Rencana Kontinjensi Erupsi Gunung Rinjani-Barujari-Ntb [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai daerah kepulauan, dengan kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang khas, selain mempunyai banyak sekali potensi positif, juga mempunyai potensi yang rentan dan rawan terhadap ancaman bencana, baik bencana yang disebabkan oleh faktor alam, maupun faktor manusia. Bencana dalam bentuk apapun dapat terjadi kapan saja dan dimana saja di muka bumi ini, bencana tersebut ada yang datang dengan didahului oleh peringatan namun ada juga yang datang secara mendadak. Salah satu bencana yang datangnya didahului oleh peringatan adalah meletusnya gunung api, seperti diketahui di Nusa Tenggara Barat terdapat 3 (tiga) gunung api yang masih aktif yaitu Gunung Rinjani berada di Pulau Lombok, Gunung Sangeang Api dan Gunung api Tambora berada di Pulau Sumbawa. Menjadi pusat perhatian saat ini adalah Gunung Api Rinjani/Gunung Api Barujari yang mempunyai ketinggian 3724 mdpl, menurut catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG) Gunung Api Rinjani meletus dari tahun 1846 s.d 2015 sebanyak 12 kali yaitu tahu 1846, 1884, 1901,1906, 1909, 1915, 1944,1966, 1994, 2004, 2009 dan 2015. pada tanggal 4 Juni 1994, pukul 02.00 Wita terjadi suatu ledakan sangat kuat yang berasal dari dalam Kaldera Rinjani, terdengar hingga di Desa Sembalun. Pukul 08.00 terlihat asap hitam tebal membumbung ke udara mencapai tinggi 400 m dari puncak gunung Plawangan. Erupsi Tahun 2015 dan 2016, yang mengakibatkan bandara di Lombok, Bali dan Banyuwangi terpaksa ditutup dari



aktivitas transportasi udara, sangat mengganggu berbagai pihak. Selain itu juga para pendaki gunung serta wisatawan disekitar Gunung Rinjani/Barujari juga terpaksa dievakuasi menjauh dari puncak gunung. Pada tanggal 6 Juni 1994, pukul 17.40 Wita terjadi hujan abu di sekitar Pos Pengamatan dengan ketebalan endapan 2-3 mm. Titik letusan mengambil tempat di Gunung Barujari dan berlangsung hingga awal bulan Januari 1995. Letusan tersebut tidak menyebabkan korban jiwa, hanya petani bawang di Sembalun gagal panen karena rusak oleh hujan abu. Sementara pada tanggal 25 Oktober 2015 pukul 10:04 WITA teramati erupsi dengan kolom abu setinggi lk. 200 m di atas kawah G. Barujari yang berada di dalam Kaldera G. Rinjani. Tinggi Puncak Barujari 2300 m dari permukaan laut, sehingga tinggi kolom abu letusan 2500 m dari permukaan laut. Hasil erupsi berupa jatuhan abu yang sebarannya terbatas di sekitar lereng Puncak Barujari ke arah Barat Daya (berdasarkan Satelit Himawari). Pemerintah Provinsi NTB sebagai salah satu pemegang mandat UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menjadi pihak yang bertanggungjawab



dan



mempunyai



kewenangan



dalam



penyelenggaraan



penanggulangan bencana di daerah. Pemerintah Provinsi juga menyadari bahwa kondisi ini harus disikapi dengan membuat suatu sistem penanggulangan bencana yang terpadu.



Penanggulangan bencana pada tahap pra-bencana meliputi



kegiatankegiatan yang dilakukan dalam “situasi tidak terjadi bencana” dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada situasi ”terdapat potensi bencana”. Pada situasi tidak terjadi bencana, salah satu kegiatannya adalah perencanaan penanggulangan bencana (Pasal 5 ayat [1] huruf a PP 21/2008). Sedangkan pada



