Regulasi CSSD [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Buya
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DAFTAR ISI



SURAT KEPUTUSAN .................................................................. 1 DAFTAR ISI ................................................................................ 2 BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 5 BAB II STANDAR KETENAGAAN ............................................... 10 BAB III STANDAR FASILITAS ..................................................... 14 BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN ........................................ 18 BAB V LOGISTIK…………… .......................................................... 26 BAB VI KESELAMATAN PASIEN ................................................. 28 BAB VII KESELAMATAN KERJA .................................................. 32 BAB VIII PENGENDALIAN MUTU ............................................... 41 BAB IX PENUTUP ....................................................................... 43



PEMERINTAH KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PIRU Jln. Arteri Trans Seram PIRU 97562



PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PIRU NOMOR :



/PER/RS/VIII/2019



TENTANG PEDOMAN PELAYANAN CSSD



MENIMBANG



: a. Bahwa rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan yang mengutamakan keselamatan pasien dan petugas selalu berupaya untuk mencegah terjadinya resiko infeksi rumah sakit b. Bahwa untuk mencapai keberhasilan tersebut perlu dilakukan pengendalian infeksi di rumah sakit dengan cara melakukan sterilisasi pada alat atau bahan tertentu yang bertujuan untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospore c. Bahwa untuk mencapai keberhasilan tersebut perlu dilakukan pengendalian infeksi di rumah sakit dengan cara melakukan sterilisasi pada alat atau bahan tertentu yang bertujuan untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospore d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a, b, dan c perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur RSUD Piru tentang Pedoman Pelayanan CSSD



MENGINGAT



: a. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan c. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republkik Indonesia nomor



382/Menkes/SK/III/2008



Tentang



Pedoman



Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan



Fasilitas Kesehatan Lainnya. d. Buku Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (CSSD) di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, tahun 2009 e. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republkik Indonesia nomor 270/Menkes/SK/III/2007 Tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya. MEMUTUSKAN MENETAPKAN



:



Pertama



: Keputusan Direktur RSUD Piru tentang Pedoman Pelayanan CSSD



Kedua



: Pedoman



Pengelolaan



Bagian



Laundry



Rumah



Sakit



sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini Ketiga



: Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan akan dilakukan evaluasi setiap tahunnya.



Keempat



: apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perbaikan maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.



Ditetapkan di



: Piru



Pada tanggal



:



DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PIRU



Dr. MICHEL A. SIWABESSY Pembina Utama NIP. 19610801 1990010 1 001



LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKITUMUM DAERAH PIRU Nomor



:



/PER/ /VII2019



Tentang : PEDOMAN PELAYANAN CSSD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PIRU



BAB. I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Sterilisasi adalah suatu proses pengolahan alat atau bahan yang bertujuan untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dan dapat dilakukan dengan proses kimia atau fisika. Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan yang mengutamakan keselamatan pasien dan petugas selalu berupaya untuk mencegah terjadinya resiko infeksi rumah sakit. Untuk mencapai keberhasilan tersebut maka perlu dilakukan pengendalian infeksi di Rumah Sakit Islam Sultan Agung dengan cara melakukan sterilisasi pada alat atau bahan tertentu yang bertujuan untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dan dapat dilakukan dengan proses kimia atau fisika. Salah satu indicator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai hal tersebut maka perlu dilakukan pengendalian infeksi di rumah sakit. Pusat sterilisasi merupakan salah satu pemutus mata rantai kehidupan mikroba termasuk endospora. Pusat sterilisasi adalah tempat yang penting di dalam rumah sakit untuk mengendalikan infeksi dan punya peran yang sangat penting dalam upaya menekan kejadian infeksi di rumah sakit. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, pusat sterilisasi sangat tergantung dengan berbagai unit lain yang terkait antara lain, unsur pelayanan medik, unsur penunjang medik, instalasi lain seperti perlengkapan, logistic, perlengkapan, rumah tangga, pemeliharaan sarana, sanitasi dan lain-lain. Hal ini saling terkait, apabila terjadi hambatan pada salah satu unit maka pada akhirnya akan mengganggu proses dan hasil sterilisasi. Alat dan bahan yang digunakan di rumah sakit sangat bervariasi dan banyak. Penggunaan alat dan bahan yang disterilkan di rumah sakit juga demikian besar, dan hal ini merupakan dasar pemikiran untuk Rumah Sakit Umum Daerah Piru harus memiliki pusat sterilisasi tersendiri dan mandiri dengan pengelolaan yang baik. Pusat sterilisasi/ Central Sterile Supply Department (CSSD) merupakan salah satu instansi yang berada dibawah kepala instalasi kamar bedah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Pelayanan Rumah Sakit. Pusat sterilisasi ini bertugas untuk memberikan pelayanan terhadap semua kebutuhan kondisi steril atau bebas dari mikroba (termasuk endospora) secara cepat dan tepat. Untuk melaksanakan tugas sterilisasi alat atau bahan secara professional, diperlukan pengetahuan dan ketrampilan tertentu yang baik oleh perawat, apoteker, ataupun tenaga non medik yang berpengalaman dibidang



sterilisasi.



Angka infeksi nosokomial sangat tinggi, dibuktikan dari hasil survey



prevalensi di 11 rumah sakit di Jakarta dan RS. Prof. Dr. Sulianti Saroso pada tahun 2003 didap[atkan angka ILO (infeksi Luka Operasi) 18,9 %, ISK (infeksi Saluran Kemih) 15,1 %, Pneumonia 24,5 % dan Infeksi saluran nafas lain 15,1 % serta infeksi lain sebesar 32,1 %. Maka peran pusat sterilisasi (CSSD) untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah sangat perlu diterapkan. Hal ini juga terkai dengan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan , pendidikan, pembinaan dan pelatihan serta monitoring dan evaluasi terkait infeksi. B. TUJUAN 1. Umum Sebagai pedoman dalam pelayanan sterilisasi alat dan bahan guna menekan kejadian infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah Piru. 2. Khusus a) Sebagai pedoman dalam pelayanan pusat sterilisasi RSUD Piru (CSSD). b) Sebagai kontrol mutu dan pengawasan terhadap hasil sterilisasi. c) Dapat membantu menurunkan angka kejadian infeksi atau infeksi nosokomial di RS Islam Sultan Agung. d) Sebagai panduan kerja bagi tenaga pemberi pelayanan pusat sterilisasi dalam memberikan pelayanan. e) Sebagai panduan kerja bagi tenaga di satelit CSSD sebagai tangan panjang



pelayanan pusat sterilisasi dalam memberikan pelayanan



sterilisasi. f)



Mewujudkan patient safety sebagai wujud pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit.



C. BATASAN OPERASIONAL 1. Aerasi adalah pemaparan kemasan yang baru disterilkan gas Etilen oksida pada sirkulasi udara untuk menghilangkan sisa gas etilen oksida. 2. AAMI adalah singkatan dari Associaton for the advancement of Medical Instrumentation 3. AHA adalah singkatan dari American Hospital Association 4. Antiseptik adalah disinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan membran mukosa untuk menurunkan jumlah mikroorganisme 5. Autoclaf adalah suatu alat/mesin yang digunakan untuk sterilisasi dengan menggunakan uap bertekanan 6. Bacillus stearothermophylus adalah mikroorganisme yang dapat membentuk spora serta resisten terhadap panas dan digunakan untuk uji efektifitas sterilisasi



