Referat Telemedicine (Pandemi COVID-19) [PDF]

  • Author / Uploaded
  • rani
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT TELEMEDICINE (PANDEMI COVID-19)



Oleh: Amalia Widya Larasati - 1518011174 Dita Ayu Permata Dewi - 1318011008 Mira Kurnia - 1518011120



KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2020



DAFTAR ISI



Halaman



KATA PENGANTAR............................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 1.1 Latar Belakang.......................................................................................1 1.2 Tujuan....................................................................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5 2.1 Definisi dan Terminologi Telemedicine.................................................5 2.2 Konsep Telemedicine.............................................................................6 2.2.1 Real time (synchronous)................................................................6 2.2.2 Store and forward (asynchronous)...............................................6 2.2.3 Teknologi perangkat keras telemedicine.......................................7 2.2.4 Teknologi perangkat lunak telemedicine......................................8 2.3 Tujuan dan Manfaat Telemedicine.........................................................9 2.3.1 Tujuan telemedicine......................................................................9 2.3.2 Manfaat telemedicine..................................................................10 2.4 Kekurangan dalam Telemedicine.........................................................11 2.5 Kebijakan Telemedicine di Indonesia..................................................12 2.6 Jenis Pelayanan Telemedicine..............................................................15 2.7 Proses Pelayanan Telemedicine...........................................................16 2.8 Alur Pelayanan Telemedicine di Fasyankes.........................................20 BAB III TELAAH KRITIS JURNAL...................................................................27



3.1 Validity.................................................................................................27 3.2 Importance...........................................................................................30 3.3 Applicability.........................................................................................30 3.4 Problem................................................................................................31 3.5 Intervention..........................................................................................31 3.6 Comparison..........................................................................................31 3.7 Outcomes..............................................................................................31 BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................33 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................38



iii



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Telemedicine (Pandemi COVID-19)” ini dengan lancar. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang dijalani oleh penulis. Penulis berharap referat ini dapat memberi manfaat khususnya kepada penulis, rekan-rekan sejawat, dan masyarakat. Dalam penyusunan referat ini tentu saja masih terdapat kelemahan dan kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan kritik yang membangun demi kesempurnaan referat ini.



Bandarlampung, Juli 2020



Penulis



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Walaupun jarang terjadi, pandemik global yang muncul akan menyebabkan malapetaka bagi populasi. Kita, sebagai mahluk hidup tentu tidak pernah merasa siap dengan hal ini (Portnoy J, 2020). Pada 31 Desember 2019, WHO China Country Office melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7 Januari 2020, Cina mengidentifikasi pneumonia yang tersebut sebagai jenis baru coronavirus. Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO telah menetapkan sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Penambahan jumlah kasus COVID-19 berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran antar negara (Kemenkes RI, 2020).



Pada 11 Maret 2020, WHO telah menyatakan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai pandemik dengan jumlah kasus lebih dari 720.000 dan mengenai 203 negara di dunia (Ohannessian R, 2020). Di Indonesia telah ditetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 dan bencana non-alam yang diakibatkan oleh Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai bancana nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020.



2



COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui droplet. Orang yang paling berisiko tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19 termasuk dokter dan tenaga kesehatan. Orang yang terinfeksi COVID-19 diklasifikasikan menjadi Orang Tanpa Gejala (OTG), Orang Dalam Pengawasan (ODP), dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang semuanya membutuhkan pemeriksaan laboratorium RT-PCR atau Rapid test yang negatif untuk dinyatakan tidak terinfeksi COVID-19. Hubungan langsung antara dokter sebagai pemberi pelayanan kesehatan dan pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan menjadi risiko terhadap penyebaran penyakit COVID-19, baik penyebaran dari pasien kepada dokter maupun penyebaran dari dokter yang sudah terinfeksi sebagai Orang Tanpa Gejala (OTG) kepada pasien. Untuk itu dibutuhkan langkah-langkah dalam melakukan pencegahan terhadap penyebaran COVID-19.



Hal ini tercantum dalam Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/303/2020 tentang



Penyelenggaraan



Pelayanan



Kesehatan



Melalui



Pemanfaatan



Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 29 April 2020 di Jakarta. Dalam Surat Edaran itu dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan dilakukan melalui telemedicine untuk mengurangi frekuensi tatap muka antara dokter dan pasien.



Menurut Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dengan pertimbangannya, yaitu perlu dilakukan upaya penanggulangannya pencegahan penularan



3



dan/atau penatalaksanaan pasien Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) melalui praktik kedokteran melalui telemedicine. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonsia Nomor 74 Tahun 2020 yang ditetapkan pada tanggal 29 April 2020 dan diundangkan pada tanggal 30 April 2020 di Jakarta. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia ini berlaku mulai pada tanggal diundangkan dan berakhir sampai dengan masa kedaruratan kesehatan masyarakat terhadap penanganan COVID-19 yang ditetapkan pemerintah berakhir.



Telemedicine merupakan pemberian pelayanan kedokteran jarak jauh oleh dokter dan dokter gigi dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.