situasi terdapat potensi bencana kegiatannya meliputi kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana. Perencanaan Kontinjensi sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (3) PP 21/2008 dilakukan pada kondisi kesiapsiagaan yang menghasilkan dokumen Rencana Kontinjensi (Contingency Plan). Dalam hal bencana terjadi, maka Rencana Kontinjensi berubah menjadi Rencana Operasi Tanggap Darurat atau Rencana Operasi (Operational Plan) setelah terlebih dahulu mendapatkan masukan dari data kaji cepat (rapid assessment). Berdasarkan kondisi dan situasi tersebut di atas maka Pemerintah Provinsi NTB melakukan upaya dengan menyusun perencanaan dan kebijakan dalam melaksanakan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana. Ancaman bencana, baik yang sudah di depan mata maupun yang diperkirakan dapat terjadi perlu dipersiapkan sesegera mungkin melalui perencanaan kedaruratan (kontinjensi) sebagai pedoman pada saat



menghadapi



darurat



bencana bagi



semua



pelaku



penanggulangan bencana. Kontinjensi adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi. Rencana Kontinjensi adalah suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang belum tentu terjadi. Suatu rencana kontinjensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi. Rencana kontinjensi lahir dari proses perencanaan kontinjensi yang melibatkan sekelompok pelaku kepentingan atau organisasi yang bekerjasama secara berkelanjutan untuk merumuskan dan mensepakati tujuan-tujuan bersama,



mendefinisikan tanggung jawab dan tindakan-tindakan yang harus diambil oleh masing-masing pihak pada saat tanggap darurat nantinya. Perencanaan kontinjensi merupakan persyaratan bagi tanggap darurat yang cepat dan efektif, tanpa perencanaan kontinjensi sebelumnya maka banyak waktu yang bisa terbuang dalam beberapa hari pertama dalam menanggapi tanggap darurat. Perencanaan kontinjensi akan membangun kapasitas sebuah organisasi dan merupakan dasar bagi rencana operasi tanggap darurat. B. Tujuan Dokumen Rencana Kontijensi disusun sebagai pedoman penanganan bencana erupsi Gunung Rinjani (G. Baru Jari) pada saat tanggap darurat bencana, agar penanganan tersebut dapat berjalan cepat, tepat, terkoordinasi dan menyeluruh, serta sebagai dasar memobilisasi sumber daya para pemangku kepentingan (stake holder) pada saat tanggap darurat bencana. Selain itu, rencana kontinjensi erupsi Gunung Rinjani (G.Baru Jari) dapat menjadi pedoman bagi penyusunan rencana pembangunan berbasis mitigasi bencana wilayah baik di tingkat provinsi maupun di kabupaten/kota. Dengan demikian, perencanaan wilayah kedepan harus mulai mempertimbangkan perencanaan/pendekatan mitigasi bencana di daerah terdampak. Lebih jelasnya penilaian risiko dan analisis kesenjangan sumber daya yang dilakukan dalam proses perencanaan kontinjensi bisa memberikan masukan pada tahapan input dan analisis dalam proses perencanaan wilayah, sehingga perencanaan wilayah bisa mengakomodasikan berbagai keperluan yang dibutuhkan ketika keadaan darurat, seperti penataan ruang yang mempertimbangkan arah pergerakan (manusia dan barang) ketika



terjadi bencana, penguraian titik-titik kepadatan jika Kabupaten/Kota memiliki risiko terhadap kejadian bencana, memperbanyak ruang-ruang terbuka jika Kabupaten/Kota memiliki risiko terhadap kejadian bencana, dan lain-lain. Adapun perencanaan kontinjensi haruslah mempertimbangkan berbagai rencana dan kebijakan yang telah diterbitkan. C. Landasan Hukum 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. 3. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 4. Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana. 5. Peraturan Kepala BNPB Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana. 6. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah. 7. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pedoman Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana



8. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 8 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2015; 9. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana; 10. Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat; 11. Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pengurangan Risiko Bencana; 12. Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 21 Tahun 2014 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2015. D. Ruang Lingkup Ruang



lingkup



Rencana



Kontinjensi



ini



dirancang



untuk



menghadapi



kemungkinan terjadinya bencana erupsi Gunung Rinjani (G. Baru Jari) yang secara kewilayahan masuk dalam 3 (tiga) wilayah yaitu Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Lombok Utara dan Kabupaten Lombok Tengah dengan cakupan kegiatan : 1. Pengumpulan data/informasi dari berbagai unsur Pemerintah dan nonPemerintah 2. Pembagian peran dan tanggungjawab antar klaster



