Resume Buku Kesling K3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Judul Buku : Dasar-Dasar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Edisi Pertama Tahun : 2016 Penulis



: Drs. Irzal, M.Kes.



Penerbit



: Kencana



BAB I PENDAHULUAN



A.



Latar Belakang K3 Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya



untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat melindungi dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat melindungi dan bebas dari kecelakaan kerja pada akhirnya dapat meningkatka efisiensi an produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa tetapi juga kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha tetapi dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan hal yang tidak terpisahkan



dalam



sistem



ketenagakerjaan



dan



sumber



daya



manusia.



Keselamatan dan keamanan kerja mempunyai banyak pengeruh terhadap faktor kecelakaan, karyawan harus mematuhi standart (K3) agar tidak menjadikan halhal yang negative bagi diri karyawan. Terjadinya kecelakaan banyak dikarenakan oleh penyakit yang diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas (K3), seharusnya pengawasan terhadap kondisi fisik di terapkan saat memasuki ruang kerja agar mendeteksi sacera dini kesehatan pekerja saat akan memulai pekerjaanya. Keselamatan dan kesehatan kerja perlu diperhatikan dalam lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat 1



seseorang baik jasmani maupun rohani sedangkan keselamatan kerja suatu keadaan dimana para pekerja terjamin keselamatan pada saat bekerja baik itu dalam menggunakan mesin, pesawat, alat kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan lingkungannya juga terjamin. Apabila para pekerja dalam kondisi sehat jasmani maupun rohani dan didukung oleh sarana dan prasarana yang terjamin keselamatannya maka produktivitas kerja akan dapat ditingkatkan. Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, antara lain: keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Agar dapat dimengerti, dipahami serta diterapkan di lapang-lapangan dalam melaksanakan penanganan kesehatan kerja meliputi hal-hal : 1. Pengertian, perkembangan, dan lingkup kesehatan dan keselamatan kerja 2. Tujuan kesehatan dan keselamatan kerja 3. Mengidentifikasi atau menganalisis bahaya di lingkungan kerja 4. Melakukan secara teknis pencegahan, penanggulangan, dan pengendalian terhadap kecelakaan kerja 5. Melakukan penanganan dan pengendalian penyakit akibat kerja. 6. Mengetahui berbagai macam penyakit akibat kerja serta faktor-faktor



penyebabnya. 7. Mengetahui bahaya bahan-bahan kimia terhadap kesehatan 8. Menganalisis dan menerapkan penggunaan alat pelindung diri 9. Mengerti dan menyadari serta mau bertindak atau berbuat sehingga didapatkan cara kerja yang sehat, aman, nyaman, dan produktif. 10. Mengetahui peraturan perundang yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja Sejarah Perkembangan K3 Di Dunia Sejarah perkembangan K3 mulai dari zaman pra-sejarah sampai dengan zaman modern sekarang secara ringkas adalah sebagai berikut : 1.



ZAMAN PRA-SEJARAH



Pada zaman batu dan goa (Paleolithic dan Neolithic) dimana manusia yang hidup pada zaman ini telah mulai membuat kapak dan tombak yang mudah untuk 2



digunakan serta tidak membahayakan bagi mereka saat digunakan. Disain tombak dan kapak yang mereka buat umumnya mempunyai bentuk yang lebh besar proporsinya pada mata kapak atau ujung ombak. Hal ini adalah untuk menggunakan kapak atau tombak tersebut tidak memerlukan tenaga yang besar karena dengan sedikit ayunan momentum yang dihasilkan cukup besar. Disain yang mengecil pada pegangan dimaksudkan untuk tidak membahayakan bagi pemakai saat mengayunkan kapak tersebut. 2. ZAMAN BANGSA BABYLONIA (DINASTI SUMMERIA) DI IRAK Pada era ini masyarakat sudah mencoba membuat sarung kapak agar aman dan tidak membahayakan bagi orang yang membawanya. Pada masa ini masyarakat sudah mengenal berbagai macam peralatan yang digunakan untuk membantu pekerjaan mereka. Dan semakin berkembang setelah ditemukannya tembaga dan suasa sekitar 3000-2500 BC. Pada tahun 3400 BC masyarakat sudah mengenal konstruksi dengan menggunakan batubata yang dibuat proses pengeringan oleh sinar matahari. Pada era ini masyarakat sudah membangunan saluran air dari batu sebagai fasilitas sanitasi. Pada tahun 2000 BC muncul suatu peraturan “Hammurabi” yang menjadi dasar adanya kompensasi asuransi bagi pekerja. 3. ZAMAN MESIR KUNO Pada masa ini terutama pada masa berkuasanya Fir’aun banyak sekali dilakukan pekerjaan-pekerjaan raksasa yang melibatkan banyak orang sebagai tenaga kerja. Pada tahun 1500 BC khususnya pada masa Raja Ramses II dilakukan pekerjaan pembangunan terusan dari Mediterania ke Laut Merah. Disamping itu Raja Ramses II juga meminta para pekerja untuk membangun “temple” Rameuseum. Untuk menjaga agar pekerjaannya lancar Raja Ramses II menyediakan tabib serta pelayan untuk menjaga kesehatan para pekerjanya. 4. ZAMAN YUNANI KUNO Pada zaman romawi kuno tokoh yang paling terkenal adalah Hippocrates. Hippocrates berhasil menemukan adanya penyakit tetanus pada awak kapal yang ditumpanginya. 5. ZAMAN ROMAWI Para ahli seperti Lecretius, Martial, dan Vritivius mulai memperkenalkan adanya gangguan kesehatan yang diakibatkan karena 3



adanya paparan bahanbahan toksik dari lingkungan kerja seperti timbal dan sulfur. Pada masa pemerintahan Jendral Aleksander Yang Agung sudah dilakukan



pelayanan



kesehatan



bagi



angkatan



perang.



F.



ABAD



PERTENGAHAN Pada abad pertengahan sudah diberlakukan pembayaran terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan cacat atau meninggal. Masyarakat pekerja sudah mengenal akan bahaya vapour di lingkungan kerja sehingga disyaratkan bagi pekerja yang bekerja pada lingkungan yang mengandung vapour harus menggunakan masker. G. ABAD KE-16 Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus Aureolus Theophrastus Bombastus von Hoheinheim atau yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Paracelsus mulai memperkenalkan penyakitpenyakit akibat kerja terutama yang dialama oleh pekerja tambang. Pada era ini seorang ahli yang bernama Agricola dalam bukunya De Re Metallica bahkan sudah mulai melakukan upaya pengendalian bahaya timbal di pertambangan dengan menerapkan prinsip ventilasi. H. ABAD KE-18 Pada masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino Ramazzini (1664 – 1714) dari Universitas Modena di Italia, menulis dalam bukunya yang terkenal : Discourse on the diseases of workers, (buku klasik ini masih sering dijadikan referensi oleh para ahli K3 sampai sekarang). Ramazzini melihat bahwa dokter-dokter pada masa itu jarang yang melihat hubungan antara pekerjaan dan penyakit, sehingga ada kalimat yang selalu diingat pada saat dia mendiagnosa seseorang yaitu “ What is Your occupation ?”. Ramazzini melihat bahwa ada dua faktor besar yang menyebabkan penyakit akibat kerja, yaitu bahaya yang ada dalam bahan-bahan yang digunakan ketika bekerja dan adanya gerakan-gerakan janggal yang dilakukan oleh para pekerja ketika bekerja



(ergonomic



factors).



I.