1.2 Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu untuk: a. Mengetahui definisi dan terminologi dari telemedicine b. Mengetahui konsep telemedicine c. Mengetahui tujuan, manfaat, dan tantangan dari telemedicine d. Mengetahui kebijakan dan jenis pelayanan telemedicine e. Mengetahui proses pelayanan telemedicine f. Mengetahui alur pelayanan telemedicine di fasyankes



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Definisi dan Terminologi Telemedicine Istilah telemedicine (telemedika) berasal dari bahasa Yunani yaitu 'tele' yang berarti jarak atau jauh sehingga telemedicine adalah memberikan pelayanan kesehatan dari jarak jauh (Fong, 2011). Telemedicine merupakan praktik kesehatan menggunakan komunikasi audio visual dan data, termasuk perawatan, diagnosis, konsultasi dan pengobatan serta pertukaran data medis dan diskusi ilmiah jarak jauh. Telemedicine adalah pemberian pelayanan kedokteran jarak jauh oleh dokter dan dokter gigi dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat (Perkonsil, 2020).



Telemedicine memiliki cakupan yang luas, meliputi penyediaan pelayanan kesehatan (termasuk klinis, pendidikan dan pelayanan administrasi) jarak jauh, melalui transfer informasi (audio, video, grafik), dengan menggunakan perangkat–perangkat telekomunikasi (audio-video interaktif dua arah, komputer, dan telemetri) yang melibatkan dokter, pasien, dan pihak-pihak lain (Santoso, 2015).



6



Pelayanan telemedicine merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendiagnosis,



mengobati,



mencegah,



dan/atau



mengevaluasi



kondisi



kesehatan pasien sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya dengan tetap memperhatikan mutu pelayanan dan keselamatan pasien (Kemenkes RI, 2020).



2.2 Konsep Telemedicine Dalam praktik pelaksanaannya, telemedicine diterapkan dalam dua konsep, yaitu realtime (synchronous) dan store-and-forward (asynchronous). 2.2.1 Real time (synchronous) Telemedicine secara real-time (synchronous telemedicine) dalam bentuk sedarhana



seperti



penggunaan



telepon,



atau



kompleks



seperti



penggunaaan robot bedah. Synchronous telemedicine memerlukan kehadiran kedua pihak pada waktu yang sama. Untuk itu diperlukan media penghubung yang dapat menawarkan interaksi real time sehingga bisa



dilakukan



penanganan



kesehatan.



Contohnya



penggunaan



teknologi tele-otoscope yang memberikan fasilitas untuk seorang dokter mampu menilai organ dalam pendengaran pasien dari jarak jauh. Contoh lainnya yaitu tele-stethoscope yang membuat seorang dokter dapat mendengarkan detak jantung pasien dari jarak jauh. 2.2.2 Store and forward (asynchronous) Telemedicine dengan store-and-forward (asynchronous telemedicine) mencakup pengumpulan data medis dan pengiriman data ini ke seorang



7



dokter (specialist) pada waktu yang tepat untuk evaluasi secara offline. Jenis telemedicine ini tidak memerlukan kehadiran kedua belah pihak dalam waktu yang sama. Rekam medis dalah komponen utama dalam konsep ini (Wiryawan, 2016). Teknologi telemedicine terdiri dari teknologi perangkat keras dan perangkat lunak. 2.2.3 Teknologi perangkat keras telemedicine a. Jaringan komputer/internet Teknologi ini dapat menghubungkan antar komputer sehingga dapat saling komunikasi dan bertukar data. Teknologi ini lebih dikenal dengan internet. Jaringan komputer ini tidak hanya dengan kabel tapi juga



nirkabel.



Jaringan



komputer



termasuk



internet



mampu



menciptakan synchronous telemedicine maupun asynchronous. b. Satelit Satelit dapat mengatasi tempat-tempat yang tidak terjangkau. Satelit saat ini dipakai untuk dijadikan infrastruktur komunikasi seperti telepon. Satelit memperluas jangkauan telemedicine ke daerah-daerah terpencil atau lokasi yang sulit dibangun infrastruktur jaringan kabel. c. Handphone Fungsi utama handphone adalah untuk komunikasi suara dan teks (SMS), namun fitur-fitur tambahan banyak ditambahkan seperti: MMS, fasilitas ini dapat mengirim suara, gambar, maupun video 4G. Fasilitas ini menambah kecepatan pengiriman data ke handphone



8



sehingga dapat dikirim secara real time sehingga dapat dilakukan video conference, chatting atau browsing internet. d. Plug-play device Yaitu teknologi yang memungkinkan penambahan piranti baru dalam komputer. Setiap komputer akan dilengkapi dengan berbagai port. Lewat port-port tersebut piranti baru dapat ditambahkan dalan komputer. Dengan port tersebut piranti kesehatan dapat dihubungkan dengan komputer lewat port ini, contohnya stetoskop, termometer, dan USG. e. Teknologi multimedia Multimedia disini adalah yang berkaitan dengan media suara, gambar, dan video. Semuanya dapat bersifat digital dan dapat dikirim secara digital juga.



2.2.4 Teknologi perangkat lunak telemedicine a. Teknologi chatting dan conference Chatting biasanya dilakukan antara 2 orang berbeda di komputer yang berbeda. Sedangkan conference dapat dilakukan lebih dari dua orang yang berbeda tetapi dalam satu forum. Salah satu software ini misalnya yahoo messenger dan google talk. b. Pengolahan gambar Pengolahan gambar mengaji teknik-teknik mengolah citra (gambar, foto). Pengolahan ini menawarkan teknik-teknik untuk mengolah dan memperbaiki foto sebelum dikirm ke tempat lain.



