Resume KB 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDALAMAN MATERI (Lembar Kerja Resume Modul) A. Judul Modul



: FIQIH



B. Kegiatan Belajar : HUKUM ZAKAT (KB 1) C. Refleksi NO



BUTIR REFLEKSI



1



Peta Konsep (Beberapa istilah dan definisi) di modul bidang studi



RESPON/JAWABAN HUKUM ZAKAT Pengertian dan Dasar Hukum Zakat Tanah yang Disewakan Siapa yang Wajib Mengeluarkan Zakatnya



Pengertian dan Hukumnya Cara Mengeluarkan dan Nisabnya



ZAKAT HASIL TANAH YANG DISEWAKAN



ZAKAT HASIL JASA (PROFESI)



PENYALURAN ZAKAT UNTUK PEMBANGUNAN MASJID



ZAKAT PRODUKTIF



Kelompok Mustahiq Zakat Hukum Zakat untuk Pembangunan Masjid



Gagasan Zakat Produktif Prospek Zakat Produktif



mm (mustahiq). Sesuai dengan firman Allah, SWT dalam QS. AlSyams: 9 yang artinya“Sesunguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan dirinya.” Dan QS. At-Taubah: 103 yang Artinya: “Ambilah dari harta mereka shadaqah yang dapat membersihkan harta dan mensucikan jiwa mereka.” ( QS. At-Taubah: 103) A. ZAKAT HASIL TANAH YANG DISEWAKAN 1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat Tanah yang Disewakan Zakat tanah yang disewakan adalah zakat yang dikeluarkan dari tanah yang disewakan. Komponen yang harus terpenuhi



dalam transaksi zakat hasil tanah yang disewakan: a. Sebidang tanah yang disewakan



b. Pemilik tanah : Orang yang menyewakan tanahnya kepada orang lain. c. Penyewa tanah sekaligus penggarap tanah yang disewakan.



Zakat hasil tanah yang disewakan dapat diartikan sebagai zakat hasil tanah yang langsung dihasilkan oleh tanah tersebut berupa tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan buah. Dalil-dalil yang mewajibkan mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan : a. Firman Allah Swt (QS. al-An’am: 141) “Dan Dialah yang telah menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tumbuh-tumbuhan yang beraneka ragam buahnya, zaitun dan delima yang serupa bentuk dan warnanya dan tidak sama rasanya. Makanlah buah-buah tersebut jika panen dan keluarkanlah haknya (zakatnya) ketika panen. Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang berlebihlebihan.” b. Hadist Rasul, yang artinya: “Tanaman yang tumbuh diari oleh air yang menggunakan alat, zakatnya sebanyak lima persen. Sedangkan tanaman yang diairi oleh air hujan sebanyak sepuluh persen.” 2. Siapa yang Wajib Mengeluarkan Zakatnya



Mengenai siapakah yang berkewajiban mengeluarkan zakat hasil tanah sewaan. Dalam hal ini ada perbedaan pedapat beberapa ulama, diantaranya: a. Menurut Jumhur ulama, bahwa yang wajib mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan adalah pihak penyewa. Mereka beralasan karena yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil tanahnya bukan tanahnya. b. Menurut pendapat Abu Hanifah dan pengikutnya bahwa pemilik tanahlah yang wajib mengeluarkan zakatnya karena dari sebab tanah itulah ada hasil yang diperoleh., tanpa tanah tak akan dapat dihasilkan apa-apa. c. Imam Malik, Syafi’i, Imam At-Tsauri, Imam Ibnu Mubarak dan Imam Ibnu Abu Tsaur berpendapat, penyewa tanahlah yang wajib membayar zakat, pendapat ini sejalan dengan pendapat point pertama. Solusi dari perselisihan terhadap permasalahan tersebut



ialah: a. si penyewa wajib membayar zakat dan di sisi lain si pemilik tanah membayar pajak tanah, maka ini dipandang lebih adil dan tidak memberatkan keduabelah pihak. b. Pemilik tanah maupun si penyewa sama-sama wajib mengeluarkan zakat. Hal ini demi memenuhi keadilan dalam pemungutan zakat, dengan ketentuan pihak penyewa mengeluarkan zakat tanaman setelah dikurangi harga sewa yang ia bayar kepada pemilik tanah. Dan si



c.



