Referat Sinusitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



SINUSITIS



Dibuat Oleh : Maria Nataly – 07120110061 Devina – 07120110064



Pembimbing : dr. M. Agus S, SpTHT



Kepaniteraan Klinik THT Rumah Sakit Marinir, Cilandak (Periode 8 Februari 2016 – 11 Maret 2016) Universitas Pelita Harapan 1



BAB I PENDAHULUAN



Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi sinus paranasalis. Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksilla. . Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun). Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.1,2 Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rhinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rhinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rhinosinusitis ini. Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis ethmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang ditemukan. Pada anak hanya sinus maxilla dan sinus ethmoid yang berkembang sedangkan sinus frontal dan sinus sphenoid mulai berkembang pada anak berusia kurang lebih 8 tahun. Sinus maxilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga sekret dari sinus maxilla hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maxilla adalah dasar akar gigi (processus alveolaris), sehingga infeksi pada gigi dapat menyebabkan sinusitis maxilla, (4) ostium sinus maxilla terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.



2



Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,



epidemiologi,



patofisiologi,



manifestasi



klinik,



diagnosis,



penatalaksanaan, dan komplikasi dari sinusitis.



ETIOLOGI



Seperti yang diketahui, terdapat banyak faktor menjadi penyebab sesuatu penyakit timbul, antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh yang menurun akibat defisiensi gizi yang menyebabkan tubuh rentan dijangkiti penyakit dan faktor eksternal seperti perubahan musim yang ekstrim, terpapar lingkungan yang tinggi zat kimiawi, debu, asap tembakau dan lain-lain. Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit sinusitis, berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan neoplasma. Adapun agen etiologinya dapat berupa virus, bakteri atau jamur.4 



Virus Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas, infeksi virus yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinyu dengan mukosa hidung dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai 3



dapat meluas ke sinus. Antara agen virus tersering menyebabkan sinusitis antara lain: Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan adenovirus. 



Bakteri Organisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis media. Yang sering ditemukan antara lain: Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Branhamella cataralis, Streptococcus alfa, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Penyebab dari sinusitis kronik hampir sama dengan bakteri penyebab sinusitis akut. Namun karena sinusitis kronik berhubungan dengan drainase yang kurang adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung bersifat opportunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob (Peptostreptococcus, Corynobacterium, Bacteroides, dan Veillonella).







Jamur Biasanya



terjadi



pada



pasien



dengan



diabetes,



terapi



immunosupresif, dan immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS. Jamur penyebab infeksi biasanya berasal dari genus Aspergillus dan Zygomycetes.



4



EPIDEMIOLOGI Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia1 Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi2 .Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM JanuariAgustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rhinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis (PERHATI, 2006). Setiap 1 dari 7 orang dewasa di Amerika Serikat dideteksi positif sinusitis dengan lebih dari 30 juta manusia didiagnosa sinusitis setiap tahun. Sinusitis lebih sering terjadi dari awal musim gugur dan musim semi. Insiden terjadinya sinusitis meningkat seiring dengan meningkatnya kasus asma, alergi, dan penyakit traktus respiratorius lainnya. Perempuan lebih sering terkena sinusitis dibandingkan lakilaki



karena



mereka



lebih



sering



kontak



dengan



anak



kecil.



Angka



perbandingannya 20% perempuan disbanding 11.5% laki-laki. Sinusitis lebih sering diderita oleh anak-anak dan dewasa muda akibat rentannya usia ini dengan infeksi Rhinovirus.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Definisi



5



Sinusitis berasal dari akar bahasa Latinnya sinus, akhiran umum dalam kedokteran -itis berarti peradangan karena itu sinusitis adalah suatu peradangan sinus paranasal. Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi virus, bakteri maupun jamur (Laszlo, 1997). Terdapat empat sinus disekitar hidung yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus ethmoidalis (di antara kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sphenoidalis (terletak di belakang dahi). Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang dapat berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena disebut pansinusitis (Mangunkusumo&Soetjipto, 2007).



2.2. Anatomi Sinus paranasal merupakan ruang udara yang berada di tengkorak. Bentuk sinus paranasal sangat bervariasi pada tiap individu dan semua sinus memiliki muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung. Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut: sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing (Pletcher&Golderg, 2003). Secara embriologis, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya pada fetus saat usia 3-4 bulan, kecuali sinus



6



frontalis dan sphenoidalis. Sinus maksilaris dan ethmoid sudah ada saat anak lahir sedangkan sinus frontalis mulai berkembang pada anak lebih kurang berumur 8 tahun sebagai perluasan dari sinus etmoidalis anterior sedangkan sinus sphenoidalis berkembang mulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari posterosuperior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimum pada usia 15-18 tahun. Sinus frontalis kanan dan kiri biasanya tidak simetris dan dipisahkan oleh sekat di garis tengah (Damayanti&Endang, 2002). Sinus paranasal divaskularisasi oleh arteri carotis interna dan eksterna serta vena yang menyertainya seperti a. ethmoidalis anterior, a. ethmoidalis posterior dan a. sfenopalatina. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sphenoid. Fungsi sinus paranasal adalah (Pletcher&Golderg, 2003): a. Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan b. c. d. e.



tulang akan terdesak. Sebagai pengatur udara (air conditioning). Peringan cranium. Resonansi suara. Membantu produksi mukus.



