeriksaan terdapat lagi persetubuhan dengan suaminya sendiri, sehingga sperma yang ditemukan tidak diketahui milik siapa. Dalam kasus-kasus seperti ini, ilmu 9orensic dapat digunakan untuk mengungkap pelaku kejahatan seksual (Amelia Kalangit et al 2010).



Tabel 2.1 Angka Kejadian Kejahatan Seksual di Luar Negeri Rape Statistics Percent Average number of rape cases reported in the US annually 89,000 Percent of women who experienced an attempted 16 % or completed rape Percent of men who experienced an attempted or completed rape



3% 9



Decline in rape rate since 1993 Percent of rapes that are never reported to authorities Percent of college rapes that are never reported to authorities Percent of rapes where both victim and perpetrator had been



60 % 60 % 95 % 47 %



drinking College Rape Statistics Percent The following is from a study of 6,000 college students on 32 college campuses nationwide in 1987 Percent of women who reported being raped 15 % Percent of women who reported an attempted rape 12 % The following is from a CDC study of 5,000 women on 138 college campuses in 1995 Percent who reported being raped Rape Perpetrator Statistics Percent of victims raped by a friend or acquaintance Percent raped by "an intimate" Percent raped by a stranger Percent raped by a relative Rape Location Statistics Perpetrators home Victims home Perpetrator and victims shared home At a party In a vehicle Outdoors In a bar Countries With Highest Rape Rates



20 % Percent 38 % 28 % 26 % 7% Percent 30.9 % 26.6 % 10.1 % 7.2 % 7.2 % 3.6 % 2.2 % Rate



/



Lesotho Trinidad and Tobago Sweden Korea New Zealand United States Belgium Zimbabwe United Kingdom Countries With Lowest Rape Rates



100,000 91.6 58.4 53.2 33.7 30.9 28.6 26.3 25.6 23.2 Rate



/



Egypt Azerbaijan Armenia Syrian Arab Republic Turkey



100,000 0.1 0.3 0.6 0.7 1.4 10



Sierra Leone Canada Ukraine Kenya Belarus



1.4 1.5 1.9 1.9 2.5



2.1.3 Persetubuhan yang Merupakan Kejahatan Pasal 285 KUHP Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pada tindak pidana di atas perlu dibuktikan telah terjadi persetubuhan dan telah terjadi paksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dokter dapat menentukan apakah persetubuhan telah terjadi atau tidak, apakah terdapat tandatanda kekerasan. Tetapi ini tidak dapat menentukan apakah terdapat unsur paksaan pada tindak pidana ini. Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh korban tidak selalu merupakan akibat paksaan, mungkin juga disebabkan oleh hal-hal lain yang tak ada hubungannya dengan paksaan. Demikian pula bila tidak ditemukan tandatanda kekerasan, maka hal itu belum merupakan bukti bahwa paksaan tidak terjadi. Pada hakekatnya dokter tak dapat menentukan unsur paksaan yang terdapat pada tindak pidana perkosaan; sehingga ia juga tidak mungkin menentukan apakah perkosaan telah terjadi. Yang berwenang untuk menentukan hal tersebut adalah hakim, karena perkosaan adalah pengertian hukum bukan istilah medis sehingga dokter jangan menggunakan istilah perkosaan dalam Visum et Repertum. 2.2 Peran Kedokteran Forensik Dalam Kasus Persetubuhan 1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke dalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa terjadinya pancaran air mani. Pemeriksaan dipengaruhi oleh : besarnya zakar dengan ketegangannya, seberapa jauh zakar masuk, keadaan selaput dara serta posisi persetubuhan. 11



Adanya robekan pada selaput dara hanya menunjukkan adanya benda padat/kenyal yang masuk (bukan merupakan tanda pasti persetubuhan). Jika zakar masuk seluruhnya & keadaan selaput dara masih cukup baik, pada pemeriksaan diharapkan adanya robekan pada selaput dara. Jika elastis, tentu tidak akan ada robekan. Adanya pancaran air mani (ejakulasi) di dalam vagina merupakan tanda pasti adanya persetubuhan. Pada orang mandul, jumlah spermanya sedikit sekali (aspermia), sehingga pemeriksaan ditujukan adanya zat-zat tertentu dalam air mani seperti asam fosfatase, spermin dan kholin. Namun nilai persetubuhan lebih rendah karena tidak mempunyai nilai deskriptif yang mutlak atau tidak khas. 1. Sperma masih dapat ditemukan dalam keadaan bergerak dalam vagina 45 jam setelah persetubuhan. 2. Pada orang yang masih hidup, sperma masih dapat ditemukan (tidak bergerak) sampai sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan, sedangkan pada orang mati sperma masih dapat ditemukan dalam vagina paling lama 7-8 hari setelah persetubuhan. 3. Pada laki-laki yang sehat, air mani yang keluar setiap ejakulasi sebanyak 2-5 ml, yang mengandung sekitar 60 juta sperma setiap mililiter dan 90% bergerak (motile) 4. Untuk mencari bercak air mani yang mungkin tercecer di TKP, misalnya pada sprei atau kain maka barang-barang tersebut disinari dengan cahaya ultraviolet dan akan terlihat berfluoresensi putih, kemudian dikirim ke laboratorium. 5. Jika pelaku kekerasan segera tertangkap setelah kejadian, kepala zakar harus diperiksa, yaitu untuk mencari sel epitel vagina yang melekat pada zakar. Ini dikerjakan dengan menempelkan gelas objek pada gland penis (tepatnya sekeliling korona glandis) dan segera dikirim untuk mikroskopis. 6. Robekan baru pada selaput dara dapat diketahui jika pada daerah robekan tersebut masih terlihat darah atau hiperemi/kemerahan. Letak robekan 12



