14 0 3 MB
KATA PENGANTAR Di dunia terdapat lebih dari 50 ribu jenis tanaman yang dapat dimakan, namun hanya 15 jenis tanaman pangan yang menjadi penyedia 90% dari asupan energi. Diantara 15 komoditas pangan tersebut, beras, jagung dan gandum mencukupi 2/3 dari konsumsi pangan dunia. Demikian halnya di Indonesia, beras menjadi sumber penyedia energi tertinggi dengan rata-rata konsumsi langsung rumah tangga pada tahun 2019 sebesar 94,9 kg/kapita/tahun. Diperlukan lebih kurang 2,5 juta ton beras per bulan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Penyediaan pangan (beras) untuk 269 juta penduduk Indonesia yang terus bertambah hingga diperkirakan mencapai 318,96 juta pada tahun 2045 tidak mudah, karena memerlukan lahan dan air yang cukup. Di sisi lain, budidaya pangan dihadapkan oleh alih fungsi lahan produktif, perubahan iklim yang dapat menyebabkan kekeringan dan gagal panen, pandemi serta krisis pangan global. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sumber pangan alternatif yang lebih adaptif terhadap kondisi spesifik lingkungan dan social masyarakat untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan dan peraturan pemerintah Nomor 17 tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, juga telah mengamanatkan diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan konsumsi beras dan terigu.
Kementerian
Pertanian
menempatkan
program
diversifikasi pangan lokal sebagai cara bertindak kedua (CB2) i
dalam program peningkatan ketersediaan pangan di era normal baru. Program akan difokuskan pada peningkatan penyediaan dan konsumsi jagung, ubi kayu, sagu, kentang, pisang dan talas untuk memenuhi kecukupan gizi masyarakat agar dapat hidup sehat, aktif, dan produktif. Program
diversifikasi
pangan
lokal
sumber
karbohidrat
pengganti beras dilaksanakan dari hulu ke hilir secara terintegrasi dan melibatkan multisektor. Untuk itu disusun Road Map Diversifikasi Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Pengganti Beras 2020-2024, sebagai acuan bagi masing-masing institusi terkait dalam menentukan target dan mengevaluasi capaian pelaksanaan kegiatan. Semoga setiap upaya yang dilakukan dapat mendukung percepatan
diversifikasi
pangan
dan
bermuara
pada
peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia yang sehat, aktif, produktif dan berdaya saing.
Jakarta,
Agustus 2020
Kepala Badan Ketahanan Pangan
Dr. Ir. Agung Hendriadi, M.Eng
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................... i DAFTAR ISI........................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ................................................................ v I.
PENDAHULUAN .............................................................. 1 A. LATAR BELAKANG ................................................. 1 B. TUJUAN .................................................................... 3 C. SASARAN ................................................................. 4 D. MANFAAT ................................................................. 4
II. KONDISI SAAT INI .......................................................... 5 A. PRODUKSI DAN KONSUMSI PANGAN LOKAL ...... 6 B. PELUANG DAN TANTANGAN ............................... 14 III. TARGET......................................................................... 21 IV. STRATEGI ..................................................................... 34 V. RENCANA AKSI ............................................................ 37 VI. PEMBIAYAAN ............................................................... 49
iii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Kenaikan konsumsi pangan sumber karbohidrat ubi kayu, jagung, sagu, kentang, pisang dan talas per tahun .....................................................22 Tabel 3.2 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Ubi Kayu .........................30 Tabel 3.3 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Jagung ............................31 Tabel 3.4 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Sagu ...............................31 Tabel 3.5 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Kentang ..........................32 Tabel 3.6 Target Penyediaan Lahan dana Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Pisang .............................32 Tabel 3.7 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Talas ...............................33 Tabel 5.1 Target penyediaan Lahan dan Produksi Untuk Peningkatan Konsumsi Pangan Lokal Non Beras ...................................................................40 Tabel 5.2 Matriks Rencana Aksi 2020-2024 Kementerian Pertanian ..............................................................41 Tabel 5.3 Matriks Dukungan Kegiatan Eselon I Lingkup Kementerian Pertanian .........................................42 Tabel 5.4 Matriks Dukungan Kegiatan Dari Kementerian/ Lembaga Lain ......................................................47 Tabel 5.5 Matriks Dukungan Kegiatan Dari BUMN, Swasta dan NGO ..............................................................48
iv