7



(medical-dictionary.thefreedictionary.com) Sinus paranasalis tampak depan dan samping Berdasarkan ukuran sinus paranasal dari yang terbesar yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus ethmoidalis dan sphenoidalis (Shyamal,1996). Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi (Rukmini&Herawati, 2000): a. Grup Anterior : · Frontal, maksilaris dan ethmoidalis anterior · Ostia di meatus medius · Pus dalam meatus medius mengalir kedalam faring b. Grup Posterior : · Ethmoidalis posterior dan sinus sphenoidalis · Ostia di meatus superior · Pus dalam meatus superior mengalir kedalam faring 2.2.1. Sinus Maksilaris a. Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus I. b. Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang apexnya pada pars zygomaticus maxillae. c. Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang dewasa. d. Berhubungan dengan (Pletcher&Golderg, 2003): 1) Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata. 2) Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar. 3) Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.



8



e. Suplai darah terbanyak melalui cabang dari arteri maksilaris. Inervasi mukosa sinus melalui cabang dari nervus maksilaris. 2.2.2 Sinus Frontalis a.



Sinus frontalis mulai terbentuk sejak bulan keempat fetus, berasal dari selsel resessus frontal atau dari sel-sel infundibulum ethmoid. Sinus ini dapat



terbentuk atau tidak. b. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak simetris kanan dan kiri, terletak di os frontalis. c. Volume pada orang dewasa ± 7cc. d. Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media). e. Berhubungan dengan (Pletcher&Golderg, 2003) : 1) Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta. 2) Orbita, dibatasi oleh tulang compacta. 3) Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic. f.



Suplai darah diperoleh dari arteri supraorbital dan arteri supratrochlear yang berasal dari arteri oftalmika yang merupakan salah satu cabang dari arteri carotis inernal. Inervasi mukosa disuplai oleh cabang supraorbital dan supratrochlear cabang dari nervus frontalis yang berasal dari nervus trigeminus



2.2.3 Sinus Ethmoid a. Terbentuk pada usia fetus bulan IV. b. Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae, dindingnya tipis. c. Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan mata d. Berhubungan dengan (Pletcher&Golderg, 2003):



9



1) Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial (meningitis, encefalitis dsb). 2) Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma. 3) Nervus Optikus. 4) Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior. e. Suplai darah berasal dari cabang nasal dari a. sphenopalatina. Inervasi mukosa berasal dari divisi oftalmika dan maksilari nervus trigeminus 2.2.4 Sinus Sphenoidal a. b. c. d.



Terbentuk pada fetus usia bulan III Terletak pada corpus, alas dan Processus os sphenoidalis. Volume pada orang dewasa ± 7 cc. Berhubungan dengan (Pletcher&Golderg, 2003): 1) Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii. 2) Glandula pituitari, chiasma n.opticum. 3) Tranctus olfactorius. 4) Arteri basillaris brain stem (batang otak)



e.



Suplai darah berasal dari arteri carotis internal dan eksternal. Inervasi mukosa berasal dari nervus trigeminus. Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan



konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior. 2.3. Etiologi



10



Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun). Penyebab sinusitis akut: a. Virus Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya pilek). b. Bakteri Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut. c. Jamur Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus merupakan jamur yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan system kekebalan. Pada orang-orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur. d. Peradangan menahun pada saluran hidung. Pada penderita rinitis alergika bisa terjadi sinusitis akut. Demikian pula halnya pada penderita rinitis vasomotor. e. Penyakit tertentu.



11



Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan dan penderita kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis kistik). Penyebab sinusitis kronis: a. Asma b. Penyakit alergi (misalnya rinitis alergika) c. Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun pembuangan lendir. Sinusitis lebih sering disebabkan adanya faktor predisposisi seperti (Tadjudin OA,1992) : a. Gangguan fisik akibat kekurangan gizi, kelelahan, atau penyakit sistemik. b. Gangguan faal hidung oleh karena rusaknya aktivitas silia oleh asap rokok, polusi udara, atau karena panas dan kering. c. Kelainan anatomi yang menyebabkan gangguan saluran seperti : a) Atresia atau stenosis koana b) Deviasi septum c) Hipertroti konka media d) Polip yang dapat terjadi pada 30% anak yang menderita fibrosis kistik e) Tumor atau neoplasma f) Hipertroti adenoid g) Udem mukosa karena infeksi atau alergi h) Benda asing d. Berenang dan menyelam pada waktu sedang pilek e. Trauma yang menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal f. Kelainan imunologi didapat seperti imunodefisiensi karena leukemia dan



12



imunosupresi oleh obat. 2.4. Klasifikasi Berdasarkan beratnya penyakit, rinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10cm): - Ringan