ERA



REVOLUSI



INDUSTRI



(TRADITIONAL INDUSTRIALIZATION) Pada era ini hal-hal yang turut mempengaruhi perkembangan K3 adalah : 1. Penggantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti mesin uap yang baru ditemukan sebagai sumber energi. 2. Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia 3. Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan baku (khususnya bidang industri kimia dan logam). 4. Pengorganisasian pekerjaan dalam 4



cakupan yang lebih besar berkembangnya industri yang ditopang oleh penggunaan mesin-mesin baru. 5. Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai muncul penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pemajanan karbon dari bahan-bahan sisa pembakaran. J. ERA INDUSTRIALISASI (MODERN IDUSTRIALIZATION) Sejak era revolusi industri di ata samapai dengan pertengahan abad 20 maka penggnaan teknologi semakin berkembang sehingga K3 juga mengikuti perkembangan ini. Perkembangan pembuatan alat pelindung diri, safety devices. dan interlock dan alat-alat pengaman lainnya juga turut berkembang. K. ERA MANAJEMEN DAN MANJEMEN K3 Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun 1950-an hingga sekaran. Perkembangan ini dimulai dengan teori Heinrich (1941) yang meneliti penyebabpenyebab kecelakaan bahwa umumnya (85%) terjadi karena faktor manusia (unsafe act) dan faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition). Pada era ini berkembang system automasi pada pekerjaan untuk mengatasi masalah sulitnya melakukan perbaikan terhadap faktor manusia. Namun system otomasi menimbulkan masalahmasalah manusiawi yang akhirnya berdampak kepada kelancaran pekerjaan karena adanya blokblok pekerjaan dan tidak terintegrasinya masing-masing unit pekerjaan. Sejalan dengan itu Frank Bird dari International Loss Control Institute (ILCI) pada tahun 1972 mengemukakan teori Loss Causation Model yang menyatakan bahwa factor manajemen merupakan latar belakang penyebab yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Berdasarkan perkembangan tersebut serta adanya kasus kecelakaan di Bhopal tahun 1984, akhirnya pada akhir abad 20 berkembanglah suatu konsep keterpaduan system manajemen K3 yang berorientasi pada koordinasi dan efisiensi penggunaan sumber daya. Keterpaduan semua unit-unit kerja seperti safety, health dan masalah lingkungan dalam suatu system manajemen juga menuntut adanya kualitas yang terjamin baik dari aspek input proses dan output. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya standar-standar internasional seperti ISO 9000, ISO 14000 dan ISO 18000. L. ERA MENDATANG Perkembangan K3 pada masa yang akan datang tidak hanya difokuskan pada permasalahan K3 yang ada sebatas di lingkungan industri dan pekerja. Perkembangan K3 mulai menyentuh 5



aspek-aspek yang sifatnya publik atau untuk masyarakat luas. Penerapan aspek-aspek K3 mulai menyentuh segala sektor aktifitas kehidupan dan lebih bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat manusia serta penerapan hak asazi manusia demi terwujudnya kualitas hidup yang tinggi. Upaya ini tentu saja lebih bayak berorientasi kepada aspek perilaku manusia yang merupakan perwujudan aspek-aspek K3. B. Definisi Dan filosofi K3 1. Definisi K3 Keselamatan



kerja



merupakan



keselamatan



yang



berartalian



dengan



mesin,pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Pengertian Kesehatan Kerja menurut joint ILO/WHO Committee 1995 ialah penyelenggaraan dan pemeliharaan derajat setinggi-tingginya dari kesehatan fisik, mental dan sosial tenaga kerja di semua pekerjaan, pencegahan gangguan kesehatan tenaga kerja yang disebabkan kondisi kerjanya, perlindungan tenaga kerja terhadap resiko faktor-faktor yang mengganggu kesehatan, penempatan dan pemeliharaan tenaga kerja di lingkungan kerja sesuai kemampuan fisik dan psikologisnya, dan sebagai kesimpulan ialah penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan manusia kepada pekerjaannya. Dasar Hukum Kesehatan Kerja 1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 (tiga) dan pasal 8 (delapan). 2. Peraturan Menteri Perburuhan no 7 Tahun 1964 tentang Syarat-Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan di Tempat Kerja. 3. Permenaker No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja. 4. Permenaker No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja. 6



5. Permenaker No 3 Tahun 1983 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja. 6. Permenaker No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jamsostek. 7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosa dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja. 8. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No 1 Tahun 1979 tentang Pengadaan Kantin dan Ruang Makan. 9. Surat Edaran Dirjen Binawas tentang Perusahan Catering Yang Mengelola Makanan Bagi Tenaga Kerja. 10. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja 1. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja. o



Sarana dan Prasarana.



o



Tenaga (dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja, dokter Perusahaan dan paramedis Perusahaan).



o



Organisasi



(pimpinan



Unit



Pelayanan



Kesehatan



Kerja,



pengesahan penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja). 2. Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja. o



Awal (Sebelum Tenaga Kerja diterima untuk melakukan pekerjaan).



o



Berkala (sekali dalam setahun atau lebih).



o



Khusus (secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu berdasarkan tingkat resiko yang diterima).



7



o



Purna Bakti (dilakukan tiga bulan sebelum memasuki masa pensiun).



3. Pelaksanan P3K (petugas, kotak P3K dan Isi Kotak P3K). 4. Pelaksanaan Gizi Kerja. o



Kantin (50-200 tenga kerja wajib menyediakan ruang makan, lebih



dari



200 tenaga



kerja



wajib



menyediakan



kantin



Perusahaan). o



Katering pengelola makanan bagi Tenaga Kerja.



o



Pemeriksaan gizi dan makanan bagi Tenaga Kerja.



o



Pengelola dan Petugas Katering.



5. Pelaksanaan Pemeriksaan Syarat-Syarat Ergonomi. o



o



Prinsip Ergonomi: 



Antropometri dan sikap tubuh dalam bekerja.







Efisiensi Kerja.







Organisasi Kerja dan Desain Tempat Kerja







Faktor Manusia dalam Ergonomi.



Beban Kerja : 



Mengangkat dan Mengangkut.







Kelelahan.







Pengendalian Lingkungan Kerja.



6. Pelaksanaan Pelaporan (Pelayanan Kesehatan Kerja, Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dan Penyakit Akibat Kerja



8



2. Filosofi K3 Salah satu organisasi profesional Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di USA, International Association of Safety Professional (IASP) menetapkan 8 prinsip K3 yang menjadi landasan pengembangan K3 (Ramli, 2010:23) sebagai berikut: 1. K3 adalah tanggung jawab moral atau etik (Safety is an ethical responsibility) Masalah K3 hendaknya dilihat sebagai tanggung jawab moral untuk melindungi keselamatan sesama manusia. Oleh karena itu, K3 bukan sekadar pemenuhan perundangan atau kewajiban, tetapi merupakan tanggung jawab moral setiap pelaku bisnis untuk melindungi keselamatan pekerjanya. 2. K3 adalah budaya, bukan sekadar program (Safety is a culture, not a program) Banyak perusahaan yang menganggap K3 hanya sekadar program yang dijalankan dalam perusahaan atau untuk memperoleh penghargaan dan sertifikat. Padahal K3 adalah cerminan dari budaya (safety culture) dalam organisasi. K3 harus menjadi nilai-nilai yang dianut dan menjadi landasan dalam pengembangan bisnis. 3. K3 adalah tanggung jawab manajemen (Management is responsible) Selama ini manajemen sering melemparkan tanggung jawab K3 kepada para pengawas dan jika terjadi kecelakaan akan melimpahkan kepada mereka yang berada di tempat kerja. Padahal secara moral, tanggung jawab mengenai keselamatan ada pada manajemen. Tanggung jawab ini tentu dalam wujud kebijakan, kepedulian, kepemimpinan dan dukungan penuh terhadap upaya keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. 4. Pekerja harus dididik untuk bekerja dengan aman (Employees must be trained to work safety) Setiap tempat kerja, lingkungan kerja dan jenis pekerjaan memiliki karakteristik dan persyaratan K3 berbeda. Karena itu, K3 tidak bisa timbul sendirinya pada diri pekerja atau pihak lainnya. K3 harus ditanamkan dan dibangun melalui pembinaan dan pelatihan. 5. K3 adalah cerminan kondisi ketenagakerjaan (Safety is a condition of employment) 9