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Ubi Kayu ................................................................ 8 Gambar 2.2 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Jagung ............................................................. 8 Gambar 2.3 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Sagu ......................................................................... 9 Gambar 2.4 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Kentang ........................................................... 9 Gambar 2.5 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Pisang ..............................................................10 Gambar 2.6 Grafik Sebaran Konsumsi Talas .......................10 Gambar 2.7 Data Produksi dan Penggunaan Ubi Kayu .......11 Gambar 2.8 Data Produksi dan Penggunaan Jagung ..........12 Gambar 2.9 Data Produksi da Penggunaan Sagu ...............12 Gambar 2.10 Data Produksi dan Penggunaan Kentang ........13 Gambar 2.11 Data Produksi dan Penggunaan Pisang ...........13 Gambar 3.1 Trend Konsumsi Beras (kg/kapita/tahun) 2005-2019 dan Target Penurunan Konsumsi Beras ...............................................................21 Gambar 3.2 Target penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan lokal 20202024 .................................................................23 Gambar 3.3 Trend dan Target Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat Selain Beras .................................25 Gambar 3.4 Peta Sasaran Lokasi Diversifikasi Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Non Beras ..............29 Gambar 4.1 Situasi Produksi Pangan Lokal .........................35 Gambar 4.2 Peta Situasi Pola Konsumsi Pangan di Indonesia 2018 ................................................36
v
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada tahun 2020, Indonesia memasuki tahun pertama dari agenda pembangunan lima tahunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 sebagai tahap akhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025. Salah satu agenda dari pembangunan
lima
tahun
ke
depan
diarahkan
pada
peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal utama pembangunan nasional. Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan daya saing SDM yaitu sumber daya manusia yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan berkarakter. Sumberdaya manusia tangguh dan unggul tersebut ditentukan oleh asupan gizi yang dipenuhi dari pemenuhan kebutuhan pangan yang beragam. Ketahanan pangan nasional saat ini menghadapi tantangan yang cukup berat. Negara kepuIauan Indonesia memiliki jumlah pulau sebanyak 17.491 dan penduduk sebesar 269 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,1 persen per tahun (BPS, 2019), menjadikan pangan sebagai masalah yang sensitif baik dari sisi pemenuhan ketersediaan, akses maupun pemanfaatannya. Dari sisi penyediaan, penurunan luas lahan sawah ± 12,97% per tahun dapat berdampak pada menurunnya produksi beras sebagai bahan pangan pokok penduduk Indonesia. Selain itu,
1
perubahan iklim yang mempengaruhi perubahan suhu dan curah hujan berdampak pada ketersediaan air baik dari sisi kuantitas
maupun
kualitas
untuk
pertumbuhan
dan
produktivitas tanaman. Secara khusus, pertanaman padi yang membutuhkan ketersediaan air permukaan yang tinggi akan sangat rentan terhadap perubahan iklim sehingga produksi beras akan sangat dipengaruhi oleh anomali iklim. Pada sisi pola konsumsi pangan yang diindikasikan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH), Konsumsi Pangan juga masih menunjukkan kondisi yang belum ideal. Pada tahun 2018, skor PPH sebesar 91,3 dimana situasi konsumsi masyarakat Indonesia masih didominasi oleh kelompok padipadian terutama beras, yaitu sebesar 65,7 persen. Angka ini lebih
besar
jika
dibandingkan
dengan
angka
yang
direkomendasikan, yaitu sebesar 50 persen. Di sisi lain terdapat kecenderungan peningkatan konsumsi terigu. Bila angka konsumsi terigu yang cukup tinggi tersebut terus berlanjut akan menyebabkan Indonesia tergantung pada impor pangan. Dalam upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan lokal sumber karbohidrat penggatin beras pada tahun 2020 Kementerian Pertanian membangun Strategi Cara Bertindak (CB) Peningkatan Ketersediaan Pangan di Era New Normal. Strategi CB yang ke 2 ialah Pengembangan Diversifikasi Pangan Lokal berbasis kearifan lokal yang berfokus pada satu komoditas utama per provinsi. Masyarakat Indonesia telah mengenal berbagai jenis pangan penyedia kalori selain beras seperti ubi kayu, ubi jalar, talas/keladi/yam, kentang, garut, 2
ganyong, sukun, pisang, sagu, dan sorghum/hotong. Pangan lokal tersebut memiliki keunggulan dari sisi kandungan gizi antara lain : ubi kayu memiliki kandungan serat tinggi dan angka indeks glikemik rendah, ubi jalar kaya akan vitamin dan antioksidan, pisang kaya akan vitamin dan mineral, serta sagu dan talas memiliki kandungan kalsium yang tinggi. Fakta tersebut menunjukkan bahwa konsumsi pangan yang beragam merupakan aspek penting untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Dalam rangka percepatan peningkatan ketersediaan, akses dan konsumsi pangan lokal seperti ubi kayu, jagung, sagu, kentang, pisang dan talas, perlu disusun peta jalan (Roadmap) Diversifikasi Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Pengganti Beras tahun 2020 – 2024 sebagai acuan para pihak yang berkepentingan dalam menyusun dan melaksanakan program operasional.
B. TUJUAN 1. Menurunkan konsumsi beras 2 kg/kapita/tahun dan meningkatkan konsumsi pangan lokal sumber karbohidrat lainnya: ubi kayu 1,90 kg/kapita/tahun; jagung 0,21 kg/kapita/tahun; sagu 0,40 kg/kapita/tahun; kentang 0,83 kg/kapita/tahun; pisang 0,46 kg/kapita/tahun; dan talas 0,62 kg/kapita/tahun; 2. Meningkatkan produksi bahan baku pangan lokal non karbohidrat; 3. Menumbuhkan UMKM pangan penyedia pangan lokal.
