Resume UU Narkotika [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESUME UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA



Oleh: Fiona Rebitta Ginting Martha Chrisdiany Olivia Celia Wirando P. Girsang Yogyakarta 2018



BAB I KETENTUAN UMUM 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,baik sintetis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan: ● Penurunan atau perubahan kesadaran ● Hilangnya rasa ● Mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri ● Dapat menimbulkan ketergantungan Dan narkotika sendiri dapat dibedakan ke dalam golongan-golongan yang terlampir pada Undang-Undang ini. 2. Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Prekursor Narkotika ini dapat dibedakan dalam tabel yang terlampir Undang-Undang ini. 3. Produksi adalah kegiataan atau proses mulai dari menyiapkan, mengolah, membuat, menghasilkan, mengemas dan/ atau mengubah bentuk Narkotika. Menghasilkan Narkotika dalam produksi bisa secara langsung atau tidak langsung dan melalui ekstraksi atau non-ekstraksi dari sumber alami atau sintetis kimia ataupun gabungan. 4. Impor adalah kegiatan memasukkan Narkotika dan Prekursor Narkotika ke dalam Indonesia lewat bandara maupun pelabuhan yang berlaku undang-undang kepabeaan. 5. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika dan Prekursor Narkotika dari dalam negeri ke luar negeri lewat bandara maupun pelabuhan yang berlaku undang-undang kepabeaan. 6. Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika adalah serangkaian kegiatan melawan hukum yang dilakukan dan ditetapkan sebagai tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika. 7. Surat Persetujuan Impor adalah surat persetujuan untuk mengimpor Narkotika dan Prekursor Narkotika. 8. Surat Persetujuan Ekspor adalah surat persetujuan untuk mengekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika. 9. Pengangkutan adalah serangkaian kegiatan memindahkan Narkotika dari satu tempat ke tempat lain dengan cara atau sarana angkutan apaun. 10. Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran sediaan Farmasi, termasuk Narkotika dan alat kesehatan. 11. Industri Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk Narkotika. 12. Transito Narkotika adalah pengangkutan Narkotika dari suatu negara ke negara lain dengan melalui dan singgah di wilayah Negara Republik Indonesia yang terdapat Kantor pabean dengan atau tanpa berganti sarana angkutan. 13. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.



14. Ketergantungan Narkotika adalah keadaan dimana orang yang terus-menerus menggunakan Narkotika dengan takaran yang meningkat supaya menghasilkan efek yang sama, jika penggunaannya dikurangi atau dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan gejala fisik dan psikis yang jelas. 15. Penyalah guna adalah orang yang secara melawan hukum menggunakan Narkotika. 16. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. 17. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. 18. Permufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bersekongkol melakukan suatu tindak pidana Narkotika. 19. Penyadapan adalah kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan menyadap komunikasi. 20. Kejahatan Teorganisasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terdiri dari 3 orang atau lebih yang bertindak bersama dengan tujuan melakukan tindak pidana Narkotika. 21. Korporasi adalah kumpulan terorganisasi orang maupun kekayaan, baik badan hukum. atau buka badan hukum 22. Menteri adalah meteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kesehatan. BAB II DASAR, ASAS, DAN TUJUAN 1. Dasar dari Undang-Undang tentang narkotika adalah Pancasila dan UUD 1945 2. Asas Undang-Undang tentang Narkotika : a. Keadilan b. Pengayoman c. Kemanusiaan d. Ketertiban e. Perlindungan f. Keamanan g. Nilai-nilai ilmiah, dan h. Kepastian hukum 3. Tujuan Undang-Undang tentang Narkotika: 1. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/ atau pengembangan IPTEK. 2. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika 3. Memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika 4. Menjamin pengaturan upaya rehabilitas medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.



BAB III RUANG LINGKUP 1. Narkotika digolongkan ke dalam : 1. Narkotika Golongan I ● Dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan tidak digunakan dalam terapi ● Mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan Dilarang diproduksi dan digunakan dalam proses produksi ● Dapat digunakan untuk pengembangan IPTEK, reagensia diagnostik dan reagensia labolatorium dalam jumlah terbatas dan mendapat persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. ● Contoh : Heroin, kokain, ganja. 2. Narkotika Golongan II ● Berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir ● Dapat digunakan dalam terapi ● Tujuan pengembangan IPTEK ● Mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan 3. Narkotika Golongan III ● Berkhasiat untuk pengobatan ● Banyak digunakan dalam terapi ● Tujuan ilmu pengetahuan ● Mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan 2. Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan IPTEK. BAB IV PENGADAAN Bagian Kesatu Rencana Kebutuhan Tahunan 1. Menteri menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan IPTEK dengan disusun rencana kebutuhan tahunan Narkotika yang berdasarkan data pencatatan dan pelaporan rencana dan realisasi produksi tahuanan yang diaudit secara detail dan menjadi pedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasan Narkotika secara nasional. 2. Narkotika untuk kebutuhan dalam negeri diperoleh dari impor, produksi dalam negeri yang berpedoman pada rencana kebutuhan tahunan. Bagian Kedua Produksi 1. Menteri berwenang: a. Memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika kepada Industri Farmasi yang telah memiliki izin setelah dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.



2. 3. 4.



5.



