Refrat AKut SKrotum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



AKUT SKROTUM



DISUSUN OLEH :



TRIA CLARESIA BUNGARISI / H1AP01004



PEMBIMBING : dr. BARRY A. PRABA, Sp. U



KEPANITERAAN KLINIK BEDAH RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BENGKULU 2016



1



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL..........................................................................................1 DAFTAR ISI.......................................................................................................2 BAB I PENDAHULUAN...................................................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................4 2.1. Anatomi dan Fisiologi Skrotum.......................................................4 2.2. Akut Skrotum ..................................................................................6 2.2.1. Etiologi dan Diagnosis Banding.............................................6 a. Torsio ..................................................................................7 b. Epididimo-orchitis..............................................................10 c. Trauma/ Ruptur Testis.........................................................10 d. Penyakit Sistemik...............................................................11 e. Penyakit Lain......................................................................11 2.2.2. Pemeriksaan pada Akut Skrotum...........................................12 a. Anamnesis...........................................................................12 b. Pemeriksaan Fisik...............................................................13 c. Pemeriksaan Penun jang.....................................................14 BAB III KESIMPULAN...................................................................................17 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................18



2



BAB I PENDAHULUAN



Akut skrotum adalah sebuah keadaan emergensi yang berasal dari nyeri pada skrotum. Nyeri dapat berhubungan dengan kemerahan pada kulit dan pembengkakan pada skrotum. Keadaan ini merupakakn kondisi serius yang dapat menyebabkan testis kehilangan fungsinya. Salah satu diagnosis banding yang paling penting adalah torsio pada funiculus spermatikus. Insidensi torsio pada funiculus spermatikus dengan varises skrotum yaitu 18-45%. Insidensi torsio testis pada laki-laki muda dengan usia kurang dari 25 tahun adalah 1 berbanding 4000 (Peyvasteh et al, 2011). Proses infeksi yang sering menimbulkan keluhan nyeri akut pada skrotum adalah epididimo-orchitis. Epididimo-orchitis pada anak-anak pubertas terjadi sekitar 15% dengangejala akut skrotum (Halachmi et al, 2013). Kegiatan olahraga adalah penyebab lebih dari setengah dari semua kasus cedera testis, dan kecelakaan kendaraan bermotor menyumbang 9% -17% dari cedera testis. Tiga kategori utama dari cedera skrotum adalah cedera tumpul, luka tembus, dan cedera iatrogenik. Cedera testis bilateral dan ruptur jarang ditemukan pada cidera tumpul, hanya sekitar sekitar 1,5% dari kasus trauma skrotum tumpul. Luka tembus lebih cenderung bilateral, dengan tingkat kejadian sekitar 30% (Bhatt et al, 2008). Kejadian akut skrotum pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 5 tahun sebesar 65% mengalami epididimitis, 8% torsio pada appendiks testis, dan 12 % torsio testis (Halachmi et al, 2013).



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1.



Anatomi dan Fisiologi Skrotum dan testis Skrotum dalam sistem reproduksi laki-laki merupakan suatu kantong eksternal tipis yang berupa kulit dan otot yang membungkus testis yang terletak di antara penis dan anus serta di depan perineum. Skrotum terdiri dari dua kompartemen atau dua lobus. Setiap kompartemen mengandung satu dari dua testis, yaitu suatu kelenjar yang memproduksi sperma dan terdiri dari satu epididimis yaitu suatu tempat dimana sperma disimpan. Di antara dua lobus skrotum dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan ikat dan otot polos (otot dartos). Otot dartos ini berfungsi untuk menggerakkan skrotum sehingga dapat mengkerut dan mengendur (kontraksi dan relaksasi). Di dalam skrotum juga terdapat serat – serat otot yang berasal dari penerusan orot lurik dinding perut yang disebut otot cremaster. Pada skrotum manusia dan beberapa mamalia bisa terdapat rambut pubis (Snell, 2006). Vaskularisasi testis berasal dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena



yang meninggalkan



testis



berkumpul membentuk



pleksus



Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai verikokel (Snell, 2006). Fungsi utama skrotum adalah melindungi testis dan menjaga testis tetap pada suhu 1-8o C dibawah suhu normal tubuh (37o C). Skrotum terletak menonjol dari dinding tubuh dan akan berkontraksi pada keadaan dingin, saat olahraga atau terdapat rangsangan seksual. Sedangkan pada suhu yang hangat skrotum akan membesar dan mengendur. Ketika kontraksi, skrotum akan menyimpan panas sedangkan ketika relaksasi skrotum akan menjadi lembut dan memanjang sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi udara yang berefek pendinginan (Snell, 2006).



4



Secara anatomi, testis adalah organ genitalia pria yang teletak di skrotum. Ukuran tetstis pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2.5 cm. dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albugine terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis untuk dapat digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperature testis agar tetap stabil (Purnomo, 2013). Secara histopatologis, testis terdiri atas ± 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel Sertoli, sedang di antara tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi sel-sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormone testosterone (Purnomo, 2013). Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah matur (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas deferens dan vesikula seminalis, serta cairan prostate, membentuk cairan semen atau mani (Purnomo, 2013). Testis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel (Purnomo, 2013). Scrotum adalah kantong yang membungkus dari testis, epididimis, dan ujung bawah funiculus spermatikus. Scrotum berfungsi sebagai termoregulator yang mengatur suhu testis agar tetap terjaga dalam suhu yang normal agar sperma tidak rusak. Pada keadaan dingin scrotum akan mengkerut untuk mendekatkan testis dengan tubuh agar tetap hangat. Namun sebaliknya ketika panas maka scrotu akan 5



merenggang untuk menjauhkan testis dari tubuh.Scrotum dibentuk oleh cutis scroti pada bagian luar. Bagian tengah dari scrotum akan membentuk lipatan-lipatan yang disebut raphe scroti ( rugae scroti ) (Purnomo, 2013).



Gambar 1. Anatomi Skrotum (Davis et al, 2009)



2.2.



Akut Skrotum Timbulnya nyeri yang akut, pembengkakan, dan atau nyeri intrascrotal disebut akut skrotum dan merupakan keluhan utama yang umum di urologi pediatrik. Tandatanda dan gejala yang berhubungan dengan nyeri skrotum akut sangat bervariasi dengan tumpang tindih diagnostik yang luas, sehingga selain gejala klinis diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pencitraan untuk dapat menegakkan diagnosis secara cepat (Walsh,2012). 2.2.1. Etiologi dan Diagnosis Banding Akut skrotum pada anak-anak dan remaja memiliki banyak penyebab yang potensial. Diagnosis banding meliputi torsio, infeksi, trauma, tumor, dan penyebab lain.



6



Gambar 2. Etiologi dan Diagnosis Banding Akut Skrotum (Gunther dan Rubben, 2012)



a. Torsio (Brunicardi et al, 2007) Torsio testis adalah rotasi tiba-tiba pada testis dari pada porosnya, sehingga memutar funiculus spermaticus berputar. Aliran vena dari testis yang terhambat dan perfusi arteri berkurang, mengakibatkan infark parenkim,s elanjutnya perfusi dari testis ini benar-benar hilang. Torsi testis lengkap, menurut definisi, melibatkan penuh 360 ° rotasi. Kerusakan tetap parenkim testis dapat dilihat setelah empat jam iskemia. Penyebab torsio testis adalah latihan fisik, trauma, atau refleks cremasteric yang tiba-tiba terjadi sehingga membuat testis berputar dari sumbunya sendiri (Gunther dan Rubben, 2012). Torsio testis terjadi ketika testis berputar dan menjepit aliran darah pada testis pada tingkat spermatic cord. Torsio testis merupakan suatu kedaruratan medis yang membutuhkan tindakan pembedahan segera. Torsio yang terjadi pada periode neonatal dan prenatal adalah torsio ekstravaginal, dimana testis dan kedua lapisan pada tunika vaginalis berputar. Torsio testis pada neonatus biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya akan disadari ketika telah terjadi atrofi. Sedangkan torsio pada anak dan dewasa merupakan torsio intravaginal yang dimana testis dan lapisan dalam dari tunika vaginalis berputar. Torsio intravaginal biasanya terjadi pada usia 12 sampai 18 tahun dengan kejadian tertinggi pada usia 13 tahun. Pada pasien dengan resiko torsio invaginalis, tunika terikat lebih tinggi pada spermatic cord (deformitas bell clapperI) dan otot cremaster menyisip secara oblik ke dalam cord. Sehingga testis menjadi horizontal ketika pasien berdiri. Kontraksi otot cremaster dipercaya merupakan karakteristik rotasi yang terjadi pada torsio yang terlihat. Pada 7



