Ringkasan Praktikum Ka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RANGKUMAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS



LABORATORIUM KIMIA ANALISIS FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA



PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT DENGAN ALKALIMETRI Tujuan praktikum ini adalah untuk membuat dan membakukan larutan baku basa dari senyawa baku sekunder yang berupa padatan serta untuk menetapkan kadar asam salisilat dengan alkalimetri. Asam salisilat 2ias digunakan sebagai antifungi dan keratolitikum (Depkes RI, 1995). Gugus karboksilat pada asam salisilat memberikan sifat asam pada asam salisilat karena menurut Teori Bronsted Lowry, gugus karboksilat mendonorkan proton.



Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah alkalimetri. Alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa asam dengan larutan baku senyawa basa. Alkalimetri merupakan reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa). Titrasi yang dilakukan pada praktikum adalah titrasi langsung, titrasi langsung terhadap zat yang akan ditetapkan kadarnya. Dalam hal ini, titrasi langsung dilakukan terhadap asam salisilat dengan pentiter natrium hidroksida. Dalam metode titrasi dikenal titik equivalen dan titik akhir titrasi. Titik Equivalen (TE) dicapai ketika jumlah titran yang ditambahkan equivalen secara kimia dengan jumlah analit pada sampel. Titik Akhir Titrasi (TAT) merupakan titik saat titran mampu mengubah warna campuran sampel dan indicator (Valcarel,1988). Indikator dapat mengindikasikan kapan titrasi harus diberhentikan. Perubahan warna yang terjadi pada titrasi asam salisilat 2



adalah larutan analit berubah menjadi merah. Perubahan warna terjadi akibat sisa OH- dari titran bereaksi dengan indicator menghasilkan molekul kompleks berwarna merah. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah fenolftalin, merah fenol, kalium biftalat, etanol netral, air bebas CO2, NaOH 0,1 N, dan sample asam salisilat. Fenolftalein berfungsi sebagai indicator saat pembakuan NaOH 0,1 N. Trayek Ph dari fenolftalein adalah 9,3 – 10,5 pada suasana basa berwarna merah sedangkan pada suasana asam tidak berwarna. Merah fenol merupakan indicator saat penetapan kadar asam salisilat. Trayek Ph merah fenol 6,8 – 8,4 pada suasana asam berwarna kuning, pada suasana basa berwarna merah. Kalium biftalat merupakan larutan pembaku NaOH 0,1 N. Etanol netral untuk melarutkan asam salisilat. Menggunakan etanol netral supaya tidak mempengaruhi perhitungan kadar asam salisilat pada sampel. Asam salisilat merupakan asam dan etanol cenderung bersifat asam. Apabila asam salisilat dilarutkan dengan etanol, maka keasaman campuran analit dan etanol menjadi bertambah, sehingga memerlukan lebih banyak NaOH 0,1 N sebagai pentiter. Dengan demikian perhitungan kadar asam salisilat menjadi lebih besar dari sebenarnya. Air bebas CO2 digunakan untuk melarutkan NaOH karena CO2 bisa membentuk H2CO3 apabila bereaksi dengan air. H2CO3 akan membentuk garam Na2CO3 apabila bereaksi dengan NaOH. Na2CO3 tidak 3ias digunakan sebagai pentiter asam salisilat. H2O + CO2  H2CO3 H2CO3 + 2NaOH  Na2CO3 + 2H2O Fenolftalein merupakan indicator basa dengan trayek Ph 9,3 – 10,5. Pada suasana asam larutan tidak berwarna sedangkan pada basa berwarna merah. Ion OH- dari basa akan bereaksi dengan fenolftalein menghasilkan senyawa kompleks berwarna merah. Merah fenol merupakan indicator basa dan asam dengan trayek Ph 6,8 – 8,4. Pada praktikum kali ini merah fenol sebagai indicator basa. Ion OH- dari basa akan bereaksi dengan merah fenol 3



menghasilkan warna merah. Ketika merah fenol ditetesi pada larutan asam salisilat warna larutan menjadi kuning. Prosedur pertama yang dilakukan adalah membuat larutan baku sekunder basa dari NaOH dalam pelarut air bebas CO2. Larutan baku merupakan senyawa yang sudah diketahui pasti konsentrasinya. Larutan baku primer merupakan larutan murni, tidak higroskopis, dan tidak reaktif terhadap lingkungan sekitar. Larutan baku sekunder lebih tidak murni, higroskopis, dan mudah bereaksi dengan lingkungan sekitar. NaOH harus dibakukan karena NaOH bersifat higroskopis serta mudah bereaksi dengan CO2 sehingga harus ditetapkan kadarnya melalui pembakuan menggunakan larutan baku. Pembakuan menggunakan indicator fenolftalein yang memilik trayek Ph 9,3 – 10,5. Penggunaan indicator untuk menghasilkan TAT:



Reaksi yang terjadi pada saat pembakuan larutan NaOH dengan kalium biftalat :