3
C. SASARAN Sasaran kegiatan diversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat non beras adalah 34 provinsi dengan perincian sebagai berikut: 1. Ubi kayu: peningkatan produksi dan konsumsi di 17 provinsi; 2. Jagung: peningkatan produksi dan konsumsi di 7 provinsi; 3. Sagu: peningkatan produksi dan konsumsi di 7 provinsi; 4. Kentang:
peningkatan
produksi
di
4
provinsi
dan
peningkatan konsumsi di 5 provinsi; 5. Pisang: peningkatan produksi dan konsumsi di 4 provinsi; 6. Talas: peningkatan produksi dan konsumsi di 14 provinsi.
D. MANFAAT 1. Mewujudkan sumber daya manusia yang sehat, aktif, dan produktif melalui kecukupan pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman 2. Penyediaan pangan alternatif sumber karbohidrat lokal non beras 3. Menggerakan ekonomi masyarakat 4. Antisipasi krisis pangan global dan ancaman kekeringan
4
II. KONDISI SAAT INI Indonesia merupakan negara terbesar ketiga di dunia dalam keragaman
hayati.
Setidaknya
terdapat
77
jenis
sumber
karbohidrat, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, dan 110 jenis rempah dan bumbu-bumbuan yang dimiliki Indonesia. Data tersebut menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan pangan lokal sangat terbuka luas. Oleh karena itu perlu upaya strategis untuk pemanfaatan pangan lokal sebagai bagian dalam perwujudan ketahanan pangan nasional yang berdasarkan kedaulatan dan kemandirian pangan. Keragaman pangan lokal yang dimiliki negara kita sebenarnya tercermin dari kebiasaan makan atau pola konsumsi pangan masyarakat. Pola konsumsi pangan masyarakat ini berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya kondisi biotika lahan, ketersediaan pangan, sosial budaya, pengetahuan gizi, ekonomi dan lingkungan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa mengonsumsi aneka pangan lokal yang ada sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia sejak dahulu. Selain itu, sebagai negara yang luas Indonesia masih memiliki potensi lahan yang cukup besar. Luas daratan Indonesia sebesar 191,1 juta ha terdiri atas lahan basah dan lahan kering baru termanfaatkan 16,85% sehingga masih ada 83,15% potensi lahan yang dapat dikembangkan. Bila melihat lebih dalam, untuk pengembangan komoditas pangan lokal sumber karbohidrat kita memiliki potensi lahan kering seluas 144,5 juta ha dan baru 5
termanfaatkan 24,7 juta ha atau sekitar 17,09%. Masih besarnya potensi lahan yang dapat dikembangkan untuk komoditas pangan lokal sumber karbohidrat tersebut menjadi salah satu modal utama untuk menjamin ketersediaan bagi masyarakat.
A. PRODUKSI DAN KONSUMSI PANGAN LOKAL Pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia saat ini masih belum beragam yang tercermin dari capaian skor pola pangan harapan (PPH) pada tahun 2019 sebesar 90,8. PPH merupakan parameter yang menunjukkan kualitas konsumsi pangan masyarakat. Semakin tinggi skor PPH, konsumsi pangan semakin beragam dan bergizi seimbang dengan skor PPH ideal 100. Berdasarkan capaian skor PPH menunjukkan bahwa konsumsi kelompok padi-padian tahun 2019 sebesar 114,3 kg/kap/tahun telah melebihi konsumsi ideal yang dianjurkan yaitu 100,4 kg/kap/tahun, dimana 82,98% dari total konsumsi kelompok pangan ini disumbang oleh konsumsi beras, 1,5% konsumsi jagung dan sisanya konsumsi terigu. Sedangkan konsumsi umbi-umbian cenderung masih dibawah anjuran yaitu 15,9 kg/kap/tahun dari konsumsi ideal 36,5 kg/kap/tahun. Walaupun demikian, sebenarnya tren konsumsi beras telah menurun. Namun penurunannya ini tidak diiringi dengan peningkatan konsumsi pangan lokal sumber karbohidrat tetapi justru konsumsi terigu mengalami peningkatan. Bila melihat tren konsumsi pangan sumber karbohidrat lokal untuk beberapa komoditas seperti ubi kayu dan kentang masih 6
mengalami peningkatan walaupun tidak signifikan. Sedangkan konsumsi komoditas sagu, pisang dan jagung justru menurun. Penurunan yang cukup tajam terjadi pada konsumsi sagu dari 0,47 kg/kap/tahun pada tahun 2013 menjadi 0,34 kg/kap/tahun pada tahun 2019. Sebaran konsumsi tersebut tidak serta merta menggambarkan sebaran produksinya. Provinsi dengan konsumsi ubi kayu paling tinggi seperti Papua hanya berada pada urutan ke-28 dalam hal jumlah produksi per tahun. Hal ini terjadi karena produksi ubi kayu yang tinggi di daerah sentra seperti Lampung, Pulau Jawa dan NTT sebagian besar diperuntukkan sebagai bahan baku industri dan hanya sebagian kecil yang dikonsumsi. Oleh karena itu tidak ada korelasi yang positif antara sebaran produksi dan konsumsi pangan. Sebaran konsumsi dan produksi untuk enam komoditas pangan lokal sumber karbohidrat pengganti beras bisa dilihat pada gambar 2.1-2.6.