1. 2. 3. 4. 5. 6.



b. Melakukan pengendalian terhadap produksi Narkotika Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir produksi Narkotika. Lembaga ilmu pengetahuan dapat memperoleh, menanam, menyimpan dan menggunakan Narkotika untuk kepentingan IPTEK setelah mendapat izin Menteri. Narkotika yang berada dalam penguasaan Industri Farmasi , pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus dan wajib memberikan laporan berkala mengenai pemasukan dan pengeluaran Narkotika tersebut. Pelanggaran mengenai penyimpanan : ● Teguran ● Peringatan ● Denda administratif ● Penghentian sementara kegiatan ● Pencabutan izin BAB V IMPOR DAN EKSPOR Bagian Kesatu Izin Khusus dan Surat Persetujuan Impor dan/atau Ekspor Menteri memberi izin kepada 1 perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai importir dan/atau eksportir. Dalam keadaan tertentu, menteri juga dapat memberi izin kepada perusahaan lain dari perusahaan milik negara untuk melaksanakan impor dan/atau ekspor Narkotika. Importir dan/atau Eksportir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Impor dan/atau ekspor dari Menteri setiap kali melakukan impor dan/atau ekspor Narkotika Surat Persetujuan Impor Narkotika untuk Golongan I hanya dapat diberikan untuk kepentingan pengembangan IPTEK Pelaksanaan impor dan/atau ekspor Narkotika harus dasar persetujuan pemerintah negara pengekspor dan/atau pengimpor dan dinyatakan dalam dokumen yang sah. Impor dan ekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika hanya dilakukan melalui kawasan pabean tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri. Kawasan pabean tertentu yang dimaksud adalah kawasan di pelabuhan laut dan pelabuhan udara internasional tertentu yang ditetapkan sebagai pintu impor dan ekspor Narkotika agar lalu lintas Narkotika mudah diawasi.



Bagian Kedua Pengangkutan 1. Setiap pengangkutan impor dan/atau ekspor Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen atau surat persetujuan ekspor dan/atau impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan di negara pengekspor dan/atau pengimpor dan Surat Persetujuan Impor dan/atau ekspor Narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri.



2. Penanggung jawab pengangkut impor Narkotika yang masuk wilayah Indonesia wajib membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan Surat Persetujuan Impor Narkotika dan surat persetujuan ekspor Narkotika yang sah. 3. Eksportir wajib memberi Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari Menteri dan surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah. 4. Narkotika yang diangkut harus disimpan pada kemasan khusus dan disegel. 5. Nakhoda harus membuat berita acara tentang muatan Narkotika yang diangkut dan dalam waktu 1 x 24 jam setelah tiba di pelabuhan wajin melaporkan Narkotika yang dimuat kepada kepala kantor pabean setempat. 6. Nakhoda yang mengetahui ada nya Narkotika tanpa dokumen wajib membuat berita acara dan melakukan tindakan pengamanan. Bagian Ketiga Transito 1. Surat Persetujuan Ekspor dan Impor Narkotika yang sah memuat keterangan tentang: ● Nama dan alamat pengekspor dan pengimpor Narkotika ● Jenis, bentuk, dan jumlah Narkotika ● Negara tujuan ekspor Narkotika. 2. Setiap terjadi perubahan tujuan ekspor Narkotika pada Transito dapat dilakukan setelah adanya persetujuan dari: ● Pemerintah negara pengekspor Narkotika ● Pemerintah pengimpor Narkotika ● Pemerintah negara tujuan perubahan ekspor Narkotika Bagian Keempat Pemeriksaan 1. Pemerintah melakukan pemeriksaan atas kelengkapan dokumen impor, ekspor, dan/ atau Transito Narkotika. 2. Importir Narkotika dalam memeriksa Narkotika disaksikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dan wajib melapor kepada Menteri paling lambat 3 hari kerja sejak diterimanya impor Narkotika, setelah itu menteri akan menyampaikan hasil penerimaan impor Narkotika kepada pemerintah negara pengekspor.



BAB VI PEREDARAN Bagian Kesatu Umum 1. Peredaran narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari Menteri dan pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.



3. Narkotika golongan II dan III yang berupa bahan baku, yang digunakan untuk produksi obat diatur oleh Menteri. 4. Setiap kegiatan peredaran narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.



1.



2.



3.



4.



5.



1. 2. 3. 4.



5.



Bagian Kedua Penyaluran Narkotika hanya dapat disalurkan oleh industri farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah yang memiliki izin khusus penyaluran narkotika dari Menteri. Industri farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika pada pedagang besar farmasi tertentu, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu, dan rumah sakit. Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika pada pedagang besar farmasi tertentu lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu, rumah sakit, lembaga ilmu pengetahuan. Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika pada rumah sakit pemerintah, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan pemerintah tertentu. Narkotika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan iptek. Bagian Ketiga Penyerahan Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dan dokter. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter, dan pasien. Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter. Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk: a. Menjalankan praktik dokter dengan memberikan narkotika melalui suntikan b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat c. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Narkotika dalam bentuk suntikan yang diserahkan oleh dokter sebagaimana dimaksud ayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek.



BAB VII LABEL DAN PUBLIKASI 1. Industri farmasi wajib mencantumkan label pada kemasan narkotika, baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku narkotika. 2. Label dapat berbentuk tulisan, gambar, kombinasi tulisan dan gambar, atau bentuk lain yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, ditempelkan, atau merupakan bagian dari kemasannya dan keterangan pada label harus lengkap dan tidak menyesatkan.



3. Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah kedokteran atau farmasi. BAB VIII PREKURSOR NARKOTIKA Bagian Kesatu Tujuan Pengaturan 1. Pengaturan prekursor bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor narkotika, mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor narkotika, dan mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekusor narkotika. Bagian Kedua Penggolongan dan Jenis Prekursor Narkotika 1. Prekursor narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam prekursor tabel I dan II. Bagian Ketiga Rencana Kebutuhan Tahunan 1. Pemerintah menyusun rencana kebutuhn tahunan prekursor narkotika untuk kepentingan industri farmasi, industri nonfarmasi, dan iptek berdasarkan jumlah persediaan, perkiraan kebutuhan, dan penggunaan prekursor narkotika secara nasional. Bagian Keempat Pengadaan 1. Pengadaan prekursor narkotika dilakukan melalui produksi dan impor dan hanya dapat digunakan untuk tujuan industri farmasi, industri non farmasi, dan iptek.



BAB IX PENGOBATAN DAN REHABILITASI Bagian Kesatu Pengobatan 1. Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan narkotika golongan II atau III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien. 2. Pasien sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa narkotika untuk dirinya sendiri. 3. Pasien sebagaimana dimaksud ayat (2) harus mempunyai bukti yang sah bahwa narkotika yang dimiliki atau dibawa diperoleh secara sah. Bagian Kedua Rehabilitasi 1. Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.



2. Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur wajib melapor kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan sosial. 3. Pecandu yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya. 4. Rehabilitasi medis pecandu dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh menteri. 5. Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis setelah mendapat persetujuan menteri. 6. Selain pengobatan dan rehabilitasi medis, penyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan melalui pendekatan keagamaan dan tradisional. 7. Rehabilitasi sosial mantan pecandu diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun masyarakat.



1. 2.



3. 4.



5.



BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan narkotika. Pembinaan meliputi upaya: a. Memenuhi ketersediaan narkotika untuk kepentingan kesehatan atau pengembangan iptek b. Mencegah penyalahgunaan narkotika c. Mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan narkotika d. Mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan iptek untuk kepentingan kesehatan e. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis bagi pencandu. Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan narkotika. Pengawasan meliputi: a. Narkotika dan prekursor narkotika untuk kepentingan kesehatan dan pengembangan iptek b. Alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan c. Evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu produk sebelum diedarkan d. Produksi e. Impor dan ekspor f. Peredaran g. Informasi h. Penelitian dan pengembangan iptek Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan negara lain dan/atau badan internasional secara bilateral dan multilateral dalam rangka pembinaan dan pengawasan narkotika dan prekursor narkotika.



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



8.



BAB XI PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN Bagian Kesatu Kedudukan dan Tempat Kedudukan Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dibentuk Badan Narkotika Nasional BNN merupakanlembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukandi bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. BNN berkedudukan di ibukota seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. BNN mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota merupakan instansi vertikal BNN dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu olehseorang sekretaris utama dan beberapa deputi Deputi membidangi : a. bidang pencegahan; b. bidang pemberantasan; c. bidang rehabilitasi; d. bidang hukum dan kerja sama; dan e. bidang pemberdayaan masyarakat mengenai struktur organisasi dan tata kerja BNN diatur dengan Peraturan Presiden.



Bagian Kedua Pengangkatan dan Pemberhentian 1. Kepala BNN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. 2. Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kepala BNN sebagaimana di) diatur dengan Peraturan Presiden.



Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang 1. BNN mempunyai tugas: a. menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan Pemberantasan Narkotika b. mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika c. berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik d. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika f. memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan peredaran gelap Narkotika ; g. melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, h. mengembangkan laboratorium Narkotika dan PrekursorNarkotika;



i. melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan Narkotik j. membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang. 2. Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan Narkotika. Selain dari tugas tersebut BNN, Dalam Peraturan Presiden RI Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional 3. Kewenangan dilaksanakan oleh penyidik BNN. 4. Penyidik BNN diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BNN. 5. syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian penyidik BNN diatur dengan Peraturan Kepala BNN.



1.



2.



3.



4.



BAB XII PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan, Perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika termasuk perkara yang didahulukan dari perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna penyelesaian secepatnya. Proses pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika pada tingkat banding,tingkat kasasi, peninjauan kembali, dan eksekusi pidana mati, serta pemberian grasi, pelaksanaannya harus dipercepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka melakukan penyidikan, BNN berwenang: a. melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan b. memeriksa orang diduga melakukan penyalahgunaan dan Narkotika c. memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi; d. menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gela Narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka; e. memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan Narkotika; f. memeriksa surat dan/atau dokumen lain g. menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika; h. melakukan interdiksi terhadap peredaran Narkotika diseluruh wilayah juridiksi nasional; i. melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup; j. melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan; k.memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika; l. melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya; m. mengambil sidik jari dan memotret tersangka;



n. melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman; o. membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika; p. melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita; q. melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika r. meminta bantuan tenaga ahli dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan Narkotika s. menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti 5. Penyidik BNN, berwenang: a. mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, dan barang bukti, kepada jaksa penuntut umum; b. memerintahkan kepada pihak bank untuk memblokir rekening yang diduga dari hasil penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika c. untuk mendapat keterangan dari pihak bank tentang keadaan keuangan tersangka d. untuk mendapat informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan e. meminta secara langsung kepada instansi yang berwenang untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri; f. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka kepada instansi terkait; g. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan Perjanjian lainnya h. meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri. 6. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika Dalam hal ini, secara tidak langsung menyarakan bahwasanya dalam hal kewenangan penyidikan kedua pihak tersebut sama/tidak ada yang lebih superior, sehingga harus saling bekerja sama satu sama lain dalam upaya memberantas kasus narkotika 7. Penyidik pegawai negeri sipil tertentu berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika 8. Penyidik pegawai negeri sipil berwenang : a.memeriksa kebenaran laporan tentang adanya dugaan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; b. memeriksa orang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; c. meminta keterangan dan bahan bukti badan hukum sehubungan dengan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; d. memeriksa barang bukti perkara penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; e. menyita barang bukti perkara penyalahgunaan Narkotika dan



Prekursor Narkotika; f. memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang adanya dugaan Penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; g. meminta bantuan tenaga ahli untuk tugas penyidikan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan h. menangkap orang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. 9. Penyidik dapat melakukan kerja sama memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. 10. Dalam melakukan penyidikan, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan secara tertulis dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN. 11. Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik pegawai negeri sipil tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia 12. Penyidik dapat memperoleh alat bukti selain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana. 13. Alat bukti, yaitu a. informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik b. data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: 1. tulisan, suara, dan/atau gambar; 2. peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau 3. huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. 14. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidik BNN yang melakukan penyegelan dan membuat berita acara penyitaan pada hari penyitaan dilakukan,memuat: a. nama, jenis, sifat, dan jumlah; b. keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan penyitaan; c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan d. tanda tangan dan identitas lengkap penyidik yang melakukan penyitaan. 15. Penyidik wajib memberitahukan penyitaan yang dilakukannya kepada kepala kejaksaan negeri setempat dalam waktu paling lama 3 x 2 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusannya disampaikan kepada ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.