3. Proyeksi kebutuhan lintas klaster 4. Identifikasi, inventarisasi dan penyiapan sumberdaya dari setiap cluster 5. Pemecahan masalah berdasarkan kesepakatan 6. Komitmen/kesepakatan untuk melakukan peninjauan kembali/kaji ulang rencana kontinjensi, jika tidak terjadi bencana 7. Skenario pada renkon digunakan sebagai dasar dilaksanakannya gladi lapang. E. Tahapan Penyusunan Rencana Kontinjensi Kegiatan penyusunan rencana kontinjensi ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Penyamaan persepsi terhadap semua pelaku penanggulangan bencana erupsi Gunung Rinjani (G.Baru Jari) tentang pentingnya rencana kontinjensi. 2. Pengumpulan data dan updating. 3. Pengumpulan data dilakukan pada semua sektor penanganan bencana dan lintas adminstratif. 4. Verifikasi data. 5. Analisa data sumber daya yang ada dibandingkan proyeksi kebutuhan penanganan bencana saat tanggap darurat.



6. Penyusunan rancangan awal rencana kontinjensi . 7. Penyusunan naskah, pembahasan dan perumusan dokumen rencana kontinjensi yang disepakati. 8. Institution hearing/konsultasi institusi hasil rumusan rencana kontinjensi. 9. Penyebaran/diseminasi dokumen rencana kontinjensi kepada semua pelaku penanggulangan bencana (multi stake holder). F. Aktivasi Rencana Kontinjensi Jika terjadi bencana dalam arti gunungapi yang ada di Wilayah NTB dinyatakan dalam keadaan Waspada, Siaga, atau bahkan Awas, oleh PVMBG, maka status darurat atau siaga darurat ditetapkan, dengan operasionalisasi rencana kontingensi menjadi Rencana Operasi Tanggap Darurat dengan memperhitungkan analisa hasil kaji cepat di lapangan untuk penyesuaian data dan kebutuhan sumberdaya. Rencana operasi tanggap darurat disusun sesaat setelah Struktur Komando Tanggap Darurat terbentuk.



BAB II PEMBAHASAN A. Karakteristik Wilayah 1. Wilayah Administrasi Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari 8 Kabupaten, 2 Kota, 116 Kecamatan dan 1.117 Desa/Kelurahan. Kabupaten Sumbawa memiliki kecamatan terbanyak yaitu 24 Kecamatan, sedangkan Kabupaten Lombok Timur memiliki wilayah administrasi desa/kelurahan terbanyak dengan 239 Desa dan 15 Kelurahan, dengan jumlah Kecamatan sebanyak 20 Kecamatan. Kabupaten Lombok Utara merupakan Kabupaten termuda yang merupakan pemekaraan dari kabupaten induknya yaitu Kabupaten Lombok Barat pada Tahun 2008. Kabupaten Lombok Utara memiliki 5 Kecamatan dan 33 Desa/Kelurahan. 2. Letak Geografis Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri atas 2 (dua) Pulau besar yakni Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa serta ratusan Pulau Pulau Kecil. Dari 280 Pulau yang ada terdapat 32 Pulau yang telah berpenghuni. Luas wilayah Provinsi NTB mencapai 20.153,15 Km². Terletak antara 155˚ 46’ – 119 ˚5’ Bujur Timur dan 8˚ 10’ - 9˚ 5’ Lintas Selatan. Batas-batas wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah : a. Sebelah Utara : Laut Jawa dan Laut Flores b. Sebelah Selatan : Samudera Hindia c. Sebelah Barat : Selat Lombok / Provinsi Bali



d. Sebelah Timur : Selat Sape / Provinsi NTT Luas Pulau Sumbawa mencapai 15.414,5 km² (76,49 %) atau 2/3 dari luas Provinsi NTB, dan luas Pulau Lombok hanya mencapai 1/3 saja, Pusat Pemerintahan Provinsi NTB terletak di Kota Mataram yang berada di Pulau Lombok, Kota Selong Kabupaten Lombok Timur merupakan Kota yang mempunyai ketinggian paling tinggi yaitu 166 mdpl sementara Kota Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat terendah yaitu 11 mdpl. Kota Mataram sebagai Ibu Kota Provinsi memiliki ketinggian 27 mdpl.



