Ringkasan Penyakit SKDI 3A & 3B CBT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RINGKASAN PENYAKIT SKDI 3A dan 3B NO.



Penyakit, definisi Referensi



SISTEM SARAF 3 Parkinson 3A penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuronneuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies).



Prevalensi Etiologi Faktor Resiko Prevalensi : usia diatas 50 hingga 80 tahun. Pria > wanita Etiologi : rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra Faktor resiko : 1) Usia 2) Genetik 3) Faktor lingkungan. Xenobiotik, pekerjaan, infeksi, diet. 4) Ras. Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih 5) Trauma kepala 6) Stress dan depresi



Gejala (Anamnesis) Tremor Rigiditas/kekaku an Akinesia/bradiki nesia (gerakan lmbat) Instabil postur Sikap parkinosn Bicara monoton Demensia Gangguan behavioral Penurunan swing arm



Tanda (Pemeriksaan Fisik)



1) Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang sangat, berarti belum berespon terhadap medikasi. 2) Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up berikutnya. 3) Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya gejala motorik utama yaitu : a) Tremor pada waktu istirahat b) Rigiditas c) Bradikinesia/Akinesia d) Postural Instability Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes : a) Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama b) Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama c) Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama



Lampiran : Obat



Dosis



Dosis inisial



Efek samping



Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Banding



Indikasi



Penatalaksanaan



1) EEG (biasanya terjadi perlambatan gelombang otak yang progresif) 2) CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalus eks vakuo)



Diagnois banding : 1) Sindrom Parkinson Plus 2) Sindrom Parkinson lainnya a) Drug induced parkinsonism b) Cerebrovascular disease c) Wilson disease d) Normopressure Hidrocephalus e) Normopressure Hidrocephalus f) Lewy body 3) Essential Tremor Dementia



Terlampir



Entacapon e (Comtan)



200 mg



200mg Dengan levodopa maks 8 sehari



Sakit perut, sakit punggung, konstipasi, mual, diare, darah dalam urin



Tolcapone (Tasmar)



100 mg 200 mg



100 mg3x/hari



Sakit perut, sakit punggung, konstipasi, mual,diare,darah dalam urin, gangguan Hati



Pengobatan sekunder. Memperlama terjadinya periode “wearing off” dengan  Memperlama efektivitas levodopa Pengobatan tersier untuk mengatasi gejala motorik yang menurun; terbatas untuk penderita yangtelah mendapatkan jenis obat yang lain tetapi tidak memberikan hasil



Terapi Farmakologi: 1) Antikolinergik : Dosis: Triheksiprenidil HCL: awal 1 mg/2 hr; harian 2-15 mg ,Biperidin: 2-16 mg/hr, Difenhidramin: 25-100 mg/hr. 2) Carbipoda/Levodopa :Dosis: levodopa 100 mg dimulai pada 1/2 tablet 3-4 kali sehari, dosis ditingkatkan tiap minggu dengan dosis tunggal atau lebih per hari. 3) COMT inhibitors Tabel 1.COMT inhibitors 4) Agonis dopamin Tabel 2. Agonis dopamin AntiParkinson Indikasi



Dosis



Efek Samping



Kontra Indikasi



Bromokriptin



Pakinson tahap Lanjut



Diatur secara bertahap,biasanya 1,25mg/hari–  2,5mg/hari diawal ,lalu ditingkatkan perlahan (tiap minggu, hingga menjadi 20mg/hari setelah2 minggu, tetapi tidak melampaui 30 mg/hari



gangguan psikis terutama halusinasi serta keluhan ortostatik, gangguanpasokan darahyang reversible didaerah tangan dan kaki, juga gangguanpenglihatan (beberapa kasus), gangguanpencernaan. Sekarang sudahtidak terlalubanyak dipakai karena dapat Menyebabkan reaksi inflamatoripada paru-paru atau pada klep jantung



Inhibitorprotease dan Sibutramine dengan agenergot, perhatian  jika Pasien memiliki hipertensi tidak terkontrol



Pergolide



Pakinson tahap Lanjut



0.05mg/hari selama 2 hari, Kemudian ditingkatkan perlahan kira-kira 0,10,15mg/hari setiap 3hari selama 12hari. Maksimum1,5 mg/har



Gangguan pencernaan, hipertensi



Inhibitor protease dan sibutraminedengan agenergot, perhatian jika Pasien memiliki hipertensi tidak terkontrol



Ropinirole



Pakinson tahap Lanjut



0,25 mg sehari 3kali, kemudian ditingkatkan sebanyak 0,25mg/hari setelah seminggu, Maksimum 8mg/hari



Hipotensi ortostatik, halusinasi dan pusing, mual, Gangguanpencernaan



Inhibitor protease dan sibutramine dengan agen ergot, perhatian jika pasien memiliki hipertensi tidak terkontrol



Pramipexole



diberikan sebagai Monoterapi Pengobatan parkinson padatahap dini (earlyparkinson) dan pada penyakit Parkinson Lanjut



0,125 mg sehari 3 kali, kemudian dilakukan peningkatandosis setiap 5-7hari. Maksimum 1,5 mg/hari



Hipotensi ortostatik, halusinasi dan pusing



Inhibitor protease dan sibutramine dengan agen ergot, perhatian jika pasien memilikihipertensi tidak terkontrol



5)



MAO B inhibitor Antiparkinson Selegiline (Eldepryl ,Carbex)



Dosis 5mg



Dosis inisial 2x/hari (dosis maksimum)



Efek samping Pusing, insomnia,Berhalusinasi



Rasagiline (Azilect)



0.5 mg 1mg



0.5 mg1x tiap hari



Diskinesia meningkat, Hipotensipostural,sakit kepala, Gangguan pencernaan, Sakit sendi



Indikasi Pengobatan tersier;Mengontrol Metabolisme dopamine di otak  Pengobatan Gejala Parkinson dan Tera pi tambahan Dengan levodopa



Terapi Non-Farmakologi 1) Edukasi : Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal. 2) Terapi Rehabilitasi : Latihan fisioterapi meliputi: latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi. Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian lingkungan tempat tinggal atau pekerjaan. 3) Latihan TTC (Therapeutic Tai Chi) : Sebuah penelitian menyelidiki fungsi motorik dan tingkat keparahan gejala motor dan nonmotor dan tanda-tanda. 4.



Meniere’s Disease 3A Suatu penyakit pada telinga dalam yang bisa mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan



Prevalensi : usia awitan pada usia 40 tahun. Pria = wanita Etiologi : pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang menuju labirin dan terjadi gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi dan autoimun. Faktor resiko: Faktor lingkungan seperti suara bising, infeksi virus HSV, penekanan pembuluh darah terhadap saraf (microvascular compression syndrome). Selain itu gejala dari penyakit Meniere dapat ditimbulkan oleh trauma kepala, infeksi saluran pernapasan atas, aspirin, merokok, alkohol, atau konsumsi garam berlebihan.



 trias Meniere yaitu vertigo, tinnitus, dan tuli saraf sensorineur al fluktuatif terutama nada rendah.



Diagnois banding : 1) Tumor nervus akustikus 2) Labirintitis 3) Neuritis vestibularis 4) Vertigo posisionil benigna



1) Audiometri : tuli sensorineural 2) Elektronistagmografi (ENG) dan tes keseimbangan, untuk mengetahui secara objektif kuantitas dari gangguan keseimbangan pada pasien. Pada sebagian besar pasien dengan penyakit Meniere mengalami penurunan respons nistagmus terhadap stimulasi dengan air panas dan air dingin yag digunakan pada tes ini 3) Elektrokokleografi (ECOG), mengukur akumulasi cairan di telinga dalam dengan cara merekam potensial aksi neuron auditoris melalui elektroda yang di tempatkan dekat dengan kokhlea. Pada pasien dengan penyakit Meniere, tes ini juga menunjukkan peningkatan tekanan yang disebabkan oleh cairan yang berlebihan pada telinga dalam yang ditunjukkan dengan adanya pelebaran bentuk gelombang bentuk gelombang dengan puncak yang multipel.



Gambar 3. Skema penatalaksanaan meniere disease 1) Terapi farmakologi : a) Diuretic : hidrochlorotiazid 50 mg/hari Untuk mengurangi volume dan tekanan endolimfe. b) Vasodilator :  Agonis histamin : betahistine (anti vertigo) dosis awal pemakaian adalah 8-16 mg, 3



4) Brain Evoked Response Audiometry (BERA), biasanya normal pada pasien dengan penyakit Meniere, walaupun terkadang terdapat penurunan pendengaran ringan pada pasien dengan kelainan pada sistem saraf pusat. 5) Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan kontras yang disebut gadolinium spesifik memvisualisasikan n.VII. Jika ada bagian serabut saraf yang tidak terisi kontras menunjukkan adanya neuroma akustik. Selain itu pemeriksaan MRI juga dapat memvisualisasikan kokhlea dan kanalis semisirkularis. 6) Pemeriksaan lab seperti pemeriksaan darah lengkap, tes immunologi dan tes elektrolit.



kali sehari. Dosis pemakaian selanjutnya (dosis pemeliharaan) adalah 24-48 mg per hari.  Ca agonis : Verapamil dosis 80mg diberikan 3 kali sehari c) Steroid : Prednisone 40 mg satu kali sehari selama 5-10 hari, deksametason dosis Awal, 0,75-9 mg/hr PO, terbagi dalam 2-4 dosis. 2) Terapi non farmakologik : a) Diet rendah garam b) Hindari faktor pencetus



5.



HNP 3A



Prevalensi :



turunnya kandungan annulus fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture annulus fibrosus dengan tekanan dari nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi pada element saraf



Etiologi ; suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus Faktor resiko : a. Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra b. Spinal stenosis c. Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll. d. Pembentukan osteophyte e. Degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus



HNP terbagi atas HNP sentral dan lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia dan retensi urine. Sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah, di tengah-tengah area bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki a. Ischialgia. Nyeri bersifat tajam, seperti terbakar, dan berdenyut sampai ke bawah lutut. Ischialgia merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan nervus ischiadicus sampai ke tungkai. b. Dapat timbul gejala kesemutan atau rasa baal. c. Pada kasus berat dapat timbul kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan Achilles (APR). d. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi permanen. e. Nyeri bertambah dengan batuk, bersin, mengangkat benda berat, membungkuk akibat bertambahnya tekanan intratekal. f. Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada sisi yang sehat. Diagnosa Banding  Spondilitesis  Kising spine  Osteoartritis



1. Tes sensorik , kekuatan, gerakan, tes lassege, tes kernige 2. Foto vertrebra



3. CT Scan 4. MRI 5.



a.



Tirah baring: untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktivitas biasa. Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang. b. Pemberian Obat : Analgetik standar (parasetamol, kodein, dan dehidrokodein yang diberikan tersendiri atau kombinasi). NSAID : penghambat COX-2 (ibuprofen, naproxen, diklofenak) dan penghambat COX-2 (nabumeton, etodolak, dan meloxicam). Analgesic kuat : potensi sedang (meptazinol dan pentazosin),potensi kuat. Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamas c. Pemakaian korset lumbal d. Latian kelenturan dan kekuatan



6.



Neuralgia Trigeminal 3A suatu keadaan yang mempengaruhi nervus V.



Referensi: Cruccu, Giorgio. Finnerup, B, Nanna. et all. Trigeminal Neuralgia. 2016. American Academy of Neurology



Prevalensi: Usia 50-69 tahun perempuan> laki-laki Etiologi : 1. Klasik: dianggap idopatik, seperti kontak saraf dengan pembuluh darah ateri 2. Simtomatikmemiliki beberapa asal-usul. Aneurisma, tumor, peradangan, atau lesi lainnya. Faktor Resiko: 1. Kecemasan 2. Usia 3. Kebiasaan merokok 4. Mengkonsumsi alkohol



1. Rasa nyeri : nyeri berat paroksimal, tajam, seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang berlangsung singkat bebrerapa detik hingga kurang dari 2 menit. Tibatiba dan berulang 2. Lokasi : terbatas di daerah dematom nervus trigeminus dan yang karateristik nyeri unilateral. 3. Nyeri dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti perbaan ringan, getaran atau stimulus mengunyah. Timbul pada saat gosok gigi, makan, menelan, berbicara, bercukur wajah, membasuh muka dan terkena angin dingin



-



CT Scan: untuk membedakan neuralgia idiopati atau simtomati MRI : untuk melihat hubungan saraf dan pembuluh darah.



DD: Temporamandibular joint pain Atypical facial pain Migraien Temporal arteritis Terapi Carbamazepine 100-200 maksimal 1200 Baclofen 5-15 mak 30-60



PSIKIATRI 3. Skizofrenia 3A istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Jenis jenis : a. skizofrenia paranoid b. skizofrenia hebefrenik c. skizofrenia katatonik d. skizofrenia disorganized e. skizofrenia residual f. skizofrenia undiferentiated



Prevalensi : Pria : usia 15-25 th Wanita : 25-35 th Etiologi : faktor genetik, faktor biokimia, faktor psikosial Faktor resiko : riwayat skizofrenia pada keluarga, faktor kembar identik, struktur otak abnormal, sosiokultural dan emosi.



a. b.



Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, ‘miskin’ kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif



PEDOMAN DIAGNOSTIK BERDASARKAN PPDGJ III  Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejalagejala itu kurang tajam atau kurang jelas): - Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau  Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan  Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umumnya mengetahuinya. Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau  Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau  Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus).  Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat. Halusional Auditorik ;  Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku pasien.  Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara atau  Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)  Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: - Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus. - Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme. - Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay







Risperidone 2mg -



Hari ke 1



: 2mg/hari,



1-2 x sehari -



Hari ke 2



: 4mg/hari,



1-2 x sehari -



Hari ke 3



: 6mg/hari,



1-2 x sehari 



Rujuk spesialis Kesehatan Jiwa



Diagnosis banding :  Gangguan waham menetap  Epilepsi  Skizoafektif



fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.  Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal)  Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial. Faktor resiko Gangguan orgasmus: o Kriteria DSM IV TR mengenai gangguan ereksi laki-laki: Wanita :  Ketidakmampuan berulang atau menetap mempertahankan ereksi yang adekuat sampai aktivitas seksual Faktor temperamental, lingkungan, kesehatan, berakhir. faktor genetik  Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang nyata dan gangguan interpersonal Pria :  Disfungsi ereksi tidak disebabkan gangguan Axis I lain kecuali disfungsi seksual lain  Psikogenik: Ejakulasi terhambat  Disfungsi ereksi tidak disebabkan oleh penggunaan zat psikoaktif atau gangguan medis umum  Kongenital:Kista Mullerian duct, Abnormalitas o Kriteria diagnosa gangguan orgasme perempuan: duktus Wolfian, Prune Belly Syndrome  Penundaann/ tidak adanya orgasmus setelah fase gairah seksual normal yang berulang dan menetap.  Anatomis : Reseksi transurethral prostat,Insisi Perempuan menunjukkan keberagaman luas dan jenis/ intensitas simulasi yang mencetuskan orgasmus serviks kandung kemih  Diganosa ditegakkan oleh klinis didasarkan pada penilaian klinis bahwa kapasitas orgasmus perempuan  NeurogenikNeuropati: saraf otonom pada itu kurang berdasarkan usai, pengalam seksual dan stimulasi seksual adekuat yang dia terima diabetes, Cedera tulang belakang, Prostatektomi  Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang nyata dan kesulitan interpersonal radikal, Proctocolectomy, Simpatektomi  Disfungsi orgasme tidak disebabkan oleh gangguang axis I lain, kecuali gangguan disfungsi seksual bilateral, Abdominal aneurysmectomy aorta,  Disfungsi tidak disebabkan penggunaan zat psikoaktif dan gangguan medis umum Para-aorta lympthadenectomy o Kriteria diagnosis gangguan orgasme pada laki-laki:  Infeksi: Uretritis ,TB genitourinari,  Penundaan atau tidak adanya orgasme yang terjadi berulang/ menetap setelah fase gairah seksual yang Schistosomiasis normal  Endocrine: Hipogonadisme, Hipotiroid  Dinilai oleh klinis berdasarkan usia, tidak adekuat dalam focus, intensitas dan durasinya  ObatObat: Alpha-metil dopa, Diuretik thiazide,  Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang nyata atau gangguan interpersonal Trisiklik dan SSRI antidepresan, Fenotiazin,  Disfungsi orgasme tidak disebabkan oleh gangguan Axis I lain, kecuali gangguan disfungsi seksual lain Penyalahgunaan alkohol  Disfungsi tidak disebabkan penggunaan zat psikoaktif dan gangguan medis umum o Kriteria diagnosis DSM IV TR Ejakulasi dini: Faktor resiko Ejakulasi dini :  Ejakulasi berulang atau menetap dengan stimulasi seksual yang minimal sebelum, pada saat atau segera  Teori psikodinamik narcissism, ketidaksukaan setelah penetrasi dan sebelum orang tersebut menginginkannya yg amat sangat terhadap wanita  Diagnosa ditegakkan oleh klinisi dengan memperhitungkan faktor yang mempengaruhi durasi fase gairah  Pengalaman pertama terlalu tergesa-gesa dan seperti usia, pasangan seksual, pengalaman seksusal, situasi dan frekuensi aktifitas seksual gugup  Gangguang orgasme tidak disebabkan oleh gangguan Axis I lain, kecuali gangguan disfungsi seksual lain  Kecemasan aktivasi saraf simpatis atau  Disfungsi tidak disebabkan penggunaan zat psikoaktif dan gangguan medis umum pengalihan dari ketakutan yg mengakibatkan -



4.