4



Setelah pembakuan NaOH, kadar asam salisilat ditetapkan. Penetapan kadar asam salisilat dengan indicator merah fenol. Merah fenol sebagai indicator memiliki trayek Ph 6,8 – 8,4. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna analit menjadi merah. Sampel asam salisilat dilarutkan dalam etano netral supaya tidak mempengaruhi perhitungan kadar asam salisilat. Jika asam salisilat dilarutkan dengan etanol maka sifatnya lebih asam dibandingkan asam salisilat yang dilarutkan dengan etanol netral. Apabila larutan lebih asam, maka untuk netralisasi memrlukan baku basa yang lebih banyak, sehingga kadar asam salisilat yang didapat 5ias tidak sesuai. Reaksi analisis kadar :



Pada percobaan, rata-rata kadar NaOH yang dibakukan adalah 0,17 N, sedangkan ratarata kadar asam salisilat adalah 33,59%. Kadar asam salisilat dalam sampel yang sebenarnya adalah 28,26%. %Kesalahan praktikan sebesar 18,86%. Kesalahan 5ias terjadi karena pada saat titrasi, ketika warna analit sudah menjadi pekat, titrasi tidak dihentikan serta kurang teliti membaca skala buret. Tujuan orientasi adalah menjadi pedoman TAT pada volume NaOH berapa, pedoman perubahan warna sample yang telah ditetesi indicator apabila mencapai TAT. Tujuan replikasi adalah untuk mengetahui presisi kadar yang didapatkan serta mengetahui apakah cara kerja praktikan telah benar yang dapat dilihat dari nilai SD dan CV. SD merupakan ukuran kuantitatif ketepatan suatu hasil dengan hasil yang lain.



5



PENETAPAN KADAR VITAMIN C DENGAN IODIMETRI Tujuan praktikum ini adalah menetapkan kadar vitamin C dengan iodimetri, membuat dan membakukan larutan iodium yang merupakan baku sekunder. Vitamin C merupakan serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau, dan rasanya asam. Dalam keadaan kering mantap di udara, sedangkan dalam larutan dapat teroksidasi. Vitamin C mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol 95%, tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dan dalam benzene. Vitamin C berguna untuk antiskorbut. Vitamin C lambat laun bisa menjadi berwarna gelap oleh pengaruh cahaya (Depkes RI, 1979). Penyimpanan yang baik untuk vitamin C adalah disimpan dalam wadah tertutup rapat dan terlindung cahaya, karena vitamin C bersifat fotosensitif.



Penetapan kadar vitamin C dilakukan dengan iodimetri. Prinsip dari iodimetri adalah reaksi antara analit dengan iodine, yang mana analit dititrasi secara langsung oleh iodine (Harris,1987). Prinsip iodimetri adalah menganalisa kadar suatu senyawa yang memiliki potensial oksidasi yang lebih rendah daripada potensial oksidasi larutan baku iodium. Vitamin C bisa dititrasi dengan iodimetri karena vitamin C memiliki potensial oksidasi yang lebih rendah daripada potensial oksidasi iodium, sehingga vitamin C akan teroksidasi. Reaksi yang terjadi adalah: Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat dan membakukan iodium sebagai larutan baku. Iodium dilarutkan dalam kalium iodide yang telah dilarutkan dalam aquades. 6



Kalium iodide membantu memperbesar kelarutan iodium. Apabila kalium iodide semakin pekat, kelarutan iodium semakin besar. Hal tersebut karena Kalium iodide berfungsi untuk menyumbangkan ion I- membentuk ion triiodida. Labu wadah larutan iodium yang telah dimasukkan ke larutan kalium iodide harus ditutup rapat dengan aluminium foil agar iodide tidak teroksidasi menjadi iodium lagi. Larutan iodium merupakan larutan fotosensitif karena cahaya akan mempercepat oksidasi iodide yang akan menghasilkan iodium lagi. Reaksi oksidasi dan reaksi pembentukan ion triiodida: I2 + I+ I3+ I2 adalah iodium, I+ merupakan ion dari kalium iodide, dan I3+ ion triiodida. Reaksi Oksidasi apabila tidak dilapisi aluminium foil: 4 I+ + O2 + 4 H+  2I2 + 2H2O Tujuan dilakukan pembakuan iodine agar normalitas iodine yang digunakan diketahui dengan pasti. Pembakuan iodine menggunakan arsentrioksida sebagai baku primer. Baku primer memiliki kemurnian yang tinggi merupakan senyawa yang stabil dan tidak reaktif terhadap lingkungan sekitar. Baku sekunder memiliki kemurnian yang lebih rendah dibandingkan baku primer, kurang stabil, dan reaktif terhadap lingkungan, serta mudah menyerap kelembapan udara. Arsentrioksida dilarutkan dengan NaOH karena arsentrioksida mudah larut dalam NaOH. HCl digunakan untuk memberikan suasana asam agar bisa menetralkan kelebihan NaOH. Jingga metil digunakan sebagai indicator reaksi netralisasi antara HCl dan NaOH yang ditandai dengan perubahan warna menjadi jingga. Penambahan NaHCO3 untuk menghilangkan asam iodide yang terbentuk agar reaksi tidak berlangsung reversible. Indicator untuk mengindikasikan titik akhir titrasi pembakuan larutan iodine