Kabupaten/Kota Tahun 2013



No



Luas



Area Persentasi



(km²)



(%)



Kabupaten/Kota



1



Lombok Barat



105.387



5.23



2



Lombok Tengah



1 208.40



6.00



3



Lombok Timur



1 605.55



7.97



4



Sumbawa



6 643.98



32.97



5



Dompu



2.324.60



11.53



6



Bima



4 389.40



21.78



7



Sumbawa Barat



1 849.02



9.17



8



Lombok Utara



809.53



4.02



9



Kota Mataram



61.30



0.30



10



Kota Bima



207.50



1.03



Jumlah/Total



20.153,15



100



Sumber Data : BPS Prov. NTB th 2013



3. Kondisi Topografi Kelas kelerengan wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri atas : Kelerengan 0 – 8 % seluas 35Ha (30%) Kelerengan 8 – 15 % seluas 25 Ha (20%) Kelerengan 15 – 25% seluas 15 Ha (20%) Kelerengan 25 – 40 % seluas 10 Ha (20%) Kelerengan lebih dari 40 % seluas 15 Ha (10%) Kondisi topografi Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) satuan ruang morfologi yaitu : a.



Morfologi Dataran Daerah dengan morfologi dataran terdapat pada wilayah bagian tengah dan



bagian barat Pulau Lombok dengan ketinggian antara 10 mdpl, meliputi : Kabupaten Lombok Barat, Kota Mataram, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur, serta pada wilayah bagian selatan Pulau Sumbawa bagian Barat dan tengah serta bagian utara Pulau Sumbawa sebelah timur, dengan ketinggian antara 15 mdpl, meliputi : bagian dari Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima Dan Kota Bima.



a. Morfologi Bergelombang Daerah bagian Utara dan bagian Selatan Pulau Lombok dengan ketinggian antara 200 s/d 400 mdpl, meliputi : bagian dari Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Utara, sedangkan daerah bagian barat dan bagian utara sebelah Barat dan timur Pulau Sumbawa dengan ketinggian antara 200 s/d 400 mdpl meliputi : Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima dan Kota Bima. b. Morfologi Perbukitan Daerah bagian Selatan Dan Utara Pulau Lombok dengan ketinggian antara 500 s/d 3.200 mdpl, meliputi : bagian dari Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Lombok Utara, sedangkan bagian Barat, bagian timur Pulau Sumbawa dengan ketinggian antara 500 s/d 1500 mdpl, meliputi: bagian dari Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, Kota Bima dan Kabupaten Bima.



Tabel : Tinggi Ibu Kota Kabupaten/Kota Dari Permukaan Laut 2013 No



Kabupaten



Ibu Kota



Ketinggian (mdpl)



1



Lombok Barat



Gerung



15



2



Lombok Tengah



Praya



107



3



Lombok Timur



Selong



166



4



Sumbawa



Sumbawa



18



Besar 5



Dompu



Dompu



30



6



Bima



Bima



21



7



Sumbawa Barat



Taliwang



11



8



Lombok Utara



Tanjung



12



9



Kota Mataram



Mataram



27



10



Kota Bima



Raba



21



Sumber : BPS Prov. NTB



B. Kependudukan Berdasarkan data hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2011 jumlah penduduk Nusa Tenggara Barat Mencapai 4.545.650 jiwa, dengan rincian Laki-Laki sebanyak 2.207.016 jiwa dan Perempuan sebanyak 2.338. 634 jiwa, dengan rasio jenis kelamin sebesar 94,37. Jumlah penduduk terbesar berada di Kabupaten Lombok Timur dan yang terkecil di Kabupaten Lombok Utara. Tabel : Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin menurut Kabupaten / Kota 2013 Rasio No



