Referat STRIKTUR URETRA [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT STRIKTUR URETRA



PEMBIMBING dr. Ahmad Rizky Herda P, Sp.U



Disusun oleh: 030.13.043



Budi Santoso



030.13.157



Rachmannisa Shauma A S



030.14.133



Nadia Firyal



030.14.154



Paluvi Safitri



030.14.185



Syamsul Arifin



030.15.007



Adriani Thahara



030.15.114



Moch. Aditya Rachman



030.15.115



Moh Nahdiyin Mangku Alam



030.15.197



Zayyan Misykati Razdiq



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 10 Juni – 18 Agustus 2019



LEMBAR PERSETUJUAN



Referat dengan judul: “STRIKTUR URETRA”



Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Karawang Periode 10 Juni – 18 Agustus 2019



Disusun oleh: 030.13.043



Budi Santoso



030.13.157



Rachmannisa Shauma A S



030.14.133



Nadia Firyal



030.14.154



Paluvi Safitri



030.14.185



Syamsul Arifin



030.15.007



Adriani Thahara



030.15.114



Moch. Aditya Rachman



030.15.115



Moh Nahdiyin Mangku Alam



030.15.197



Zayyan Misykati Razdiq



Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Daerah Umum Karawang



Pembimbing,



dr. Ahmad Rizky Herda, Sp.U i



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas Referat dalam kepanitraan Ilmu Penyakit Bedah dengan judul “STRIKTUR URETRA”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Penyakit Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Karawang. Dalam penyusunan tugas Laporan Kasus ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan serta dukungan dalam membantu penyusunan dan penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih terutama kepada dr. Ahmad Rizky Herda, Sp.U, selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah dan kepada para dokter dan staff Ilmu Penyakit Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Karawang, serta rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah. Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.



Karawang, Juli 2019



Moh Nahdiyin Mangku Alam



ii



DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................................................... i................................................................................................................................... KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii DAFTAR ISI ....................................................................................................... iiiii BAB I Pendahuluan ...............................................................................................3 BAB II Tinjauan Pustaka ......................................................................................4 2.1 Anatomi striktur uretra ...................................................................................4 2.2 Definisi striktur uretra ....................................................................................5 2.3 Etiologi striktur uretra ....................................................................................5 2.4 Patofisiologi striktur uretra ............................................................................6 2.5 Gejala striktur uretra ......................................................................................6 2.6 Penegakkan diagnosis striktur uretra .............................................................6 2.7 Tatalaksana striktur uretra ..............................................................................7 2.8 Komplikasi striktur uretra ..............................................................................8 2.9 Pencegahan striktur uretra ..............................................................................9 BAB III Kesimpulan ............................................................................................10 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................1



iii



BAB 1 PENDAHULUAN



Striktur uretra adalah penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena fibrosis. Fibrosis merupakan penumpukan kolagen dan fibroblas, biasanya meluas ke dalam sekitar korpus spongiosum menyebabkan spongiofibrosis. Penyempitan ini membatasi aliran urine dan menyebabkan dilatasi proksimal uretra dan duktus prostatika.1 Striktur uretra jarang terjadi pada wanita, kejadian striktur uretra paling banyak ditemukan pada pria karena perbedaan panjang uretra.2 Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar 3-5 cm, karena itulah uretra pria lebih rentan terserang infeksi atau terkena trauma dibanding wanita.3 Prevalensi striktur uretra di inggris sendiri adalah 10/100.000 pada masa dewasa awal dan meningkat 20/100.000 pada umur 55 sedangkan pada umur 65 tahun menjadi 40/100.000. Angka ini meningkat terus untuk pasien tua sampai 100/100.000. Hal yang sama juga dilaporkan di Amerika Serikat.3 Pasien dengan penyakit striktur uretra tampaknya memiliki tingkat infeksi saluran kemih (41%) dan inkontinensia (11%) yang tinggi. Ada 3 penyebab paling sering terjadinya striktur ureta yaitu, akibat adanya trauma, infeksi dan iatrogenik. Infeksi