= VAS 0-3



- Sedang



= VAS >3-7



- Berat



= VAS >7-10



Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan dalam VAS jawaban dari pertanyaan: Berapa besar gangguan dari gejala rinosinusitis saudara? │_______________________________________________________________│ Tidak mengganggu



10 cm



Gangguan terburuk yang masuk akal



Nilai VAS > 5 mempengaruhi kulaitas hidup pasien Berdasarkan durasi penyakit, rhinosinusitis diklasifikasikan menjadi: Akut  



< 12 minggu Resolusi komplit gejala



Kronik   



12 minggu Tanpa resolusi gejala komplit Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut Rinosinusitis kronik tanpa bedah sinus sebelumnya terbagi menjadi



subgrup yang didasarkan atas temuan endoskopi, yaitu: 1. Rinosinusitis kronik dengan polip nasal Polip bilateral, terlihat secara endopskopi di meatus media



13



2. Rinosinusitis kronik tanpa polip nasal Tidak ada polip yang terlihat di meatus media, jika perlu setelah penggunaan dekongestan. Sedangkan



berdasarkan



penyebabnya



sinusitis



dibagi



menjadi



2



(Wikipedia,2011): a. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis b. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)



2.5. Patofisiologi Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar di dalam kompleks osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. 2 Bila terinfeksi, organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan karena ostium sinus tersumbat. Maka terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus terjadinya transudasi, yang mula-mula cairan serosa. Gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Kondisi inilah yang disebut rhinosinusitis non-bakterial.



14



(http://doctorcayoo.blogspot.com/2009/07/sinusitis-5.html)



Patofisiologi Sinusitis Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.7 Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini, yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan: 1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya kering. Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa. 2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan epitel. 3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris, epitel dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum. 15



4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya pengeluaran leukosit memakan waktu 10 – 14 hari. 5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap, kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda osteitis dan akan diganti dengan nekrosis tulang. Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi melalui : tromboflebitis dari vena yang perforasi Perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau -



nekrotik terjadinya defek melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia.



Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat disebarkan dari sinus secara limfatik. 2.6 Kriteria Diagnosis Wald mencatat bahwa gejala flu biasa membaik dalam 5 sampai 7 hari, dan jika gejala menetap lebih dari 10 hari, gejala cenderung menjadi sekunder ke salah satu sinusitis akut atau gejala persisten dari sinusitis kronis. Gejala sinusitis kronis berlangsung lebih dari 3 minggu. American Academy of Otolaryngology membagi kategori gejala untuk menegakan rinosinusitis, yaitu kategori gejala mayor dan minor. Menurut durasi gejala, rinosinusitis didefinisikan sebagai akut bila gejala berlangsung 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala hadir selama 4 sampai 12 minggu, atau kronis untuk gejala yang berlangsung lebih dari 12 minggu. Sinusitis akut Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh virus yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika infeksi saluran 16



napas atas oleh virus tidak sembuh salama 10 hari atau memburuk setelah 5-7 hari. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula serous yang biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri , yang bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Sinusitis akut berulang tejadi gejala lebih dari 4 episode per tahun dengan interval bebas penyakit lain. Eksaserbasi akut rinosinusitis didefinisikan sebagai memburuknya gejala pada pasien yang sudah didiagnosis rhinosinusitis secara tiba-tiba, dengan kembali ke gejala awal setelah perawatan. Untuk mendiagnosis rhinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor atau 1 faktor mayor 2 faktor minor. Jika hanya 1 faktor mayor atau 2 faktor minor ini harus dimasukkan dalam diagnosis diferensial. SIGNS AND SYMPTOMS ASSOCIATED WITH DIAGNOSIS OF RHINOSINUSITIS (1996 RHINOSINUSITIS TASK FORCE)



Gejala Mayor Nyeri atau rasa tertekan pada muka



Gejala Minor Sakit kepala



Kebas atau rasa penuh pada muka



Demam (pada sinusitis kronik)



Obstruksi hidung



Halitosis



Sekret hidung yang purulen, post nasal drip



Kelelahan



Hiposmia atau anosmia



Sakit gigi



Demam (hanya pada rinosinusitis akut)



Batuk Nyeri, rasa tertekan atau rasa penuh pada telinga



Sinusitis kronik 17



Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut, selain itu gejala berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang seringkali mukopurulen. Kadang-kadang hanya satu atau dua dari gejala-gejala dibawah ini yaitu : sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala faktor predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap, dan keluhan-keluhannya yang menonjol. Pasien dengan sinusitis kronik dengan polip nasi lebih sering mengalami hiposmia dan lebih sedikit mengeluhkan nyeri atau rasa tertekan daripada yang tidak memiliki polip nasi. Bakteri yang memegang peranan penting dalam patogenesis rinosinusitis kronik masih kontroversial. Organisme yang umum terisolasi pada sinusitis kronik termasuk Staphylococcus aureus, bakteri anaerob dan gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa. REQUIREMENTS FOR DIAGNOSIS OF CHRONIC RHINOSINUSITIS (2003 TASK FORCE)