Tempat kerja yang baik adalah tempat kerja yang aman. Lingkungan kerja yang menyenangkan dan serasi akan mendukung tingkat keselamatan. Oleh karena itu, kondisi K3 dalam perusahaan adalah pencerminan dari kondisi ketenagakerjaan dalam perusahaan. 6. Semua kecelakaan dapat dicegah (All injuries are preventable) Prinsip dasar ilmu K3 adalah semua kecelakaan dapat dicegah karena semua kecelakaan pasti ada sebabnya. Jika sebab kecelakaan dapat dihilangkan, maka kemungkinan kecelakaan dapat dihindarkan. 7. Program K3 bersifat spesifik (Safety programs must be site specific) Prinsip ini melihat bahwa program K3 tidak bisa dibuat, ditiru, atau dikembangkan semuanya. Namun harus berdasarkan kondisi dan kebutuhan nyata di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur, kemampuan finansial, dan lainnya. Program K3 harus dirancang spesifik untuk masing-masing organisasi atau perusahaan sehingga tidak bisa sekadar meniru atau mengikuti arahan dan pedoman dari pihak lain. 8. K3 baik untuk bisnis (Safety is good business) Melaksanakan K3 jangan dianggap sebagai pemborosan atau biaya tambahan, namun harus dilihat sebagai bagian dari proses produksi atau strategi perusahaan. K3 adalah bagian integral dari aktivitas perusahaan. Kinerja K3 yang baik akan memberikan manfaat terhadap bisnis perusahaan. K3 ini dibuat tentu mempunya tujuan di buatnya K3 secara tersirat tertera dalam undang – undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja tepatnya. Dalam pelaksanaannya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan dan PAK yang pada akhirnya dapat meningkatkan sistem dan produktifitas kerja. Secara teoritis istilah-istilah bahaya yang sering ditemui dalam lingkungan kerja meliputi beberapa hal sebagai berikut :



10







HAZARD (Sumber Bahaya), Suatu keadaan yang memungkinkan / dapat menimbulkan kecelakaan, penyakit, kerusakan atau menghambat kemampuan pekerja yang ada







DANGER (Tingkat Bahaya), Peluang bahaya sudah tampak (kondisi bahaya sudah ada tetapi dapat dicegah dengan berbagai tindakan prventif.







RISK, prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus tertentu







INCIDENT, Munculnya kejadian yang bahaya (kejadian yang tidak diinginkan, yang dapat/telah mengadakan kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas badan/struktur







ACCIDENT, Kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan atau kerugian (manusia/benda)



Dalam K3 ada tiga norma yang selalu harus dipahami, yaitu : 1. Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehtan kerja 2. Di terapkan untuk melindungi tenaga kerja 3. Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja Sasaran dari K3 adalah : 1. Menjamin keselamatan operator dan orang lain 2. Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan 3. menjamin proses produksi aman dan lancar Tujuan norma-norma : agar terjadi keseimbangan dari pihak perusahaan dapat menjamin keselamatan pekerja. Dasar hukum K3 : 1.



UU No.1 tahun 1970



2.



UU No.21 tahun 2003



3.



UU No.13 tahun 2003



4.



Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER-5/MEN/1996



11



Bab 2 Dampak Bahaya Di Lingkungan Kerja



A. Bahaya di Lingkungan Kerja Bahaya di lingkungan kerja dapat didefinisikan sebagai segala kondisi yang dapat memberi pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan atau kesejahteraan orang yang bekerja. Faktor bahaya di lingkungan kerja meliputi faktor Kimia, Biologi, Fisika, Fisiologi dan Psikologi. B Faktor Bahaya Fisik Bahaya fisik yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguangangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi. Secara umum terdapat 5 (lima) 12



faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain : faktor bahaya biologi(s), faktor bahaya kimia, faktor bahaya fisik/mekanik, faktor bahaya biomekanik serta faktor bahaya sosial-psikologis. Tabel di bawah merupakan daftar singkat bahaya dari faktor-faktor bahaya di atas : 1. Jamur. 2. Virus. Faktor



Bahaya



Biologi



3. Bakteri. 4. Tanaman. 5. Binatang. 1. Bahan/Material/Cairan/Gas/Debu/Uap Berbahaya. 2. Beracun. 3. Reaktif.



Faktor Kimia



Bahaya



4. Radioaktif. 5. Mudah Meledak. 6. Mudah Terbakar/Menyala. 7. Iritan. 8. Korosif.



13



1. Ketinggian. 2. Konstruksi (Infrastruktur). 3. Mesin/Alat/Kendaraan/Alat Berat. 4. Ruangan Terbatas (Terkurung). 5. Tekanan. Faktor



Bahaya



Fisik/Mekanik



6. Kebisingan. 7. Suhu. 8. Cahaya. 9. Listrik. 10.



Getaran.



11.



Radiasi.



1. Gerakan Berulang. Faktor



Bahaya



Biomekanik



2. Postur/Posisi Kerja. 3. Pengangkutan Manual. 4. Desain tempat kerja/alat/mesin.



Faktor



Bahaya



Sosial-Psikologis



1. Stress. 2. Kekerasan. 3. Pelecehan. 4. Pengucilan. 5. Intimidasi.



14



6. Emosi Negatif. ·



Kebisingan Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki



yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi. Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim . Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll. ·



Getaran Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti:



frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten. Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ”Raynaud’s phenomenon” atau ”vibration-induced white fingers” (VWF). Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang. Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws. ·



Pencahayaan



a)



Tujuan pencahayaan : Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam



melaksanakan pekerjaan dan memberi lingkungan kerja yang aman. b)



Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala,



berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. c)



Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja,



produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja. 15



C. Faktor Bahaya Kimia Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh: Pernapasan (inhalation), Kulit (skin absorption), Tertelan (ingestion). Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya. ·



Korosi : Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada



permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.\ ·



Iritasi : iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat



kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema (bengkak). Contoh : Kulit : asam, basa,pelarut, minyak. Dan pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone. ·



Kanker : Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas



telah terbukti pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan . Contoh: - Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver angiosarcoma); 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma); - Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates, beryllium. ·



Racun Sistemik : Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan



luka pada organ atau sistem tubuh. Contoh : - Otak : pelarut, lead,mercury, manganese - Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide - Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers - Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons - Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara (pneumoconiosis).



16



D. Faktor Bahaya Biologi Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi. Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun biogenik dan alergi biogenik. ·



Organisme viable dan racun biogenic Organisme viable termasuk di dalamnya jamur, spora dan mycotoxins;



Racun biogenik termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri. Perkembangan produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja pada sewage & sludge treatment, dll. Contoh : Byssinosis, “grain fever”, Legionnaire’s disease. ·



Alergi Bionik Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim.



Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari bulu dan protein dari urine dan feaces binatang. Bahan-bahan alergen pada industri berasal dari proses fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas, proses pengolahan kayu , juga dijumpai di bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur jaringan). Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat menimbulkan gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma. Contoh : Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dsb. ·



Bahaya Infeksi Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja



yang potensial mengalaminya yaitu pekerja di rumah sakit, laboratorium, jurumasak, penjaga binatang, dokter hewan dll. Contoh : Hepatitis B, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus, salmonella, chlamydia, psittaci.



E.



Bahaya Fisik



17



Bahaya fisik yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguangangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi. ·



Kebisingan Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki



yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi. Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim . Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll. ·



Getaran Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti:



frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten. Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ”Raynaud’s phenomenon” atau ”vibration-induced white fingers” (VWF). Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang. Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws. ·



Pencahayaan



a)



Tujuan pencahayaan : Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam



melaksanakan pekerjaan dan memberi lingkungan kerja yang aman. b)



Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala,



berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.



18



c)



Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja,



produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja. F. Faktor Bahaya Fisiologis Potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin. Pembebanan Kerja Fisik ·



Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim,



sosial ekonomi dan derajat kesehatan. ·



Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum



tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari. ·



Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah



40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan. ·



Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit,



parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.



G. Faktor Bahaya Psikologis Bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta



19



hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja. ·



Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap



setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress. ·



Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan



kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika. ·



Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah



tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.