9



c. Teknologi pemampatan (kompresi) data Teknik ini mengubah data berukuran besar menjadi data berukuran kecil. Pengubahan tidak akan menghilangkan informasi di dalamnya.



Secara sederhana, telemedicine sesungguhnya telah diaplikasikan ketika terjadi diskusi antara dua dokter membicarakan masalah pasien lewat mobile. Ilustrasi seperti Gambar 1.



Gambar 1. Blok Diagram Sistem Telemedicine (Sumber: Design of Multimedia Messaging Service for Mobile Telemedicine System - Setyono)



2.3 Tujuan dan Manfaat Telemedicine 2.3.1 Tujuan telemedicine Menurut WHO (2010) terdapat empat elemen yang erat kaitannya dengan telemedicine, tujuannya yaitu: 1. Untuk memberikan dukungan klinis



10



2. Untuk mengatasi hambatan geografis, menghubungkan pengguna yang tidak berada dalam lokasi fisik yang sama 3. Melibatkan penggunaan berbagai jenis teknologi informasi dan komunikasi 4. Untuk meningkatkan outcome kesehatan



Adapun tujuan implementasi telemedicine terutama kaitannya dengan pandemi COVID-19, yaitu sebagai tindakan pencegahan untuk melindungi orang dari kontaminasi dan untuk meratakan kurva COVID-19 termasuk membatasi interaksi sosial atau meminimalisir kontak fisik selama dilakukannya karantina dan isolasi mandiri (Leite et al, 2020).



2.3.2 Manfaat telemedicine Secara manfaat, telemedicine lebih mudah diakses, efisien waktu, menghemat biaya kesehatan, meningkatkan kualitas pelayanan pasien, metode modern, dan dapat menyimpan rekam medis. Hasilnya, telemedicine menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien, membuat pasien dan pihak kesehatan lainnya dapat melakukan konsultasi dan interaksi tanpa harus bertemu secara tatap muka (Pagliari, 2005).



Adapun kelebihan dari teknologi telekomunikasi dan informasi ini, antara lain:



11



1. Membantu masyarakat dalam bidang kesehatan karena sebagian masyarakat masih awam dalam melakukan pengobatan dan masih menggunakan pengobatan alternatif. 2. Mempermudah untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan, pelayanan kesehatan, obat, penyakit dan lain-lain, sehingga masyarakat dapat dengan dini untuk mencengah ataupun mengobati penyakit yang diderita. 3. Mencari informasi tentang gaya hidup sehat. 4. Mencari kelompok diskusi tentang kesehatan (Pagliari, 2005).



Dalam penerapannya di era pandemi COVID-19 ini, manfaat yang juga dapat diperoleh, yaitu seperti: 1. Memahami secara menyeluruh tentang arus situasi pelayanan kesehatan di negara setempat. 2. Menyediakan pelayanan kesehatan secara jarak jauh tanpa mengurangi kualitas pelayanan. 3. Memungkinkan tingkat keberhasilan pencegahan penyebaran virus lebih besar tanpa adanya interaksi tatap muka dan risiko bahaya (Leite et al, 2020).



2.4 Kekurangan dalam Telemedicine Telemedicine hanya dapat digunakan oleh para tenaga terlatih, membutuhkan peralatan yang canggih, dan memerlukan biaya yang besar dalam hal akses



12



koneksi jaringan digital. Oleh karena itu hal tentu juga terdapat kekurangannya, yaitu sebagai berikut: 1. Akses kesehatan melalui internet terbatas pada golongan tertentu saja yang cukup mapan. Bagi sebagian orang tua, dan orang yang memiliki status ekonomi rendah mungkin mengalami kesulitan dalam menggunakan teknologi untuk akses telemedicine. 2. Informasi internet masih terkendala dengan sulitnya mencari informasi yang valid, lengkap, dan mudah dimengerti. 3. Pada saat tertentu, banyak orang kembali ke apa yang biasa mereka lakukan dan bagaimana mereka sebelumnya berinteraksi dengan sistem pelayanan kesehatan 4. Pasien mungkin tidak menyadari bahwa mereka memiliki telemedicine sebagai pilihan dan tidak tahu cara mengaksesnya 5. Inti tantangan bagi praktisi sebenarnya yang harus dihadapi, yaitu dalam menjaga dan melakukan perlindungan atas data dan privasi pasien (Pagliari, 2005; Portnoy et al, 2020).



Walaupun ada beberapa hambatan seperti akses kesehatan yang kurang bagi masyarakat ekonomi rendah, tetapi dikatakan setidaknya sebagian besar rumah tangga memiliki satu perangkat digital yang mampu menyediakan akses telemedicine (Chauhan et al, 2020).



13



2.5 Kebijakan Telemedicine di Indonesia Praktik kedokteran pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID19) dapat dilakukan oleh dokter dan dokter gigi melalui tatap muka secara langsung dan/atau melalui aplikasi/sistem elektronik berupa telemedicine dengan



memperhatikan



komunikasi



efektif



dan



menerapkan



prinsip



kerahasiaan pasien. Telemedicine dilakukan dalam bentuk moda daring tulisan, suara, dan/atau video secara langsung untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam rangka penegakkan diagnosis serta penatalaksanaan.