yang



paling



sering menimbulkan striktur uretra adalah infeksi oleh



kuman gonokokus, yang sempat menginfeksi uretra sebelumnya. Trauma yang dapat menyebabkan striktur uretra adalah trauma tumpul pada selangkangannya (straddle injury), fraktur tulang pelvis, atau cedera pasca bedah akibat insersi peralatan bedah selama operasi transurethral, pemasangan kateter, dan prosedur sitoskopi.3,4 Pola penyakit striktur uretra yang ditemukan pada Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung menyebutkan sebagian besar (82%) masuk dengan retensi urin. Striktur uretra dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Striktur uretra menyebabkan retensi urin didalam kantung kemih yang beresiko tinggi menyebabkan infeksi, yang dapat berdampak ke kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas striktur juga dapat terjadi., sehingga menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan dibawahnya. Komplikasi pada kasus striktur uretra sebenarnya dapat dicegah apabila diagnosis dini dapat dilakukan dengan tepat pada prakter sehari-hari.5



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Anatomi Uretra Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian, yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri dari otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatetik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri dari otot polos bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.



Gambar 1. Uretra Pria



A. Uretra Pria Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yakni bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat dan juga terdiri atas uretra pars membranasea. Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh krpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri dari pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikularis dan meatus uretra eksterna.



5



B. Uretra Wanita Panjang uretra wanita kurang lebih 4 cm dengan diameter 8 mm. Berada di bawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vaginna. Di dalam uretra bermuara kelenjar periuretra, di antaranya adalah kelenjar Skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter eksterna dan tonus otot levator ani berfungsi mempertahankan agar urine tetap berada di dalam buli-buli pada saat perasaan ingin miksi.



Gambar 2. Uretra Wanita 2.2 Definisi Striktur Uretra Striktur uretra adalah penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena fibrosis. Fibrosis merupakan penumpukan kolagen dan fibroblas, biasanya meluas ke dalam sekitar korpus spongiosum menyebabkan spongiofibrosis.1



2.3 Etiologi Striktur Uretra Ada 3 penyebab paling sering terjadinya striktur ureta yaitu, akibat adanya trauma, infeksi dan iatrogenik. Penyebab striktur uretra akibat trauma berdampak terjadinya trauma internal maupun eksternal. Pemakaian kateter dan instrumen yang besar dapat menyebabkan iskemia dan trauma internal, sedangkan trauma eksternal seperti fraktur pelvis dapat mengganggu uretra membranosa dan menyebabkan striktur kompleks. Selain akibat dari adanya trauma, striktur uretra juga dapat disebabkan oleh adanya infeksi. Striktur uretra mendorong kondisi stasis urin, yang mana infeksi saluran kemih diketahui merupakan efek sekunder akibat volume sisa post-void yang meningkat. Instrumentasi sering digunakan dalam diagnosis dan manajemen penyakit striktur uretra menjadi potensi lain yang menyebabkan infeksi, akibat masuknya



6



organisme secara retrograd melalui uretra yang kemudian berkloni dalam saluran kemih bagian bawah.4



Letak



Penyebab



Pars membranasea



Trauma tumpul Kateterisasi “salah jalan”



Pars bulbosa



Trauma/cedera kangkang Uretritis



Meatus



Balanitis Instrumentasi kasar



Tabel 1. Letak striktur dan penyebabnya6



2.4 Patofisiologi Striktur Uretra Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi urine. Aliran urine yang terhambat mencari jalan keluar di tempat lain dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra yang kemudian pecah membentuk fistula uretrokutan. Pada keadaan tertentu dijumpai banyak sekali fistula sehingga disebut sebagai fistula seruling. Derajat Penyempita Uretra:1 1. Ringan: Oklusi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra 2. Sedang: Oklusi 1/3 sampai ½ diameter lumen uretra 3. Berat: Oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra



Pada penyempitan derajat berat terkadang teraba jaringan keras dikorpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.