Durasi >



12



gejala menerus



Gejala minggu Satu atau lebih dari gejala terus tersebut



Pemeriksaan Fisik 1. perubahan pada hidung, polip, atau polypoid rhinoskopi



pembengkakan anterior



pada (dengan



decongestion) atau hidung endoskopi 2. Edema atau eritema di meatus tengah pada hidung endoskopi 3. Generalized atau lokal



edema,



eritema, atau jaringan granulasi di cavum hidung. Jika tidak melibatkan meatus tengah,foto diperlukan untuk diagnosis 4. Foto untuk memperjelas diagnosis



18



(foto



polos



atau



computerized



tomography)



Kennedy mengklasifikasikan rhinosinusitis kronik menjadi 4 bagian berdasarkan area yang terlibat : Stadium I



Area Kelainan Anatomi Semua penyakit sinus unilateral atau penyakit bilateral terbatas pada sinus ethmoid



II



Ethmoid bilateral dengan keterlibatan satu sinus lainnya



III



Ethmoid bilateral dengan keterlibatan 2 atau lebih sinus lainnya



IV



Poliposis sinonasal diffuse



DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala subyektif : Gejala sistemik yaitu : demam dan rasa lesu, serta gejala lokal yaitu : hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring (post-nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain. 1. Sinusitis Maksilaris Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan



19



menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.7 2. Sinusitis Etmoidalis Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis didapatkan nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau di belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada pangkal hidung. 3. Sinusitis Frontalis Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Pemeriksaan fisik, nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi merupakan tanda patognomonik pada sinusitis frontalis. 4. Sinusitis Sfenoidalis Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke verteks kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.  Gejala Obyektif : Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan kecuali jika 



terdapat komplikasi. Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema, pada sinusitismaksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan dansinusitis sphenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. (Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip, tumor maupun komplikasi sinusitis. Jika ditemukan maka kita harus melakukan penatalaksanaan yang sesuai).



20







Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post-nasal drip). Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit, dan provokasi test, yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludan dan menutup mulut dengan rapat. Jika positif sinusitis maksilaris, maka akan keluar pus dari hidung.



2.7 Pemeriksaan Penunjang a.



Laboratorium 1. Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat membantu diagnosis sinusitis akut 2. Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut, tapi harus dilakukan pada pasien immunocompromise dengan perawatan intensif dan pada anak-anak yang tidak respon dengan pengobatan yang tidak adekuat, dan pasien dengan komplikasi yang disebabkan sinusitis (Pletcher&Golderg, 2003).



b. Gambaran Radiologis Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas, pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CTScan. Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini. 



Pemeriksaan foto kepala Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai macam posisi antara lain: a. Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell)



21



Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak pyramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal line tegak lurus pada film dan membentuk 1500 kaudal.



Foto kepala posisi Caldwell



Foto konvensional caldwell posisi PA menunjukkan air fluid level pada sinus maxillaris merupakan gambaran sinusitis akut b. Foto kepala lateral Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi di luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris berhimpit satu sama lain.



22



Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus maksilla Pada sinusitis tampak : - penebalan mukosa - air fluid level (kadang-kadang) - perselubungan homogen pada satu atau lebih sinus para nasal - penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik) c. Foto kepala posisi waters Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap film, garis orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film. Pada foto ini, secara ideal piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maxillaris sehingga kedua sinus maxillaris dapat dievaluasi sepenuhnya. Foto Waters umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai dinding posterior sinus sphenoid dengan baik.



23



d. Foto kepala posisi Submentoverteks Foto diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Sentrasi tegak lurus film dalam bidang midsagital melalui sella turcica kearah vertex. Posisi ini biasa untuk melihat sinus frontalis dan dinding posterior sinus maxillaris.



e. Foto posisi Rhese Posisi Rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian posterior sinus ethmoidalis, kanalis optikus, dan lantai dasar orbita sisi lain.



f. Foto kepala posisi Towne Posisi ini diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi antara 300-600 ke arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kirakira 8 cm diatas glabela dari foto polos kepala dalam bidang midsagital.proyeksi ini paling baik untuk menganalisis dinding posterior sinus maxillaris, fisura orbitalis inferior, kondilus mandibularis dan arkus zigomatikus posterior.



24







Pemeriksaan Tomogram Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasal biasanya digunakan multidirection tomogram. Sejak digunakannya CT-Scan, pemeriksaan tomogram sudah jarang digunakan. Tetapi pada fraktur daerah sinus paranasal, pemeriksaan tomogram merupakan suatu teknik yang terbaik untuk



menyajikan



fraktur-fraktur



tersebut



dibandingkan



dengan



pemeriksaan axial dan coronal CT-Scan. Pada Pemeriksaan Tomogram 



biasanya dilakukan pada kepala dengan posisi AP atau Waters. Pemeriksaan Ct Scan Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat unggul untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan baik tulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak, irisan axial merupakan standar pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM). Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus dan palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis.