BAB 3 MANAJEMEN DAN DASAR HUKUM K3



20



A. Sistem Manajemen K3 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan/atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3. Langkah awal untuk mengimplementasikan SMK3 adalah dengan menunjukkan komitmen serta kebijakan K3, yaitu suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha dan atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional. Kebijakan K3 dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang kemudian harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok dan pelanggan. Kebijakan K3 bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam rangka peningkatan kinerja K3. Pelaksanaan Sistim Manajemen Keselamatan Kerja (SMK3) Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012. Seperti diketahui tujuan penerapan Sistim Manajamen Keselamatan dan Kesehatan Kerja(SMK3) ini adalah dalam rangka : 1.



Untuk meningkatkan efektifitas



perlindungan K3 dengan



cara :



terencana, terukur, terstruktur, terintegrasi 2.



Untuk mencegah kecelakaan kerja dan mengurangi penyakit akibat kerja, dengan melibatkan : manajemen, tenaga kerja/pekerja dan serikat pekerja SMK3 diwajibkan bagi perusahaan, mempekerjakan lebih dari 100 org dan



mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi. Untuk itu perusahaan diwajibkan menyusun Rencana K3, dalam menyusun rencana K3 tersebut, pengusaha 21



melibatkan Ahli K3, Panitya Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja(P2K3), Wakil Pekerja dan Pihak Lain yag terkait A. PENGENDALIAN Dalam proses operasional dilakukan pengendalian, pengendalian meliputi: kegiatan, produk, barang dan jasa. Sementara itu, untuk cakupan pengendalian meliputi : bahan, peralatan, lingkungan kerja, cara kerja, sifat kerja dan proses kerja. B. POTENSI TERJADI KECELAKAAN KERJA Bila dilakukan identifikasi potensi bahaya, sehingga terjadi kecelakaan kerja maka dapat dikatagorikan ada dua penyebab yang dominan , yaitu tindakan tidak aman dan kondisi yang tidak aman. 1.



Tindakan tidak aman (unsafe action) disebabkan: kelelahan karena kurang istirahat, jam kerja melampui ketentuan yang sudah diatur dalam undangundang, kekurangan gizi yaitu ketidak seimbangan antara asupan makanan dibanding dengan tenaga yang dibutuhkan dalam bekerja , tidak kompeten karena tidak terlatih dan bekerja hingga larut malam terus-menerus , bahkan menjelang pagi



2.



Kondisi tidak aman (unsafe condition) disebabkan : cuaca ekstrim yaitu hujan badai dan panas yang luar biasa, ruang bekerja sempit tanpa tersedianya udara segar yang memadai, peralatan kadaluarsa yang tetap digunakan dan penerangan kurang memadai sehingga pekerja terpaksa bekerja remang-remang dan mengakibatkan kerusakan mata.



C. PENGAWASAN



Untuk melakukan pengawasan terhadap berjalannya pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan secara berjenjang yaitu : 1.



Kementerian Tenaga Kerja di Pusat, 22



2.



Dinas Tenaga Kerja di Provinsi dan,



3.



Suku Dinas di Kabupaten/Kota



Dalam pengawasan dilakukan pemeriksaan berdasarkan kriteria sebagai berikut : 1.



Bagiamana komitmen manajemen perusahaan tentang pelaksanaan K3, apakah ada visi, misi dan kebijakan K3 ?



2.



Bagaimana bentuk organisasi, apakah P2K3 sudah dimasukkan atau terintegrasi dalam organisasi perusahaan ?



3.



Sumber daya manusia, apakah sudah diberikan sosialisasi dan pelatihan mengenai K3 ?



4.



Apakah pelaksanaan undang-undang K3, dilaksanakan secara konsisten ?



5.



Setiap tenaga kerja, apakah keamanan bekerja sudah dijamin ?



6.



Dilakukan pemeriksaan, dan dilakukan pengujian dan dan diukur apakah SMK3 telah dilakukan secara baik dan benar



7.



Apakah Pengendalian Keadaan darurat & bahaya industri sudah dilakukan ?



8.



Apakah kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan kerja dibuat pelaporannya dan dilakukan perbaikan, agar dapat dicegah kejadian yang sama.



9.



Apakah tindak lanjut dari hasil audit, dilakukan, sehingga dapat dilakukan pencegahan dan terjadi perbaikan dan peningkatan kinerja perusahaan. Manfaat penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja



(SMK3) bagi perusahaan menurut Tarwaka (2008) adalah: 1. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur sistem operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan, insiden dan kerugian-kerugian lainnya. 2. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3 di perusahaan. 3. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3. 4. Dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran tentang K3, khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit. 5. Dapat meningkatkan produktivitas kerja. Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia. Kesuksesan 23



program Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada proyek konstruksi tidak lepas dari peran berbagai pihak yang saling terlibat, berinteraksi dan bekerja sama. Hal ini sudah seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam pelak-sanaan pembangunan proyek konstruksi yang dilakukan oleh tim proyek dan seluruh manajemen dari berbagai pihak yang terkait didalamnya. Masing-masing pihak mempunyai tanggung jawab bersama yang saling mendukung untuk keberhasilan pelaksanaan proyek konstruksi yang ditandai dengan evaluasi positif dari pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pedoman penerapan SMK3 yang berlaku di Indonesia menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No: PER.05/ MEN/ 1996: Komitmen dan Kebijakan Pengusaha dan pengurus tempat kerja harus menetapkan komitmen dan kebijakan K3 serta organisasi K3, menyediakan anggaran dan tenaga kerja dibidang K3. Disamping itu pengusaha dan pengurus juga melakukan koordinasi terhadap perencanaan K3. Dalam hal ini yang perlu menjadi perhatian penting terdiri atas 3 hal yaitu: 1. Kepemimpinan dan Komitmen 2. Tinjauan Awal K3 3. Kebijakan K3 Perencanaan Dalam perencanaan ini secara lebih rinci menjadi beberapa hal: 1. Perencanaan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari kegiatan, produk barang dan jasa. 2. Pemenuhan akan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya kemudian memberlakukan kepada seluruh pekerja 3. Menetapkan sasaran dan tujuan dari kebijakan K3 yang harus dapat diukur, menggunakan satuan/indicator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian. 4. Menggunakan indikator kinerja sebagai penilaian kinerja K3 sekaligus menjadi informasi keberhasilan pencapaian SMK3 5. Menetapkan sistem pertanggungjawaban dan saran untuk pencapaian kebijakan K3



24



6. Keberhasilan penerapan dan pelaksanaan SMK3 memerlukan suatu proses perencanaan yang efektif dengan hasil keluaran (output) yang terdefinisi dengan baik serta dapat diukur. Penerapan Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3. Suatu tempat kerja dalam menerapkan kebijakan K3 harus dapat mengitegrasikan Sistem Manajemen Perusahaan yang sudah ada. Yang perlu diperhatikan oleh perusahaan pada tahap ini adalah : 1. Jaminan Kemampuan a. Sumber daya manusia, fisik dan financial. b. Integrasi c. Tanggung jawab dan tanggung gugat. d. Konsultasi, Motivasi dan Kesadaran e. Pelatihan dan Keterampilan 2. Dukungan Tindakan a. Komunikasi b. Pelaporan c. Dokumentasi d. Pengendalian Dokumen e. Pencatatan Manajemen Operasi 3. Identifikasi Sumber Bahaya dan Pengendalian Resiko a. Identifikasi Sumber Bahaya b. Penilaian Resiko c. Tindakan Pengendalian d. Perencanaan dan Rekayasa e. Pengendalian Administratif f. Tinjauan Ulang Kontrak g. Pembelian h. Prosedur Tanggap Darurat atau Bencana i. Prosedur Menghadapi Insiden 25



j. Prosedur Rencana Pemulihan 4). Pengukuran dan Evaluasi a. Inspeksi dan pengujian b. Audit SMK3 c. Tindakan perbaikan dan pencegahan. 5). Tinjauan Oleh Pihak Manajemen a. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. b. Tujuan, sasaran dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. c. Hasil temuan audit Sistem Manajemen K3. d. Evaluasi efektifitas penerapan Sistem Manajemen K3 dan kebutuhan untuk mengubah Sistem Manajemen K3 sesuai dengan: 1) Perubahan peraturan perundangan. 2) Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar. 3) Perubahan produk dan kegiatan perubahan. 4) Perubahan struktur organisasi perusahaan. 5) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk epidemologi. 6) Pengalaman yang didapat dari insiden keselamatan dan kesehatan kerja. 7) Pelaporan. 8) Umpan balik khususnya dari tenaga kerja. Pemahaman tentang OHSAS 18001 OHSAS secara harafiah singkatan dari Occupational Health and Safety Assessment System. OHSAS adalah sertifikasi untuk Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berstandar internasional. OHSAS 18001 ini tidak diterbitkan oleh Lembaga Standarisasi Dunia (ISO), tapi oleh British Standards Institute (BSI) melalui kesepakatan badan-badan sertifikasi yang ada di beberapa Negara, yaitu kerja sama organisasi-organisasi dunia, antara lain: 1. National Standards Authority of Ireland 2. South African Bureau of Standards 3. Japanese Standards Association 4. British Standards Institution 5. Bureaus Veritas Quality Assurance 6. Det Norske Veritas 7. Lyoyds Register Quality Assurance 26