7



adalah kanji dengan perubahan warna larutan iodine menjadi biru. Dari pembakuan didapatkan rata-rata normalitas iodine adalah 0,083 N. Reaksi pembakuan Iodin: As2O3 + 6 NaOH  2 Na3AsO3 + 3 H2O Na3AsO3 + I2 + 2 NaHCO3  Na3AsO4 + 2 NaI + 2 CO2 + H2O Penetapan kadar vitamin C dilakukan dengan iodine yang telah dibakukan dan vitamin C sebagai analit. Titik equivalen merupakan titik saat terjadi keseimbangan reaksi antara titran dan analit secara stoikiometri. Titik Akhir Titrasi dicapai ketika terjadi perubahan warna larutan vitamin C menjadi biru. Perubahan warna terjadi karena saat Titik Akhir Titrasi ada kelebihan titran yang menyebabkan titran bereaksi dengan indicator dan menyebabkan perubahan warna larutan analit yang telah diisi indicator (Valcarel,1988). Indikator yang digunakan adalah kanji. Titrasi yang dilakukan baik saat pembakuan iodine maupun saat penetapan kadar dilakukan 3 kali replikasi dan 1 kali orientasi. Replikasi bertujuan untuk mendukung akurasi hasil. Orientasi bertujuan untuk efisiensi waktu dan efisiensi bahan. Vitamin C yang telah ditimbang, dilarutkan dalam air bebas CO2 dan asam sulfat. Air bebas CO2 dibuat dengan mendidihkan aquades selama kurang lebih 5 menit pada penangas air, kemudian ditutup aluminium foil dan ditutup rapat supaya tidak terjadi kontak dengan udara. Air bebas CO2 digunakan supaya H2O tidak bereaksi dengan CO2, karena bisa membentuk H2CO3, supaya vitamin C tidak teroksidasi karena vitamin C mudah teroksidasi dalam bentuk larutan. Asam sulfat berfungsi sebagai katalis reaksi. Indicator yang digunakan adalah kanji yang dibuat dengan melarutkan amilum manihot dalam aquades lalu dipanaskan. Kanji harus dimasukkan dalam keadaan panas ketika dimasukkan kedalam analit dan anlit 8



harus segera dititrasi. Amilum memiliki kelarutan yang kecil di air, untuk itu larutan amilim manihot harus dipanaskan. Saat panas tersebutlah amilum manihot larut sempurna dalam air sehingga menjadi homogeny. Reaksi antara vitamin C dengan titran:



Dari percobaan didapatkan rata-rata kadar vitamin C dalam sample adalah 21,39%. Kadar sebenarnya vitamin C tersebut adalah 23,17%. Persen kesalahan sebesar 9,32%. Kesalahan disebabkan kurang tepat dalam penggunaan buret, penetesan kanji yang salah, kanji yang diteteskan namun vitamin C tidak langsung dititrasi. Standar deviasi yang diperoleh yaitu 2,26 dengan CV sebesar 10,75%, menunjukkan sebaran data yang kurang baik.



9



PENETAPAN KADAR AMINOFILIN DENGAN ASIDIMETRI Tujuan praktikum analisis kualitatif adalah mampu menetapkan kadar bahan obat yang berupa yang dapat ditetapkan dengan menetapkan salah satu penyusun garam. Senyawa yang dianalisis adalah aminofilin. Aminofilin adalah salah satu obat anti asma. Aminofilin terdiri dari gugus teofilin dan etilendiamin. Etilendiamin berfungsi untuk memberikan kelarutan teofilin yang bertugas sebagai pemberi efek farmakologis. Aminofilin bersifat basa lemah. Penyebab kebasaan aminofilin adalah adanya gugus etilendiamin. Berikut merupakan struktur etilendiamin:



Gugus etilendiamin



Penetapan kadar aminofilin dilakukan secara asidimetri, hal ini disebabkan aminofilin bersifa basa. Asidimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sementara bila senyawa bersifa asam, penetapan kadar dilakukan secara alkalimetri menggunakan baku basa. Dalam analisis kuantitatif asidimetri, bahan yang dipergunakan yaitu aminofilin sebagai senyawa yang dianalisis untuk ditentukan kadarnya. Na2CO3 sebagai bahan untuk membakukan 0,1 N HCl. HCl berfungsi sebagai titran. Bromtimol biru sebagai indikator asam dan metil jingga sebagai indikator asam, serta aquadest untuk mengencerkan dan melarukan HCl dan Na2CO3.



