Referat Sindrom Nefrotik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

f



DEPARTEMEN ILMU PATOLOGI KLINIK



REFERAT



FAKULTAS KEDOKTERAN



OKTOBER 2021



UNIVERSITAS HASANUDDIN ASPEK LABORATORIUM SINDROM NEFROTIK



Disusun Oleh : Besse Dahlia Rizky Aulia A.



C014202252



Rika Sari



C11116336



Nurjihan Harahap



C11116561



Residen Pembimbing : dr. Fauziah Supervisor : dr. Rima Yuliati Muin, M.Kes, Sp.PK



DEPARTEMEN ILMU PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2021



LEMBAR PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa : Besse Dahlia Rizky Aulia A.



C014202252



Rika Sari



C11116336



Nurjihan Harahap



C11116561



Judul Referat : Aspek Laboratorium Sindrom Nefrotik Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada departemen Ilmu Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.



Makassar, Oktober 2021 Mengetahui, Residen Pembimbing



dr. Fauziah



Supervisor Pembimbing



dr. Rima Yuliati Muin, M.Kes., Sp.PK



ii



DAFTAR ISI Halaman Judul...............................................................................................................................i Halaman Pengesahan...................................................................................................................ii DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................2 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sindrom Nefrotik........................................................................................2 2.2 Definisi Sindrom Nefrotik...............................................................................................................4 2.3 Epideomologi Sindrom Nefrotik.....................................................................................................4 2.4 Etiologi Sindrom Nefrotik...............................................................................................................5 2.5 Faktor Resiko..................................................................................................................................5 2.6 Patofisiologi Sindrom Nefrotik........................................................................................................6 2.7 Manifestasi Klinis..........................................................................................................................10 2.8 Komplikasi 13 2.9 Diagnosis..................................................................................................................16 2.10 Pemeriksaan Laboratorium.......................................................................................17 2.11 Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik.............................................................................18 BAB III KESIMPULAN...........................................................................................................21 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................22



iii



BAB I PENDAHULUAN Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit glomerular yang ditandai dengan edema, proteinuria masif >3,5 gram/hari, hipoalbunemia. (Charles Kodner, 2016) Insiden sindrom nefrotik pada dewasa terjadi 3 per 100.000 populasi. Rata – rata 80%-90% kasus sindrom nefrotik pada dewasa penyebabnya masih belum diketahui. Nefropati membranosa merupakan penyebab paling sering pada ras kulit putih dan glomerulosklerosis fokal segmental paling sering terjadi pada ras kulit hitam, dimana setiap gangguan tersebut rata – rata 30% hingga 35% kasus pada dewasa. Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau toksin dan akibat penyakit sitemik. (Charles Kodner, 2016) Penyebab Sindrom Nefrotik sangat luas maka anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan urin termasuk pemeriksaan sedimen perlu dengan cermat. Pemeriksaan kadar albumin dalam serum, kolesterol dan trigliserid juga membantu penilaian terhadap sindrom nefrotik. Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan berbagai infeksi dan riwayat penyakit sistemik lain perlu diperhatikan. Manajemen dari Sindrom nefrotik yaitu mengatasi penyababnya, memberikan terapi berdasarkan gejalanya serta pada beberapa kasus diberikan agen immunosuppressant. (Kharisma, 2017) Pengobatan sindrom nefrotik adalah untuk mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi penyakit penyerta seperti infeksi, trombosis dan kerusakan ginjal pada gagal ginjal akut dan sebagainya. Jika tidak dilakukan terapi sedini mungkin maka akan menyebabkan kerusakan glomeruli ginjal sehingga mempengaruhi kemampuan ginjal menfiltrasi darah. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal akut ataupun kronik. (Kharisma 2017) Umumnya terapi yang diberikan adalah diet rendah protein dan rendah garam, kortikosteroid, diuretik dan antibiotik. Dengan pemberian kortikosteroid golongan glukokortikoid sebagian besar akan membaik. Terapi antibiotik dapat mengurangi mortalitas akibat infeksi sedangkan diuretik dapat membantu ginjal dalam mengatur pengeluaran garam dan air. Pada sindrom nefrotik juga terdapat komplikasi, diantara dapat terjadi keseimbangan nitrogen yang negatif yang diakibatkan oleh proteinuria 1