pemeriksaan fisis, testis sebelah kiri pada pasien berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis sebelah kanan berputar searah jarum jam. Torsio pada dewasa biasanya akan menimbulkan gejala nyeri yang hebat. Diagnosis banding dari torsio testis adalah epididymo-orchitis dan torsio apendiks testis. Epididymo-orchitis jarang terjadi pada dewasa dan disertai dengan pyuria. Sedangkan torsio apendiks testis memproduksi nyeri pada area fokal yang lebih dan sering disertai dengan perubahan warna menjadi kebiruan pada skrotum. Evaluasi yang dilakukan pada pasien dengan torsio adalah manual detorsi. a. Pendekatan diagnosis Anamnesis : 1. Nyeri hebat tiba-tiba pada skrotum, nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel, atau tidak mau menyusui. 2. Testis yang bersangkutan dirasakan membesar. 3. Terjadi retraksi dari testis ke arah kranial, karena funikulus spermatikus terpuntir jadi memendek 4. Mual dan muntah, kadang demam Pemeriksaan Fisik : 1. Testis/skrotum bengkak/hiperemis 2. Deming’s sign (testis letak tinggi) dibandingkan sisi kontralateral 3. Angel’s sign (testis posisi melintang) dibandingkan sisi kontralateral 4. Testis umumnya sangat nyeri tekan dan elevasi tidak menghilangkan nyeri seperti sering terjadi pada epididimis akut (Prehn’s sign, yaitu nyeri tetap/meningkat saat mengangkat testis)



8



5. Kadang-kadang dapat diraba adanya lilitan/simpul atau penebalan funikulus spermatikus. 6. Bila telah lama berlangsung maka testis menyatu dengan epididimis dan sukar dipisahkan, keduanya membengkak, timbul effusion, hiperemia, edema kulit dan subkutan. b. Tatalaksana Tindakan untuk mengatasi torsio testis terdiri dari 2 cara yaitu : detorsi atau reposisi manual dan eksplorasi atau dengan cara pembedahan. 1. Detorsi manual dapat dilakukan pada kasus-kasus yang dini (1 – 2 jam) atau merupakan tindakan awal bagi pasien sebelum dibawa ke rumah sakit. Reduksi yang berhasil akan memberikan pemulihan segera untuk aliran darah ke testis. Tindakan ini tidak boleh dianggap sebagai pengobatan atau terapi definitif dan eksplorasi gawat darurat harus tetap dilakukan pada kesempatan awal. 2. Reduksi manipulatif tidak dapat menjamin penyembuhan sempurna dan masih ada torsi dengan tingkat tertentu, meskipun pemasokan darah telah dipulihkan. Selain itu abnormalitas semula yang menyebabkan torsi masih tetap ada dan mungkin melibatkan testis pada sisi yang lain. Oleh karena itu fiksasi operatif kedua testis diharuskan. 3. Eksplorasi mutlak dilakukan pada setiap kasus yang diduga torsi. Testis harus dipaparkan tanpa ditunda-tunda lagi dengan membuat irisan ke dalam skrotum. Bila ternyata benar suatu torsi segera lakukan detorsi lalu elevasi beberapa saat, kemudian diamati apakah ada perubahan warna bila tidak ada tanda-tanda viabilitas lakukan orchidektomy, namun apabila testis masih baik lakukan



orchidopeksi



pada



testis



yang



bersangkutan



dan



testis



kontralateral.Pembedahan yang dilakukan dalam 4 sampai 6 jam dari onset nyeri memiliki tingkat penyelamatan testis lebih dari 90%.