16. Penyidik pegawai negeri sipil tertentu yang melakukan penyitaan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika wajib membuat berita acara penyitaan dan menyerahkan barang sitaan tersebut beserta berita acaranya kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan 17. Penyerahan barang sitaan dapat dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari jika berkaitan dengan daerah sulit terjangkau oleh faktor geografis atau transportasi. 18. Penyidik bertanggung jawab atas penyimpanan dan pengamanan barang sitaan Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyimpanan, pengamanan, dan pengawasan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita 19. Untuk keperluan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, penyidik BNN, dan penyidik pegawai negeri sipil menyisihkan sebagian kecil barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk dijadikan sampel guna pengujian di laboratorium tertentu dan dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan. 20. syarat dan tata cara pengambilan dan pengujian sampel di laboratorium tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah. 21. Kepala kejaksaan negeri setempat setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan barang Narkotika dan Prekursor Narkotika dari penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidik BNN, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari wajib menetapkan status barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika tersebut untuk kepentingan pembuktian perkara, pengembangan ilmu pengetahuan,teknologi, pendidikan, pelatihan, dan/atau dimusnahkan. 22. Barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika wajib dimusnahkan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari kepala kejaksaan negeri setempat. 23. Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak pemusnahan dilakukan dan menyerahkan berita acara tersebut kepada penyidik BNN atau penyidik KepolisianNegara Republik Indonesia setempat dan tembusan berita acaranya disampaika kepada kepal kejaksaan negeri, ketua pengadilan negeri, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan setempat. 24. Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama. 25. Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diserahkan kepada Menteri. Untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan diserahkan kepada Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak menerima penetapan dari kepala kejaksaan negeri setempat.



26. Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan laporan kepada Menteri mengenai penggunaan barang sitaan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan. 27. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN wajib Memusnahkan tanaman Narkotika yang ditemukan dalam waktu paling lama 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sejak saat ditemukan, setelah disisihkan sebagian kecil untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan dapat disisihkan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan. 28. Untuk tanaman Narkotika yang karena jumlahnya dan daerahnya sulit terjangkau Karena faktor geografis atau transportasi, pemusnahan dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari. 29. Pemusnahan dan penyisihan sebagian tanaman Narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangny memuat: a. nama, jenis, sifat, dan jumlah; b. keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun ditemukan c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai tanaman Narkotika; dan d. tanda tangan dan identitas lengkap pihak terkait yang menyaksikan pemusnahan. 30. Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahkan disimpan oleh penyidik untuk kepentingan pembuktian. 31. Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahka disimpan oleh Menteri dan Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 32. Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahkan sdisimpan oleh BNN untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan. 33. sebagian kecil Narkotika atau tanaman Narkotika yang disita dapat dikirimkan ke negara lain yang diduga sebagai asal Narkotika atau tanaman Narkotika tersebut untuk pemeriksaan laboratorium guna pengungkapan asal Narkotika atau tanaman Narkotika dan jaringan peredarannya berdasarkan perjanjian antarnegara 34. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyerahan dan pemusnahan barang sitaan diatur dengan Peraturan Pemerintah. 35. Proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidangpengadilan tidak menunda atau menghalangi penyerahan barang sitaan 36. Apabila berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terbukti bahwa barang sitaan yang telah dimusnahkan maka diperoleh atau dimiliki secara sah, kepada pemilik barang yang bersangkutan diberikan ganti rugi oleh Pemerintah. 37. Besaran ganti rugi ditetapkan oleh pengadilan 38. Untuk kepentingan penyidikan di sidang pengadilan, tersangka atau terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta kekayaan dan harta benda



39. Hakim berwenang meminta terdakwa membuktikan bahwa seluruh harta kekayaan dan harta benda istri, suami, anak, dan setiap orang atau korporasi bukan berasal dari hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan terdakwa. 40. Di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang sedang dalam pemeriksaan, dilarang menyebutkan nama dan alamat pelapor yang mememungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor. 42. Sebelum sidang dibuka, hakim mengingatkan saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang 43. Saksi, pelapor, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika beserta keluarganya wajib diberi perlindungan oleh negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau Hartanya. 44. Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah. 45. Narkotika, Prekursor Narkotika, dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dinyatakan dirampas untuk negara. 46. Dalam hal alat atau barang yang dirampas meruapakan milik pihak ketiga yang beritikad baik, pemilik dapat mengajukan keberatan terhadap perampasan tersebut kepada pengadilan yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah pengumuman putusan pengadilan tingkat Pertama. 47. Seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan: a. pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan b. upaya rehabilitasi medis dan sosial. 48. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan harta kekayaan atau aset yang diperoleh dari hasil tindak pidana diatur dengan Peraturan Pemerintah. 49. Perampasan aset dapat dilakukan atas permintaan negara lain berdasarkan perjanjian antarnegara. 50. Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat: a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau



perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika. 51. Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.



1. 2. 3. 4. 5.