Gangguan orgasmus 3A kesulitan dalam mencapaiorgasme, menurunnya intensitas orgasme, atau keduanya Ejakulasi Dini keadaan dimana seorang laki-laki secarapersisten atau rekuren mengalami ejakulasi sebelum waktu yg diinginkan (cepat)



Terlampir



penurunan awarenessterhadap sensasi premonitory terhadap ejakulasi.  Frekuensi aktivitas seksual yg rendahe.  Tidak menggunakan teknik untuk memperlambat ejakulasif Lampiran :



Contoh : Apomorphine (Apokyn)  Apomorphine bertindak pada reseptor otak D2



Gangguan orgasmic pada wanita



diketahui terlibat dalam fungsi seksual.



Pengobatan untuk disfungsi orgasme tergantung pada penyebabnya  a.



mengobati kondisi atau penyakit yang mendasari



b.



Mengganti obat antidepresan  alternative : Brupopion



c.



Mencoba beberapa bentuk psikoterapi, seperti cognitive behavioural therapy



  Gangguan orgasmic pada laki-laki: a.



adrenergic blockers, anti hipertensi lainnya, antidepresan, dan antipsikotik). Antidepresan,



Terapi kognitif-perilaku (CBT) untuk anorgasmia berfokus pada mempromosikan



perlu dipertimbangkan untuk diganti dengan bupropion (juga digunakan sebagai terapi



perubahan sikap dan pikiran yang relevan secara seksual. Asumsi yang mendasari CBT



tambahan), mirtazapin, atau nefazodone (ditarik dari pasar AS), yang memiliki lebih sedikit



adalah bahwa kemampuan orgasme dan kepuasan dapat ditingkatkan dengan mengurangi kecemasan terkait seks dan distorsi kognitif. Strategi ini mengikuti kepercayaan umum bahwa (kinerja) kecemasan mengganggu fungsi seksual dan orgasme dengan mengalihkan



efek samping seksual daripada selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). b.



Menerima rangsangan klitoris langsung selama masturbasi dan hubungan seksual



e.



Anorgasmia akibat penyalahgunaan zat  Mengidentifikasi dan mengobati penyalahgunaan zat yang mendasari sering mengakibatkan fungsi seksual yang lebih baik



f.



Anorgasmia pada wanita pasca menopause dengan penurunan hasrat seksual  Testosteron kombinasi dengan estrogen atau, sebaliknya, steroid hormon seks Tibolone sintetis Farmakoterapi :



a)



Antiparkinson Agen, Dopamin Agonis  Agen ini selektif bertindak atas subtipe yang berbeda dari reseptor dopamin di otak.



Terapi ajuvan harus dipertimbangkan. Alpha sympathomimetics (misalnya efedrin atau kombinasi dari klorfeniramin maleat dan fenilpropanolamin hydrochloride [ditarik dari



fokus subyek ke kekhawatiran, malu, atau rasa bersalah. d.



Penting untuk menghilangkan penyebab iatrogenik, termasuk obat-obatan (misalnya, alpha-



pasar AS]) telah digunakan dengan sukses pada pasien dengan ejakulasi retrograde. c.



Sildenafil dan imipramine tampaknya efektif dalam kelainan orgasme pada laki-laki yang disebabkan psikotropika.



d.



Psikoterapi Faktor historis yang dapat berkontribusi terhadap anorgasmia adalah sebagai berikut:



-Pengalaman seksual masa lalu yang traumatis atau tidak menyenangkan -Kognisi negatif tentang seks (misalnya, seks dipandang sebagai dosa atau alat kelamin dilihat sebagai kotor) berdasarkan latar belakang agama atau moral yang ketat atau kaku  terapi psikodinamik bertujuan untuk mengeksplorasi dan memahami faktor-faktor kecemasan dan rasa bersalah, dan memperbaiki kognisi negatif yang dapat mengakibatkan penghambatan secara psikologis dan disfungsi orgasme.



Contoh: Sildenafil (Viagra)  Sildenafil adalah jenis phosphodiesterase 5 (PDE 5)



Faktor sekarang yang dapat berkontribusi terhadap anorgasmia adalah sebagai berikut: 1) Kecemasan - intervensi kognitif-perilaku untuk mengurangi kecemasan meliputi pendidikan



inhibitor selektif. Tampaknya menjadi efektif dalam kelainan orgasme e.c. psikotropika.



seksual (untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang seksualitas atau meringankan



Penghambatan PDE5 meningkatkan aktivitas siklik guanosin monofosfat (cGMP), yang



perasaan tidak mampu atau rasa bersalah), petunjuk gambar, dan fokus sensasi.



meningkatkan efek vasodilatasi nitrit oxide. Agen ini efektif pada pria dengan ED ringan



2) Masalah hubungan - Jika anorgasmia terjadi akibat masalah pada hubungan, terapi



sampai sedang.



perkawinan diindikasikan



Cara minum obat: Saat perut kosong sekitar 1 jam sebelum aktivitas seksual. Rangsangan



3) Stres (karena penyebab selain kesulitan hubungan atau masalah seksual)



seksual diperlukan untuk mengaktifkan respon. Peningkatan sensitivitas untuk ereksi dapat



4) Faktor-faktor lingkungan (misalnya, kurangnya privasi atau suhu kamar yang tidak nyaman)



bertahan selama 24 jam. Sildenafil tersedia sebagai 25-, 50-, dan tab 100 mg.



5) Konseling harus disediakan untuk pasien yang memiliki mimpi basah normal tetapi tidak



b) Agonis Alpha / Beta adrenergik



dapat mencapai orgasme dan ejakulasi selama melakukan aktivitas seksual.



Pengaruh agen monoaminergik mungkin melibatkan modulasi dari sistem simpatik. Contoh: Efedrin  Efedrin merangsang pelepasan epinefrin, memproduksi alpha dan beta-



6) Selain psikoterapi, diketahui bahwa electrovibrator diterapkan pada permukaan bawah kepala penis dapat menjadi intervensi yang efektif dalam kasus-kasus anorgasmia laki-laki utama.



adrenergik. c)



Antihistamin, 1st Generation Antagonis reseptor H1 bertindak secara kompetitif terhadap histamin pada reseptor H1.



a)



Hambatan ini merangsang kontraksi otot polos.



Farmakoterapi: Phosphodiesterase (tipe 5) Enzim Inhibitor



Contoh: Chlorpheniramine  Agen ini bersaing dengan histamin atau H1-reseptor pada



Agen ini meningkatkan efek vasodilatasi nitrit oxide dengan menghambat enzim phosphodiesterase tipe 5, yang meningkatkan sensitivitas untuk ereksi.



7.



Hipersomnia 3A



Etiologi : Stres, kecemasan, kondisi medis, perubahan lingkungan, jadwal kerja Faktor resiko :



o



sel efektor di pembuluh darah dan saluran pernapasan. Telah berhasil digunakan pada pasien dengan ejakulasi retrograde.



Berdasarkan Diagnostic And Statictical Manual of Mental Disorders edisi ke empat (DSM-IV) terdapat:  Hipersomnia Non-organik a) Gambaran klinis di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti: - Rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan atau adanya serangan tidur/sleep attacks (tidak disebabkan oleh jumlah tidur yang kurang), dan atau transisi yang memanjang dari saat mulai bangun tidur sampai sadar sepenuhnya (sleep drunkenness) - Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari 1 bulan atau berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek, menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan - Tidak ada gejala tambahan “narcolepsy” (catapelxy, sleep paralysis, hypnagonic hallucination) atau



Medikamentosa - Diberikan obat-obatan simultan seperti amfetamin yang diberikan pagi atau sore hari - Obat antidepresan non sedasi seperti bupropion (wellbutrin) - Stimulan baru seperti modafinil (provigil)



bukti klinis untuk “sleep apnoe” (nocturnal breath cessatin, typical intermittent snoring sounds,etc) - Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukkan gejala rasa kantuk pada sang hari. b) Bila hipersomnia hanya merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa lain, misalnya gangguan afektif, maka diagnosis harus sesuai dengan gangguan yang mendasarinya. Diagnosis hiersomnia psikogenik harus ditambahkan bila hipersomnia merupakan keluhan yang dominan dari penderitaan dengan gangguan jiwa lainnya.  Hipersomnia Primer Hipersomnia primer terdapat pada 5% populasi dewasa, pria dan wanita mempunyai kemungkinan sakit yang sama. Yang dimaksud dengan hipersomnia primer adalah tidur yang berlebihan atau terjadi serangan tidur ataupun perlambatan waktu bangun. Hipersomnia mungkin merupakan akibat dari penyakit mental, penyakit organik (termasuk obat-obatan) atau idiopatik. Gangguan ini merupakan kebalikan dari insomnia. Seringkali penderita dianggap memiliki gangguan jiwa atau malas. Penderita hipersomnia membutuhkan waktu tidur lebih dari ukuran normal. Pasien biasanya akan tidur siang sebanyak 1-2 kali per hari, dimana setiap waktu tidurnya melebihi 1 jam. Meski banyak tidur, mereka selalu merasa letih dan lesu sepanjang hari. Gangguan ini tidak terlalu serius dan dapat diatasi sendiri oleh penderita dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen diri. Polysomnography memperlihatkan penurunan gelombang delta peningka-tan kesadaran, dan pengurangan masa laten REM pada pasien dengan hipersomnia primer. Kriteria Diagnostik untuk Hipersomnia Primer menurur DSM-IV-TR yaitu: a) Keluhan yang menonjol adalah mengantuk berlebihan di siang hari selama sekurangnya satu bulan (atau lebih singkat jika rekuren) seperti yang ditunjukkan oleh episode tidur yang memanjang atau episode tidur siang hari yang terjadi hampir setiap hari. b) Mengantuk berlebihan di siang hari menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. c) Mengantuk berlebihan di siang hari tidak dapat diterangkan oleh Insomnia dan tidak terjadi semata-mata selam perjalan gangguan tidur lain (misalnya, narkolepsi, gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia) dan tidak dapat diterangkan oleh jumlah tidur yang tidak adekuat. d) Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan lain. e) Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum. Pemeriksaan Penunjang : Polysomnography adalah tes semalam di mana perangkat pemantauan terhubung ke individu untuk menilai berbagai tahapan tidur untuk aktivitas muatan listrik otak(electroencephalogram, atau EEG), jantung (elektrokardiogram), gerakan otot-otot (electromyogram) dan mata (elektro-oculogram). Diagnosis Banding :  Hipersomnia non organik  Hipersomnia episodik  Narkolepsi  Gangguan jadwal tidur bangun



Edukasi dan Konseling - Penyelesaian permasalahan/ stres - Perubahan gaya hidup, seperti: a) Hindari rokok, alkohol, dan minuman berkafein sebelum tidur b) Relaksasi secara rutin untuk mencegah kecemasan di malam hari c) Berolahraga secara teratur dan menjaga berat badan d) Diet seimbang untuk mencegah kekurangan gizi e) Hindari gangguan di ruang tidur f) Atur tempat tidur senyaman mungkin g) Terapkan jadwal tidur dan patuhi



8.



SEKSUAL PAIN DISORDER Dispareunia Vaginismus 3A



Prevalensi : Pria > wanita



Dispareunia: nyeri genital yang rekuren atau persisten sebelum, selaman atau setelah hubungan seksual baik pada lakilaki atau wanita



Etiologi & Faktor resiko :  Pemerkosaan  Penyiksaan seksual saat anak anak  Ketegangan dan kecemasan tentang seksual



Vaginismus: kontraksi otot pada bagian luar vagina yang terjadi secara involunter yang menghalangi insersi penis dan hubungan seks



Diagnosis banding : Disfungsi seksual karena kondisi medis umum.



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Psikoterapi individu Terapi seks berdua Hipnoterapi Terapi perilaku Terapi kelompok Terapi seks berorientasi analitik. Terapi biologik



SISTEM INDRA 1. Pterigium SKDI 3A Jaringan fibrovaskular subepitel bersifat degeneratif dan invasif berbentuk segitiga dengan dasar dari arah temporal/nasal konjungtiva menuju kornea Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2004. hal:26, 116 – 117. 2.



Kalazion



Prevalensi : Laki-laki > perempuan, usia > 30 tahun Etiologi : Idiopatik, proses degenerasi akibat paparan sinar UV, debu, angin dan iritasi berlebihan pada mata Faktor resiko :  Peningkatan paparan sinar UV  Iklim subtropis dan tropis  Terlibat pekerjaan diluar lingkungan  Riwayat keluarga



Epidemiologi: pada semua usia dan jenis kelamin Etiologi: penyumbatan pada kelenjar meibom Faktor Resiko: - Kondisi kulit tertentu, seperti rosacea atau dermatitis seboroik. - Blefaritis, yaitu peradangan pada tepi kelopak mata. - Diabetes.



    



Mata merah o Mata merah Penglihatan kabur o Tonjolan fibrovaskular Keluhan astigmat segitiga dengan pinggiran Gatal meninggi dengan apeks Terdapat jaringan yang mencapai kornea segitiga Derajat pterigium : I : terbatas sampai limbus II : tidak melewati pertengahan antara limbus dan pupil ( 2mm dari limbus) IV : melewati pupil



 Mengganjal  Benjolan kelopak mata  Tidak nyeri



Tidak hiperemis Psudoptosis Perubahan bentuk mata Palpasi : nyeri tekan, mobile/tidak, keras/lunak o Visus  tekanan mata menyebabkan kelianan refraksi o o o o



1) Tes Sonde Menyelipkan sonde di bawah jaringan, positif bila sonde dapat diselipkan antara jaringan dan konjungtiva. Membedakan pterigum (tes sonde (-)) dan pseudopterigium (tes sonde (+))



1.



Tetes mata artificial R/ Artificial taer eyesdrop fl No.I S 4 dd gtt 2 OD/OS



2.