selaput dara pada persetubuhan umumnya di bagian belakang (comisura posterior), letak robekan dinyatakan sesuai menurut angka pada jam. Robekan lama diketahui jika robekan tersebut sampai ke dasar (insertio) dari selaput dara. 7. VeR yang baik harus mencakup keempat hal tersebut di atas (fungsi penyelidikan), dengan disertai perkiraan waktu terjadinya persetubuhan. hal ini dapat diketahui dari keadaan sperma serta dari keadaan normal luka (penyembuhan luka) pada selaput dara, yang pada keadaan normal akan sembuh dalam 7-10 hari. 2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan Kekerasan tidak selamanya meninggalkan bekas/luka, tergantung dari penampang benda, daerah yang terkena kekerasan, serta kekuatan dari kekerasan itu sendiri. Tindakan membius juga termasuk kekerasan, maka perlu dicari juga adanya racun dan gejala akibat obat bius/racun pada korban. Adanya luka berarti adanya kekerasan, namun tidak ada luka bukan berarti tidak ada kekerasan. Faktor waktu sangat berperan. Dengan berlalunya waktu, luka dapat sembuh atau tidak ditemukan, racun/obat bius telah dikeluarkan dari tubuh. faktor waktu penting dalam menemukan sperma. 3. Memperkirakan umur Tidak ada satu metode tepat untuk menentukan umur, meskipun pemeriksaannya memerlukan berbagai sarana seperti alat rontgen untuk memeriksa pertumbuhan tulang dan gigi. Perkiraan umur digunakan untuk menentukan apakah seseorang tersebut sudah dewasa (> 21 tahun) khususnya pada homoseksual/lesbian serta pada kasus pelaku kekerasan. Sedangkan pada kasus korban perkosaan perkiraan umur tidak diperlukan. 4. Menentukan pantas tidaknya korban buat dikawin Secara biologis jika persetubuhan bertujuan untuk mendapatkan keturunan, pengertian pantas/tidaknya buat kawin tergantung dari: apakah korban telah siap dibuahi yang artinya telah menstruasi, namun untuk bukti hal ini korban perlu diisolir untuk waktu cukup lama. Bila dilihat Undang-Undang 13



Perkawinan, yaitu pada Bab II pada pasal 7 ayat 1 berbunyi : perkawinan hanya diizinkan jika pria sudah mencapai 19 tahun dan wanita sudah mencapai 16 tahun. Namun terbentur lagi pada masalah penentuan umur yang sulit diketahui kepastiannya. 2.3 Pemeriksaan Kasus Persetubuhan 2.3.1 Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara Dalam proses penyidikan untuk mengungkapkan suatu perkara pidana yang menyangkut nyawa manusia, pemeriksaan di TKP, merupakan kunci keberhasilan upaya pengungkapan tersebut berdasarkan pasal 7 KUHP, butir (h) maka penyidik berwenang minta bantuan dokter untuk datang di tempat kejadian. Selama melakukan pemeriksaan harus dihindari tindakan yang dapat menganggu atau merusak keadaan kejadian tersebut. Tugas seorang dokter di TKP pada tindak pidana perkosaan adalah mencari data-data tentang : 1. Tanda-tanda pergumulan 2. Tanda-tanda kekerasan 3. Tanda-tanda persetubuhan 4. Mencari benda-benda milik korban/tersangka -



Adanya tanda-tanda pergumulan dapat berupa : ketidakrapian atau ketidakteraturan tempat kejadian perkosaan misalnya tempat tidur yang sepreinya kusut, dahan tumbuh-tumbuhan yang terpatah, adanya rumput bekas tekanan, debu lantai yang terhapus badan korban yang meronta-ronta.



-



Adanya tanda-tanda kekerasan biasanya berupa : bercak darah yang berceeran, sisa obat tidur, obat bius, benda tumpul atau benda tajam, tali untuk mengikat korban dan sebagainya yang digunakan oleh pelaku sehingga korban tidak berdaya.



-



Adanya tanda-tanda persetubuhan dapat berupa bercak cairan mani, bercak darah yang berasal dari deflerasi dan benda lainnya seperti pakaian, sapu tangan, handuk, kertas yang dapat digunakan oleh pelaku untuk menghapus



14



alat kelaminnya. Benda tersebut disita untuk kemudian diperiksa di laboratorium. -



Benda-benda lain yang dibuang atau tertinggal di tempat kejadian seperti puntong rokok, kotak rokok, korek api, rambut kepala, sidik jari dan lain-lain harus diperiksa, karena benda-benda tersebut bisa memperkuat bukti.



2.3.2 Pemeriksaan Korban Berdasarkan pasal 133 KUHAP penyidik berwenang minta bantuan dokter untuk memeriksa korban. Disini diperlukan pemeriksaan yang teliti guna menemukan beberapa hal yang menjadi unsur tidak pidana, yakni unsur persetubuhan dan kekerasan. Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan dapat disimpulkan kebenaran terjadinya persetubuhan. Hanya saja, apakah persetubuhan tersebut dilakukan secara paksaan atau tidak, sangat mustahil dokter dapat menyimpulkannya. Sebab bukti medik antara persetubuhan antara persetubuhan dengan paksaan dan tanpa paksaan tidak ada bedanya. Bukti-bukti medik juga dapat digunakan untuk menyimpulkan adanya unsur kekerasan sebab pada ancaman kekerasan tidak ditemukan bukti-bukti medik. Seyogyanya sebelum melakukan pemeriksaan terhadap korban perkosaan, dokter perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Harus ada surat permintaan Visum Et Repertum dari polisi dan keterangan mengenai kejadiannya 2. Harus ada persetujuan tertulis dari korban atau orang tua/wali korban yang menyatakan tidak keberatan untuk diperiksa seorang dokter 3. Harus ada seorang perawat wanita atau polisi wanita yang mendampingi dokter selama melakukan pemeriksaan Tujuan pemeriksaan korban adalah : 1. Mencari keterangan tentang korban 2. Mencari keterangan tentang peristiwa persetubuhan 3. Mencari adanya bekas-bekas kekerasan 4. Mencari adanya perubahan-perubahan pada alat kelamin korban 15



