Responsi Kasus Fraktur Ida-Istinmgfjhf [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESPONSI KASUS FRAKTUR



Pembimbing: dr. Erwien Isparnadi, Sp.OT



Oleh: Istin Erisda Listyani, S.Ked Siti Noer Afidah, S.Ked



(201010401011011) (201010401011033)



Dipresentasikan Tanggal: 6 Juli 2011



SMF/BAGIAN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS KEDOKTERAN 2011



RESPONSI KASUS FRAKTUR I.



IDENTITAS PASIEN •



Nama



: Nn Safira







Jenis kelamin



: perempuan







Usia



: 23 tahun







Alamat



: Siwalan pangi No 2 buduran Rt 03, RW04







Pendidikan



: S1







Agama



: islam







Pekerjaan



: swasta







Status



: belum menikah







No Hp/telp



: o81805030700







No RM



: 586468







Tanggal



: 25 Juni 2011, Jam 08.00



II.



ANAMNESA •



Keluhan Utama: Luka robek pada tungkai kanan







Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke UGD RS Haji Surabaya karena luka robek di tungkai kanan, karena menabrak sepeda motor yang sedang terjatuh karena menghindari anak-anak yang menyeberang jalan sekitar 1 jam sebelum MRS. Pasien melaju dengan kec 60 km/jam. Kemudian pasien terpelanting ke depan sejauh ± 1 meter dan jatuh dengan posisi tengkurap dan tangan menyangga tubuh, kepala tidak terbentur aspal, dan dada juga tidak terbentur aspal, dan anggota tubuh tidak tertindih sepeda motor. Tidak ada luka di tempat lain, selain luka robek di tungkai kanan. Luka belum diobati, dan pasien langsung di bawah ke UGD. Tungkai kanan dirasakan nyeri dan tidak bisa digerakkan. Pingsan (-), mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-), sesak (-).



Pasien ingat sebelum, selama, dan setelah kejadian kecelakaan. Riwayat makan terakhir jam 7 pagi, sedang minum terakhir adalah setelah kecelakaan karena diberi minum oleh masyarakat sekitar. Riwayat alergi disangkal. Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun sebelum dan setelah kecelakaan. •



Riwayat Penyakit Dahulu: Alergi disangkal Hipertensi disangkal Diabetes disangkal







Riwayat Penyakit Keluarga: (-)



III.



PEMERIKSAAN FISIK



PRIMARY SURVEY  A : Bebas  B : Spontan, RR : 18x/menit  C : akral hangat kering merah, T 120/80, N 80  D : CM/456, PBI Ø 3mm/3mm  E : vulnus apertum (+) STATUS GENERALIS Kepala/Leher: Anemis- / Ikterus-/ Cyanosis-/ DyspneuThorax



:



 Pulmo  Inspeksi



: normochest, simetris, retraksi dinding dada (-)



 Palpasi : pergerakan dinding dada simetris, deviasi Fremitus raba simetris







Cor



 Perkusi



: Sonor



 Auskultasi



: Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-



trachea (-),



 Inspeksi



: ictus cordis tidak tampak



 Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, Thrill (-)  Perkusi



: batas jantung dbn



 Auskultasi



: S1S2 tunggal, murmur -, gallop



Abdomen  Inspeksi



: flat, simetris



 Palpasi : supel, nyeri tekan (-), H/L/R ttb  Perkusi



: timpani



 Auskultasi



: BU (+) normal



Extremitas



: akral hangat keempat extremitas,



STATUS LOKALIS  R: cruris dextra  L: vulnus appertum 6x4 cm, darah (+), bone expose (+), deformitas (+), luka kotor (+)  F: nyeri tekan (+), tegang (-),krepitasi (-)  M: Rom terbatas IV.



RESUME



Pasien datang ke UGD RS Haji Surabaya karena luka robek di tungkai kanan, karena menabrak sepeda motor sekitar 1 jam sebelum MRS pasien terpelanting ke depan sejauh ± 1 meter dan jatuh dengan posisi tengkurap dan tangan menyangga tubuh, kepala tidak terbentur aspal, dan dada juga tidak terbentur aspal, dan anggota tubuh tidak tertindih sepeda motor. Tidak ada luka di tempat lain. Tungkai kanan dirasakan nyeri dan tidak bisa digerakkan. Pasien ingat sebelum, selama, dan setelah kejadian kecelakaan. Riwayat makan terakhir jam 7 pagi, sedang minum terakhir adalah setelah kecelakaan. Riwayat alergi disangkal. Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun sebelum dan setelah kecelakaan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan : •



Vital sign



: dalam batas normal







Status generalis



: dalam batas normal







Status Lokalis



:



-



R: cruris dextra



-



L: vulnus appertum 6x4 cm, darah (+), bone expose (+), deformitas (+), luka kotor (+)



V.



