Responsi Kasus CGA [PDF]

  • Author / Uploaded
  • arsya
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESPONSI KASUS COMPREHENSIVE GERIATRIC ASSESMENT PADA PRIMARY HEALTH CARE



Oleh: VENUSYA GANESH



160070201011093



LAILATUL EVINANTA



160070201011100



HENRY WIJAYA



160070201011044



ARSYA AL AYUBI



160070201011015



Periode 18 September 2017 s/d 24 Desember 2017 Pembimbing: dr. Sri Sunarti, Sp PD-KGer



LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG 2017



1



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................................... 1 DAFTAR ISI ............................................................................................................. .2 BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 3 1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 3 1.2 Tujuan ................................................................................................................. 4 1.3 Manfaat ............................................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5 2.1 Geriatri………………………………………………………………………………….5 2.2 KarakteristikPasien Geriatri…………………………………………………………..6 2.3 Comprehensive Geriatric Assessment……………………………………………...6 2.4Komponen Comprehensive Geriatric Assessment…………………………………7 2.4.1 Tenaga medis yang boleh melakukan CGA.................................................8 2.4.2 Pengkajian Masalah Medik ..........................................................................9 2..5 Skrining Penyakit………………………………………………………………....)..11



2



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang



Geriatric assessment adalah istilah yang luas yang digunakan untuk



mengevaluasi



kesehatan pasien geriatric, yang menekankan komponen-komponen yang berbeda dengan evaluasi medis standar. Pendekatan ini mengakui bahwa status kesehatan orang tua adalah tergantung pada pengaruh di luar manifestasi kondisi medis. Di antaranya adalah sosial, psikologis dan kesehatan mental dan faktor lingkungan. Latar belakang ini akan membahaskan empat komponen iaitu



(1) Geriatic Assesment oleh dokter dengan



penekanan pada pasien rawat jalan (2) pendekatan strategis pada Geriatric assessment untuk dokter, (3) CGA dan bukti efektivitasnya dan (4) kemanfaatan serta kerugian yang bisa dipelajari dari penilaian geriatri yang telah diterapkan pada perawatan kesehatan orang usia lanjut (Reuben,2009) Geriatric assessment oleh dokter mencakup penilaian kognitif, afektif,fungsional, sosial, ekonomi, lingkungan, dan status spiritual. Instrumen penilaian ini dapat digunakan untuk tujuan mengevaluasi namun tidak dapat menggantikan keterampilan dan penilaian klinis, termasuk keterampilan untuk memunculkan perkara penting dari anamnesis pasien dan]pemeriksaan fisik. Informasi diperoleh dari instrumen penilaian ini dapat mengarahkan perhatian terhadap isu-isu yang relevan untuk pasien (Reuben,2009) Geriatric assessment bisa berubah berdasarkan tempat dimana pasien sedang dievaluasi Misalkan di rumah sakit, penilaian awal biasanya diarahkan pada masalah medis yang akut yang menyebabkan pasien rawat inap. Saat pasien mulai pulih dan rencana untuk pulang, komponen lain (misalnya dukungan sosial, lingkungan) diasumsikan semakin penting dalam penilaian. Itu Pengaturan rawat inap bisa bermasalah untuk penilaian geriatri karena dari status perubahan beberapa dimensi kunci berubah dengan cepat. Sebagai contoh,seorang pasien sementara bisa menjadi "tergantung" pada semua tindakan status fungsional saat sakit dan beransur membaik sebelum pulang. Geriatic assessment di nursing home memberi perhatian pada aspek tertentu seperti status gizi dan aktivitas perawatan diri. Komponen lainnya seperti status fungsional pada aktivitas instrumental tingkat kehidupan sehari-hari (mis., belanja,persiapan makan) kurang relevan dalam setting ini. Penilaian geriatri dilakukan di rumah pasien memberikan kesempatan untuk jenis penilaian yang



berbeda; contohnya faktor lingkungan (misalnya,keamanan rumah) dan



status fungsional (mis., kebersihan rumahnya) dapat dinilai secara langsung sementara



3



.pemeriksaan fisik lain (misalnya pemeriksaan ginekologis) lebih sulit (Reuben dan Rosen,2009) Antara komponen yang dinilai di Geriatric assessment adalah visus, pendengaran, mobilitas kaki, urin kontinensia, status nutrisi/penurunan berat badan, daya ingat, status mental dan disabilitas fisikal.