7
8
Gambar 2.2 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Jagung
Gambar 2.1 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Ubi Kayu
9
9
Gambar 2.4 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Kentang
Gambar 2.3 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Sagu
10
Gambar 2.6 Grafik Sebaran Konsumsi Talas
Gambar 2.5 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Pisang
Apabila angka produksi dan penggunaan disandingkan seperti pada gambar 2.7-2.11, maka terlihat bahwa produksi komoditas pangan lokal saat ini hanya cukup untuk memenuhi total penggunaan yang terdiri dari konsumsi pangan langsung rumah tangga dan konsumsi di luar rumah tangga, bahkan ada komoditas yang produksinya justru lebih rendah dibandingkan kebutuhan seperti jagung. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan konsumsi pangan untuk enam komoditas sebagai dampak dari penurunan konsumsi beras dalam upaya diversifikasi pangan pokok sumber karbohidrat, maka produksi yang ada saat ini tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi pangan masyarakat. Oleh karena itu, upaya peningkatan konsumsi seharusnya diikuti dengan peningkatan produksi pangan enam komoditas tersebut.
Gambar 2.7. Data Produksi dan Penggunaan Ubi Kayu
11
Gambar 2.8. Data Produksi dan Penggunaan Jagung
Gambar 2.9. Data Produksi dan Penggunaan Sagu
12
Gambar 2.10. Data Produksi dan Penggunaan Kentang
Gambar 2.11. Data Produksi dan Penggunaan Pisang
13
B. PELUANG DAN TANTANGAN B.1. PELUANG 1. Pangan lokal tersedia dan biasa dikonsumsi oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kalori Meskipun
pangan
pokok
penduduk
Indonesia
umumnya adalah beras, namun banyak jenis pangan sumber karbohidrat lainnya yang dibudidayakan untuk dikonsumsi oleh masyarakat meskipun dalam skala terbatas dan tidak lagi sebagai pangan pokok. Bahan pangan tersebut antara lain adalah ubi kayu, ubi jalar, talas/keladi, kentang, garut, ganyong, sukun, pisang, sagu, sorgum/hotong, hanjeli, iles-iles dan sebagainya. 2. Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap kesehatan sehingga memilih pangan yang beragam dan memiliki kandungan gizi dan vitamin/mineral yang tinggi Saat ini, tujuan mengonsumsi pangan tidak lagi sekedar untuk rasa kenyang. Masyarakat memilih makanan yang dikonsumsinya untuk memperoleh asupan gizi yang seimbang agar tetap sehat sehingga dapat tumbuh dan beraktivitas secara optimal serta berumur panjang. Semakin beragam makanan yang dikonsumsi maka semakin baik untuk kesehatan, karena tidak ada satu jenis pun makanan yang memiliki kandungan gizi lengkap yang dibutuhkan tubuh. Konsumsi pangan idealnya dipenuhi dari beragam
14
kelompok pangan sebagai sumber energi, protein serta vitamin
dan
mineral.
Kelompok
pangan
yang
dikonsumsi tersebut seyogyanya tidak hanya beragam antar kelompok pangan sebagai sumber zat gizi, tetapi juga beragam jenisnya dalam kelompok penghasil zat gizi yang sama. Sebagai contoh, apabila dalam kelompok pangan sumber karbohidrat yang dikonsumsi beragam (tidak hanya nasi, tetapi juga ubi kayu, jagung, sagu, kentang, pisang, atau talas), maka asupan zat gizi juga semakin beragam. Selain itu, pangan lokal sumber karbohidrat non beras memiliki keunggulan dan manfaat yang berbeda-beda untuk kesehatan. Ubi kayu memiliki kandungan karbohidrat dan serat yang tinggi, serta Indeks Glikemik menengah sehingga baik dikonsumsi oleh penderita diabetes. Kentang mengandung vitamin B dan pati resisten yang bermanfaat bagi pencernaan. Talas memiliki kandungan vitamin dan mineral yang cukup tinggi, terutama vitamin B1, phosphor (P), besi (Fe), serta mengandung antioksidan yang bermanfaat dalam mencegah
kanker.
Sorgum
memiliki
kandungan
protein, kalsium, zat besi, fosfor,dan vitamin B1 yang lebih tinggi dibanding beras serta kandungan gula rendah dan kandungan serat tinggi.
15
3. Meningkatnya jumlah UMKM pengolah pangan lokal Produksi olahan pangan lokal oleh UMKM terus meningkat dari tahun ke tahun baik dari sisi jumlah dan jenisnya. Bahan baku diolah menjadi tepung agar konsumen lebih mudah untuk mengolah menjadi beragam
makanan.
Banyak
UMKM
juga
telah
memproduksi makanan siap saji yang telah dibekukan, sehingga konsumen milenial yang sibuk dan penyuka kepraktisan
hanya
perlu
beberapa
menit
untuk
memanaskan saja sebelum mengkonsumsi pangan lokal. Usaha pengolahan pangan lokal seperti ini sangat memudahkan masyarakat untuk memperoleh kemudian mengkonsumsi pangan lokal. Di sisi lain, meningkatnya permintaan konsumen terhadap pangan lokal juga akan mendorong berkembangnya UMKM olahan pangan.
