Resume TQM Bab 8 Pelatihan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS KE 8 PELATIHAN



KELOMPOK :



PRODI AKUNTANSI TQM B TAHUN 2019



PELATIHAN Salah satu dari unsur yang paling fundamental dari TQM adalah pengembangan personil secara terus-menerus. Hal ini membutuhkan pendidikan, pelatihan, dan pembelajaran. A. PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN PEMBELAJARAN Pendidikan berbeda dengan pelatihan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Yang dimaksud dengan spesifik dalam arti pelatihan berhubungan secara spesifik dengan pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan yang dimaksud dengan praktis dan segera adalah bahwa apa yang sudah dilatihkan dapat diaplikasikan dengan segera sehingga yang diberikan harus bersifat praktis. Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan. Pendidikan lebih bersifat filosofis dan teoritis. Walaupun demikian, pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama, yaitu pembelajaran. Di dalam pembelajaran terdapat pemahaman secara implisit. Melalui pemahaman, karyawan dimungkinkan untuk menjadi seorang innovator, pengambil inisiatif, pemecah masalah yang Kreatif, serta menjadikan karyawan efektif dan efisien dalam  melakukan pekerjaan. Berdasarkan sumbernya, pelatihan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1. In-house atau on-site training 2. External atau outside training 3. Kombinasi keduanya In-house training berupa on-the-job training, seminar atau lokakarya, instruksi lewat media (video, tape, dan satelit), dan instruksi yang berbasis komputer. Sedangkan external training terdiri dari kursus di Universitas atau perguruan tinggi, seminar dan lokakarya yang diselenggarakan oleh Universitas dan/atau pelatihan privat, kursus tertulis, serta pelatihan yang diadakan oleh assosiasi dagang, organisasi profesional, dan lembaga/organisasi teknik. Berdasarkan kategori karyawan, pelatihan dapat berupa program orientasi karyawan baru, pelatihan umum secara ekstensif, pelatihan job-spesific, praktik standar setahap demi setahap, dan pelatihan peralatan, serta prosedur operasi.



B. FAKTOR PENYEBAB PERLUNYA PELATIHAN Agar tetap survive dalam pasar modern, perusahaan harus dapat bersaing secara global. Untuk dapat berbisnis dalam skala global, perusahaan harus memperoleh sertifikasi ISO 9000. Pelatihan menjadi syarat untuk mendapatkan sertifikasi ISO 9000 tersebut. Ada lima faktor penyebab diperlukannya pelatihan. 1. Kualitas angkatan kerja yang ada Angkatan kerja terdiri dari orang-orang yang berharap untuk memiliki pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan baru dipenuhi dari angkatan kerja tersebut. Oleh karena itu kualitas angkatan kerja merupakan hal yang penting. Kualitas disini berarti kesiapsediaan dan potensi angkatan kerja yang ada. Angkatan kerja yang berkualitas tinggi adalah kelompok yang mengenyam pendidikan dengan baik dan memiliki keterampilan intelektual dasar seperti membaca, menulis, berpikir, mendengarkan, berbicara, dan memecahkan masalah. Orang-orang seperti itu potensial untuk belajar dan beradaptasi dengan cepat terhadap pekerjaannya. 2. Persaingan global Perusahaan-perusahaan



harus



menyadari



bahwa



mereka



menghadapi



persaingan dalam pasar global yang ketat. Agar dapat memenangkan persaingan, perusahaan harus mampu menghasilkan produk yang lebih baik dan lebih murah daripada pesaingnya. Untuk itu diperlukan senjata yang ampuh untuk menghadapi persaingan agar tetap survive dan memiliki dominasi. Senjata tersebut adalah pendidikan dan pelatihan. 3. Perubahan yang cepat dan terus-menerus Di dunia ini tidak ada satu hal pun yang tidak berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan terjadi dengan cepat dan berlangsung terus-menerus. Pengetahuan dan keterampilan yang masih baru ini mungkin besok pagi sudah menjadi usang. Dalam lingkungan seperti ini sangat penting memperbaharui