Dengan adanya Geriatric Assesment, dokter dapat



mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan masa lalu, pengobatan, upaya preventif dan status fungsional, termasuk informasi tentang siapa membantu bila pasien tergantung secara fungsional. Akibatnya, dokter dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penilaian awal dan dapat memastikan tingkat kelengkapan yang konsisten. Dengan adanya alat skrining (Geriatric Assessment) yang bervalidasi, pasien, keluarga, atau perawat bisa melengkapi kuesioner tersebut



Dokter juga harus dapat secara efektif



bertindak atas informasi ini untuk memperbaiki hasil klinis (Reuben dan Rosen,2009) Comprehensive Geriatric Assessment pula dapat menemukan masalah kesehatan yang bisa diobati dan mengarah pada hasil kesehatan yang lebih baik. Evaluasi ini biasanya mencakup empat dimensi iaitu kesehatan fisik, status fungsional, kesehatan psikologis, termasuk status kognitif dan afektif dan faktor sosial ekonomi. Uji randomized clinical trial yang dilakukan pada tahap awal memberikan bukti yang meyakinkan bahwa program seperti ini dapat dilakukan di rumah sakit dan unit rehabilitasi, yang biasanya perlukan beberapa minggu pengobatan, justeru dapat meningkatkan survival rates, status fungsional yang lebih baik, dan penempatan yang lebih kondusif (misalnya, di rumah daripada nursing home) Secara konseptual, CGA merupakan proses tiga langkah iaitu (1) skrining atau penargetan pasien yang tepat, (2) penilaian dan pengembangan rekomendasi, dan (3) pelaksanaan rekomendasi, termasuk dokter dan pasien kepatuhan dengan rekomendasi. Tujuan dari langkah pertama, penargetan,iaitu membedakan pasien lansia yang akan mendapat manfaat dari CGA dengan lansia yang terlalu sakit atau sehat untuk diuntungkan. Strategi spesifik yang digunakan oleh program CGA untuk mengidentifikasi lansia yang paling sesuai untuk CGA adalah termasuk usia kronologis, disabilitas fungsional, penyakit dari segi fisikal kondisi geriatri, kondisi psikososial, dan sebelumnya atau sekarang memerlukan utilisasi perawatan kesehatan yang tinggi. Semua kriteria ini telah diuji secara random clinical trial untuk menguji efektivitas mereka dalam mengidentifikasi orang tua yang mendapat manfaat dari CGA (Reuben dan Rosen,2009). Langkah seterusnya dari CGA, proses penilaian itu sendiri berlanjut menjadi bervariasi di seluruh program. Pada kebanyakan setting, proses CGA terdiri dari seorang dokter, perawat dan pekerja sosial dan, jika sesuai, mengacu pada perluasan tim dari berbagai kombinasi fisik dan okupasi terapis, ahli gizi, apoteker, psikiater, psikolog, dokter gigi, audiolog, 4



podiatrists, dan opticians. Meski profesional ini biasanya staf di rumah sakit dan tersedia di masyarakat, akses dan penggantian layanan ini membatasi keefektifan proses CGA. Elemen kunci dari proses perawatan yang diberikan oleh tim CGA dapat dibagi menjadi enam tahap: (1) pengumpulan data; (2) diskusi antara tim; (3) pengembangan rencana perawatan; (4) pelaksanaan rencana perawatan; (5) memantau respon terhadap rencana perawatan dan (6) merevisi rencana perawatan. (Rueben dan Rosen,2009). 1.2 Tujuan Memahami definisi, proses penuaan, karakteristik, sindrom, geriatrik dan pengkajian CGA pada primary health care 1.2 Manfaat a) Dapat memberikan khasanah ilmu pengetahuan tentang CGA pada primary health care b) Dapat menjadi referensi dan rujukan untuk melakukan CGA bagi para tenaga kesehatan



5



BAB 2 TINJAUN PUSTAKA 2.1 Definisi geriatri Geriatri (dari kata Geros = tua, iatrea =merumat) atau ilmu kesehatan usia lanjut adalah bagian ilmu penyakit dalam yang mempelajari aspek-aspek pencegahan, peningkatan, pengobatan, pemulihan serta aspek psikologis dan sosial dari penyakit-penyakit pada usia lanjut. Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut dengan multipatologi (penyakit ganda), yang merupakan



gabungan



antara



penurunan



fisiologik/alamiah



dan



berbagai



proses



patologik/penyakit; penyakit biasanya berjalan kronis, menimbulkan kecacatan dan secara lambat laun akan menyebabkan kematian; usia lanjut juga sangat rentan terhadap berbagai penyakit akut, serta diperberat dengan kondisi daya tahan yang menurun; kesehatan usia lanjut juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan ekonomi, dan pada usia lanjut seringkali didapat penyakit iatrogenik (akibat banyak obat-obatan yang dikonsumsi). Saat ini ilmu geriatri menjadi sangat penting dan wajib dipahami tenaga kesehatan karena secara global jumlah populasi penduduk usia lanjut semakin meningkat (Susetyowati, 2015). Menurut World Health Organization (WHO) ada beberapa batasan umur Lansia, yaitu usia pertengahan (middle age) : 45 – 59 tahun, usia lanjut (fiderly) : 60 – 74 tahun, lansia tua (old) : 75 – 90 tahun, lansia sangat tua (very old) : > 90 tahun. Menurut Depkes RI (2006), lansia dibagi atas pralansia (Prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45 - 59 tahun, lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang beresiko 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia potensial yaitu yang menghasilkan barang/jasa (lansia yang mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat), dan lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2006)



