RETENSI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Mata Kuliah Dosen



:Tugas Hukum Jaminan : Prof. Dr. Farida Patitingi, S.H., M.H.



ANALISIS ANTARA HAK PRIVILAGE DAN HAK RETENSI MENURUT BURGERLIJK WETBOEK



PENULIS Yofriko Sundalangi P3600 215 031



Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin 2015



Daftar Isi



Daftar Isi ........................................................................................................................ 1



BAB I: Pendahuluan ..................................................................................................... 2 A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 2 B. Macam-Macam Hukum Jaminan ........................................................................ 4 BAB II: PEMBAHASAN ................................................................................................. 7 A. Privilege .............................................................................................................. 1. Pengertian .................................................................................................... 2. Ciri-Ciri Privilege .......................................................................................... B. Retensi ............................................................................................................... 1. Pengertian .................................................................................................... 2. Ciri-Ciri Retensi ............................................................................................ 3. Kewenangan Pada Hak Retensi ..................................................................



7 7 7 8 8 9 9



BAB III: PENUTUP ....................................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 12



BAB I PENDAHULUAN 1 | Page



A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang makin maju menyebabkan timbulnya berbagai macam kebutuhan yang kian lama kian bervariasi. Kebutuhan manusia dalam melangsungkan hidupnya tidak terbatas sandang dan pangan saja, karena ada kebutuhan-kebutuhan lain yang bersifat sebagai pelengkap tetapi memiliki daya tarik untuk dilengkapi oleh individuindividu untuk membuktikan dirinya ditengah masyarakat. Manusia sebagai mahkluk sosial tidak bisa hidup sendiri karena selalu ada hasrat untuk hidup bersama manusia lain dan saling membantu. Kehidupan bersama ini tidak selalu berjalan dengan lancar dan sesuai dengan keinginan semua pihak, kadang ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain dan kemudian memicu terjadinya pertikaian antar individu yang merasa dirugikan. Dalam bidang ekonomi, masalah ketidak adilan menjadi suatu hal yang sangat umum dipertentangkan, oleh karena itu dibutuhkan hukum untuk bisa menciptakan keteraturan dan keadilan dalam masyarakat. Hukum bertugas untuk menetapkan kejelasan mengenai apa-apa saja yang harus dilakukan, apa-apa saja yang tidak boleh dilakukan dan juga memberi kepastian. Keperdataan merupakan bagian dari ilmu hukum yang mengatur salah satunya adalah tentang hukum jaminan. Pengertian hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara debitur dengan kreditur sebagai pembebanan suatu utang tertentu atau kredit dengan suatu jaminan. Istilah hukum jaminan meliputi jaminan kebendaan maupun perorangan. Jaminan kebendaan meliputi utang-piutang yang diistimewakan. Sedangkan jaminan perorangan, yaitu penanggungan utang. Hak kebendaan yang bersifat sebagai hak jaminan adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wanprestasi terhadap suatu prestasi. Sedangkan jaminan yang lahir karena perjanjian adalah jaminan yang harus diperjanjikan terlebih dahulu diantara para pihak. Perjanjian penjaminan ini merupakan perjanjian accessoir, yaitu perjanjian yang mengikuti dan melekat pada perjanjian pokok yang menerbitkan utang atau kewajiban atau prestasi bagi debitur terhadap kreditur.



Ada tiga tingkatan kreditur, yaitu : a) Kreditor separatis,yaitu Kreditor kebendaan,diantaranya:



pemegang



yang hak



mempunyai



tanggungan,



hak



jaminan



pemegang



gadai,



pemegang jaminan fidusia,pemegang hak hipotik, dan lain-lain. b) Kreditor preferent, yaitu Kreditor pemegang hak istimewa seperti yang diatur dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata.