10



Berdasarkan cara itrasinya, titrasi yang dilakukan pada percobaan ini adalah titrasi langsung, karena aminofilin langsung bereaksi dengan titran yaitu HCl. Selain titrasi langsung, terdapa cara lainnya yakni titrasi tidak langsung yang pada percobaan ini tidak dilakukan. Titrasi tidak langsung dilakukan dengan cara penambahan titran dalam jumlah berlebih kemudian kelebihan titran dititrasi dengan titran lain. Pada tirasi langsung tidak dilakukan titrasi blanko. Titrasi blanko dilakukan pada titrasi tidak langsung untuk mengestimasi kesalahan titrasi dikarenakan peluang kesalahan menjadi lebih besar dengan adanya 2 titran. Titrasi blanko dilakukan dengan prosedur yang sama, hanya saja tanpa analit. Sebelum dilakukan pembakuan dan penetapan kadar, terlebih dahulu dilakukan titrasi orientasi yang bertujuan untuk menentukan volume buret yang cocok sehingga data yang diperoleh tepat dan akurat. Tepat (precise) artinya metode tersebut menghasilkan suatu hasil analisis yang sama atau hampir sama dalam satu seri pengukuran. Teliti (accurate) artinya metode dapat menghasilkan nilai rata-rata yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya. Salah satu hal yang mempengaruhi akurasi dan presisi adalah penimbangan. Terdapat istilah “timbang seksama” dan “timbang kurang lebih”. Timbang seksama yaitu deviasi penimbangan tidak boleh lebih dari 0,1% dari jumlah yang ditimbang. Sedangkan timbang kurang lebih berarti penimbangan sampel



10% dari bobot yang ditetapkan.



Dalam analisis kuantitatif asidimetri, prosedur kerja yang dilakukan adalah a) Pembakuan HCl Tujuan dilakukan pembakuan karena pada penetapan kadar sangat didasarkan pada konsentrasi titran sehingga perlu dilakukan pembakuan. Larutan standar (baku) meliputi laruan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku primer mempunyai kemurnian yang tinggi, tidak higroskopis dna tidak bereaksi dengan lingkungan sedangkan larutan baku sekunder harus dibakukan dengan larutan baku primer karena baku sekunder kemurniannya



11



tidak tinggi, higroskopis dan beraksi dengan lingkungan. Standarisasi merupakan suatu proses larutan baku sekunder dibakukan dengan larutan baku primer. Dibakukan dengan menggunakan Na2CO3 (natrium karbonat anhidrat). Pada percobaan ini HCl digunakan untuk menitrasi larutan sampel sebelum digunakan dalam proses titrasi yang melibatkan analisis kuantitatif. HCl sebagai titran yang sebelumnya telah diencerkan, tujuan pengenceran agar HCl tidak terlalu pekat. HCl harus distandarisasi terlebih dahulu, proses standarisasi bertujuan untuk mengetahui konsentrasi HCl yang sebenarnya. Dalam proses titrasi digunakan indikator. Indikator adalah zat yang akan berubah warna apabila larutan standar telah bereaksi sempurna dengan larutan contoh, maka indikator akan memberikan perubahan warna yang jelas. Pada pembakuan HCL menggunakan indikator metil jingga dengan trayek pH 3,1- 4,4 yaitu warna kuning berubah menjadi merah. Pemilihan indikator didasarkan pada perubahan warnanya terletak di dekat pH titik ekivalen. Indikator metil jingga dipilih karena HCl bersifat asam sehingga digunakan indikator yang rentang pH 2% menandakan ketelitian yang tidak baik. Kelebihan dari spektrofotometri UV adalah sensitivitas tinggi sehingga cocok digunakan untuk analisis yang membutuhkan ketelitian tinggi. Kekurangan metode spektrofotometri UV adalah pembuatan sampel dan baku benar-benar harus bebas dari zat pengotor, tidak praktis karena banyaknya seri larutan baku dan sampel yang harus disiapkan serta harga alat yang mahal. Manfaat spektrofotometri UV dalam bidang farmasi adalah nuntuk menetapkan kadar senyawa obat dalam jumlah yang cukup banyak (berdasarkan penggunaan nilai E 1% 1cm



suatu obat).



PE



42



PENETAPAN KADAR AMINOFILIN DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV Tujuan dari praktikum ini adalah menetapkan kadar aminofilin dengan sampel serbuk dengan spektrofotometri UV. Aminofilin digunakan sebagai brankodilatator pada penyakit asma dan pulmonari abstruktif kronik. Spektrofotometri UV adalah alat yang digunakan untuk mengukur serapan radiasi elektromagnetik UV (190-380 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Molekul yang dianalisis menyerap radiasi elektromagnetik menghasilkan suatu spektrum absorbansi. Obat perlu dianalisis untuk menguji kemurniannya dengan membandingkan hasil pengukuran pada sampel dengan persyaratan yang ada pada literatur, jika sama maka kemurniannya tinggi, karena semua zat memiliki spesifikasi sehingga dapat dibedakan satu dengan yang lain. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui kadar senyawa yang dianalisis pada sampel yang diuji. Prinsip dari metode ini adalah penyerapan cahaya berupa cahaya ultraviolet (190-380 nm) oleh suatu molekul senyawa (dalam hal ini aminofilin) yang menyebabkan eksitasi elektron dari keadaan dasar menuju tingkat eksitasi. Jumlah elektron yang mengalami eksitasi sebanding dengan besarnya absorbansi. Sumber sinar yang dipancarkan ke senyawa kemudian ada yang diabsorpsi dan ada yang diteruskan. Sumber sinar yang diteruskan kemudian akan mengenai detektor sehingga diperoleh nilai absorbansi dari zat tersebut.