-



F: nyeri tekan (+), tegang (-),krepitasi (-)



-



M: Rom terbatas



DIAGNOSIS  Dx pimer: Open fraktur 1/3 tengah os tibia tipe komunitif Grade II  Dx sekunder: (-)  Komplikasi: (-)



VI.



PLANNING •







PLANNING DIAGNOSA -



Foto cruris D&S AP/ lateral



-



Foto thorax PA



-



Darah lengkap



-



Urin Lengkap



-



Serum Elektrolit



-



BUN/Serum Creatinin



-



SGOT/SGPT



-



Faal Hemostasis: PTT, APTT



PLANNING TERAPI -



Antibiotik : Inj. Ceftriaxone 3x1 g iv



-



Debridement



-



Stabilisasi: Internal fixation



-



Tx. Simptomatis: o Infus RL 18 tpm o Tetagram inj IM o Ketorolac 3x1 amp IV











PLANNING MONITORING -



Vital sign



-



AVN



-



Keluhan pasien



-



Tanda-tanda infeksi



PLANNING EDUKASI -



Edukasi tentang kondisi paseien, rencana pemeriksaan, rencana terapi dan tindakan.



-



Edukasi post operasi: o Diet bebas 2 jam setelah operasi o Kaki ditinggikan 30º untuk melancarkan aliran balik vena o Mobilisasi



LAMPIRAN I. Hasil Laboratorium Tgl 25/06/2011 -



Hb : 12,6



SGOT : 18



-



Lek0 19.840



SGPT : 13



-



HCT : 37,7



K : 3,6 (↓)



-



Trombosit : 445.000



Na : 138



-



GDA : 82



Cl : 97



-



BUN : 7



-



SC 0,6



LAMPIRAN II. Laporan Operasi Tgl 25/06/2011 •



Pendapatan pada waktu eksplorasi: Open Fraktur Tibia Dextra 1/3 Tengah







Apa yang dikerjakan: Debridement



Tgl 30/06/2011 •



Pendapatan pada waktu eksplorasi: Post Debridement Open Fraktur Tibia Dextra1/3 tengah







Apa yang dikerjakan: Debridement + Platting



LAMPIRAN III. Foto Kasus



LAMPIRAN IV. Follow Up Tanggal 25/06/20 11



S - Nyeri / cekotcekot pada tungkai kanan (+) - Kesemuta n (-) - Demam (-) - Mual (-) - Muntah (-) - Pusing (-) - BAK (+) dbn - BAB (-) hari ini



26/06/20 11



- Nyeri / cekotcekot pada tungkai kanan (+) - Kesemuta n (-) - Demam (-) - Mual (-) - Muntah (-) - BAK (+) dbn - BAB (-) 2 hari



27/06/20 11



- Nyeri cekotcekot pada tungkai



/



O VITAL SIGN - T: 120/80 mmHg - N: 80 x/m - RR: 18 x/m - T’ax: 36,3 S.GENERALIS: dbn S.LOKALIS: - R: Cruris D - L: deformitas (-), darah (-), musculus expose - P: nyeri tekan (+), deformita (-), krepitasi (+). - M: ROM terbatas - AVN: N VITAL SIGN - T: 110/70 mmHg - N: 78 x/m - RR: 20 x/m - T’ax: 36,0 S.GENERALIS: dbn S.LOKALIS: - R: Cruris D - L: tertutup bidai - P: nyeri tekan (+), deformitas sde, krepitasi sde. - M: ROM terbatas - AVN: N VITAL SIGN - T: 110/70 mmHg - N: 82 x/m - RR: 18 x/m



A Open Fracture tibia D 1/3 tengah grade II + Debridemen t



P P.Dx: • Foto cruris D AP/ lateral • Darah lengkap • BUN/Serum Creatinin • SGOT/SGPT • Faal Hemostasis : PTT, APTT P.Tx: Post debridement - Inj. Ceftriaxone 3x1 g iv - Inj. Ketorolac 3x30 mg iv



Open P.Tx: Fracture 1/3 - Infus RL 18 tengah tibia tetes/m grade II + - Inj. post Ceftriaxone debridemen 3x1 g iv t hari ke-1 - Inj. Ketorolac 3x30 mg iv - Pro Operasi



Open P.Tx: Fracture 1/3 - Infus KAEN tengah tibia 3B 1500 cc grade II + + Tramadol post 100 mg