masif, terjadi hiperkoagulasi, hiperlipidemia dan lipidemia, terjadi gangguan metabolisme kalsium dan tulang dan infeksi. (PAPDI, 2014) BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal 2.1.1 Anatomi Ginjal Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di belakang peritoneum, dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, berbentuk seperti biji kacang dengan lekukan mengahadap ke dalam, dan berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih antara 120-150 gram.



Gambar 1 : Anatomi Ginjal Sumber : Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak yaitu lemak pararenal dan lemak perirenal yang dipisahkan oleh sebuah fascia yang disebut fascia gerota.



Dalam



potongan frontal ginjal, ditemukan dua lapisan ginjal di distal sinus renalis, yaitu korteks renalis (bagian luar) yang berwarna coklat gelap dan medulla renalis (bagian dalam) yang berwarna coklat terang. Di bagian sinus renalis terdapat bangunan berbentuk corong yang merupakan kelanjutan dari ureter dan disebut pelvis renalis.



2



Masing-masing pelvis renalis membentuk dua atau tiga kaliks rmayor dan masingmasing kaliks mayor tersebut akan bercabang lagi menjadi dua atau tiga kaliks minor. Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang dari aorta abdominalis di distal arteri mesenterica superior. Arteri renalis masuk ke dalam hillus renalis bersama dengan vena, ureter, pembuluh limfe, dan nervus kemudian bercabang menjadi arteri interlobaris. Memasuki struktur yang lebih kecil, arteri interlobaris ini berubah menjadi arteri interlobularis lalu akhirnya menjadi arteriola aferen yang menyusun glomerulus. Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis yang seratnya berjalan bersama dengan arteri renalis. Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju korda spinalis segmen T10-11 dan memberikan sinyal sesuai dengan level dermatomnya. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa nyeri di daerah pinggang (flank) bisa merupakan nyeri alih dari ginjal. (Fadila Amalina Ariputri, 2016) 2.1.2 Fisiologi Ginjal Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah serta mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit yang kemudian dibuang melalui urine. Pembentukan urin adalah fungsi ginjal yang paling esensial dalam mempertahankan homeostatis tubuh. Pada orang dewasa sehat, kurang lebih 1200 ml darah, atau 25% cardiac output, mengalir ke kedua ginjal. Pada keadaan tertentu, aliran darah ke ginjal dapat meningkat hingga 30% (pada saat latihan fisik) dan menurun hingga 12% dari cardiac output. Proses pembentukan urine yang pertama terjadi adalah filtrasi, yaitu penyaringan darah yang mengalir melalui arteria aferen menuju kapiler glomerulus yang dibungkus kapsula bowman untuk menjadi filtrat glomerulus yang berisi zat-zat ekskresi. Kapiler glomerulus tersusun atas sel endotel, membrana basalis dan sel epitel. Kapiler glomeruli berdinding porous (berlubang- 15 lubang), yang memungkinkan terjadinya filtrasi cairan dalam jumlah besar (± 180 L/hari). Molekul yang berukuran kecil (air, elektrolit, dan sisa metabolisme tubuh, di antaranya kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari darah, sedangkan molekul berukuran lebih besar (protein dan sel darah) tetap tertahan di dalam darah. Oleh karena itu, komposisi cairan filtrat yang berada di kapsul Bowman, mirip dengan yang ada di dalam plasma, hanya saja cairan ini tidak mengandung protein dan sel darah. 3