7. Bacillus subtilis adalah mikroorgisme yang dapat membentuk spora dan digunakan untuk uji efektifitas sterilisasi etilen oksida 8. Bioburden adalah jumlah mikroorganisme pada benda terkontaminasi 9. Bowie-Dick test adalah uji efektifitas pompa vakum pada mesin sterilisasi uap berpompa vakum, penemu metodenya adalah j.h Bowie dan J. Dick 10. Dekontaminasi



adalah



proses



untuk



mengurangi



jumlah



pencemar



mikroorganisme atau substansi lain yang berbahaya sehingga aman untuk penanganan lebih lanjut 11. Disinfeksi adalah proses inaktivasi mikroorganisme melalui sistem termal (panas) atau kimia 12. Goggle adalah alat proteksi mata 13. Inkubator adalah alat yang digunakan untuk dapat menghasilkan syhu tertentu secara kontinyu untuk menumbuhkan kultur bakteri 14. Inkubator biologi adalah sedian berisi sejumlah tertentu mikroorganisme spesifik dalam bentuk spesifik dalam bentuk spora yang paling resisten terhadap suatu proses sterilisasi tertentu dan digunakan untuk menunjukkan bahwa sterilisasi telah tercapai. 15. Indikator kimia adalah suatu alat berbentuk strip atau tape yang menandai terjadinya pemaparan sterilan pada obyek yang disterilkan, ditandai dengan adanya perubahan warna 16. Indikator mekanik adalah penunjuk suhu, tekanan, waktu dll pada mesin sterilisasi yang menunjukkan mesin berjalan normal 17. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh di Rumah Sakit dimana pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/gejala atau tidak dalam masa inkubasi. 18. Lumen adalah lubang kecil dan panjang seperti pada kateter, jarum suntik maupun pembuluh darah 19. Point of use : menunjukkan tempat pemakaian alat 20. Satelit CSSD adalah desentralisasi oleh unit, atas monitor dan kendali CSSD 21. Sentralisasi adalah sistem yang mencerminkan kegiatan terpusat, dalam satu atap manajement agar kualitas yang dicapaidapat tersetandar. Tidak ada duplikasi pelayanansehingga terjadi effisiensi cost 22. Steril adalah kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk spora 23. Sterilisasi adalah proses penghancuran semua mikroorganisme



termasuk



spora melalui cara fisika atau kimia 24. Sterilan adalah zat yang mempunyai karakteristik dapat mensterilkan 25. Termokopel adalah sepasang kabel termo-elektrik untuk mengukur perbedaan suhu dan digunakan untuk mengkalibrasi suhu pada mesin sterilisasi. D. LANDASAN HUKUM 1. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 2. Undang-Undang Nomor 1 tentang Keselamatan Kerja tahun 1970 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan



4. Peraturan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesia



Nomor



1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit 5. Keputusan



Menteri



Kesehatan



Nomor



1575/Menkes/Per/2005



tentang



Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan 6. Permenkes no 1204 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Tahun 2004 7. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya tahun 2008 8. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan tahun 2010.



BAB II STANDAR KETENAGAAN



A. Status Kesehatan Seluruh tenaga yang bekerja di pusat sterilisasi Rumah Sakit (CSSD) dan di satelit CSSD diharapkan: 1. Sehat jasmani, rohani 2. Tidak pernah menderita/ sedang menjalani proses pengobatan TBC pada setahun terakhir 3. Mempunyai data kesehatan yang mencakup data fisik dan X-ray untuk penyakit paru 4. Cek up kesehatan dan mempunyai laporan mengenai sakit yang pernah dialami selama bekerja di CSSD seperti infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi gastrointestinal, infeksi pada mata dan tertusuk jarum minimal setahun satu kali. B. Uraian Tugas dan Kualifikasi Ketenagaan Kualifikasi tenaga yang bekerja di CSSD dibedakan sesuai dengan kapasitas tugas dan tanggung jawabnya. Pembagian tugasnya dibagi atas penanggungjawab dan teknis pelayanan sterilisasi. 1. Kepala Instalasi Kamar bedah dan CSSD Uraian Tugas: a. Memberikan



pengarahan



terkait



ketenagaan



dan



pekerjaan



yang



berhubungan dengan pelayanan unit. b. Mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, ilmu pengetahuan, ketrampilan dalam pengembangan diri/ personel CSSD. c. Menyiapkan konsep dan rencana kerja serta melakukan evaluasi terhadap kinerja petugas CSSD. d. Membuat perencanaan program kerja. e. Bertanggungjawab kepada direktur pelayanan. f. Melakukan pengendalian infeksi, supervise langsung, mengganti/ revisi prosedur, mengevaluasi staf dan melaporkannya. Kualifikasi Tenaga: a. Pada RS kelas A dan B, minimal pendidikan S1 dibidang kesehatan atau S1 umum dengan masa kerja minimal 5 tahun di Rumah Sakit b. Pada RS kelas C, minimal pendidikan D3 kesehatan atau D3 umum dengan masa kerja 5 tahun di Rumah Sakit c. Mendapat kursus/ pelatihan tambahan tentang prosedur dan teknis sterilisasi. d. Mendapat kursus/ pelatihan tentang manajemen dan kepemimpinan. e. Mengetahui tentang psikologi personel.



f. Berpengalaman kerja dikamar operasi/ unit sterilisasi. g. Mempunyai kemampuan mengajar dan menulis terkait sterilisasi. h. Mempunyai keinginan mengembangkan sterilisasi. 2. Penanggungjawab CSSD Uraian tugas: a. Mengarahkan semua aktivitas staf yang berkaitan dengan proses sterilisasi di rumah sakit. b. Mengarahkan semua aktivitas terkait supply alat medis steril bagi perawatan pasien di rumah sakit. c. Mengikuti ilmu pengetahuan terkini dalam pengembangan diri/ personel lain demi kemajuan CSSD. d. Menentukan metode yang tepat dan effektif bagi pelayanan sterilisasi e. Bertanggungjawab terhadap penggunaan alat dan bahan sterilisasi secara benar. f. Memastikan bahwa proses yang diterapkan dalam pelayanan sterilisasi diterapkan dengan baik. g. Melakukan koordinasi dengan unit lain dan bekerjasama dalam mewujudkan mutu pelayanan. h. Memberikan masukan dan mengusulkan rencana program CSSD i.



Bertanggungjawab langsung kepada direktur pelayanan rumah sakit.



j.



Membuat program orientasi tenaga baru.



k. Membuat rencana program terhadap kebutuhan alat dan bahan sesuai kebutuhan. Kualifikasi Tenaga: a. Minimal pendidikan S1 kesehatan atau D3 kesehatan dengan pengalaman kerja 3 tahun dibidang kesehatan b. Mendapat kursus/ pelatihan tambahan tentang prosedur dan teknis sterilisasi. c.



Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang konsep aktivitas dari unit yang dipimpinnya.



d. Mendapat kursus/ pelatihan tentang manajemen dan kepemimpinan. e. Mengetahui tentang psikologi personel. f. Dapat bekerja dengan baik dalam berbagai kondisi. g. Mempunyai keinginan mengembangkan sterilisasi. h. Kondisi kesehatan baik secara jasmani maupun rohani. 3. Staf CSSD Uraian tugas: a. Bertanggungjawab kepada penanggungjawab CSSD b. Tahan terhadap bahan yang digunakan di CSSD c. Menerapkan apa saja yang sudah diajarkan



d. Mengikuti prosedur kerja/ standar prosedur operasional yang ada e. Dapat menjalankan perintah pekerjaan baik secara langsung maupun melalui telp. f. Dapat menjalankan pekerjaan rutin/ harian yang relative membosankan. g. Dapat menerima tekanan kerja. h. Memakai alat pelindung diri setiap melakukan aktifitas CSSD. i.



Ikut menjaga, memelihara dan rasa memiliki unit CSSD terhadap peralatan, gedung/ bangunan dan aset yang ada.



Kualifikasi Tenaga: a. Minimal lulusan SMA/ SMK atau sederajat dengan tambahan kursus/ pelatihan sterilisasi. b. Dapat belajar dengan cepat. c. Mempunyai ketrampilan yang baik. d. Personal hygiene baik. e. Tahan terhadap bahan yang digunakan di CSSD. f. Disiplin dalam mengerjakan tugas harian. 4. Administrator Uraian tugas: a. Bertanggungjawab kepada penanggungjawab CSSD b. Bertanggungjawab terhadap bahan yang digunakan di CSSD c. Menerapkan apa saja yang sudah diajarkan d. Mengikuti prosedur kerja/ standar prosedur operasional yang ada e. Dapat menjalankan perintah pekerjaan baik secara langsung maupun melalui telp. f. Dapat menjalankan pekerjaan rutin/ harian terkait pelaporan. g. Dapat menjalankan tugas administrasi dan stok CSSD dengan baik. h. Dapat menerima tekanan kerja. i.



Memakai alat pelindung diri setiap melakukan aktifitas CSSD.



j.



Ikut menjaga, memelihara dan rasa memiliki unit CSSD terhadap peralatan, gedung/ bangunan dan aset yang ada.



Kualifikasi Tenaga: a. Minimal lulusan SMA/ SMK atau sederajat. b. Dapat belajar dengan cepat. c. Mempunyai ketrampilan administrasi yang baik. d. Personal hygiene baik. e. Tahan terhadap bahan yang digunakan di CSSD. f. Disiplin dalam mengerjakan tugas harian. g. Disiplin dalam mengerjakan pelaporan bulanan, stok opname, anfrah BMHP, dll.



5. Staf Satelit CSSD a. Bertanggungjawab kepada penanggungjawab unit masing-masing dibawah supervise penanggungjawab CSSD b. Tahan terhadap bahan yang digunakan selama proses sterilisasi c. Menerapkan apa saja yang sudah diajarkan d. Mengikuti prosedur kerja/ standar prosedur operasional yang ada e. Dapat menjalankan perintah pekerjaan baik secara langsung maupun melalui telp. f. Dapat menjalankan pekerjaan rutin/ harian yang relative membosankan. g. Dapat menerima tekanan kerja. h. Memakai alat pelindung diri setiap melakukan aktifitas CSSD i.