8. National Quality Assurance 9. SFS Certification 10. SGS Yarsley International Certification Services 11. Association Espanola de Normalizationy Certification 12. International Safety Management Organization Ltd 13. SIRIM QAS Sdn Bdn 14. International Certification Services 15. The High Pressure Gas Safety Institute of Japan 1 6. The Engineering Employers Federation 17. Singapore Producitivity and Standards Board 18. Instituto Mexicano de Normalizationy Certification OHSAS 18001 ini juga memiliki struktur yang mirip dengan ISO 14001 (Sistem Manajemen Lingkungan). Dengan demikian OHSAS lebih mudah diitergrasikan dengan ISO 9000 (Sistem Manajemen Mutu). OHSAS 18001 merupakan persyaratan penilaian Keselamatan dan Kesehatan Kerja ini menyatakan persyaratan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), agar organisasi mampu mengendalikan dan memudahakan pengelolaan resiko-resiko K3 yang terkait dengan struktur organisasi, perencanaan kerja, tanggung jawab, praktek, prosedur, proses, tinjauan dan pemeliharaan kebijakan K3 organisasi dan meningkatkan kinerjanya. Secara fisik persya-ratan ini tidak menyatakan kriteria kinerja, ataupun memberikan persyaratan secara lengkap dan merancang sistem manajemen. OHSAS 18001 ini sesuai untuk berbagai organisasi yang berkeinginan untuk: 1. Membuat sebuah Sistem Manajemen K3 yang berguna untuk mengurangi atau menghilangkan tingkat resiko yang menimpa karyawan/pihak terkait yang terkena dampak aktivitas organisasi. 2. Menerapkan, memelihara dan melakukan perbaikan berkelanjutan sebuah Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). 3. Melakukan sertifikasi untuk melakukan penilaian sendiri. Elemen-elemen kunci pada OHSAS 18001 memiliki sub-sub elemen yang terdiri atas : 1. Persyaratan Umum 2. Kebijakan K3 3. Perencanaan 27



4. Operasional dan Implementasi 5. Pemeriksaan dan Tindakan Koreksi 6. Tinjauan Manajemen OHSAS 18001:1999 memiliki komponen/ elemen-elemen yang sama dengan SMK3 yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor: PER.05/MEN/ 1996. Komponen tersebut meliputi komitmen dan kebijakan, perencanaan, penerapan, pengukuran dan evaluasi serta tinjauan oleh pihak manajemen. B. Peraturan Perundang-Undangan K3 Dalam Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27 ayat 2). Pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi sesuai dengan harkat dan martabat manusia, sehingga pekerja berada dalam kondisi selamat dan sehat, terhindar dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Berdasarkan ketentuan tersebut, telah diterbitkan Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, antara lain mengatur tentang perlindungan tenaga kerja yaitu bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan nilai agama. Selanjutnya, UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, SBG PENGGANTI Undang-undang Keselamatan yang diterbitkan di zaman Hindia Belanda pada tahun 1910 yang dikenal dengan singkatan VR yaitu “Veilegheids Reglement”. Undang-undang No. 1 tahun 1970 lebih bersifat preventif dibanding dengan VR yang bersifat represif. Ruang lingkup keselamatan kerja yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1970 mencakup keselamatan kerja di semua tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara di wilayah negara Republik Indonesia. Karena itu sumber bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berada di tempat kerja harus dikendalikan melalui penerapan syarat keselamatan dan kesehatan kerja sejak tahap perencanaan, proses



produksi,



pemeliharaan,



pengangkutan,



peredaran,



perdagangan, 28



pemasaran, pemakaian, penyimpanan, pembongkaran dan pemusnahan bahan, barang produk teknis dan alat produksi yang mendukung dan dapat menimbulkan bahaya dan kecelakaan. Undang-undang 1. Undang-undang Uap Tahun 1930, mengatur tentang keselamatan dalam pemakaian pesawat uap. Pesawat uap menurut Undangundang ini adalah ketel uap, dan alat-alat lain yang bersambungan dengan ketel uap, dan bekerja dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan udara. Undang-undang ini melarang menjalankan atau mempergunakan pesawat uap yang tidak mempunyai ijin yang diberikan oleh kepala jawatan pengawasan keselamatan kerja (sekarang Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Ketenaga Kerjaan dan Pengawasan Norma KerjaDepartemen Tenaga Kerja). Terhadap pesawat uap yang dimintakan ijinnya akan dilakukan pemeriksaan dan pengujian dan apabila memenuhi persyaratan yang diatur peraturan Pemerintah diberikan Akte Ijin. Undang-undang ini juga mengatur prosedur pelaporan peledakan pesawat uap, serta proses berita acara pelanggaran ketentuan undang-undang ini. 2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional nomor 120 mengenai Higiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor. Undang-undang ini memberlakukan Konvensi ILO nomor 120, yang berlaku bagi badanbadan perniagaan, jasa, dan bagian bagiannya yang pekerjanya terutama melakukan pekerjaan kantor. Dalam azas umum konvensi ini diatur syarat kebersihan, penerangan yang cukup dan sedapat mungkin mendapat penerangan alam, suhu yang nyaman, tempat kerja dan tempat duduk, air minum, perlengkapan saniter, tempat ganti pakaian, persyaratan bangunan dibawah tanah, keselamatan terhadap bahan, proses dan teknik yang berbahaya, perlindungan terhadap kebisingan dan getaran, dan perlengkapan P3K. 3. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerjat erdiri dari XI bab dan 18 pasal. Bab I (pasal 1) menjelaskan tentang istilah-istilah 29



Bab II (pasal 2) tentang ruang lingkup yang meliputi keselamatan dan kesehatan kerja disemua tempat kerja baik didarat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam



air



maupun



di



udara



di



wilayah



Republik



Indonesia.



Bab III (pasal 3 dan 4) mengenai syarat-syarat keselamatan kerja Bab IV (pasal 5 – 8) tentang pengawasan Bab V (pasal 9) tentang pembinaan K3 Bab VI (pasal 10) tentang P2K3 Bab VII (pasal 11) tentang kecelakaan kerja Bab VIII (pasal 12) tentang kewajiban dan hak tenaga kerja Bab IX (pasal 13) tentang kewajiban bila memasuki tempat kerja Bab X (pasal 14) tentang kewajiban pengurus Bab XI (pasal 15 – 18) tentang ketentuan penutup 4. Undang-undang nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang mengatur bahwa setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja. Undang-undang ini terdiri dari sepuluh Bab dan 35 pasal. Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan sosial dengan mekanisme asuransi. Ruang lingkup program meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan haritua dan jaminan kesehatan. Pengembangan program diatur dengan Peraturan Pemerintah. Jaminan kecelakaan meliputi biaya pengangkutan, pemeriksaan,pengobatan dan atau perawatan, serta rehabilitasi serta santunan berupa uang yang meliputi:sementara tidak mampu bekerja, cacat sebagian selama-lamanya, cacat total selama-lamanya baik fisik maupun mental dan santunan kematian. Diatur juga keluarga yang berhak menerima jaminan kematian, pembayaran jaminan hari tua serta pelayanan jaminan kesehatan. Dalam undang-undang ini diatur kepesertaan, iuran, jaminan dan tata cara pembayaran, Badan penyelenggara serta ketentuan pidana. 5. Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, terdiri dari 12 Bab dan 90 pasal. Menurut undang-undang ini setiap orang berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal, dan setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam pemeliharaan dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga 30