kemampuan karyawan secara konstan. Organisasi yang tidak memahami perlunya pelatihan tidak mungkin dapat mengikuti perubahan tersebut. 4. Masalah-masalah alih teknologi Alih teknologi adalah perpindahan atau transfer teknologi dari satu objek ke objek yang lain.  Ada dua tahap dalam proses alih teknologi. Tahap pertama adalah komersialisasi teknologi baru yang dikembangkan di laboratorium riset atau oleh penemu individual.  Tahap ini merupakan pengembangan bisnis dan tidak melibatkan pelatihan. Tahap kedua dari proses tersebut adalah difusi teknologi yang memerlukan pelatihan. Difusi teknologi adalah proses pemindahan teknologi yang baru dikomersialkan ke dunia untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan daya saing. Tahap kedua ini tidak akan berlangsung dengan baik bila para karyawan yang akan menggunakan teknologi itu belum dilatih untuk menggunakannya secara efisien dan efektif. Teknologi tanpa didukung oleh adanya karyawan yang memahami cara penggunaannya secara efektif, tidak akan dapat memberikan kontribusi besar pada peningkatan produktivitas. Hambatan utama terhadap efektivitas proses alih teknologi adalah ketakutan (kekhawatiran) akan perubahan dan ketidaktahuan akan teknologi baru tersebut. Hambatan tersebut dapat diatasi dengan pelatihan. 5. Perubahan keadaan demografi Perubahan keadaan demografi menyebabkan pelatihan menjadi semakin penting dewasa ini. Oleh karena kerja sama tim merupakan unsur pokok dari TQM, maka pelatihan dibutuhkan untuk melatih karyawan yang berbeda latar belakangnya agar dapat bekerja bersama secara harmonis. Untuk mengatasi perbedaan budaya, sosial, dan jenis kelamin dibutuhkan pelatihan, komitmen, dan perhatian. Pelatihan karyawan memberikan manfaat sebagai berikut: 



Mengurangi kesalahan produksi







Meningkatkan produktivitas







Meningkatkan/memperbaiki kualitas







Mengurangi tingkat turnover







Biaya staf yang lebih rendah







Mengurangi kecelakaan







Meminimisasi biaya asuransi







Meningkatkan fleksibilitas karyawan







Respon yang lebih baik terhadap perubahan







Meningkatkan komunikasi







Kerja sama tim yang lebih baik







Hubungan karyawan yang lebih harmonis







Mengubah budaya perusahaan







Menunjukkan komitmen manajemen terhadap kualitas Sering ada yang berpendapat bahwa pelatihan hanya berkaitan secara



langsung dengan pekerjaan. Edward Deming menyatakan bahwa apabila pelatihan terlalu difokuskan pada aplikasi langsung merupakan pandangan yang keliru. Berbagai macam pembelajaran dapat memberikan keuntungan yang tidak dapat diprediksi. C. PROSES PELATIHAN YANG EFEKTIF Ketika akan melaksanakan pelatihan, setiap perusahaan dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: •



Pelatihan macam apa yang kita butuhkan?







Siapa yang harus dilatih?







Dimana tempat pelatihannya?







Bagaimana cara pemberian pelatihan tersebut?







Bagaimana cara mengetahui efektivitas pelatihan yang telah dilakukan?



Penentuan Kebutuhan Pelatihan Perbaikan



kualitas



yang



dilakukan



dengan



terburu-buru



sering



menyebabkan diambilnya keputusan yang salah tentang jenis pelatihan yang akan diberikan. Kesalahan-kesalahan yang paling umum terjadi adalah sebagai berikut:







Seorang pelanggan mengatakan kepada suatu perusahaan bahwa ia mempunyai keterampilan baru untuk perusahaan tersebut. Mendapatkan informasi demikian, perusahaan yang bersangkutan segera memberikan keterampilan



tersebut



kepada



karyawan



tanpa



mengetahui



apakah



karyawannya telah siap untuk mempelajarinya. 



Suatu perusahaan membeli peralatan baru untuk membuat produk baru atau melakukan perancangan ulang untuk suatu proses tanpa mempertimbangkan aspek pelatihan terlebih dahulu.







Suatu perusahaan mulai melaksanakan pelatihan umum mengenai konsep kualitas secara luas tanpa menghiraukan bagaimana karyawannya akan menerapkan konsep tersebut dalam pekerjaan mereka sehari-hari agar kualitasnya menjadi lebih baik.