2.2 Karakteristik pasien geriatri Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari pasien usia lanjut pada umumnya. Karakteristik pasien geriatri yang pertama adalah multipatologi, yaitu adanya lebih dari satu penyakit kronis degeneratif. Karakteristik kedua adalah daya cadangan faali menurun karena menurunnya fungsi organ



6



akibat proses menua. Karakteristik yang ketiga adalah gejala dan tanda penyakit yang tidak khas. Tampilan gejala yang tidak khas seringkali mengaburkan penyakit yang diderita pasien. Karakteristik berikutnya adalah penurunan status fungsional yang merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas seharihari. Penurunan status fungsional menyebabkan



pasien



geriatri



berada



pada



kondisi



imobilisasi



yang



berakibat



ketergantungan pada orang lain. Karakteristik khusus pasien geriatri yang sering dijumpai di Indonesia ialah malnutrisi. malnutrisi merupakan sindrom geriatri terbanyak pada pasien usia lanjut yang dirawat (42,6%) di 14 rumah sakit (Setiati, 2013).



2.3 Comprehensive Geriatric Assessment Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) adalah prosedur evaluasi multidimensi dimana berbagai masalah pada pasien geriatri diungkap dan diuraikan semua aset pasien (berbagai sumber dan kekuatan yang dimiliki pasien) ditemu-kenali, jenis pelayanan yang dibutuhkan diidentifikasi, rencana asuhan dikembangkan secara terkoordinir, yang semua itu berorientasi kepada kepentingan pasien (dilihat tidak semata-mata dari sudut pandang medis). Pengkajian klinik ini bertujuan agar pasien geriatri tersebut dapat mencapai derajat kesehatan optimal serta memiliki kemampuan fungsional tertinggi (Mann et al, 2004). 2.4 Komponen Comprehensive Geriatric Assessment Komponen CGA meliputi: pendekatan interdisiplin, intensitas perawatan lebih tinggi, rehabilitasi medik langsung merawat tanpa konsul (automatis), psikiatri langsung merawat tanpa konsul (automatis), tempat/ruang rawat bersifat khusus (terpisah dari ruang rawat umum) sehingga penatalaksanaan rehabilitasi dan psikiatrik dapat lebih incorporated (menyatu) dan terfokus, terdapat sarana komunikasi intens dari para pakar, terdapat sarana komunikasi intens antara unsur-unsur yang terkait (penyedia Ilmu Penyakit Dalam, Rehabilitasi Medik, Psikiatri, ahli farmasi, perawat gerontik dan ahli gizi), kewaspadaan akibat bahaya iatrogenesis lebih tinggi, terdapat tim keperawatan gerontik, tindak lanjut / follow up terus menerus yang diikuti dengan perubahan atau penyesuaian tujuan pengobatan spesifik secara berkala sesuai perkembangan yang terjadi. Jika CGA di ruang rawat khusus ini benar-benar diterapkan maka hasil perawatan pasien geriatri akan lebih baik, lebih efektif. Efektivitas perawatan pasien geriatri di ruang rawat inap akut dapat dilihat dari: lama rawat memendek, lama imobilisasi memendek, skor ADL (activity of daily living) meningkat dengan cepat, tidak timbul dekubitus pada pasien dengan perawatan lebih dari dua minggu, tidak muncul polifarmasi, tidak muncul efek samping akibat interaksi obat, tidak muncul efek deconditioning, depresi cepat terdeteksi dan terkelola, demensia cepat terdeteksi dan terkelola; serta biaya perawatan akan berkurang (Mann et al, 2004).



7



Tabel 1 : Perbandingan antara program CGA dan program lain



Komponen – komponen utama dari CGA, yaitu: a. Pengkajian masalah medik b. Status fungsional c. Status kognitif d. Status emosi e. Status sosial



Tabel 2 : Masalah yang sering didapati pada lansia dan jenis pemeriksaan yang sesuai dengan masalah tersebut ( Reuben dan Rosen,2009)



2.4.1



Tenaga medis yang boleh melakukan CGA Program CGA bergantung pada sebuah tim yang profesional yang terdiri dari: a) seorang dokter b)



perawat



c) pekerja sosial dan, jika sesuai, mengacu pada perluasan tim dari berbagai kombinasi fisik: (i)



okupasi terapis



(ii)



ahli gizi 8



(iii)



apoteker



(iv)



Psikiater



(v)



Psikolog



(vi)



dokter gigi



(vii)



Audiolog



(viii)