5. Mencari adanya spermatozoa 6. Mencari akibat dari persetubuhan Pemeriksan medis untuk korban persetubuhan pada umumnya dilakukan secara berurutan yaitu sebagai berikut : -



Anamnesa



-



Pemeriksaan fisik



-



Laboratorium



Anamnesa Anamnesa merupakan yang tidak dilihat dan tidak ditemukan oleh dokter, jadi bukan hasil pemeriksaan obyektif. Oleh karena itu, anamnesa tidak dimasukkan dalam visum et repertum. Anamnesa dibuat terpisah dan dilampirkan pada visum et repertum di bawah kalimat “keterangan yang diperoleh dari korban”. Pada anamnesa untuk korban perkosaan ditujukan untuk : 1.



Mencari keterangan tentang diri korban : a. Nama, umur, alamat, dan pekerjaan korban b. Status perkawinan korban c. Persetubuhan yang pernah dialami korban sebelum terjadi peristiwa perkosaan ini d. Tanggal menstruasi terakhir e. Kehamilan, riwayat persalinan atau keguguran f. Penyakit dan operasi yang pernah dialami korban g. Kebiasaan korban terhadap alcohol atau obat-obatan



2.



Mencari keterangan tentang peristiwa perkosaan : a. Tanggal, jam, dan tempat terjadinya b. Keadaan korban saat sebelum kejadian c. Posisi korban pada waktu kejadian d. Persetubuhan yang dilakukan si pelaku terhadap korban e. Cara perlawanan korban f. Hal-hal yang diperbuat korban setelah mengalami perkosaan 16



g. Pelaporan peristiwa perkosaan kepada polisi oleh siapa, kapan, dimana, serta hubungan si pelapor dengan korban Pemeriksaan Fisik Dalam



pemeriksaan



ini



dokter



diharapkan



untuk



melaksanakan



pemeriksaan secara teliti guna mendapatkan data-data seobyektif mungkin sehingga mendapatkan suatu kesimpulan yang akurat. Sehingga diharapkan adanya kerja sama yang baik antara dokter dan penyidik. Pemeriksaan fisik pada korban berbagai kejahatan seksual kurang lebih sama. Dalam pemeriksaan fisik meliputi pencarian adanya tanda kekerasan dan tanda persetubuhan/pergumulan. Tanda-tanda atau kelaianan yang ada pada tubuh korban perlu dicatat serapi-rapinya, apa yang tidak dicatat dlam status klinik berarti tidak pernah diperiksa atau dikerjakan. Pemeriksaan fisik korban terdiri dari : 1. Pemeriksaan baju korban Pada pemeriksaan baju korban diperhatikan apakah : - Ada yang hilang - Ada robekan-robekan - Ada kancing yang hilang - Ada bekas-bekas tanah, pasir, lumpur, bahan lain - Ada noda darah - Ada noda sperma 2. Pemeriksaan tubuh korban dibagi atas : a. Pemeriksaan tubuh korban secara umum Setiap korban perkosan mutlak diperlukan pemeriksaan yang teliti guna menemukan beberapa hal yang menjadi unsur tindak pidana tersebut yaitu unsur-unsur persetubuhan dan kekerasan. Berdasarkan



bukti-bukti



medic



yang



ditemukan



akan



dapat



disimpulkan kebenaran terjadinya senggama. Hanya saja, apakah senggama dilakukan dengan paksaan atau tidak. Sangat mustahil dokter dapat menyimpulkannya sebab bukti medik antara senggama dengan paksa dan 17



tidak dengan paksa tidak ada bedanya. Bukti-bukti medik juga dapat digunakan untuk menyimpulkan adanya kekerasan. Yang tidak dapat dibuktikan adalah ancaman kekerasan sebab pada ancaman kekerasan tidak ditemukan bukti-bukti medik. Bagaimana keadaan tingkah laku korban misalnya gelisah, depresi, hysteri, sedih dan apakah ada tanda bekas minum alcohol, obat bius, dan obat tidur. Tanda-tanda kekerasan Sebenarnya yang dimaksud dengan kekerasan adalah tindakan pelaku yang bersifat fisik dan dilakukan dalam rangka memaksa korban agar dapt disetubuhi. Kekerasan tersebut dimaksud untuk menimbulkan ketakutan atau untuk melemahkan daya lawan korban. Pada pemeriksaan dicari tanda-tanda bekas kekerasan pada tubuh korban berupa goresan, garukan, gigitan, serta luka lecet maupun luka memar dan ini dicari pada : -



Daerah sekitar mulut sewaktu korban dibungkam



-



Daerah sekitar leher sewaktu korban dicekik



-



Pergelangan tangan, lengan, sewaktu korban disergap



-



Payudara sewaktu digigit atau diremas-remas



-



Sebelah dalam paha sewaktu korban dipaksa membuka kedua tungkainya



-



Punggung sewaktu korban dipaksa tidur di tanah Diperiksa juga tekanan darah, jantung, paru, abdomen, reflek-reflek serta



pupil mata. Pemeriksaan rectum dan kavum oris juga perlu untuk mengetahui apakah korban setelah diperkosa masih dilanjutkan dengan perbuatan seperti coitus peranum atau fatalis untuk benar-benar memuaskan hasrat seksnya mengingat korban sudah tidak berdaya sama sekali. Dalam hal pembuktian adanya kekerasan bahwa tidak selamanya kekerasan ini menimbulkan bekas yang berbentuk luka. Dengan demikian tidak ditemukannya luka tidak berarti bahwa pada korban tidak terjadi kekerasan.