Menurut Perkonsil No. 74 Tahun 2020 Pasal 4: 1. Dokter dan dokter gigi yang melaksanakan Praktik Kedokteran melalui Telemedicine harus melakukan penilaian kelaikan pasien sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. 2. Dalam hal pasien tidak dalam kondisi gawat darurat, dokter dan dokter gigi yang menangani wajib menilai kelaikan pasien untuk ditangani melalui Telemedicine. 3. Dalam hal hasil penilaian ditemukan pasien dalam kondisi gawat darurat, memerlukan tindakan diagnostik, dan/ atau terapi, dokter dan dokter gigi harus merujuk pasien ke Fasyankes disertai dengan informasi yang relevan. Adapun ketentuan yang tertulis dalam Pasal 5, menyatakan bahwa pasien yang berobat melalui telemedicine wajib memberikan persetujuan (informed consent) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian pada Pasal 7 disebutkan bahwa dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik



14



kedokteran melalui telemedicine wajib membuat rekam medis. Pasal 8, dokter dan dokter gigi dapat melakukan diagnosis dan tatalaksana pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, pencitraan/radio image, terapi, dan dicatat dalam rekam medis. Selain itu dokter dan dokter gigi juga dapat memberikan resep obat dan/atau alat kesehatan dan surat keterangan sakit. Pada Pasal 10 juga dijelaskan bahwa dokter dan dokter gigi yang melaksanakan praktik kedokteran melalui telemedicine berhak mendapatkan imbalan.



Adapun hal-hal yang dilarang bagi dokter dan dokter gigi dalam melakukan praktik kedokteran melalui telemedicine tertuang dalam Pasal 9: a. Telekonsultasi antara tenaga medis dengan pasien secara langsung tanpa melalui Fasyankes; b. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, tidak etis, dan tidak memadai (inadequate information) kepada pasien atau keluarganya; c. Melakukan diagnosis dan tatalaksana di luar kompetensinya; d. Meminta pemeriksaan penunjang yang tidak relevan; e. Melakukan tindakan tercela, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan terhadap pasien dalam penyelenggaraan praktik kedokteran; f. Melakukan tindakan invasif melalui telekonsultasi; g. Menarik biaya diluar tarif yang sudah ditetapkan oleh Fasyankes; dan/ atau h. Memberikan surat keterangan sehat



Penerapan telemedicine erat hubungannya dengan kebijakan dan peraturan pemerintah. Beberapa tantangan yang harus dilewati oleh pemerintah adalah:



15



1. Mengintegrasikan telemedicine menjadi pedoman internasional dan



nasional untuk kesiapan pelayanan kesehatan dan responnya. 2. Mendefinisikan



pembiayaan



secara



jelas



telemedicine



peraturan



dalam



nasional



keadaan



dan



darurat



rencana kesehatan



masyarakat. 3. Mengembangkan pedoman klinis dan menetapkan standardisasi triase.



4. Menetapkan strategi dan rencana operasional yang membimbing penyedia layanan kesehatan untuk beralih ke telekonsultasi rawat jalan dan meningkatkan keahlian dan pemantauan pasien jarak jauh. 5. Merekomendasikan telemedicine sebagai sebuah alat komunikasi untuk menginformasikan dan mengedukasi penduduk. 6. Mekanisme pembagian data untuk mengintegrasikan data penyedia dan memudahkan studi epidemiologi. 7. Sebagai kerangka evaluasi ilmiah untuk menggambarkan dan menilai dampak telemedicine selama wabah (Ohannessian, 2020).



2.6 Jenis Pelayanan Telemedicine Menurut Permenkes No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanaan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan Bagian Kesatu Bab II tentang Jenis Pelayanan, yaitu: 1. Pelayanan telemedicine dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki surat izin praktik di Fasyankes penyelenggara 2. Pelayanan telemedicine terdiri atas pelayanan: a. Teleradiologi



16



Merupakan pelayanan radiologi diagnostik dengan menggunakan transmisi elektronik image dari semua modalitas radiologi beserta data pendukung dari Fasyankes Peminta Konsultasi ke Fasyankes Pemberi Konsultasi, untuk mendapatkan Expertise dalam hal penegakan diagnosis.



b. Teleelektrokardiografi (EKG) Merupakan



pelayanan



elektrokardiografi



dengan



menggunakan



transmisi elektronik gambar dari semua modalitas elektrokardiografi beserta data pendukung dari Fasyankes Peminta Konsultasi ke Fasyankes Pemberi Konsultasi, untuk mendapatkan Expertise dalam hal penegakan diagnosis. c. Teleultrasonografi (USG) Merupakan pelayanan ultrasonografi obstetrik dengan menggunakan transmisi elektronik gambar dari semua modalitas ultrasonografi obstetrik beserta data pendukung dari Fasyankes Peminta Konsultasi ke Fasyankes Pemberi Konsultasi, untuk mendapatkan Expertise dalam hal penegakan diagnosis. d. Telekonsultasi klinis Merupakan pelayanan konsultasi klinis jarak jauh untuk membantu menegakkan diagnosis, dan/atau memberikan pertimbangan/saran tata laksana. Ini dapat dilakukan secara tertulis, suara, dan/atau video, serta harus terekam dan tercatat dalam rekam medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