Ikut menjaga, memelihara dan rasa memiliki unit CSSD terhadap peralatan, gedung/ bangunan dan aset yang ada.



Kualifikasi Tenaga: a. Minimal lulusan SMA/ SMK atau sederajat dengan tambahan kursus/ pelatihan sterilisasi. b. Dapat belajar dengan cepat. c. Mempunyai ketrampilan yang baik. d. Personal hygiene baik. e. Tahan terhadap bahan yang digunakan di CSSD. f. Disiplin dalam mengerjakan tugas harian.



BAB III STANDAR FASILITAS



Sarana fisik dan peralatan di CSSD sangat mempengaruhi efisiensi kerja dan membantu pelayanan di pusat sterilisasi rumah sakit.Dalam perencanaan sarana fisik dan bangunan sebaiknya melibatkan staf CSSD. Mengingat pusat sterilisasi merupakan jantung rumah sakit dimana CSSD mempunyai tugas pokok menerima bahan dan alat medik dan menjadikan seluruh bahan dan alat medik dari semua unit di rumah sakit dalam kondisi rsirsirsirsisteril serta mendistribusikannya sesuai kebutuhan kondisi steril. Hal ini tidak lepas dari menentukan lokasi/ tempat CSSD berada.



A. Bangunan CSSD Yang perlu diperhatikan diantaranya adalah : 1. RS dengan 200 TT, luas bangunan minimal 130 m2. 2. RS dengan 400 TT, luas bangunan minimal 200 m2. 3. RS dengan 600 TT, luas bangunan minimal 350 m2. 4. RS dengan 800 TT, luas bangunan minimal 400 m2 5. RS dengan 1000 TT, luas bangunan minimal 450 m2 B. Lokasi CSSD Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruang pemakai alat/ bahan steril terbesar di rumah sakit seperti kamar bedah, ICU, unit perawatan, dll di rumah sakit. Penetapan/ pemilihan lokasi yang tepat akan memudahkan dan berdampak pada efisiensi kerja dan meningkatkan pengendalian infeksi di rumah sakit. Lokasi ytang tepat akan meminimalkan resiko kontaminasi silang karena pengaruh lalu lintas/ transportasi alat steril. Unit CSSD diupayakan juga dekat dengan loundry atau pencucian linen karena set linen untuk kebutuhan steril akan lebih mudah dalam penyiapannya. C. Pembangunan dan Persyaratan Ruang Sterilisasi Pada prinsipnya ruang CSSD terdiri dari ruang bersih dan ruang kotor yang didesain sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang antara ruang kotor ke ruang bersih. Selain itu pembagian ruang CSSD juga dibuat senyaman mungkin disesuaikan dengan alur kerjanya. Ruang CSSD dibagi dalam 5 ruang yaitu : 1. Ruang dekontaminasi Ruang mengirimkan



ini didesain alat



kotor



untuk penerimaan setelah



digunakan



barang melalui



kotor. ruang



Unit ini.



yang Ruang



dekontaminasi harus dapat menampung semua barang kotor yang akan dibersihkan dan akan menjalani proses sterilisasi. Ruang dekontaminasi direncanakan, dipelihara dan selalu dikontrol untuk mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk melindungi petugas penerimaan CSSD dari benda-



benda tajam, yang dapat menyebabkan infeksi, racun dan hal-hal berbahaya lainnya. Pada satelit pelayanan CSSD yang berada di unit, sebisa mungkin dibuat desain yang sama dengan CSSD, sehingga keamanan dan keselamatan petugas juga tetap terjamin. a. Ventilasi Udara dan partikel kecil pada debu dapat membawa mikroorganisme dari satu termpat ke tempat lainsehingga dapat mengkontaminasi alat kesehatan yang sudah melewati dekontaminasi, alat bersih siap disterilkan dan bahkan alat yang sudah steril. Oleh sebab itu, ruang dekontaminasi harus mempunyai system ventilasi yang baik, yaitu: 1) Udara dapat keluar/ dengan dihisap. Ruang dekontaminasi dengan menggunakan system sirkulasi udara yang mempunyai filter. 2) Tekanan udara harus negative supaya tidak mengkontaminasi udara ruang lainnya. 3) Tidak dianjurkan penggunaan kipas angin. b. Suhu dan kelembaban Suhu dan kelembaban akan mempengaruhi lingkungan kerja dan juga kenyamanan para petugas di ruang dekontaminasi. Suhu dan kelembaban yang direkomendasikan adalah: 1) Suhu udara ruangan antara 18 C- 22 C 2) Kelembaban udara antara 35 %- 75 % c. Kebersihan Kebersihan ruang CSSD sangatlah penting. Pembersihan ruang, alat dan bahan yang ada di CSSd harus menggunakan pembersih yang sesuai.Debu, serangga dan vermin adalah pembawa mikroorganisme penyebab/ penyebar infeksi. Harus ada peraturan tertulis mengenai prosedur pengumpulan sampah, pembuangan limbah dan transportasinya. Hal ini diberlakukan pada sampah dan limbah baik yang menyebabkan infeksi dan yang berbahaya atau tidak. Praktek kebersihan yang dilakukan diantaranya adalah: 1) Setidaknya sekali sehari dipel 2) Setidaknya sekali sehari membersihkan meja kerja, tempat cuci dan peralatan 3) Membuang sampah setiap hari, dan mengganti bahan-bahan yang kotor 4) Langsung membersihkan setiap ada tumpahan cairan 5) Teratur membersihkan rak penyimpanan, dinding, langit-langit, AC dan yang lainnya 6) Bekerjasama dengan sanitasi terhadap control binatang perusak 7) Pemisahan sampah infeksius dan non infeksius.



d. Lokasi ruang dekontaminasi 1) Terletak dibelakang area unit di rumah sakit 2) Dirancang sebagai area terpisah dengan area disebelahnya 3) Barang/ alat kotor langsug datang/ masuk ke ruang dekontaminasi 4) Barang/ alat kotor dicuci/ dibersihkan dan/ atau didesinfeksi sebelum masuk ke area bersih atau ruang setting sebelum masuk ke mesin sterilisasi 5) Terdapat



peralatan



yang



memadai



untuk



proses



dekontaminasi,



pembersihan alat kesehatan. 2. Ruang Setting alat Diruang ini dilakukan proses pengemasan alat. Alat kesehatan sebelum masuk mesin sterilisasi disetting sesuai dengan kebutuhan alat yang dibutuhkan oleh berbagai unit/ ruangan. Diruang ini juga menyimpan alat dan bahan bersih dan dianjurkan ada tempat penyimpanan barang bersih. 3. Ruang Produksi dan Setting Linen Ruang ini adalah ruang untuk mempersiapkan bahan penunjang seperti kassa, kapas, cotton swabs, handscoon, dan lain-lain. Diruang ini juga dilakukan pemeriksaan linen dari loundry, dilipat dan dikemas berdasar setting linen kebutuhan kamar bedah, kamar bersalin, poliklinik, IGD dan ruang lain yang membutuhkan. Pada daerah ini terdapat rak penyimpanan barang dan linen untuk persiapan sterilisasi. 4. Ruang Sterilisasi Dari ruang produksi dan setting linen, alat, bahan dan barang masuk ke mesin sterilisasi. Proses sterilisasi ini dilakukan berdasar bahan dan jenisnya. Desain mesin sterilisasi pintu masuk alat bersih berbeda dengan pintu keluar saat alat sudah steril. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi barang yang sudah steril terhadap kontaminan. Untuk ruang sterilisasi dengan menggunakan Etilen Oksida, sebaiknya dibuatkan ruang khusus yang terpisah tetapi masih dalam satu unit dan memungkinkan udara keluar atau penggunaan ekshouse. 5. Ruang Penyimpanan Barang Steril Ruang ini berada dekat dengan ruang sterilisasi. Apabila menggunakan mesin sterilisasi dua pintu, maka pintu belakang langsung berhubungan dengan ruang simpan barang steril. Penerangan pada ruang ini harus memadai, suhu ruang antara 18- 22 Celcius dan kelembaban 35-75 %, menggunakan tekanan positif dan mempunyai dinding lantai keras tapi halus sehingga mudah dibersihkan. Alat steril yang disimpan ditata di atas rak penyimpanan yang ada jarak dari lantai 19-24 cm dan minimum 43 cm dari langit-langit. Rak mempunyai



jarak 5 cm dari dinding untuk memudahkan pembersihan. Hindari terjadinya penumpukan debu pada kemasan dan jangan letakkan rak dekat dengan kran atau saluran air lainnya. Petugas yang berdinas di ruang penyimpanan barang steril adal;ah petugas yang terlatih, sehat, terbebas dari penyakit menular terutama yang ditularkan melalui droplet. Petugas didalam ruang penyimpanan bahan steril menggunakan jas khusus yang sesuai dengan persyaratan.