Podiatrists



(ix)



opticians



2.4.2 Pengkajian Masalah Medik Penilaian geriatric menggabungkan semua aspek dari riwayat medis konvensional, termasuk masalahutama, keluhan saat ini, masalah medissaat inidan masa lalu, keluarga dansejarah sosial, data demografi, dan review of systems. Pendekatan untuk riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik harus spesifik yang terjadi pada pasien geriatri. Secara khusus, topik-topik seperti nutrisi, penglihatan, pendengaran, tinja dan urine incontinence, keseimbangan dan pencegahan keadaan jatuh, osteoporosis, dan poli farmasi harus dimasukkan dalam evaluasi. Contoh pemeriksaan fisik yang terfokus pada pasien geriatri ada di tabel 2.1 (Elsawy dan Higgin, 2011). Tabel 3 Contoh pemeriksaan fisik yang terfokus pada pasien geriatri (Elsawy dan Higgin, 2011). Tanda Tanda vital Tekanan darah Detak Jantung Respiratory rate Suhu Umum Kepala



Mata



Telinga



Mulut tenggorokan



Tanda dan gejala fisik



Differential diagnosis



Hipertensi Hipotensi orthostatik Bradikardi Detak jantung tidak teratur Peningkatan Respiratory rate > 24 kali/menit Hipertermi, hipotermi Penurunan berat badan Berat badan naik Wajah asimetris atau Kelemahan otot ekstra-okular atau kelumpuhan Frontal bossing Temporal artery tenderness Nyeri mata gangguan ketajaman penglihatan kehilangan pengelihatan sentral Kehilangan penglihatan tepi Lensa okuler opasifikasi



Efek samping obat, disfungsi otonom Efek samping obat, atherosklerosis, PJK Efek samping obat, heart block Atrial fibrillation COPD, gagal jantung kongestif, pneumonia



Paget disease Temporal arteritis Glukoma, Temporal arteritis Presbyopia Degenerasi makula terkait usia Glaukoma, stroke Katarak Neuroma akustik, efek samping dari pengobatan, Impaksi cerumen, alat bantu pendengaran yang salah posisi, Paget disease Penyakit gigi atau periodontal, Sakit gigi palsu



gangguan pendengaran



dan



Hiper/hipotiroid, infeksi Kanker, depresi Efek samping dari pengobatan gagal jantung kongestif Bell palsy, stroke, transient ischemic attack



Luka pada gusi atau mulut



9



Leher Jantung Paru Payudara Perut Gastrointestinal, genital/rectal



Ekstremitas



Skeletal



Leukoplakia Xerostomia Bruit karotis Pembesaran dan pembekakan tiroid Suara jantung ke-4 (S4) Ejeksi sistolik, murmur regurgitasi Barrel chest Sesak nafas Masa Masa pulsatile Atrophy of the vaginal mucosa Konstipasi



Inkontinensia tinja Pembesaran prostat Nodul prostat Massa rektal, okultisme darah Inkontinensia urin Kelainan kaki Berkurang atau tidak ada nadi ekstremitas bawah Nodul Heberden Edema pedal Rentang gerak yang berkurang dan nyeri Kifosis dorsal, nyeri tekan vertebra, nyeri punggung Gangguan gaya berjalan



Nyeri kaki



Kulit



Kelemahan otot Nyeri otot proximal dan kelemahan Eritema, ulseerasi diatas nyeri tekan, memar yang tidak dapat dijelaskan Lesi pra keganasan atau keganasan Tremor dengan rigiditas



Lesi kanker dan prakanker Usia, sindrom Sjögren Stenosis aorta, penyakit cerebrovascular Hiper/hipotiroid Penebalan jantung kiri Valvular arteriosclerosis Emphysema Asma, kardiomiopati, COPD, gagal jantung kongestif Kanker, fibroadenoma Aneurisma aorta Defisiensi estrogen Efek samping obat, kanker colorectal, dehidrasi, hipotiroid, inaktivitas, asupan serat tidak adekuat Impaksi feses, kanker dubur, prolaps rektum Benign prostatic hypertrophy Kanker Prostat Colorectal cancer Prolaps kandung kemih atau rahim, ketidak stabilan detrusor, defisiensi estrogen Bunion, onikomikosis Penyakit vaskular perifer, insufisiensi vena Osteoartritis Efek samping pengobatan, gagal jantung kongestif Artritis, fraktur Kanker, fraktur kompresi, osteoporosis Efek samping pengobatan, artritis, dekondisi, abnormalitas kaki, penyakit Parkinson, stroke. Klaudikasio intermiten, neuropati, osteoartritis, radikulopati, insufisiensi vena Atropi, malnutrisi Polymyalgia rheumatica Penggunaan antikoagulan, penyalahgunaan pada orang tua, Idiopatik trombositopenia purpura Kerastosis aktinik, karsinoma sel basal, keganasan melanoma, ulkus tekanan, karsinoma sel skuamos. Penyakit Parkinson