2 | Page



c) Kreditor konkuren atau disebut juga kreditor bersaing, karena tidak memiliki jaminan secara khusus dan tidak mempunyai hak istimewa, sehingga kedudukannya sama dengan kreditor tanpa jaminan lainnya berdasarkan asas paritas cridetorium. Setiap Kreditor pasti mempunyai jaminan kebendaan pelunasan utang dari debitor baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Apabila Kreditor tidak meminta jaminan secara khusus ketika melakukan perjanjian utang-piutang dengan Debitor, maka berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata secara otomatis kreditor mempunyai jaminan umum pembayaran utang dari harta benda milik debitor. Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus. 1. Jaminan Umum Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain : a) Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang). b) Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain. 2. Jaminan Khusus Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia. Selain itu, ada unsur-unsur penting yang terkandung dalam hukum jaminan,yakni sebagai berikut : a) Serangkaian ketentuan hukum, baik yang bersumberkan kepada ketentuan hukum yang tertulis dan ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan hukum jaminan yang tertulis adalah ketentuan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan, termasuk yurisprudensi, baik itu berupa peraturan yang original (asli) maupun peraturan yang derivatif (turunan). Adapun ketentuan hukum jaminan yang tidak tertulis adalah ketentuan hukum yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan pembebanan utang suatu jaminan. b) Ketentuan hukum jaminan tersebut mengatur mengenai hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur). Pemberi 3 | Page



jaminan yaitu pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu, yang menyerahkan suatu kebendaan tertentu sebagai (benda) jaminan kepada penerima jaminan (kreditur). c) Adanya jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur. d) Pemberian jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan dimaksudkan sebagai jaminan (tanggungan) bagi pelunasan utang tertentu. Fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditor, bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk mengembalikan atau melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama. Manfaat bagi kreditur : a) Terwujudnya keamanan terhadap transaksi dagang b) Memberikan kepastian hukum bagi kreditur B. Macam-Macam Hukum Jaminan 1. Jaminan Perorangan Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht. Ada juga yang menyebutkan dengan istilah jaminan immateril. Pengertian jaminan perorangan dapat dilihat dari berbagai pendapat para ahli. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengartikan jaminan imateril (perorangan) adalah “Jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umunya." Unsur jaminan perorangan, yaitu : a) Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu b) Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu c) Dan terhadap harta kekayaan debitur umumnya. Jaminan Perorangan (persoonlijke zekerheid) Adalah jaminan seseorang dari pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitor. Dengan kata lain, jaminan perorangan itu adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditor) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang. Jaminan yang berupa orang (jaminan perorangan) dapat menimbulkan perjanjian penanggungan (borgtocht), dimana ada orang ketiga (borg) yang menanggung apabila uang pinjaman kredit tidak dikembalikan oleh pihak peminjam. Jaminan berupa orang (jaminan perorangan) ialah pihak ketiga (borg) yang menjamin pembayaran apabila debitur tidak sanggup mengembalikan uang pinjaman pada bank (yang meminjamkan). Pasal 1820 menyatakan “penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.” Pasal 1831 menyatakan “si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berutang, selainnya jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya. 4 | Page



2. Jaminan Kebendaan Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditor dengan debitornya, tetapi juga dapat diadakan antara kreditor dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari si berutang (debitor). Jaminan yang bersifat kebendaan yaitu adanya benda tertentu yang dijadikan jaminan (zakelijk). Ilmu hukum tidak membatasi kebendaan yang dapat dijadikan jaminan hanya saja kebendaan yang dijaminkan tersebut haruslah milik dari pihak yang memberikan jaminan kebendaan tersebut. Pemberian jaminan kebendaan selalu berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban (utang) dari seorang debitor. Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan si debitor itu sendiri atau kekayaan pihak ketiga. Pemberian jaminan kebendaan ini kepada si berpiutang (kreditor) tertentu, memberikan kepada si berpiutang tersebut suatu hak privilege (hak istimewa) terhadap kreditor lainnya. Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri “kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Syarat-syarat benda jaminan : a) Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya b) Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya. c) Memberikan kepastian kepada si kreditur, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima kredit.