Lokasi ruang



penyimpanan barang steril tidak berada di lalu lintas utama dengan pintu khusus dan jendela yang minim untuk mengurangi kemungkinan kuman dari luar masuk. D. Pemeliharaan Mesin Sterilisasi Beberapa hal mengenai pembersihan dan pemeliharaan alat CSSD adalah : 1. Mesin sterilisasi harus benar-benar disiapkan setiap hari sebelum digunakan. Pembersihan dilakukan setiap hari. Pembersihan mingguan atau periodic dilakukan sesuai dengan yang disarankan produsen mesin. 2. Perbaikan terhadap komponen umum dapat dilakukan oleh RS dengan petugas yang telah mendapat pelatihan dari supplier alat. 3. Perbaikan komponen hanya dilakukan oleh pihak supplier dan petugas RS yang berkompeten. 4. Staf teknisi yang terlibat dalam pemeliharaan peralatan CSSD harus terlatih oleh lembaga berwenang atau pihak pembuat mesin sterilisasi tersebut. 5. Produsen mesin harus membuat instruksi tertilis untuk pemeliharaan mesin sterilisasi. E. Kalibrasi alat Kalibrasi alat secara periodic dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kalibrasi alat harus dilakukan oleh orang terlatih terhadap jenis mesin sterilisasi. Secara periodic minimal sekali dalam setahun dilakukan oleh BPFK atau Badan Pengamanan Fasilitas Kesehatan Departemen Kesehatan atau agen tunggal pemegang merk alat. F. Pendokumentasian Setiap mesin yang ada mempunyai dokumentasi riwayat pemeliharaan/ perawatan mesin. Dokumentasi ini tersimpan dan dilaporkan pada bagian pemelihgaraan sarana medis RS Islam Sultan Agung Semarang, teknisi CSSD atau pihak yang membutuhkan perawatan mesin tersebut. Informasi yang dimuat adalah sebgai berikut : 1. Tanggal permohonan servis/ maintenance mesin. 2. Model dan jenis alat. 3. Nama teknisi servis. 4. Alasan/ hasil servis (deskripsi yang dilakukan). 5. Jenis dan kuantitas suku cadang jika ada yang diganti. 6. Keterangan/ lain-lain



G. Alat Pelindung Diri Pusat sterilisasi (CSSD) harus dilengkapi dengan alat pelindung diri sesuai kebutuhan tenaga kerja yang ada didalamnya. Apron lengan panjang yang tahan terhadap cairan kimia, penutup kepala, masker dan goggle yang dipakai oleh staf saat melakukan pekerjaan yang memungkinkan adanya percikanatau kontaminasi cairan yang mengandung darah atau cairan infeksius lainnya. Harus ada alas kaki khusus untuk memasuki ruang dekontaminasi dan penutup kaki yang tahan air. Penggunaan sarung tangan, gaun pelindung dan goggle harus dicuci setiap selesai dipakai.



BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN CSSD



Pusat sterilisasi (CSSD) melayani semua unit dirumah sakit yang membutuhkan alat dan bahan kondisi steril. Dalam melaksanakan tugasnya, CSSD selalu berhubungan dengan unit lain diantaranya yaitu : a. Bagian loundry/ pencucian. b. Instalasi pemeliharaan sarana. c. Instalasi farmasi. d. Sanitasi. e. Satelit CSSD unit f. PPI. g. Gudang logistic/ perlengkapan. h. Perawatan (rawat inap, unit khusus, dll).



A. Tatalaksana Pelayanan CSSD 1. Perencanaan dan penerimaan barang a. Linen b. Instrumen / alat c. BHP (sarung tangan, kassa, tampon, dll) 2. Pencucian a. Linen dilakukan dibagian loundry b. Instrumen, alat medis 3. 3. Setting a. Set Instrument b. Set Linen 4. Pengemasan dan labeling a. Linen b. Instrumen c. BHP 5. Proses sterilisasi a. Linen b. Instrumen c. BHP 6. Penyimpanan dan distribusi Disesuaikan dengan tanggal kadaluarsa, disesuaikan dan ditempatkan pada rak sesuai ruang yang membutuhkan. Dengan menggunakan metode FIFO (first in first out) Alat atau barang yang lebih dahulu menjalani proses sterilisasi yang didistribusi terlebih dahulu. 7. Pemantauan kualitas sterilisasi a. Pemantauan proses sterilisasi dengan penggunaan indicator sterilitas : Indikator fisika, kimia dan biologi. b. Pemantauan hasil steril : dengan test mikrobiologi.



8. Pencatatan dan pelaporan B. Alur Kerja Alur kerja yaitu urutan-urutan dalam melakukan proses terhadap alat/ bahan. Dibuatnya alur supaya : 1. Pekerjaan dapat effektif dan efisien. 2. Menghindari terjadinya kontaminasi silang 3. Jarak yang ditempuh pekerja lebih simple dan tidak bolak-balik 4. Memudahkan dalam pemantauan. Alur kerja yang dilakukan di CSSD adalah sebagai berikut : 1. Penerimaan alat dari pengguna (user). 2. Diserahkan CSSD melalui bagian penerimaan alat kotor. 3. Pengecekan/ seleksi dan dicatat 4. Perendaman 5. Pencucian dan bilas 6. Pengeringan 7. Pengesetan 8. Pengemasan 9. Labeling 10. Proses sterilisasi 11. Gudang simpan steril 12. Distribusi C. Tahap-tahap sterilisasi alat/ bahan medis 1. Dekontaminasi Dekontaminasi adalah proses fisik atau kimia untuk membersihkan bendabenda yang mungkin terkontaminasi oleh mikroba berbahaya bagi kehidupan, sehingga menjadi aman untuk proses-proses selanjutnya. Tujuan dari proses dekontaminasi ini adalah untuk melindungi pekerja yang bersentuhan langsung dengan alat-alat kesehatan yang sudah melalui proses dekontaminasi tersebut, dari penyakit yang mungkin timbul akibat dari mikroorganisme pada alat kesehatan tersebut. a. Menangani dan Transportasi Benda Kotor Alat kesehatan pakai ulang yang sudah terkontaminasi harus ditangani dengan serius, dikumpulkan dan dibawa ke CSSD sedemikian rupa sehingga dapat terhindar dari kontaminasi terhadap pengunjung, pasien, pekerja dan fasilitas lainnya. Proses penanganannya adalah: 1) Peralatan habis pakai dipisahkan dari limbahnya. Ditempatkan oleh pekerjanya langsung yang mengetahui potensi terjadinya infeksi dari peralatan tersebut 2) Pisahkan benda tajam dan masukkan kedalam container khusus benda tajam



3) Kain dan linen dipisahkan dan masukkan ke unit loundry untuk penanganan lebih lanjut 4) Peralatan yang terkontaminasi ditempatkan dalam wadah khusus dan masuk keruang dekontaminasi melewati petugas pencatatan b. Pembuangan limbah Limbah atau pembuangan harus dipisahkan dari alat pakai ulang . Diidentifikasi dan dibuang sesuai kebijakan RS mengacu peraturan pemerintah. c. Mencuci/ Cleaning Semua alat pakai ulang harus melalui pencucian hingga benar-benar bersih sebelum dilakukan sterilisasi. d. Perlakuan Alat terkontaminasi Pembersihan alat pakai ulang yang terkontaminasi harus sesegera mungkin setelah dipakai ditempat pengguna (point of use). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kotoran menjadi kering dan lebih sulit dalam pembersihannya. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka: 1) Langsung dikirim ke CSSD segera setelah digunakan dalam kondisi lembab 2) Dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air mengalir di tempat pemakaian sesuai



prosedur



yang



berlaku



dan



langsung



dibungkus



untuk



menghindari cipratan, tumpahan atau penguapan dan dibawa keruang dekontaminasi 3) Selesai digunakan, bersihkan dari sisa jaringan, darah, dan cairan tubuh pasien, semprotkan enzimaic dan letakkan pada container tertutup untuk segera dikirim ke CSSD e. Menangani alat terkontaminasi di ruang Dekontaminasi CSSD 1) pembersihan 2) Dibongkar dan periksa semua komponen dalam kondisi lengkap 3) Disortir berdasar cara pembersihannya 4) Dibersihkan sebelum proses pencucian 5) Gunakan teknik pencucian sesuai yang disarankan pada alat. f. Bahan-bahan Pencuci (Cleaning Agents) Supaya efektif, bahan pencuci harus membantu menghilangkan residu dan kotoran organic tanpa merusak alat. Bahan pencuci harus: 1) Sesuai dengan bahan yang disarankan pada alat dan metode mencuci yang dipilih 2) Ikuti rekomendasi dari produsen alat mengenai tipe bahan pencuci yang dapat dipakai