43



Komponen spektrofotometri UV meliputi sinar, monokromator dan sistem optik



Keterangan Gambar: 1. lampu 2. cahaya polikromatis 3. slit/pintu masuk 4. pendispersi 5. slit/pintu keluar 6. monokromator 7. cahaya monokromatis 8. sampel dalam kuvet 9. detektor 10. read out (hasil yang terbaca) Perbedaan antara spektrofotometri UV dan visibel yakni panjangan gelombang yang digunakan, pada spektrofotometri UV 190-380 nm sedangkan pada spektrofotometri visibel 400-800 nm. Senyawa yang diuji pada spektrofotometri UV memiliki kromofor yang relatif pendek sementara spektrofotometri visibel senyawa yang diuji mempunyai kromofor yang relatif panjang. 44



Suatu senyawa dapat diukur absorbansinya bila memiliki gugus kromofor dan auksokrom. Kromofor adalah ikatan rangkap terkonjugasi yang bertanggung jawab atas penyerapan radiasi pada daerah UV-Vis. Auksokrom adalah gugus yang mempunyai PEB yang terikat langsung pada sistem kromofor dan meningkatkan intensitas serapan maksimum. Aminofilin tidak berwarna namun memiliki gugus kromofor dan auksokrom sehingga dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri UV. Gugus auksokrom dan kromofor pada aminofilin ditunjukkan pada gambar berikut:



Gugus auksokrom



Gugus auksokrom



Gugus kromofor



Penetapan kadar aminofilin diawali dengan pembuatan, penyiapan larutan baku dan sampel. Pelarut yang digunakan dalam percobaan ini adalah pelarut methanol 20% sebagai buffer yang berfungsi untuk menjaga pH agar aminofilin tidak terurai dari bentuk kristal teofilin. Metanol 20% terdiri dari air 80% dan metanol 20%. Air akan memecah aminofilin menjadi etildiamin dan teofilin. Kemudian teofilin akan terlarut dalam metanol untuk diukur



45



absorbansinya. Hasil absorbansi teofilin meyatakan absorbansi dari aminofilin karena gugus kromofor dan auksokrom aminofilin terdapat teofilin. Dalam percobaan ini juga dilakukan penyaringan agar zat-zat pengotor (talkum) tidak mengganggu saat dilakukan pengukuran absorbansi. Zat-zat pengotor ini dapat menyebabkan terjadinya pembiasan sehingga pengukuran absorbansi menjadi tidak akurat Sebel;um dilakukan penetapan kadar, perlu dilakukan scanning panjang gelombang maksimum senyawa uji. Dipilih panjang gelombang maksimum bertujuan untuk mengoptimalkan sensitivitas pembacaan absorbansi di sekitar panjang gelombang maksikum, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert Beer terpenuhi. Hukum Lambert Beer menyatakan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan bahan. Pada range 0,2 – 0,8 akan diperoleh kurva yang cenderung linier. Jika absorbansi di bawah 0,2 maka larutan baku terlalu encer sehingga cahaya yang diteruskan ke detektor terlalu banyak sehingga harus dipekatkan. Jika absorbansi lebih dari 0,8 maka larutan terlalu pekat sehingga cahaya yang diteruskan terlalu sehingga perlu diencerkan. Dari hasil scanning didapatkan panjang gelombang maksimal 272 nm dimana absorbansi yang dihasilkan sebesar 0,464. Secara teori, panjang gelombang aminofilin adalah 272, 5 nm. Setelah dilakukan scanning panjang gelombang maksimum, kemudian dilakukan pembuatan kurva baku aminofilin. Penetapan diperlukan untuk mengetahui apakah pelarut yang dipakai memberikan absorbansi atau tidak. Pembuatan larutan blanko dilakukan dengan menggunakan pereaksi yang sama, jumlah sama seperti pembuatan sampel namun tanpa menggunakan zat uji aminofilin. 46