pemilik tanah mengeluarkan zakat atas dasar harga sewa yang ia terima dari si penyewa yang berarti ia mengeluarkan zakat uang, dengan demikian keduaduanya terkena beban untuk mengeluarkan zakat (Abu Zahra) Kedua belah pihak sebelum transaksi telah bersepakat yang bertujuan agar keduanya tidak terlalu terbebani, maka zakat itu dapat dilakukan secara patungan antara kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan itu.



B. ZAKAT HASIL JASA (PROFESI) 1. Pengertian dan Hukumnya Dalam terminologi Arab, zakat penghasilan dan profesi lebih populer disebut dengan istilah zakatu kasb al-amal wa almihan al- hurrah (atau zakat atas penghasilan kerja dan profesi bebas.) Zakat profesi artinya pekerjaan yang sudah menjadi keahlian seseorang yang diperoleh melalui proses pendidikan seperti dokter, dosen, pengacara, pilot, dan guru, semua contoh pekerjaan ini dapat dikatakan profesi karena keahliannya diperoleh melalui proses pendidikan yang cukup lama. Dalil tentang zakat profesi ialah(QS. al-Baqarah: 267), yang artinya: “Nafkahkanlah dari hasil usahamu yang baik.” Dilihat dari ketergantungannya Profesi terbagi 2, yaitu: a. Pekerja ahli yang berdiri sendiri, tidak terikat oleh pemerintah, seperti dokter swasta, insinyur, pengacara, penjahit, tukang batu, guru, dosen, wartawan dan konsultan. b. Profesi yang terkait dengan pemerintah atau yayasan atau badan usaha yang menerima gaji setiap bulan. Dilihat dari aspek penerimaannya, macam-macam profesi dapat dikategorikan menjadi dua. Yaitu: a. Hasil usaha yang teratur dan pasti setiap bulannya b. Hasil yang tidak tetap dan dapat dipastikan seperti kontraktor, pengacara, dll 2. Cara Mengeluarkan dan Nisabnya Nisab (batas minimal) dan prosentase yang harus dikeluarkan dalam zakat profesi. Beberapa pendapat para ulama: a. Abdurrahman Hasan, Imam Abu Zahra, dan Abdul Wahab Khallaf, mereka berpendapat bahwa nisab zakat profesi sekurang-kurangnya lima wasaq atau 300 sha sekitar 930 liter atau 653 Kg. sehingga prosentase zakatnya disamakan (diqiyaskan) dengan zakat pertanian yang pengairannya menggunakan alat (mesin), yaitu sebesar 5 % setiap mendapatkan gaji atau honor. b. Jumhur ulama berijtihad bahwa nisab zakat profesi adalah seharga emas 93,6 gram emas murni yang diambil dari penghasilan bersih setelah dikeluarkan seluruh biaya hidup. Kelebihan inilah yang dihitung selama satu tahun, lalu



dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 % setiap bulan. Prosenatase ini diqiyaskan dengan zakat mata uang yang telah ditetapkan oleh Hadits. c. Terdapat juga pendapat yang mengatakan bahwa zakat profesi disamakan dengan zakat rikaz (barang temuan) maka tidak ada syarat nisab dan prosentasenya 20 persen pada saat menerimanya. d. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwa MUI 7 Juni tahun 2003 menyebutkan bahwa Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab. Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab. Fatwa MUI ini menarik dikaji dan setidaknya ada dua catatan Pertama a. Nishabnya mengikuti zakat emas bukan pertanian dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Kalau kita bandingkan dengan fatwa Dr. Yusuf Al-Qardhawi, nishabnya bukan kepada emas 85 gram, melainkan kepada hasil pertanian 653 kg gabah kering atau 520 kg beras. K b. MUI tidak mensyaratkan harus ada masa kepemilikan selama setahun. Pokoknya kalau jumlah penghasilan itu mencapai nisab emas, maka wajib langsung dikeluarkan zakatnya. Ini adalah doktrin dasar zakat profesi. C. ZAKAT PRODUKTIF 1. Gagasan Zakat Produktif Ide untuk mengembangkan zakat sebagai modal usaha muncul ketika fokus perhatian dilakukan secara seksama bahwa para fuqara dan masakin tidak semuanya orang-orang yang memiliki keterbatasan kekuatan fisik. Di antara mereka terdapat banyak yang memiliki kesehatan fisik dan keahlian yang dapat dikembangkan, tapi mereka tidak memiliki modal. Sehingga keluar ide untuk memberikan zakat kepada mereka untuk bisa dijadikan sebagai modal usaha yang dapat meningkatkan status ekonominya dan sekaligus mengembangkan keahlian yang mereka miliki. Maka pihak yang paling berperan dalam zakat produktif ini adalah kreatifitas mustahiq untuk menjadikan zakat sebagai modal yang terus dikembangkan. 2. Prospek Zakat Produktif Dalil mengenai zakat produktif ini ialah QS. alBaqarah: 273, yang artinya: “Berinfaklah untuk orang-orang



faqir yang terikat oleh jihad di jalan Allah, mereka tidak mampu berusaha di bumi. Orang yang tidak tahu, menyangka mereka adalah orang yang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu melihat mereka dengan melihat sifatsifatnya. Mereka tidak meminta-minta kepada orang secara medesak. Dan apa yang kamu nafkahkan di jalan Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 273) Arif Mufraini dalam Buku Akuntansi dan Manajemen Zakat telah mengemas bentuk inovasi pendistribusian zakat yang dikategorikan dalam empat bentuk: a) Pertama, distribusi bersifat “konsumtif tradisional,” yaitu zakat dibagikan kepada mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah, atau zakat mal yang dibagikan kepada para korban bencana alam. b) Kedua, distribusi bersifat “konsumtif kreatif.” yaitu zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alatalat sekolah atau beasiswa. c) Ketiga, distribusi bersifat “produktif tradisional,” yaitu zakat diberikan dalam bentuk barang-barang yang produktif seperti kambing, sapi, dan lain sebagainya. Pemberian dalam bentuk ini dapat menciptakan usaha yang membuka lapangan kerja bagi fakir miskin. d) Keempat, distribusi dalam bentuk “produktif kreatif,” yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan baik untuk menambah modal pedagang pengusaha kecil ataupun membangun proyek sosial dan proyek ekonomis. Zakat produktif adalah zakat yang disalurkan kepada mustahik dengan cara yang tepat guna, efektif manfaatnya dengan sistem yang serba guna dan produktif, sesuai dengan pesan syariat dan peran serta fungsi sosial ekonomis dari zakat. Hikmah yang dapat dipetik dari praktek zakat produktif, ialah: a) Agar terjadi komunikasi yang dapat menghilangkan menara gading antara si miskin dengan si kaya. b) Menjadikan si muzakki (pemberi zakat) akan merasa puas dan senang karena zakatnya bisa berkembang, di sisi lain menjadikan mustahiq tidak menjadi mental pengemis dan tersalurkan kemampuannya.



c) Tidak terjadi sikap pembiaran terhadap fakir miskin dan telah menyelamatkan bahaya dari kefakiran yang dapat menjadikan seorang menjadi kafir. D. PENYALURAN MESJID