Neurologi



Pasien geriatri sering disertai penyakit kronis degeneratif. Masalah yang muncul sering tumpang tindih dengan gejala yang sudah lama diderita sehingga tampilan gejala menjadi tidak jelas. Penyakit degeneratif yang banyak dijumpai pada pasien geriatri adalah hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, osteoartritis, dan penyakit kardiovaskular. Penelitian multisenter di Indonesia terhadap 544 pasien geriatri yang dirawat inap mendapatkan prevalensi hipertensi dan diabetes melitus sebesar 50,2% dan 27,2%.Kondisi multipatologi mengakibatkan pasien geriatri mendapatkan berbagai jenis obat dalam jumlah banyak. Terapi non-farmakologi dapat menjadi pilihan untuk mengatasi masalah pada pasien usia lanjut, namun obat tetap menjadi pilihan utama sehingga polifarmasi sangat sulit



10



dihindari. Prinsip penggunaan obat yang benar dan tepat pada usia lanjut harus menjadi kajian multi/interdisiplin yang mengedepankan pendekatan secara holistik (Setiati, 2013). 2.5 Skrining Penyakit Pada proses penuaan yang normal, sering terjadi penurunan fungsi yang tidak disebabkan oleh penyakit. Meskipun demikian, penatalaksanaan pada diabetes melitus, hipertensi, dan glukoma dapat menurunkan morbiditas. Skrining untuk keganasan dapat dijadikan sebagai deteksi dini, dan beberapa dapat sembuh bila diterapi pada fase awal (Setiati, 2013).



2.5.1 Gangguan Penglihatan Gangguan penglihatan adalah masalah yang umum dan sering tidak dilaporkan. Empat penyakit mata utama yang sering terdapat pada lansia (katarak, degenerasi makula terkait usia, retinopati diabetes, dan glaukoma) dan prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Gangguan penglihatan dikaitkan dengan peningkatan risiko jatuh, penurunan fungsional, kognitif, imobilitas, dan juga menyebabkan depresi. Metode standar untuk skrining masalah dengan ketajaman penglihatan adalah dengan Snellen eye Chart, yang mengharuskan pasien berdiri 20 kaki dari chart dan membaca huruf dengan menggunakan lensa korektif. Pasien dikatakan gagal jika mereka tidak dapat membaca semua huruf pada baris 20/40 dengan kacamata mereka (penglihatan terkoreksi terbaik). Activities of Daily Vision Scale," VF-14, VFQ-25, dan Catararact Symptom scale. juga digunakan di penelitian, namun mungkin menjanjikan sebagai instrumen penyaringan di Indonesia pada masa depan.



2.5.2 Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran adalah salah satu kondisi medis yang paling umum terjadi dan dilaporkan oleh orang tua. Gangguan pendengaran ini mempengaruhi sekitar sepertiga lansia yang berumur sekitar 65 tahun atau lebih. Gangguan pendengaran dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif, emosional, sosial, dan fisik di usia lanjut. Penggunaan perangkat amplifikasi telah meningkat status fungsional dan kualitas hidup orang lanjut usia. Skrining untuk gangguan pendengaran dapat dilakukan dengan beberapa metode.Yang paling akurat adalah Welch Allyn AudioScope 3 (Welch Allyn, Inc., Skaneateles Falls, NY) iaitu sebuah handheld otoscope dengan built-in audiometer. AudioScope 3 bisa diatur pada beberapa tingkat intensitas yang berbeda, namun harus diatur pada 40 dB untuk mengevaluasi pendengaran pada orang lanjut usia. Pasien dikatakan gagal jika mereka tidak dapat 11



mendengar frekuensi setinggi 1000-Hz atau 2000-Hz di kedua telinga atau kedua 1000-Hz dan frekuensi 2000-Hz di satu telinga, menunjukkan kebutuhan pengujian audiometric Alternatif yang sederhana adalah dari laporan subjektif pasien sendiri. Alternatif sederhana adalah dari laporan subjektif pasien sendiri. Pertanyaan seperti apakah ada kehilangan pendengaran kepada pasien apakah mereka merasa mengalami gangguan pendengaran membantu menegakkan diagnosis dan pasien harus dirujuk ke audiolog. Alternatif lain adalah tes suara bisikan, yang diberikan dengan membisikkan tiga sampai enam kata (angka, kata, atau huruf) pada jarak yang ditentukan (6, 8, 12, atau 24 inci) dari telinga orang tersebut dan kemudian meminta pasien untuk mengulang katakatanya. Pemeriksa seharusnya berada di belakang orang tersebut untuk mencegah pembacaan ucapan dan telinga yang berlawanan harus ditutup atau ditutup selama pemeriksaan. Pasien dikatakan gagal jika mereka tidak bisa mengulang setengah dari katakata yang berbisik dengan benar. Mirip dengan skrining penglihatan, Hearing Handicap Inventory for the Elderly-Screening Version (HHIE-S) telah dikembangkan. Meskipun kuesioner ini singkat dan mudah dikelola,keakuratannya bila dibandingkan dengan audiometri kurang dari Audiometer. Alat penyaringan lainnya yang menggunakan informasi sosiodemografi ditambah dengan tiga pertanyaan sederhana (Tabel 11-1) tentang gangguan pendengaran memiliki akurasi yang tinggi dalam mengidentifikasi orang usia lanjut dengan gangguan pendengaran



Table 4: Tes untuk gangguan pendengaran ( National Health and Nutrition Examination Survey)



2.5.3 Malnutrisi/Penurunan Berat Badan



Malnutrisi adalah istilah global yang mencakup berbagai msalah nutrisi. Kedua ekstrem berat badan menempatkan orang tua berisiko untuk gangguan fungsional, morbiditas, dan mortalitas.