B.2. TANTANGAN 1. Ketersediaan bahan baku pangan lokal masih terbatas Ketersediaan bahan baku pangan lokal untuk industri olahan dan konsumsi dari sisi kuantitas, kualitas dan kontinuitas masih perlu ditingkatkan. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar pangan lokal dibudidayakan dengan benih/bibit dan teknologi yang belum sesuai dengan standar. Jika dibandingkan dengan beras, ketersediaan pangan lokal belum 16
mencukupi kebutuhan dalam negeri yang terdiri dari konsumsi langsung, industri dan pakan. Oleh karena itu harus dillakukan upaya-upaya untuk meningkatkan produksi
dan
produktivitas
dengan
pendekatan
teknologi dan menjadikan pangan lokal sebagai salah satu prioritas program dan anggaran. 2. Harga pangan lokal kurang kompetitif Harga menjadi pertimbangan penting ketika konsumen membeli bahan pangan/makanan. Harga rata-rata pangan lokal saat ini tidak kompetitif dibandingkan dengan beras dan terigu karena masih relative lebih mahal. Di wilayah sentra produksi, harga pangan lokal mentah/segar relatif murah, namun bisa meningkat 2 – 3 kali lipat harganya di perkotaan, apalagi untuk pangan lokal yang telah diolah. Hal ini terjadi karena jumlah produksi rendah dan masih terbatas di wilayah tertentu saja sehingga harga bahan baku cenderung mahal. Harga bahan baku yang mahal menyebabkan olahan pangan lokal menjadi tidak murah. Harga pangan lokal dapat lebih kompetitif apabila produksi dapat
ditingkatkan
hingga
mencapai
kapasitas
produksi maksimumnya. Selain itu, biaya pengolahan produk pangan lokal juga cukup tinggi sehingga menyebabkan harga jual produk pangan lokal kurang kompetitif dibandingkan beras dan terigu.
17
3. Preferensi terhadap pangan lokal masih rendah Selain harga dan kemudahan akses, konsumsi juga dipengaruhi oleh selera dan preferensi masyarakat terhadap makanan. Preferensi masyarakat terhadap pangan lokal sebagai pangan pokok ternyata tidak setara dengan beras atau terigu. Perkembangan pola konsumsi periode 2014 – 2019 menunjukkan bahwa asupan sumber karbohidrat masih didominasi oleh kelompok padi-padian terutama beras dan terigu, sedangkan kontribusi dari umbi-umbian masih rendah. Konsumsi beras per kapita berkurang dari tahun ke tahun. Pada tahun 2019 konsumsi beras nasional sebesar 94,9 kg/kap/tahun turun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 97,1 kg/kap/tahun. Namun sayangnya penurunan konsumsi beras tersebut justru diikuti dengan peningkatan konsumsi terigu dan bukan oleh pangan lokal. Data tahun 2014 menunjukkan angka konsumsi terigu sebesar 10,3 kg/kap/th meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 17,8 kg/kap/th pada tahun 2019. Konsumsi kelompok serealia lainnya yaitu jagung cenderung stabil di angka yang relatif rendah. Konsumsi jagung untuk pangan pada tahun 2019 sebesar 1,7 kg/kap/tahun meningkat 0,1 kg dari tahun 2018 yang sebesar 1,6 kg/kap/tahun. Beralihnya konsumsi masyarakat dari beras ke terigu dipengaruhi oleh beberapa penyebab antara lain, harga terigu murah, mudah diperoleh dan diolah
18
menjadi aneka jenis makanan. Rendahnya preferensi masyarakat terhadap pangan lokal disebabkan karena adanya anggapan bahwa pangan lokal seperti jagung, ubi kayu, talas, sagu lebih inferior dibandingkan beras dan terigu. Selain itu bantuan-bantuan pangan natura biasanya diberikan dalam bentuk beras maupun mie instan,
juga
turut
mempengaruhi
preferensi
masyarakat. 4. Skala Usaha dan Kemasan UMKM Pengolah Pangan Masih Terbatas Harga pangan lokal yang kurang kompetitif tidak hanya disebabkan oleh harga bahan baku yang mahal, tetapi juga skala usaha dari UMKM pengolah pangan. Umumnya, produk pangan yang diolah secara massal dalam jumlah banyak harganya bisa jauh lebih murah dibandingkan dengan produk sejenis yang diolah secara terbatas. Dengan kapasitas olah yang tinggi, proses pengolahan menggunakan input bisa lebih efisien, sehingga ongkos produksi per kg produk yang dihasilkan pun bisa lebih ditekan. Skala usaha yang masih terbatas membuat proses pengolahan UMKM pangan lokal kurang efisien, sehingga ongkos produksi dan harga akhir produk cenderung lebih mahal dibanding produk pangan yang diolah secara masal. Selain skala usaha, kemasan olahan pangan lokal juga masih terbatas, biasanya menggunakan kemasan plastik sederhana dengan sablon brand/merk. 19
Kemasan lain seperti pouch aluminium dengan stiker juga telah digunakan untuk produk-produk pangan lokal tertentu. Kemasan yang kurang menarik ini sedikit banyak berpengaruh terhadap penerimaan produk pangan lokal oleh konsumen.