Kabupaten



Laki



Perempuan Jumlah JK



1



Lombok Barat



302.210



317.202



620.412



95,59



2



Lombok



416.774



464.912



881.686



89,65



3



Lombok Timur 526.179



604.186



1.130.365



87,09



4



Sumbawa



217.257



208.871



426.128



104,01



5



Dompu



114.186



112.032



226.218



101,92



6



Bima



224.454



226.522



450.976



99,09



7



Sumbawa Barat 61.353



59.814



121.167



102,57



Tengah



8



Lombok Utara



100.953



104.111



205.064



96,97



9



Kota Mataram



207.440



212.201



419.641



97,76



10



Kota Bima



72.915



75.730



148.645



96,28



4.630.302



94,10



Jumlah



2.244.721 2.385.581



Sumber : NTB Dalam Angka 2014 C. Infrastruktur Dan Sarana Jalan dan jembatan merupakan sarana untuk memperlancar kegiatan perekonomian suatu Daerah. Jalan dan jembatan diperlukan untuk meningkatkan mobilitas penduduk maupun perdagangan barang antar wilayah. Panjang jalan Nasional dan Provinsi di NTB mencapai 2.474,5 km lebih. Berdasarkan klasifikasi jalan 632,17 km merupakan jalan Nasional dan 1.772,27 km merupakan jalan Provinsi. Dilihat dari kondisi jalan tersebut, jalan yang kondisinya baik mencapai 45,61 % dengan kelas jalan III. Mengingat Provinsi NTB memiliki posisi strategis baik skala Nasional maupun Internasional, sehingga diperlukan fasilitas pergerakan barang dan penumpang dari dan ke pusat-pusat kegiatan Nasional, regional maupun lokal. Terdapat tujuh pelabuhan laut utama : Lembar, Kayangan, Poto Tano, Badas, Bima, Sape dan Calabai. Selain itu, NTB juga memiliki bandar udara yang berlokasi di tiga tempat yaitu : Bandara Internasional Lombok di Kabupaten Lombok Tengah, Bandara Brang Biji di Kabupaten Sumbawa dan Bandara Sultan Salahuddin di Kabupaten Bima.



D. Perekonomian Perekonomian Provinsi NTB didominasi oleh sektor primer yakni sektor pertambangan dan pertanian. Kontribusi sektor pertambangan mencapai 26,45 % sedangkan kontribusi sektor pertanian mencapai 23,29%. Peran sektor sekunder seperti industri pengolahan masih relatif kecil. Dilihat dari penggunaan PDRB yang tercipta di Provinsi NTB, 46,72% digunakan untuk konsumsi masyarakat dan 25,01 % digunakan untuk investasi. Sedangkan Sektor



Industri di NTB



belum memberikan sharing yang cukup dalam perekonomian NTB karena peranannya hanya baru 5 %. Kecilnya sharing sektor industri disebabkan karena mayoritas sektor industri yang ada di NTB adalah Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga. Jumlah perusahaan industri yang ada di NTB pada Tahun 2010 mencapai 83.380 Perusahaan/Usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 263.466 orang. Perusahaan industri yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih dikatagorikan sebagai industri besar, antara 20-99 Orang termasuk industri sedang dan 9 - 15 Orang termasuk industri kecil. Jumlah penduduk Miskin di NTB terus mengalami penurunan. Berdasarkan data statistik, jumlah penduduk miskin tahun 2010 sebanyak 1.009.352 orang atau 21,55% mengalami penurunan pada bulan Maret 2011 sebanyak 114.582 orang atau 1,82% sehingga total penduduk miskin sampai dengan bulan Maret 2011 sebanyak 894.770 orang atau 19,73%.



E. Sosial Budaya Penduduk suku asli masyarakat yaitu Suku Sasak di Pulau Lombok, Suku Samawa di Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat serta Suku Mbojo di Kabupaten Dompu, Kabupaten dan Kota Bima. Dua kebudayaan besar yang pernah mempengaruhi perkembangan sejarah di Indonesia yaitu kebudayaan Hindu dan kebudayaan Islam berkembang dan berakar pada masyarakat NTB, diantaranya Sasak, Samawa dan Mbojo. Bahasa Daerah yang di gunakan yaitu bahasa Sasak, bahasa Samawa, dan bahasa Mbojo. Kebudayaan dalam kehidupan masyarakat NTB yang sangat dominan adalah ketergantungan dan kepatuhan masyarakat terhadap tokohtokoh pemuka agama atau tokoh Adat sebagai panutan dalam kehidupan sehari-hari, merupakan pengaruh kehidupan masyarakat yang dilandasi sistem patriakhis. Interpretasi kesetaraan Gender sering mempengaruhi sikap dan pandangan masyarakat yang diimplementasikan pada sistem nilai sosial dan budaya sehingga mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kedudukan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan sosial. Pembangunan bidang kebudayaan dalam perjalanannya diarahkan untuk mendukung pembinaan dan peningkatan pelayanan sosial. Sasaran pembangunan kebudayaan adalah terwujudnya struktur sosial, kreativitas budaya dan daya dukung lingkungan yang kondusif bagi pembentukan jati diri bangsa, tersebar luasnya perkembangan modal budaya dan modal sosial, terfaslitasi tumbuh dan berkembangnya budaya pembelajaran yang berorientasi iptek dan kesenian,