Dari hasil pengamatan kurva kalibrasi diperoleh hubungan yang linier antara konsentrasi dan serapan dengan koefisien korelasi (r) = 0,999 dan persama linier y== 44,35x + 5,7 x 10-3. Percobaan dapat dikatakan baik karena koefisien korelasi (r) mendekati 1. Dari percobaan terdapat korelasi antara kenaikan konsentrasi dengan kenaikan nilai absorbansi yang dihasilkan. Tujuan pembuatan kurva baku adalah untuk mengetahui range kerja. Jika r mendekati 1 maka dilakukan kerja hanya pada linier range saja. Sebabk, jika r mendekati 1 artinya ada hubungan linieritas antara absorbansi dan konsentrasi. Sedangkan jika r mendekati 0 berarti tidak ada hubungan linieritas antara absorbansi dan konsentrasi. Setelah dilakukan pembuatan kurva baku, dilakukan pengukuran dari sampel uji pada panjang gelombang maksimal. Dari data yang diperoleh, nilai absorbansi tersebut dimasukkan sebagai nilai ya pada persamaan kurva baku sehingga didapatkan nilai x yang merupakan kadar dari aminofilin. Kemudian kadar tersebut dikalikan faktor pengenceran yakni 20 sehingga diperoleh konsentrasi masing-masing sampel. Konsentrasi lalu dikalikan dengan volume awal yaitu 50 mL sehingga diperoleh bobot sampel. Hasil dari bobot sampel dibagi berat zat dan dikalikan 100% sehingga diperoleh % kadar. Persen kadar yang diperoleh pada sampel I adalah 30,06% b/b, sampel II adalah 35,4% b/b dan sampel III 32% b/b. Persen kadar aminofilin rata-rata yang diperoleh sebesar 32,47% b/b/ Jadar anubifukub sebenarnya 29,98% b/b. SD yang diperoleh 2,703 sementara CV 8,32%. Persen kesalahan sebesar 8,30%. Persen kesalahan tersebut diperoleh dari rumus:



Persen kesalahan



=|



=|



| x 100%



| x 100% = 8,30 % b/b.



47



SD dan CB ditentukan untuk melihat presisi dan akurasi. Akurasi merupakan tingkat kedekatan nilai rata-rata dengan nilai sebenarnya, akurasi dikatakan baik bila hasil yang diperoleh memiliki nilai yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya. Presisi merupakan ukuran kedekatan serangkaian hasil analisis dalam satu seri pengukuran. Semakin dekat suatu hasil analisis menandakan semakin baik presisi yang diperoleh. SD yang baik diperoleh nilai 5 sementara CV yang baik



2%. Dari percobaan diperoleh SD sebesar 2,703 sementara



CV yang diperoleh > 2%. SD yang baik menandakan meratanya tingkat penyebaran data dari nilai rata-rata. Nilai CV yang >2% menandakan ketelitian yang tidak baik. Kelebihan dari spektrofotometri UV adalah sensitivitas tinggi sehingga cocok digunakan untuk analisis yang membutuhkan ketelitian tinggi. Kekurangan metode spektrofotometri UV adalah pembuatan sampel dan baku benar-benar harus bebas dari zat pengotor, tidak praktis karena banyaknya seri larutan baku dan sampel yang harus disiapkan serta harga alat yang mahal. Manfaat spektrofotometri UV dalam bidang farmasi adalah nuntuk menetapkan kadar senyawa obat dalam jumlah yang cukup banyak (berdasarkan penggunaan nilai E1% 1cm



suatu obat).



48



PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT DENGAN SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE



Praktikum kali ini bertujuan adalah untuk mengenal reaksi pembentukan kompleks warna antara senyawa yang memiliki gugus hidroksi fenolik dengan pereaksi FeCl3, serta mampu menetapkan kadar asam salisilat dalam sampel serbuk dengan metode spektrofotometri visible. Alat yang digunakan adalah spektrofotometri visible dengan prinsip kerjanya yaitu penyerapan atau absorbsi cahaya oleh suatu materi dalam larutan sampel, kemudian meneruskan cahaya yang tidak diserap dan dibaca oleh detector. Hasil absorbansinya didapatkan dengan pengurangan antara intensitas cahaya yang ditembakan dikurangi intensitas cahaya yang diteruskan. Asam salisilat memiliki rumus molekul C6H4COOHOH berbentuk Kristal berwarna merah muda terang hingga kecokelatan. Asam salisilat memiliki struktur sebagai berikut :



Asam salisilat kebanyakan digunakan sebagai obat-obatan dan sebagai bahan intermediet pada pabrik obat dan pabrik farmasi seperti aspirin dan beberapa turunannya. Asam salisilat juga dapat digunakan sebagai bahan baku obat yang menjadi turunan asam salisilat. Misalnya sodium salisilat yang dapat digunakan sebagai analgesik dan antipyretic serta untuk terapi bagi penderita rematik akut. Asam salisilat mengandung struktur kromofor dan gugus auksokrom sehingga dapat di ukur dengan spektrofotometri visible. Struktur kromofor adalah yang bertanggung jawab dalam pemberian warna pada suatu larutan, sedangkan gugus auksokrom membantu memperjelas warna pada suatu larutan. 49



Fenol yang bereaksi dengan FeCl3 akan memberikan warna ungu, karena asam salisilat adalah senyawa yang mengandung Fenol maka reaksi FeCl3 dengan asam salisilat juga akan memberikan warna ungu. Hal ini menunjukkan bahwa telah terbentuk senyawa kompleks dari Fe3+ dengan fenol. Fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksil yang terikat pada karbon tak jenuh, sehingga dapat bereaksi dengan besi (III) klorida menghasilkan larutan berwarna.