20
III. TARGET Konsumsi beras sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2019 cenderung menurun dengan rata-rata penurunan sebesar 0,7% per tahun. Konsumsi beras pada tahun 2024 diperkirakan sebesar 91,2 kg/kapita/tahun atau turun sebesar 3,9% dari konsumsi pada tahun dasar 2019. Angka penurunan konsumsi beras harus diupayakan lebih tinggi agar dapat mendorong konsumsi masyarakat lebih beragam dan memilih pangan lokal untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Oleh karena itu diperlukan intervensi dan upaya khusus untuk memacu penurunan konsumsi beras melalui program diversifikasi pangan lokal. 110
105
105,2 104,0
100
104,9 102,2 101,7 100,0 99,7 96,6 96,3 96,2 96,9
99,1 95,4
95 90
97,1
94,9 93,9 93,3 92,6 91,9 91,2 92,9
85
90,9
89,0
87,0
80 tanpa intervensi
baseline
85,0
dengan intervensi
Gambar 3.1 Trend Konsumsi Beras (kg/kapita/tahun) 2005-2019 dan Target Penurunan Konsumsi Beras
Target program diversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat non beras
adalah
menurunkan
konsumsi
beras
sebesar
2
kg/kapita/tahun. Sehingga angka konsumsi beras pada tahun 2024 diperkirakan akan turun menjadi 85 kg/kapita/tahun atau turun sebesar 10,4% dari konsumsi tahun dasar (2019). Program intervensi untuk menurunkan konsumsi beras yang dilakukan dapat 21
mempercepat tambahan penurunan konsumsi beras hingga 6,5% dibandingkan
apabila
penurunan
dilakukan
tanpa
program
intervensi. Penurunan tersebut setara dengan 1,8 juta ton beras senilai 17,8 triliun rupiah. Bersamaan dengan berkurangnya konsumsi beras juga dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan konsumsi pangan lokal yaitu jagung, ubi kayu, sagu, kentang, pisang dan talas. Jumlah kenaikan pangan sumber karbohidrat pengganti beras didasarkan pada perhitungan konsumsi satu porsi nasi (175 kkal) setara dengan 50 gram beras. Berdasarkan perhitungan tersebut dan kontribusi masing-masing bahan pangan terhadap penurunan konsumsi beras sebesar 2 kg/kapita/tahun, maka diperoleh kenaikan konsumsi
masing-masing
bahan
pangan
antara
0,21-1,90
kg/kapita/tahun (Tabel 3.1). Tabel 3.1 Kenaikan konsumsi pangan sumber karbohidrat: ubi kayu, jagung, sagu, kentang, pisang dan talas per tahun. No 1 2 3 4 5 6
Jenis Pangan Ubi Kayu Jagung Sagu Kentang Pisang Talas
Kontribusi (%) 40 10 20 10 10 10
Berat setara dengan Kalori 50 g Beras (g) 120 52.8 50 210 117 156
Kenaikan Konsumsi (kg/kapita/tahun) 1.90 0.21 0.40 0.83 0.46 0.62
Angka kenaikan konsumsi per tahun digunakan untuk menghitung target kenaikan konsumsi pangan untuk masing-masing komoditas pangan sumber karbohidrat non beras. Pada tahun 2020, konsumsi beras ditargetkan turun menjadi 92,9 kg/kap/tahun, sedangkan konsumsi talas, pisang, kentang, sagu, ubi kayu dan jagung
22
ditargetkan meningkat menjadi masing-masing 1,2, 7,7, 3,7, 0,7, 10,5, dan 2,2 kg/kapita/tahun (Gambar 3.2). Untuk peningkatan target
konsumsi
tahun-tahun
selanjutnya
dihitung
dengan
menggunakan target tahun berjalan ditambah dengan angka kenaikan konsumsi per komoditas bahan pangan pada tabel 3.1.
Gambar 3.2. Target penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan lokal 2020-2024 Target
peningkatan
konsumsi
ubi
kayu
sebesar
1,90
kg/kapita/tahun diharapkan dapat mendongkrak konsumsi ubi kayu menjadi 18,1 kg/kapita/tahun pada tahun 2024, lebih tinggi dibandingkan kondisi tanpa intervensi sebesar 13,4 kg/kapita/tahun (Gambar
3.3.A).