18



Tindakan pembiusan dikategorikan sebagai kekerasan maka dengan sendirinya diperlukan pemeriksaan untuk menentukan ada tidaknya obat-obat atau racun yang kiranya membuat korban pingsan. Sehingga dalam setiap tindakan kejahatan seksual pemeriksaan toksikologi menjadi prosedur rutin dikerjakan. b. Pemeriksaan tubuh korban secara khusus Yang diperiksa secara khusus disini adalah perubahan-perubahan pada alat kelamin korban. Mencari adanya benda asing, perdarahan, luka robekan, dan pembengkakan pada daerah pubis, vulva, vagina, fornik anterior dan fornik posterior. Bagaimanakah dengan keadaan hymen : - Bentuknya dan sifat hymen - Besarnya lubang hymen - Adanya robekan hymen - Sifat dan lokalisasi robekan hymen Ukur diameter lubang selaput dara, dapat dilalui satu jari kelingking, telunjuk, atau 2 jari dengan mudah atau sukar.



19



Tabel 2.2 Macam-Macam Bentuk Hymen Bentuk Hymen



Keterangan Hymen



Bentuk Hymen



Keterangan Hymen



anular



cribriform yang



dimana



jarang,



lubang



dikarakteristikkan



hymen



oleh beberapa



berbentuk



lubang kecil.



cincin. Ketika hymen mulai robek (akibat hubungan seksual atau aktivitas lain), maka lubang tersebut tidak berbentuk cincin lagi. Hymen



Hymen



crescentic



denticular yang



atau lunar



jarang, berbentuk



berbentuk



seperti satu set



bulan sabit.



gigi yang mengelilingi



Hymen



lubang vagina. Hymen fimbria



seorang



yang jarang,



wanita yang



berbentuk



pernah



ireguler,



melakukan



mengelilingi



hubungan



lubang vagina. 20



seksual atau masturbasi beberapa kali Hymen



Hymen labialis



seorang



yang terlihat



wanita yang



seperti bibir



hanya pernah



vulva.



melakukan aktivitas seksual sedikit atau pernah kemasukan benda. Vulva dari



Hymen



seorang



mikroperforatus



wanita yang



dengan lubang



pernah



sempit pada



melahirkan.



hymen sehingga



Hymen



memerlukan



secara



operasi



lengkap hilang atau hampir hilang seluruhnya. Satu dari



Hymen



2000 anak



bifenestratus



perempuan



atau bersepta



dilahirkan



yang jarang



dengan



sekali oleh karena



hymen



ada jembatan



imperforate.



yang 21



menyeberangi lubang vagina.



Hymen yang jarang, hymen subsepta, mirip dengan hymen bersepta, hanya septa tidak menyeberangi seluruh lubang vagina.



Gambar 2.2 Hymen belum robek



22



Gambar 2.3 Hymen yang mengalami sedikit perubahan ( robek sedikit) karena kecelakaan, terkena benda keras, jatuh, masturbasi, dll



Gambar 2.4 Hymen yang sudah robek



23



Gambar 2.5. Hymen Yang Sudah Pernah Melahirkan



Tanda-tanda persetubuhan Persetubuhan merupakan peristiwa dimana terjadi penetrasi penis ke dalam vagina. Penetrasi tersebut dapat lengkap atau tak lengkap dengan atau tanpa disertai ejakulasi. Tanda-tanda langsung : - Robeknya selaput dara akibat penetrasi penis - Lecet atau memar akibat gesekan-gesekan penis - Adanya sperma akibat ejakulasi Tanda-tanda tidak langsung : - Terjadinya kehamilan - Terjadinya penularan penyakit kelamin Dalam pembuktikan adanya persetubuhan dipengaruhi oleh faktor : - Besar penis dan derajat penetrasi - Bentuk dan derajat elastisitas selaput dara - Ada tidaknya ejakulasi dan keadaan ejakulasi itu sendiri - Posisi persetubuhan - Keaslian barang bukti serta pada waktu pemeriksaan Adanya robekan pada hymen hanya menandakan adanya sesuatu benda yang masuk ke dalam vagina. Dan sebaliknya tidak terdapat robekan hymen tidak dipastikan tidak terjadi penetrasi.



24



Mengenai ejakulasi dapat dibuktikan secara medik dengan ditemukannya sperma pada liang vagina, sekitar alat kelamin atau pada pakaian korban. Adanya sperma di liang vagina merupakan tanda pasti adanya persetubuhan. Pemeriksaan sperma tersebut sangat penting karena bukan hanya mengungkapkan adanya persetubuhan tetapi juga identitas pelakunya melalui pemeriksaan DNA dan golongan darah pelakunya. Dan apabila ejakulat tersebut tidak mengandung spermatozoa maka adanya pembuktian persetubuhan dapat dikatakan dengan melakukan pemeriksaan terhadap ejakulat tersebut. Komponen yang terdapat dalam ejakulat antara lain enzim asam fosfatase, kholin, spermin. Bila persetubuhan tidak sampai berakhir dengan ejakulasi maka pembuktiannya tidak dapat dilakukan secara pasti, hanya disini perlu disebutkan tidak ditemukan tanda-tanda persetubuhan yang mencakup dua kemungkinan. Pertama memang tidak ada persetubuhan dan persetubuhan ada tetapi tanda-tandanya tidak dapat ditemukan. Adanya sperma merupakan tanda pasti persetubuhan maka perlu saat terjadinya persetubuhan harus ditentukan karena menyangkut alibi pelaku, sperma di liang vagina masih bergerak dalam 4-5 jam post senggama masih dapat ditemukan bergerak sampai 36 jam. Pada jenazah masih dapt ditemukan sampai 1 minggu. Pada pemeriksaan pubis dilihat apakah ada perlekatan rambut atau adanya benda-benda asing. Bila rambut saling melekat sebaiknya digunting dan dikirim ke laboratorium. Adanya kehamilan dan penyakit kelamin merupakan bukti tak langsung tentang adanya persetubuhan. Hanya saja untuk menghubungkan apakah kehamilan itu sebgai akibat dari perbuatan yang dilakuakn pelaku, perlu dilakukan pemeriksaan DNA. Pemeriksaan Laboratorium Korban Perkosaan Pemeriksaan laboratorium pada korban perkosaan bertujuan untuk mengetahui: - Pemeriksaan adanya sperma - Pemeriksaan adanya cairan semen (air mani) - Pemeriksaan adanya penyakit kelamin 25