Foto normal CT Scan sinus Maxilla



25



Foto CT scan posisi coronal memperlihatkan gambaran sinusitis maxilla dengan penebalan dinding mukosa di sinus maxilla kanan







Pemeriksaan MRI MRI memberikan gambaran yang lebih baik dalam membedakan struktur jaringan lunak dalam sinus. Kadang digunakan dalam kasus suspek tumor dan sinusitis fungal. Sebaliknya, MRI tidak mempunyai keuntungan dibandingkan dengan CT Scan dalam mengevaluasi sinusitis. MRI memberi hasil positif palsu yang tinggi, penggambaran tulang yang kurang, dan biaya yang mahal. MRI membutuhkan waktu lama dalam penyelesaiannya dibandingkan dengan CT Scan yang relatif cukup cepat dan sulit dilakukan pada pasien klaustrofobia. MRI mungkin merupakan pilihan terbaik untuk mendeteksi dan mengenali mukokel. MRI dengan kontras merupakan teknik terbaik untuk mendeteksi empiema subdural atau epidural. (11)



Foto MRI normal sinus



MRI menunjukkan ekstensi intraorbital sinus ethmoid bagian kanan



26



2.8 Penatalaksanaan Mikrobiologi pada sinusitis orang dewasa Acute Streptococcus pneumonia Haemophilus influenzae Moraxella catarrhalis Anaerobes Staphylococcus aureus Other streptococci



Chronic Staphylococcus aureus Streptococcus pneumonia Anaerobes Enteric gram-negative bacilli Coagulase-negative staphylococcus Haemophilus influenzae Pseudomonas aeruginosa Alpha streptococcus Moraxella catarrhalii



Antibiotik merupakan kunci



dalam



penatalaksanaan sinusitis supuratif akut. Amoksisilin merupakan pilihan tepat untuk kuman gram positif dan negatif. Vankomisin untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap amoksisilin. Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah kombinasi eritromicin dan dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide. Terapi antibiotik harus diteruskan minimum 1 minggu setelah gejala terkontrol. Lama terapi rata-rata 10 hari. Karena banyaknya distribusi ke sinussinus yang terlibat, perlu mempertahankan kadar antibiotika yang adekuat, karena bila tidak, mungkin terjadi sinusitis supuratif kronik. Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki drainase dan pembersihan secret dari sinus. Untuk sinusitis maxillaris dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis ethmoidalis frontalis dan sinusitis sphenoidalis dilakukan tindakan pencucian Proetz. Irigasi dan pencucian



27



dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak secret purulen, maka perlu dilakukan bedah radikal. Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami komplikasi seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena dapat menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang baik karena selain dapat membasmi semua bakteri terkait penyebab sinusitis, kemampuan menembus sawar darah otaknya juga baik. Pada sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan metronidazole



atau



klindamisin.



Klindamisin



dapat



menembus



cairan



serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan predisposisi alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat dapat juga dilakukan untuk mengurangi nyeri. Untuk pasien yang menderita alergi, pengobatan alergi yang dijalani bermanfaat. Pengontrolan lingkungan, steroid topical, dan imunoterapi dapat mencegah eksesarbasi rhinitis sehingga mencegah perkembangannya menjadi sinusitis. Dekongestan 



Dekongestan Oral (Lebih aman untuk penggunaan jangka panjang) Phenylproponolamine dan pseudoephedrine, yang merupakan agonis alfa







adrenergik. Obat ini bekerja pada osteomeatal komplek Dekongestan topikal Phenylephrine Hcl 0 , 5 % d a n oxymetazoline Hcl 0,5 % bersifat vasokonstriktor lokal. Obat ini bekerja melegakan pernapasan dengan mengurangi oedema mukosa.



AntiHistamin dan Kortikosteroid 



Antihistamin serta kortikosteroid diberikan lebih khusus untuk penderita sinusitis yang dicetuskan karena keadaan rhinitis alergi.



Antihistamin



28







Antihistamin golongan II yaitu Loratadine. Anti histamin golongan II mempunyai keunggulan, yaitu lebih memiliki efek untuk mengurangi rhinore, dan menghilangkan obstruksi, serta tidak memiliki efek samping menembus sawar darah otak.



Kortikosteroid 



Dapat diberikan secara oral ataupun topikal, namun pilihan disini adalah kortikosteroid oral yaitu metilprednisolon, efek samping berupa retensi air sangat minimal, begitupula dengan efek terhadap lambung juga minimal.