Suatu perusahaan mengetahui bahwa pesaingnya sedang menerapkan teknik kualitas tertentu atau manajer perusahaan tersebut membaca dari majalah atau surat kabar bahwa teknik tersebut sedang populer, sehingga dengan segera   manajer itu memutuskan untuk melaksanakan pelatihan mengenai penerapan  teknik kualitas tersebut tanpa memikirkan apakah hal  tersebut cocok bagi perusahaannya. Seharusnya proses pelatihan dimulai dengan mengumpulkan data dan informasi yang dapat menggambarkan jenis keterampilan yang dimiliki karyawan saat ini dan keterampilan apa yang mereka perlukan untuk mencapai rencana jangka pendek dan jangka panjang perusahaan, memuaskan pelanggan, dan memperbaiki kualitas. Setelah data dikumpulkan dari bermacam-macam sumber, data tersebut dianalisis dan akhirnya kebutuhan akan pelatihan dapat ditentukan. Pendekatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan



pelatihan adalah sebagai berikut: 1.



Menentukan keterampilan karyawan yang diperlukan untuk mencapai strategi kualitas perusahaan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh para manajer untuk menentukan kebutuhan akan pelatihan, diantaranya:



a. Observasi Manajer dapat melakukan observasi terhadap beberapa aspek pokok. Misalnya apakah terdapat masalah-masalah yang spesifik dalam perusahaan? Apakah karyawan menghadapi masalah dalam melakukan tugas-tugas tertentu? Apakah pekerjaan secara konsisten mendukung proses? b. Wawancara Manajer



dapat



mewawancarai



para



karyawan



agar



mereka



mengungkapkan kebutuhan mereka berdasarkan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki. Karyawan mengetahui tugas yang harus mereka kerjakan setiap hari. Mereka juga mengetahui tugas mana yang dapat mereka  kerjakan dengan baik, mana yang tidak, dan mana yang tidak dapat mereka kerjakan sama sekali. Sesi branstorming  sangat efektif dalam proses perbaikan yang berkesinambungan bila karyawan bersedia  mengemukakan pikiran dan pendapatnya. c. Survei job task analysis Dalam



pendekatan



ini



dilakukan



analisis



terhadap



dua



aspek



utama. Pertama, aspek pekerjaan secara keseluruhan.  Kedua, aspek pengetahuan,



keterampilan,



serta



sikap



yang



dibutuhkan



untuk



melaksanakan pekerjaan tersebut. Berdasarkan informasi dari hasil analisis tersebut, maka instrumen survei dikembangkan dan disebarkan pada karyawan yang masih melaksanakan pekerjaan yang diteliti. Dalam mengembangkan instrumen survei ada baiknya melibatkan karyawan yang akan disurvai agar informasi yang diperoleh lengkap dan tidak mengabaikan kriteria-kriteria seperti keterampilan kerja sama tim, sensitivitas terhadap umpan balik pelanggan (terutama pelanggan internal), dan keterampilan interpersonal. d. Focus group Dalam metode ini, kelompok-kelompok karyawan tertentu diminta untuk membicarakan siklus kualitas mereka yang berkaitan dengan pelatihan. Rapat yang dilakukan tanpa manajer atau penyelia tersebut akan menjadi lebih terbuka untuk menyadari bahwa mereka memerlukan Pelatihan.



e. Sistem saran Sistem saran organisasi (baik melalui kotak saran, maupun saran yang diajukan secara langsung) juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan. 2.



Melakukan penilaian kebutuhan secara periodik untuk mengidentifikasi topiktopik yang baru.



3.



Menggunakan proses identifikasi kebutuhan berkelanjutan yang meliputi evaluasi terhadap pelatihan yang telah diikuti oleh karyawan dan saran dari unit bisnis maupun para manajer akan diperlukannya suatu Pelatihan baru.



4.



Melakukan benchmark terhadap perusahaan-perusahaan lain dalam industri yang sama untuk menentukan apa yang mereka lakukan dan di mana mereka melaksanakan program pelatihannya.