9



Gambar 3. Torsio testis (Walsh, 2012)



Gambar 4. Torsio testis 360° (Walsh, 2012) b. Epididimo-orchitis Epididimo-orchitis adalah peradangan pada epididimis testis yang ditandai dengan nyeri dan bengkak yang akut yang dapat disebabkan oleh penyakit menular seksual yang berasal dari uretra atau bukan dari penyakit menular sexual yang berasal dari traktus urinarius. Penyebab dari Infeksi menular seksual adalah Clamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae, dan organisme enterik gram negatif. Penyebab yang bukan dari infeksi menular seksual adalah orgnanisme enterik gram negatif , virus mumps, tuberculosis, dan candida (Street et al, 2012). Tanda dan gejala yang timbul adalah biasanya nyeri dan atau pembengkakan yang biasanya bersifat unilateral, adanya discharge dari uretra, disuria dan iritasi pada penis menandakan gejala uretritis, sedangkan gajala yang timbul dari infeksi saluran kemih adalah disuria, frekuensi dan emergensi.gejala 10



lain yang timbul adalah eritema dan udem pada skrotum dan pyrexia (Street et al, 2012). Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang ada. Anamneis dapat menyingkirkan gejala genitourinari dan resiko infeksi menular sexual. Hasil pemeriksaan lain akan berkaitan dengan etiologi nya. USG cdpat digunakan untuk membedakan epidio-orkitis dengan torsio testis(Street et al, 2012). Managemen yang diberikan adalah analgesiik, istirahat dan scrotal support. Terapi lain yang diberikan adalah antibiotik untuk mengatasi infeksi (Street et al, 2012). c.



Trauma/ Ruptur Testis Ruptur testis terjadi ketika ada laserasi tunika albuginea testis, sehingga parenkim testis dapat keluar. Ini dapat terjadi baik dari trauma tumpul atau trauma tajam. Sebagai prinsip umum, luka tembus pada skrotum harus dilakukan pembedahan untuk dieksplorasi (Bhatt, 2008). Setelah terjadi cedera tumpul, pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan pembengkakan, nyeri atau ekimosis. Jika testis dapat teraba kemungkinan testis tidak ruptur. Jika ada penebalan dinding skrotum yang signifikan, edema atau hematoma, palpasi testis mungkin sulit atau tidak mungkin, dan ultrasonografi skrotum dapat menentukan tingkat cedera testis. Cedera tumpul dapat menyebabkan ruptur testis, hematoma intratesticular, memar testis (memar) atau hematocele (akumulasi darah dalam ruang tunika vaginalis). Di antaranya, hanya ruptur testis yang membutuhkan perbaikan dengan tindakan bedah. Untuk hematoma intratesticular (tunika albuginea utuh, hematoma) atau nyeri lokal (memar), dilakukan observasi, istirahat, kompres dingin dan analgesik (Bhatt,2008). Pada trauma tembus, sayatan vertikal dapat dengan mudah diperluas ke pangkal paha untuk mengekspos kabel spermatika. Untuk trauma tumpul, sayatan melintang di atas kompartemen skrotum. Setelah memeriksa dan mengeksplorasi ruang tunika vaginalis, setiap parenkim testis diperiksa, diirigasi dan reseksi atau dipertahankan dan laserasi tunica diperbaiki. Orchiectomy diindikasikan bila ada cedera utama untuk funiculus spermatikus dan kerusakan parenkim luas dimana



tidak ada jaringan yang signifikan dapat diselamatkan (Bhatt, 2008). . d. Penyakit sistemik 11