ZAKAT



UNTUK



PEMBANGUNAN



1. Kelompok Mustahiq Zakat Jumhur ulama sepakat bahwa kelompok mustahiq zakat itu terdiri delapan asnaf atau bagian. Kesepakatan tersebut didasari oleh ayat al-Qur’an surat al-Taubat ayat 60. Delapan kelompok (mustahiq) zakat sebagaimana tercantum dalam ayat di atas, penjelasannya sebagai berikut. a. Fuqara, yaitu Orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhannya seharihari. Orang yang termasuk kelompok ini tidak memiliki suami (isteri), ayah, ibu, dan anak yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. b. Masakin, yaitu Orang yang memiliki pekerjaan, tapi hasilnya tidak dapat memenuhi kebutuhannya, c. Amilin yaitu Yaitu orang yang bekerja memungut zakat (panitia zakat). d. Muallaf, pengertiannya dapat berarti orang yang baru masuk Islam sedangkan imannya masih lemah, maka untuk menguatkannya perlu diyakinkan dengan zakat. Atau orang kafir yang berniat untuk masuk Islam, tapi masih tipis keimanannya, maka ia dapat diberi zakat supaya niat masuk Islamnya menjadi kuat. e. Budak, yaitu orang yang hidupnya tidak merdeka, dikuasai oleh tuannya dan berniat untuk membebaskan dirinya f. Orang yang terlilit hutang, yaitu orang yang memiliki tunggakan hutang kepada orang lain baik hutang tersebut untuk kepentingan pribadinya atau hutang karena untuk biaya kebajikan. g. Orang yang berjuang di jalan Allah, yaitu para tentara yang berperang melawan serangan orang kafir. h. Orang yang sedang dalam perjalanan. Yaitu orang yang sedang melakukan sebuah perjalanan dengan tujuan yang baik bukan untuk kemaksiatan, seperti pelajar atau mahasiswa yang belajar di luar negeri 2. Hukum Zakat untuk Pembangunan Masjid



Berdasarkan Ijtihad para ulama, zakat pembangunan mesjid dimasukkan dalam salah satu asnaf zakat yakni Sabilillah. Menurut Mahmud Syaltut, istilah sabilillah memiliki arti kemaslahatan ummat yang manfaatnya kembali kepada kaum muslimin seperti pembangunan mesjid, rumah sakit, perlengkapan pendidikan, dan sebagainya. Memperkuat pendapatnya, Syaltut mengutip pendapat Imam Al-Razi yang mengatakan bahwa kata sabilillah tidak terbatas pada arti tentara. Syaltut juga mengutip pendapat al-Qaffal yang berpendapat bahwa boleh menyalurkan zakat ke semua bentuk kebaikan seperti untuk mengurus mayat, membangun benteng, dan pembangunan mesjid. Tetapi Syaltut memberikan catatan bahwa zakat yang diperbolehkan untuk pembangunan mesjid dengan syarat mesjid itu hanya satusatunya di suatu desa, atau untuk pembangunan mesjid baru karena mesjid yang tersedia tidak cukup lagi untuk menampung jamaah. Menurut Syaltut, arti sabilillah dapat disimpulkan menyangkut pemeliharaan posisi materi dan spritual suatu bangsa termasuk di dalamnya mesjid. Menurut al-Maraghi, istilah sabilillah adalah semua perkara yang berhubungan dengan kemaslahatan ummat dapat dimasukkan ke dalam sabilillah, seperti perkara yang menyangkut masalah agama dan pemerintahan, seperti masalah pelayanan haji. M. Rasyid Ridha berpendapat bahwa, istilah sabilillah mencakup semua kepentingan syariah secara umum yang berkenaan dengan masalah agama dan negara dan yang terpenting, untuk persiapan kepentingan perang dengan membeli persenjataan. Menurut Yusuf Qardhawi, istilah sabilillah memiliki arti yang lentur, yaitu semua sarana yang dapat dipergunakan untuk memperjuangkan kemajuan ummat Islam dan melawan semua bentuk serangan orang-orang kafir, semuanya termasuk sabilillah. Lebih rinci, beliau menyebutkan usaha pembebasan Islam dari kekuasaan dengan memerangi kaum kafir, sarana pendidikan dan pengajaran serta lembaga da’wah, surat kabar islami, penerbitan buku-buku islami dan para da’i, semua yang disebutkan di atas dapat dimasukkan ke dalam cakupan makna sabilillah. Sayyid Sabiq berpendapat, bahwa istilah sabilillah adalah semua jalan yang dapat menyampaikan kepada keridhaan Allah, baik berupa ilmu atau amal.



2



Daftar materi bidang studi yang sulit dipahami pada modul



Ketentuan persentase dan nasab untuk penyaluran zakat produktif



3



Daftar materi yang sering mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran



Penyaluran zakat untuk pembangunan mesjid, ketentuan dan nasab serta persentase penyalurannya