Volume cairan yang difiltrasi oleh glomerulus setiap satuan waktu disebut sebagai rerata filtrasi glomerulus atau Glomerular Filtration Rate (GFR). Selanjutnya cairan filtrat akan direabsorbsi dan beberapa elektrolit akan mengalami sekresi di tubulus ginjal, yang kemudian menghasilkan urine yang akan disalurkan melalui duktus koligentes. Proses dari reabsorbsi filtrat di tubulus proksimal, ansa henle, dan sekresi di tubulus distal terus berlangsung hingga terbentuk filtrat tubuli yang dialirkan ke kalises hingga pelvis ginjal. Ginjal merupakan alat tubuh yang strukturnya amat rumit, berperan penting dalam pengelolaan berbagai faal utama tubuh. (Fadila Amalina Ariputri, 2016) Beberapa fungsi ginjal: a. Regulasi volume dan osmolalitas cairan tubuh b. Regulasi keseimbangan elektrolit c. Regulasi keseimbangan asam basa d. Ekskresi produk metabolit dan substansi asing e. Fungsi endokrin · Partisipasi dalam eritropoiesis · Pengatur tekanan arteri



f. Pengaturan produksi 1,25-dihidroksi vitamin D3 g. Sintesa glukosa 2.2 Definisi Sindrom Nefrotik Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit glomerular yang ditandai dengan edema,



proteinuria



masif



>3,5



gram/hari,



hipoalbunemia



2 mg/mg atau dipstick ≥2+). Proteinuria massif menyebabkan pasien mengalami Hipoalbuminemia ≤ 2.5 g/dL dan dapat disertai hiperkolesterolemia dengan kadar kolesterol yang meningkat yaitu 494 mg/dl. - Pemeriksaan kadar ureum pasien ini diketahui meningkat namun kreatinin serum rendah. Kadar kreatinin yang rendah kemungkinan akibat meningkatnya katabolisme protein yang berasal dari otot sebagai kompensasi dari proteinuria masif. Keadaan ini dikenal dengan balans nitrogen negatif. Peningkatan kadar ureum pada pasien ini kemungkinan akibat meningkatnya pembentukan ureum di hati atau akibat intake makanan. Walaupun kadar kreatinin serum pasien ini tidak tinggi, namun volume urin sedikit sehingga tetap diperlukan pemeriksaan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) untuk melihat progresifitas penyakit ini menjadi gagal ginjal terminal - Pemeriksaan Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, hematokrit, LED), Albumin dan kolesterol serum, Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin. (UKK Nefrologi IDAI, 2014)



-



Pemeriksaan elektrolit serum terlihat kadar natrium serum rendah. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan dilusi akibat hypoalbuminemia. (Charles, 2016)



b.



Pemeriksaan Radiologi ; dapat dilakukan USG ginjal untuk mengidentifikasi trombosis vena renalis jika terdapat indikasi curiga adanya keluhan nyeri pinggang (flank pain), hematuria atau gagal ginjal akut. (Charles, 2016)



c.



Pemeriksaan Histopatologi; dapat dilakukan biopsi ginjal, pemeriksaan ini direkomendasikan pada pasien sindrom nefrotik untuk mengkonfirmasi subtipe penyakitnya atau untuk konfirmasi diagnosis. Meskipun begitu, belum ada guidline yang pasti menjelaskan kapan biposi ginjal di indikasikan. (Charles kodner,2016)



19



2. 11 Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik 2.11.1 Non-Farmako Nutrisi dan Cairan karena adanya mekanisme retensi natrium pada sindrom nefrotik, maka beberapa literatur merekomendasikan diet natrium yang dibatasi agar kurang dari 3 gram/hari dan diet cairan < 1500 ml/hari. Diet rendah garam diberikan untuk menurunkan derajat edema dan sebaiknya kurang dari 35% kalori berasal dari lemak