BAB XIII PERAN SERTA MASYARAKAT Masyarakat mempunyai kesempatan yang luas untuk membantu pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap Narkotika Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya memperoleh perlindungan hukum



; BAB XIV PENGHARGAAN 1. Pemerintah memberikan penghargaan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. 2. Pemberian penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB XV KETENTUAN PIDANA 1.Narkotika Golongan 1 : a.Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan : -Bentuk : tanaman ● hukuman : 1.penjara : 4-12 tahun 2.denda : Rp800.000.000,00 - Rp8.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 1kg/ 5 batang pohon : ● hukuman : 1.penjara : seumur hidup / 5-20 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓ -Bentuk : bukan tanaman ● hukuman : 1.penjara : 4-12 tahun 2.denda : Rp800.000.000,00 - Rp8.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 5gr : ● hukuman : 1.penjara : seumur hidup / 5-20 tahun



2.denda



: denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓



b.Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan : -Bentuk : tanaman ● hukuman : 1.penjara : 5-15 tahun 2.denda : Rp1.000.000.000,00 - Rp10.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 1kg/ 5 batang pohon : ● hukuman : 1.pidana : pidana mati / penjara seumur hidup / penjara 5-20 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓ -Bentuk : bukan tanaman ● hukuman : 1.penjara : 5-15 tahun 2.denda : Rp1.000.000.000,00 - Rp10.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 5gr : ● hukuman : 1.pidana : pidana mati / penjara seumur hidup / penjara 5-20 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓ c.Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan : -Bentuk : tanaman ● hukuman : 1.penjara : seumur hidup / 5-15 tahun 2.denda : Rp1.000.000.000,00 - Rp10.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 1kg/ 5 batang pohon : ● hukuman : 1.pidana : pidana mati / penjara seumur hidup / penjara 6-20 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓ -Bentuk : bukan tanaman ● hukuman : 1.penjara : seumur hidup / 5-15 tahun 2.denda : Rp1.000.000.000,00 - Rp10.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 5gr : ● hukuman : 1.pidana : pidana mati / penjara seumur hidup / penjara 6-20 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓



d.Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito : -Bentuk : tanaman ● hukuman : 1.penjara : 4-12 tahun



2.denda : Rp800.000.000,00 - Rp8.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 1kg/ 5 batang pohon : ● hukuman : 1.penjara : seumur hidup / 5-20 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓ -Bentuk : bukan tanaman ● hukuman : 1.penjara : 4-12 tahun 2.denda : Rp800.000.000,00 - Rp8.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 5gr : ● hukuman : 1.penjara : seumur hidup / 5-20 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓ d.Menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain : ● hukuman : 1.penjara : 5-15 tahun 2.denda : Rp1.000.000.000,00 - Rp10.000.000.000,00 *Dalam hal mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen : ● hukuman : 1.pidana : pidana mati / penjara seumur hidup / penjara 5-20 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓



2.Narkotika Golongan 2 : a.Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan : ● hukuman : 1.penjara : 3-10 tahun 2.denda : Rp600.000.000,00 - Rp5.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 5 gram : ● hukuman : 1.penjara : 5-15 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓ b.Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan : ● hukuman : 1.penjara : 4-12 tahun 2.denda : Rp800.000.000,00 - Rp8.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 5 gram : ● hukuman : 1.pidana : pidana mati / penjara seumur hidup / penjara 5-20 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓



c.Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan : ● hukuman : 1.penjara : 4-12 tahun 2.denda : Rp800.000.000,00 - Rp8.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 5 gram : ● hukuman : 1.pidana : pidana mati / penjara seumur hidup / penjara 5-20 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓ d.Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito : ● hukuman : 1.penjara : 3-10 tahun 2.denda : Rp600.000.000,00 - Rp5.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 5 gram : ● hukuman : 1.penjara : 5-15 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓ d.Menggunakan Narkotika Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain : ● hukuman : 1.penjara : 4-12 tahun 2.denda : Rp800.000.000,00 - Rp8.000.000.000,00 *Dalam hal mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen : ● hukuman : 1.pidana : pidana mati / penjara seumur hidup / penjara 5-20 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓



3.Narkotika Golongan 3 : a.Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan : ● hukuman : 1.penjara : 2-7 tahun 2.denda : Rp400.000.000,00 - Rp3.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 5 gram : ● hukuman : 1.penjara : 3-10 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓ b.Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan : ● hukuman : 1.penjara : 3-10 tahun 2.denda : Rp600.000.000,00 - Rp5.000.000.000,00



*Untuk jumlah melebihi 5 gram : ● hukuman : 1.penjara : 5-15 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓ c.Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan : ● hukuman : 1.penjara : 3-10 tahun 2.denda : Rp600.000.000,00 - Rp5.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 5 gram : ● hukuman : 1.penjara : 5-15 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓ d.Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito : ● hukuman : 1.penjara : 2-7 tahun 2.denda : Rp400.000.000,00 - Rp3.000.000.000,00 *Untuk jumlah melebihi 5 gram : ● hukuman : 1.penjara : 3-10 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓ d.Menggunakan Narkotika Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain : ● hukuman : 1.penjara : 3-10 tahun 2.denda : Rp600.000.000,00 - Rp5.000.000.000,00 *Dalam hal mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen : ● hukuman : 1.pidana : pidana mati / penjara seumur hidup / penjara 5-15 tahun 2.denda : denda maksimum (sesuai ayat(1)) ditambah ⅓



4.Setiap penyalah guna narkotika bagi dirinya sendiri dihukum sebagai berikut : a.Narkotika Golongan 1 : pidana penjara maksimal 4 tahun b.Narkotika Golongan 2 : pidana penjara maksimal 2 tahun c.Narkotika Golongan 3 : pidana penjara maksimal 1 tahun *Penyalah guna narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. *Dalam memutus perkara mengenai penyalah guna narkotika bagi dirinya sendiri, hakim wajib memperhatikan ketentuan dalam Pasal 54,55, dan 103.



*Setiap penyalah guna narkotika baik pecandu maupun korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 5.Orangtua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur yang sengaja tidak melaporkan pecandu dipidana dengan : a.Pidana kurungan maksimal 6 bulan b.Denda maksimal 1 juta rupiah. 6.Pecandu narkotika tidak dituntut pidana jika : a.Bagi pecandu belum cukup umur : Telah dilaporkan oleh orangtua atau walinya. b.Bagi pecandu sudah cukup umur : Sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah. *Seseorang dianggap telah cukup umur jika usianya telah lebih dari 18 tahun. 7.Rumah sakit dan/ lembaga rehabilitasi medis harus memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan oleh Menteri. 8.Dipidana dengan pidana penjara 4-20 tahun dan denda maksimal lima miliar rupiah bagi setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum: a. memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; d. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. 9.Bagi korporasi yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111Pasal 126, dan Pasal 129, dapat dijatuhi pidana berupa : a.Pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya. b.Pidana denda (bagi korporasi) dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut. c.Dapat juga dijatuhi pidana tambahan berupa : -Pencabutan izin usaha -Pencabutan status badan hukum *Penjatuhan pidana tambahan sifatnya fakultatif, tergantung pada penilaian hakim akan menjatuhkan pidana tambahan atau tidak. 10.Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111-Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 dipidana dengan pidana penjara maksimal 1 tahun atau pidana denda maksimal 50 juta rupiah.