Bila terjadi inflamasi, diberikan kortikosteroid topikal R/ Dexamethason 0,05% eyeoinment tube No.I S 3 dd OD/OD



Diagnosis banding :  Pseudopterigium  Pinguecula  Karsinoma sel skuamosa  Kista dermoid



a. Pemeriksaan histologi Menunjukkan proliferasi endotel asinus, dan respon radang granulomatosa yang melibatkan selsel kelenjar jenis Langerhans. b. Biopsi Diindikasikan pada kalazion berulang karena tampilan karsinoma kelenjar meibom dapat mirip tampilan kalazion Diagnosis Banding  Hordeoulum.  Blefalitis  Dermoid Cyst.



a. b. c.



Kompresair hangat Antibiotik local Gentamycin eye ointment 0,3 % s3 dd 1 Rujuk Sp.M Insisi



 Tear Gland Adenoma



- Pernah menderita kalazion sebelumnya 4.



Difteri (THT) Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynobacterium diphtheriae, suatu penyakit bakteri akut yang menyerang tonsil, faring, laring, hidung dan adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadangkadang konjungtiva atau vagina. Referensi: Buescher ES. Diphtheria (Corynobacterium diphteriae). Dalam: Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-20. 2016. Elsevier: Philadelphia. 



Prevalensi: Banyak ditemukan pada anak Etiologi: Corynobacterium diphtheriae, yang merupakan bakteri gram positif yang bersifat polimorf Faktor Resiko: Penularan melalui kontak dengan penderita atau kontak dengan carier. Faktor lingkungan



1. Difteri Hidung: pilek ringan dan disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinus dan kemudian makropurulen menyebabkan lecet pada nares dan bibir atas. 2. Difteri faring: anoreksi, malaise, demam ringan dan nyeri telan. Dalam 12 hari berikutnya akan timbul membrane yang melekat putih/kelabu dapat menutupi tonsil dan dinding faring meluas ke uvula dan palatum molle atau kebawah laring trakea. Dapat terjadi limfadenitis servikalis dan submandibular, bullneck 3. Difteri Laring: suara nafas berbunyi, stridor yang progresif, suara parau dan batuk kering. 4. Difteri kulit, konjungtiva dan telinga: tukak dikulit tapi jelas dan terdapat membran. Pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau



1. Lesi tampak sebagai sutu membran asimetrik keabuabuan yang dikelilingi dengan inflamasi (pseudomembran) di faring, laring dan tonsil 2. Pembesaran kelenjar limfe (Bullneck)



1. Pemeriksaan Laboratorium (pemeriksaan bakteriologis, kultur, toksigenisitas) 2. Swab faring dengan pewarnaan gram (menunjukkan gambaran kuman gram positif, berbentuk basil seperti tongkat, tidak berkapsul, dan nonmotil dalam kelompokkelompok 3. Pemeriksaan foto thoraks 4. EKG



Diagnosis Banding 1. Infeksi streptococus grup A 2. Mononukleosis infeksius 3. Vincent’s angina 4. Kandidiasis



5. Isolasi 6. Bed rest 2-3 minggu 7. Intake makanL makanan lunak, mudah dicerna, protein dan kalori cukup 8. Antibiotik (penicilin procain, eritromisin, ertromysin, amoksisilin, rifampisin, klindamisin, tetrasiklin). Penicilin 50.000 unit/kgBB/hari diberikan 3 hari atau eritromisin 30-40 mg/kgBB/hari selama 14 hari. 9. Kortikosteroid bila terdapat gejala obstruksi saluran nafas. Prednisolon 1,0-1,5mg/kgBB/hari tiap 6-8 jam pada kasus berat selama 14 hari



orofaringeal



5.



Prebiakusis 3A



Prevalensi : Etiologi : degenerasi Faktor resiko :  Herediter  Metabolism (DM, hiperkolesterol)  Arterosklerosis (Hipertensi,)  Infeksi  Bising  Gaya hidup atau bersifat multifactor (Merokok, riwayat bising)



6.



Abses Bnezold



Prevalensi : Etiologi : Pneumococcus Bacteroides, dan gram – Faktor resiko :



 Penurunan ketajaman pendengaran pada usia lanjut, bersifat sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat. Umumnya terutama terhadap suara atau nada yang tinggi.  Tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan telinga hidung tenggorok, seringkali merupakan kelainan yang tidak disadari. Penderita menjadi depresi dan lebih sensitif.  Kadang-kadang disertai dengan tinitus yaitu persepsi munculnya suara baik di telinga atau di kepala



Otore Demam tinggi Kaku leher Sukar menelan











Pada penderita biasanya normal setelah pengambilan serumen yang merupakan problem pada penderita usia lanjut dan penyebab kurang pendengaran terbanyak. Pada pemeriksaan otoskopi, tampak membran timpani normal atau bisa juga suram, dengan mobilitas yang berkurang. Pemeriksaan tambahan tes penala Uji rinne positif Hantaran Udara ≥ Hantaran Tulang, Uji Weber, Uji Schwabach memendek



pembengkakan dari tip mastoid sampai sepanjang m. sternokleidomastoideus, nyeri tekan dengan atau tanpa fluktuasi. Kadang-kadang sel-sel besar mastoid pada permukaan medial prosesus mastoid meluas dari insisura digastrika sampai sepanjang bulbus vena jugularis. Destruksi daerah ini memberikan gambaran klinik yang berbeda, karena pus tidak dapat mencapai permukaan otot, sehingga tidak ditemukan fluktuasi. Nyeri tekan didaerah leher lebih ringan daripada daerah mastoid



1. 2. 3.



1) Audiogram



Diagnosis Banding :  Presbikusis  Tuli Ototoksik  Meniere sindrom  otosklerosis



USG Foto leher CT Scan



Diagnosis Banding :  Limfadenopati colli  Lemfadenitis colli  Abses retrourikula



Farmakoterapi a) Vasodilator b) Obat lipoproteinolitik c) Vitamin Non Farmakoterapi a) Alat bantu dengar (Hearing Aid) b) Lipereading c) Dijelaskan bahwa komunikasi akan lebih baik bila pasien melihat ke wajah orang yang diajak berkomunikasi.



SISTEM RESPIRASI 1. Bronkiektasis SKDI 3A Pelebaran menetap dari bronkhus dan bronkhiolus akibat kerusakan otot dan jaringan elastik penunjang, disebabkan dengan infeksi nekrotikans kronik. Rahmatullah P. Bronkiektasis. Dalam : Suryono AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. 2009.



Prevalensi : Etiologi : Infeksi, aspirasi, penyakit jaringan ikat Faktor resiko :  Kongenital  Penyakit yang didapat



 Batuk berdahak hampir setiap hari selama > 1 bulan  Batuk darah bila terajdi infeksi  Nyeri dada  Sesak nafas  Demam  Penrunan berat badan



o Whezzing o Takipneu o Suhu ↑



1) Foto Rontgen Thorax



Tatalaksana : 1. Konservatif a. Pengelolaan umum Memperbaiki drainase sekret bronkus dengan melakukan drainase postural, mencairkan sputum yang kental, mengatur posisi tempat tidur dan mengontrol infeksi saluran nafas



Gambar 1. Bronkhiektasis tampak honeycomb apperence 2) Bronkhografi Foto dengan pengisian media kontras ke dalam sistem saluran bronkus 3) CT Scan



Gambar 2. CT Scan thorax Diagnosis banding :  Bronkitis kronik  Tuberkulosis paru  Abses Paru  Tumor paru



Tabel 1. Bagan pemberian antibiotik berdasarkan organisme penyebab



b. Pengeloalaan khusus Kemoterapi pada bronkhiektasis, drainase sekret dengan bronkoskopi 2.



Pengobatan simptomatik a. Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya obat bronkodilator SABA R/ Salbutamol tab 2 mg No.V S 2 dd 1tab b. Pengobatan hipoksia, dengan pemberian oksigen c. Pengobatan hemoptisis, dengan obat hemostatik d. Pengobatan demam, dengan antipiretik R/ Paracetamol tab 500mg No.X S 3 dd 1 tab



4.



Status Asmatikus 3B



Epidemiologi: Etiologi: reaksi alergen Faktor Resiko: - Faktor lingkungan - Faktor genetik - Stres - Obat-obatan - Infeksi saluran nafas



***



 Riwayat singkat serangan meliputi gejala, pengobatan yang telah digunakan, respons pengobatan, waktu mula terjadinya dan penyebab/ pencetus serangan saat itu, dan ada tidaknya risiko tinggi untuk mendapatkan keadaan fatal/ kematian yaitu:  Riwayat serangan asma yang membutuhkan intubasi/ ventilasi mekanis  Riwayat perawatan di rumah sakit atau kunjungan ke darurat gawat dalam satu tahun terakhir  Saat serangan, masih dalam glukokortikosteroid oral, atau baru saja menghentikan salbutamol atau ekivalennya  Dengan gangguan/ penyakit psikiatri atau masalah psikososial termasuk penggunaan sedasi  Riwayat tidak patuh dengan pengobatan (jangka panjang) asma. 



a. b. c. d.



Posisi penderita Cara bicara Frekuensi napas Penggunaan otot-otot bantu napas e. Nadi f. Tekanan darah (pulsus paradoksus) g. Ada tidak mengi



a. Pada serangan asma, APE sebaiknya diperiksa sebelum pengobatan, tanpa menunda pemberian pengobatan. Pemeriksaan ini dilakukan jika alat tersedia. b. Saturasi oksigen dengan pulse oxymetry dapat dilakukan bila alat tersedia. c. Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan jika fasilitas tersedia. *** Diagnosis Banding  Obstruksi saluran napas atas  Benda asing di saluran napas  PPOK eksaserbasi  Penyakit paru parenkimal



Lmpiran :



Kriteria Rujukan Tidak respons dengan pengobatan, ditandai dengan: a. Tidak terjadi perbaikan klinis b. Bila APE sebelum pengobatan awal < 25% nilai terbaik/ prediksi; atau APE pasca tatalaksana < 40% nilai terbaik/ prediksi. c. Serangan akut yang mengancam jiwa d. Tanda dan gejala tidak jelas (atipik), atau masalah dalam diagnosis banding, atau komplikasi atau penyakit penyerta (komorbid); seperti sinusitis, polip hidung, aspergilosis (ABPA), rinitis berat, disfungsi pita suara, refluks gastroesofagus dan PPOK. e. Dibutuhkan pemeriksaan/ uji lainnya di luar pemeriksaan standar, seperti uji kulit (uji alergi), pemeriksaan faal paru lengkap, uji provokasi bronkus, uji latih (kardiopulmonary exercise test), bronkoskopi dan sebagainya



Lampiran :



Pneumothorax 3A adanya udara di dalam kavum atau rongga pleura.



Prevalensi : Pria > wanita, usia 20-40 th Etiologi : 1) Pneumotoraks Spontan (primer dan sekunder) Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa disertai penyakit paru yang mendasarinya, 2) Sedangkan pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru yang mendahuluinya. 3) Tension Pneumotoraks Disebabkan trauma tajam, infeksi paru, resusitasi kardiopulmoner. Faktor resiko : 1) Usia 2) Jenis kelamin 3) Aktivitas merokok 4) Trauma tembus (luka,tusuk,peluru atau tumpul (benturan pada kecelakaan bermotor). 5) Penyakit paru yang mendasari atau terjadi sebelumnya.



1) Sesak nafas 2) Nyeri dada 3) Batuk 4) Gelisah 5) Keringat dingin



1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10)



Tampak sianosis Suara amforik Hipotensi Dispnea Takikardi Tampak sisi yang terkena berbentuk menonjol da tertinggal dalam inspirasi. Pergeseran dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena Perkusi hipersonar diatas paru-paru yang kolaps Suara napas yang berkurang pada sisi yang terken Vokal Fremitus dan raba berkurang



Diagnosis banding : 1) Infark miokard 2) Emboli paru 3) Pneumonia 4) Kavitas yang besar (Giant cavity) 5) Kista Paru



4.



Foto rontgen thorax



5.



CT Scan



6.



Thorakoskopi pemeriksaan invasive, tetapi memilki sensivitas yang lebih besar dibandingkan pemeriksaan CTScan 7. Pemeriksaan Laboratorium GDA : Variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadangkadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun; saturasi oksigen biasanya menurun. Analisa gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia. Hb : Menurun, menunjukan kehilangan darah.



1) Operatif Torakotomi (Fistulorafi) Indikasi a. Pneumotoraks berulang b. Fistula bronko-pleural menetap c. Pneumotoraks bilateral d. Adanya bleb yang besar e. Hemo-pneumotoraks : f. Darah > 1500 cc g. Perdarahan terus h. penebalan pleura 2) Non operatif a. Observasi  Tanpa keluhan/ ringan  Luas pneumotorak < 20%  Normal absorbsi pneumotorak 1,25 %/ hari  Terapi dengan oksigen  Ro ulang beberapa hari  Hati-hati terjadinya tension pneumotoraks b. Aspirasi c. Water sealed drainage (WSD)



Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa



d.



Gambar 12. Pemasangan WSD Standard: Mid Axillar Line ICS 5, 6, 7 dari Pleural Effusion Pleurodesis



SISTEM KARDIOVASKULAR 1. Fibrilasi Atrium Prevalensi : SKDI 3A Pria > wanita Aritmia jantung menetap yang paling umum



Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2014.



Etiologi : Meningkatnya kecepatan dan tidak terorganisasinya sinyalsinyal listrik di atrium, menyebabkan kontraksi yang sangat cepat dan tidak teratur Faktor resiko : a. Peningkatan tekanan atau resistensi atrium : hipertrofi jantung, kardiomiopati, hipertensi pulmo b. Proses infiltratif dan inflamasi : perikarditis, miokarditis,usia tua c. Proses infeksi d. Kelainan endokrin : hipertiroid e. Neurogenik : stroke, perdarahan subarachnoid f. Iskemik atrium : infark miocard



      



Berdebar Pusing Kelemahan Lelah Sesak nafas Nyeri dada Presinkop atau sinkop



o HR naik 140x/menit, tidak teratur o Irama jantung tidak teratur o Hemodinamika tidak stabil o S3 hipertrofi ventrikel, P2 mengeras : hipertensi pulmonal Klasifikasi FA menurut waktu presentasi dan durasi: 1. FA yang pertama kali terdiagnosis. Jenis ini berlaku untuk pasien yang pertama kali datang dengan manifestasi klinis FA, tanpa memandang durasi atau berat ringannya gejala yang muncul. 2. FA paroksismal adalah FA yang mengalami terminasi spontan dalam 48 jam, namun dapat berlanjut hingga 7 hari. 3. FA persisten adalah FA dengan episode menetap hingga lebih dari 7 hari atau FA yang memerlukan kardioversi dengan obat atau listrik 4. FA persisten lama adalah FA yang bertahap hingga ≥1 tahun, dan strategi kendali irama masih akan diterapkan



1) EKG Ciri-ciri Fibrilasi Atrium : - EKG permukaan menunjukan pola interval RR yang ireguler - Tidak dijumpainya gelombang P yang jelas pada EKG permukaan. Kadangkadang dapat terlihat aktivitas atrium yang irreguler pada beberapa sadapan EKG, sering di V1 - Interval antara 2 gelombang aktivasi atrium tersebut biasanya bervariasi, umunya kecepatan > 450x/menit - Laju jantung 110-140x/menit, jarang melebihi 160-170x/menit - Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS lebar) setelah siklus interval RR panjang-pendek (fenomena Ashman) - Preeksitasi - LVH - Tanda infark akut/lama