untuk



mencegah



obesitas



selama



terapi



steroid



dan



mengurangi



hiperkolesterolemia. (Kodner, 2016) Pasien disarankan untuk istirahat, retriksi asupan protein dengan diet protein 0,8 gram/kgBB/hari serta ekskresi protein urin/24 jam dan jika fungsi ginjal menurun maka diet disesuaikan hingga 0,6 gram/kgBB/hari disertai ekskresi protein dalam urin/24 jam kemudian diet rendah kolesterol 3,5 gram/hari, hipoalbunemia < 3,5 gram/hari, hiperkolesterolemia dan lipiduria. Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau toksin dan akibat penyakit sitemik. Pada pasien ini dari anamnesis didapatkan gejela seperti edema pada extremitas bagian bawah, wajah dan bagian abdomen sejak bulan Mei, pemeriksaan fisik yang dilakukan pada saat dilakukan pada tanggal 2 Juli 2019 sudah tidak didapatkan gejala tersebut dan pemeriksaan penunjang saat pasien dirawat didapatkan hiperkolesterolemia, proteinuria dan hipoalbunemia. Manajemen yang diberikan adalah manajemen secara umum seperti istirahat, diet rendah kolesterol, diet garam rendah garam dan diet protein. Pengobatan edema, pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II, pengobatan dyslipidemia dengan golongan statin dan pengobatan kasual sesuai dengan etiologi dari sindrom nefrotik. Pada pasien sudah dilakukan manajemen planning dan terapi yang sesuai dengan penanganan sindrom nefrotik.



23



DAFTAR PUSTAKA



Floege J.( 2015). Introduction to glomerular disease: clinical presentations. In: Johnson RJ, Feehally J, Floege J, eds. Comprehensive Clinical Nephrology. 5th ed Philadelphia: Elsevier Saunders. Kharisma, Y. (2017). Tinjauan Umum Sindrom Nefrotik. Universitas Islam Bandung. Charles Kordner (2016). Diagnosis and Management of Nephrotic Syndrome in Adults. University of Louisville School of Medicine, Louisville, Kentucky, Am Fam Physician. 15;93(6):479-485. Fadila Amalina Ariputri, 2016, Pengaruh Pemberian Ekstrak Meniran (Phyllanthus Niruri L.) Dosis Bertingkat Terhadap Gambaran Mikroskopis Ginjal Studi Pada Mencit Balb/C Yang Diinduksi Metanil Yellow. Laporan Hasil Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran: Universitas Diponegoro. Tumlin JA, Campbell KN. Proteinuria in Nephrotic Syndrome: Mechanistic and Clinical Considerations in Optimizing Management. Am J Nephrol. 2018; 47(suppl 1): 1–2. Cadnapaphornchai MA, Tkachenko O, Shchekochikhin D, Schrier RW. The nephrotic syndrome: pathogenesis and treatment of edema formation and secondary complications. Pediatr Nephrol. 2014; 29: 1159–1167. Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012 Nishi S, Ubara Y, Utsunomiya Y, Okada K, Obata Y. Evidence-based clinical practice guidelines for nephrotic syndrome 2014. Clin Exp Nephrol. 2016; 20: 342–370. 24



Gadegbeku, C., Wayo, R., Badu, G. A., Nukpe, E., & Okai, A. (2013). Food taboos among residents at Ashongman-Accra, Ghana. Food Science and Quality Management, 15, 21– 30. Tapia



C,



Bashir



K.



Nephrotic



Syndrome.



2019.



https://www.ncbi.nlm.nih.



gov/books/NBK470444/ Cohen EP.



Nephrotic



Syndrome. Medscape, 2019. https://emedicine.medscape.com



/article/244631-overview Sobh



MA.



Nephrology



for



medical



students.



Diunduh



dari



http://www1.mans.edu.eg/pcvs/14122/Ne phrology_for_medical_students.pdf tanggal 16 Januari 2018. PAPDI. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. PPK PAPDI. (2015). Penatalaksanaan Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. UKK IDAI. (2014). Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak. Jakarta Rachmadi R. Diagnosis dan Tata Laksana Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (Simposium Tata Laksana Terkini penyakit ginjal pada anak). Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Uviversitas Padjajaran, Juni 2013. Prodjosudjadi, W. & Suhardjono, A., 2009.End-stage renal disease in Indonesia, Division of Nephrology and Hypertension, Departement of Internal Medicine, University of Indonesia. Vol.16, p. S133-36



25