3) Pemilihan bahan pencuci juga bergantung pada tipe kotoran yang ada. Protein cukup bengan detergen yang bersifat basa. Garam mineral dengan menggunakan detergen asam 4) Pertimbangkan penggunaan enzyme pelarut protein untuk mencuci alat 5) Penggunanan



enzymatic



akan



lebih



effisien



dan



effektif



pada



perendaman sebelum proses pencucian. g. Metode Merendam dan Membilas Mencuci bersih adalah proses menghilangkan semua partikel yang kelihatan dan hampir semua partikel yang tidak tampak, dan menyiapkan alat-alat agar aman untuk proses desinfeksi dan sterilisasi. Mencuci dapat dilakukan secara manual maupun mekanikal atau kombinasi keduanya. Untuk memastikan kebersihan al;at dan supaya tidak merusak alat, maka: 1) Dibongkar dan periksa semua komponen dalam kondisi lengkap 2) Dimulai dengan merendam dalam air pada suhu 20 C-43 C selama 15-20 menit dan atau dalam produk enzyme yang dapat melepaskan darah dan protein lainnya untuk mencegah terjadinya koagulasi darah pada alat dan juga membantu menghilangkan mikroorganisme 3) Penggunaan enzymatic sesuai ketentuan produk pabrikan 4) Bilas dengan air keran yang mengalir untuk menghilangkan protein dan partikel-partikel kotoran. h. Mencuci Manual 1) Pencucian secara manual dilakukan pada intrumen atau alat yang lembut dan rumit 2) Gunakan sikat yang sesuai dengan kebutuhan alat atau yang disarankan oleh produsen alat 3) Bilas dengan air mengalir dengan suhu 40 C-50 C. Lebih baik lagi menggunakan air deionisasi atau air sulingan 4) Setelah dicuci, dibilas, keringkan terlebih dahulu sebelum melalui proses berikutnya. i.



Mencuci Mekanik 1) Menggunakan mesin cuci akan dapat meningkatkan produktifitas, lebih bersih dan lebih aman untuk petugas 2) Pembersih ultrasonic melepas semua kotoran dari seluruh permukaan alat/ instrument 3) Alat pembersih juga perlu dilakukan pembersihan secara rutin.



j.



Desinfeksi Kimia 1) Pemilihan jenis desinfeksi berdasarkan pemakaian alat dan level desinfeksi yang diperlukan untuk pemakaian tersebut 2) Harus sesuai label instruksi dari produsen alat dan bahan tersebut.



2. Pengemasan Pengemasan yang dimaksud adalah termasuk semua material yang tersedia untuk membungkus, mengemas dan menampug alat-alat yang dipakai ulang sebelum proses sterilisasi, penyimpanan dan pemakaian. Tujuan pengemasan adalah sebagai perlindungan terhadap alat dan bahan terhadap segala penyebab yang merusak kondisi steril.



Syarat dan tipe Bahan



Kemasannya adalah sebagai berikut : a. Dapat menahan mikroorganisme dan bakteri b. Kuat dan tahan lama c. Mudah digunakan d. Tidak mengandung racun e. Segel yang baik f. Dapat dibuka dengan mudah dan aman g. Masa kadaluarsa h. Kertas (paper craft) i.



Film Plastik (pouches)



j.



Kain (linen)



k. Kain campuran (woven) Prosedur dan Langkah-langkah dalam pengemasan harus mencakup halhal sebagai berikut: 1. Nama alat yang akan dikemas 2. Langkah-langkah yang tepat untuk persiapan sesuai instruksi produk dan spesifikasinya. 3. Sesuaikan dengan metode sterilisasi yang digunakan 4. Tipe dan ukuran alat yang akan dikemas 5. Penempatan alat-alat dalam kemasan 6. Tips dan penempatan yang tepat indicator kimia eksternal dan internal 7. Metode atau teknik pengemasan 8. Metode pemberian segel kemasan 9. Metode dan penempelan label identifikasi isi kemasan 10. Aplikasi informasi pengendalian mutu, seperti nomer lot, tanggal, kode petugas 11. Petunjuk penempatan kemasan di dalam mesin sterilisasi 12. Peringatan waktu pengeringan, pendinginan dan penanganan asetelah proses sterilisasi 13. Informasi aplikasi pelindung 14. Petunjuk penempatan pada penyimpanan dan atau distribusi ke tempat pemakaian 15. Informasi kepada pemakai untuk mencegah kemungkinan kontaminasi



3. Metode Sterilisasi a. Sterilisasi Panas Kering Terjadi melalui mekanisme konduksi panas, dimana panas akan diabsorbsi oleh permukaan luar dari alat yang disterilkan lalu merambat ke bagian dalam permukaan sampai akhirnya suhu sterilisasi tercapai. Biasanya digunakan pada bahan yang terbuat dari kaca. b. Sterilisasi Etilen Oksida (EtO) Bahan kemasan harus memudahkan penyerapan gas dan uap sterilan yang baik, dan juga siap melepaskan gas dan uap tersebut dari kemasan dan isinya selama waktu aerasi c. Sterilisasi uap Uap dapat membunuh mikroorganisme melalui denaturasi dan koagulasi sel protein secara irreversible. d. Mesin sterilisasi uap dan vacum (STEAM) Proses sterilisasi yang menggunakan uap jenuh di bawah tekanan untuk waktu paparan tertentu dan pada suhu tertentu. e. Sterilisasi dengan Plasma Pada plasma yang terbentuk dari hidrogen piroksida f. Sterilisasi suhu Rendah Uap Formaldehid Telah lama digunakan untuk mendisinfeksi ruangan, lemari, maupun instrumen. Sayangnya formaldehid (dalam keadaan tunggal) tidak dapat digunakan untuk sterilisasi alat rentan panas, khususnya dengan lumen kecil, karena daya penetrasinya lemah serta aktivitas sporisidalnya juga lemah. 4. Pengujian alat sterilisasi a. Pengujian alat sterilisasi dilakukan oleh vendor pemilik mesin pada waktu yang telah disepakati dua belah pihak b. Pengelola rumah sakit wajib mengkalibrasikan alat ukur radiasi secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali c. Pengelola rumah sakit wajib mengkalibrasi keluaran radiasi (output) peralatan radioterapi secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali d. Kalibrasi hanya dapat dilakukan oleh instalasi yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Badan Pengawas 5. Monitoring dan Evaluasi a. Monitoring Yang dimaksud dengan monitoring adalah upaya untuk mengamati pelayanan proses sterilisasi dan cakupan program pelayanan proses sterilisasi seawal mungkin, untuk dapat menemukan dan selanjutnya



memperbaiki masalah dalam pelaksanaan program. Tujuan monitoring adalah: 1) Untuk mengadakan perbaikan, perubahan orientasi atau desain dari sistem pelayanan sterilisasi (bila perlu). 2) Untuk menyesuaikan strategi atau pedoman pelayanan sterilisasi yang dilaksanakan di lapangan, sesuai dengan temuan-temuan dilapangan 3) Hasil analisis dari monitoring digunakan



untuk perbaikan dalam



pemberian pelayanan sterilisasi di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Monitoring sebaiknya dilakukan sesuai keperluan dan dipergunakan segera untuk perbaikan program.



Hal-hal yang harus diperhatikan untuk kontrol kualitas adalah : 1) Pemberian nomor lot pada setiap kemasan. Setiap item/kemasan yang akan disterilkan harus mencantumkan identitas berupa nomor lot yang mencakup nomor mesin sterilisasi, tanggal proses sterilisasi, dan keterangan siklus keberapa dari mesin sterilisasi. Pengidentifikasian ini akan memudahkan pada saat diperlukannya



melakukan recall atau



penarikan kembali kemasan yang sudah terdistribusikan. 2) Data mesin sterilisasi. Untuk setiap siklus sterilisasi yang dilakukan informasi berikut harus didokumentasikan a. Nomor lot b. Informasi umum kemasan (misal : kemasan linen, atau kemasan instrument) c. Waktu pemaparan dan suhu (kalau belum tercatat oleh mesin sterilisasi) d. Nama operator e. Data hasil pengujian biologis f. Data respons terhadap indikator kimia g. Data hasil dari uji Bowie-Dick Dokumentasi ini akan bermanfaat dalam monitoring proses dan memastikan bahwa parameter pada setiap siklus proses sterilisasi telah tercapai sehingga akuntabilitas proses terjamin. Dengan melakukan dokumentasi ini maka apabila ada barang yang harus ditarik ulang akan menjadi lebih mudah. 3) Waktu Kadaluarsa Setiap kemasan steril yang akan digunakan harus diberi label yang mengindikasikan waktu kadaluarsa untuk memudahkan melakukan rotasi stok, walaupun kadaluarsa tidak tergantung pada waktu melainkan pada kejadian yang dialami oleh kemasan tersebut.