5 | Page



BAB II PEMBAHASAN A. Privilege 1. Pengertian Berdasarkan Pasal 1133 BW, hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang timbul dari hak istimewa (privilege), disamping dari gadai dan hipotik. Kemudian dalam Pasal 1134 BW, privilege adalah suatu hak yang oleh undangundang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Selanjutnya pada ayat 2 Pasal 1134 BW mengatakan bahwa gadai dan hipotik adalah lebih tinggi daripada hak istimewa kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya. Privilege ini termasuk jenis piutang yang diberikan keistimewaan atau piutang yang lebih didahulukan dalam hal ada eksekusi dari harta kekayaan debitur dan dalam hal terjadi kepailitan. Jadi, privilege adalah hak yang diberikan undangundang terhadap seseorang, dan tidak diperjanjikan seperti halnya gadai dan hipotik. Privilege dapat dibagi dalam dua macam, yaitu:



6 | Page



a) Privilege khusus yang tercantum dalam Pasal 1139 BW, merupakan privilege yang diberikan terhadap benda-benda tertentu dari debitur. b) Privilege umum diatur dalam Pasal 1149 BW, merupakan privilege yang diberikan terhadap semua kekayaan debitur. Privilege khusus mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada privilege umum dan tidak ditentukan urutannya, maksudnya walaupun disebut berturut-turut tapi tidak mengharuskan adanya urutan. Sedangkan privilege yang umum ditentukan urutannya artinya yang lebih dahulu disebut, dengan sendirinya didahulukan dalam pelunasannya. 2. Ciri-Ciri Privilege Ciri-ciri privilege, yaitu: a) Privilege lahir apabila terjadi penyitaan barang dan hasil penjualannya tidak cukup untuk membayar seluruh utang kepada kreditur. b) Privilege tidak memberikan kekuasaan langsung terhadap suatu benda. c) Merupakan hak terhadap benda debitur. d) Merupakan hak untuk didahulukan dalam pelunasannya. Oleh karena itu privilege bukanlah termasuk jaminan kebendaan karena pada hak kebendaan ciri-ciri sebagai berikut: a) Hak itu sudah ada tanpa harus menunggu ada penyitaan barang debitur terlebih dahulu. b) Hak kebendaan memberikan kekuasaan langsung terhadap suatu benda. c) Hak kebendaan merupakan hak terhadap suatu benda. Namun privilege diatur dalam Buku II BW sejajar dengan hak kebendaan. Hal ini disebabkan privilege juga memiliki sifat droit de suite dan merupakan hak yang memberikan jaminan seperti halnya Gadai dan Hipotik. Privilege juga bukan merupakan jaminan perorangan sebab hak perorangan itu timbul pada saat suatu perjanjian terjadi, sedangkan privilege timbul bila barangbarang yang disita tidak mencukupi untuk langsung melunasi utang. Di samping itu hak perorangan langsung memberikan suatu tuntutan terhadap seseorang, sedangkan pada privilege baru ada tuntutan dalam hal debitur pailit. B. Retensi 1. Pengertian Retensi adalah hak untuk menahan suatu benda, sampai suatu piutang yang bertalian dengan itu dilunasi. Adapun sifat-sifat dari hak retensi adalah: a) Merupakan perjanjian accessoir, yaitu perjanjian yang mengikuti perjanjian pokok. Sehingga benda yang menjadi objek hak retensi haruslah berhubungan dengan perjanjian pokoknya. b) Tidak dapat dibagi-bagi. Sehingga apabila utang hanya dibayar sebagian, tidak bolehlah bendanya dikembalikan sebagian. c) Tidak membawa serta hak memakai. Sehingga pemegang hak retensi hanya boleh menahan benda, ia tidak boleh memakai benda yang ditahan. Hak retensi bukan merupakan suatu hak kebendaan tetapi mempunyai sifat kebendaan yaitu sifat accessoir dan memberikan jaminan. Jadi ada tidaknya hak 7 | Page