Dalam reaksi pembentukan warna, di kenal dengan kompleks. Kompleks itu sendiri terbentuk dengan inti logam contohnya reaksi antara asam salisilat dengan logam FeCl3 akan membentukan suatu kompleks dengan inti logam Fe. Pembentukan kompleks melibatkan logam transisi, sehingga saat memperoleh energi, electron pada subkulitnya akan tereksitasi. Pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer visible dengan skema :



Spectrum uv-vis sangat berguna dalam perhitungan secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang tertentu berdasarkan hukum lambert-beer. Hukum lambert-beer yaitu:



50







*Hukum Lambert menyatakan proporsi berkas cahaya datang yang diserap oleh suatu bahan/medium tidak bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang.







*Hukum Beer menyatakan absorbansi cahaya berbanding lurus dengan dengan konsentrasi dan ketebalan bahan/medium.



Panjang gelombang maksimal dapat memberikan absorbansi yang maksimal karena itu pengukuran dilakukan menggunakan panjang gelombang maksimal. Pada panjang gelombang maksimal perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Batas terendah dan batas tertinggi nilai absorbansi yang diperkenankan sehingga kesalahan fotometrik dalam pembacaan paling kecil sebesar 5% adalah antara 0,2 – 0,8. Pada range ini kurva dianggap linear. Dalam praktikum ini disiapkan beberapa larutan seperti larutan blanko dan larutan stok. Larutan blanko adalah larutan tidak berisi analit. Larutan blanko biasanya digunakan untuk tujuan kalibrasi sebagai larutan pembanding dalam analisis fotometri. Sedangkan larutan stok adalah larutan yang pertama kali dibuat dari senyawa padatan yang langsung dilarutkan. Fungsinya yaitu untuk berjaga-jaga jikalau dibutuhkan pengulangan dalam melakukan percobaan. Digunakan juga untuk menghemat bahan atau reagen yang digunakan. Pada percobaan ini juga dilakukan penentuan operating time. Operating time merupakan waktu yang diperlukan agar reagen dan analit dapat bereaksi dengan sempurna. Opertaing time (OT) juga memudahkan presisi untuk hasil penelitian kita. Pada percobaan ini OT tidak dilakukan karena reaksi pembentukan kompleks sangatlah cepat atau hanya hitungan detik saja sehingga perlu segera dilakukan pengukuran absorbansi. Pembuatan kurva baku digunakann untuk melihat hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum lambert-beer terpenuhi, maka kurva baku akan berupa garis lurus



51



atau linear. Dengan adanya kurva baku kita dapat melakukan pencarian terhadap kadar yang absorbansinya sudah terukur. Hasil percobaan menunjukan kadar masing-masing sampel 1,2, dan 3 yaitu 33%, 36%, dan 32%. Pada percobaan ini dibuat 3 sampel sekaligus untuk memperoleh hasil yang lebih valid. Rata rata hasil yang didapatkan adalah 33,66%. Hasil ini mendekati hasil dari kadar sebenarnya yaitu 33,51%. Hasil ini menunjukan akurasi yang cukup tinngi, dengan % kesalahan hanya sebesar 0,44%. Panjang gelombang maksimal yang digunakan adalah 583,0 nm. Data absorbansi yang diperoleh berturut-turut dari sampel 1,2,3,4 dan 5 adalah 0,252; 0,395; 0,526; 0,688; 0,844. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kurva yang didapatkan adalah linear. Hal ini sesuai dengan hukum lambert-beer, yaitu absorbansi yang baik dengan % kesalahan kurang dari 5% berkisar antara 0,2-0,8.



52



PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DENGAN SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL Praktikum kali ini bertujuan untuk memahami prinsip-prinsip penetapan kadar secara kolorimetri dan menetapkan kadar parasetamol dalam campuran secara kolorimetri. Menurut World Health Organization atau WHO, parasetamol yang merupakan derivat sintetik dari p-aminophenol dapat berperan sebagai obat pereda rasa nyeri ( analgesik) dan obat untuk menurunkan demam (antipiretik). Dimetabolisme di hati dan dikeluarkan dari tubuh melalui urine. Parasetamol ini merupakan obat pilihan pertama untuk mengurangi gejala nyeri dari tingkat ringan sampai sedang. Dimana cara kerja Parasetamol sebagai antinyeri adalah dengan mempengaruhi zat kimia pada tubuh yang dinamakan prostaglandin, yaitu zat yang dilepaskan sebagi respon tubuh terhadap penyakit ataupun trauma. Parasetamol bekerja dengan memblokade produksi prostglandin dan membuat tubuh tidak “menyadari” rasa sakit dan trauma tersebut. Jika digunakan sesuai dosis dan indikasi, Parasetamol adalah terapi yang paling efektif dan aman untuk membantu mengurangi serta mengontrol rasa sakit dan meredakan demam. Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan mengguankan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detector Fototube. Prinsip kerjanya yaitu penembakan cahaya polikromatis oleh sumber cahaya, yang akan di ubah menjadi monokromatis oleh monokromator. Cahaya ini kemudian di tembakan pada larutan yang mengandung sampel, sehingga sebagian cahaya akan di serap dan sebagian lagi akan di teruskan. Cahaya yang di teruskan inilah yang di baca oleh detector. Sedangkan hasil absorbansi di dapatkan dengan pengurangan intensitas cahaya yang di tembakan dikurangi cahaya yang diterusakan.