11.Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11-Pasal 126, dan Pasal 129, pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut. 12.Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111-Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan secara terorganisasi, pidana penjara dan pidana denda maksimumnya ditambah ⅓ *Pemberatan pidana seperti di atas tidak berlaku bagi tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 tahun. 13.Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk : a.Melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111-Pasal126, & Pasal 129 ● Hukuman : 1.pidana : pidana mati / penjara seumur hidup / penjara 5-20 tahun 2.denda : Rp2.000.000.000,- s/d Rp20.000.000.000,b.menggunakan Narkotika ● Hukuman : 1.pidana : penjara 5-15 tahun 2.denda : Rp1.000.000.000,- s/d Rp10.000.000.000,14.Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri dipidana dengan pidana kurungan maksimal 6 bulan atau pidana denda maksimal 20 juta rupiah. 15.Keluarga dari Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur yang dengan sengaja tidak melaporkan Pecandu Narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan maksimal 3 bulan atau pidana denda maksimal 1 juta rupiah. 16.Pengurus Industri Farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara 1-7 tahun dan pidana denda 40juta-400juta rupiah. 17.Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, baik berupa aset dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud serta barang-barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika dirampas untuk negara. 18.Setiap orang yang: a. menempatkan, membayarkan atau membelanjakan, menitipkan, menukarkan, menyembunyikan atau menyamarkan, menginvestasikan, menyimpan, menghibahkan,



mewariskan, dan/atau mentransfer uang, harta, dan benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang berasal dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, dipidana dengan pidana penjara 5-15 tahun dan pidana denda 1-10 miliar rupiah. b. menerima penempatan, pembayaran atau pembelanjaan, penitipan, penukaran, penyembunyian atau penyamaran investasi, simpanan atau transfer, hibah, waris, harta atau uang, benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang diketahuinya berasal dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, dipidana dengan pidana penjara 3-10 tahun dan pidana denda paling sedikit 500jt - 5 miliar rupiah. 19.Setiap orang yang menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara maksimal 7 tahun dan pidana denda maksimal 500 juta rupiah. 20.Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27/Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara 110 tahun dan pidana denda 100jt - 1 miliar rupiah. 21.Penyidik pegawai negeri sipil yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dan Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara 1-10 tahun dan pidana denda 100jt - 1 miliar rupiah. 22.Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 92 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenai pidana penjara 1-10 tahun dan pidana denda 100jt - 1 miliar rupiah. 23.Kepala kejaksaan negeri yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara 1-10 tahun dan pidana denda 100jt - 1 miliar rupiah. 24.Petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secara melawan hukum tidak melaksanakan kewajiban melaporkan hasil pengujiannya kepada penyidik atau penuntut umum, dipidana dengan pidana penjara maksimal 7 tahun dan pidana denda maksimal 500 juta rupiah. 25.Saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara 1-10 tahun dan pidana denda 60-600 juta rupiah. 26.Setiap orang yang dalam jangka waktu 3 tahun melakukan pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111-Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 pidana maksimumnya ditambah dengan 1/3 (sepertiga).



*Ancaman dengan tambahan ⅓ sebagaimana dimaksud di atas tidak berlaku bagi pelaku tindak pidana yang dijatuhi dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 tahun. 27.Setiap orang yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111-Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 di luar wilayah Negara Republik Indonesia diberlakukan juga ketentuan Undang-Undang ini. 28.Terhadap warga negara asing yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika dan telah menjalani pidananya sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini, dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara Republik Indonesia. 29.Warga negara asing yang telah diusir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia. 30.Warga negara asing yang pernah melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di luar negeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia. 31.Dipidana dengan pidana penjara 1-10 tahun dan pidana denda 100jt - 1 miliar rupiah bagi: a.Pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan; b.Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman Narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan; c.Pimpinan Industri Farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan; atau d.Pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan. 32.Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika, pelaku dijatuhi pidana penjara paling lama 2 tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar.



BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN 1. Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 83 tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota, dinyatakan sebagai BNN, BNN Provinsi, dan BNN Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang ini.



2. Kepala Pelaksana Harian BNN untuk pertama kali ditetapkan sebagai Kepala BNN. 3. Pejabat dan pegawai di lingkungan BNN yang ditetapkam berdasarkan Perpres Nomor 83 tahun 2007 adalah pejabat dan pegawai BNN. 4. Program dan kegiatan BNN yang telah dilaksanakan tetapi belum selesai, masih tetap dapat dijalankan sampai dengan selesainya program dan kegiatan dimaksud termasuk dukungan anggarannya. 5. Seluruh aset BNN baik yang berada di BNN Provinsi maupun BNN Kabupaten/Kota dinyatakan sebagai aset BNN. BAB XVII KETENTUAN PENUTUP 1. Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698) pada saat Undang-Undang ini diundangkan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini. 2. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Contoh kasus narkotika:



Setengah Tahun, Baru 3 Pelaku Kasus Narkotika Divonis



SIDANG: Seorang pelaku saat mengikuti sidang di PN Bulungan. (FAISAL MAASY/KALTARA POS) PROKAL.CO, TANJUNG SELOR – Kasus narkoba di ibu kota Kalimantan Utara (Kaltara) terus menjadi perhatian aparat kepolisian dan warga. Pasalnya, tidak hanya dalam jumlah kecil, polisi juga berhasil mengungkap kasus narkoba dalam jumlah besar. Namun, dari sejumlah kasus narkoba yang sudah melewati meja penyidik Polres Bulungan tahun ini, baru 3 kasus yang diputus oleh hakim PN Bulungan. Meski vonis tersebut sudah dijatuhkan, hakim PN Bulungan tampaknya harus dihadapkan pada sikap profesionalismenya. “Vonis ini kadang kita naikkan, kadang juga kita turun karena kami melihat beberapa hal. Yang pertama, kondisi masyarakat,” ungkap Wakil Hakim PN Tanjung Selor Jarot Widiatmono, SH kepada Kaltara Pos saat ditemui di ruangannya, kemarin (24/8). “Pemidanaan atau vonis dibuat untuk membuat efek jera. Untuk di sini memang vonisnya tinggi dibandingkan dengan daerah lain,” sambungnya. Jarot juga mengaku kaget saat dirinya baru bertugas di Tanjung Selor. Jika semua vonis untuk pidana pencurian semua di atas setahun, bahkan ada yang 2 tahun, yang tentu saja sangat



tinggi dibandingkan dengan tempat lain yang umumnya dibawah setahun. Hal itu diungkapkan Jarot Widiatmoko merujuk saat dia masih bertugas di Martapura, Pati dan Batam. “Itu vonisnya dibawah setahun, kaget juga melihatnya (vonis pada kasus pencurian sampai 2 tahun di Bulungan, Red.). Kira-kira, kalau kita vonis rendah, angka pencurian tindak pidananya apakah menurun?” tanyanya. “Terus yang kedua itu, kita sebagai hakim juga melihat efek. Suatu tindak pidana itu berefek kah bagi si pelaku. Contohnya tindak pidana narkotika seberat apapun kita hukum kalau narkotika itu tinggi, pasokan tinggi dari luar. Bisa tidak menurunkan angka tindak pidana narkotika? Belum tentu juga. Katakan semuanya hukuman mati, tapi pasokannya tinggi dan pembayarannya tinggi. Tetap saja ada yang mau bermain,” sambungnya. Jarot mengungkapkan, salah satu daerah yang perlu diperhatikan dalam penanganan narkotika adalah Tarakan dan daerah lainnya yang menjadi tempat empuk penyelundup melakukan aksinya. Dengan meningkatnya penyelundupan, kata dia, bukan tidak mungkin penggunanya akan makin tinggi. “Walaupun sudah dihukum tinggi walau tujuan pidana ada untuk membuat efek jera. Di dalam Undang-undang narkotika ada yang namanya pasal minimal 4 atau 5 tahun. Jika di (pasal, Red.) 114 itu 5 tahun dan 112 itu 4 tahun,” ungkapnya. Jarot menuturkan untuk beberapa kasus akan berbeda faktanya jika sudah berada saat persidangan. Ada perbedaan persepsi ataupun cara penanganan akan terjadi. Sehingga tadinya bisa dijatuhkan hukuman berat, dengan berbagai pertimbangan bisa saja mendapatkan hukuman ringan. “Untuk kasus pencurian di Tanjung Selor rata-rata di atas setahun atau 2 tahun. Faktor yang mempengaruhi karena mencuri disini suatu hal yang memalukan. Jadi kalau tidak ada hukuman tinggi nanti dia tidak kapok-kapok,” jelasnya. “Untuk narkotika sendiri selama saya menjadi hakim di sini. Hukuman yang tertinggi itu baru yang 19 tahun itu yang si Guntur itu plus denda Rp 2 miliar. Perbedaan untuk Guntur dengan Nursalam ini adalah Guntur ini memiliki, sedangkan Nursalam hanya sebagai kurir saja,” tutupnya. (*/mul) Sumber: http://kalpos.prokal.co/read/news/1068-setengah-tahun-baru-3-pelaku-kasusnarkotika-divonis



Pengadilan Negeri Pekanbaru Vonis Mati 3 Terdakwa Kasus Narkoba



Pekanbaru - Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru mengadili 7 orang terdakwa dalam kasus peredaran narkoba. Tiga terdakwa dalam sidang tersebut divonis mati oleh majelis hakim. Sidang secara maraton dari siang hingga malam hari digelar di PN Pekanbaru Jl Teratai Pekanbaru, Kamis (2/11/2017). Ketiga terdakwa yang dijatuhi hukuman mati adalah, Suripto alias Sukien, Harianto alias Pao-pao dan Ramli. Sidang ini terdiri dari majelis halim Sorta, Toni Irvan dan Abdul Azis. Para majelis hakim ini silih berganti menjadi ketua majelis dalam persidangan narkoba dengan barang bukti 5 kg sabu dan 1.599 butir ekstasi. Pertama kali yang divonis mati adalah terdakwa Suripto. "Tidak ada hal yang meringankan terdakwa karena sudah berulang kali melakukan pengedaran narkoba. Mengadili terdakwa hukuman mati," kata Ketua Majelis Hakim Sorta.



Vonis mati selanjutnya kepada Harianto alis Pao-pao dan Ramli. Sidang kedua terdakwa ini divonis mati oleh Ketua Majelis Hakim, Toni Irvan. Padahal Ramli dalam dakwaan jaksa hanya dituntut hukuman seumur hidup. Tapi hakim Toni punya pertimbangan lain bahwa Ramli juga dianggap sama dengan dua terdakwa yang lebih dulu divonis mati telah berulang kali melakukan peredaran narkoba. Ketiga terpidana mati ini menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut. Untuk vonis Suripto dan Harianto sudah sesuai dengan dakwaan jaksa. Sedangkan empat terdakwa lainnya divonis hukuman penjara dengan masa hukuman yang berbeda. Mereka adalah Agung Wijaya, Arianto, Khairudin dan Anton. Untuk terdakwa Agung Wijaya, hakim memvonis dengan hukuman 15 tahun penjara. "Vonis kurungan penjara selama 15 tahun, dengan denda Rp 1 miliar subsidair 3 bulan kurungan," kata hakim Abdul Aziz. Sedangkan terdakwa, Arianto, Khairudin dan Anton, divonis penjara masing-masing selama 20 tahun dengan denda Rp 1 miliar subsidair 3 bulan penjara oleh hakim Sorta. Atas vonis tersebut, terdakwa Anton, Arianto dan Khairudin menyatakan banding di persidangan. Dalam amar putusannya, majelis hakim menilai bahwa para terdakwa ini dinyatakan terbukti bersalah atas kepemilikan narkotika jenis sabu dan ekstasi yang jelas-jelas bertentangan dengan Undang-undang. Sebelumnya, dalam sidang tuntutan yang digelar dua pekan lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Pince Puspitasari dan Wilsa Riani, menuntut Pao Pao dan Sukien dihukum mati. Menurut JPU, keduanya terbukti melanggar Pasal 132 Jo Pasal 114 atau Pasal 132 ayat (1) Jo Pasal 112 ayat (2) UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Untuk diketahui, ketujuh terdakwa ini ditangkap oleh Badan Narkotika Provinsi Riau pada bulan Maret 2017 lalu. Mereka diduga pengedar narkoba jaringan Internasional.