12



Kekurangan gizi protein didefinisikan dengan adanya tanda klinis (tanda fisik seperti wasting, indeks massa tubuh rendah) dan biokimia (albumin atau protein lainnya) yang membuktikan asupan yang tidak mencukupi.Beberapa metode penyaringan gizi bisa diterapkan di primay health care center. Pada kunjungan awal mereka, pasien harus ditanyai tentang penurunan berat badan dalam 6 bulan sebelumnya. Semua pasien harus ditimbang berat badannya dan diukur tinggi badannya pada awal kunjungan untuk perhitungan indeks massa tubuh (berat dalam kg / [tinggi dalam meter). Terdapat beberapa kuesioner nutrisi yang boleh diisi sendiri misalnya Nutrition Screening Initiative10-item checklist dan Mini-Nutritional Assessment (MNA). Penggunaan MNA dapat membantu mendeteksi risiko malnutrisi sementara albumin dan BMI masih dalam batas normal. Asupan bisa diukur melalui penghitungan jumlah kalori. Pemantauan laboratorium mungkin juga terjadi berguna dengan pemantaun kadar albumin serum. Kadar albumin serum bisa turun secara drastis selama peradangan, stres fisiologis, trauma dan lain-lain lagi. Protein memiliki waktu paruh yang lama (kira-kira 18 hari). Dengan demikian, mendapatkan kadar albumin serum pada saat masuk rumah sakit memberi gambaran tentang nutrisi awal pasien. Prealbumin, yang memiliki masa paruh jauh lebih pendek (kirakira 2 hari) mungkin merupakan sarana pemantauan yang lebih baik untuk perawatan nutrisi. Kolesterol serum mungkin juga bermanfaat untuk memantau pasien rawat inap karena telah dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.



2.5.4 Inkontinensia Urin Inkontinensia urin sering terjadi, terutama di kalangan wanita yang lebih tua. Inkontinensia telah dikaitkan dengan gejala depresi di kalangan lansia. Selain itu, perawatan yang efektif tersedia untuk inkontinensia. Akibatnya, skrining untuk inkontinensia urin semakin meningkat sebagai indikator quality of care. Dengan adanya dua pertanyaan dapat disaring untuk inkontinensia: (1) "Pada tahun lalu, apakah anda pernah kehilangan air kencing dan merasa basah? "dan jika demikian, (2) "Apakah anda kehilangan air kencing setidaknya dalam enam hari terpisah?" Dalam sebuah penelitian, mereka yang menjawab positif terhadap kedua pertanyaan itu adalah sebanyak 79% untuk wanita dan 76% untuk pria.



Kuesioner 3IQ adalah alat bantu



wawancara untuk membedakan urinary stress dan inkontinensia dalam pengaturan perawatan primer (Tabel 4).



13



Tabel 5 Kuesioner 3IQ : urinary stress dan inkontinensia (Reuben dan Rosen,2009)



2.5.5 Keseimbangan dan Gait Impairments dan Falling Lebih dari sepertiga orang yang beusia lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahun. Resiko sering jatuh terkait dengan fungsional dan mobilitas menurun. Pasien yang telah jatuh atau memiliki masalah dari gaya berjalan atau keseimbangan berisiko tinggi untuk jatuh lagi. Risiko jatuh dapat dinilai dengan menanyakan pasien apakah mereka ada riwayat pada tahun lalu, dan kemudian melakukan penilaian



dengan menguji keseimbangan, gaya



berjalan, dan kekuatan ekstremitas bawah. Dengan mengamati pasien berjalan dan melakukan manuver keseimbangan dapat menilai keseimbangan dan gangguan gaya berjalan. Beberapa tes sederhana untuk menilai keseimbangan dan mobilitas termasuk side-by-side, semitandem dan full- tandem selama 10 detik; tahan terhadap dorongan; dan stabilitas selama putaran 360 derajat. Kekuatan kuadriceps dapat dinilai dengan mengamati orang lansia bangun dari kursi tanpa lengan keras tanpa menggunakan tangannya. Tes "up and go" adalah untuk mengukur kemampuan pasien untuk bangun dari kursi tanpa tangan, berjalan 3 m (10 kaki), belok, berjalan kembali, dan duduk lagi dan membutuhkan waktu lebih dari 20 detik untuk menyelesaikan tes harus dievaluasi lebih lanjut.