Ke Onset tiba-tiba dari 2 atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pile Penghidu terganggu/ hilang Ed Pe Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan Pe O Pe N Be Ta



Gejala menetap atau Gejala kurang dari 5 hari atau membaik setelahnya



Common cold



Sedang



Pengobatan simtomatik



Steroid topikal



Tidak ada perbaikan setelah 14 hari Perbaikan dalam 48 ja



Rujuk ke dokter spesialis Teruskan terapi untuk 7-1



29



Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2007



Sinusitis kronis



2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret hidung Pikirkananteri diag Penghidu terganggu/ hilang Gejala unilat Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior Perdarahan Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan Krusta Gangguan pe Gejala Orbita Edema Perior Pendorongan Pertimbangkan diagnosis laing 2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau pilek yang tidak jernih; ± nyeri bagian frontal, Penglihatan Gejala unilateralOftalmoplegi Gangguan Penghidu Perdarahan Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Pertimbangkan Tomografi Komputer Nyeri kepala Krusta Tes Alergi Bengkak dae Tersedia Endoskopi Kakosmia Pertimbangkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit penyerta; misal Asma Tanda menin Gejala Orbita Edema Periorbita Penglihatan ganda Oftalmoplegi Polip adabagian polip Endosko Nyeri Tidak kepala frontal ya Edem frontal Tanda meningitis atau tanda



Pemerik Ikuti skema polip hidungIkuti Dokter skema Spesialis Rinosinusitis THT kronik Dokter Spesialis Foto PoT Komput Ringan VAS 0-3



Sedang atau berat VAS >3-10 Rujuk Dokter Spesialis THT jika Operasi Dipertimbangkan



Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip hidung pada dewasa untuk



Steroid Perlu in Cuci hid Cuci hidung Antihist Kultur & resistensi Kuman Makrolid jangka panjang



Steroid topikal Steroid topikal Intranasal Gagal setelah 3 bulan pelayanan kesehatan primer dan dokter spesialis cuci non hidung THT berdasarkan European Position Paper



on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2007



Perbaikan



Reevaluas



Tindak lanjut Jangka Panjang + cuci hidung Steroid topikal ± Makrolide jangka panjang



P



30



La



2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau sekret hidung berwarnar; Pertimbangkan ± nyeri diagnosis bagian front lain : Gangguan Penghidu Gejala unilateral Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Pertimbangkan Tomografi Komputer Perdarahan Tes Alergi Krusta Pertimbangkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit penyerta; misal ASA Kakosmia Gejala Orbita Edema Periorbita Penglihatan ganda Oftalmoplegi Nyeri kepala bagian frontal ya Edem frontal Tanda meningitis atau tanda fo Skema penatalaksanaan berbasis bukti rinosinusitis kronik tanpa polip hidung pada dewasa untuk dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 20076



Ringan VAS 0-3



Sedang VAS 3-7



Berat VAS > 10



Perlu inv Steroid topikal (spray)



Steroid topikal tetes hidung Steroid oral jangka pendek Steroid topikal



Dievaluasi setelah 3 bulan Evaluasi setelah 1 bulan



Perbaikan



Tidak membaik Perbaikan



Lanjutkan Steroid Topikal



Evaluasi setiap 6 bulan



Tindak lanjut 31 Cuci hidung Steroid topikal + oral Antibiotika jangka panjang



Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan polip hidung pada dewasa untuk dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 20076



2.9 Komplikasi Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat jalan. Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang kecuali jika ada komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak diketahui secara pasti, insiden dari komplikasi sinusitis diperkirakan sangat rendah. Salah satu studi menemukan bahwa insiden komplikasi yang ditemukan adalah 3%. Sebagai tambahan, studi lain menemukan bahwa hanya beberapa pasien yang mengalami komplikasi dari sinusitis setiap tahunnya. Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan oleh penyebaran bakteri yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya. Penyebaraan yang tersering adalah penyebaran secara langsung terhadap area yang mengalami kontaminasi. Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain 1. Komplikasi lokal a) Mukokel b) Osteomielitis (Pott’s puffy tumor) 2. Komplikasi orbital a)



Inflamatori edema



32



b)



Abses orbital



c)



Abses subperiosteal



d)



Trombosis sinus cavernosus. 3. Komplikasi intrakranial



a)



Meningitis



b)



Abses Subperiosteal Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya



antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial. CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronik atau berkomplikasi. Osteomielitis Infeksi sinus dapat menjalar hingga struktur tulang mengakibatkan osteomielitis baik di anterior maupun posterior dinding sinus. Penyebaran infeksi dapat berasal langsung atau dari vena yang berasal dari sinus. Osteomielitis paling banyak ditemukan pada dinding sinus frontal. Sekali tulang terinfeksi, bisa menyebabkan erosi pada tulang tersebut dan mempermudah terjadinya penyebaran infeksi di bawah subperiosteum yang berujung pembentukan abses subperiosteal. Erosi bisa mempengaruhi bagian anterior atau posterior dari dasar sinus yang mempermudah terjadinya penyebaran ekstrakranial atau intrakranial. Jika abses subperiosteal berbatasan dengan dasar anterior dari tulang frontal itu disebut dengan Pott`s puffy tumor. Pasien dengan Pott`s puffy tumor selalu muncul pada usia lebih dari 6 tahun karena sinus frontalis belum terbentuk pada usia di bawah 6 tahun. a) Etiologi



33



Osteomielitis yang disebabkan karena komplikasi dari sinusitis memiliki organisme yang sama dengan penyebab sinusitis itu sendiri. Organisme tersering adalah Staphylococcus, Streptococcus dan bakteri anaerob. b) Gejala klinis Gejala klinis antara lain nyeri dan nyeri tekan dahi setempat sangat berat, gejala sistemik berupa sakit kepala, malaise, demam, dan menggigil. Pembengkakan diatas alis mata juga lazim terjadi dan bertambah hebat bila terbentuk abses subperiosteal, terbentuk edema supraorbita dan mata menjadi tertutup. Timbul fluktuasi dan tulang menjadi sangat nyeri tekan. Jika disertai dengan Pott`s puffy tumor juga ditemukan penonjolan pada dahi.