Jika
tidak
dilakukan
intervensi
program
diversifikasi pangan lokal, konsumsi jagung diperkirakan akan turun dari 1,7 g/kapita/tahun pada tahun dasar menjadi 1,4 g/kapita/tahun pada tahun 2024 (Gambar 3.3. B). Target peningkatan konsumsi jagung yang ditetapkan sebesar 0,21 kg/kapita/tahun akan meningkatkan
rata-rata
konsumsi
jagung
menjadi
2,7
kg/kapita/tahun pada tahun 2024. Seperti halnya jagung, konsumsi 23
sagu diperkirakan Target peningkatanturun konsumsi menjadipangan 0,2 kg/kapita/tahun sumber karbohidrat pada tahun non 2024, akan sehingga diperlukan dengan yang menetapkan target beras difokuskan padaintervensi provinsi-provinsi telah memiliki peningkatan konsumsi 0,40dasar kg/kapita/tahun (Gambar angka konsumsi cukup sagu tinggisebesar pada tahun 2019 (Gambar 3.4). 3.3.C). Target peningkatan tersebut diharapkan dapat menaikkan Langkah ini didasarkan pada pertimbangan bahwa masyarakat di konsumsi sagu menjadi sebesar 2,3 kg/kapita/tahun padapangan tahun provinsi tersebut telah terbiasa mengkonsumsi bahan 2024. Konsumsi diperkirakankonsumsi akan tetap 2,9 tersebut, sehinggakentang upaya peningkatan akansebesar relatif lebih kg/kapita/tahun pada tahunpeningkatan 2024 (Gambar 3.3.D).Oleh karena itu, mudah dilakukan. Upaya konsumsi pangan sumber target peningkatan konsumsi kentang sebesar 0,83 kg/kapita/tahun karbohidrat di suatu wilayah akan memerlukan tambahan diharapkan mendongkrak konsumsi 7,0 penyediaan dapat (produksi), yang dapat dipenuhikentang melalui menjadi peningkatan kg/kapita/tahun pada perluasan tahun 2024. sempat mengalami produktivitas maupun arealSetelah dalam jumlah terbatas. penurunan pada tahun 2019, konsumsi pisang diperkirakan Peningkatan konsumsi jagung akan difokuskan pada 7 (tujuh) mengalami sedikit kenaikan dengan trend fluktuatif menjadi provinsi yaitu NTT, Gorontalo, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Tengah, sebesar 7,5 kg/kapita/tahun pada tahun 2024 Gambar 3.3.E). Bali dan Lampung (Tabel 3.2). Ketujuh provinsi ini tidak hanya Dengan target konsumsi yang ditetapkan sebesar 0,62 memiliki konsumsi jagung yang tinggi, namun juga produksi dan kg/kapita/tahun, maka konsumsi pisang diperkirakan dapat luas panen jagung yang tinggi, sehingga peningkatan produksi mencapai 9,5 kg/kapita/tahun pada tahun 2024. Seperti halnya dapat dilakukan melalui intensifikasi dengan target produktivitas konsumsi pisang, tanpa adanya intervensi maka konsumsi talas sebesar 10 ton/ha. Peningkatan produksi jagung difokuskan pada hanya mengalami sedikit kenaikan menjadi 0,9 kg/kapita/tahun varietas jagung yang digunakan untuk konsumsi pangan. pada tahun 2024 (Gambar 3.3.F). Intervensi yang dilakukan dengan Peningkatan produksi untuk memenuhi target konsumsi ubi kayu di meningkatkan konsumsi talas sebesar 0,46 kg/kapita/tahun 17 provinsi dapat dilakukan melalui intensifikasi dengan target diharapkan dapat menaikkan konsumsi talas menjadi sebesar 3,7 produktivitas 40 ton/ha dan ekstensifikasi dalam luasan yang kg/kapita/tahun pada tahun 2024. terbatas. Ekstensifikasi diperlukan terutama untuk provinsi-provinsi yang telah melampui target produktivitas yaitu Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Target penyediaan lahan dan produksi untuk program diversifikasi ubi kayu disampaikan pada Tabel 3.3. Peningkatan produksi ubi kayu difokuskan pada varietas ubi kayu
24 26
7,4
9,5
8,6
16,2
18,1
13,4 12,1 12,8 10,8 11,5
10,5
12,4
14,3
2,6
2,4
2,9
2,8
3,7
2,8
4,5
2,8
5,4
2,9
6,2
2,9
7,0
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024
2,4
2,9
D. KENTANG
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024
6,5
12,4
A. UBI KAYU
1,8 1,5
1,6 1,7
1,7 1,5
1,9
1,5
2,1
1,4
2,3
1,4
2,5
1,4
2,7
7,6
8,1 7,2 7,8
7,7 7,7
8,1 7,6
8,6
7,5
9,1
7,5
9,5
0
0
2
3
4
0
1
2
3
1
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024
7,8
9,1
E. PISANG
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024
1,8
B. JAGUNG
4
8
12
16
0
2
4
6
0,5 0,4
0,4
0,3
0,3
0,3
1,1
0,2
1,5
0,2
1,9
0,2
2,3
0,5
0,7
0,6
0,6 0,7
1,2
0,8
1,8
0,8
2,4
0,8
3,1
0,9
3,7
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024
0,5
0,9
F. TALAS
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024
0,5
0,7
C. SAGU
25
25
Gambar 3.3. Trend dan Target Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat Selain Beras: A. Ubi Kayu, B. Jagung, C. Sagu, D. Kentang, E, Pisang, dan F. Talas trend normal trend intervensi.