-



-



28/06/20 11



29/06/20 11



kanan (+) tetap Kesemuta n (+) kadangkadang Demam (-) Mual (-) Muntah (-) BAK (+) dbn BAB (-) 3 hari



- Nyeri / cekotcekot pada tungkai kanan (+) berkurang - Kesemuta n (+) kadangkadang - Demam (-) - Mual (-) - Muntah (-) - BAK (+) dbn - BAB (-) 4 hari



- Nyeri / cekotcekot pada tungkai kanan (+) berkurang - Kesemuta n (+) kadangkadang - Demam (-) - Mual (-) - Muntah (-) - BAK (+)



- T’ax: 36,0 S.GENERALIS: dbn S.LOKALIS: - R: Cruris D - L: tertutup bidai - P: nyeri tekan (+), deformitas sde, krepitasi sde. - M: ROM terbatas - AVN: N VITAL SIGN - T: 110/70 mmHg - N: 84 x/m - RR: 18 x/m - T’ax: 36,1 S.GENERALIS: dbn S.LOKALIS: - R: Cruris D - L: tertutup bidai - P: nyeri tekan (+), deformitas sde, krepitasi sde. - M: ROM terbatas - AVN: N VITAL SIGN - T: 110/70 mmHg - N: 82 x/m - RR: 18 x/m - T’ax: 36,0 S.GENERALIS: dbn S.LOKALIS: - R: Cruris D - L: tertutup bidai - P: nyeri tekan (+), deformitas



debridemen t hari ke-2



- Inj. Ceftriaxone 2x1 g iv - Inj. Ondancentr on 3x4 mg - Pro Operasi



Open P.Tx: Fracture 1/3 - Infus KAEN tengah tibia 3B 1500 cc grade II + - Inj. post Ceftriaxone debridemen 2x1 g iv t hari ke-3 - Inj. Ondancentr on 3x4 mg - Rawat luka - Pro op.platting tibia  Kamis 30/06/2011 Konsul anestesi  ACC operasi. Open P.Tx: Fracture 1/3 - Infus KAEN tengah tibia 3B 1500 cc grade II + - Inj. post Ceftriaxone debridemen 2x1 g iv t hari ke-4 - Inj. Ondancentr on 3x4 mg



dbn - BAB (-) 5 hari



sde, krepitasi sde. - M: ROM terbatas - AVN: N VITAL SIGN - T: 110/70 mmHg - N: 92 x/m - RR: 18 x/m - T’ax: 36,0 S.GENERALIS: dbn S.LOKALIS: - R: Cruris D - L: tertutup bidai - P: nyeri tekan (+), deformitas sde, krepitasi sde. - M: ROM terbatas AVN: N VITAL SIGN - T: 120/80 mmHg - N: 84 x/m - RR: 20 x/m - T’ax: 36,4 S.GENERALIS: dbn S.LOKALIS: - R: Cruris D - L: tertutup bidai - P: nyeri tekan (+), deformitas sde, krepitasi sde. - M: ROM terbatas - AVN: N



30/06/20 11



- Nyeri / cekotcekot pada tungkai kanan (+) berkurang - Kemeng pada lengan kiri - Demam (-) - Mual (-) - Muntah (-) - BAK (+) dbn - BAB (+)



1/07/201 1



- Nyeri / cekotcekot pada tungkai kanan (+) jika menggera kkan jari kaki - Tidak bisa tidur karena nyeri - Demam (-) - Mual (+) - Muntah (-) - Nafsu makan menurun - BAK (+) dbn - BAB (+) - Nyeri / VITAL SIGN cekot- T: 120/70



02/07/20 11



Open Fracture 1/3 tengah tibia grade II + post debridemen t hari ke-5



- Inf. KAEN 3B 1500cc - Inj. Ceftriaxone 2x 1gr - Inj. Ondancent ron 3x 4mg - Inj. Torasic 3x1 amp - Cernevit 2x 750mg - Pro Platting tibia Hari ini



Post operasi Platting tibia hari ke 1



- Inf. KAEN 3B 1500cc - Inj. Ceftriaxone 2x 1gr - Inj. Ondancent ron 3x 4mg - Inj. Ketorolac 3x1 amp - Inj. Torasic 3x1 amp - Cernevit 2x 750mg -



Post operasi Platting



- Inf. KAEN 3B 1500cc



-



cekot pada tungkai kanan (+) berkurang Demam (-) Mual (-) Muntah (-) BAK (+) dbn BAB (+)