Gambar 1. FA dengan respon ventrikel normal



Tatalaksana : Kondisi Akut: Untuk Hemodinamik tidak stabil: Kardioversi elektrik : Ekokardiografi transtorakal harus dilakukan untuk identifikasi adanya trombus di ruangruang jantung. Bila trombus tidak terlihat dengan pemeriksaan ekokardiografi trans- torakal, maka ekokardiografi transesofagus harus dikerjakan apabila FA diperkirakan berlangsung >48 jam sebelum dilakukan tindakan kardioversi. Apabila tidak memungkinkan dilakukan ekokardiografi transesofagus, dapat diberikan terapi antikoagulan (AVK atau dabigatran) selama 3 minggu sebelumnya. Antikoagulan dilanjutkan sampai dengan 4 minggu pascakardioversi (target INR 2-3 apabila menggunakan AVK). Untuk laju denyut ventrikel dalam keadaan stabil 1. Diltiazem 0,25 mg/kgBB bolus iv dalam 10 menit, dilanjutkan 0,35 mg/kgBB iv 2. Metoprolol 2,5-5 mg iv bolus dalam 2 menit sampai 3 kali dosis. 3. Amiodaron 5 mg/kgBB dalam satu jam pertama, dilanjutkan 1 mg/ menit dalam 6 jam, kemudian 0,5 mg/ menit dalam 18 jam via vena besar 4. Verapamil 0,075- 0,15 mg/kgBB dalam 2 menit 5. Digoksin 0,25 mg iv setiap 2 jam sampai 1,5 mg



5. FA permanen adalah FA yang diterapkan sebagai permanen oleh dokter sehingga strategi kendali irama sudah tidak digunakan lagi. Apabila strategi kendali irama masih digunakan maka FA masuk kategori FA persisten lama. Klasidfikasi FA menurut kecepatan laju respon ventrikel (interval RR) ; 1. FA dengan respon ventrikel cepat : laju ventrikel >100x/menit 2. FA dengan respon ventrikel normal : laju ventrikel 60-100x/menit 3. FA dengan respon ventrikel lambat : laju ventrikel wanita, laki 45 th, wanita 55 th



-



Etiologi : Nekrosis otot jantung akibat sumbatan miokardium Faktor resiko :



arteri



otot



Nyeri dada retrosternum -Pasien biasanya terbaring dengan



1.



seperti



o Pada ST Elevation Myocardial infarct



tertekan



atau



tertindih benda berat. -



gelisah dan kelihatan pucat -Hipertensi/hipotensi



EKG: (STEMI), terdapat elevasi segmen ST diikuti



Nyeri menjalar ke dagu, -Dapat terdengar suara murmur dan



dengan



leher, tangan, punggung,



gelombang



dan



gallop S3



epigastrium. -Ronki basah disertai peningkatan



Penjalaran ke tangan kiri



vena jugularis dapat ditemukan



lebih sering terjadi.



pada AMI yang disertai edema



Penatalaksanaan



perubahan T,



sampai kemudian



inversi



Segera rujuk setelah pemberian : -



sadapan. o Pada Non ST Elevation Myocardial infarct



2-4



liter/menit



muncul



peningkatan gelombang Q minimal di dua



Oksigen



-



Nitrat, ISDN 5-10 mg



sublingual



maksimal 3 kali



- Mayor



-



o Peningkatan



lipid



Disertai gejala tambahan berupa



sesak,



muntah,



serum o Hipertensi



epigastrium,



o Merokok



dingin, dan cemas.



(NSTEMI), EKG yg ditemukan dpt berupa



-



Aspirin,



dosis



mual, -Dapat ditemukan aritmia



depresi segmen ST dan inversi gelombang



awal



nyeri



T,atau EKG yang normal.



dilanjutkan dosis



Peningkatan enzim jantung



pemeliharaan 1 x



keringat



o Konsumsi alkohol



-



paru



3.



320



160 mg Diagnosis banding



-



Dirujuk



dengan



o Diabetes Melitus



-



Angina pektoris prinzmetal,



terpasang



o Diet



lemak



-



Unstable angina pectoris,



dan oksigen



jenuh, kolesterol dan



-



Ansietas,



kalori



-



Dispepsia,



-



Miokarditis,



-



Pneumothoraks,



-



Emboli paru



tinggi



Minor o Aktivitas



fisik



kurang



mg



infus



o Stress psikologik o Tipe kepribadian Nama penyakit



EKSTRASISTOL SUPRAVENTIKULAR, VENTRIKULAR Ekstrasistole ventrikular adalah suatu kompleks ventrikel prematur timbul secara dini disalah satu ventrikel akibat cetusan dini dari suatu fokus yang otomatis atau melalui mekanisme reentri atau takikardi ventricular adalah kelainan irama jantung berupa tiga atau lebih kompleks yang berasal dari ventrikel secara berurutan dengan laju lebih dari 100/menit. Ekstrasistole supraventrikular atau takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan



Level SKDI Sistem Perbandingan jenis kelamin Perbandingan usia



TSV mempunyai kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung 3A KARDIOVASKULER Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering ditemukan pada bayi dan anak. Angka kejadian TSV diperkirakan 1 per 250.000 sampai 1 per 250 angka kekerapan masing-masing bentuk TSV pada anak berbeda dengan TSV pada dewasa. Menurut Emilly dkk angka pada TSV pada anak-anak berkisar 1 dari 250 anak.



Etiologi Gejala



TSV pada bayi biasanya terjadi pada hari pertama kehidupan sampai usia 1 tahun, tapi sering terjadi sebelum umur 4 bulan.  Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis,



Tanda



berkeringat;



edema;



haluaran



urin



menurun



bila



curah



jantung



menurun



berat.



Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil. 



Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah







Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.



 Pemeriksaan penunjang



Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.







EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.







Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.







Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.







Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.







Tes stres latihan : dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.







Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.







Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.







Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.







Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.



 Diagnosis



GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia



Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama jantung, perubahan sekuncup jantung: preload, afterload, penurunan kontraktilitas miokard. Tujuan: Penuruanan curah jantung teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil: •



Pasien tidak mengeluh pusing







Pasien tidak mengeluh sesak







EKG normal







Kulit elastis BB normal



Diagnosis Banding



Penatalaksanaan segera







Suhu: 36-37C/axila







Pernapasan 12-21x/mnt







Tekanan darah 120-129/80-84mmHg







Nadi 60-100x/mnt







Supraventrikular takikardia







Konduksi aberans



Pemberian adenosin. Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat kronotropik negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan berlangsung sangat singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal. Adenosin dengan cepat dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10 detik) dengan cellular uptake oleh sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera pada nodus AV sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry. Adenosin mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas jantung. Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi TSV karena dapat menghilangkan hampir semua TSV. Efektivitasnya dilaporkan pada sekitar 90% kasus. Adenosin diberikan secara bolus intravena diikuti dengan flush saline, mulai dengan dosis 50 µg/kg dan dinaikkan 50 µ/kg setiap 1 sampai 2 menit (maksimal 250 µ/kg). Dosis yang efektif pada anak yaitu 100 – 150 µg/kg. Pada sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk mencegah takikardi berulang. A.



Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing, dan terjadinya A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi sinus node, gangguan konduksi A-V, atau setelah pemberian obat lain yang mempengaruhi A-V node (seperti beta blokers, calsium channel blocker, amiodaron). Adenosin bisa menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien asma.



B.



Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini bekerja memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd pada jalur cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering dilaporkan pada saat loading dose diberikan.



C.



Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan TSV pada anak. Digoksin tidak digunakan lagi untuk penghentian segera TSV dan sebaiknya dihindari pada anak yang lebih besar dengan WPW sindrom karena ada risiko percepatan konduksi pada jaras tambahan. Digitalisasi dipakai pada bayi tanpa gagal jantung kongestif. Penelitian oleh Wren dkk tahun 1990, pada 29 bayi dengan TSV, pengobatan efektif dengan digoksin. Digoksin memperbaiki fungsi ventrikel, baik melalui pengaruh inotropiknya maupun melalui blokade nodus AV yang ditengahi vagus.



D.



Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung kongestif atau kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia, dianjurkan penggunaan direct current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif. DC shock yang diberikan perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan DC Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel. Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang tidak sinkron. Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan tindakan invasif.



E.



Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat digitalis secara intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adalah sebesar ½ dari dosis digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan ¼ dosis digitalisasi, 2 kali berturut-turut berselang 8 jam.



F.



Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa digunakan, dan digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa dicoba untuk konversi cepat ke irama sinus. Phenylephrine dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat dan mengubah takikardi dengan meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neosynephrine) sama halnya dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek vagal seperti juga efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol. Metode ini tidak direkomendasikan pada bayi dengan CHF karena dapat meningkatkan afterload sehingga merugikan pada bayi dengan gagal jantung. Dosis phenylephrin 10 mg ditambahkan ke dalam 200 mg cairan intravena diberikan secara drip dengan pengawasan doketr terhadap tekanan darah. Tekanan sistolik tidak boleh melebihi 150-170 mmHg.



G.



Price dkk pada tahun 2002, menggunakan pengobatan dengan flecainide dan sotalol untuk TSV yang refrakter pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun. Flecainide dan sotalol merupakan kombinasi baru, yang aman dan efektif untuk mengontrol TSV yang refrakter.



H.



Penelitian oleh Etheridge dkk tahun 1999, penggunaan beta bloker efektif pada 55% pasien. Selain itu juga penggunaan obat amiodarone juga berhasil pada 71% pasien dimana di antaranya sebagai kombinasi dengan propanolol. Keberhasilan terapi memerlukan kepatuhan sehingga amiodarone dipakai sebagai pilihan terapi pada beberapa pasien karena hanya diminum 1x sehari. Semua pasien yang diterapi dengan amiodarone, harus diperiksa tes fungsi hati dan fungsi tiroid setiap 3 bulan. Propanolol dapat digunakan secara hati-hati, sering efektif dalam memperlambat fokus atrium pada takikardi atrial ektopik



Referensi



1.



Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC.



2.



Hanafi B. Trisnohadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.



Nama penyakit Level SKDI Sistem Perbandingan jenis kelamin Perbandingan usia Etiologi



CARDIORESPIRATORY ARREST 3B KARDIOVASKULER Laki-laki > perempuan 75-84 tahun fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol (+10%) dan terakhir



Faktor Resiko Gejala



jantung yang terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat gangguan pacemaker jantung older age, male sex, cigarette smoking, hypertension, diabetes mellitus, hypercholesterolemia, obesity, and family history of CHD  tidak ada respon tidak bergeak



Tanda



tidak sadar tidak adanya pulsasi terutama pada arteri karotis



oleh disosiasi elektromekanik (+5%). Dua jenis henti



Pemeriksaan penunjang



defibrillator ekg



Diagnosis Banding



Angina Pectoris, Aortic Stenosis, Coronary Artery Atherosclerosis, Dilated Cardiomyopathy, Ebstein Anomaly, Hypertrophic Cardiomyopathy, Lown-Ganong-Levine Syndrome, Myocardial Infarction, Tetralogy of Fallot, Torsade de Pointes, Ventricular Fibrillation, Ventricular Premature Complexes, Ventricular Tachycardia, Wolff-Parkinson-White Syndrome.



Terapi awal lengkap



Dosis epinefrin iv/io 0,01 mg /kg bb Amiodarone iv/io 5 mg/kgbb Bb 50 kg R/ epinefrin 0,5 mg inj Amp No. I S. imm R/ amiodarone 250 mg inj Amp No. 1 S. imm



Referensi



1.



Adabag, A Selcuk et al. “Sudden cardiac death: epidemiology and risk factors”Nature reviews. Cardiology vol. 7,4 (2010): 216-25.



2.



American Heart association, Guidelines for CPR and ECC Comparison Chart of Key Changes. 2010



3.



Cayley, JR., M.D.,M.DIV,William E. Practice Guidelines :2005 AHA guidelines for CPR and emergency cardiac carea



4. Sudden Cardiac Death Differential Diagnoses.ali A sovari.2014 available at https://emedicine.medscape.com/article/151907-differential Penyakit Level SKDI System Jenis kelamin Usia Etiologi



Factor resiko Gejala



Tanda



Penunjang



Syok (septik, neurogenic, hipovolemik, kardiogenik) 3B KARDIOVASKULER



Syok hipovolemik: gagal perfusi dan suplai oksigen akibat dari perdarahann akut, dehidrasi, hilang cairan dan akibat dilatasi arteri dan vena Syok kardiogenik: gagal perfusi dan suplai oksigen karena kerusakan fungsi atau kapasitas pompa jantung Syok distributive: gagal perfusi dan suplai oksigen karena menurunnya tonus vaskuler akibat vasodilatasi arterial, penumpukan vena dan redistribusi aliran darah Syok obstruktif: terganggunya aliran balik darah karena meningkatnya tekanan intra-torakal atau aliran arteri keluar jantung terganggu Syok endokrin: disebabkan hipotiroid, hipertiroid, insufisiensi adrenal Lemas hingga tidak sadar Riwayat penyakit penyerta (DM, HT, gagal jantung, infark) Riwayat trauma Riwayat cedera cervical Riwayat kontak dengan antigen syok TD turun Takikardi Akral dingin Urin 38 ATAU 90, RR >20, paCO2 12.000 Syok anafilaktik Edem hipofaring, konstriksi bronkus, hipersekresi mucus, obstruksi jalan nafas akut Syok neurogenic TD turun, bradikardi, paralisis flacaid, reflek fisio turun, priapismus Syok obstruktif Gejala sama dengan kardiogenik dan hipovolemik, JVP naik, S3 gallop, aritmia, suara jantung menjauh, gagal jantung kongesti Saturasi oksigen (SPO2) EKG Urin output Elektrolit



DD Terapi



GDS Manajemen jalan nafas Terapi cairan (RL) Pertimbangkan ET jika GCS wanita Etiologi: infeksi bakteri Faktor Resiko: - Faktor biologi (usia, jenis kelamin, ras) - Faktor lingkungan (sanitasi lingkungan yang kurang baik) - Faktor perilaku (asupan rendah serat dan fekalit)



 Muntah (rangsangan viseral) akibat aktivasi nervus vagus.  Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan.  Disuria juga timbul apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria.  Obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.  Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50C - 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.  Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik yang beragam. Sebagai contoh apendiks yang panjang dengan ujung yang mengalami inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah tersebut, apendiks retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau punggung, apendiks pelvikal akan menyebabkan nyeri pada supra pubik dan apendiks retroileal bisa menyebabkan nyeri



a. Inspeksi - Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit - Kembung bila terjadi perforasi - Penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses. b. Palpasi - Terdapat nyeri tekan Mc Burney - Adanya rebound tenderness (nyeri lepas tekan) - Adanya defans muscular - Rovsing sign positif - Psoas sign positif - Obturator Sign positif c. Perkusi : Nyeri ketok (+) d. Auskultasi Peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata. e. Colok dubur : Nyeri tekan pada jam 9-12 Tanda Peritonitis (perforasi) : 1. Nyeri seluruh abdomen 2. Pekak hati hilang 3. Bising usus hilang



umum



1. Laboratorium darah perifer lengkap a. Pada apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat. b. Pada anak ditemuka lekositosis 11.00014.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran ke kiri hampir 75%. c. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis. d. Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen. e. Pengukuran kadar HCG bila dicurigai kehamilan ektopik pada wanita usia subur. 2. Foto polos abdomen a. Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu.. b. Padaperadangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan bawah akan kolaps. c. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara. d. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain. e. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan. f. Bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma g. Foto polos abdomen supine pada abses



Penatalaksanaan di pelayanan kesehatan primer sebelum dirujuk: 1. Bed rest total posisi fowler (anti Trandelenbur g) 2. Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui mulut. 3. Penderita perlu cairan intravena untuk mengoreksi jika ada dehidrasi. 4. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongka n lambung agar mengurangi



testikuler, mungkin karena iritasi pada arteri spermatika dan ureter.



appendik kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD (dekubitus), kalsifikasi bercak rim-like (melingkar) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari appendik. Diagnosis Banding a. Kolesistitis akut b. Divertikel Mackelli c. Enteritis regional d. Pankreatitis e. Batu ureter



6.



