Revisi Jurnal Boraks [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Penentuan Kandungan Boraks Dalam Bahan Pangan Irfan Nashiruddin1, Amalina Putri2, Aisyah Rachim3 dan Maulidia4



Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Kode Pos 15412 4



Email: [email protected]



Abstrak Untuk mengetahui suatu produk pangan mengandung boraks diperlukan uji laboratorium untuk menganalisis produk pangan tersebut. Uji yang dilakukan dapat berupa uji kuantitatif untuk penentuan kadar maupun uji kualitatif yang mendeteksi keberadaan boraks dalam suatu produk pangan. Metode yang digunakan untuk penentuan kandungan boraks ini adalah uji kualitatif menggunakan parameter uji nyala. Dari 7 sampel produk pangan yang diduga mengandung boraks, hasil penelitian menunjukan ketujuh sampel tersebut negative mengandung boraks. Karena semua sampel tidak menghasilkan nyala berwarna hijau yang merupakan penanda adanya boraks di dalam suatu sampel.



Kata Kunci: Boraks, produk pangan, uji kualitatif.



Abstract To understand a food product containing borax required laboratory test to analyze the food product. The test can be a quantitative test for the determination of levels and qualitative tests that detect the presence of borax in a food product. The method used to determine the content of this borax is a qualitative test using flame test parameters. Of the 7 samples of food products suspected to contain borax, the results showed that the seven samples contained a negative borax. Because all samples do not produce a green flame which is a marker of borax in a sample. Keywords: Borax, food product, qualitative test.



I. PENDAHULUAN Boraks Keamanan makanan merupakan masalah yang harus mendapatkan perhatian khusus dalam penyelenggaraan upaya kesehatan secara keseluruhan. Salah satu masalah keamanan makanan di Indonesia adalah masih rendahnya pengetahuan, keterampilan dan tanggung jawab produsen pangan tentang mutu dan keamanan makanan, terutama pada industri kecil atau industri rumah tangga. Kontrol resmi (inspeksi dan analisis sampel makanan) tidak mungkin diterapkan ditingkat rumah tangga dan tindakan tersebut juga memiliki keterbatasan pada industri kecil



dan industri rumah tangga. Hal ini sering menyebabkan produsen di industri rumah tangga menambahkan zat-zat kimia berbahaya kedalam makanan. Beberapa pembuat makanan menambahkan zat kimia berbahaya seperti boraks sebagai pengenyal dan pengawet. Boraks merupakan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dilarang digunakan di dalam makanan. Sifat boraks sebagai desinfektan juga dapat berfungsi sebagai bahan untuk menghilangkan bakteri yang mungkin tumbuh pada lontong. Konsumsi jumlah boraks yang cukup tinggi dalam makanan akan diserap oleh



tubuh dan dapat menimbulkan pusingpusing, diare, bahkan dapat menyebabkan kematian. Meskipun bukan pengawet makanan, borak sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks sering disalah gunakan untuk mengawetkan berbagai makanaan seperti baso, mie basah, pisang molen, somay, lontong, cilok dan otak-otak dengan ciri-cirinya tekturnya sangat kenyal, tidak lengket dan tidak mudah putus pada mie basah. Namun begitu boraks merupakan bahan tambahan makanan yag sangat berbahaya bagi manusia karena bersifat racun. (Hamdani,2012) Boraks adalah senyawa bentuk Kristal putih tidak berbau dan stabil pada suhu ruang. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat (NaB4O7.10 H2O). jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuatan deterjen dan antiseptik. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Larangan penggunaan boraks juga diperkuat dengan adanya permenkes RI No235/Menkes/VI/1984 tentang bahan tambah makanan, bahwa natrium tetraborate yang lebih dikenal dengan nama Boraks digolongkan dalam bahan tambah yang dilarang digunakan dalam makanan, tetapi pada kenyataan masih banyak bentuk penyalahgunaan dari zat tersebut (Subiyakto,1991). Karena borak sangat berbahaya, ada baiknya dilakukan penggantian terhadap bahan yang satu ini. Bahan alami yang dapat digunakan sebagai pengganti boraks anatar lain adalah air abu, yaitu air yang didapat dari hasil pembakaran merang atau daun pisang yang telah kering yang direndam selama 2 hingga 3 hari. Atau bisa juga dengan menggunakan air kapur sirih. Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi (Winarno dan Rahayu, 1994).



Gambar 1. Struktur Molekul Boraks Beberapa uji kualitatif untuk boraks antara lain: reaksi dengan H2SO4 dan methanol pada abu sampel; reaksi kertas tumerik dan ammonia dengan penambahan H2SO4 dan etanol; dan reaksi H2SO4 dpada larutan sampel. Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan mengandung boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sempel yang digunakan dibakar, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warn nyala boraks asli. Serbuk boraks asli dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sempel yang dibakar mengkasilkan nyala hijau maka sempel dinyatakan positif mengandung boraks. Prosedur dilakukan dengan cara melarutkan senyawa uji dengan methanol dalam wadah (cawan penguap) kemudian dibakar. Warna api hijau meunjukan menunjukan senyawa boraks (Roth, 1998) Nevrianto (1991) menyebutkan bahwa boraks dinyatakan dapat menggangu kesehatan bila digunakan dalam makanan, misalnya mie, bakso, kerupuk. Efek negative yang ditimbulkan dapat berjalan lama meskipun yang digunakan dalam jumlah sedikit. Jika tertelan boraks dapat mengakibatkan efek pada susunan syraf pusat, ginjal dan hati. Konsentrasi tertinggi dicapai selama ekseksi. Ginjal merupakan organ paling mengalami kerusakan dibandingkan organ lain. Dosis fatal untuk ewasa 15-20 g untuk anak-anak 3-6 g (simpus,2005). Prinsip kerja dalam identifikasi dan penetapan boraks secara kualitatif dalam produk pangaan dapat dilakukan melalui uji nyala, sedangkan secara kuantitatif dilakukan dengan soektrofotometer UV-VIS.