03/07/20 11



- Nyeri / cekotcekot pada tungkai kanan (+) berkurang - Demam (-) - Pusing (+) sejak kemarin malam - Mual (+) - Muntah (-) - BAK (+) dbn - BAB (+)



04/07/20 11



- Nyeri / cekotcekot pada tungkai kanan (+) berkurang - Demam (-) - Pusing (-) - Mual (-) - Muntah (-) - BAK (+)



mmHg - N: 82 x/m - RR: 18 x/m - T’ax: 36,3 S.GENERALIS: dbn S.LOKALIS: - R: Cruris D - L: tertutup bidai - P: nyeri tekan (+), deformitas sde, krepitasi sde. - M: ROM terbatas - AVN: N VITAL SIGN - T: 110/70 mmHg - N: 84 x/m - RR: 18 x/m - T’ax: 36,1 S.GENERALIS: dbn S.LOKALIS: - R: Cruris D - L: tertutup bidai - P: nyeri tekan (+), deformitas sde, krepitasi sde. - M: ROM terbatas - AVN: N VITAL SIGN - T: 110/60 mmHg - N: 78 x/m - RR: 16 x/m - T’ax: 36,0 S.GENERALIS: dbn S.LOKALIS: - R: Cruris D - L: tertutup bidai



tibia hari ke 2



- Inj. Ceftriaxone 2x 1gr - Inj. Ondancent ron 3x 4mg - Inj. Ketorolac 3x1 amp - Inj. Torasic 3x1 amp - Cernevit 2x 750mg -



Post operasi Platting tibia hari ke 3



- Inf. Tutofusin 14 tpm - Inj. Torasic 3x1 amp - Inj. Cravit 2x 750mg



Post operasi Platting tibia hari ke 4



- Inf. Tutofusin 14 tpm - Inj. Torasic 3x1 amp - Inj. Cravit 2x 750mg - Mobilisasi Ka/ki - ACC KRS



dbn - BAB (+)



- P: nyeri tekan (+), deformitas sde, krepitasi sde. - M: ROM terbatas - AVN: N



TEORI Fraktur



Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma – trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga. Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian.



Definisi •



Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau tulang rawan bisa komplet atau inkomplet







Diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang



Secara umum fraktur dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka disebut fraktur terbuka maka disebut fraktur terbuka .



Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis



fraktur transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas. Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang berulang. Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur. Klasifikasi I. Menurut Penyebab terjadinya •



Faktur Traumatik : direct atau indirect







Fraktur Fatik atau Stress







Trauma berulang, kronis, misal: fr. Fibula pd olahragawan







Fraktur patologis : biasanya terjadi secara spontan



II.



Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya •



Fraktur Simple



: fraktur tertutup







Fraktur Terbuka



: bone expose







Fraktur Komplikasi : kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera



III. Menurut bentuk •



Fraktur Komplet :Garis fraktur membagi tulang menjadi 2 fragmen atau lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblique, spiral.







Kelainan ini menentukan arah trauma, fraktur stabil atau tidak







Fraktur Inkomplet : sifat stabil, misal greenstik fraktur







Fraktur Kominutif : lebih dari 2 segmen







Fraktur Kompresi / Crush fracture : umumnya pada tulang kanselus



Etiologi Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. terjadinya fraktur



2 faktor mempengaruhi







Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan trauma.







Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang.



Diagnosis I. Riwayat Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obatobatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain. II. Pemeriksaan Fisik A.



Inspeksi / Look



Deformitas : angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengkak Pada fraktur terbuka : klasifikasi Gustilo B.



Palpasi / Feel ( nyeri tekan (tenderness), Krepitasi) Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa.



Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler (Capillary refill test) sensasi C.



Gerakan / Moving



D.



Pemeriksaan trauma di tempat lain : kepala, toraks, abdomen,



pelvis



Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka dilakukan secondary survey. III.



Pemeriksaan Penunjang



Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa. Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari : I.



2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral



II.



Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur



III.



Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera



dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Pergeseran fragmen Tulang ada 4 : 1. Alignman : perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut 2. Panjang : dapat terjadi pemendekan (shortening) 3. Aposisi



: hubungan ujung fragmen satu dengan lainnya



4. Rotasi



: terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal



Komplikasi Fraktur Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik



1. Komplikasi umum Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat



terjadi dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren. 2.



Komplikasi Lokal



a.



Komplikasi dini



Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut. •



Pada Tulang



1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka. 2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non union Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi •



Pada Jaringan lunak



1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik 2. Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol •



Pada Otot



Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut



yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau trombus. •



Pada pembuluh darah



Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.