Hernia 3A



Prevalensi : Pria>wanita



-



Etiolohi : Kongenital, kelemahan otot abdomen



-



Faktor resiko ; - Batuk lama - Obesitas - Sering mengejan - Merokok - Sering mengangkat beban berat - Ascites



-



-



Reponible o Penonjolan hilang timbul Irreponible o Penonjolan mulai menetap Incarserata o Penonjolan o Nyeri o Mual o Muntah o Sulit flatus o Sulit BAB Strangulata o Seperti incarserata namun lebih parah



- Bising usus meningkat a. Pemeriksaan penunjang - Pada benjolan terdengar - Darah lengkap bising usus - Rontgent abdomen - Transluminasi skrotum (-)



Diagnosis banding - Acute Epididymitis - Hydrocele - Lymphogranuloma Venereum (LGV) - Torsio testis



distensi abdomen dan mencegah muntah. Kriteria Rujukan Pasien yang telah terdiagnosis harus dirujuk ke layanan sekunder untuk dilakukan operasi cito.



Reposisi spontan o Berikan analgesik dan sedativa untuk mencegah nyeri dan merelaksasikan pasien. Pasien harus istirahat untuk mengurangi tekanan intraabdomen. o Pasien tidur dengan posisi telentang dan letakkan bantal di bawah lutut pasien. o Tempat tidur pasien dimiringkan 15⁰ - 20⁰, di mana kepala lebih rendah daripada kaki (Trandelenburg). o Kaki yang ipsi lateral dengan tonjolan hernia diposisikan fleksi dan eksternal rotasi maksimal (seperti kaki kodok). o Tonjolan hernia dapat dikompres menggunakan kantong es atau air dingin untuk mengurangi nyeri dan mencegah pembengkakan. o Ditunggu selama 20-30 menit, bila berhasil operasi dapat direncanakan secara elektif  Reposisi Bimanual o Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan lambat dan menetap sampai terjadi reposisi. Penekanan



tidak boleh dilakukan pada apeks hernia karena justru akan menyebabkan isi hernia keluar melalui cincin hernia. Konsultasi dengan dokter spesialis bedah bila reposisi telah dicoba sebanyak 2 kali dan tidak berhasil.    



SISTEM GINJAL DAN SALURAN KEMIH 1 Glomerulonefritis Epidemiologi: pada Akut 3A usia dewasa dan lakilaki > wanita Etiologi: a. Deposisi kompleks imun (antigenantibodi) dari sistem sirkulasi di glomerulus b. Kompleks imun in situ di glomerulus, intrinsik antigen glomerulus atau molekul yang “tertanam” di glomerulus c. Podocyte injury d. Nefron loss e. Glomerular disease Faktor Resiko  Sistem imun  Usia  Infeksi bakteri



    



Urin berbuih Kaki bengkak Lemah Lelah Perubahan warna urin mendadak darah



o Tekanan darah 5 mm di atas persentil ke-99 untuk usia anak, jenis kelamin, dan tinggi o Takikardia dan tachypnea o Pemeriksaan hidung dan tenggorokan dengan cermat dapat memberikan bukti perdarahan o Limfadenopati o Pemeriksaan perut sangat penting. Ascites mungkin hadir jika ada komponen nefrotik pada GNA. o Hepato-splenomegali mungkin menunjuk ke gangguan sistemik. o Nyeri perut yang signifikan dapat menyertai HSP. o Edema skrotum dapat terjadi pada sindrom nefrotik juga, dan orchitis merupakan temuan sesekali di HSP. o



a. Laboratorium - antistreptozim, ASTO, antihialuronidase dan anti Dnase B.. - pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum CH50 dan konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% - Peningkatan BUN dan kreatinin - Pada urinalisis hematuria dan proteinuria , eritrosit, leukosit, granular. Glukosuria , Eritrosit. b. Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure. c. USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal. d. Biopsi Ginjal e. Menghitung nilai GFR Diagnosis Banding a. Sindroma nefrotik b. GNAPS c. Cronic kidney injury d. Gagal ginjal akut



Pengelolaan tekanan darah - Bila hipertensi ringan (sistolik 130 mmHg dan diastole 90 mmHg), umumnya diobservasi tanpa diberi terapi - Hipertensi sedang (sistolik > 140-150 mmhg dan diastole > 100 mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau IM, nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih baik merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi antihipertensi yang lama. - Hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,3 mg/kgbb IV, dapat diulang setiap 2-4 jam



4.



Chancroid (3A) Infeksi pada alat kelamin akut, setempat disebabkan oleh streptobacillus ducrey (Haemophilus ducreyi) dengan gejala klinis yang khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi dan sering disertai pernanahan kelenjar getah being regional. Biasanya disebut soft chanere, ulkus mole, soft sore. Referensi: Djuanda A. 2009. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FK UI



Prevalensi: Laki-laki >perempuan 10:1 Etiologi: Bakteri gram negatif streptobacillus ducrey (Haemophilus ducreyi) Faktor Resiko: 1. Laki- laki heteroseksual 2. Wanita pekerja seks



1. Pada wanita asimtomatik 2. Nyeri pada laki- laki 3. Kadang terdapat keluhan disuria, dispareunia, sekret vagina, nyeri defekasi atau perdarahan rektal pada perempuan 4. gejala klinis yang khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi dan sering disertai pernanahan kelenjar getah being regional. 5. Gejala sistemik jarang timbul, kalau ada hanya demam sedikit atau malaise ringan.



1. Lesi multipel 2. Mula-mula kelainan kulit papul, kemudian menjadi vesiko-pustul pada tempat inokulasi, cepat pecah menjadi ulkus. 3. Ulkus: kecil lunak pada perabaan, tidak terdapat indurasi, berbentuk cawan, pinngir tidak rata, sering bbergaung dan dikelilingi halo yang eritematosa dan mengalami ulserasi dalam 24 jam. 4. Ulkus sering ditutupi oleh eksudat abuabu kuning berserat yang purulen dan limpadenopati dan perabaan terasa nyeri, biasanya lebih nyeri pada lakilaki daripada perempuan.



1. Pemeriksaan sediaan hapus 2. Biakan kuman 3. Teknik imunofluoresens untuk menemukan antibodi 4. Biopsi 5. Tes kulit itoreenstierna 6. Autoinokulasi Diagnosis Banding 1. Herpes genetalia 2. Sifilis stadium I 3. Limfogranuloma venerium (L.G.V) 4. Granuloma inguinale



Sistemik: 1. Sulfonamida (sulfatiazol, sulfadiazine atau sulfadimin) diberikan dengan dosis pertama 2-4 gram dilanjutkan dengan 1 gram tiap 4 jam sampai sembuh sempurna (kurang lebih 10-14 hari). Tablet kotriksazol ialah kombinasi sulfametoksazol 400mg dengan trimetroprim 80 mg, diberikan dengan dosis 2x2 tablet selama 10 hari. 2. Bila pengobatan berhasil , perlu dilakukan drainase, dorsmsisi pada preputium 3. Penisilin sedikit efektif 4. Kanamisin: disuntikkan IM 2x500mg selama 6-14 hari 5. Tetrasiklin dan oksietrasiklin, efektif diberikan dengan dosis 4x500mg/hari selama 10-20 hari 6. Eritromisin 4x500mg sehari selama 1 minggu 7. Kuinolon: ofloksasin, dosis tunggal 400 mg 8. Azitromisin dosis tunggal 1 gr 9. Ceftriakson dosis tunggal 250 mg 10. Ciprofloksasin dosis tunggal 500 mg atau 2x500mg, 3 hari. 11. Spektinomisin. Dosis tunggal 2 grm



5.



Uruptur Uretra 3B



Epidemiologi: lebih sering terjadi pada laki-laki



-



Etiologi  Blunt injuries :Terpukul, tendangan  Penetrating injuries : Luka tembak, luka tusuk  Cedera iatrogenik : Pemasangan kateter, tindakan operasi transuretra



-



Faktor Resiko - Atlet olahraga - Trauma - Infeksi



-



-



-



-



Riwayat jatuh dari tempat yang tinggi dan terkena daerah perineum atau riwayat instrumentasi disertai adanya darah menetes dari uretra yang merupakan gejala penting. Hematuria, yaitu keluarnya urine bercampur darah. Retensio urine, hal ini sering terjadi akibat terjadinya trauma yang berat. Pada keadaan retensi urin, tidak boleh dilakukan pemasangan kateter karena dapat menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah. Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum darah dan urin keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu. Pada Posterior  Perdarahan per uretra  Retensi urine.  Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat.  Ureterografi: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis. Pada Anterior:  Perdarahan per-uretra/ hematuri.  Sleeve Hematom/butterfly hematom.  Kadang terjadi retensi urine.



o o



o



Inspeksi: meatus eksternus sempit, pembengkakan serta fistula didaerah penis, skrotum, perineum, suprapubik. Palpasi: teraba jaringan parut sepanjang perjalanan uretra anterior; pada bagian ventral penis, muara fistula bila dipijit mengeluarkan nanah Pada pemeriksaan colok dubur, bisa didapatkan prostat mengapung (floating prostat) pada ruptura total dari urethra pars membranacea oleh karena terputusnya ligamen puboprostatika



Ruptur uretra dibagi menjadi 2 macam: - Ruptur uretra anterior :Paling sering pada bulbosa disebut Straddle Injury, dimana robekan uretraterjadi antara ramus inferior os pubis dan benda yang menyebabkannya.Terdapat daerah memar atau hematoma pada penis dan scrotum(kemungkinan ekstravasasi urine Penyebab tersering : straddle injury (cedera selangkangan )Jenis kerusakan :  Kontusio dinding uretra.  Ruptur parsial.  Ruptur total. - Ruptur uretra posterior :  Paling sering pada membranacea.  Ruptur utertra pars prostatomembranasea  Terdapat tanda patah tulang pelvis.  Terbanyak disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.  Robeknya ligamen pubo-prostatikum  Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas,hematom dan nyeri tekan.  Bila disertai ruptur kandung kemih bisa ditemukan tanda rangsangan peritoneum



Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium : urinalisis eritrosit positip b. Radiologis : uretrografi, AP pelvic foto Diagnosis Banding  BPH  Urolithiasis  Ruptur buli-buli  Karsinoma urethra



Pada ruptur anterior a) Pada ruptur anterior yang partial cukup dengan memasang kateter danmelakukan drainase bila ada. b) ruptur yang total hendaknya sedapat mungkin dilakukan penyambungandengan membuat end-to-end, anastomosis dan suprapubic cystostomy. c) Kontusio : observasi, 4-6 bulan kemudian dilakukan uretrografi ulang. d) istosomi, 2 minggu kemudian dilakukan uretrogram dan striktura sache jika timbul stiktura uretra. Pada ruptur uretra posterior a) Pada rupture yang total suprapubic cystostomy 6-8 minggu. b) Pada ruptur uretra posterior yang partial cukup dengan memasang douwer kateter. c) Operasi uretroplasti 3 bulan pasca ruptur Indikasi rujuk Deteksi gejala dan pemeriksaan fisik, lakukan penanganan awal, edukasi rujuk ke ppk 2/3, lakukan perujukan (spesialis bedah urologi)



6.



Priapismus 3A ereksi penis yang berkepanjang an (lebih dari 4 jam) tanpa diikuti dengan hasrat seksual dan sering disertai dengan rasa nyeri



Prevalensi ; Etiologi : idiopatik Faktor resiko :



 Batang penis tegang, dan glans penis tegang



 Ultrasonografi Doppler yang dapat 1. mendeteksi adanya pulsasi arteri kavernosa dan  analisis gas darah yang diambil intrakavernosa dapat membedakan priapismus jenis ischemic atau non ischemic 2. Diagnosis banding :  Priapismus iskemik  Priapismus noniskemik  Disfungsiu ereksi



3.



pasien diminta untuk melakukan latihan dengan melompatlompat dengan harapan terjadi diversi aliran darah dari kavernosa ke otot 8 gluteus Pemberian kompres air es pada penis atau enema larutan garam fisiologi dingin dapat merangsang aktivitas simpatik sehingga memperbaiki aliran darah kavernosa Selain itu pemberian hidrasi yang baik dan anestesi regional pada beberapa kasus dapat menolong. Jika tindakan di atas tidak berhasil mungkin membutuhkan aspirasi, irigasi, atau operasi



2.



Batu Saluran Kencing SKDI 3B



Prevalensi: Pria>wanita 30 -60 taun



Massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang salura kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi



Etiologi: Gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi



Referensi Sjamsuhidayat, R dan Wim de Jong.. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EGC. 2010.



Faktor Resiko: Keturunan Umur Jenis kelamin Diet Asupan air pkerjaan



Manifestasi Klinis : Nyerir pada pinggang bisa kolik ataupin buan kolik Mual dan muntah Nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra Teraba ginjal Retensi urine



Pemeriksaan Penunjang : Terapi: 1. Pemeriksaan urin rutin  R/Amoksisilin (mikroskopis) guna melihat 500mg tab adakah kristal, eritrosit ataupun S 3 dd 1 leukosit dalam urin 2. USG Perbanyak minum air 3. CT scan Pembedahan 4. Foto polos DD: Kolik ginjal Kolik ureter Apendisitis akut Adneksitis



SISTEM REPRODUKSI 2. Preeklampsia 3B Prevalensi : Etiologi : Idiopatik Faktor resiko :  Hamil usia kehamilan 20 minggu 



Usia







Multipara







Riwayat preeklamsi pada kehamilan sebelumnya







Nulipara







Obesitas







merokok



>



Gejala prodromal :  Nyeri kepala hebat  Gangguan penglihatan  Muntahmuntah  Nyeri uluhati



PREEKLAMSIA 



Tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik > 90 mmHg







Proteinuria > 0,3 g/24 jam atau +1 pada pemeriksaan kualitatif







Timbulnya hipertensi setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensi



PREEKLAMSIA BERAT  Preeklampsia berat pada penderita preeklampsia bila didapatkan salah satu gejala berikut: Tekanan darah sistolik > 160 mmhg dan tekanan darah diastolik > 110 mmhg;  Proteinuria > 5 gr/jumlah urin selama 24 jam; Oliguria; Peningkatan kadar kreatinin serum (> 1,2 mg/dl);  Edema paru dan sianosis; Gangguan visus dan serebral disertai sakit kepala yang menetap; Nyeri epigastrium yang menetap;  Peningkatan enzim hepar (alanin aminotransferase [ALT]



atau



aspartate



Sindroma HELLP Diagnosis banding :



aminotransferase



[AST]);



Aborsi Spontan Inkomplit (3B) Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri masih ada yang tertinggal. Referensi: Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Ed 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. 2009.



.



Sidilis 3A infeksi bakteri Treponema pallidum yang bersifat akut dan kronis ditandai dengan lesi primer diikuti dengan erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir kemudian masuk ke dalam periode laten diikuti dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran pencernaan, sistem



Prevalensi:Etiologi:Faktor Resiko: 1. Faktor maternal: penyakit infeksi, kelainan hormonal seperti hipotiroid, gangguan nutrisi yang berat, penyakit menahun dan kronis, alkohol, merokok, penggunaan obat-obatan, anomali uterus atau serviks, gangguan imunologi, trauma fisik dan psikologi. 2. Faktor janin: adanya kelainan genetik pada janin 3. Faktor ayah: terjadinya kelainan sperma



Prevalensi : Pria > wanita



1. Perdarahan aktif 2. Nyeri perut hebat seperti kontraksi saat persalinan 3. Pengeluaran sebagian hasil konsepsi 4. Mulut rahim terbuka dengan sebagian sisa konsepsi 5. Kadang pasien datang dalam keadaan syok akibat perdarahan



a.



Etiologi : spesiesTreponema pallidum b. Faktor resiko : usia, laki laki lebih sering 6:1, mengenai semua RAS, hubungan sex bebas, penularan ibu ke janin



c.