II. METODE PENELITIAN Alat dan bahan Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah cawan petri, korek api, pemijar, pipet ukur, furnace, motir dan penggerus, cawan porselin, neraca analitik, oven.



Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sampel sempel bakso daging sapi, otak-otak, lontong, tahu bulat, mie basah, somay, baso ikan, basreng ikan, asam sulfat pekat dan methanol. Prosedur Kerja Sempel ditimbang dengan teliti sebanyak 10gram yang sebelumnya telah di haluskan, kemuan sempel tersebut di oven selama 6 jam pada suhu 110ºC. hasil dari penegringan sempel dimasukan kedalam cawan porselin untuk selnjutnya dilakukan pemijaran pada tanur dalam suhu 800ºC. sisa pemijaran ditambahkan 2 tetes asam sulfat pekat dan 6 tetes methanol, kemudian dilakukan pembakaran dengan nyala api. Hasil positif akan menunjukan warna nyala hijau.



III. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil analisis kualitatif boraks



Sampel



Hasil Pengamatan



Penggunaan boraks dalam dosis yang rendah tidak akan menyebabkan kerusakan namun akan terakumulasi di otak, hati, lemak dan ginjal. Jika terakumulasi terus akan menyebabkan mal fungsi dari organ-organ tersebut sehingga membahayakan tubuh. Penggunaan boraks dalam dosis yang banyak mengakibatkan penurunan nafsu makan, gangguan pencernaan, demam, anuria. Dan dalam jangka panjang akan menyebabkan radang kulit merangsang SPP, apatis, depresi, slanosis, pingsan, kebodohan dan karsinogen. Bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh sebab itu berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dilarang menggunakan boraks sebagai bahan campuran dan pengawet makanan. Sampel yang digunakan pada penelitian ini di ambil secara acak. Sampel-sampel yang diduga mengandung boraks tersebut adalah sampel Otak-Otak, Lontong, Tahu Bulat, Bakso Daging Sapi, Mie Basah, Siomay Pesanggrahan, Bakso Ikan, dan Basreng Ikan An-nur. Dilakukan juga pengujian dengan menggunakan kontrol positif. Kontrol positif menghasilkan warna hijau, makanan yang mengandung asam borat akan menghasilkan nyala api yang berwarna hijau. Api yang dihasilkan berwarna berwarna hijau dengan gradasi semakin luar nyala apinya semakin hijau tua. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari reaksi:



Otak-Otak



Negatif



Lontong Pesangrahan



Negatif



Tahu Bulat



Negatif



Pada analisis mula –mula akan terjadi reaksi :



Bakso Daging Sapi



Negatif



Mie Basah



Negatif



Na2B4O7 + H2SO4 + 5H2O  4H3BO3 + 2Na+ +S Kemudian H3BO3 dicampur metanol (CH3OH) reaksinya menjadi :



Siomay Pesanggrahan



Negatif



H3BO3 + 3CH3OH  B(OCH3)3 ↑ + 3H2O. Atau



Bakso Ikan



Negatif



Na2B4O7.10H2O + H2SO4  4H3BO3 + Na2SO4 + 5H2O



Praktikum dilakukan analisis terhadap sampel makanan yang diduga mengandung bahan kimia natrium tetraborat, atau yang lebih dikenal dengan nama boraks. Menurut BPOM, penggunaan boraks dalam makanan ataupun minuman adalah dilarang.



Apabila sampel uji juga memberikan nyala warna hijau, maka menunjukkan sampel tersebut positif mengandung boraks yang merupakan warna nyala dari B(OCH3)3 (Svehla, 1985). Tujuan penambahan 1 mL asam sulfat pekat (H2SO4) yaitu agar memberi suasana



asam pada arang sampel. Jika dinyalakan dengan methanol maka akan menimbulkan nyala api hijau. Boraks dalam penelitian ini yakni dalam penelitian ini menggunakan metode uji nyala, dimana metode ini memiliki keunggulan dan kelemahan adapun keunggulan dari metode ini yaitu metodenya cukup sederhana, peralatannya mudah didapatkan di laboratorium dan hanya didasarkan pada warna nyala api yang dihasilkan, sedangkan kelemahan dalam metode ini adalah kita harus menjaga agar sampel yang akan diteliti tidak terkontaminasi oleh zat lain, memakan waktu yang cukup lama seperti pada pengabuan dengan tanur dan pengeringan.



IV. KESIMPULAN Dari sampel makanan Otak-Otak, Lontong Pesangrahan, Tahu Bulat, Bakso Daging Sapi, Mie Basah, Siomay Pesanggrahan, Bakso Ikan, dan Basreng Ikan An-nur dinyatakan negatif tidak menggandung



boraks karena tidak menghasilkan warna nyala hijau



DAFTAR PUSTAKA Nevrianto, R., 1991, Ancaman Boraks Lewat Bakso. P.T. Grafiti Pers;Jakarta Roth, H. J. 1988. Analisis Farmasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Simpus. 2005. Bahaya Boraks. Pengantar Teknologi Pangan. Intisari Pustaka Utama; Jakarta Subiyakto, M.G., 1991, Bakso Boraks dan Bleng. PT . Gramedia; Jakarta. Widyani, R.,dan Suciyaty, T. 2008. Prinsip Pengawetan Pangan. Cirebon (ID) : Swagati Press. Winarno, F. G. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.