17



2.7 Proses Pelayanan Telemedicine Dalam



Surat



Edaran



Nomor



HK.02.1/Menkes/303/2020



tentang



Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), tertulis: 1. Kewenangan Dokter dalam memberikan pelayanan telemedicine meliputi kewenangan untuk melakukan: a. Anamnesa, mencakup keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit yang diderita saat ini, penyakit lainnya atau faktor risiko, informasi keluarga dan informasi terkait lainnya yang ditanyakan oleh dokter kepada pasien/keluarga secara daring. b. Pemeriksaan fisik tertentu yang dilakukan melalui audiovisual. c. Pemberian



anjuran/nasihat



yang



dibutuhkan



berdasarkan



hasil



pemeriksaan penunjang, dan/atau hasil pemeriksaan fisik tertentu. Hasil pemeriksaan penunjang dapat dilakukan oleh pasien dengan menggunakan



modalitas/sumber



daya



yang



dimilikinya



atau



berdasarkan anjuran pemeriksaan penunjang sebelumnya atas instruksi dokter. Anjuran/nasihat dapat berupa pemeriksaan kesehatan lanjutan ke fasilitas pelayanan kesehatan. d. Penegakkan diagnosis, dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan. e. Penatalaksanaan dan pengobatan pasien, dilakukan berdasarkan penegakkan diagnosis yang meliputi penatalaksanaan nonfarmakologi dan farmakologi, serta tindakan kedokteran terhadap pasien/keluarga



18



sesuai kebutuhan medis pasien. Dalam hal dibutuhkan tindakan kedokteran atau penatalaksanaan lebih lanjut, pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan ke fasilitas pelayanan kesehatan. f. Penulisan resep obat dan/atau alat kesehatan, diberikan kepada pasien sesuai dengan diagnosis. g. Penerbitan surat rujukan untuk pemeriksaan atau tindakan lebih lanjut ke laboratorium dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan sesuai hasil penatalaksanaan pasien. 2. Dokter yang menuliskan resep elektronik obat dan/atau alat kesehatan harus bertanggung jawab terhadap isi dan dampak yang mungkin timbul dari obat yang ditulis dalam resep elektronik. Penulisan resep elektronik dikecualikan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika. Salinan resep elektronik harus disimpan dalam bentuk cetak dan/atau elektronik sebagai bagian dokumen rekam medik. 3. Penulisan resep elektronik obat dan/atau alat kesehatan dapat dilakukan secara tertutup atau secara terbuka, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penyelenggaraan resep elektronik tertutup dilakukan melalui aplikasi dari dokter ke fasilitas pelayanan kefarmasian. b. Penyelenggaraan resep elektronik terbuka dilakukan dengan cara pemberian



resep



elektronik



secara



langsung



kepada



pasien.



Penyelenggaraan resep secara terbuka membutuhkan kode identifikasi resep elektronik yang dapat diperiksa keaslian dan validitasnya oleh fasilitas pelayanan kefarmasian.



19



c. Resep elektronik digunakan hanya untuk 1 (satu) kali pelayanan resep/pengambilan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan dan tidak dapat diulang (iter).



4.



Pelayanan resep elektronik di fasilitas pelayanan kefarmasian. a. Pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh apoteker dengan mengacu pada standar pelayanan kefarmasian pada masing-masing jenis fasilitas pelayanan kefarmasian. b. Setiap perubahan pada resep elektronik yang mungkin diperlukan karena sesuatu hal, harus sepengetahuan dan dengan persetujuan dari dokter yang menerbitkan resep elektronik. c. Sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan berdasarkan resep elektronik dapat diterima oleh pasien/keluarga pasien di fasilitas pelayanan kefarmasian, atau melalui pengantaran sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan.



5. Pengantaran sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan dalam resep elektronik secara tertutup dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pengantaran dilakukan melalui jasa pengantaran atau penyelenggara sistem elektronik kefarmasian; b. Jasa pengantaran, atau penyelenggara sistem elektronik kefarmasian dalam melakukan pangantaran, harus:



20



1) menjamin keamanan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan yang diantar; 2) menjaga kerahasiaan pasien; 3) mengantarkan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan dalam wadah yang tertutup dan tidak tembus pandang; 4) memastikan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan yang diantarkan sampai pada tujuan; 5) mendokumentasikan serah terima sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan; dan 6) Pengantaran melengkapi dengan dokumen pengantaran, dan nomor telepon yang dapat dihubungi. c. Apoteker pada fasilitas pelayanan kefarmasian yang menerima resep elektronik wajib menyampaikan informasi sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan kepada pasien secara tertulis dan/atau melalui Sistem Elektronik. d. Pasien yang telah menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan harus menggunakan obat sesuai dengan resep dan informasi dari apoteker.



2.8 Alur Pelayanan Telemedicine di Fasyankes Dalam Permenkes RI No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan Bab II ditetapkan bahwa: 1. Fasyankes penyelenggara, yaitu meliputi:



21



a. Fasyankes pemberi konsultasi (pengampu) berupa rumah sakit miliki Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan, dan b. Fasyankes peminta konsultasi (diampu) berupa rumah sakit, fasyankes tingkat pertama, dan fasyankes lain 2. Fasyankes pemberi konsultasi dan fasyankes peminta konsultasi yang menyelenggarakan pelayanan telemedicine harus memenuhi persyaratan yang meliputi: a. Sumber daya manusia Yaitu dokter, dokter spesialis/dokter subspesialis, tenaga kesehatan lain, dan tenaga lainnya yang kompeten di bidang teknologi informatika. Dokter spesialis/dokter subspesialis dan ahli lain di bidang kesehatan pada fasyankes pemberi konsultasi merupakan sumber daya kesehatan yang memberikan expertise dan memiliki kompetensi sesuai dengan pelayanan telemedicine. Sedangkan pada fasyankes peminta konsultasi, dokter/dokter spesialis sebagai sumber daya kesehatan yang meminta expertise sesuai dengan jenis pelayanan telemedicine tersebut. Jika tidak ada dokter/dokter spesialis, konsultasi dapat dilakukan oleh bidan atau perawat. b. Sarana, prasarana, peralatan Sarana merupakan bangunan/ruang yang digunakan dalam melakukan pelayanan telemedicine. Prasarana paling sedikit meliputi listrik, jaringan internet yang memadai, dan yang mendukung pelayanan telemedicine. Peralatan paling sedikit meliputi peralatan medis dan



22



nonmedis yang menunjang pelayanan telemedicine. Kesemuanya harus memenuhi



standar



pelayanan,



persyaratan



mutu,



keamanan,



keselamatan, dan layak pakai.



c. Aplikasi Merupakan aplikasi telemedicine dengan sistem keamanan dan keselamatan data yang disediakan oleh Kementerian Kesehatan maupun yang dikembangkan secara mandiri dan harus teregistrasi di Kementerian Kesehatan. 3. Fasyankes pemberi konsultasi harus menyampaikan jawaban konsultasi dan/atau menerbitkan expertise kepada fasyankes peminta konsultasi.



Gambar 2. Alur Pelayanan Telemedicine di Fasyankes (Sumber: Kemenkes RI, 2019)



23



Hak dan kewajiban bagi fasyankes pemberi konsultasi dan fasyankes peminta konsultasi dalam melaksanakan pelayanan telemedicine. 1. Hak dan kewajiban fasyankes pemberi konsultasi a. Hak: 1) Menerima informasi medis berupa gambar, citra (image), teks, biosinyal, video dan/atau suara yang baik dengan menggunakan transmisi elektronik untuk menjawab konsultasi dan/atau memberi Expertise; dan 2) Menerima imbalan jasa Pelayanan Telemedicine b. Kewajiban: 1) Menyampaikan jawaban konsultasi dan/atau memberikan Expertise sesuai standar; 2) Menjaga kerahasiaan data pasien; 3) Memberikan



informasi



yang



benar,



jelas,



dapat



dipertanggungjawabkan, dan jujur mengenai hasil konsultasi dan/atau Expertise; dan 4) Menyediakan waktu konsultasi 24 (dua puluh empat) jam dalam sehari, 7 (tujuh) hari dalam seminggu



2. Hak dan kewajiban Fasyankes Peminta Konsultasi a. Hak: 1) Memperoleh jawaban konsultasi dan/atau menerima Expertise sesuai standar; dan



24



2) Menerima



informasi



yang



benar,



jelas,



dapat



dipertanggungjawabkan, dan jujur mengenai hasil konsultasi dan/atau Expertise. b. Kewajiban: 1) Mengirim informasi medis berupa gambar, pencitraan, teks, biosinyal, video dan/atau suara dengan menggunakan transmisi elektronik sesuai standar mutu untuk meminta jawaban konsultasi dan/atau memperoleh Expertise; 2) Menjaga kerahasiaan data pasien; dan 3) Memberikan



informasi



yang



benar,



jelas,



dapat



dipertanggungjawabkan, dan jujur mengenai hasil konsultasi dan/atau Expertise kepada pasien



Gambar 3. Pelayanan Telemedicine di Indonesia (Sumber: Kemenkes RI, 2019)



Selanjutnya pada Bab VI dijelaskan bahwa:



25



1. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan telemedicine dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan daerah provinsi, dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota berdasarkan kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Pembinaan dan pengawasan tersebut diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien, dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.



Gambar 4. Alur Pelayanan Telemedicine untuk COVID-19 (Sumber: Ohannessian R, 2020)



BAB III TELAAH KRITIS JURNAL



Pada bab telaah kritis jurnal ini penulis akan melakukan kegiatan journal reading terhadap jurnal yang berjudul “Telemedicine in the Era of COVID-19” yang ditulis oleh Jay Portnoy, Morgan Waller, dan Tania Elliott. Jurnal ini diterbitkan pada tahun 2020. 3.1 Validity 1. Judul Judul jurnal, “Telemedicine in the Era of COVID-19”, memiliki jumlah kata yaitu 6 kata dalam bahasa Inggris. Jumlah kata yang digunakan cukup dan tidak lebih dari 14 kata sehingga masih memenuhi syarat penulisan judul jurnal yang baik. Penggunaan kata pada judul jurnal tersebut juga menarik dan cukup menggambarkan keseluruhan isi jurnal sehingga dapat mengetahui arah informasi yang ingin disampaikan serta mudah dipahami oleh pembaca. 2. Pengarang dan institusi Pada jurnal ini, penulisan nama pengarang dituliskan dengan nama lengkap dan disertakan gelar, terdapat asal institusi yang merujuk pada setiap nama pengarang di bawahnya, dan terdapat alamat email sebagai alamat korespondensi. Hal tersebut tidak sesuai dengan kaidah penulisan