14



Tabel 6 : Keseimbangan dan Gait Impairments dan Falling Risk (Reuben dan Rosen,2009)



2.5.6 Gangguan Kognitif Prevalensi penyakit Alzheimer, demensia dan gangguan kognitif meningkat secara signifikan seiring dengan bertambahnya usia. Penilaian yang sering digunakan oleh dokter untuk fungsi kognitif adalah Mini-Mental State Examination. Terdapat beberapa penilaian yang lebih pendek yang tervalidasi termasuk mengingat tiga item pada 1 menit, menggambar jam,dan tes Mini-Cog, yang menggabungkan "mengingat tiga item dan menggambarkan jam. Tes Time-and-Change, yang menggunakan clock recognition dan menghitung perubahan. Meski hasil normal pada tes ini sangat mengurangi kemungkinan demensia dan hasil abnormal meningkatkan kemungkinan bahwa pasien mengalami demensia. Tes ini tidak bersifat diagnostik untuk demensia atau dengan adanya hasil normal menyingkirkan kemungkinan gangguan ini. MMSE memiliki skor maksimal 30 dengan interpretasi normal pada rentang nilai 24-30, probable cognitive impairment (PCI) 17-23 serta definite cognitive impairment (DCI) 0-16.9 MMSE ini dapat digunakan untuk menskrining dementia yang ditandai dengan skor MMSE dibawah 20, dan mild cognitive impairment yaitu lansia yang memperoleh skor 21-26 pada MMSE



15



Gambar 1 : Mini Mental State Examination



Tabel 7: Tes untuk gangguan kognitif (Reuben dan Rosen ,2009)



2.5.7



Status Emosi/ afektif Depresi pada usia lanjut lebih sulit dideteksi karena penyakit fisik yang diderita sering



mengacaukan gambaran depresi yakni antara lain mudah lelah dan penurunan berat badan, usia lanjut sering menutupi rasa sedihnya dengan justru lebih aktif, kecemasan, histeria, dan hipokondria yang merupakan gejala depresi justru sering menutupi depresinya, dan masalah sosial sering membuat depresi menjadi lebih rumit.Geriatric Depression Scale (GDS) 16



merupakan salah satu instrumen yang paling sering digunakan untuk menilai depresi pada usia lanjut (Soejono et al, 2014). GERIATRIC DEPRESSION SCALE Pilihlah jawaban yang paling tepat, yang sesuai dengan perasaan pasien/responden dalam dua minggu terakhir 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.



Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau kesenangan anda? Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? Apakah anda sering merasa bosan? Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda? Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda? Apakah anda sering merasa tidak berdaya? Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada pergi ke luar dan mengerjakan sesuatu yang baru? Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat anda dibandingkan kebanyakan orang? Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan? Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini? Apakah anda merasa penuh semangat? Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari anda?



Skor : hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal - Setiap jawaban bercetak tebal mempunyai nilai 1 - Skor antara 5 – 9 menunjukkan kemungkinan besar depresi - Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi



Tabel 8 : Geriatric Depression Scale (Soejono et al,2014)



Tabel 9: Multidemsional Screening Instruments( Reuben dan Rosen,2009)



17



Ya Ya



Tidak Tidak



Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya



Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak



Ya



Tidak



Ya Ya Ya Ya Ya



Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak



2.6 Penerapan Comprehensive Geriatric Assessment



Dalam merawat dan menatalaksana pasien geriatric tercakup dua komponen penting yakni pendekatan tim dan CGA yang merupakan bagian comprehensive geriatric management (CGM). CGA merupakan prosedur pengkajian multidimensi. Diperlukan instrument diagnostik yang bersifat multidisiplin untuk mengumpulkan data medik, psikososial, kemampuan fungsional, dan keterbatasan pasien usia lanjut. Pendekatan multidimensi berusaha untuk menguraikan berbagai masalah pada pasien geriatri, mengidentifikasi semua asset pasien, mengidentifikasi jenis pelayanan yang dibutuhkan, dan mengembangkan rencana asuhan yang berorientasi pada kepentingan pasien. CGA berbeda dengan pengkajian medic standar dalam tiga hal, yaitu focus pada pasien usia lanjut yang memiliki masalah kompleks; mencakup status fungsional dan kualitas hidup; memerlukan tim yang bersifat interdisiplin (Soejono, 2014). Fasilitas pelayanan seperti ruang perawatan harus dikelola dengan prinsipi nterdisiplin karena menangani pasien geriatric memerlukan keterampilan khusus dan pemahaman mendalam. Petugas kesehatan dalam tim interdisiplin pelaksanaan CGA dikenal sebagai timterpadu geriatri; terdiri atas dokter spesialis ilmu penyakit dalam, dokter spesialis psikiatri, dokter spesialis rehabilitasi medik, dokter gigi, perawat, ahli gizi, tim rehabilitasi medik, dan ahli farmasi klinis. Tim terpadu di rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pada usia lanjut, namun di Indonesia saat ini baru terdapat beberapa rumah sakit yang secara resmi memiliki tim terpadu geriatric.CGA perlu dilakukan secara berkesinambungan dalam rangka menyelesaikan fase akut, discharge planning, perawatan rumah dan perencanaan hospital based menjadi community based (Soejono, 2014). 2.7 Manfaat CGA Manfaat dari CGA, termasuk : -