- Pemeriksaan adanya kehamilan - Pemeriksaan bahan lain dalam tubuh korban yang bisa dipakai sebagai petunjuk Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan adanya persetubuhan melalui penentuan ada tidaknya cairan semen dalam vagina yang diambil melalui swab atau irigasi. Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan berbau khas. Cairan mani saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair dalam waktu singkat (10-20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3-5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 – 7,6. Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermion dan beberapa enzim seperti fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk yang khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120 juta per ml. Sperma itu sendiri di dalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4-5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari. Cairan mani mengandung spermatozoa sel, enzim fosfatase asam, choline, spermin, dan lain sebagainya. Enzim fosfatase asam adalah enzim yang dihasilkan oleh kelenjar prostat. Dalam percobaan penentuan adanya enzim fosfatase asam, enzim ini akan menghidrolisis natrium a naftil fosfat. a naftol yang dihasilkan akan bereaksi dengan brentamin menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu. Sedangkan choline adalah produk degradasi dari lesitin dan terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam cairan sperma, dengan larutan lugol kolin akan bereaksi membentuk Kristal-kristal kolin periodida yang berbentuk jarum dengan ujung sering terbelah. Kandungan lain adalah spermin yang merupakankandungan dari semen. Spermin juga akan membentuk Kristal spermin pikrat yang berwarna kekuningan berbentuk jarum dengan ujung tumpul. a. Pemeriksaan adanya spermatozoa 26



 Bahan pemeriksaan : cairan vagina.  Metode : Sediaan basah, tanpa pewarnaan: Setetes cairan vagina diletakkan di atas kaca benda dan diperiksa dengan pembesaran 500x dengan kondensor diturunkan. Perhatikan apakah spermatozoa bergerak. Dapat diambil sebagai patokan bahwa spermatozoa masih bergerak kira-kira 4 jam postkoital.  Hasil yang diharapkan : spermatozoa yang bergerak.  Metode lain: sediaan kering dengan pewrnaan gram, giemza, atau methylene blue, atau dengan pengecatan Malachite-green. b. Pengecatan Malachite-green - Cara pemeriksaan dengan pengecatan Malachite-green adalah:  Taruh sediaan hapusan dari cairan vagina ke objek glass  Keringkan di udara  Fiksasi dengan api  Warnai dengan malachite green 1% dalam air  Tunggu 10-15 menit  Cuci dengan air  Warnai dengan eosin-yellowish 1% dalam air  Tunggu 1 menit  Cuci dengan air  Keringkan di udara  Lihat di mikroskop - Hasil yang diharapkan pada pengecatan Malachite-green: basis kepala sperma berwarna ungu, bagian hidung merah muda dan pada pengecatan gram akan terlihat sperma yang terdiri atas kepala berwarna kemerahan, leher dan ekor yang berwarna kebiruan. Dikatakan positif, apabila ditemukan sperma paling sedikit satu sperma utuh. - Bahan pemeriksaan pakaian  Pemeriksaan pendahuluan: noda sperma pada pakaian terlihat sebagai noda yang berwarna putih kelabu, kadang-kadang mengkilat 



seperti perak dan pada perabaan kaku. Pemeriksaan dengan sinar ultraviolet: noda sperma akan menunjukkan adanya fluoresensi, yaitu warna putih kebiruan. Pemeriksaan ini tidak spesifik, sebab nanah dan fluor albus juga memberikan warna fluoresensi yang sama.



27







Metode: pakaian yang mengandung bercak diambil sedikit pada bagian







tengahnya (konsentrasi sperma terutama di bagian tengah) Bahan pewarnaan Baeechi: acid fuchsin 1% (1ml), Methylen blue 1%



(1ml), HCl 1% (40ml).  Cara kerja: o Ambil pakaian pada bagian tengahnya (ukuran 2x2 cm) o Warnai dengan Baeechi selama 2-3 menit o Cuci dengan HCl 1% selama 5 detik. o Dehidrasi dengan alkohol 70%, 85% dan absolut, bersihkan dengan xilol dan keringkan, letakkan pada kertas saring. o Ambil dengan jarum, pakaian yang mengandung bercak diambil benangnya 1-2 helai, kemudian diuraikan sampai menjadi serabutserabut pada gelas objek. o Teteskan Canada balsem, tutup dengan penutup, lihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. o Hasil: kepala sperma merah, ekor biru mudah, kepala sperma menempel pada serabut benang. c. Pemeriksaan adanya air mani (semen) Kadang kesulitan dalam mencari spermatozoa, misalnya bila pelakunya menderita azoospermia, telak koitus berulang-ulang. Dalam keadaan seperti ini perlu dipakai cara pemeriksaan yang lain yaitu berdasarkan atas pemeriksaan yang lain berdasarkan atas komposisi cairan semen, berupa asam fosfatase yang berasal dari fosfat dan kristal kaolin yang berasal dari vesica seminalis. Penentuan asam fosfatase  