7



Gambar 3. Derajat Penyempitan Uretra 2.5 Gejala Striktur Uretra Gejala dan tanda striktur biasanya dimulai dengan hambatan arus kemih dan kemudian timbul sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti digambarkan pada hipertrofi prostat.6 Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi urine.7



2.6 Penegakkan Diagnosis Striktur Uretra Diagnosis striktur uretra dapat kita tegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis Didapatkannya keluhan sulit kencing. Gejala tersebut harus dibedakan dengan inkontinensia overflow, yaitu keluarnya urine secara menetes, tanpa disadari, atau tidak mampu ditahan pasien. Gejala-gejala lain yang harus ditanyakan ke pasien adalah adanya disuria, frekuensi kencing meningkat, hematuria, dan perasaan sangat ingin kencing yang terasa sakit. Jika curiga penyebabnya adalah infeksi, perlu ditanyakan adanya tanda-tanda radang seperti demam atau keluar nanah. 2. Pemeriksaan Fisik



8



Dilakukan melalui inspeksi dan palpasi. a. Pada



inspeksi



kita



perhatikan



meatus



uretra



eksterna,



adanya



pembengkakan atau fistel di sekitar penis, skrotum, perineum, dan suprapubik.7 b. Pada palpasi apakah teraba jaringan parut sepanjang uretra anterior pada ventral penis, jika ada fistel kita pijat muaranya untuk mengeluarkan nanah di dalamnya. Pemeriksaan colok dubur berguna untuk menyingkir diagnosis lain seperti pembesaran prostat.7 3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan



penunjang



berguna



untuk



konfirmasi



diagnosis



dan



menyingkirkan diagnosis banding. a. Uroflowmetri adalah alat untuk mengetahui pancaran urine secara obyektif. Derasnya pancaran diukur dengan membagi volume urine saat kencing dibagi dengan lama proses kencing. Kecepatan pancaran normal adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/detik menandakan adanya obstruksi.8 b. Penggunaan ultrasonografi (USG) cukup berguna dalam mengevaluasi striktur pada pars bulbosa. Dengan alat ini kita juga bisa mengevaluasi panjang



striktur



dan



derajat



luas



jaringan



parut,



contohnya



spongiofibrosis.8 c. Pemeriksaan urethrogram atau bipolar cystourethrogram (atau keduanya) dapat menentukan lokasi dan panjangnya striktura uretra.8 d.



Urethroscopy dimana untuk melihat langsung striktura uretra.8 Kita dapat mengetahui jumlah residual urine dan panjang striktur secara nyata, sehingga meningkatkan keakuratan saat operasi. Pemeriksaan yang lebih maju adalah dengan memakai uretroskopi dan sistoskopi, yaitu penggunaan kamera fiberoptik masuk ke dalam uretra sampai ke buli-buli. Dengan alat ini kita dapat melihat penyebab, letak, dan karakter striktur secara langsung.5,10



2.7 Tatalaksana Striktur Uretra Pada striktur uretra dapat dilakukan pelonggaran dengan dilator atau penyayatan striktur secara endoskopik dengan uretrotom. Striktur cenderung kambuh setelah dilonggarkan atau dibedah.6



9



Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah: 1. Bougie (Dilatasi) Tindakan ini dilakukan dengan busi logam secara hati-hati. Tindakan yang kasar akan tambah merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktura lagi yang lebih berat. Tindakan ini dapat menimbulkan salah jalan (false route) 2. Uretrotomi interna Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse. Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada wanita dengan striktur uretra. Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. 3. Uretrotomi eksterna Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian dilakukan anastomosis di antara jaringan uretra yang masih sehat. 2.8 Komplikasi Striktur Uretra 1. Trabekulasi, sakulasi, dan divertikel Pada striktur uretra kandung kemih harus berkontraksi secara kuat untuk mendorong aliran urin keluar melalui uretra. Akibat kontraksi yang secara terus – menerus dapat mengakibatkan timbulnya suatu kelemahan. Pada striktur uretra otot vesika urinaria diawal akan mengalami penebalan dan terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divrertikel adalah penonjolan massa vesika urinaria dimana pada sakulasi masih didalam otot vesika urinaria sedangkan divertikel menonjol diluar vesika urinaria.9 2. Residu Urin Pada fase dekompensasi akan menimbulkan residu urin. Residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urin didalam kandung kemih. Dalam keadaan normal keadaan ini tidak ada. Hal ini disebabkan pada striktur