Gambaran Pott`s puffy tumor pada osteomielitis



c)



Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan gambaran radiografi dimana tidak hanya



untuk mengkonfirmasi, tapi juga untuk mencari komplikasi intrakranial. Radiogram dapat memperlihatkan erosi batas-batas tulang dan hilangnya septa intrasinus



dalam



sinus



yang



keruh.



Pada



stadium



lanjut,



radiogram



memperlihatkan gambaran seperti “digerogoti rayap” pada batas-batas sinus, menunjukkan infeksi telah meluas melampaui sinus. Dekstruksi tulang dan pembengkakan jaringan lunak, demikian pula cairan atau mukosa sinus yang membengkak paling baik dilihat dengan CT scan. Tes darah rutin seperti hitung sel memiliki nilai yang rendah dan tidak spesifik, tapi peningkatan laju endap darah mungkin mengindikasikan adanya osteomielitis. d) Penatalaksanaan 34



Penatalaksanaan dari osteomielitis adalah pemberian antibiotik intravena selama 6-8 minggu. Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik yang bisa mengeradikasi kuman aerob dan anaerob. Terapi empirik yang biasa digunakan adalah kombinasi generasi ketiga sefalosporin (ceftriaxon) dan metronidazol atau klindamisin, dan dapat ditambahkan vankomisin, atau linezolid jika ada Streptococcus pneumonia yang telah resisten. Terapi oral dengan amoxicillinclavulanat atau kombinasi cefixime dan metronidazol atau klindamisin juga bisa digunakan. Terapi pilihan sebaiknya sesuai dengan kultur. Jika ada abses, drainase abses adalah terapi pilihan.



Infeksi orbital Infeksi orbita disebabkan oleh penetrasi ruang orbita saat operasi atau trauma, kebanyakan disebabkan oleh bakteri yang menyebar dari sinus yang terinfeksi. Oleh karena ruang orbita dibatasi oleh beberapa sinus, seperti sinus frontalis, etmoid, dan maksilari, infeksi dari sinus tersebut berpotensial menyebar hingga ruang orbita. Sinus etmoid sangat mempengaruhi penyebaran infeksi ke ruang orbita. Hal ini dipengaruhi karena sangat eratnya hubungan antara dinding sinus dengan orbita. Dinding yang tipis menyebabkan infeksi lebih mudah menyebar. Sinus etmoid mempunyai dinding yang paling tipis, disebut lamina papyracea yang batas lateral dan medialnya adalah orbita. Sehingga infeksi pada orbita biasanya dimulai dari bagian medial. Walaupun jarang terjadi dinding sinus yang lebih tebal dapat juga menyebabkan infeksi orbita. Sekali infeksi menyebar melalui dinding sinus, batas periosteal dinding sinus berperan sebagai barrier tambahan untuk memproteksi orbita dari penyebaran infeksi. Jika terbentuk abses di antara dinding dengan periosteum, disebut abses subperiosteal. Jika periosteum rusak maka akan terbentuk abses orbita. a) Etiologi Banyak organisme yang dapat diisolasi dari penderita infeksi orbita. Dapat berupa organisme tunggal maupun organisme campuran, anaerob maupun aerob,



35



atau gabungan keduanya. Biasanya, hasil isolasi sama dengan yang ditemukan pada sinus terinfeksi. b) Diagnosis Pada sebuah artikel Chandler menyampaikan sebuah sistem klasifikasi dari infeksi orbita yang masih dapat digunakan hingga kini. Infeksi orbita dibagi menjadi lima grup berdasarkan progresifitasnya menjadi infeksi serius, yaitu :6 1. Selulitis preseptal (selulitis periorbita), yaitu simple cellulitis dari kelopak mata yang menyebabkan pembengkakan kelopak mata. Infeksi terbatas pada kulit di depan septum orbita. Terjadi peradangan atau reaksi edema yang ringan akibat infeksi sinus etmoidalis di dekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus etmoidalis seringkali merekah pada kelompok umur ini.



Gambar 13. Gambaran selulitis periorbita 2. Selulitis orbita, terlihat sebagai edema difus dari garis batas orbita dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk. Selulitis ini menyebabkan kelopak mata bengkak dan nyeri ketika otot ekstra okular bergerak. 3. Abses subperiosteal, ditandai oleh edema dari garis batas orbita dengan pengumpulan pus diantara periorbita dan dinding tulang orbita. Secara klinis pasien dengan kondisi ini mirip dengan grup dua, tetapi terdapat proptosis yang menonjol dan kemosis.