terkelolanya aset budaya yang dapat dijangkau secara adil bagi masyarakat luas, serta terselenggaranya upaya dan kebijakan pengelolaan keragaman budaya yang komprehensif, sistematis dan berkelanjutan untuk memperkokoh Integritas Bangsa.



BAB III PENILAIAN RISIKO DAN PENENTUAN KEJADIAN Berbagai ancaman bencana yang ada di Provinsi NTB adalah Gunung Api, Gempa Bumi , Banjir, Angin puting beliung, Tanah Longsor, Kekeringan, serta Konflik Sosial. Untuk menilai risiko berbagai macam jenis bencana tersebut, dilakukan analisis untuk memperoleh hasil satu jenis ancaman bencana yang akan dikembangkan sebagai rencana kontinjensi. Penilaian ini dengan latarbelakang beberapa waktu belakangan ini terjadi erupsi Gunung Api Rinjani/Barujari, yang abunya sangat mengganggu transportasi udara/ penerbangan, serta sangat membahayakan masyarakat yang bermukim dan masyarakat yang sedang berada di daerah radius sangat berbahaya, termasuk para wisatawan dan pendaki gunung. A. Penilaian Risiko Penilaian Risiko dilakukan dengan menghubungkan probabilitas dan dampak yang masing-masing dengan skala 1 – 5 point, untuk probabilitas dan dampak seperti terlihat dalam tabel berikut : Untuk Penilaian Risiko dilakukan dengan dasar menghubungkan probabilitas dan dampak yang masing-masing dengan sekala 1 – 5 point. 1. Skala probalitas a.



Angka 5 pasti (hampir dipasti 80 % - 99 %).



b.



Angka 4 Kemungkinan besar (60% - 80 %, terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10 tahun mendatang).



c.



Angka 3 Kemungkian terjadi (40%-60 %, terjadi tahun depan, atau sekali dalam 100 tahun).



d.



Angka 2 Kemungkinan Kecil (20 %-40%, terjadi tahun depan atau sekali lebih dari 100 tahun).Angka 1 Kemungkinan sangat Kecil (hingga 20 %).



2. Dampak Kejadian yang menimbulkan a.



Angka 5 sangat parah (80 % - 99 %, wilayah hancur dan lumpuh total).



b.



Angka 4 parah (60% - 80 %, hancur).



c.



Angka 3 sedang (40%-60 %, Wilayah terkena rusak).



d.



Angka 2 ringan (20 %-40%, wilayah yang rusak ).



e.



Angka 1 sangat ringan (kurang dari 20 %, wilayah rusak). Dari instrumen diatas, dapat dihitung probabilltas dan dampak dengan



mengasumsikan bencana yang terjadi dengan matrik sebagai berikut :



Tabel Penilaian Risiko Jenis



Ancaman Probabilitas Dampak



Bahaya Gunung Berapi



4



4



Gempa Bumi



3



1



Banjir



3



1



Angin puting beliung



1



1



Tanah Longsor



2



3



Kekeringan



3



2



Konflik Sosial



1



2



Matriks Skala Tingkat Bahaya Dari matrik di atas dapat disimpulkan bahwa probabilitas dan dampak risiko tinggi adalah Erupsi Gunung Api dengan hasil perhitungan asumsi matrik kolom di warna merah. Dengan tingginya dampak resiko Erupsi Gunung Api, maka rencana kontinjensi menetapkan bencana Erupsi Gunung Api sebagai prioritas dalam penanggulangan bencana. B. Penentuan Kejadian Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu daerah yang masuk dalam lingkaran cicin api dunia. Terdapat 3 Gunung berapi yang masih aktif, yaitu, Gunung Rinjani (Gunung Barujari) yang dikenal dengan Gunung Samalas berada di Pulau Lombok, Gunung Sangeang Api (Pulau Sangeang) terletak di Kabupten Bima dan Gunung Api Tambora berada di Pulau Sumbawa (Kabupaten