Penetapan batas kadaluarsa pada semua peralatan sesuai kesepakatan dengan komite PPI setelah melakukan pemeriksaan mikrobiologi. Batas kadaluarsa- Shelf Life untuk kemasan steril lebih terkait pada suatu kondisi daripada waktu. Semua peralatan yang telah benar penanganan, dibungkus,



disterilkan dan disimpan dengan baik



pada kondisi lingkungan yang terkontrol dan ditangani oleh tangan yang bersih akan selalu steril tanpa batas waktu, kecuali terdapat kondisi kemasan terganggu (rusak, bocor, kotor, basah). Tetapi jaminan penyimpanan di unit kerja masing-masing belum dapat disamakan. Sehingga CSSD dan komite PPI membuat standar waktu sebagai batas kadaluarsa. a. Kadaluarsa alat kritikal/ instrumen adalah 6 (enam) bulan dari tanggal proses sterilisasi b. Tanggal kadaluarsa linen atau set yang dibungkus dengan linen adalah 3 (tiga) hari dari tanggal proses sterilisasi c. Tanggal kadaluarsa untuk alat re use dengan menggunakan sterilisasi suhu rendah (EO) adalah 1 (satu) tahun dari tanggal proses sterilisasi d. Tanggal kadaluarsa untuk barang single use yang dilakukan re-use adalah sesuai penanganan sterilisasinya. Jika penggunaan mesin steam/ suhu tinggi sama halnya dengan yang 1(satu) bulan, jika penanganan menggunakan mesin EO/ suhu rendah, masa kadaluarsa bisa 1 (satu) tahun dari tanggal pemprosesan. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi penggunaan alat medis steril yang tidak steril. Jika sudah melewati tanggal kadaluarsa yang tertera pada kemasan, sementara keutuhan alat dan fungsi masih baik, unit pengguna dapat mengembalikan produk ke CSSD untuk dilakukan proses sterilisasi kembali. b. Evaluasi Setiap kegiatan harus selalu di evaluasi pada tahap proses akhir seperti pada tahap pengemasan, sterilisasi dan sebagainya, juga evaluasi secara keseluruhan dalam rangka kinerja dari pengelolaan sterilisasi di Rumah Sakit Umum Daerah Piru. Tujuan dari evaluasi tersebut antara lain : 1. Meningkatkan kinerja pengelolaan sterilisasi Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang 2. Sebagai acuan/masukan dalam perencanaan sterilisasi, bahwa barangbarang yang disterilkan di jamin kesterilannya 3. Sebagai acuan dalam perencanaan system pemeliharaan mesin-mesin sterilisasi 4. Sebagai acuan perencanaan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan sumber daya manusia.



BAB V LOGISTIK



A. Permintaan Barang (Stock) ke Logistik Farmasi Logistik Farmasi merupakan segala sesuatu kebutuhan bahan medis yang diperlukan CSSD dalam rangka pelaksanaan pelayanan sterilisasi di rumah sakit. Adapun prosedur yang perlu diperhatikan dalam proses permintaan barang (stock) ke logistik farmasi yaitu : 1. Petugas Administrasi menulis permintaan barang (stock) secara tertulis di buku permintaan barang dengan sepengetahuan penanggungjawab CSSD 2. Buku permintaan dicek dan ditanda tangani oleh penanggungjawab CSSD 3. Petugas Administrasi



menyerahkan buku permintaan kepada Petugas



pengadaan logistik Farmasi 4. Petugas Pengadaan farmasi menerima buku permintaan barang dan melakukan pengecekan 5. Pada hari yang sudah disepakati, Petugas logistik farmasi menyampaiakan untuk pengambilan barang yang sudah disiapkan sesuai pesanan ke gudang farmasi 6. Petugas Administrasi melakukan pengecekan antara Bon permintaan dengan barang yang diserahkan 7. Apabila barang yang diserahkan sesuai dengan permintaan, Administrasi menandatangani penerimaan pada Bon permintaan 8. Barang yang telah diterima di buatkan tanda terima barang oleh Petugas logistik farmasi 9. Petugas Administrasi dibantu petugas lain menempatkan Barang ke dalam lemari stok barang. B. Permintaan Barang (Stock) ke Logistik Logistik merupakan segala sesuatu baik sarana, prasarana dan semua barang yang diperlukan untuk CSSD dalam rangka pelaksanaan pelayanan di rumah sakit. Adapun prosedur yang perlu diperhatikan dalam proses permintaan barang (stock) ke logistik yaitu : 1. Petugas Administrasi /koordinator menulis bon permintaan barang (stock) secara tertulis di form permintaan barang. 2. Petugas Administrasi /koordinator menyerahkan bon permintaan kepada Petugas Pengadaan. 3. Petugas Pengadaan menerima bon permintaan barang. 4. Pada hari berikutnya sesuai yang disepakati petugas administrasi /koordinator mengambil barang yang telah diminta ke pengadaan 5. Petugas



administrasi



/koordinator



melakukan



permintaan dengan barang yang diserahkan.



pengecekan



antara



bon



6. Apabila



barang



yang



diserahkan



sesuai



dengan



permintaan,



administrasi/koordinator menandatangani penerimaan pada Bon permintaan 7. Barang yang telah diterima dicatat oleh petugas administrasi /koordinator ke dalam kartu inventaris barang pengadaan 8. Petugas administrasi /koordinator menempatkan barang ke dalam lemari stok barang.



BAB VI KESELAMATAN PASIEN



A. Pengertian Merupakan suatu system yang membuat asuhan pasien di Rumah Sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. 1. Pencegahan Kecelakaan Pada Pasien Petugas CSSD mempunyai tanggung jawab dalam upaya mencegah terjadinya kecelakaan pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit sehubungan dengan alat-alat/instrument yang di gunakan. Melakukan proses dekontaminasi, disinfeksi, pengemasan, sterilisasi, dan penanganan barang steril secara aseptic dan benar sesuai dengan SOP yang ditetapkan merupakan cara terbaik bagi petugas untuk mencegah terjadinya kecelakaan/luka pada pasien. Pasien penerima barang yang belum di uji kelayakan fungsi dan cara pakainya dapat mengalami komplikasi maupun penundaan tindakan. Alat-alat terkontaminasi atau on-steril (seperti instrument bedah) apabila di gunakan pada pasien dapat menimbulkan infeksi nosokomial. 2. Saran tindakan aman a. Lakukan pengujian terhadap instrument/alat sebelum di distribusikan dari CSSD sesuai dengan petunjuk pabrik dan SOP di CSSD b. Pastikan bahwa semua barang telah di dekontaminasi dan bebas dari pengotor,



kerusakan



atau



bahaya



lain



yang



dapat



mempengaruhi



penggunaan barang /alat c. Pastikan agar barang terkontaminasi selalu dalam keadaan tertutup pada saat transportasi menuju daerah dekontaminasi d. Pastikan semua peralatan yang digunakan untuk melakukan proses sterilisai mengalami pengujian secara teratur dan dijamin bekerja secara baik e. Pastikan bahwa semua komponen instrument



berada dalam keadaan



lengkap, dan berfungsi secara normal f. Pastikan bahwa semua mesin sterilisasi termonitor secara visual selama siklus berlangsung melalui pengujian indikator kimia, biologis dan pengujian deteksi udara dalam chamber (sistem mesin sterilisasi uap pre-vakum). B. Tujuan Adapun yang menjadi tujuan pelaksanaan keselamatan pasien (Patient Safety) adalah sebagai berikut: 1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit 2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat.



3. Menurunnya angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Rumah Sakit 4. Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). C. Keselamatan Umum 1. Aturan Umum Mencuci Tangan Mencuci



tangan



merupakan



aturan



yang



penting



untuk



mencegah



penyebaran infeksi, langkah – langkahnya sebagai berikut : a. Tuangkan Cairan anti septik/ sabun ke telapak tangan secukupnya b. Gosokkan kedua telapak tangan c. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya d. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari e. Jari – jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci f. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya g. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tanagn kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya h. Bilas kedua tangan dengan air mengalir i.



