Review Kasus Jiwasraya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama NIM Kelas Semester Prodi Mata Kuliah Dosen



: Yeggie Irfian : 4103 3403 19 1005 : B1 :4 : Akuntansi : Etika Bisnis & Profesi : Fitria Ningrum S, SE., M.Acc



Review Kasus Jiwasraya PT Asuransi Jiwasraya sendiri merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada sektor asuransi. Perusahaan ini menawarkan pelayanan pada asuransi untuk kecelakaan, kesehatan, pendidikan, pensiun, dan juga asuransi jiwa. . Korupsi yang terjadi pada perusahaan yang didirikan sejak tahun 1859 ini merupakan kasus yang cukup besar karena menyebabkan kerugian bagi negara hingga Rp 16,81 triliun. Selain itu, korupsi ini juga melibatkan banyak pihak termasuk pejabat dalam OJK (Otoritas Jasa Keuangan), 13 Korporasi lain, serta pimpinan-pimpinan dalam perusahaan Asuransi Jiwasraya. Kasus Jiwasraya ini sudah terjadi sejak awal tahun 2000, namun baru mencuat akhir akhir ini. Jiwasraya mengalami gagal bayar polis kepada para nasabahnya pada Oktober 2018, tetapi sejak 2017 sudah terjadi peningkatan yang signifikan karena terbebani oleh produk JS Saving Plan yang menjanjikan bunga pasti (fixed rate) hingga 10% atau jauh diatas rata - rata bunga deposito. Kondisi keuangan Jiwasraya pada 27 Agustus 2018 sudah sangat memprihatinkan karena rugi mencapai Rp4,1 triliun yang mengakibatkan tidak adanya cadangan gaji dan operasional kantor, dan sudah tidak mampu membayar hutang jatuh tempo dalam jangka pendek. Dalam kurun waktu 2010-2019, BPK sudah melakukan dua kali pemeriksaan atas Jiwasraya. Dalam Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) tahun 2016, BPK menemukan 16 temuan terkait investasi Jiwasraya pada saham ‘receh’ seperti LCGP, TRIO, SUGI. Menindaklanjuti temuan pada tahun 2016, BPK melakukan investigasi pendahuluan yang dimulai di tahun 2018. Hasil investigasi ini mengungkapkan adanya penyimpangan yang terindikasi kecurangan dalam mengelola investasi dan saving plan. Pada juni 2018, Jiwasraya melakukan investasi langsung pada 28 reksadana yang tidak likuid dan memiliki porsi yang tidak wajar yaitu diatas 90 persen. Pada 20 November 2019, BPK diminta DPR untuk melakukan PDTT lanjutan atas permasalahan ini dan Kejaksaan Agung untuk melakukan audit kerugian negara. Pada Januari 2020, BPK menemukan adanya manipulasi



pencatatan laporan keuangan atau yang disebut window dressing. BPK juga menemukan adanya pencatatan keuntungan semu selama bertahun - tahun. Review Pertemuan 11 Pihak yang terlibat dalam kasus jiwasraya yaitu pejabat dalam OJK (Otoritas Jasa Keuangan) serta pimpinan – pimpinan dalam perusahaan asuransi Jiwasraya, sedangkan stakeholders dalam kasus ini yaitu nasabah Jiwasraya. Pihak yang dirugikan atas kasus Jiwasraya yaitu nasabah Jiwasraya dan Negara, sementara itu pihak yang bertanggung jawab (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) wajib diminta pertanggungjawaban atas kasus yang membelit Asuransi Jiwasraya. Pasalnya, lembaga superbody inilah yang diberi amanah oleh Undang-Undang (UU) untuk mengawasi segala sektor jasa keuangan di Indonesia serta para pimpinan asuransi Jiwasraya (Direksi dan Komisaris) wajib bertanggung jawab dalam hal terjadi salah kelola perusahaan Asuransi Jiwasraya. Kasus Jiwasraya ini termasuk ke dalam Teori etika deontologi, yaitu suatu tindakan dinilai baik buruknya berdasarkan kewajiban yang ada. Jika dilihat dari kewajibannya, kewajiban perusahaan asuransi secara umum adalah memberikan jaminan atau perlindungan dalam bentuk polis asuransi kepada nasabah pengguna layanan asuransi dan perusahaan menanggung hak nasabah sesuai kesepakatan dalam polis asuransi tersebut. Kasus korupsi yang dilakukan Jiwasraya merupakan bentuk egoism dan hedonism yang merupakan cabang dari teologi. Egoism adalah suatu tindakan yang memaksimalkan kebaikan bagi dirinya sendiri, sedangkan hedonism bertujuan untuk memaksimalkan kepuasan. Kedua hal tersebut sangat erat kaitannya dengan praktik korupsi Jiwasraya karena pejabat yang tersandung korupsi ini sempat melakukan tindakan pencucian uang yang mengindikasikan upaya memaksimalkan kebaikan bagi pejabat Jiwasraya tersebut. Solusi Kasus Jiwasraya ini yaitu perlu adanya internalisasi etika dan moral bagi pejabat pelayanan publik yang dapat berupa penerapan nilai-nilai anti korupsi seperti kejujuran,



kepedulian,



kemandirian,



kedisiplinan,



tanggung



jawab,



kerja



keras,



kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Selain itu, perlu juga menanamkan prinsip anti korupsi seperti akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol. Serta perlu adanya peningkatan kontrol dan pengawasan yang dapat dilakukan dengan meningkatkan



transparansi informasi terutama kepada publik sehingga pemerintah dan non-pemerintah dapat bersama-sama melakukan pengawasan terhadap pelayanan publik. Saya Kontra kepada Lembaga Jiwasraya, karena melanggar prinsip kejujuran, dalam etika bisnis merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan kegiatan bisnis akan berhasil jika dikelola dengan prinsip kejujuran, dalam kasus Jiwasraya melanggar prinsip kejujuran karena ditemukan kecurangan ditemukan kekurangan pencadangan uang sebesar 7,7 Triliun, karena adanya kekurangan tersebut laporan keuangan Jiwasraya pada tahun itu mendapatkan opini engan mofikasian alias tidak wajar padahal pada tahun 2017 tercatat pada pembukuan laba sebesar 360,3 Miliyar. Bila dilihat dari kronologi kasus Jiwasraya pada tahun 2002 insolvensi cadangan lebih kecil dari yang seharusnya yaitu 2,9 T, pada tahun 2004 insolvensi dengan resiko vailid mencapai 2,76 T, bila dilihat dari Pasal 142 ayat (1) huruf e UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan melihat kondisi keuangan Jiwasraya saat ini, maka perusahaan dapat dilakukan pembubaran. Pembubaran perseroan terjadi karena harta kekayaan perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi, sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kondisi keuangan Jiwasraya dalam keadaan insolvensi terjadi sejak tahun 2002. Jadi, manajemen Jiwasraya sebenarnya dapat menyatakan pailit sehingga dapat melakukan penundaan kewajiban pembayaran utang.