1. Ostium uteri terbuka, dengan terdapat sebagian sisa konsepsi 2. Perdarahan aktif 3. Ukuran uterus sesuai usia kehamilan



1. USG 2. Tes kehamilan (BHCH): biasanya masih postif sampai 7-10 hari setelah abortus 3. Pemeriksaan darah perifer Diagnosis Banding 1. Abortus insipiens 2. Kehamilan ektopik 3. Mola hidatidosa 4. Missed abortion



Bila ada sepsis atau komplikasi 1. Ampicilin 2 gr IV/IM kemudian 1gr setiap 6 jam 2. Gentamicin 5 mg/kgBB setiap 24 jam 3. Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam 4. Segera rujuk Bila tidak ada komplikasi: 1. Observasi TTV 2. Evaluasi tanda syok 3. Jika perdarahan ringan (16 minggu: infus oksitosin 40 IU dalam 1 L NaCl 0,9% atau RL 40tpm 6. kuretase



Sifilis primer Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah terjadi infeksi. Lesi pertama berupa makula atau papula merah yang kemudian menjadi ulkus (chancre), dengan pinggir keras, dasar ulkus biasanya merah dan tidak sakit bila dipalpasi. Sering disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening regional. Lokalisasi chancre sering pada genitalia tetapi bisa juga ditempat lain seperti bibir, ujung lidah, tonsil, jari tangan dan puting susu. Sifilis secunder Timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada beberapa kasus keadaan S II ini sering masih disertai S I. Pada S II dimulai dengan gejala konsistensi seperti anoreksia, demam, athralgia, angina. Pada stasium ini kelainan pada kulit, rambut, selaput lendir mulut dan genitalia, kelenjar getah bening dan alat dalam. Kelainan pada kulit yang kita jumpai pada S II ini hampir menyerupai penyakit kulit yang lain, bisa berupa roseola, papel-papel, papulo skuamosa, papulokrustosa dan pustula. Pada SII yang dini biasanya kelainan kulit yang khas pada telapak tangan dan kaki. Kelainan selaput lendir berupa plakula atau plak merah (mucous patch) yang disertai perasaan sakit pada tenggorokan (angina sifilitica eritematosa). Pada genitalia sering kita jumpai adanya papul atau plak yang datar dan basah yang disebut kondilomata lata. Kelainan rambut berupa kerontokan rambut setempat disebut alopesia areata. Kelainan kuku berupa onikia sifilitaka, kuku rapuh berwarna putih, suram ataupun terjadi peradangan (paronikia sifilitaka). Sifilis laten dini Gejala klinis tidak tampak, tetapi hasil pemeriksaan tes serologi untuk sifilis positif.Tes yang dilanjutkan adalah VDRL dan TPHA.



Terlampir



saraf pusat dan sistem kardiovaskuler



d.



Sifilis lanjut Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sikatrik bekas S I pada genitalia atau makula atrofi bekas papul-papul S II. Pemeriksaan tes serologi sifilis positif. 1) Sifilis tersier Lesi pertama timbul 3-10 tahun setelah S I berupa gumma yang sirkumskrip. Gumma sering perlunakan dan mengeluarkan cairan seropurulen dan kadang-kadang disertai jaringan nekrotik sehingga terbentuk ulkus 2) Sifilis kardivaskuler Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar 10% kasus lanjut dan 40% dapat bersama neurosifilis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan berdasar gejala klinis, foto sinar X dan pemerikasaan pembantu lainnya. Sifilis kardiovaskuler dapat dibagi dalam 3 tipe: Sifilis pada jantung, pada pembuluh darah, pada pembuluh darah sedang. 3) Kongenital dini Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervarasi, dan menyerupai sifilis stadium II.Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pulakelainan sejak lahir.



Pemeriksaan penunjang: a. Dalam sediaan segar tanpa pewarnaan, gerak kuman Treponema dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap. b. Pemeriksaan Serologis Tes darah adalah cara lain untuk menentukan apakah seseorang memiliki sifilis. Tak lama setelah infeksi terjadi, tubuh memproduksi antibodi sifilis yang dapat dideteksi oleh tes darah. c. Tes reagin (2- 3 minggu) Diagnosis banding :



Lampiran :



Abortus Mengancam 3B



Prevalensi ; Wanita



Iminens



Iminens



-



Riwayat terlambat



- Ostium uteri menutup



haid



- Perdarahan



Etiologi : -



Faktor resiko : Faktor maternal



-



o Kelainan hormonal



- Ukuran



uterus



sesuai



Perdarahan



- Detak



jantung



janin



kecoklatan,



- Ostium uteri membuka



bercampur lendir



- Perdarahan berwarna merah



Tidak nyeri perut



- Ukuran



dan



o Trauma fisik Faktor janin : adanya kelainan genetik



-



Faktor ayah : kelainan sperma



penunjang



2.



Abortus imminens:



-



B hCG positif



a.



Pertahankan kehamilan



-



USG



b.



Tidak perlu pengobatan khusus



-



Darah lengkap



c.



Jangan melakukan aktivitas fisik



masih



d.



Riwayat terlambat



- Detak



kehamilan



kurang



dari



20



uterus



sesuai



b.



jantung



Perdarahan



antenatal



pada



termasuk



pemantauan kadar Hb dan USG



-



Abortus



panggul serial setiap 4 minggu.



inkomplit



Lakukan



Abortus



perdarahan terjadi lagi



usia -



janin



selanjutnya



Diagnosis banding



masih



komplit -



minggu -



ibu



pemeriksaan



ditemukan



Usia



Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi



kehamilan



haid -



RUJUK



ditemukan



Insipiens -



1.



berlebihan atau hubungan seksual



Insipien



merokok,



usia



Pemeriksaan



kehamilan



berwarna



o Gangguan imunologis



2014. Panduan



20



o Penyakit kronis



o Anomali utrerus



Indonesia.



dari



merah



kecoklatan



pervaginam



obat obatan



-



kurang



berwarna



o Gangguan nutrisi berat



o Alkohol,



Ikatan Dokter



kehamilan



minggu



o Penyakit infeksi



-



Usia



a.



-



e.



penilaian



ulang



bila



Jika perdarahan tidak berhenti, nilai



Kehamilan



kondisi janin dengan USG, nilai



ektopik



kemungkinan



Mola



lain.



adanya



penyebab



hidatidosa



f.



Tablet penambah darah



Missed



g.



Vitamin ibu hamil diteruskan



Praktis Klinis



pervaginam



Bagi Dokter di



berwarna



Fasilitas



bercampur lender



menjelaskan kemungkinan risiko



Nyeri perut ringan



dan rasa tidak nyaman selama



Kesehatan



-



abortion merah,



3.



Abortus insipiens a.



Lakukan



konseling



evakuasi,



untuk



Primer.



tindakan



serta



Jakarta



memberikan informasi mengenai kontrasepsi paska keguguran. b.



Jika usia kehamilan < 16 minggu :



lakukan evakuasi isi uterus; Jika evakuasi



tidak



dapat



dilakuka



segera: berikan ergometrin 0.2 mg IM



(dapat



diulang



15



menit



kemudian bila perlu) c.



Jika usia kehamilan > 16 minggu: Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan evakuasi hasil konsepsi dari dalam uterus. Bila perlu berikan infus oksitosin 40 IU dalam 1 L NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes per menit



d.



Lakukan



pemantauan



paska



tindakan setiap 30 menit selama 2 jam,



Bila



kondisi



baik



dapat



dipindahkan ke ruang rawat. e.



Lakukan



pemeriksaan



jaringan



secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium f.



Lakukan



evaluasi



tanda



vital,



perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila kadar Hb > 8gr/dl dan keadaan umum baik, ibu



diperbolehkan pulang



SISTEM ENDOKRIN, METABOLIK DAN NUTRISI 1. Goiter Prevalensi : Goiter nodusa non SKDI 3A toksik : Etiologi :  Nyeri telan Keadaan pembesaran Hipertiroid,  Nyeri leher kelenjar gondok (tiroid) hipotiroid, eutiroid  Suara parau apapun penyebabnya Faktor resiko :  Riwayat terpapar radiasi leher  Defisiensi semasa anak-anak iodium Sjamsuhidayat, R dan  Pembesaran tiroid  Peradangan atau Wim de Jong.. Buku yg cepat autoimun Ajar Ilmu Bedah. Edisi  Riwayat keluarga  Neoplasma ke-3. Jakarta: EGC. menderita kanker : 2010.  Sesak nafas



 Hipotiroid : - Edem periorbital - Pembesraan tiroid noduler/ difusa - Bradikardia - Hipertensi diastolik - Cardiak output berkurang - Hiporefleksia - Edema non pitting - Ataxia  Hipertiroid : - Pembesaran tiroid - Hipertensi - Aritmia - Takikardia - Pembesaran kelenjar limfe leher - Splenomegali - Hiperreflek - Hiperkinesis



1) Laboratorium : kadar TSH, T3 (Triodotironin), T4 (Tiroksin), Kalsinosit Klinis Total T3 TSH & T4 Plasma Hipertiroid ↑ ↓ Hipertiroid ↓ ↑ 2) 3) 4) 5) 6) 7)



USG Leher Rontgen Leher BAJAH/FNAB Skintigrafi/ sidik tiroid CT Scan MRI



Diagnosis banding :  Hashimoto  Grave’s disease  Hiperparatiroi/hipoparatiroid  Hipotiroid/hipertiroid



Tatalaksana : Tergantung pada penyebab: a) Penyakit Graves memerlukan obat anti tiroid (PTU, methimazole) selama kira-kira 1 tahun atau terapi iodium radioaktif (radioiodine), tergantun kondisi pasien. b) Propanolol dapat mengendalikan gejala-gejala pada penyakit Graves c) Nodul tiroid soliter padat dingin memerlukan pengangkatan operatif d) Goiter karena defisiensi Iodium memerlukan suplementasi Iodium. e) Goiter disertai penyakit Hashimoto atau goiter simple non toksik dapat mengecil dengan terapi tiroksin Konseling dan Edukasi f) Menjelaskan berbagai kondisi goiter, dapat berupa padat atau difus; hipotiroidatau hipertiroid g) Pengobatan yang dilakukan tergantung dari diagnosis, gejala klinis yang prominen Kriteria Rujukan - Bila terjadi komplikasi hipotiroidi (koma miksedema) - Bila terjadi komplikasi hipertiroidi (Thyroid storm/badai tiroid)



2.



Hipertiroid 3A



Prevalensi : Etiologi : Faktor resiko



4.



Hipoglikemi Berat Kadar glukosa darah hingga dibawah 10 mg/dL. Hipoglikemi adalah keadaan dimana kadar glukosa darah 100mg/dL , pertimbangkan ganti infusdengan dekstros 5% atau NaCl 0,9% GDS >100mg/dL sebanyak 3x berturutturut, protokol hipoglikemi dihentikan.



5.



Sindrom Metabolik Sekumpulan penyimpangan fungsi tubuh yang berupa obesitas sentral, tekanan darah tinggi, dyslipidemia (peningkatan kadar kolesterol terutama LDL, trigliserida dan rendahnya kadar HDL), gangguan resistensi insulin maupun DM. Referensi: Vega GL. Obesity, the metabolic syndrome, and cardiovascular disease. Am Hear J. 2001; 142: 1108-16



Prevalensi:Etiologi: Belum diketahu secara pasti. 1. Resistensi metabolik 2. Perubahan hormonal 3. Ketidakseimbangan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal Faktor Resiko: 1. Usia Lanjut 2. Gaya hidup 3. Merokok 4. Genetik 5. Sosial ekonomi



Terlampir



Terlampir



1. Kadar glukosa plasma dan profil lipid 2. Pemeriksaan klem euglikemik/ HOMA (Homeostasis model assessment) untuk menilai resistensi insulin secara akurat biasanya hanya dilakukan dalam penelitian dan tidak praktis diterapkan dalam penilaian klinis. 3. Highly sensitive C-reactive protein 4. Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai NASH 5. USG abdomen diperlukan untuk diagnosis adanya fatty liver karena kelainan ini dapat dijumpai walaupun adanya gangguan faal hati Diagnosis Banding: -



Ford ES, Giles WH. A Comparison of the prevalence of the metabolic syndrome using two proposed definitions. Diabetes care 2003;26:57581



Komponen Obesitas abdominal/ sentral Hiper-trigliseridemia



Kriteria diagnosis WHO: Resistensi insulin plus : Waist to hip ratio : Laki-laki : > 0,9 Wanita : > 0,85 atau IMB >30 Kg/m ≥150 mg/dl (≥ 1,7 mmol/L)



Hipertensi



TD ≥ 140/90 mmHg atau riwayat terapi anti hipertensif



Kadar glukosa darah tinggi



Toleransi glukosa terganggu, glukosa puasa terganggu,resistensi insulin atau DM Rasio albumin urin dan kreatinin



Mikro-albuminuri



Criteria diagnosis ATP III : 3 komponen di bawah ini Lingkar perut : Laki-laki: 102 cm Wanita : >88 cm ≥ 150 mg/dl (≥1,7 mmol/L) TD ≥ 130/85 mmHg atau riwayat terapi anti hipertensif ≥ 110 mg/dl



IDF Lingkar perut : Laki-laki: ≥90 cm Wanita : ≥80 cm ≥ 150 mg/dl TD sistolik ≥ 130 mmHg TD diastolik ≥ 85 mmHg GDP ≥ 100mg/dl



1. Latihan fisik 2. Diet 3. Farmakoterapi: aspirin dan statin



30 mg/g atau laju eksresi albumin 20 mcg/menit



SISTEM HEMATOLOGI DAN IMUNOLOGI 1. Sepsis Prevalensi : SKDI 3B Wanita = pria Respon inflamasi terhadap infeksi



1.



Etiologi : Bakteri gram negatif (E. coli), gram positif, jamur, virus atau parasit Faktor resiko :  Perdarahan  Infeksi lama  Proses kelahiran yang lama dan sulit, ketuban pecah dini 2.



Brahm Goldstein,MD.et al. International Pediatric Sepsis Consensus conference : Definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatrics Critical Care Med 2005 Vol.6 No.1. 2005.



3. 4. 5.



SIRS Adanya 2 dari 4 kriteria berikut, salah satu harus suhu abnormal atau jumlah leukosit abnormal :  Suhu badan > 38,5⁰C atau < 36⁰C  Takikardi, yaitu denyut jantung rata-rata diatas 2 SD normal sesuai umur, tanpa stimulus eksternal, pengobatan lama, atau stimulus nyeri atau kenaikan persisten yang tidak diketahui sebabnya selama perode 30 menit sampai 4 jam atau untuk anak < 1 tahun : bradikardi, yaitu denyut jantung rata-rata dibawah persentil 10 sesuai umur tanpa stimulus obat beta bloker, atau penyakit jantung kongenital, atau penurunan persisten yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 30 menit.  Frekuensi nafas rata-rata diatas 2 SD normal sesuai umur atau ventilasi mekanik yang tidak berhubungan dengan penyakit neuromuskular sebelumnya atau sedang menerima anestesi umum.  Penurunan atau peningkatan jumlah leukosit sesuai umur (bukan akibat sekunder karena leukopenia yang diinduksi kemoterapi ) atau > 10% neutrofil immatur. Infeksi  Dicurigai atau terbukti (dengan hasil kultur positif, sisa jaringan, atau tes PCR) infeksi disebabkan oleh kuman patogen atau sindrom klinik yang berhubungan dengan kemingkinan infeksi yang sangat tinggi. Bukti infeksi termasuk didapatnya tanda positif pada pemeriksaan klinis, pencitraan atau tes laboratorium Sepsis SIRS karena adanya atau akibat infeksi, baik yang dicurigai maupun yang sudah terbukti Severe Sepsis Sepsis ditambah salah satu berikut : disfungsi organ kardiovaskular atau sindrom pernafasan akut atau disfungsi dua atau lebih organ. Disfungsi organ dijelaskan tabel 1 Syok septik Sepsis dan disfungsi kardiovaskular seperti yang dijelaskan tabel 1



1.