36



4. Abses orbita, ditandai adanya abses pada rongga orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Pada tahap ini disertai gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokuler mata yang terserang dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah. 5. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus dimana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septik. Secara patognomonik trombosis sinus kavernosus terdiri dari oftalmoplegia, kemosis konjungtiva, gangguan penglihatan yang berat, kelemahan pasien dan tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV, dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.



Gambar klasifikasi komplikasi infeksi orbita pada sinusitis



Keputusan yang paling penting dalam menghadapi pasien dengan mata yang bengkak bergantung kepada apakah ada keterlibatan preseptal atau proses orbita. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat menjadi dasar diagnosis. Selulitis preseptal paling banyak disebabkan oleh



37



trauma lokal. Anamnesa dapat berhubungan dengan gigitan serangga atau trauma lain pada kulit disekeliling mata yang menyebabkan infeksi sekunder. Infeksi ini biasanya terjadi secara tiba-tiba. H. influenzae tipe B menyebabkan infeksi pada kelopak mata sehingga kelopak mata bengkak dan menutup dalam hitungan jam. Pada proses inflamasi selulitis preseptal terdapat inflamasi lokal pada mata, ditemukannya panas, kemerahan, indurasi dan nyeri pada penekanan. Pasien dengan kelopak mata bengkak, merah, tidak nyeri pada palpasi, tidak indurasi merupakan suatu reaksi alergi atau pembendungan vena karena terdapatnya sinusitis harus diperhatikan. Infeksi orbita (grup dua sampai empat) lebih sulit untuk diidentifikasi dan tidak khas waktu kejadiannya. Pasien biasanya memiliki riwayat keluar cairan dari hidung, sakit kepala atau terasa berat dan demam. Jika infeksi terjadi pada orbita, kemungkinan dapat tejadi hilangnya penglihatan. Infeksi orbita dapat menyerupai infeksi preseptal. Pasien datang dengan inflamasi orbita. Kelopak mata yang bengkak tidak mengindikasikan adanya inflamasi. Karena terbatasnya ruang pada orbita, massa inflamasi dapat mengenai sekeliling struktur. Infeksi orbita yang simple menyebabkan tekanan pada otot okular dan menyebabkan nyeri bila mata bergerak. Jika terdapat abses subperiosteal atau bentuk abses lainnya, penekanan orbita menyebabkan proptosis. Jika proses inflamasi menekan nervus optikus dapat menyebabkan kebutaan. Pada keadaan awal ditemukannya infeksi orbita mungkin minimal, tetapi akan banyak ditemukan bila infeksi terus berlanjut.



PROGNOSIS Sinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70% penderita sembuh tanpa pengobatan. Sedangkan sinusitis kronik memiliki prognosis yang bervariasi. Jika penyebabnya adalah kelainan anatomi dan telah diterapi dengan bedah, maka prognosisnya baik.lebih dari 90% pasien membaik dengan intervensi bedah, namun pasien ini kadang mengalami kekambuhan.



38



DAFTAR PUSTAKA



1. Mangunkusumo, Endang, Soetjipto D. Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3 2. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6 3. Ghorayeb B. Sinusitis. Dalam Otolaryngology Houston. Diakses dari www.ghorayeb.com/AnatomiSinuses.html 4. Damayanti dan Endang. Sinus Paranasal. Dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 – 119. 5. Wikipedia. Sinusitis. Diakses dari www.wikipedia.org/wiki/sinusitis 6. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In advanced Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505 7. Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3, Penerbit Media Ausculapius FK UI, Jakarta 2001, 102 – 106



39



8. Mangunkusumo, Endang . Nusjirwan, Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 121 – 125 1. Shyamal, Kumar DE. Fundamental of Ear, Nose and Throat & Head-Neck Surgery. Calcuta: The New Book Stall; 1996. 191-8 2. Rukmini S, Herawati S. Teknik Pemeriksaan Telinga Hidung & Tenggorok. Jakarta: EGC; 2000. 26-48 3. Tadjudin OA. Batuk Kronik Pada Anak Ditinjau Dari Bidang THT. 1992. Http://www.kalbe.co.id [diakses tanggal 26 Februari 2016] 4. Blogsome. About Sinusitis. 2008. Http://www.mixingblogging.blogspot.com [diakses tanggal 26 Februari 2016] 5. Laszlo I. Radiologi Daerah Kepala dan Leher. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepal & Leher Jilid 2. Edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. 2-9 6. Alford BR. Core Curriculum Syllabus: Nose and Paranasal Sinuses. Http://www.Bcm.Edu [diakses tanggal: 27 Februari 2016] 7. Putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA Kepala, Leher, Ekstremitas Atas Jilid 1. Edisi 21. Editor: Suyono YJ. Jakarta: EGC; 2000. 94 8. (medical-dictionary.thefreedictionary.com)



40