Peserta Pelatihan Perusahaan yang ingin memperoleh manfaat dari TQM dan SPC harus memberikan pelatihan pada setiap orang di perusahaan tersebut. Manajemen eksekutif terlebih dahulu harus diberi pengertian mengenai orientasi terhadap filosofi TQM, termasuk eksplorasi, mengenaiTQM, manfaat implementasi TQM, hambatan untuk mencapai kesuksesan, dan penggunaan alai-alat TQM/SPC. Komponen pelatihan yang penting bagi manajemen eksekutif meliputi peranan dan tanggung jawab manajemen, serta perencanaan strategis dan operasional. Manajer level menengah atau penyelia diberi pelatihan seperti manajemen eksekutif. Tetapi perbedaannya adalah bahwa aspek perencanaan strategic lebih banyak ditekankan pada pelatihan bagi manajemen eksekutif. Waktu pelatihan lebih dialokasikan untuk alat dan teknik-teknik TQM/SPC dengan tambahan sedikit perhatian pada masalah lingkungan dan aktivitas perilaku yang akan mendukung TQM/SPC. Pelatihan pada staf teknis/profesional ditekankan pada keterampilan pemecahan masalah dengan menggunakan alat dan teknik kuantitatif, seperti diagram Pareto, distribusi frekuensi, histogram, perencanaan sampling, konstruksi diagram pengendalian, dan interpretasinya.



Pelatihan juga diberikan pada individu-individu yang akan berperan sebagai pelatih atau facilitator dalam in-house training mengenai TQM/SPC. Kelompok individu tersebut kemudian akan: •



Mempersiapkan pelatihan TQM/SPC sebelum di implementasikan.







Berperan sebagai fasilitator pada tim perbaikan proses untuk menjamin bahwa tim berfungsi secara efektif dan alat serta teknik TQM/SPC digunakan dengan tepat.







Mempersiapkan pelatihan TQM/SPC yang lebih fresh kepada karyawan.







Melatih karyawan baru.



Tempat Pelatihan Pelatihan dapat dilakukan dengan on-site atau off-site. Terdapat keunggulan dan kelemahan apabila menggunakan on-site maupun off-site training. Dalam



memilih



mempertimbangkan



mana



yang



faktor-faktor



pada



lebih



sesuai,



masing-masing



perusahaan jenis



harus



pelatihan.



Keunggulan on-site training antara lain: •



Mengurangi biaya pelatihan







Menghapus biaya transportasi







Skedul pelatihan fleksibel







Mengurangi gangguan terhadap operasi sehari-hari



Sedangkan keunggulan off-site training antara lain: •



Memberikan kesan kepada karyawan bahwa kualitas itu sungguh-sungguh penting, sehingga perusahaan berupaya untuk mengadakan pelatihan di luar perusahaan.







Gangguan lebih sedikit







Lebih sedikit interupsi







Educational setting yang ada lebih sesuai dengan ukuran dan komposisi kelas.



Materi dan Isi Pelatihan Masalah yang kompleks timbul dalam pemilihan dan pengembangan materi pelatihan. Tetapi pilihan yang diambil tergantung pada isi pelatihan, desain



instruksional, dan alat bantu pelatihan. Gambar 8-1 menyajikan pendekatan sistem yang digunakan untuk pengembangan pelatihan TQM / SPC. Jaminan kesuksesan pelatihan TQM/SPC tergantung pada strategi-strategi tertentu yaitu: 1. Penentuan tujuan pelatihan Tujuan pelatihan seharusnya jelas, berorientasi pada kinerja, dan dapat diukur secara kuantitatif. Tujuan yang baik tidak terbatas pada isi teknis, tapi lebih berorientasi pada tindakan (action) dan kesesuaian dengan tempat kerja. 2. Menyediakan manual pelatihan untuk mencapai tujuan pelatihan Manual yang banyak sesuai untuk konsep-konsep dan istilah-istilah yang sangat teknis untuk memberikan pesan bahwa perbaikan kualitas merupakan hal yang penting. Tetapi apabila hal tersebut digunakan di dalam kelas justru akan menjadi intimidasi dan sesuatu hal yang terlalu berlebihan. Banyak pelatih telah menyadari bahwa semakin banyak manual dan semakin kompleks bahasa yang digunakan, semakin kecil kemungkinan bahwa apa yang dilatihkan akan digunakan setelah pelatihan. Manual



pelatihan



TQM/SPC



yang



baik meminimisasi penggunaan jorgon teknis dan bahasa yang kompleks, serta memberikan banyak contoh yang memungkinkan peserta pelatihan secara langsung dapat mengaitkan alat-alat TQM/SPC dengan tanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing. 3. Isi pelatihan kualitas harus terdiri dari komponen teknik dan perilaku.   Hal ini terutama berlaku pada pelatihan untuk manajer dan penyelia. Komponen teknis tradisional dari pelatihan dan implementasi kualitas meliputi konsep, prinsip, dan teknik TOM. Yang tidak kalah penting adalah komponen perilaku dari implementasi TQM sesuai dengan keterampilan dan teknik yang diperlukan manajer dan penyelia untuk mendorong karyawan agar menerima konsep