Dompu dan Kabupaten Bima). Tiga gunung api tersebut diatas tercatat pernah meletus, Gunung Rinjani tahun 1846 s.d 2015 sebanyak 12 kali yaitu tahu 1846, 1884, 1901, 1906, 1909, 1915, 1944, 1966, 1994, 2004, 2009 dan 2015. Gunung api Sangeang meletus pada bulan Mei 2014, dan Gunung Tambora meletus paling hebat pada tanggal 10 April 1815, serta terakhir Gunung Tambora juga pernah aktif menjadi level Siaga pada Tahun 2011. Dikhawatirkan kejadian erupsi Gunung Rinjani akan terulang kembali. Peningkatan aktivitas vulkanik berupa gempa vulkanik dalam dan vulkanik dangkal dikhawatirkan akan memicu peningkatan aktivitas vulkanik yang lebih besar. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah antisipasi atau kesiapsiagaan untuk mengurangi risiko yang lebih besar yaitu jatuhnya korban jiwa serta kerusakan harta benda. Kawasan Rawan Bencana (KRB) Tabel Kawasan Rawan Bencana (KRB) gunung Api di NTB No



Nama Gunung



Kawasan Rawan Bencana (Radiu dalam Km)



KRB III



KRB II



1



Rinjani/Baru Jari



2



Tambora



3 Km 5 Km 8 Km



3



Sangeang



1 km 5 km 8 km



KRB I



3 Km 5 Km 8 Km



Kawasan Rawan Bencana (KRB) adalah suatu kawasan yang berisiko tinggi terhadap ancaman dan bahaya erupsi gunung berapi yang telah di tentukan oleh badan/instansi terkait yang terbagi menjadi 3 yaitu:



a.



Kawasan Rawan Bencana (KRB) – III Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang berpotensi terlanda



awan panas, aliran lava dan gas beracun, pada radius 3 km berpotensi terlanda lontaran batu pijar dan hujan abu lebat. b.



Kawasan Rawan Bencana (KRB) – II Kawasan rawan bencana II adalah kawasan yang bepotensi terlanda awan



panas, aliran lava dan gas beracun, pada radius 5 km berpotensi terlanda lontaran atau guguran batu pijar, hujan abu lebat, hujan lumpur (panas), aliran lahar dan air dengan keasaman tinggi. c.



Kawasan Rawan Bencana (KRB) – I Kawasan rawan bencana I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar,



pada radius 8 km berpotensi terlanda hujan abu dan kemungkinan dapat terkena lontaran batu (pijar).



BAB IV KEBIJAKAN DAN STRATEGI TANGGAP DARURAT Kebijakan atau tujuan serta strategi tanggap darurat merupakan prinsip emergency respons untuk menanggapi keadaan saat tanggap darurat sesuai dengan skenario kejadian bencana dan skenario dampak bencana yang telah ditetapkan. Merupakan penjelasan tujuan secara umum yang akan dicapai oleh masingmasing klaster dalam penanganan darurat. Sementara strategi merupakan kegiatan teknis operasional yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Tujuan penanganan darurat difokuskan kepada upaya-upaya penyelamatan jiwa, manajemen dan koordinasi tanggap darurat, pemenuhan kebutuhan dasar, pengungsian, kesehatan, pemenuhan logistik serta perbaikan sarana dan prasarana vital serta fasilitas umum sesegera mungkin. Untuk menghadapi kemungkinan kejadian bencana erupsi Gunung Rinjani/Barujari dengan letusan abu yang pekat yang dapat mengancam penduduk, merusak fasilitas umum, tanaman pertanian, perkebunan dan ternak penduduk di lereng Gunung Rinjani. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat akan menetapkan kebijakan-kebijakan dan strategi dalam penanggulangan bencana tersebut. Kebijakan dan strategi yang akan diterapkan bertujuan untuk mengatur pelaksanaan operasi tanggap darurat agar dapat terlaksana dengan lancar dan dengan prinsip utama adalah penyelamatan jiwa manusia.



A. Kebijakan Tanggap Darurat 1.



Memastikan peringatan kepada seluruh operator dan pengguna transportasi udara, darat, dan laut, untuk segera mengambil langkahlangkah yang diperlukan.