Akut skrotum sebagai manifestasi awal dari penyakit sistemik merupakan tantangan bagi tenaga medis untuk menyingkirkan diagnosa banding. Ketika skrotum terlibat dalam Purpura Henoch-Schönlein, epididimis dan testis sering membesar. Pemeriksaan fisik mengungkapkan petechiae patognomonik pada betis. Leukemia dan limfoma juga dapat hadir dengan keterlibatan skrotum sebagai awal manifestasi klinis (Gunther dan Rubben, 2012). e. Penyakit lain Hernia inguinalis inkarserata dapat menyebabkan iskemia testis, kadangkadang menjadi sangat akut. Pembengkakan di daerah kanalis inguinalis menjadi tanda utama. Ultrasonografi adalah bantuan yang berguna dalam diagnosis banding, melengkapi pemeriksaan fisik. Jika reposisi lengkap tidak mungkin, operasi segera dilakukan (Gunther dan Rubben, 2012). Edema skrotum idiopatik akut dan emfisema adalah kesatuan di mana skrotum menjadi bengkak untuk alasan yang tidak diketahui. Kondisi ini hanya dapat didiagnosis dengan pencitraan ultrasonografi (Gunther dan Rubben, 2012). Peradangan akut pada abdomen atau infeksi juga dapat hadir dengan gambaran klinis dari skrotum akut. Dalam kasus tersebut, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan ultrasonografi biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis (Gunther dan Rubben, 2012). Tumor testis umumnya tidak menimbulkan rasa sakit. Ultrasonografi mengungkapkan massa tumor. Penanda tumor sel germinal harus ditentukan (alpha-fetoprotein, β-HCG) (Gunther dan Rubben, 2012).



2.2.2. Pemeriksaan pada Akut Skrotum a. Anamnesis Nyeri skrotum yang terjadi tiba-tiba dan berat seringkali diakibatkan oleh torsioo testis sampai terbukti sebaliknya. Puntiran spermatic cord. Karakteristik torsioo testis menyebabkan penurunan cepat suplai darah yang menyebabkan nyeri iskemia. Berbeda dengan epididimitis yang seringkali nyeri progresif lambat dan rasa terbakar(non-iskemik). Rasa nyeri pada torsioo testis berkembang detik hingga menit, sedangkan nyeri pada epididimitis berkembang dalam hitungan jam hingga hari (Davis et al, 2009). 12



Perbedaan antara nyeri konstan-progresif dan intermiten-kolik sangat berarti pada nyeri akut skrotum. Nyeri yang konstan dan progresif seringkali timbul pada peradangan,seperti epididimitis, sedangkan pada nyeri intermitten dan kolik terjadi pada iskemia (Davis et al, 2009). Gejala sistemik pada akut skrotum pada torsio testis lebih sering muncul seperti mual muntah, sedangkan etiologi lain pada peradangan jarang muncul mual muntah, sekalipun ada,biasanya ringan, sering juga muncul malaise dan demam. Pada pasien dengan nyeri skrotum akut seringkali disertai nyeri perut bawah, ekstremitas bawah(pangkal paha, paha bagian dalam,inguinal) atau nyeri panggul. Selalu tanyakan perubahan buang air kecil, termasuk frekuensi, warna, volume, nyeri berkemih, hematuria. Masalah buang air kecil dapat menjadi banyak penyebab dari skrotum akut, epididimitis seringkali muncul keluhan seperti disuria dan urgensi (Davis et al, 2009). b. Pemeriksaan fisik Ketika



memeriksa



pasien



dengan



keluhan



skrotum



akut,



penampilan umum mereka memberikan petunjuk diagnostik yang penting. Pasien dengan "intermiten dan kolik" sakit (yaitu, torsio testis atau kolik ginjal) cenderung menggeliat pada brankar atau gelisah sekitar ruang pemeriksaan karena mereka tidak dapat menemukan posisi yang nyaman. Sebaliknya, pasien dengan kondisi peradangan yang progresif (seperti epididimitis atau epididymo-orchitis) cenderung meminimalkan aktivitas, seperti sedikit gerakan dapat memperburuk rasa sakit mereka, sementara istirahat dan elevasi memperingan keluhan (Davis et al, 2009). Pemeriksaan abdomen lengkap sangat penting dalam setiap pasien menyajikan dengan skrotum akut, karena banyak kondisi intra-abdominal mungkin muncul dengan komponen rasa sakit GU. Penting untuk memeriksa alat kelamin pria baik saat pasien berdiri dan berbaring telentang. Hati-hati saat memeriksa pasien berdiri karena beberapa laki-laki mungkin mengalami respon vagal yang kuat untuk skrotum (atau prostat) stimulasi, yang mengarah ke pra-sinkop atau sinkop. Pemeriksaan testis dan epididimis juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan bahkan tanpa adanya 13