53



Pengukuran absorbansi dapat menggunakan spektrofotometer uv dan visible. Panjang gelombang yang ditembakan spektro uv berkisar antara 200-400 nm, dengan demikian senyawa sampel haruslah tidak berwarna agar absorbansinya bisa terbaca. Sedangkan spektro visible menembakan panjang gelombang yang berkisar antara 400-800 (cahaya tampak) agar absorbansinya bisa terbaca. Syarat suatu senyawa dapat diukur dengan spektrofotometer visibel antara lain adalah senyawa tersebut haruslah berwarna, dan memiliki gugus auksokrom dan struktur kromofor. Struktur kromofor dan gugus auksokrom berperan penting dalam pengukuran. Struktur kromofor adalah yang bertanggung jawab dalam pemberian warna pada suatu larutan, sedangkan gugus auksokrom membantu memperjelas warna pada suatu larutan. Suatu larutan tidak berwarna dapat di ukur menggunakn spektro vis dengan syarat harus dilakukan derivatisasi. Sama seperti larutan PCT yang di gunakan saat praktikum juga tidak berwarna sehingga dilakukan derivatisasi agar membuatnya jadi berwarna. Proses ini menggunakan senyawa NoNa2 dan NaOh. Tujuan ditambahkannya larutan NaNO2 adalah agar terjadi reaksi diazotasi yaitu reaksi pembentukan garam diazonium dari parasetamol. Selain itu, tujuan ditambahkannya larutan NaNO2 dan HCl ini juga adalah agar terjadi pembentukan HNO2 yang fungsinya untuk memperpanjang gugus kromofor parasetamol sehingga dapat berlangsung reaksi pembentukan warna pada parasetamol. Sedangkan penambahan NaOH akan memicu reaksi dengan gugus Oh pada PCT. Reaksi ini akan menghasilkan garam yang akan mengion pada suasana asam. Hal ini akan mempetrtegas gugus Oh sebagai auksokromnya. Reagen yang di pakai dalam praktikum ini adalah asam sulfamat, NaNo2, NaOH, dan HCL. Tujuan digunakannya larutan HCl dalam pelarutan parasetamol adalah karena sifat dari parsetamol yang mudah larut dalam asam sehingga dapat mempermudah dalam proses pembuatan variasi konsentrasi sampel paracetamol . Selain itu, fungsi HCl juga adalah untuk 54



menghidrolisis parasetamol dan memberikan suasana asam. Tujuan ditambahkannya larutan NaNO2 adalah agar terjadi reaksi diazotasi yaitu reaksi pembentukan garam diazonium dari parasetamol dan tujuan ditambahkannya larutan NaNO2 dan HCl ini juga adalah agar terjadi pembentukan HNO2 untuk memperpanjang gugus kromofor parasetamol sehingga dapat berlangsung reaksi nitrasi yaitu reaksi pembentukan warna pada parasetamol. Penambahan NaOH dilakukan untuk pembentukan garam natrium serta asam sulfamat untuk mengakhiri reaksi. Pada percobaan ini juga dilakukan OT. OT merupakan waktu yang dibutuhkan agar analit dan reagennya bisa bereaksi dengan sempurna. Dan larutan blanko merupakan semua bahan atau reagen kecuali sampel. Blanko bertujuan untuk kalibrasi, dan autozero juga agar saat pengukuran hanya absorbansi sampellah yang terbaca, sedangkan reagen tidak. Pengukuran absorbansi menggunakan λmax agar absorbansinya maximal sensitifitasnya bertambah. pembuatan kurva baku adalah untuk memperoleh persamaan larutan baku dan untuk menentukan kadar sampel dalam larutan. Standar eksternal adalah larutan standar yang disiapkan secara terpisah dari sampel atau di luar sampel. Sedangkan standar internal adalah senyawa yang memiliki struktur kimia dan sifat fisika yang sama dengan sampel sehingga pada penggunaannya perlu di tambahkan pada sampel, sehingga kehilangan sampel akan tercermin dari kehilangan standar. Data pengamatan absorbansi yang di peroleh untuk sampel 1, 2, 3 berturut-turut adalah 0,143; 0,149; 0,142. Berdasarkan data absorbansi yang didapat kita dapat mengetahui nilai x dalam kurva baku dengan rumus y=bx+A. nilai x di gunakan untuk menghitung kadar sampel 1,2,dan 3. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai dari kadar sampel 1,2, dan 3 yaitu 5,344%; 6,412%; 5,167%. Nilai rata-rata kadar adalah 5,641%. Sedangkan kadar sebenarnya adalah 19,81%. Perbedaan ini sangatlah jauh dengan % kesalahan sebesar 71,52%. Kesalahan



55



ini dapat terjadi karena volume pengambilan sampel atau reagen reagen yang salah, sehinnga mempengaruhi hasil perhitungan.



56