Keringkan kedua tangan dengan tissue.



2. Dengan memperhatikan 5 momen mencuci tangan sebagai berikut: a. Sebelum Melakukan proses sterilisasi. b. Sebelum Kontak dengan alat Kesehatan Steril c. Setelah Melakukan tindakan d. Setelah Kontak dengan lingkungan terkontaminasi e. Setelah Melepas Sarung Tangan 3. Alat Pelindung Diri a. Sarung Tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasieen dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan. Sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan lakukan kebersihan tangan menggunakan antiseptik cair atau handrub berbahan dasar alkohol.Satu pasang sarung tangan harus digunakan



untuk



setiap



pasien,



sebagai



upaya



untuk



menghindari



kontaminasi silang. Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek yang aman.



b. Masker Harus cukup besar untuk melindungi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah(jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut. c. Alat Pelindung Mata melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (goggles) plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker. d. Topi Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak tercampur ke limbah infeksius. Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada petugas, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik dari limbah infeksius. e. Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan apron ketika melakukan penghitungan dan pemilahan linen kotori. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien yang ada di linen mengenai baju dan kulit petugas kesehatan. e. Pelindung Kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di Laundry. Pemakaian APD di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Cara Mengenakan APD di Ruang Dekontaminasi: a. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung b. Kenakan pelindung kaki c. Kenakan sepasang sarung tangan d. Kenakan celemek plastic



e. Kenakan masker f. Kenakan penutup kepala g. Kenakan pelindung mata. 4. Prosedur Penanganan Kecelakaan a. Tertusuk Jarum 1) Segera keluarkan darah 2) Siram dengan air mengalir selama 10 – 15 menit 3) Cuci dengan air sabun/ desinfektan. (Jika perlu bilas dengan alkohol 70 %) 4) 4) Penanganan selanjutnya sesuai alur prosedur. b. Terpajan Cairan Tubuh ( Kulit, Mata, Hidung dan Mulut ) 1) Cuci dengan air mengalir selama 10 – 15 menit 2) Untuk mata cuci dengan air mengalir dari pangkal ujung mata dekat hidung dengan memiringkan kepala 3) Untuk kulit cuci dengan air mengalir dan air sabun / desinfektan (Jika perlu, bilas menggunakan alkohol 70 %) dan keringkan dengan handuk bersih 4) Penanganan selanjutnya sesuai alur prosedur.



BAB VII KESELAMATAN KERJA



A. Pengertian Keselamatan Kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan, kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia, maupun yang berhubungan dengan peralatan, obyek kerja, tempat bekerja, dan lingkungan kerja, secara langsung dan tidak langsung. Kesehatan Kerja adalah upaya peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang mengadaptasi antara pekerjaan dengan manusia dan manusia dengan jabatannya. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat K3RS adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit. B. Tujuan 1. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan cidera serta mempertahankan kondisi yang aman bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, dan pengunjung 2. Pengaturan



K3RS



bertujuan



untuk



terselenggaranya



keselamatan



dan



Kesehatan Kerja di Rumah Sakit secara optimal, efektif, efisien dan berkesinambungan 3. Manajemen risiko K3RS bertujuan untuk meminimalkan risiko keselamatan dan kesehatan di Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan efek buruk terhadap keselamatan dan kesehatan SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, dan pengunjung



C. Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit SMK3 Rumah Sakit meliputi hal-hal berikut: 1. Penetapan kebijakan K3RS 2. Perencanaan K3RS 3. Pelaksanaan rencana K3RS 4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS 5. Peninjauan dan peningkatan kinerja K3RS.



D. Standar Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit Standar K3RS meliputi hal-hal seperti berikut: 1. manajemen risiko K3RS 2. keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit 3. pelayanan Kesehatan Kerja 4. pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja 5. pencegahan dan pengendalian kebakaran 6. pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja 7. pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja 8. kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana. E. Manajemen risiko K3RS manajemen risiko K3RS harus dilakukan secara menyeluruh yang meliputi: 1. persiapan/penentuan konteks kegiatan yang akan dikelola risikonya 2. identifikasi bahaya potensial 3. analisis risiko 4. evaluasi risiko 5. pengendalian risiko 6. komunikasi dan konsultasi 7. pemantauan dan telaah ulang. F. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit 1. identifikasi dan penilaian risiko dilakukan dengan cara inspeksi keselamatan dan Kesehatan Kerja di area Rumah Sakit. 2. pemetaan area risiko merupakan hasil identifikasi area risiko terhadap kemungkinan kecelakaan dan gangguan keamanan di Rumah Sakit. 3. upaya



pengendalian



merupakan



tindakan



pencegahan



terhadap



risiko



kecelakaan dan gangguan keamanan. G. Pelayanan Kesehatan Kerja dilakukan secara komprehensif melalui kegiatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. 1. Kegiatan yang bersifat promotif paling sedikit meliputi pemenuhan gizi kerja, kebugaran, dan pembinaan mental dan rohani. 2. Kegiatan yang bersifat preventif paling sedikit meliputi imunisasi, pemeriksaan kesehatan, surveilans lingkungan kerja, dan surveilans medik. 3. Imunisasi dilakukan bagi tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan serta SDM Rumah Sakit lainnya yang berisiko



H. Pemeriksaan kesehatan dilakukan bagi SDM Rumah Sakit 1. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja 2. Pemeriksaan kesehatan berkala 3. Pemeriksaan kesehatan khusus 4. Pemeriksaan kesehatan pasca bekerja. Jenis



pemeriksaan



kesehatan



disesuaikan



berdasarkan



risiko



pekerjaannya diantaranya sebagai berikut: 1. Kegiatan yang bersifat kuratif paling sedikit meliputi pelayanan tata laksana penyakit baik penyakit menular, tidak menular, penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja, dan penanganan pasca pemajanan (post exposure profilaksis). 2. Kegiatan yang bersifat rehabilitatif paling sedikit meliputi rehabilitasi medik dan program kembali bekerja (return to work). I. Pencegahan Kecelakaan Pada Petugas Tanggung jawab untuk melaksanakan semua kegiatan secara aman di lingkungan CSSD menjadi tanggung jawab petugas CSSD setelah dilakukan pembekalan terhadap petugas tehadap bahaya-bahaya yang mungkin terjadi di lingkungan



CSSD. Pada dasarnya



kecelakaan



dapat



dihindari dengan



mengetahui potensi bahaya yang dapat di timbulkannya. Dengan memperhatikan secara seksama dan melatih teknik-teknik bekerja secara aman maka resiko terjadinya kecelakaan kerja dapat di turunkan secara signifikan. J. Penerimaan Barang Kotor dan Daerah Dekontaminasi Bahaya pemaparan terhadap darah dan cairan tubuh lainnya maupun zatzat kimia di lingkungan CSSD dapat menyebabkan luka, penyakit dan dalam kondisi yang ekstrim menyebabkan kematian. Upaya pencegahan dapat di lakukan secara efektif dengan menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, penutup kepala, penutup kaki, gaun anti cairan, masker maupun goggle mata. Penyedian alat pelindung diri menjadi tanggung jawab institusi bersangkutan, tetapi adalah tanggung jawab petugas CSSD untuk melindungi dirinya dengan menggunakan alat pelindung diri secara benar. Penanganan yang salah terhadap alat-alat tajam terkontaminasi seperti pisau, jarum dll dapat menyebabkan rusaknya permukaan kulit yang pada akhirnya dapat memungkinkan masuknya mikroorganisme pathogen ke dalam tubuh sehingga menyebabkan terjadinya penyakit. Saran tindakan aman adalah sebagai berikut: 1. Jangan sekali-kali memasukkan tangan ke dalam wadah berisi barang terkontaminasi tanpa dapat melihat secara jelas isi dari wadah tadi 2. Tuangkan cairan yang dapat mengganggu pengenalan secara visual alatalat, lalu pindahkan alat/instrument satu persatu. Pastikan agar bagian yang