dan lingkungan. Dari 15 upaya kesehatan, salah satunya adalah upaya kesehatan kerja. Pada pasal 23 dinyatakan: - kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal; - kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja - setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja; - Ketentuan mengenai kesehatan kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah. 6. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang antara lain mengatur tentang Landasan, Asas dan Tujuan, Kesempatan dan perlakuan yang sama, Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjan, Pelatihan kerja, Penempatan tenaga kerja,Perluasan kesempatan kerja, Penggunaan tenaga kerja asing, Hubungan kerja, Perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan, Hubungan industrial, Pemutusan hubungan kerja, Pembinaan, Pengawasan, Penyidikan Ketentuan pidana dan sanksi administratif, dan Ketentuan peralihan. Dalam Undang–undang ini K3 diatur dalam Bab X Perlindungan, Pengupahan dan kesejahteraan Bagian I Perlindungan Paragraf 5 Keselamatan dan kesehatan kerja pasal 86 dan 87. Dalam pasal 86 disebutkan bahwa setiap pekerja berhak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam pasal 87 disebutkan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.



Peraturan Pemerintah 7. Peraturan Uap 1930, mengatur pembagian pesawat uap berdasarkan 31



kg/cm2 di atas tekanan udara luar. kg/cm2 di atas tekanan udara luar dan paling tinggi tekanan uapnya, yaitu lebih besar dari Peraturan in memuat ketentuan untuk mendapatkan ijin penggunaan pesawat uap, serta ketentuan mengenai pesawat uap yang tidak memerlukan akte ijin. Peraturan ini memuat persyaratan teknis keselamatan ketel uap dan pesawat uap selain ketel uap, pengering uap, penguap, bejana uap antara lain mengenai persyaratan bahan pembuat, perlengkapan pengaman dan tata cara pengujian. 8. Peraturan Pemerintah R.I nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.Peraturan ini melarang pestisida yang tidak terdaftar/tidak memperoleh ijin dari Menteri Pertanian. Ijin yang diberikan dapat berupa ijin tetap, ijin sementara atau ijin percobaan. Ijin sementara dan ijin percobaab berlaku selama satu tahun dan ijin tetap lima tahun. Ijin diberikan apabila pestisida efektif dan cukup aman dipakai dan memenuhi syarat-syarat teknis lain serta digunakan sesuai petunjuk yang tercantum dalam label.. Ijin dapat ditinjau atau dicabut apabila ditemukan pengaruh samping yang tidak diinginkan. 9. Peraturan Pemerintah R.I nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan



Keselamatan



Kerja



di



BidangPertambangan, mengatur



pengaturan keselamatan kerja di bidang pertambangan dilakukan oleh Menteri Pertambangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja. Menteri Pertambangan melakukan pengawasan keselamatan kerja berpedoman kepadan Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 serta Peraturan pelaksanaannya. Pengangkatan



pejabat



pegawasan



keselamatan



kerja



setelah



mendengar



pertimbangan Menteri Tenaga Kerja. Pejabat tersebut mengadakan kerjasama dengan pejabat pengawasan keselamatan kerja dari departemen Tenaga Kerja baik di Pusat dan di Daerah. Juga diatur pelaporan pelaksanaan pengawasan serta pengecualian pengaturan dan pengawasan ketel uap dari PeraturanPemerintah ini. 10. Peraturan Pemerintah R.I nomor 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja terhadap Radiasi, terdiri dari 9 Bab dan 25 pasal. Peraturan ini 32



mewajibkan setiap instalasi atom mempunyai petugas proteksi radiasi. Untuk mengawasi ditaatinya peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi perlu ditunjuk ahli proteksi radiasi oleh instansi yang berwenang. Peraturan Pemerintah ini telah diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion 11. Peraturan Pemerintah R.I nomor 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi, yang terdiri dari 31 Bab dan 58 pasal mengatur tata usaha dan pengawasan keselamatan kerja pada pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi, wewenang dan tanggung jawab menteri pertambangan, dan dalam pelaksanaan pengawasan menyerahkan kepada Dirjen dengan hak substitusi sedang tugas dan pekerjaan pengawasan tersebut dilaksanakan oleh kepala inspeksi dan pelaksana inspeksi tambang. Peraturan pemerintah ini juga mengatur persyaratan teknis keselamatan dalam pemurnian dan pengolahan mulai dari perencanaan, pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan dan perbaikan instalasi, termasuk persyaratan keselamatan untuk bangunan, jalan tempat kerja, pesawat dan perkakas, demikian pula kompressor, pompa vakum, bejana tekan dan bejana vakum, instalasi uap air, tungku pemanas, dan heat exchanger, instalasi penyalur,tempat penimbunan, pembongkaran dan pemuatan minyak dan gas bumi, pengolahan bahan berbahaya, termasuk mudah terbakar dan mudah meledak dalm ruang kerja, proses dan peralatan khusus, listrik, penerangan lampu, pengelasan, penyimpanan dan pemakaian zat radioaktif, pemadam kebakaran, larangan dan pencegahan umum,pencemaran lingkungan, perlengkapan penyelamatan dan pelindung diri, pertolongan pertama pada kecelakaan, syarat-syarat pekerja, kesehatan dan kebersihan , kewajibannnnn umum pengusaha, kepala teknik dan pekerja, pengawasan, tugas dan wewenang pelaksana



inspeksi



tambang,



keberatan



dan



pertimbangan,



ketentuan



pidana,ketentuan peralihan dan penutup.



Peraturan Menteri



33



12. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per01/Men/1976



tentang



Kewajiban



Latihan



Hiperkes



bagi



Dokter



Perusahaan. Peraturan Menteri ini terdiri dari tujuh pasal, yang mewajibkan perusahaan untuk mengirimkan setiap dokter perusahaannya untuk mendapat latihan dalam bidang higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja. Pelaksana latihan adalah Lembaga Nasional Hiperkes. 13. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per01/Men/1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Penebangan dan Pengangkutan Kayu, terdiiri atas tujuh Bab dan 17 pasal, mengatur tentang norma keselamatan da kesehatan pada berbagai pekerjaan dalam penebangan dan pengangkutan kayu,mulai dari penjelajahan hutan, penebangan kayu, penyeretan dengan traktor (yarding), pemuatan kayu dengan loader, pengangkutan kayu dengan truk, pengangkutan kayu dengan lori, pemuatan kayu kekapal. Juga diatur sikap kerja yang aman dalam mengangkat barang, tersedianya peralatan dan obatobatan untuk P3K dan penerangan yang cukup apabila bekerja pada malam hari. 14. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per03/Men/1978 tentang Persyaratan penunjukan dan wewenang serta kewajiban Pegawai pengawas keselamatan kerja dan ahli keselamatan kerja, terdiri atas tujuh pasal. Peraturan menteri ini mengatur persyaratan untuk ditunjuk sebagai pengawas keselamatan kerja dan sebagai ahli keselamatan kerja, kewenangan dan kewajiban pegawai pengawas serta kewenangan dan kewajiban ahli keselamatan. kerja. Salah satu kewajiban pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja adalah menjaga kerahasiaan keterangan yang didapat karena jabatannya. Kesengajaan membuka rahasia ini diancam hukuman sesuai ketentuan Undang-undang Pengawasan Perburuhan. 15. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per 01/Men/1979 tentang kewajiban latihan Hygiene Perusahaan kesehatan dan keselamatan Kerja bagi Paramedis Perusahaan, terdiri atas delapan pasal. Peraturan menteri ini mengatur setiap perusahaan yang mempekerjakan para 34