10



uretra kontraksi otot kandung kemih dilakukan secara maksimal di fase awal (kompensasi) sehingga tidak cukup untuk melakukan kontraksi diakhir fase. 9 3. Refluks Vesiko Ureteral Dalam keadaan normal pada saat buang air kecil urin dikeluarkan melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang meningkat akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urin dari vesika urinaria masuk kembali kedalam ureter bahkan sampai ke ginjal.9 4. Infeksi Saluran Kemih dan Gagal Ginjal Dalam keadaan normal vesika urinaria dalam kondisi steril. Salah satu cara tubuh mempertahankan vesika urinaria dalam keadaan steril adalah dengan cara mengsongkan vesika urinaria. Saat terdapat residu urin pada vesika urinaria dapat lebih mudah terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang pada vesika urinaria dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya dapat timbul gagal ginjal.9 5. Infiltrat urine, abses dan fistulasi Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisatimbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urineyang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltraturine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.



2.9 Pencegahan Striktur Uretra 1. Menghindari terjadinya trauma pada uretra dan pelvis 2. Tindakan transuretra dengan hati-hati, seperti pada pemasangan kateter 3. Menghindari kontak langsung dengan penderita yang terinfeksi penyakit menular seksual seperti gonorrhea, dengan jalan setia pada satu pasangan dan memakai kondom 4. Pengobatan dini striktur uretra dapat menghindari komplikasi seperti infeksi dan gagal ginjal



BAB III KESIMPULAN



11



Striktur uretra adalah penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena fibrosis. Fibrosis merupakan penumpukan kolagen dan fibroblas, biasanya meluas ke dalam sekitar korpus spongiosum menyebabkan spongiofibrosis. Kejadian striktur uretra paling banyak ditemukan pada pria karena perbedaan panjang uretra. Ada 3 penyebab paling sering terjadinya striktur ureta yaitu, akibat adanya trauma, infeksi dan iatrogenik. Dalam menentukan striktur uretra melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang dapat menegakkan diagnosis. Anamnesis yang tepat dan pemeriksaan yang benar akan membantu proses penatalaksanaan yang cukup cepat sehingga dapat memulihkan kembali kondisi uretra serta dapat menghindar dari terjadinya komplikasi yang mungkin timbul. Striktur uretra menyebabkan retensi urin didalam kantung kemih yang beresiko tinggi menyebabkan infeksi, yang dapat berdampak ke kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas striktur juga dapat terjadi., sehingga menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan dibawahnya. Komplikasi pada kasus striktur uretra sebenarnya dapat dicegah apabila diagnosis dini dapat dilakukan dengan tepat pada prakter sehari-hari. Pencegahan striktur uretra dengan mencegah infeksi penyakit kelamin uretra dan kateterisasi atau instrumentasi uretra dengan hati-hati.



DAFTAR PUSTAKA



12



1. Wessel H, Keith W. Male urethral stricture: american urinary and erectile functional outcome. American Urological Association Guidline. 2015 2. Guido B, Masimo L. Surgical treatment of anterior urethral stricture disease: brief overview. International Braz Urol. 2015 3. Purnomo B. Basuki. Dasar-dasar urologi. Edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto; 2011 4. Brian S, Rajesh S. Urinary retention in adults: diagnosis and initial management. American Family Physician. 2016 5. Anger JT, Santucci R, Grossberg AL. The morbidity of urethral stricture disease among male medicare beneficiaries: diagnose and treatment. BMC Urol. 2016 6. dejong 7. Richard S, Geoffrey J, Matthew W. Male urethral stricture disease: urologic disease in America. American Urological Journal. 2016 8. Blakely S, Caza T, Landas S, Nikolavsky D. Dorsal onlay urethroplasty for membranous urethral strictures: urinary and erectile functional outcome. J Urol. 2016 9. Rochani. Striktur Uretra dalam: Kumpulan Ilmiah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995 10. Kotb A. Fouad B. Post-Traumatic posterior urethral stricture: clinical consideration. Turkish Journal Of Urology. 2015



13