Bahan pemeriksaan : Cairan Vagina Metode : Cairan vagina ditaruh pada kertas saring (Whatman) yang sudah dibasahi dengan aquadest, diamkan sampai kering, semprot dengan reagensia, perhatikan warna un gu yang timbul dan catat dalam beberapa







detik warna ungu muncul Hasil yang diharapkan : warna ungu timbul dalam waktu kurang dari 30 detik, berarti asam fosfatase berasal dari prostat dan termasuk dalam indikasi besar , warna ungu timbul kurang dari 65 detik, indikasi sedang. Warna ini timbul karena dalam reagensia mengandung alpha naphthyl







fosfat yang bereaksi dengan asam fosfatase. Penentuan : Kristal kholin 28



 



Bahan pemeriksaan : cairan vagina Metode Florence Test: Cairan vaginal ditetesi larutan yodium (larutan Florence), maka terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk dilihat di







mikroskop. Hasil yang diharapkan : kristal-kristal kholin peryodida tampak berbentuk jarum-jarum yang berwarna coklat.



d. Penentuan kristal spermin  Bahan pemeriksaan : pakaian  Metode : o Inhibisi asam fosfatase dengan L(+) asam tartrat. - Pakaian yang diduga mengandung bercak mani dipotong kecil dan diekstraksi dengan beberapa tetes aquades. - Pada dua helai kertas saring diteteskan masing-masing satu tetes ekstrak; kertas saring pertama disemprot dengan reagens 1, yang kedua disemprot dengan reagensia 2, - Bila pada kertas saring pertama timbul warna ungu dalam waktu menit sedangkan pada waktu kedua tidak terjadi warna ungu, maka dapat disimpulkan bahwa bercak pada pakaian yang diperiksa adalah bercak air mani. - Bila dalam jangka waktu tersebut warna ungu timbul pada keduanya, maka bercak pada pakaian bukan air mani, asam o



fosfatase yang terdapat berasal dari sumber lain. Reaksi dengan asam fosfatase - Kertas saring yang sudah dibasahi dengan aquades diletakkan pada pakaian atau bahan yang akan diperiksa selama 5-10 menit, kemudian kertas saring diangkat dan dikeringkan. - Semprot dengan reagensia, jika timbul warna ungu berarti pakaian atau bahan tersebut mengendung air mani. - Bila kertas saring tersebut diletakkan pada pakaian atau bahan seperti semula, maka dapat dketahui letak air mani atau bahan yang



o



diperiksa. Sinar ultraviolet, visual, taktil dan penciuman - Pemeriksaan dengan UV: bahan yang akan diperiksa ditaruh dalam ruang gelap, kemudian disinari dengan sinar ultra violet bila terdapat air mani, terjadi fluoresensi. 29



- Pemeriksaan secara visual, taktil dan penciuman tidak sulit untuk dikerjakan. e. Pemeriksaan penyakit kelamin Dilakukan dengan pemeriksaan smear dari cairan vulva vagina, dan cervix yang kemudian dicat dengan pewarnaan Gram. Maka dicari adanya kuman Nasseria Gonorhea (G.O) dengan membuat sediaan kemudian dilakukan pemeriksaan melalui dark field microscope kita cari adanya kuman Treponema Pallidum.  Bahan pemeriksaan : secret urethra dan secret cervix uteri  Metode : pewarnaan Gram  Hasil yang diharapkan : Kuman N. Gonorrheae f. Pemeriksaan kehamilan Untuk mengetahui adanya kehamilan dilakukan dengan memeriksa adanya HCG dalam urine. Setelah persetubuhan membutuhkan waktu yang lama agar kadar HCG dapat memberi hasil reaksi yang positif. Tujuannya adalah mengetahui apakah korban hamil sebelum/sesudah terjadi perkosaan.  Bahan pemeriksaan : Urine  Metode : - Hemagglutination inhibition test (Pregnoticon) - Agglutination inhibition test (Grav-index).  Hasil yang diharapkan : Terjadi agglutinasi pada kehamilan. g. Pemeriksaan bahan lain dari dari tubuh korban yang dpat dipakai sebagai petunjuk Pemeriksaan Toksikologi Tujuan pemeriksaan toksikologi untuk mengetahui apakah korban sebelum terjadi perkosaan telah diberi obat-obatan yang dapat menurunkan kesadaran. Pada pemeriksaan ini diperlukan darah dan urine dari korban. Bahan pemeriksaan : darah dan urine Metode : - TLC - Mikrodiffusi, dsbnya.



30



Hasil yang diharapkan : adanya obat yang dapat menurunkan atau menghilangkan kesadaran Pemeriksaan substansi golongan darah dari cairan semen Penentuan golongan darah A,B,O dari cairan semen dengan menggunakan teknik absorbsi inhibisi atau absorbsi eliminasi. Untuk menentukan golongan darah pemerkosa dari cairan semen yang ditemukan di vagina kadang-kadang tidak sulit asal korban mempunyai golongan darah yang berbeda dengan pemerkosa tersebut. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menyingkirkan seorang pria tertentu atau menunjang bukti lain yang melibatkan seorang pria. Bahan pemeriksaan : Cairan vaginal yang berisi air mani dan darah. Metode : o Serologi (ABO grouping test) o Hasil yang diharapkan : golongan darah dari air mani berbeda dengan golongan darah korban. o Pemeriksaan ini hanya dapat dikerjakan bila tersangka pelaku kejahatan termasuk golongan “secretor”. Pemeriksaan Laboratorium Pelaku Perkosaan - Pemeriksaan sel epitel vagina  Tujuan: menentukan adanya sel epitel vagina pada penis  Bahan pemeriksaan: cairan yang masih melekat di sekitar korona gland  Metode: dengan gelas objek ditempelkan mengelilingi korona glands, kemudian gelas objek tersebut diletakkan di atas cairan lugol  Hasil yang diharapkan: epitel dinding vagina yang berbentuk hexagonal tampak berwarna coklat atau coklat kekuningan. - Pemeriksaan penyakit kelamin  Tujuan: menentukan adanya kuman N. Gonorrheae (GO)  Bahan pemeriksaan: sekret uretra  Metode: sediaan langsung menggunakan pewarnaan gram  Hasil yang diharapkan: ditemukan kuman N. Ginirrheae Pemeriksaan DNA Pertama kali diperkenalkan oleh Jeffrey pada tahun 1985. Beliau menemukan bahwa pita DNA dari setiap individu dapat dilacak secara simultan pada banyak lokus sekaligus dengan pelacak DNA (DNA probe) yang diciptakannya. Pola DNA ini dapat divisualisasikan berupa urutan pita-pita yang 31