2.



Melakukan evakuasi masyarakat yang masih tinggal di daerah terlarang, dan melarang masyarakat masuk ke daerah terlarang sesuai PVMBG.



3.



Mengerahkan segala sumber daya dan potensi yang ada di daerah untuk dimobilisasikan dalam tanggap darurat penanggulangan bencana.



4.



Mengkoordinasikan kegiatan penanggulangan bencana yang dilakukan oleh berbagai lembaga baik pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.



5.



Penanganan korban bencana dengan kegiatan evakuasi, penyelamatan korban luka-luka, dan layanan kesehatan.



6.



Penanganan pengungsi korban bencana dengan kegiatan pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, layanan kesehatan, hunian sementara, dan MCK serta air bersih, dan penagamanan.



B. Strategi Tanggap Darurat 1.



Pembentukan Posko Induk Penanggulangan Bencana di Provinsi dan Posko di setiap Kabupaten terdampak, serta Pos Pendukung Lapangan di setiap Kecamatan terdampak.



2.



Mengkoordinasikan kegiatan penanganan bencana yang dilakukan oleh berbagai lembaga baik pemerintah, swasta dan masyarakat.



3.



Memerintahkan seluruh Instansi/lembaga/masyarakat untuk mengerahkan segala sumber daya dengan mempergunakan sarana dan prasarana yang diperlukan, serta pelibatan semua elemen masyarakat dan sumber daya lokal yang tersedia dalam penanggulangan bencana.



4.



Pendirian tenda darurat dan sanitasi di lokasi pengungsian yang memenuhi syarat kesehatan, dan MCK terpisah antara laki-laki dan perempuan di lokasi pengungsian.



5.



Penyediaan Logistik dan fasilitas pengungsian bagi pengungsi, serta pospos kesehatan, di setiap titik pengungsian, menyiapkan obatobatan, penyediaan darah, dokter dan paramedis.



6.



Memastikan semua korban (dalam hal ini manusia), dapat segera di tolong, bagi korban yang luka-luka diberikan pengobatan, sedangkan yang meninggal dunia segera dimakamkan.



7.



Pengawalan/pengamanan distribusi bantuan. pengawasan dan monitoring penerimaan dan penyebaran bantuan.



8.



Memastikan bantuan dapat sampai kedaerah pengungsian dengan mengerahkan seluruh petugas, relawan dan armada angkutan .



9.



Memastikan inventarisasi dan penyelamatan aset dokumen penting Negara.



10. Publikasi informasi terkait letusan gunung api Barujari melalui media cetak dan elektronik harus selalu berkonsultasi dengan narasumber resmi seperti Pos Pemantau Gunungapi, BMKG, BPBD dan PVMBG. 11. Apabila intensitas dampak yang ditimbulkan semakin besar, maka perlu dilakukan koordinasi dengan tingkat pusat. 12. Memastikan berjalannya Kegiatan Belajar Mengajar di sekolah-sekolah yang masih aman digunakan dan di lokasi penampungan, atau mendirikan sekolah darurat (tenda), menyediakan tenaga pengajar, buku pelajaran, dan alat tulis. 13. Memastikan kegiatan keagamaan tetap terlaksana. 14. Memprioritaskan kelompok rentan lansia, anak-anak, pasien rumah sakit, penyandang cacat, ibu hamil, orang stres. 15. Mengevaluasi seluruh pelaksanaan kegiatan yang sudah dilaksanakan serta tindak lanjut yang direncanakan.



BAB V PENUTUP Dokumen Rencana Kontinjensi ini disusun sebagai bahan masukan bagi berbagai pihak, baik pemerintah, pemerintah daerah, elemen masyarakat serta dunia usaha, sebagai pedoman untuk penanganann dalam kondisi darurat erupsi Gunung Barujari. Berbagai kebutuhan yang ada dalam rencana kontinjensi dapat dipenuhi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada, baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, instansi-instansi vertikal, lembagalembaga swasta, masyarakat, relawan dan lain-lain. Disadari bahwa dokumen Rencana Kontinjensi ini masih perlu penyempurnaan dan kaji ulang secara berkala untuk mengaktualkan data yang ada.