Naarkoba yang mereka akan edarkan itu, berasal dari Malaysia. Awalnya yang ditangkap Harianto dan Suripto di Duri, Kabupaten Bengkalis dalam perjalanan ke Pekanbaru. Dari dua ini akhirnya dikembangkan BNPP dan berhasil menangkap 5 terdakwa lainnya. (cha/jor) Sumber: https://news.detik.com/berita/3711579/pengadilan-negeri-pekanbaru-vonis-mati-3terdakwa-kasus-narkoba



Satu Terdakwa Kasus Narkoba Divonis Mati



Kualatungkal, AP – Untuk pertama kalinya Pengadilan Negeri (PN) Kualatungkal Ibu Kota Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) memvonis mati penyalahgunaan barang haram jenis shabu-shabu. Adalah Drank Putra Wira Alias Puput, Warga asal Kota Batam. Terdakwa berumur 30 tahun ini berurai air mata ketika palu halim yang diketuai, Achmad Peten Sili, SH, MH dengan hakim anggota, Ricky Emarza Basyir,SH, Denihendra,S.T.P,SH,MH mengganjar pidana mati terhadap terdakwa kurir sabu jaringan internasional ini. Sementara tiga rekannya, yakni terdakwa Feri Sarah Rahany (27) warga Subang divonis 15 tahun penjara, Herry Kushartanto (43) warga Jambi divonis 12 tahun penjara, dan terdakwa Erwin Sahrudin (37) warga Danau Sipin Jambi divonis 12 tahun penjara. Ketiga terdakwa juga dikenakan denda masing-masinf Rp 10 Milliar atau subsider enam bulan kurungan. Keempat terdakwa menjalani sidang putusan pada Kamis (19/10) sekitar pukul 13.00 WIB di PN Kualatungkal.



Vonis yang dijatuhkan ketua majelis hakim lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjabbar. Dari empat terdakwa, yakni Drank Putra Wira dituntut paling tinggi seumur hidup, semetara tiga terdakwa lainnya dituntut paling rendah 17 tahun penjara dan paling tinggi 18 tahun penjara sesuai dengan peranan masing-masing. Wakil ketua PN Kelas II Kualatungkal, Kabupaten Tanjab Barat Andi Hendrawan, SH, MH mengatakan, terdakwa yang divonis mati dikenakan pasal berlapis. Dakwaan pertama dikenakan pasal 132 ayat 1 jonto pasal 114 ayat 2 undang undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, dakwaan kedua pasal 132 ayat 1 jonto pasal 112 ayat 2 undang undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. Sedangkan terdakwa Feri Sarah Rahany (27) warga Subang divonis 15 tahun denda Rp 10 Milliar, begitu juga Herry Kushartanto (43) warga Jambi divonis 12 tahun denda Rp 10 Milliar dan terdakwa Erwin Sahrudin (37) warga Danau Sipi Jambi divonis 12 tahun denda Rp 10 Milliar. “Jadi terbukti menurut majelis hakim keempat terdakwa dikenakan pasal dakwaan pertama yaitu pasal 132 ayat 1 jonto pasal 114 ayat 2 undang undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. Hanya saja vonisnya saja yang berbeda,” ungkap Andi dikonfirmasi di PN Klas II Kualatungkal, (19/10/17) usai sidang digelar. Andi menyebutkan, jika terdakwa tidak bisa membayar denda yang dibacakan oleh hakim, maka terdakwa terpaksa menjalankan hukuman tambahan selama enam bulan penjara. Bahkan terdakwa juga disarankan membayar biaya persidangan Rp 5 ribu. “Kalau terdakwa Herry Kushartanto (43) warga Jambi itu pada persidangan menyatakan sikap untuk banding dan terdakwa Erwin Sahrudin (37) warga Danau Sipin Jambi menerima putusan hakim,” tuturnya.



Usai membacakan putusan, hakim juga menjelaskan kepada para terdakwa diberi hak untuk menyatakan upaya hukum (Banding) dan terdakwa juga diberiwaktu menyatakan sikap selama 7 hari kedepan untuk berpikir pikir. “Barang bukti dirampas untuk negara,” tukasnya.



Sidang mendapatkan pengawalan ketat dari aparat Kepolisian Polres Tanjab Barat menggunakan seragam dan dilengkapi dengan senjata. Diketahui, keempat terdakwa penyalahgunaan narkoba sebesar 8,5 kg. Sekedar diketahui, untuk tindak pidananya sendiri terungkap, ketika para pelaku baru datang dari Batam pada hari Senin tanggal 27 Februari 2017, sekira pukul 16.00 wib, saat kapal SB Srikandi 7. Ketika dilakukan pemeriksaan terhadap ransel yang dibawa oleh Drank Putra ditemukan delapan paket sabu. Nilai delapan paket sabu itu sendiri ditaksir mencapai Rp 16 miliar. (mg) Sumber: http://www.aksipost.com/2017/10/19/satu-terdakwa-kasus-narkoba-divonis-mati/