berbaris membentuk susunan yang mirip dengan gambaran barcode pada barang di supermarket. Uniknya ternyata pita-pita DNA ini bersifat spesifik individu, sehingga tak ada orang yang memiliki pita yang sama persis dengan orang lain. Pada kasus perkosaan ditemukannya pita-pita DNA dari benda bukti atau karban yang ternyata identik dengan pita-pita DNA tersangka menunjukkan bahwa tersangkalah yang menjadi donor sperma. Adanya kemungkinan percampuran antara sperma pelaku dan cairan vagina tidak menjadi masalah, karena pada proses kedua jenis DNA ini dapat dipisahkan satu sama lain. Satu-satunya kesalahan yang mungkin terjadi adalah kalau pelakunya memiliki saudara kembar identik. Perkembangan lebih lanjut pada bidang forensik adalah ditemukannya pelacak DNA yang hanya melacak satu lokus saja (single locus probe). Berbeda dengan tehnik Jeffreys yang menghasilkan banyak pita, disini pita yang muncul hanya dua. Penggunaan metode ini pada kasus perkosaan sangat menguntungkan karena ia dapat digunakan untuk membuat perkiraan jumlah pelaku pada kasus perkosaan dengan pelaku lebih dari satu. Ditemukannya metode penggandaan DNA secara enzimatik (Polymerase Chain Reaction atau PCR) membuka lebih banyak kemungkinan pemeriksaan DNA. Dengan metode ini bahan sampel yang amat minim jumlahnya tidak lagi menjadi masalah karena DNAnya dapat diperbanyak jutaan sampai milyaran kali lipat di dalam mesin yang dinamakan mesin PCR atau thermocycler. Dengan metode ini waktu pemeriksaan juga banyak dipersingkat, lebih sensitif serta lebih spesifik pula. Pada metode ini analisis DNA dapat dilakukan dengan sistem dotblot yang berbentuk bulatan berwarna biru, sistim elektroforesis yang berbentuk pita DNA atau dengan pelacakan urutan basa dengan metode sekuensing.



32



2.4 Contoh Visum et Repertum Korban Persetubuhan



RUMAH SAKIT SANGLAH DENPASAR BAGIAN/SMF/INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK Telp : 227912 – 227915 Ext. 111 PROJUSTITIA VISUM ET REPERTUM NO: KF 24/VR/VIII/2006 Berhubung dengan surat Saudara: I Nyoman Suriana, BRIPDA, NRP: delapan empat nol sembilan nol tiga enam empat, Nomor Polisi B garis miring tiga ratus dua puluh sembilan garis miring enam romawi garis miring dua ribu enam garis miring Sek.Mgs, tertanggal dua puluh juni dua ribu enam, maka kami yang bertanda tangan dibawah ini dokter IDA BAGUS PUTU ALIT, DFM, Sp.F, dokter pemerintah pada Bagian Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Sanglah Denpasar menerangkan bahwa kami pada tanggal dua puluh sembilan juni dua ribu enam pukul enam belas lewat tiga puluh menit Waktu Indonesia Bagian Tengah telah melakukan pemeriksaan terhadap korban dengan nomor rekam medis nol satu nol lima tiga sembilan empat satu yang berdasarkan surat tersebut ......................................................................................... Nama Jenis kelamin Umur Kewarganegaraan Pekerjaan Alamat



: Maryati : Perempuan : Lima belas tahun : Indonesia : Pelajar :Jalan Uluwatu tiga puluh empat Jimbaran Kuta



Pada pemeriksaan ditemukan: a. Perempuan tersebut adalah seorang wanita berumur lima belas tahun dengan kesadaran baik, emosi tengang, rambut rapi, penampilan bersih, sikap selama pemeriksaan membantu ............................................................................................ b. Pakaian rapi, tanpa robekan....................................................................................... c. Tanda kelamin sekunder sudah berkembang............................................................. d. Keadaan umum jasmaniah baik, tekanan darah seratus sepuluh per tujuh puluh milimeter air raksa, denyut nadi sembilan puluh dua kali per menit, pernapasan dua puluh kali per menit e. Luka-luka : tidak ditemukan adanya luka-luka pada korban.......................................... f. Pemeriksaan Kandungan:  Rahim: Puncak rahim setinggi satu jari dibawah pusat dan teraba benda keras berbentuk bulat pada dasar rahim serta terdengar denyut jantung janin g. Pemeriksaan Alat Kelamin:  Mulut alat kelamin : Pada kedua bibir kecil kemaluan tidak tampak keme rahan



33







Selaput dara sesuai dengan



: Terdapat robekan lama pada selaput dara hingga ke dasar arah jarum jam tiga dan jam sembilan



 Leher rahim : Tampak merah keunguan dengan permukaan licin, lunak h. Pada pemeriksaan tes kehamilan PPT hasilnya positif................................................... i. Pada pemeriksaan USG tanggal dua puluh juli dua ribu enam didapatkan janin tunggal dalam rahim sesuai dengan umur kehamilan dua puluh lima sampai dua puluh enam minggu KESIMPULAN Robekan lama selaput dara menandakan memang telah terjadi persetubuhan yang sudah lama terjadi. Dari hasil pemeriksaan fisik, tes kehamilan dan USG memang benar yang bersangkutan hamil yang merupakan akibat dari persetubuhan yang terjadi kurang lebih dua puluh lima sampai dua puluh enam minggu yang lalu................................................... Demikian Visum et Repertum ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan mengingat sumpah jabatan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.........................