28



nama pengarang dan institusi yang baik. Gelar seharusnya tidak disertakan dalam penulisan nama penulis jurnal. 3. Abstrak Jurnal ini tidak menyertakan abstrak sehingga tidak memiliki nilai informatif tambahan yang dapat menggambarkan isi jurnal. Selain itu pada jurnal ini juga tidak memiliki kata kunci yang dapat mempermudah penelusuran sehingga informasi yang mungkin diinginkan dan ternyata terdapat pada jurnal ini kurang dapat diperoleh oleh penelusur dan menggunakannya sebagai rujukan. 4. Pendahuluan Jurnal ini tidak memiliki subjudul pendahuluan, bahkan pada paragraf awal dari jurnal ini belum menjelaskan tentang telemedicine, di paragraph awal lebih membahas tentang bagaimana penyebaran virus corona ini membuat dunia kewalahan. Pada paragraf kedua mulai dijelaskan tentang bagaimana upaya pencegahan dibutuhkan agar penyebaran virus tidak menyebabkan tenaga kesehatan dan rumah sakit kesulitan karena sumber daya yang minim namun jumlah pasien yang terus bertambah. Pada halaman pertama jurnal ini, mulai menjelaskan mengenai telemedicine meliputi kelebihan dan beberapa kekurangannya. 5. Metode Secara implisit jurnal ini merupakan studi literatur dengan metode pengumpulan data dengan studi pustaka. Namun jurnal ini tidak menjelaskan bagaimana pengambilan data yang dilakukan untuk menulis jurnal ini.



29



6. Hasil dan Diskusi Isi jurnal mengemukakan hal-hal yang rasional dan alasan yang relevan terhadap implementasi telemedicine sebagai solusi yang inovatif dalam memfasilitasi pelayanan kesehatan yang optimal sambil meminimalisir risiko paparan virus sehingga mampu menekan jumlah pasien COVID-19. Pada jurnal ini juga dijelaskan penggunaan telemedicine sebagai sarana pengobatan pasien, melakukan dan menilai triase untuk COVID-19, dan pelayanan



kesehatan



pada



penyakit



kronik



misalnya



asma



dan



imunodefisiensi. Pada jurnal ini, pemeriksaan fisik untuk triase COVID-19 yang dilakukan melalui telemedicine dijelaskan dengan rinci. 7. Kesimpulan Jurnal ini tidak memiliki subjudul kesimpulan namun pada paragraf terakhir dijelaskan mengenai kegunaan telemedicine yang memberi kemudahan dan fungsi yang optimal dalam menghadapi kondisi pandemic serta dapat menurunkan resiko penyebara virus dan jumlah pasien COVID-19 serta tetap memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal. Diharapkan saat pandemik selesai telemedicine masih terus digunakan sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan. 8. Daftar Pustaka Daftar pustaka telah disusun sesuai aturan penulisan menurut Vancouver dan seluruhnya merujuk pada sitasi yang tertera pada naskah. Sumber kepustakaan berjumlah 13 sehingga jurnal cukup dapat dipercaya.



30



3.2 Importance Pembahasan jurnal ini sangat penting terutama di era pandemi COVID-19 ini karena dapat memberikan informasi mengenai solusi yang inovatif dan terjangkau, dalam hal ini penggunaan telemedicine dalam memfasilitasi pelayanan kesehatan sambil meminimalisir risiko paparan dari orang-keorang sehingga akan mengoptimalisasi penyelesaian pandemi COVID-19. Jurnal ini juga menjelaskan mengenai berbagai metode dalam penerapan telemedicine seperti bagaimana pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dalam penentuan triase COVID-19. Selain COVID-19, jurnal ini juga menjelaskan bahwa telemedicine dapat digunakan sebagai media pelayanan kesehatan pada penyakit kronik.



3.3 Applicability Jurnal ini dapat diterapkan di berbagai negara, namun di Indonesia sendiri masih terbatas pada kota besar dimana banyak hal yang dibutuhkan seperti smartphone, komputer, dan ketersediaan internet yang masih minim di daerah pedalaman. Kurangnya kemampuan mengoperasikan media oleh penyedia layanan dan juga pasien dalam pelaksanaan telemedicine menjadi salah satu tantangan sulit untuk pengaplikasian di Indonesia. Masyarakat di Indonesia juga masih belum semuanya memiliki alat kesehatan di rumah masingmasing untuk menilai kondisi fisik sendiri. Dalam merealisasikan telemedicine di Indonesia tentu perlu dukungan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Kementerian Informasi dan Informatika, dan perusahaan kesehatan digital.



31



3.4. Problem Wabah COVID-19 telah menyebar ke berbagai wilayah yang kemudian pada tanggal 11 Maret 2020 WHO menyatakan COVID-19 sebagai suatu pandemi. Karena pada awalnya wabah ini berasal dari China, berbagai otoritas regional dan internasional mengikuti jejak China dalam mengatasi penyebaran virus dari orangke-orang, yaitu dengan memberlakukan pembatasan pergerakan dari populasi wilayah setempat. Orang dengan riwayat kontak erat dengan pasien terkonfirmasi COVID-19, seperti tenaga kesehatan misal, dokter, perawat, petugas lab memiliki peluang lebih besar dalam menyebarkan virus tersebut. Sehingga tatap muka antara dokter-pasien takutnya akan menyebarkan virus dari dokter ke pasien sehat atau pasien ke dokter. Sebagai tenaga kesehatan, kita harus mampu membuat perkiraan yang jelas untuk menjamin individu dengan resiko rendah dan juga pasien yang cemas, untuk tidak mengambil pelayanan kesehatan dan secara bersamaan menjamin pasien dengan penyakit serius tetap mendapatkan pelayanan dan pengobatan di era pandemik. Sehingga, tatap muka ini harus dihindari sebisa mungkin. Namun, hal ini dapat mengurangi mutu pelayanan kesehatan yang diterima pasien. 3.5 Intervention Tidak dilakukan intervensi pada jurnal ini. 3.6 Comparison Dalam jurnal ini tidak ada pembanding dan tidak dilakukan perbandingan. 3.7 Outcomes Penerapan telemedicine seperti layanan konsultasi melalui video call atau telekonferensi, pemeriksaan pasien jarak jauh, pemeriksaan dan penentuan pasien dengan gejala COVID-19, pemberian pelayanan pada pasien dengan penyakit kronik. Manfaat lainnya, yaitu dapat menjaga individu yang tidak terpapar untuk tetap aman, termasuk masyarakat umum, pasien, dan tenaga kesehatan. Kemampuan teknologi ini juga memungkinkan untuk memperluas