Pada



jaringan



distal



dari



lesi



akan



mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi. Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot. Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis.







Pada saraf



Berupa



kompresi,



neuropraksi,



neurometsis



(saraf



putus),



aksonometsis (kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus.



b. Komplikasi lanjut Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan. •



Delayed union



Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur, Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu) •



Non union



Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan. Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting. Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama. Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis) •



Mal union



Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi .







Osteomielitis



Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot •



Kekakuan sendi



Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap. Penatalaksanaan Prinsip 4R (chairudin Rasjad) : 1.



Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur



2.



Reduction



3.



Retention : Immobilisasi



4.



Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur



dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF. Tujuan Pengobatan fraktur : 1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi



Tertutup : fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal) Terbuka : Indikasi : 1. Reposisi tertutup gagal 2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan 3. Mobilisasi dini 4. Fraktur multiple 5. Fraktur Patologis



2. IMOBILISASI / FIKSASI Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union. Jenis Fiksasi : Ekternal / OREF •



Gips ( plester cast)







Traksi



Indikasi : •



Pemendekan (shortening)







Fraktur unstabel : oblique, spiral







Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar



1. Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur huMerus 2. Skintraksi Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas 3. Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.



Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut), pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris) Komplikasi Traksi : 1. Gangguan sirkulasi darah à beban > 12 kg 2. Trauma saraf peroneus (kruris) à droop foot 3. Sindroma kompartemen 4. Infeksi à tmpat masuknya pin



Indikasi OREF : 1. Fraktur terbuka derajat III 2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas 3. fraktur dengan gangguan neurovaskuler 4. Fraktur Kominutif 5. Fraktur Pelvis 6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF 7. Non Union 8. Trauma multiple Internal / ORIF : K-wire, plating, screw, k-nail 3.



UNION



4.



REHABILITASI



Penyembuhan fraktur ada 5 Stadium : 1. Pembentukan Hematom : kerusakan jaringan lunak dan penimbunan darah 2. Organisasi Hematom / Inflamasi. Dalam beberapa jam post fraktur terbentuk fibroblast ke hematom dalam beberapa hari terbentuk kapiler kemudian terjadi jaringan granulasi



3. Pembentukan kallus. Fibroblast pada jaringan granulasi menjadi kolagenoblast kondroblast kemudian dengan partisipasi osteoblast sehat terbentuk kallus (Woven bone) 4. Konsolidasi : woven bone berubah menjadi lamellar bone 5. Remodelling : Kalus berlebihan menjadi tulang normal Proses Penyembuhan Tulang Fase inflamasi berakhir kurang lebih satu hingga dua minggu yang pada awalnya terjadi reaksi inflamasi. Peningkatan aliran darah menimbulkan hematom fraktur yang segera diikuti invasi dari sel-sel peradangan yaitu netrofil, makrofag dan sel fagosit. Sel-sel tersebut termasuk osteoklas berfungsi untuk membersihkan jaringan nekrotik untuk menyiapkan fase reparatif. Secara radiologis, garis fraktur akan lebih terlihat karena material nekrotik disingkirkan. Fase reparatif Umumnya beriangsung beberapa bulan. Fase ini ditandai dengan differensiasi dari sel mesenkim pluripotensial. Hematom fraktur lalu diisi oleh kondroblas dan fibroblas yang akan menjadi tempat matrik kalus. Mula-mula terbentuk kalus lunak, yang terdiri dari jaringan fibrosa dan kartilago dengan sejumlah kecil jaringan tulang. Osteoblas kemudian yang mengakibatkan mineralisasi kalus lunak membah menjadi kalus keras dan meningkatkan stabilitas fraktur. Secara radiologis garis fraktur mulai tak tampak. Fase remodelling Membutuhkan waktu bulanan hingga tahunan untuk merampungkan penyembuhan tulang meliputi aktifitas osteoblas dan osteoklas yang menghasilkan perubahan jaringan immatur menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga menambah stabilitas daerah fraktur.



Fraktur tibia plateau Klasifikasi : a. open fraktur b. non displaced c. split fraktur d. depressed fraktur e. split dan depressed f. komunitif Terapi : 1. Konservatif : a.



dilakukan reposisi tertutup kemudian memakai long leg cast dengan anti rotasi selama 4-6 minggu kemudian diganti Sarmento (PTB) sampai 16 minggu



b. dipasang dinamik balance traksi selama 4-6 minggu kemudian dilanjutkan dengan Sarmento (PTB) sampai 16 minggu 2. Operatif : reposisi terbuka dan dipasang Butressing T plate.