medis diwajibkan mengirimkan setiap tenaga para medis untuk mendapat latihan bidang higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja. Penyelenggara latihan adalah Pusat dan Balai Higiene Perusahaan, Keselamatan dan kesehatan kerja. 16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per 01/Men/1980 tentang Keselamatan dan kesehatan kerja pada konstruksi bangunan, terdiri atas 19 Bab dan 106 pasal. Peraturan menteri ini mengatur pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus diusahakan pencegahan kecelakaan dan sakit akibat kerja pada tenaga kerja. Waktu pekerjaan dimulai harus segera disusun suatu unit organisasi keselamatan dan kesehatan kerja. Setiap kecelakaan dan kejadian berbahaya harus dilaporkan. Selanjutnya peraturan Menteri ini mengatur persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja antara lain tempat kerja dan alat kerja, perancah,tangga, alat angkat, kabel baja, tambang, rantai, dan peralatan bantu,mesin-mesin, peralatan konstruksi bangunan, konstruksi di bawah tanah, penggalian, pekerjaan memancang, pekerjaan beton,pembongkaran, perlengkapan penyelamatan dan pelindung diri dan ketentuan hukuman. 17. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan kerja, terdiri atas sebelas pasal. Semua perusahaan yang termasuk dalam ruang lingkup Undangundang Keselamatan kerja harus mengadakan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan pemeriksaan kesehatan berkala. Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan terhadap tenaga kerja/golongan tenaga kerja tertentu. Direktur Jenderal dapat menunjuk Badan sebagai penyelenggara pemeriksaan kesehatan tenaga kerja. 18. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 04/Men/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api ringan, terdiri atas enam bab dan 27 pasal. Dalam peraturan ini kebakaran digolongkan menjadi golongan A, B, C dan D. Sedang alat pemadam api ringan dibagi menjadi jenis cairan, jenis busa, jenis tepung kering dan jenis gas. 35



Alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil dan dilengkapi tanda pemasangan. Dalam peraturan menteri ini juga diatur tatacara pemeiiksaan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan. 19. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerjaterdiri atas 9 pasal, mengatur kewajiban pengurus dan Badan yang menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan untuk melaporkan penyakit akibat kerja yang ditemukan dalam pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus. Laporan disampaikan dalam dua kali 24 jam setelah penyakit akibat kerja didiagnosa. Dilampirkan



daftar



penyakit



akibat



kerja



yang



harus



dilaporkan.



20. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 01/Men/1982 tentang Bejana Tekan, terdiri atas sepuluh bab dan 48 pasal. Peraturan menteri ini mencabut peraturan khusus FF dan peraturan khusus DD. Mengatur bejana tekan selain pesawat uap, termasuk botol-botol baja, bejana transport, pesawat pendingin,bejana penyimpanan gas yang dikempa menjadi cair terlarut atau terbeku. Peraturan ini mengatur tentang kode warna, cara pengisian, pengangkutan, pembuatan dan pemakaian, dan pemasangan,perbaikan dan perubahan teknis. 21. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 02/Men/1982 tentang Kualifikasi Juru Las di Tempat Kerja, terdiri dari enam bab, dan 36 pasal. Menurut peraturan ini, juru las digolongkan menjadi juru las kelas I, kelas II, dan kelas III. Juru las dianggap terampil apabila telah menempuh ujian las dengan hasil memuaskan,dan mempunyai sertifikat juru las. Pengujian juru las terdiri dari ujian teori dan ujian praktek. Ujian praktek harus dapat menunjukkan keterampilan mengelas seperti yang ditentukan peraturan ini. 22. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja, terdiri atas 12 pasal, mengatur hak setiap 36



tenaga kerja untuk mendapat pelayanan kesehatan kerja. Pengurus wajib memberikan pelayanan kesehatan kerja. Pelayanan kesehatan kerja meliputi pemeriksaan kesehatan,pencegahan, pengobatan, rehabilitasi, dan konsultasi serta pembinaan teaga kerja. Juga diatur bebarapa cara penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja. 23. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik, terdiri dari delapan bab dan 87 pasal, mengatur perencanaan, pemasangan, pemeliharaan dan pengujian instalasi alarm kebakaran otomatik di tempat kerja. Diatur ruangan dan bagiannya yang memerlukan detektor kebakaran. Instalasi harus dipelihara dan diuji secara berkala, mingguan, bulanan atau tahunan, yang diatur tatacaranya dalam peraturan ini. Juga diatur berbagai sistem detektor alarm kebakaran, antara lain sistem deteksi panas, asap dan api. 24. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan kera Pemakaian Asbes, terdiri atas sepuluh bab dan 25 pasal, melarang pemakaian asbes biru dan cara penggunaan asbes dengan menyemprotkan. Selain itu diatur kewajiban pengurus untuk menyediakan alat pelindung diri,penerangan pekerja, melaporkan proses dan jenis asbes yang digunakan, memasang tanda/rambu, pengendalian debu asbes,analisa debu asbes, buku petunjuk mengenai bahaya debu asbes dan cara pencegahannya. Kewajiban tenaga kerja untuk memakai alat pelindung diri, memakai dan melepas alat pelidung diri di tempat yang ditentukan, dan melaporkan kerusakan alat pelindung diri, alat kerja dan/atau ventilasi. Selain itu diatur kebersihan lingkungan kerja, dan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja. 25. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi, terdiri atas dua belas bab dan 147 pasal, mengatur ketentuan umum teknis keselamatan kerja pada pesawat tenaga dan pesawat produksi, ketentuan mengenai alat perlindungan, pengujian bagi bejana tekan sebagai penggerak mula motor diesel, keselamatan perlengkapan transmisi



37



mekanik,keselamatan mesin perkakas dll. Juga diatur mengenai pemeriksaan, pengujian dan pengesahan pesawat tenaga dan pesawat produksi. 26. Menteri Tenaga Kerja nomor 05 Tahun 1985 tentang Pesawat angkat dan Angkut, terdiri atas dua belas bab dan 146 pasal,mengatur perencanaan, pembuatan, pemasangan, peredaran,pemakaian, perubahan dan atau perbaikan teknis,serta pemeliharaan pesawat angkat dan angkut. Syarat keselamatan mencakup bahan konstruksi, serta perlengkapan pesawat angkat dan angkut, harus cukup kuat, tidak cacat dan memenuhi syarat. Beban maksimum yang diijinkan harus ditulis pada bagian yang mudah dilihat dan dibaca dengan jelas. Setiap pesawat angkat dan angkut tidak boleh dibebani melebihi beban maksimum yang diijinkan. Peraturan ini mengatur syarat-syarat teknis berbagai pesawat angkat dan angkut, termasuk komponen-komponennya. Demikian pula pesawat angkutan di atas



landasan



dan



diatas



permukaan,



alat



angkutan



jalan



riil,



pengesahan,pemeriksaan dan pengujian. 27. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum nomor Kep 174/Men/86 - nomor 104/KPTS/86 tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi,terdiri atas delapan pasal, menyatakan berlaku pedoman pelaksanaan tentang keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi bangunan sebagai pedoman pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01/Men/1980. Menteri tenaga kerja dapat menunjuk ahli keselamatan kerja bidang konstruksi di lingkungan Departemen Pekerjaan umum,atas usul Menteri Pekerjaan Umum. 28. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Tata-cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja, terdiri dari 16 pasal. Peraturan Menteri ini mewajibkan pengusaha atau pengurus tempat kerja yang mempekerjakan 100 orang pekerja atau lebih atau menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai risiko besar terjadi peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif membentuk P2K3. Keanggotaan P2K3 adalah unsur pengusaha dan unsur pekerja. 38



Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 dari perusahaan yang bersangkutan. Selain mengatur tugas dan fungsi p2K3, juga mengatur tentang tatacara penunjukan ahli K3. 29. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01 Tahun 1988 tentang Kualifikas dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap, terdiri atas delapan bab dan 13 pasal. Kualifikasi operator pesawat uap terdiri dari operator kelas I dan operator kelas II. Peraturan ini mengatur persyaratan pendidikan, pengalaman, umur, kesehatan, administrasi,mengikuti kursus operator dan lulus ujian sesuai kualifikasinya. Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah dan kualifikasi operator untuk ketel uap serta kurikulum operator sesuai kualifikasinya dicantumkan dalam lampiran peraturan ini. 30. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1988 tentang Berlakunya Standard Nasional Indonesia (SNI) No: SNI-225-1987 Mengenai Peraturan Umum Instalasi Listrik Indonesia 1987 (PUIL 1987) di Tempat Kerja, terdiri atas sepuluh pasal, memberlakukan PUIL 1987 di tempat kerja. Pengurus wajib menyesuaikan instalasi listrik yang digunakan di tempat kerjanya dengan ketentuan SNI 225-1987. 31. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat, terdiri atas delapan bab dan 13 pasal. Kualifikasi operator terdiri dari operator kelas I, Operator kelas II dan operator kelas III. Peraturan ini mengatur persyaratan pendidikan, pengalaman, umur, kesehatan,administrasi, mengikuti kursus operator dan lulus ujian sesuai kualifikasinya. Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya, dan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah dan kualifikasi operator untuk masingmasing keran dicantumkan dalam lampiran peraturan ini. 32. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1989 tentang 39



Pengawasan Instalasi Penyalur Petir, terdiri atas sebelas bab dan 60 pasal, mengatur persyaratan istalasi penyalur petir tentang kemampuan perlindungan, ketahanan teknis dan ketahanan terhadap korosi, persyaratan bahan dan sertifikat atau hasil pengujian bagianbagian instalasi. Memuat persyaratan teknis untuk penerima,penghantar



penurunan,



pembumian,



menara,



bangunan



yang



mempunyai antena, persyaratan instalasi penyalur petir untuk cerobong asap. Selain itu diatur juga pemeriksaan dan pengujian, pengesahan dan ketentuan pidana. 33. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1992 tentang Tatacara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari lima bab dan 15 pasal, mengatur persyaratan untuk dapat ditunjuk menjadi ahli keselamatan dan kesehatan kerja harus memenuhi persyaratan pendidikan, pengalaman,pekerjaan, dan lulus seleksi. Ditetapkan berdasarkan permohonan dari pimpinan instansi dan dokumen pribadi yang perlu dilampirkan. Kewajibannya adalah membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundangundangan K3 dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Tenaga Kerja serta merahasiakan keterangan yang didapat karena jabatannya. Diatur pula kewenangan Ahli Keselamatan Kerja untuk memasuki tempat kerja, minta keterangan, memonitor dan menetapkan syarat keselamatan dan kesehatan kerja. 34. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari tujuh bab 21 pasal, mengatur jenis perusahaan jasa K3, serta bidang kegiatannya. Peraturan ini juga mengatur persyaratan administrasi dan persyaratan teknis untuk dapat menjadi perusahaan jasa K3. 35. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 05 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari sepuluh bab dan 12 pasal serta tiga lampiran, mengatur tujuandan sasaran Sistem Manajemen K3, kriteria perusahaan yang wajib melaksanakannya, dan harus dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai suatu kesatuan. Ketentuan40



ketentuan yang wajib dilaksanakan perusahaan dalam menerapkan SMK3. Selain itu ketentuan mengenai Audit SMK3 dan Sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lampiran I memuat pedoman penerapan SMK3,lampiran II memuat pedoman teknis audit, lampiran III memuat formulir laporan audit dan lampiran IV memuat ketentuan penilaian hasil audit. 36. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1998 tentang Tatacara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, terdiri dari enam bab dan 15 pasal, mengatur kewajiban pengurus atau pengusaha DK3N – LK3I 12 melaporkan kecelakaan, tatacara pelaporan dan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan oleh pengawas ketenagakerjaan. Lampiran satu adalah bentuk laporan kecelakaan, lampiran II laporan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja, lampiran III bentuk laporan pemeriksaan dan pengkajian penyakit akibat kerja, lampiran IV bentuk



laporan



pemeriksaan



dan



pengkajian



peristiwa



kebakaran/peledakan/bahaya pembuangan limbah. 37. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan Tata-kerja Dokter Penasehat, terdiri atas tujuh bab dan 15 pasal, mengatur tugas dan fungsi dokter penasehat, pengangkatan dan pemberhentian, tatacara pemberian pertimbangan medis, serta pelaporan dan pembinaan. 38. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1999 tentang Syaratsyarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang, terdiri dari enam bab 34 pasal,mengatur kapasitas angkut dan jumlah orang yang dapat diangkut,persyartan teknis keselamatan bagian-bagian lift dan pemasangannya,mesin dan kamar mesin, talibaja dan tromol, ruang luncur dan lekuk dasar, dll. Demikian pula persyaratan teknis keselamatan kerja pembuatan, pemasangan, perbaikan, dan perubahan lift serta pemeriksaan, pengujian dan pengawasannya. Keputusan Menteri Tenaga Kerja 41



39.Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 155/Men/1984 yang merupakan penyempurnaan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 125/Men/1982 tentang Pembentukan Susunan dan Tata Kerja DK3N, DK3W dan P2K3. Keputusan Menteri ini merupakan pelaksanaan dari undang-undang keselamatan kerja pasal 10 yang antara lain menetapkan tugas dan fungsi P2K3 sebagai berikut : a. Tugas pokok memberi saran dan pertimbangan kepada pengusaha/menyusun tempat kerja yang bersangkutan mengenai masalah-masalah K3. b. Fungsi : menghimpun dan mengolah segala data/ atau permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja yang bersangkutan serta membantu pengusaha/ manajemen mengadakan serta meningkatkan penyuluhan, pengawasan, latihan dan penelitian K3 c. Keanggotaan : P2K3 beranggotakan unsur-unsur organisasi pekerja dan pengusaha/ manajemen. Organisasi P2K3 terdiri dari sekurang-kurangnya Ketua, Sekretaris dan Anggota. Ketua P2K3 memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan P2K3 dibantu oleh wakil



ketua.



Sekretaris



P2K3



memimpin



dan



DK3N







LK3I



13



mengkoordinasikan tudas-tugas Sekretariat dan melaksanakan keputusan P2K3. Ketua P2K3 seyogyanya adalah top manajemen disuatu tempat kerja atau sekurang-kurangnya manajemen yang terdekat dengan pimpinan puncak, sedang Sekretaris P2K3 adalah tenaga profesional K3 yaitu manajer K3 atau ahli K3. (lebih lanjut tentang P2K3 diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04 tahun 1987 tentang P2K3 dan Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja) 40. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis



dan



Pelaporan



Penyakit



Akibat



Kerja terdiri



atas



enam



pasal,mengatur mengenai tata cara diagnosis dan pelaporan penyakit akibat kerja. Lampiran I adalah bentuk laporan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja, sedang Lampiran II adalah laporan medik penyakit akibat kerja yang merupakan rahasia medik.



42



Keputusan Menteri ini merupakan pedoman pelaksanaan dari Undang-undang No. 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undangundang Kecelakaan Tahun 1947 yang telah diganti dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pedoman ini dipakai untuk menetapkan diagnosis dan penilaian cacat karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna memperhitungkan hal-hal tenaga kerja, yang meliputi bidang pengobatan mata, penyakit telinga, hidung dan tenggorok (THT), bidang orthopaedi, bidang penyakit dalam, bidang penyakit Paru, bidang penyakit akibat radiasi mengion, bidang psikiatri, bidang neurologi dan bidang penyakit kulit. 41. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 187 Tahun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja, terdiri dari enam bab dan 27 pasal, mengatur kewajiban pengusaha mengendalikan bahan kimia berbahaya untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dengan menyediakan lembar data keselamatan bahan dan label dan menunjuk petugas dan ahli K3 kimia. Selain itu diatur penetapanpotensi bahaya instalasi, nilai ambang batas kuantitas bahan kimia, serta penunjukan petugas dan ahli K3 kimia. 42. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat kerja terdiri dari 12 pasal,menetapkan nilai



ambang



batas



untuk



iklim



kerja,



kebisingan,



getaran,frekuensi



radio/gelombang mikro, dan radiasi sinar ultra ungu. Keputusan Menteri ini juga menetapkan batas waktu pemajanan untuk faktor-faktor fisik yang melampaui NAB.



43