Suportif : menjaga stabilitas henodinamik dan oksigenasi organ vital 2. O2 : Bila sianosis, distres pernafasan, apnea atau kejang 3. Pemberian cairan dan elektrolit 4. Resusitasi cairan terutama diperlukan untuk pasien dengan severe sepsis 5. atau syok septik. 6. Nutrisi parenteral sesuai kebutuhan dan bila keadaan umum jelek 7. Atasi kejang 8. Atasi hiperbilirubin (terutama pada bayi) 9. Atasi anemia dan syok 10. Pemberian antibiotik Pemberian antibiotik merupakan dasar dari pengobatan sepsis. Dua hal penting yang harus diperhatikan adalah mengenai waktu yang tepat untuk memberikan antibiotik dan keefektifan antibiotik itu sendiri. Sedapatnya antibiotik segera diberikan dalm 4 jam Tabel 1. Disfungsi organ pertama terjadinya sepsis, Disfungsi Kardiovaskular karena setiap jam Meskipun diberikan cairan intravena isotonisbolus > 40 ml/kgBB dalam 1 jam keterlambatan akan - Penurunan tekanan darah 5µ/kg/menit atau pilihan antibiotik, harus tepat dobutamin, epinefrin, atau epinefrin dalam dosis lain) mengenai bakteri penyebab, - 2 dari kriteria berikut : untuk menghindari terjadinya  Asidosis metabolik tanpa sebab jelas, defisit basa >5,0 mEq/L resistensi. Contoh, obat yang  Peningkatan laktat arterial >2kali batas normal biasanya digunakan untuk  Oliguria : urin output 2 detik kombinasi golongan  Selisih suhu tubuh rekatl dan perifer (aksiler) >3⁰C sefalosporin generasi 3 dengan Pernafasan aminoglikosida. Untuk infeksi - PaO2/FIO265 Torr atau 20 mmHg diatas garis dasar PaCO2, Atau digunakan imipenem dan - Deperlukan bukti, atau >50% FIO2 untuk mempertahankan saturasi O2>92% aminoglikosida, infeksi di - Memerlukan ventilasi mekanik invansif atau noninvansif yang nonelektif saluran kemih digunakan Neurologis ciproflaxacin dan - GCS < 11 aminoglikosida, dan - Perubahan akut status mental dengan penurunan GCS >3 dari batas dasar abnormal sebagainya, dimana pemberian Hematologi obat bergantung pada tempat - Jumlah trombosit < 80000/mm3 atau penurunan trombosit 50% dari nilai tertinggi yang dihitung setelah 3 hari (untuk sumber infeksi pasien hematologi/ onkologi yang kronik) Atau 11. Recombinant Human - Rasio international normalized >2 Activated Protein C Ginjal Diperlukan untuk mencegah - Serum kreatinin > 2 kali diatas batas normal sesuai umur, atau kenaikan dua kali dari batas dasar kreatinin terjandinya disfungsi Hepar multiorgan, dengan cara - Bilirubin total >4mg/dl (tidak dapat dipakai untuk newborn) Atau mensupresi inflamasi, - ALT naik 2 kali diatas batas normal mencegah koagulasi mikrovaskular, dan membalik proses fibrinolisis yang terganggu. Pada penelitian terbukti menurunkan angka Diagnosis banding : kematian sampai 20%.  Bakteriemi 12. Kontrol gula darah  Meningitis 13. Kortikosteroid untuk  Ensefalitis mengatasi pasien dengan  Sifilis insufisiensi kelenjar adrenal. 14. Immunoterapi : imunoglobulin, infus granulosit, transfusi ganti -



3.



Anemia Hemolitik



Prevalensi:



1. Demam



1. Tampak pucat dan ikterus



1. Hapusan darah tepi



1. Terapi transfusi



Anemia yang disebabkan karena kecepatan penghancuran sel darah merah (ertrosit) yang meningkat dari normal. Referensi: Gleadle J. History and examination at a glance. Edisi II. Oxford: Blackwell Publishing. 2007 Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta: FKUI.2009.



Laki- laki= perempuan Etiologi: 1. Gangguan intrakorpuskular: gangguan metabolisme dalam eritrosit itu sendiri. 2. Gangguan ekstrakorpuskuler (didapat): obat-obatan, racun, jamur, bahan kimia, toksin streptococcus, virus, malaria, luka bakar, pembesaran limpa, penghancuran eritrosit akibat terjadinya reaksi antigen-antibodi (inkompatibilitas ABO atau Rhesus) Faktor Resiko: -



2. Menggigil 3. Nyeri punggung dan lambung 4. Perasaan melayang 5. Penurunan tekanan darah



2. Tidak ditemukan perdarahan san limfadenopati 3. Dapat ditemukan hepatomegali dan splenomegali 4. Gejala tambahan: sakit kepala, kejang, lemah, lesu, nyeri otot-otot dan tulang, anoreksia, mual, muntah, sakit perut, dan diare.



2. Hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit, DDR 3. Retikulosit 4. Analisis Hb 5. Coomb’s test 6. Test fragilitis osmotik 7. Urin rutin 8. Feses rutin 9. Pemeriksaan enzim-enzim



2. Menghentikan obat 3. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis



Diagnosis Banding 1. Thalasemia 2. Sindrom gilbert 3. Miogloburia 4. Anemia hipoplasi



Kowalak JP, Welsh W. Buku Pegangan Uji Diagnosis. Ed 3. Jakarta: EGC. 2009 4.



Demam Rematik 3A



Epidemiologi: puncak usia 5-15 tahun Etiologi: streptococcus beta hemolyticus group A Faktor Resiko - Usia - Faktor lingkungan - Jenis bakteri streptococcus



Gejala & Tanda Kriteria Mayor a) Karditis Gejala awal: rasa lelah, pucat, anoreksia Tanda klinis: takikardi, disritmia, bising patologis, kardiomegali, adanya gagal jantung, tanda perikarditis (nyeri sekitar umbilicus dan terdengar friction rub) b) Poliartritis migra Nyeri yang hebat dan berpindah-pindah, bengkak, eritema, demam. Lokasi mengenai sendi lutut, tumit, siku, pergelangan tangan, panggul, dan sendi



Pemeriksaan Penunjang - Uji radang jaringan akut, yaitu reaktan fase akut - Uji bakteriologis dan serologis yang membuktikan infeksi streptokokus sebelumnya - Pemeriksaan radiologis, elektrokardiografi, dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung Diagnosis dapat ditegakkan dengan 2 kriteria



Terla mpir



kecil pada kaki Korea sydenham Berupa gerakan tidak disengaja, tidak bertujuan, atau inkoordinasi muscular. Biasanya pada wajah, ekstremitas. d) Eritema marginatum Gejala tidak gatal, makular, tepi eritema menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal. Lokasi tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal e) Subcutaneous nodul Ukuran antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, dapat digerakkan bebas. Ditemukan pada ekstensor sendi, terutama siku, ruas jari, lutu, dan persendian kaki. Tidak ada radang pada kulit yang menutupi nodul c)



Kriteria Minor a) Demam b) Atralgia c) Demam rematik/ penyakit jantung rematik sebelumnya d) Lab: LED meningkat/ CRP tinggi e) EKG: interval PR memanjang Lampiran : 



Terapi Semua pasien demam rematik akut harus menjalani tirah baring sesuai dengan manifestasi yang muncul. Tabel pedoman tirah baring dan rawat jalan pada DRA Status Karditis (-) (+), tidak kardiomegali (+) dengan kardiomegali (+) dengan gagal jantung



Penatalaksanaan Tirah baring 2 minggu dilanjut dengan rawat jalan selama 2 minggu Tirah baring 4 minggu dilanjut dengan rawat jalan selama 4 minggu Tirah baring 6 minggu dilanjut dengan rawat jalan selama 6 minggu Tirah baring selama masih terdapat gejala gagal jantung dilanjutkan rawat jalan selama 3 bulan



Tabel pengobatan analgetik atau antiinflamasi yang dianjurkan untuk DRA Manifestasi Klinis



Pengobatan



mayor atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor didukung oleh bukti adanya infeksi streptokokus dengan meningkatkan nilai titer ASTO Diagnosis Banding  SLE  Artritis Reumatoid Juvennile  Endokarditis Bakterialis Subakut



Analgesi seperti asetaminofen (parasetamol dosis untuk anak 6-12 tahun: 150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2g/hari. Untuk anak 1-6 tahun: 60mg/kali, pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari. Salisilat 100 mg/kgBB/hari selama 2 minggu dan 25 mg/kgBB/ hari selama 4-6 minggu Prednisone 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, tapering off 2 minggu, Salisilat 75 mg/kgBB/hari pada minggu ke 2 dilanjutkan selama 6 minggu



Atralgia 2 Arthritis Karditis



Tabel pengobatan dan pencegahan infeksi streptokokus Pengobatan Faringitis (Pencegahan Primer)



Pencegahan Infeksi (Pencegahan Sekunder)



Penicillin benzati G im dosis: -. BB < 30kg: 600.000900.000 U -. BB ≥ 30kg: 1.200.000 U Diberikan 1x



Penicillin benzati G im dosis: -. BB < 30kg: 600.000900.000 U -. BB ≥ 30kg: 1.200.000 U Diberikan 3-4 minggu



Penicillin V oral 3-4 x 250 mg (10 hari)



Penicillin V oral 2 x 250 mg



Eritromisin 40 mg/kgBB/hari dibagi 2-4 dosis (10 hari)



Eritromisin 40 mg/kgBB/hari dibagi 2-4 dosis Sulfadiazine -. BB < 30kg: 1 0,5 g/hr -. BB ≥ 30kg: 1 x 1 g/hr



Pencegahan Sekuder a) Pasien tanpa karditis diberikan profilaksis minimal 5 tahun sesudah serangan terakhir, sekurang-kurangnya sampai usia 18 tahun. b) Pasien dengan keterlibatan jantung dilakukan pencegahan setidaknya sampai usia 25 tahun. Pengobatan Karditis Digoksin diberikan pada karditis berat dan gagal jantung dengan dosis total 0,04-0,06 mg/kgBB, dosis maksimal 1,5mg. Untuk rumatan digunakan 1/3 – 1/5 dosis digoksin total, 2x sehari. Pengobatan Korea Umumnya memerlukan tirah baring, jika kasus lebih berat obat antikonvulsan fenobarbital 15-30 mg tiap 6-8 jam dan haloperidol dengan dosis rendah 0,5 mg kemudian dinaikkan 2 mg tiap 8 jam, tergantung dari respon klinis pasien. 5.



Dengue Shock Syndrome 3B



Epidemiologi: pada semua usia dan jenis kelamin Etiologi: virus dengue yang ditularkan melalui nyamuk aedes aegypti Faktor Resiko



a) Demam tinggi mendadak (kadang bersifat bifasik) selama 2-7 hari b) Nyeri kepala c) Nyeri otot belakang bola mata d) Nyeri otot (myalgia) atau nyeri sendi (artralgia)



o Pemeriksaan Rumple leed (+) o Hepatomegali o Tanda-tanda kebocoran plasma: efusi pleura, ascites o Tanda-tanda gagal sirkulasi: gelisah, nadi



a. Trombositopenia b. Peningkatan Hmt > 20% diatas rata-rata c. Peningkatan Hmt setelah penggantian cairan > 20 % d. Hipoproteinemia e. Serologi :



DSS dengan perdarahan: a) Penggantian darah yang hilang karena hematemesis melena dengan darah segar dan waktu yang cepat dengan FWB. b) Usaha penghentian dara dengan transamine, ranitidine, maupun injeksi vitamin K c) Pasang NGT spoeling air es/6 jam, segera masukkan antasida cair dalam membantu



- Vector capacity - Frekuensi gigitan nyamuk - Kekebalan host terhadap infeksi - Status gizi host



e) Ruam f) Mual, muntah g) Manifestasi perdarahan : ptekie, epistaksis, muntah/berak darah, perdarahan gusi



cepat dan lemah, akral dingin/lembab, perfusi jaringan jelek, tekanan nadi < 20mmHg.



- Hemaglutinastion inhibition (HI) - Complement Fixation (CF) - Neutralizing Test(NT) - MAC – ELISA - Inderect IgG ELISA Diagnosis Banding - Demam tifoid - Campak - Chikungnya - Leptospirosis



menghentikan perdarahan lambung. d) Stop makan minum, kebutuhan kalori secara parenteral. e) Monitor keadaan klinis f) Monitor laboratorium g) Bila terdapat lekopeni berat perlu pemberian antibiotika h) Bila kadar fibrinogen turun, D dimer (+),FDP meningkat, terjadi DIC, maka perlu pemberian heparin. i) Bila perdrahan lambung berhenti dan keadaan klinis membaik dapat dimulai diet lambung AI dan pada hari berikutnya dapat ditingkatkan diet lambungII dst. j) Hemostasis perlu diulang setiap 24 jam DSS tanpa perdarahan: a) Penggantian cairan yang hilang secara cepat dengan : - Garam fisiologis - Ringer laktat atau asetat - Campuran glukosa 5% dalam NaCl perbandingan 2:1 atau 1:1 - Plasma, pengganti plasma (mis, dextran 40) atau 5% albumin (50g/L) b) Pemasangan alat tekan vena sentral (TVS) mungkin perlu pada DSS c) Pemberian cairan pengganti dihentikan bilaHmt mendekati 40% atau dilanjutkan dengan tetesan pemeliharaan. d) Larutan D5% dalam NaCl atau RL diberikan cepat (< 20 menit)IV bolus 10-20 ml/kgBB. Bila perlu bolus cairan 20-30ml/kgBB e) Berikan oksigen f) Cek Hmt bila syok g) Bila tekanan darah menurun, nadi cepat, diuresis menurun, foto thorax menunjukkan adema paru, diperlukan cairan koloid (plasma ecpander,FFP atau albumin dan furosemide dalam RL)



h) Bila perlu vasopresor (dopamin/dobutamin/epinefrin) i) Kadar elektrolit dan analisa gas darah (AGD) pada kasus yang berat sangat diperlukan kemungkinan natrium defisit atau adanya asidosis metabolik. j) Penggantian volume cairan dan pemberian natrium bikarbonat menghasilkan kondisi yang membaik.



SISTEM MUSKULOSKELETAL 1. Artritis, Prevalensi : Osteoartritis Usia >50 tahun, wanita > pria SKDI 3A Etiologi : Penyakit degeneratif yang berkaitan Faktor resiko : dengan kerusakan  Usia > 60 th kartilago sendi  Jenis kelamin wanita  Kegemukan/obesitas  Pekerjaan berat dengan penggunaan satu sendi terus menerus



 Nyeri sendi  Hambatan gerakan sendi  Kaku dipagi hari  Krepitasi  Pembesaran sendi  Perubahan gaya berjalan



Hambatan gerak Krepitasi Pembengkakan sendi sering asimetris Tanda peradangan sendi : merah, perabaan hangat, bengkak, dll o Deformitas sendi yang permanent o Perubahan gaya berjalan o o o o



1) Laboratorium 2) USG 3) Foto rongten  Bouchard  Hebeiden nodes (osteofit keras) Diagnosis banding :  Artritis gout  Rheumatoid artritis  Osteoporosis  Polimialgia rematik



Sjamsuhidayat, R dan Wim de Jong.. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EGC. 2010.



3.



Fraktur Klavikula (3A) Kerusakan dari tulang klavikula (biasanya disebut dengan tulang selangka) Referensi: Blom A, Warwick D, Whitehouse MR, editors. Apley & Solomon’s System of



Prevalensi: Sering terjadi pada usia muda dan individu yang aktif Etiologi: Mekanisme kompresi atau penekanan, paling sering karena suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tulang tersebut, dimana arahnya dari lateral bahu bisa karena jatuh, kecelakaan olahraga, kecelakaan kendaraan bermotot Faktor Resiko: Trauma langsung (trauma secara



1. Datang dengan keluhan jatuh atau trauma 2. Sakit pada bahu dan diperparah dengan setiap gerakan lengan



1. Nyeri tekan pada daerah fraktur 2. Kadang- kadang terdengar krepitasi pada setiap gerakan 3. Dapat juga terlihat kulit tang nenonjol akibat desakan dari fragmen patah tulang 4. Pembengkakan lokal akan terlihat disertai perubahan warna lokal pada kulit.