runcing dari instrument mengarah berlawanan terhadap tubuh kita pada saat transportasi. 3. Buang sampah benda tajam (jarum suntik, blades) ke dalam wadah yang tahan tusukan dan tidak dibuang pada tempat sampah biasa. 4. Pada saat memproses ulang benda tajam pakai ulang, pisahkan dari instrument lain dan posisikan sedemikian sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya luka pada petugas lain dengan penanganan normal 5. Ikuti petunjuk/rekomendasi pabrik untuk penanganan zat kimia secara aman, dan gunakan alat pelindung diri untuk mencegah pemaparan zat kimia terhadap kulit dan membran mukosa yang dapat menyebabkan luka bakar kimia. 6. Berhati-hatilah apabila mendekati daerah dimana air biasa digunakan, periksa kondisi lantai untuk mencegah terjatuh akibat licin lantai, sebaiknya ada ramburambu peringatan 7. Pada saat mencuci instrument di dalam sink, perhatikan untuk selalu menggosok dibawah permukaan air untuk mencegah terjadinya aerosol yang dapat terhirup. K. Penyiapan Proses Sterilisasi dan Daerah Sterilisasi Pengoperasian mesin sterilisasi hanya boleh dilakukan oleh petugas terlatih yang sudah mendapatkan pelatihan tentang prinsip dasar sterilisasi dan cara menggunakan mesin sterilisasi secara benar. Dengan demikian maka kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dapat diperkecil dan upaya untuk menghasilkan barang-barang steril menjadi lebih terjamin. Jenis-jenis luka yang dapat terjadi di daerah ini meliputi luka bakar pada kulit maupun membran mukosa, akibat kelalaian pada penggunaan zat kimia maupun akibat terlalu dekatnya posisi terhadap sumber panas (sterilisasi uap atau kereta barang yang panas). Saran tindakan aman adalah sebagai berikut: 1. Gunakan sarung tangan tahan panas pada saat menangani kereta mesin sterilisasi atau pada saat berhubungan dengan objek lain bersuhu tinggi 2. Letakkan kereta mesin sterilisasi diluar daerah lalu lalang petugas CSSD lain untuk menghindari petugas lain menyentuh kereta yang panas ini. 3. Tindakan hati-hati harus diperhatikan pada saat menggunakan “sealer panas“ dan pemotong kantung sterilisasi (pouches) 4. Pengoperasian mesin sterilisasi hanya boleh dilakukan oleh petugas terlatih 5. Pengoperasian dan instalasi mesin sterilisasi etilen oksida harus dilakukan dengan



memperhatikan



sistem



ventilasi



dan



sistem



exhaust



yang



berhubungan langsung dengan udara luar (ke luar gedung) 6. Pada saat memindahkan barang ke dalam cabinet aerasi, petugas harus menggunakan sarung tangan dan tidak memegang barang dekat dengan tubuh atau menghisap udara di atas barang yang di pindahkan tersebut



7. Pada saat memindahkan wadah dari mesin EO ke dalam aerator sebaiknya kereta ditarik dan tidak di dorong 8. Setelah barang di masukkan ke dalam kabinet aerasi dan siklus aerasi sudah di jalankan, maka fase siklus tersebut tidak boleh dihentikan sampai proses aerasi selesai 9. Apabila ada petugas yang terpapar dengan EO segera bawa ke ruang gawat darurat untuk evaluasi lebih lanjut. L. Penanganan Zat-Zat Kimia di CSSD Penanganan zat-zat kimia di CSSD sangat perlu di perhatikan mengingat banyak



zat



kimia



yang



digunakan



di



CSSD



bersifat



toksik.



Apabila



penanganannya tidak dilakukan dengan baik maka dapat membahayakan baik petugas CSSD itu sendiri maupun pasien. a) Alkohol Alkohol dalam bentuk Etil atau Isopropil alkohol (60-90 %) digunakan sebagai desinfektan intermediat dengan kemampuan bakterisidal, tuberkulosidal, fungisidal, dan virusidal. Tindakan pertolongannya adalah sebagai berikut: 1. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik 2. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi, dan penatalaksanaan sirkulasi Tindakan pertolongan pada pemaparan mata adalah sebagai berikut: 1. Tengadahkan kepala dan miringkan ke sisi mata yang terkena 2. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan sejumlah air bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit 3. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit 4. Jangan biarkan korban menggosok mata 5. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata Tindakan pertolongan pada pemaparan kulit adalah sebagai berikut: 1. Bawa pasien segera ke pancuran terdekat 2. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit 3. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara perlahan b) Formaldehid Formaldehid adalah gas tidak berwarna dengan bau menyengat. Umumnya digunakan sebagai disinfektan. Formalin adalah larutan yang mengandung formaldehid dan methanol dengan kadar bervariasi (biasanya antara 12-15 %).



Bahaya terhadap kesehatan adalah sebgai berikukt: 1. Dosis toksik : Dosis letal pada manusia secara oral 0,5 - 5 g/kg BB 2. Akut



: 2-3 ppm, rasa gatal pada mata, 4-5 ppm lakrimasi, 10 ppm



lakrimasi berat,10-20 ppm susah bernafas, batuk, terasa panas pada hidung dan tenggorokan, 50100 ppm iritasi akut saluran pernafasan 3. Lambat : Sensitisasi dermatitis 4. Kronik : Karsinogenik, gangguan menstruasi dan kesuburan pada wanita, percikan larutan pada mata dapat menyebabkan kerusakan berat s/d menetap, kornea buram dan buta 5. Jika tertelan : Menyebabkan luka korosif mukosa gastrointestinal disertai mual, muntah, perdarahan 6. Jika terhirup : Iritasi saluran nafas, nafas berbunyi, laringospasme 7. Kontak kulit : Iritasi pada kulit 8. Kontak mata : iritasi dan lakrimasi, pada konsentrasi pekat menyebabkan kornea buram dan buta c. Etilen Oksida Etilen oksida merupakan zat kimia yang banyak digunakan dalam proses sterilisasi kimia alat-alat kesehatan, pereaksi dalam sintesa kimia organik terutama dalam pembuatan etilen glikol, fungisida, dan fumigan bahan makanan dan tekstil. Bahaya utama terhadap kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Inhalasi dispnea,



: Pemaparan jangka pendek : iritasi, daya cium menurun, nyeri kepala, mengantuk, gejala mabuk, gangguan



keseimbangan tubuh 2. Kontak kulit : Pemaparan jangka pendek : reaksi alergi, kulit terasa panas, melepuh, frostbite. 3. Kontak mata : Pemaparan jangka pendek : terasa panas, frostbite, mata berair, pemaparan jangka panjang : dapat menimbulkan kontak 4. Tertelan



: Pemaparan jangka pendek : terasa panas terbakar, sakit



tenggorokan, mual, muntah,, frostbite, diare, nyeri perut, nyeri dada, nyeri kepala, sianosis. d. Lisol Lisol merupakan nama lain dari kelompok zat kimia fenol, asam karbolat, hidroksibenzena, asam fenilat, resol, karbon kreolin, likresol. Lisol banyak digunakan sebagai desinfektan rumah tangga untuk membersihkan lantai, kamar mandi/WC dan untuk menghilangkan bau busuk. Dalam bidang kesehatan digunakan sebagai larutan antiseptic dengan konsentrasi antara 1-2 %. LDL oral pada manusia adalah 140 mg/kg. Bahaya utama pada kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Pada kulit dan mukosa



:



Gatal dan mati rasa dan pada keadaan



berulang atau berat : kemerahan, gatal dan



luka bakar



2. Kronis pada kulit : Eritema, vesikel, dan akhirnya padat



mengalami



dermatitis kontak 3. Pemaparan mata



: Iritasi konjungtiva, kornea berwarna putih, edema



palpebra dan iritis, nyeri abdomen, muntah dan rash. Jika konsentrasi fenol > 5 % dapat menyebabkan luka bakar pada pada mulut dan esophagus 4. Efek pada sistem kardiovaskuler : Hipotensi dan syok Efek pada ginjal : Urin berwarna gelap karena hemoglobinuri Efek pada pernafasan



:



Depresi pernafasan dan gagal nafas Tindakan pertolongannya adalah sebagai berikut: 1. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik 2. Berikan terapi suportif berup penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi dengan oksigen lembab 100 %, dan penatalaksanaan sirkulasi.



BAB VIII PENGENDALIAN MUTU



Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit. Definisi Indikator Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik. Kriteria Adalah spesifikasi dari indicator. Standar indikatornya adalah sebagai berikut: 1. Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut. 2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik. 3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.



Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut: 1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan a. Keprofesian b. Efisiensi c. Keamanan petugas d. Kepuasan pasien e. Sarana dan lingkungan fisik 2. Indikator yang dipilih a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk perorangan c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar Rumah Sakit d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor e. Didasarkan pada data yang ada. 3. Kriteria yang digunakan Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik. 4. Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan a. Acuan dari berbagai sumber b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan



BAB IX PENUTUP



Pedoman Pelayanan CSSD merupakan suatu panduan yang menjadi acuan dan diharapkan dapat membantu rumah sakit pada umumnya dan bagian CSSD pada khususnya untuk menambah pengetahuan tentang tata cara pelayanan CSSD di rumah sakit yang sesuai dengan prosedur dan peraturan perundangan yang berlaku. Mudahmudahan buku ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan pedoman bagi petugas CSSD di Rumah sakit.