Tingkat mortalitas yang lebih rendah,



-



Lebih sedikit pengiriman perawatan ke panti jompo,



-



Perawatan di rumah sakit yang lebih pendek,



-



Menurunkan biaya perawatan,



-



Peningkatan status fungsional,



-



ADL score yang lebih baik,



-



Kesehatan umum dan status kesehatan yang lebih baik,



-



Memiliki perbaikan yang lebih besar dalam status mental,



-



Memiliki lebih sedikit obat dari rumah sakit, 18



-



Menunjukkan tingkat kematian jangka pendek yang lebih rendah



-



Meningkatkan diagnosis



-



Hasil psikologis dan emosional yang lebih baik,



-



Mengurangi tingkat stres bagi penjaga (Luk et al, 2000)



2.8 Intervensi kesehatan preventif dalam primary health care Usia, life expectancy, dan konsep frailty: Memperkirakan sisa tahun kehidupan agar dapat membantu dalam rekomendasi untuk skrining preventif dan rencana pengobatan. Ada beberapa alat untuk memprediksi kehidupan pasien harapan seperti US National Center for Health Statistics menyediakan guideline hanya berdasarkan jenis kelamin, ras, dan umur. Statistik Kanada juga menyediakan tabel yang serupa tentang jenis kelamin dan usia. Keduanya komorbiditas (adanya 1 atau lebih penyakit medis) dan status fungsional (independensi atau ketergantungan dalam kegiatan dasar atau instrumental sehari-hari hidup) mempengaruhi life expectancy. Di Kanada, Clinical Frailty Scale dikembangkan dari Canadian Study of Health and Aging, juga memprediksi life expectancy



Gambar 2 : Clinical Frailty Scale dari Canadian Study of Health and Aging,



19



BAB 3 PENUTUP



3.1 Kesimpulan a. Comprehensive



Geriatric



Assesment



(CGA)



merupakan



prosedur



evaluasi



multidimensi dan interdisiplin dalam menentukan kemampuan medis, psikologis dan fungsional pasien geriatri b. CGA dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk menggali masalah yang tidak dapat digali dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. c. CGA bertujuan agar pasien geriatri dapat mencapai derajat kesehatan optimal serta memiliki kemampuan fungsional tertinggi. d. Karakteristik pasien geriatri meliputi multipatologi, daya cadangan faali menurun, status fungsional berubah, tampilan kliniknya menyimpang, dan status nutrisinya terganggu. e. Komponen CGA meliputi pengkajian masalah status medik, status fungsional, status kognitif, status emosi, dan status sosial.



20



DAFTAR PUSTAKA



Darmojo, R. Boedhi. 2014. Gerontologi dan Geriatri di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW,dkk.Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid 1 edisi VI. Jakarta: penerbit, 2014. Elsawy dan Higgin. 2011. The Geriatric Assessment. American Academy of Family Physicians. 2011;83(1):48-56. Hadi Martono, I Dewa Putu Pramantara S. 2009. Pelayanan Kesehatan, Sosial dan Kesejahteraan pada Usia Lanjut. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid III. Jakarta: penerbit, 2006. JKH Luk, KH Or, J Woo. 2000.Using the Comprehensive Geriatric Assessment Technique to Assess Elderly Patients. HKMJ Vol 6 No 1 March 2000 Mann Eva, Michael Koller, and Christian. 2004. Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) in general practice. Austria. Reuben dan Rosen,2009. Principles of Geriatric Assessment, Chapter 11,2009 Soejono CH, Probosuseno, Sari NK. Depresi pada pasien usia lanjut. Dalam: Sudoyo AW,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi VI. 2014. Jakarta: Interna Publ. pp.845-850. Soejono, Czeresna. 2014. Kajian Paripurna Pada Pasien Geriatri.Dalam: Sudoyo AW,dkk. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi VI. Jakarta: penerbit, 2014. Setiati Siti. Geriatric Medicine, Sarkopenia, Frailty, dan Kualitas Hidup Pasien Usia Lanjut: Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan Kedokteran di Indonesia.Geriatric Medicine, Sarkopenia, Frailty & Kualitas Hidup Vol. 1, No. 3, Desember 2013. Sjahrir H, Ritarwan K, Tarigan S, Rambe A, Darfika I, Lubis, Bhakti I. The Mini Mental State Examination in Healthy Individuals in Medan, Indonesia by Age and Education Level. Neural J Southeast Asia. 2001:6;19-22. Tazkarji et al, 2016. Canadian Family Physician • Le Médecin de famille canadien | Vol 62: September • September 2016



21