32



jangkauan terhadap pemberi pelayanan yang bermutu dan hemat biaya. Situasi pandemik seperti ini



menyebabkan telemedicine mulai ramai



digunakan, namun penulis berharap telemedicine masih terus bisa digunakan ketika pandemik berakhir.



BAB IV KESIMPULAN



Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari referat yang berjudul “Telemedicine (Pandemi COVID-19)” ini adalah: 1. Telemedicine adalah pemberian pelayanan kedokteran jarak jauh oleh dokter dan dokter gigi dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat. 2. Telemedicine diterapkan dalam dua konsep, yaitu realtime (synchronous) dan store-and-forward (asynchronous) dan penggunaan teknologinya membutuhkan perangkat keras dan perangkat lunak. 3. Tujuan dan manfaat telemedicine di era pandemi COVID-19, yaitu sebagai tindakan pencegahan penyebaran virus dari orang-orang dan untuk meratakan kurva COVID-19 sambil meminimalisir kontak fisik selama masa karantina dan isolasi diri. Tantangannya, yaitu akses terbatas dan tantangan praktisi dan pasien dalam mengoperasikan media dalam melakukan telemedicine.



34



4. Kebijakan terbaru mengenai telemedicine tercantum dalam Perkonsil No. 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)



di



Indonesia.



Jenis



pelayanan



telemedicine,



yaitu



teleradiologi, teleelektrokardiografi, teleultrasonografi, dan telekonsultasi klinis. 5. Proses pelayanan telemedicine dimulai dari dokter yang melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, penegakan diagnostik, hingga penulisan resep elektronik yang kemudian akan diterima oleh apoteker melalui jasa pengantaran, dan setelah itu pasien harus menggunakan obat sesuai resep dan informasi dari apoteker. 6. Alur pelayanan telemedicine di fasyankes terdiri dari fasyankes pemberi konsultasi dan fasyankes peminta konsultasi yang dilakukan pembinaan dan pengawasan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 7. Alur pelayanan telemedicine untuk COVID-19 dengan gejala khas adalah melakukan triase dengan kuesioner secara online lalu melakukan telekonsultasi dengan dokter umum. Apabila diperlukan, dokter umum dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis, merujuk pasien ke unit gawat darurat, atau ICU.



DAFTAR PUSTAKA



Fong, B., Fong, A.C.M, Li, C.K. 2011. Telemedicine Technologies : Information Technologies in Medicine and Telehealth (1st edition). United Kingdom: John Willey & Sons. Kementrian Kesehatan RI. 2019. Implementasi Telemedicine di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI. Kementerian Kesehatan RI. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease (COVID-19) Revisi ke- 4. Jakarta: Kemenkes RI. Leite H, Hodgkinson IR, Gruber T. New Development: ‘Healing at a distance’-telemedicine



and



COVID-19.



Public



Money



&



Managment, 2020. Ohannessian R, Duong TA, Odone A. 2020. Global Telemedicine Implementation And Integration Within Health Systems To Fight The COVID-19 Pandemic: A Call To Action. JMIR Public Health and Surveillance: 6(2). Pagliari C, Detmer D, Singleton P. Potential of electronic personal health records. Analysis, 2005.



39



Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 74 Tahun 2020 Tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Portnoy J, Waller M, Elliott T. Telemedicine in the Era of COVID-19. J Allergy Clin Immunol Pract 2020;1-3. Santoso BS, Rahmah M, Setiasari T, Sularsih P. 2015. Perkembangan dan Masa Depan Telemedika di Indonesia. Yogyakarta: Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, FT UGM. Setyono A, Alam MJ, Eswaran C. Mobile telemedicine system application for telediagnosis using multimedia messaging service technology. Int. J. Wireless and Mobile Computing. 2014; 7(4):348-61 Surat



Edaran



Nomor



Penyelenggaraan



HK.02.01/Menkes/303/2020



Pelayanan



Kesehatan



Melalui



Tentang Pemanfaatan



Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Wiryawan IW. 2016. Bunga Rampai 2 Problematika Hukum: Pengaturan Serta



Integrasi



Pengembangan UNUD.



Telemedicine Pembangunan



Dalam Kesehatan



Strategi



Kebijakan



Modern.



Denpasar:



40



World Health Organization. 2010. Telemedicine Opportunities and Developments in Member States: Report On The Second Global Survey On eHealth. Global Observatory for eHealth Series, 2.