1. Rontgen posisi AP dipusatkan pada bagian klavikula 2. CT Scan khususnya dengan 3 dimensi meningkatkan akurasi pembacaan



1. Pengelolaan OA berdasarkan distribusinya (sendi yangterkena) dan berat ringannya sendi yang terkena 2. Pengobatan untuk mencegah progesifitas dan meringankan gejala yang dikeluhkan 3. Modifikasi gaya hidup : menurunkan berat badan, melatih untuk tetap menggunakan sendinya dan melindungi snedi yang sakit 4. Farmakoterapi  Analgesik topikal  NSAID oral : - Non selektif COX1: Ibuprofen R/ Ibu prfen tab 400mg No.X11 S 3 dd 1 tab pc - Selektif COX2 : Meloksikam R/ Meloksikam tab 15 mg No.X S 1 dd 1 tab pc 5. Non farmakotreapi : fisioterapi 1. Fraktur clavikula 1/3 tengah non displaced: simple sling, dapat dilepas setelah nyeri hilang (1-3 minggu) 2. Fraktur clavikula 1/3 distal: pemakaian sling selama 2-3 minggu sampai nyeri hilang, dilanjutkan dengan mobilisasi dalam batas nyeri yang dapat diterima 3. Pembedahan



Orthopaedics and Trauma (10th edition). New York: CRC Press, 2018



langsung pada tulang klavicula) dan tidak langsung (jatuh dengan tangan terulur atau jatuh dengan bahu sebagai tumpuan)



Diagnosis Banding: 1. Dislokasi 2. Fraktur scapula



4.



Fraktur Terbuka tertutup (3B) Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Referensi: Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah. 3rd ed. Cetakan Kelima. Jakarta:Yarsif. 2007 Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta : EGC; 2005. Carter A. Michael. Fraktur dan Dislokasi. Dalam: Price and Wilson. Patofisiologi Konsep Klinik Proses- Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006



Prevalensi:Etiologi: 1. Cidera atau benturan 2. Fraktur patologik: pada daerahdaerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis 3. Fraktur beban: pada orangorang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka. Faktor Resiko: 1. Faktor ekstrinsik: adanya tekanan dari luar yang beraksi pada tulang 2. Faktor intriksi



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Nyeri Hilangnya fungsi Deformitas Pemendekan ekstermitas Pembengkakan lokal Perubahan warna



Fraktur tertutup (closed): Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:  Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.  Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.  Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.  Tingkat 3: Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartemen Fraktur terbuka (open/compound fracture) : Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan /potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka:  Derajat I : Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.  Derajat II: Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.  Derajat III : Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.



1. X-Ray 2. CT Scan



Diagnosis Banding: -



4 tujuan penanganan fraktur 1. Untuk menghilangkan rasa nyeri: dapat diberikan obat penghilang nyeri dan juga teknik imobilisasi. Imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai/ gips. 2. Fiksasi eksternal 3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali: biasanya tulang akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan 4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula.



5.



Ruptur TendoAchiles 3A



Prevalensi : Pria > wanita



1) Rasa sakit mendadak yang berat dirasakan pada bagian belakang Etiologi : pergelangan kaki atau peningkatan mendadak jumlah betis tekanan pada tendo Achilles 2) Bengkak, kaku dan memar Faktor resiko :  Permukaan pendaratan  Periode pelatihan  Kurangnya konsentrasi



SISTEM INTEGUMEN 3. Liken Simplek Kronik/ Neurodermatitis 3A



Epidemiologi: umumnya pada usia dewasa dan wanita > laki-laki Etiologi: belum diketahui secara pasti



3) Terlihat depresi di tendon 3-5 cm diatas tulang tumit



Thompson test - Posisi pasien tengkurap ,kemudian betis pasien diremas.



1. Rontgen



-



2. MRI



Apabila tendo achilles normal, maka akan terjadi plantar fleksi tendo Achilles. Namun apabila terjadi ruptur, maka tidak ada pergerakan.



Obrien’s Test Posisi pasien tengkurap, kemudian pada daerah midline 10 cm proksimal dari calcaneus masukkan jarum berukuran 25.



Diagnosis Lakukan gerak dorso fleksi secara pasif, apabila gerak banding : jarum seperti plantar fleksi pertanda bahwa tendo achilles  paratenonitis , tidak mengalami cedera. Bila jarum tidak bergerak,  tendinosis, menandakan tendo achilles yang mangalami ruptur  bursitis Tidak disarankan untuk dilakukan pada pasien dalam  osteoarthriti keadaan sadar s  Syndesmosi Copeland Test s - Posisi pasien tengkurap, kemudian pada betis dipasang  tendinitis torniket. -



Didapatkan keluhan sangat gatal, hingga dapat mengganggu tidur. Gatal dapat timbul paroksismal/terus-



-



Pergelangan kaki dilakukan dorsofleksi secara pasif.



-



Apabila tendo utuh, maka tekanan akan naik sekitar 3560 mmHg. Namun bila tendo mengalami ruptur, tekanan hanya naik sedikit atau tidak bergerak sama sekali



o Lesi likenifikasi umumnya tunggal tetapi dapat lebih dari satu.dengan ukuran lentikular hingga plakat. Stadium awal berupa eritema dan edema atau papul berkelompok. Akibat garukan terus meneur



Pemeriksaan Penunjang a. Untuk penegakan diagnosis tidak perlu pemeriksaan penunjang khusus. b. Apabila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan



Rekonstruksi bedah dinilai paling tepat untuk mengembalikan fungsi tendon sebaik mungkin, tetapi tatalaksana non-bedah lebih dianjurkan untuk pasien dengan kondisi kulit yang buruk, riwayat merokok, komplikasi jaringan lunak akibat dari operasi sebelumnya, dan diabetes mellitus menahun kompres es, imobilisasi dalam posisi plantar fleksi, memakai kruk, dan analgetik bila diperlukan. R/asam mefenamat 500 mg tab No.III S 3 dd 1 tab Dosis 500 mg tiap 6-8 jam



Non Medikamentosa Menghindari stres psikis Medikamentosa Prinsip: memutuskan siklus gatalgaruk. Terdapat beberapa obat/tindakan



Faktor Resiko - Faktor eksterna: lingkungan, gigitan serangga - Faktor interna: dermatitis atopik, psikologis



menerus/sporadik dan menghebat bila ada stres psikis.



timpul plak likenifikasi dengan skuama dan eskoriasi, serta hiperpigmentasi atau hipopigmentasi. Bagian tengah lesi menebal, kering dan berskuama, sedangkan bagian tepi hiperpigmentasi.



o Predileksi utama yaitu daerah yang mudah dijangkau oleh tangan seperti kulit kepala, tengkuk, ekstremitas ekstensor, pergelangan tangan dan area anogenital, meskipun dapat timbul di area tubuh manapun.



c.



penunjang sesuai diagnosis banding. Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan bila gambaran klinis meragukan.



Diagnosis Banding 1. Dermatitis atopik dengan lesi likenifikasi 2. Psoriasis dengan lesi likenifikasi 3. Liken planus hipertrofik Untuk lesi pada area inguinal/genital/perianal: 1. Liken sklerosus 2. infeksi human papiloma virus (HPV) 3. Tinea kruris



yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut: 1. Topikal - Emolien dapat diberikan sebagai kombinasi dengan kortikosteroid topikal atau pada lesi di vulva dapat diberikan terapi tunggal krim emolien. - Kortikosteroid topikal: dapat diberikan kortikosteroid potensi kuat seperti salep klobetasol propionat 0,05%, satu sampai dua kali sehari. - Calcineurin inhibitor topikal seperti salep takrolimus 0,1%, atau krim pimekrolimus 0,1% dua kali sehari selama 12 minggu. - Preparat antipruritus nonsteroid yaitu: mentol, pramoxine, dan doxepin. 2. Sistemik - Antihistamin sedatif - Antidepresan trisiklik 3. Tindakan Kortikosteroid intralesi (triamsinolon asetonid) Kriteria rujukan Setelah diagnosis ditegakkan dan pasien diberi terapi pendahuluan maka pasien dirujuk ke pelayanan sekunder yang memiliki dokter spesialis kulit dan kelamin.



4.



SSJ 3B



Epidemiologi: meningkat pada usia > 40 tahun dan lebih banyak pada wanita Etiologi: reaksi toksik terhadap obat Faktor Resiko a. Mengkonsumsi obatobatan yang dicurigai dapat mengakibatkan SSJ. Beberapa obat yang yang berisiko tinggi dapat menyebabkan terjadinya SSJ antara lain allopurinol, trimethoprimsulfamethoxazol, antibiotik golongan sulfonamid, aminopenisillin, sefalosporin, kuinolon, karbamazepin, fenitoin, phenobarbital, antipiretik/analgetik (salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan parasetamol) dan NSAID. Selain itu berbagai penyebab dikemukakan di pustaka, misalnya: infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit), neoplasma, paskavaksinasi, radiasi dan makanan. b. Sistem imun yang lemah, misalnya pada HIV/AIDS. c. Riwayat keluarga menderita SSJ.



Keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Pada fase akut dapat disertai gejala prodromal berupa:demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, arthralgia. Gejala prodromal selanjutnya akan berkembang ke arah manifestasi mukokutaneus.



SSJ memiliki trias kelainan berupa: a. Kelainan kulit Dapat berupa eritema, papul, purpura, vesikel dan bula yang memecah kemudian terjadi erosi luas. Lesi yang spesifik berupa lesi target. Pada SSJ berat maka kelainannya generalisata. Ciri khas lesi di kulit adalah: - ruam diawali dengan bentuk makula yang berubah menjadi papul, vesikel, bula, plakurtikaria atau eritema konfluens - tanda patognomoniknya adalah lesi target - berbeda dengan lesi eritema multiform, lesi SSJ hanya memiliki 2 zona warna, yaitubagian tengah dapat berupa vesikel, purpura atau nekrotik yang dikelilingi oleh tepiberbentuk makular eritema. - lesi yang menjadi bula akan pecah menimbulkan kulit yang terbuka yang akan rentanterinfeksi - lesi urtikaria tidak gatal b. Kelainan selaput lendir di orifisium : tersering adalah pada mulut (90-100%), genitalia (50%), lubang hidung (8%) dan anus (4%). Kelainan berupa vesikel dan bula yang pecah dan mengakibatkan erosi, ekskoriasi, dan krusta kehitaman. c. Kelainan mata, terjadi pada 80% di antara semua kasus, tersering adalah konjugtivitis kataralis, konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis.



Pemeriksaan Penunjang Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas, dapat dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, yang menunjukkan hasil leukositosis yang menunjukkan adanya infeksi atau eosinofilia kemungkinan adanya faktor alergi. Diagnosis Banding a. Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) b. Pemphigus Vulgaris c. Pemphigus Bulosa d. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)



1.



2.



3.



***



Bila keadaan umum penderita cukup baik dan lesi tidak menyeluruh dapat diberikan metilprednisolon 30-40 mg/hari. Mengatur keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi. Keterlibatan mata harus ditangani oleh dokter spesialis mata



*** Kriteria Rujukan Berdasarkan skoring SCORTEN pasien dengan skor 3 atau lebih harus dirujuk ke fasiltas pelayanan kesehatan sekunder untuk mendapatkan perawatan intensif Tabel SCORTEN (Skor keparahan penyakit) pada Sindrom Steven Johnson (SSJ) Parameter SCORTEN Skor Individu SCORTEN Prediksi (jumlah skor Mortalitas individu) (%) Usia >40 tahun Ya: 1 Tidak: 0 0-1 3,2 Keganasan Ya: 1 Tidak: 0 2 12,1 Takikardi >120x/menit Ya: 1 Tidak: 0 3 35,8 Luas awal pelepasan epidermis Ya: 1 Tidak: 0 4 58,3 >10% Serum urea >10 mmol/L Ya: 1 Tidak: 0 5 90 Serum glukosa >14 mmol/L Ya: 1 Tidak: 0 Bicarbonat >20 mmol/L Ya: 1 Tidak: 0



5.



Psoriasi Vulgaris 3A



Prevalensi : usia 40- 60 tahun Etiologi : penyakit autoimun, yaitu jenis sel darah putih yang disebut limfosit T atau sel T Faktor resiko : Faktor lingkungan, genetik, alkohol dan merokok.



6.



Luka Bakar drajat 3 dan 4 3B



Prevalensi : Semua usia, pria = wanita Etiologi : Trauma panas Faktor resiko : Kontak dengan zat panas, kimia, listrik dan radiasi .



 



Lesi klasik psoriasis biasanya berupa plak berwarna kemerahan yang berbatas tegas dengan skuama tebal berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan lesi. Ukurannya bervariasi mulai dari papul yang berukuran kecil sampai dengan plak yang menutupi area tubuh yang luas. Lesi pada psoriasis umumnya terjadi secara simetris, walaupun dapat terjadi secara unilateral. Dibawah skuama akan tampak kulit berwarna kemerahan mengkilat dan tampak bintik-bintik perdarahan pada saat skuama diangkat. Hal ini disebut dengan tanda Auspitz. Psoriasis juga dapat timbul pada tempat terjadinya trauma, hal ini disebut dengan fenomena Koebner. Penggoresan skuama utuh dengan mengggunakan pinggir gelas objek akan menyebabkan terjadinya perubahan warna lebih putih seperti tetesan lilin. Ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh sisik yang tebal berwarna putih keperakan dan berbatas tegas. Umumnya lesi psoriasis berdistribusi secara simetris dengan predileksi terutama di daerah siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, gluteal dan genitalia.



Diagnosis banding : 1) Psoriasis inversa/fleksural 2) Dermatitis kontak (alergi dan eritan) 3) Dermatitis seboroik 4) Eritrasma Luka akibat Grade 3 1. terbakar o Menyebabkan kerusakan jaringan Nyeri pada luka yang permanen o Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf dan pembuluh darah sudah hancur. o Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot dan tulang Grade 4 o Berwarna hitam



-



L a. a b. b c. o r a t o r i u m Da ra



1) Pemeriksaan laboratorium 2) Biopsi kulit : Biopsi kulit dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin. Pada umumnya akan tampak penebalan epidermis atau akantosis serta elongasi rete ridges. Terjadi diferensiasi keratinosit yang ditandai dengan hilangnya stratum granulosum. Stratum korneum juga mengalami penebalan dan terdapat retensi inti sel pada lapisan ini yang disebut dengan parakeratosis. Tampak neutrofil dan limfosit yang bermigrasi dari dermis. Sekumpulan neutrofil dapat membentuk mikroabses Munro. Pada dermis akan tampak tanda-tanda inflamasi seperti hipervaskularitas dan dilatasi serta edema papila dermis. Infiltrat dermis terdiri dari neutrofil, makrofag, limfosit dan sel mast



Primary survey Airway-Breathing-Circulation Resusitasi cairan



Terapi topikal lini pertama dapat digunakan emolien, glukokortikoid atau analog vitamin D3 sedangkan lini kedua dapat dilakukan fototerapi dengan menggunakan sinar UVB.



-



h le ng ka p El ek tro lit



D i a g n o i s s b a n d i nd. ge. :



Formulasi parkland 24 jam pertama.Cairan Ringer laktat : 4ml/kgBB/%luka bakar ½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam ½ jumlah cairan sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya 1 ml = 20 tpm makro/60 tpm mikro Pasang DC urin untuk evaluasi output cairan Oles MEBO pada area luka bakar