retensi tergantung pada ada tidaknya utang piutang pokok. Sedangkan utang piutang pokok harus ada kaitannya dengan benda yang ditahan. Berbeda dengan privilege, hak retensi tidaklah untuk didahulukan dalam penentuan suatu utang melainkan hanya untuk menahan barang yang bersangkutan sampai debitur membayar lunas utangnya. Juga tidak diperjanjikan secara khusus dan tidak diberikan oleh undang-undang dengan maksud untuk mengambil pelunasan lebih dulu dari hasil penjualan benda-benda debitur. Sifat jaminannya muncul demi hukum. Oleh karena itu sebenarnya hak retensi merupakan hak perseorangan yang dimasukkan dalam kelompok hukum jaminan namun mempunyai aspek sifat kebendaan. Sebagai acuan, hak retensi ini tercermin dari ketentuan pasal-pasal di dalam BW yang diatur secara sporadis antara lain dalam Pasal 575 ayat 2, Pasal 1364 ayat 2, Pasal 1576, Pasal 1616, Pasal 1729, Pasal 1812 BW, dan sebagainya. 2. Ciri-Ciri Retensi Pada dasarnya, hak retensi memiliki ciri-ciri hak kebendaan ditambah sifatsifat spesifik lainnya, yakni: a) Sifat Droit de Suite, mengikuti bendanya di mana dan dalam tangan siapapun benda itu berada. b) Sifat accessoir, tergantung pada ada atau tidaknya utang piutang pokok. Kemudian utang piutang pokok tersebut harus ada kaitannya dengan benda yang ditahan. c) Dalam hal tertentu dapat dipertahankan terhadap pihak ketiga karena diperjanjikan. d) Memberikan jaminan kepada kreditur bahwa tagihannya akan dipenuhi. Hak retensi memberikan tekanan kepada debitur agar segera melunasi utangnya. Kreditur dengan hak retensi sangat diuntungkan dalam penagihan piutangnya. Sehingga untuk mendapatkan kembali benda, maka debitur harus melunasi utang yang dimilikinya. e) Perjanjian pokok harus ada kaitannya dengan benda yang ditahan. f) Sifat tidak dapat dibagi-bagi, pembayaran, artinya pembayaran atas sebagian utang saja, tidak menjadikan hak retensi menjadi hapus. Maksudnya adalah apabila pembayaran utang hanya dibayar sebagian, maka tidak diperbolehkan untuk mengembalikan benda sebagian. Hak retensi hapus jika seluruh utang telah dibayar lunas. g) Kreditur tidak berhak memakai atau menikmati barang yang dikuasai melainkan hanya sebatas menahan saja. h) Mempunyai sifat perorangan yang beraspek hak kebendaan, karenanya hanya dapat dipertahankan atau dilaksanakan terhadap debitur tertentu. i) Hak retensi tidak menimbulkan hak untuk didahulukan. 3. Kewenangan Pada Hak Retensi 8 | Page