patologi. Selalu melakukan pemeriksaan pada daerah yang tidak dipengaruhi rasa sakit(seringkali terjadi unilateralisasi rasa nyeri) sebagai kontrol dan meningkatkan kepercayaan pasien. Visualisasi pertama yang muncul pada torsioo testis seringkali tampak testis naik tinggi seolah-olah naik,yang disebabkan oleh puntiran spermatic cord. Cukup sering pasien dengan nyeri skrotum akut, terlepas dari etiologi yang mendasari, hadir identik: dengan nyeri difus, bengkak, nyeri tekan hemiscrotum (Davis et al, 2009). Pemeriksaan refleks kremaster ipsilateral dilaporkan sangat sensitif untuk menyingkirkan diagnosis torsio testis. Refleks ini ditimbulkan dengan cara menggores paha bagian dalam dehingga mengakibatkan elevasi testis melalui kontraksi otot kremaster. Prehn’s sign atau dengan cara menghilangkan rasa sakit dengan elevasi skrotum, yang diperkirakan sebelumnya untuk membantu dalam membedakan epididimitis dari torsio testis. Namun, tanda ini umumnya dianggap tidak dapat diandalkan di membedakan 2 gangguan ini (meskipun referensi khusus untuk sensitivitas dan spesifisitas tetap sulit dipahami setelah banyak mencari) . Oleh karena itu, penggunaannya untuk tujuan ini adalah sifatnya tambahan tetapi tidak diagnostik. “Blue dot” tanda patognomonik untuk torsioo appendix,Temuan ini sangat spesifik, namun tidak sensitif (Davis et al, 2009). Transiluminasi dapat membantu dalam kasus dugaan hidrokel. Cairan skrotum diduga bertransiluminasi ketika sinar menembus dinding posterior skrotum. Namun, praktisi yang jarang memanfaatkan teknik ini cenderung "overcall" hasil tes positif (yaitu, setiap skrotum transiluminasi), sehingga hasilnya harus hati-hati ditafsirkan dalam konteks gambaran klinis secara keseluruhan (Davis et al, 2009). c. Pemeriksaan Penunjang Kebanyakan alat bantu diagnostik rutin (seperti kerja darah dan urine) sedikit tambahan untuk membedakan antara etiologi umum nyeri skrotum akut. Sebaliknya, malah menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis, Jika temuan riwayat dan pemeriksaan menunjukkan diagnosis torsio testis, konsultasi urologi (atau bedah anak) dan rencana untuk 14



eksplorasi bedah segera harus dimulai tanpa penundaan. Seorang pasien usia yang tepat (neonatus, remaja) dengan temuan klasik torsio testis tidak memerlukan tes diagnostik (Davis et al, 2009). Meskipun eksplorasi bedah adalah pengobatan awal pilihan dengan kecurigaan klinis yang kuat untuk torsio testis, pedoman yang diterbitkan oleh American College of Radiology pencitraan konfirmasi dapat dilakukan jika tersedia dan dilakukan dalam waktu 30 sampai 60 menit dari permintaan yang secara bersamaan mempersiapkan ruang operasi (Davis et al, 2009). Aliran warna Doppler duplex ultrasound mungkin sangat membantu dalam kasus nyeri skrotum akut. Sonografi klasik menemukan sugestif