TQM



dan



berpartisipasi



dalam



perbaikan



kualitas



yang



berkesinambungan. Kebanyakan perusahaan menyertakan topik-topik di bawah ini di dalam pelatihan kualitas: •



Kesadaran akan kualitas







Pengukuran kualitas (pengukuran kinerja/ benchmarking biaya kualitas, analisis data)







Manajemen proses dan pencegahan defect







Pembentukan tim dan pelatihan kualitas







Fokus pada pelanggan dan pasar







Statistika dan metode statistika



Pemberian Pelatihan Ada 5 macam strategi untuk memaksimalkan sumber daya pelatihan, yaitu (Goestch dan Davis, 1994, pp.325-326): 1. Membentuk kualitas dari awal.  Lakukan dengan benar dari awal (do it right from the first time). 2. Merancang dari yang kecil Jangan mencoba untuk menyelenggarakan pelatihan bagi semua orang mengenai segala hal. Buat kegiatan yang spesifik dengan tujuan yang spesifik. 3. Berpikir kreatif. Jangan menganggap bahwa pendekatan tradisional adalah yang terbaik.



Penggunaan



video,



video



interaktif,



atau one-on-one



peer



training mungkin lebih efektif untuk keadaan tertentu. 4. Melihat-lihat



dulu.  Sebelum



membeli



jasa



pelatihan,



lakukan



analisis



menyeluruh terhadap tujuan pekerjaan yang spesifik. Putuskan apa yang diinginkan dan yakinkan perusahaan yang diajak dalam perjanjian tersebut. 5. Preview dan customize. Jangan pernah membeli produk pelatihan (video, manual, dan sebagainya) tanpa meninjaunya terlebih dahulu. Evaluasi Pelatihan Evaluasi pelatihan dimulai dari pernyataan tujuan yang jelas. Tujuan yang luas tidak akan membingungkan bila di buatkan sasaran pelatihan yang lebih spesifik. Tujuan pelatihan merupakan konsep yang luas. Sasaran tersebut menerjemahkan tujuan tersebut menjadi lebih spesifik dan dapat diukur. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan, serta meningkatkan kualitas dan produktifitas organisasi secara keseluruhan sehingga organisasi menjadi lebih kompetitif. Dengan kata



lain, tujuan pelatihan adalah meningkatkan kinerja, dan pada gilirannya akan meningkatkan



daya



saing.



Untuk



mengetahui



apakah



pelatihan



telah



meningkatkan kinerja, manajer perlu mengetahui 3 hal berikut: 1. Apakah pelatihan yang diberikan itu sahih (valid)? 2. Apakah karyawan mempelajarinya? 3.  Sudahkah kegiatan pembelajaran tersebut menimbulkan perbedaan?        Pelatihan yang sahih adalah pelatihan yang konsisten dengan tujuan pelatihan. Mengevaluasi validitas pelatihan dilakukan dengan dua tahap proses. Tahap pertama adalah membandingkan dokumentasi tertulis mengenai pelatihan (outline kursus, rencana pelajaran, kurikulum, dan sebagainya) dengan sasaran pelatihan. Bila pelatihan sahih dalam rancangan dan isi, dokumentasi tertulis akan sesuai dengan sasaran pelatihan. Tahap kedua adalah menentukan apakah pelatihan yang diberikan benar-benar konsisten dengan dokumentasi tersebut. Untuk menentukan apakah karyawan sudah mempelajari apa yang diberikan dapat dilakukan dengan memberikan tes, tetapi tes tersebut harus didasarkan pada sasaran pelatihan. Jika pelatihan tersebut sahih dan karyawan telah mempelajarinya, pelatihan tersebut seharusnya menghasilkan perbedaan dalam kinerja mereka. Kinerja seharusnya meningkat. Berarti kualitas dari produktifitasnya juga seharusnya meningkat. Manajer dapat membandingkan kinerja sebelum dan sesudah pelatihan untuk melihat apakah pelatihan tersebut telah meningkatkan kinerja. Evaluasi dengan kertas dan pensil saja bukan merupakan bentuk evaluasi yang memadai. Evaluasi tersebut lebih mengukur kharisma instruktur daripada keterampilan, prinsip, dan aplikasi yang dimiliki oleh peserta pelatihan. Ukuran kesuksesan dari pelatihan dilihat dari apakah karyawan menggunakan alat-alat dan teknik TQM dalam proses pengembangan tim dan apakah mereka melaksanakan tanggung jawab kerjanya. Tindak lanjut evaluasi secara formal harus dilakukan dalam jangka waktu 60 hari, 6 bulan, dan 1 tahun setelah latihan selesai. D. PENDEKATAN DALAM PEMBERIAN PELATIHAN Ada tiga macam pendekatan pokok dalam pemberian pelatihan, yaitu pendekatan internal, pendekatan eksternal, dan pendekatan kemitraan.