Denpasar, Dua puluh Juli Dua ribu enam Dokter Pemeriksa,



dr. Ida Bagus Putu Alit, DFM, Sp.F. NIP. 132 281 815



34



BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pemeriksaan Spermatazoa tanpa Pewarnaan a. Tujuan : Menetukan adanya sperma b. Bahan : - Cairan vagina - NaCl c. Alat : - Kaca objek - Mikroskop d. Cara pemeriksaan : - Tetesi 1-2 tetes cairan vagina di glass object - Tutup glass object dengan cover glass - Periksa spermatozoa di bawah mikroskop dengan pembesaran 40x e. Hasil Terlihat spermatozoa yang bergerak-gerak di kaca objek



Gambar 3.1 Spermatozoa pada mikroskop 35



3.2



Pemeriksaan Cairan Mani dengan Test Zink a. Tujuan : Menetukan bercak cairan mani b. Bahan : - Pakaian yang diduga terkena bercak mani - Reagen Zink c. Alat : - Kertas saring Whatman no. 2Cara pemeriksaan d. Cara pemeriksaan - Tempelkan pakaian yang diduga terkena cairan mani dengan saring Whatman no.2 - Basahi dengan aquadest - Tunggu hingga kering dengan suhu ruangan kira-kira 10 menit - Tetesi dengan reagen PAN pada bercak - Catat warna yang terbentuk e. Hasil Positif:



warna merah muda



Negatif:



warna kuning



Gambar 3.2 Cairan mani + aquadest



36



Gambar 3.3 Cairan mani tanpa aquabidest



Gambar 3.4 Bercak air liur



37



Pencatatan waktu timbulnya warna merah muda



Waktu



Sampel



5 detik



Air mani+aquabidest



3 detik



Air mani tanpa aquabidest



BAB IV 38



PENUTUP



Persetubuhan adalah suatu peristiwa di mana alat kelamin laki-laki masuk ke dalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa terjadinya pancaran air mani. Dengan demikian, besarnya zakar dengan ketegangannya, sampai seberapa jauh zakar masuk, ke dalam selaput dara serta posisi persetubuhan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Jika zakar masuk seluruhnya dan keadaan selaput dara masih cukup baik, maka pada pemeriksaan dapat diharapkan adanya robekan pada selaput dara. Jika selaput daranya elastic tentu tidak aka nada robekan. Adanya robekan pada selaput dara hanya akan menunjukkan adanya benda (padat/kenyal) yang masuk, dengan demikian bukan merupakan tanda pasti dari adanya persetubuhan. Adanya pancaran air mani (ejakulasi), pada pemeriksaan diharapkan dapat ditemukan sel mani/sperma. Adanya sperma di dalam liang senggama (vagina) merupakan tanda pasti akan adanya persetubuhan. Pemeriksaan ditujukan pada penentuan adanya zat-zat tertentu dalam air mani, seperti asam fosfatase, spermin dan kholin; yang tentunya nilai pembuktian adanya persetubuhan lebih rendah oleh karena tidak mempunyai nilai deskriptif yang mutlak atau tidak khas. Bila ditemukan sperma dalam vagina korban berarti terbukti telah terjadi persetubuhan, dan jika ada pengaduan dari pihak korban, maka laki-laki yang membawa telah “membawa lari” anak perempuan tersebut, maka ia dapat dikenakan tindak pidana persetubuhan dengan perempuan yang belum cukup umur.



DAFTAR PUSTAKA



39



Atmadja S, Djaja. Pemeriksaan Forensik pada Kasus Perkosaan dan Delik Aduan Lainnya. Diunduh dari http://reproduksiumj.blogspot.com 2009. Atmadja, D.S. Pemeriksaan Forensik pada Kasus Perkosaan dan Delik Aduan Lainnya. Diunduh dari http://reproduksiumj.com, 2009. Idries, A.M., Tjiptomartono, A.L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses Penyidikan. Jakarta : Sagung Seto; 2008: h. 113-32. Kusuma, Erfan. 2012. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Universitas Airlangga : Surabaya Mansjoer, Arief [et al.]. Ilmu Kedokteran Forensik - Visum et Repertum. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 3, Vol 2, cetakan ke-8. Media Aesculapius FKUI. 2009:171-81. Medikolegal.Diunduh



dari



http://www.scribd.com/doc/



17330455/MEDIKOLEGAL, 12 Maret 2015. Pelecehan Seksual pada Anak. Diunduh dari www.scribd.com, pada tanggal 12 Maret 2015. Psikososial. Di unduh dari www.library.usu.co.id . 12 Maret 2015. Staf pengajar bagian kedokteran forensik FKUI. Visum et Repertum. Teknik Autopsi Forensik. Cetakan ke-4. Penerbit Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 2000:72-81. Staf pengajar bagian kedokteran forensik. Prosedur medikolegal. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Cetakan ke-2. Penerbit Bagian 40



Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994:11-25. Visum et Repertum. Diunduh dari www.klinikindonesia.com/forensik/artikelforensik.php. 12 Maret 2015. Wibisana W, Mun’im TWA, dkk. Pemeriksaan Medik pada Kasus Kejahatan Seksual. Ilmu Kedokteran Forensik. Ed 1, Cetakan ke-2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 1997:147-58.



41