dari



torsio



testis



intratesticular.Sonografi



yaitu



berkurangnya



High-resolution



gray-scale



aliran pada



darah



funiculus



spermaticus dapat menunjukkan puntiran dan lilitan pada lokasi torsio (Davis et al, 2009). Sonografi digunakan tidak hanya untuk menyingkirkan torsio testis tetapi juga untuk mencari penyebab alternatif nyeri skrotum akut. Pada epididimitis, perfusi akan normal (atau meningkat) karena efek dari mediator



inflamasi



di



vaskular



lokal.Ultrasonografi



juga



dapat



mengidentifikasi hydroceles, hematoceles, varikokel, hernia, tumor, abses atau vaskulitis gonad (Davis et al, 2009). Computed tomography (CT) dapat membantu dalam menilai komplikasi kasus infeksi GU (abses, penyakit Fournier), atau dalam pencarian cedera yang menyertai dalam evaluasi trauma GU.Dalam kasus penyakit Fournier, keterlambatan dalam diagnosa dan debridement definitif dapat mengancam kehidupan, sehingga pencitraan tidak harus menunda konsultasi bedah (Davis et al, 2009).



15



Gambar 5. Alur diagnosis dan tatalaksana akut skrotum (Gunther dan Rubben, 2012)



16



BAB III KESIMPULAN



Akut Skrotum adalah Bengkak dengan nyeri akut pada skrotum atau berhubungan dengan tanda lokal dan gejala-gejala generalisata.Seorang anak atau remaja dengan nyeri akut skrotum, nyeri tekan, atau bengkak harus dilihat sebagai situasi darurat yang memerlukan evaluasi cepat, diferensial diagnosis, dan eksplorasi bedah segera.Skrotum Akut merupakan proses infeksi yang sering menimbulkan keluhan akut skrotum adalah epididimitis.Proses non infeksi yang sering menimbulkan keluhan nyeri akut pada skrotum adalah torsio testis. Torsio testis merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang urologi karena torsio testis menyebabkan strangulasi pada aliran darah testis sehingga dapat berakhir dengan nekrosis dan atrofi testis. Karena itu perlu suatu anamnesis dan pemeriksaan yang sesuai untuk menegakkan etiologi dari kasus skrotum akut. Penatalaksanaan segera yaitu tindakan pembedahan eksplorasi,sedangkan beberapa kasus menggunakan antibiotik dan terapi simptomatik.



17



DAFTAR PUSTAKA



1. Bhatt S dan Dogra VS. 2008. Role of US in Testicular and Scrotal Trauma. RadioGraphics 28: 1617-1629 2. Brunicardi FC, Andersen DK, Biliar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE. 2007. Schwartz’s Principles of Surgery. 8th Edition. USA: McGraw-Hill Companies 3. Cavusoglu, Yusuf Hakan et al. 2005. Acute Scrotum: Etiology and Management. Indian Journal of Pediatrics 72: 201-204 4. Davis, Jonathan E et al. 2009. An Evidence-Based Approach to Male Urogenital Emergencies. Emergency Medicine Practice 11(2):1-26 5. Diagnostic Imaging Pathway (2012). Acute Scrotal Pain. Diagnostic Imaging



Pathway



Government



of



Western



Australia.



http://www.imagingpathways.health.wa.gov.au/index.php/imagingpathways/urological/acute-scrotal-pain#pathway – Diakses 19 Januari 2016 6. Gunther P dan Rubben I. 2012. The Acute Scrotum in Childhood and Adolescence. Deutsches Arzeblatt International 109(25): 49-58 7. Halachmi S dan Katz N. 2013. Epididymo-Orchitis in Pubertal Children: Epidemiology,



Etiology,



Management



and



Follow



Up



RecommendationsOpen Journal of Urology 3: 96-101. 8. Purnomo, Basuki P. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto. 2003. 8,145-148. 9. Snell,Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa Liliana Sugiharto. Edisi 6. Jakarta: EGC. 10. Street EJ et al. (2012). European Guidline on the management of epididymo-orchitis. IUSTI EO Guidline Volume 1 11. Wein, Alan J. 2012. Campbell-Walsh Urology, 10th ed. Saunders, An Imprint of Elsevier.



18