Pendekatan Internal Pendekatan internal adalah pendekatan yang digunakan untuk memberikan pelatihan dengan fasilitas organisasi. Pendekatan ini meliputi one-on-one training,



on-the



job



computer-based



training,



instruction, dan media-based instruction. One-on-onetraining



formal



group



dilaksanakan



dengan menempatkan karyawan yang kurang terampil dan belum berpengalaman di bawah instruksi karyawan yang lebih terampil dan berpengalaman: Pendekatan ini sering digunakan bila ada karyawan yang baru di rekrut. Pendekatan ini efektif juga untuk mempersiapkan penggantian bagi karyawan yang merencanakan untuk pensiun atau keluar. Computer-based training terbukti sebagai pendekatan internal yang efektif. Penerapannya sangat cocok untuk memberikan pengetahuan umum. Metode ini bersifat self-paced, individualized,  dan dapat menyajikan umpan balik yang cepat dan terus-menerus kepada pemakainya. Dalam formal group instruction, sejumlah karyawan yang memerlukan pelatihan umum dilatih bersama. Metode itu meliputi kuliah, demonstrasi, penggunaan multimedia, sesi tanya jawab, permainan peran (role playing), dan simulasi. Media-based instruction digunakan secara luas dalam pendekatan internal. Cara yang paling sederhana dilakukan dengan bantuan satu set audiotapes. Sedangkan yang lebih komprehensif menggunakan video dan buku kerja. Pemanfaatan laser disk interaktif (kombinasi antara komputer, video, dan teknologi laser disk) juga efektif untuk digunakan dalam pendekatan internal. Pendekatan Eksternal Pendekatan eksternal adalah pendekatan yang dilaksanakan dengan jalan mendaftarkan karyawan pada program atau kegiatan yang diberikan oleh lembaga pemerintah, lembaga swasta, organisasi profesional, dan perusahaan pelatihan swasta. Pendekatan yang paling sering dilakukan adalah mendaftarkan karyawan dalam pelatihan jangka pendek dalam jam kerja, dan mendaftarkan karyawan



dalam pelatihan jangka panjang seperti kursus-kursus. Pendekatan eksternal terutama digunakan untuk mengembangkan keterampilan umum. Pendekatan Kemitraan Dewasa iri mulai banyak dijalin kemitraan antara perusahaan dengan perguruan tinggi untuk memberikan customized training. Kemitraan dengan perguruan tinggi memberikan keuntungan kepada perusahaan yang ingin menyelenggarakan pelatihan bagi karyawannya. Perguruan tinggi memiliki tenaga profesional dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Mereka sangat memahami cara mentransformasikan tujuan pelatihan ke dalam materi pelatihan yang bersifat customized. Perguruan tinggi juga memiliki sumber daya yang dapat mengurangi atau menghemat biaya pelatihan organisasi. Keuntungan lainnya adalah adanya kredibilitas, formalisasi, standardisasi, dan fleksibilitas. Terlepas dari pendekatan yang digunakan dalam memberikan pelatihan, menurut Juran ada tiga keputusan penting yang harus dibuat berkaitan dengan pelatihan. 1. Apakah pelatihan bersifat suka rela atau wajib? Bila pelatihan merupakan bagian yang penting dari TQM dan organisasi komite terhadap TQM, maka pelatihan seharusnya bersifat wajib. 2. Bagaimana pelatihan seharusnya dirangkai? Meskipun penekanan dalam lingkungan TQM adalah bottom -up dalam hal jumlah



pelatihan



yang



 diberikan,



rangkaian



pelatihan



bersifat top-



down. Dengan kata lain, manajer menerima pelatihan yang lebih sedikit daripada karyawan, tetapi mereka menerimanya pertama kali. 3. Apa yang seharusnya diajarkan? Materi pelatihan disesuaikan dengan sasaran organisasi mengenai kualitas, produktifitas, dan daya saing. Seperti yang telah dijelaskan dalam Bab ini, kebutuhan



akan



pelatihan



ditentukan



dengan



membandingkan



antara



pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran organisasi. Gap antara apa yang dibutuhkan dan apa yang ada saat ini dapat ditutup dengan memberikan pelatihan yang tepat.



E. PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN Prinsip-prinsip pembelajaran merangkum apa yang diketahui dan diterima secara luas mengenai bagaimana orang belajar. Pelatih dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih baik bila memahami prinsip-prinsip berikut: •



Orang akan belajar sebaik-baiknya bila mereka siap untuk belajar. Anda tidak dapat memaksa karyawan untuk mempelajari segala sesuatu. Yang dapat Anda lakukan adalah membuat mereka ingin belajar. Oleh karena itu waktu yang digunakan untuk memotivasi karyawan agar ingin belajar merupakan waktu yang berguna. Sebelum memberikan instruksi, jelaskan mengapa karyawan perlu belajar dan bagaimana mereka dan organisasi akan saling menguntungkan bila mereka bersedia melakukannya.







Orang belajar lebih mudah apabila apa yang mereka pelajari dapat dikaitkan dengan sesuatu yang sudah mereka ketahui. Mulailah setiap kegiatan belajar yang baru dengan mereview apa yang telah diajarkan hari sebelumnya.







Orang belajar sebaik-baiknya dengan cara setahap demi setahap. Belajar seharusnya di organisasi dalam urutan yang logis dari yang konkrit ke abstrak, dari yang sederhana ke kompleks, dan dari apa yang sudah diketahui ke yang belum diketahui.







Orang belajar dengan melakukannya(learning by doing).  Prinsip ini mungkin merupakan prinsip yang paling penting dipahami oleh pelatih. Pelatih yang belum berpengalaman cenderung bingung dalam berbicara (demonstrasi atau memberi kuliah) dan mengajar. Hal tersebut dapat menjadi bagian dari proses mengajar, tetapi hanya sebagian kecil saja bila tidak diikuti dengan kegiatan aplikasi yang mensyaratkan pelajar untuk melakukan sesuatu.







Semakin sering seseorang menggunakan apa yang ia pelajari, semakin baik ingatan dan pemahamannya. Hal ini berarti bahwa pengulangan dan aplikasi seharusnya dilekatkan pada proses belajar.







Sukses



dalam



belajar



cenderung



merangsang



untuk



belajar



lebih



banyak Pelatih perlu mengorganisasikan pelatihan ke dalam segmen-segmen yang cukup singkat sehingga pelajar dapat melihat kemajuannya. •



Orang butuh umpan balik dengan segera dan terus-menerus untuk mengetahui apakah mereka telah belajar. Orang yang belajar ingin



mengetahui dengan segera dan terus-menerus bagaimana mereka melakukan sesuatu. Pelatih seharusnya berkonsentrasi pada pemberian umpan balik yang terus-menerus dan segera. F. PENYEBAB KEGAGALAN PELATIHAN Tidak selamanya suatu pelatihan yang dilakukan akar. berhasil, bahkan banyak pelatihan yang gagal. Banyak faktor yang menyebabkan kegagalan suatu pelatihan. Misalnya pengajaran yang tidak baik, materi kurikulum pelatihan yang tidak tepat, perencanaan yang jelek, dana yang tidak memadai, dan kurangnya komitmen. Juran. mengemukakan 2 penyebab utama yang lebih serius dan seringkali terjadi, yaitu: •



Kurangnya partisipasi manajemen dalam perencanaan Setiap orang perlu level operasional perlu dilibatkan dalam perencanaan pelatihan. Dengan demikian manajemen dan level operasional bersama-sama merencanakan kebutuhan akan pelatihan.        







Jangkauan (scope)



yang



terlalu



sempit. Pelatihan



yang



bertujuan



memperbaiki kualitas harus dimulai dari aspek yang luas dan umum, baru ke aspek yang lebih spesifik. Seringkali organisasi langsung memberikan pelatihan mengenai aspek-aspek TQM tertentu sebelum para karyawannya memahami kerangka umumnya.