Hak retensi adalah hak untuk menahan suatu benda, sampai suatu piutang yang bertalian dengan benda itu dilunasi. Hak retensi mempunya sifat yang tidak dapat dibagi-bagi. Artinya, pembayaran atas sebagian utang saja, tidak menjadikan hak retensi menjadi hapus. Hak retensi hapus jika seluruh utang telah dibayar lunas. Hak retensi tidak diatur di dalam satu pasal khusus, namun tercerai berai dalam beberapa pasal, misalnya Pasal 575 ayat 2, Pasal 1364 ayat 2, Pasal 1576, Pasal 1616, Pasal 1729, Pasal 1812 BW. Dari ketentuan Pasal 1159 ayat 1 BW, memberikan wewenang kepada pegang gadai untuk menahan benda gadai selama debitur belum melunasi utangnya. Kewenangan tersebut berupa: a) Retentor berhak menahan barang sampai dilunasi, seperti yang sudah dijelaskan di Pasal 1159 ayat 1 BW. b) Hak ini hanya mengandung hak untuk menolak terhadap tuntutan penyerahan barang. c) Menguasai benda hanya sebagai Houder bukan sebagai bezziter, sehingga kreditur tidak boleh menikmati atau memindah tangankan benda-benda debitur yang dijaminkan itu. d) Hak ini berlaku untuk barang baik milik debitur maupun tidak. e) Retensi hanya terhadap barang bukan pada hak. Adapun hapusnya hak retensi juga ada persamaannya dengan hapusnya hak gadai. Hak retensi hapus apabila terjadi hal-hal sebagai berikut: a) Apabila tagihan yang bertalian dengan benda itu telah dilunasi seluruhnya oleh pemilik benda. b) Benda yang ditahan dilepaskan dengan suka rela oleh penagih atau kreditur. c) Kreditur menjadi pemilik benda karena atas hak tertentu. d) Benda yang ditahan hilang atau musnah.



9 | Page



BAB III PENUTUP Hak-hak yang memberi jaminan yang mempunyai sifat kebendaan, terbagi ke dalam 2 jenis, yaitu hak privilege dan hak retensi. Hak privilege didefinisikan di dalam Pasal 1134 BW sebagai hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang berpiutang sehingga tingkatannya menjadi lebih tinggi dibandingkan orang berpiutang lainnya, berdasarkan sifat piutangnya. Hak ini lebih rendah dibandingkan dengan gadai dan hipotik, kecuali dalam halhal yang telah ditentukan sebaliknya oleh undang-undang. Hak privilege terbagi atas hak privilege umum dan khusus, dimana privilege khusus berkedudukan lebih tinggi dibanding yang umum. Hak privilege khusus, diatur dalam Pasal 1139 BW, adalah hak yang diberikan terhadap benda-benda tertentu dari orang yang berutang. Hak privilege umum, terdapat pada Pasal 1149 BW dan diberikan terhadap semua harta kekayaan orang yang berutang. Privilege memiliki 4 sifat yaitu baru muncul saat terjadi hasil penyitaan dan penjualan barang si berutang masih tidak cukup untuk melunasi utangnya, tidak memberikan kekuasaan langsung terhadap suatu benda, merupakan hak terhadap benda si berutang, dan hak untuk didahulukan dalam pelunasannya. Hak retensi adalah hak untuk menahan suatu benda sampai suatu piutang yang berhubungan dengan benda itu dilunasi, hak ini bersifat accessoir. Ada tidaknya hak ini tergantung pada ada tidaknya piutang pokok. Hak ini memberikan jaminan sehingga mirip dengan gadai. Hak ini juga bersifat tidak dapat dibagi, jadi sebagian benda yang menjadi jaminan tidak dapat dikembalikan saat piutang baru dibayarkan sebagian. Hak retensi tidak diatur secara khusus di dalam BW, tetapi tersebar dan tercermin di dalam beberapa bagian BW antara lain dalam Pasal 575 ayat 2, Pasal 1364 ayat 2, Pasal 1576, Pasal 1616, Pasal 1729, Pasal 1812.



10 | P a g e



DAFTAR PUSTAKA Hasbullah, Frieda Husni, Hukum Kebendaan Perdata Jilid 2, Cet. III. (Jakarta: Ind Hill Co, 2009) Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata Tentang Hal Atas Benda. (Jakarta: PT. Intermasa) Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007) Satrio, J., Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997) Simanjuntak, P.N.H., Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. (Jakarta: Djambatan, 2009) Soedewi, Sri, Hukum Perdata: Hukum Benda (Yogyakarta: Liberty, 2000) Widjaja, Gunawan, dan Mulyadi, Hak Istimewa, Gadai, dan Hipotik, Seri Hukum Harta Kekayaan. (Jakarta: Kencana, 2005)



11 | P a g e