0
2
4
6
8
0
10
20
30
Target peningkatan konsumsi pangan sumber karbohidrat non beras akan difokuskan pada provinsi-provinsi yang telah memiliki angka konsumsi cukup tinggi pada tahun dasar 2019 (Gambar 3.4). Langkah ini didasarkan pada pertimbangan bahwa masyarakat di provinsi tersebut telah terbiasa mengkonsumsi bahan pangan tersebut, sehingga upaya peningkatan konsumsi akan relatif lebih mudah dilakukan. Upaya peningkatan konsumsi pangan sumber karbohidrat di suatu wilayah akan memerlukan tambahan penyediaan (produksi), yang dapat dipenuhi melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal dalam jumlah terbatas. Peningkatan konsumsi jagung akan difokuskan pada 7 (tujuh) provinsi yaitu NTT, Gorontalo, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Tengah, Bali dan Lampung (Tabel 3.2). Ketujuh provinsi ini tidak hanya memiliki konsumsi jagung yang tinggi, namun juga produksi dan luas panen jagung yang tinggi, sehingga peningkatan produksi dapat dilakukan melalui intensifikasi dengan target produktivitas sebesar 10 ton/ha. Peningkatan produksi jagung difokuskan pada varietas jagung yang digunakan untuk konsumsi pangan. Peningkatan produksi untuk memenuhi target konsumsi ubi kayu di 17 provinsi dapat dilakukan melalui intensifikasi dengan target produktivitas 40 ton/ha dan ekstensifikasi dalam luasan yang terbatas. Ekstensifikasi diperlukan terutama untuk provinsi-provinsi yang telah melampui target produktivitas yaitu Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Target penyediaan lahan dan produksi untuk program diversifikasi ubi kayu disampaikan pada Tabel 3.3. Peningkatan produksi ubi kayu difokuskan pada varietas ubi kayu
26
yang digunakan sebagai bahan pangan segar dan bukan ubi kayu sebagai bahan baku tapioka. Peningkatan konsumsi sagu akan difokuskan pada provinsiprovinsi penghasil sagu yaitu Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua dan Papua Barat. Kebutuhan peningkatan konsumsi tersebut dapat dipenuhi melalui intensifikasi dengan target produktivitas 5 ton/ha dan perluasan areal pertanaman terbatas di provinsi Riau (Tabel 3.4). Peningkatan konsumsi Kentang akan difokuskan pada 5 (lima) provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Peningkatan konsumsi di kelima provinsi tersebut seluruhnya dapat dipenuhi melalaui intensifikasi dengan target produksi 35 ton/ha. Khusus untuk provinsi DKI Jakarta, pemenuhan konsumsi pangan dapat dibebankan pada peningkatan produksi di provinsi Jawa Barat (Tabel 3.5). Peningkatan konsumsi pisang difokuskan pada provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Maluku Utara (Tabel 3.6). Peningkatan tersebut dapat dipenuhi dari intensifikasi dengan target produktivitas 100 ton per ha dan ekstensifikasi. Sebagai catatan, pisang yang dikembangkan dan dikonsumsi bukan merupakan pisang buah, melainkan pisang sumber pangan pokok seperti jenis kepok, tanduk, ‘goroho’, ‘mulu bebe’ dan pisang jenis plantain lainnya. Peningkatan konsumsi talas di 14 provinsi (Tabel 3.7) dapat dipenuhi dari peningkatan produksi melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Namun karena keterbatasan data, maka perhitungan
27
kebutuhan lahan untuk meningkatkan produksi talas masih didasarkan pada asumsi ekstensifikasi lahan.
28
29
29
Gambar 3.4. Peta Sasaran Lokasi Diversifikasi Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Non Beras
30
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung
Jawa Barat
DI Yogyakarta
Banten
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Jawa Tengah
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Total
Aceh
2
Provinsi
1
No.
5.563
793
30
119
186
104
136
262
52
1.806
62
239
46
354
430
26
101
52.683
9.324
331
1.296
1.372
1.097
1.455
4.559
1.219
17.139
487
3.059
535
3.309
1.277
1.218
4.078
931
Ton
Ha 816
Produksi
Lahan
2020
5.043
794
31
120
187
106
137
266
53
1.828
62
240
46
357
433
26
102
53.165
9.336
338
1.308
1.383
1.109
1.467
4.617
1.243
17.351
492
3.074
540
3.341
1.285
1.230
4.109
943
Ton
Produksi
2021
253
Ha
Lahan 24 27
4.816
796
32
121
190
107
139
269
55
1.853
63
194
47
361
437
53.108
9.359
346
1.323
1.399
1.122
1.482
4.680
1.268
17.582
499
2.482
544
3.378
1.296
1.245
4.146
957
Ton
Produksi
2022
103
Ha
Lahan 24 27
4.956
797
32
122
192
108
140
273
56
1.875
64
290
47
365
439
54.835
9.376
354
1.335
1.415
1.136
1.497
4.740
1.294
17.797
504
3.715
549
3.412
1.304
1.258
4.180
969
Ton
Produksi
2023
104
Ha
Lahan
4.619
799
33
123
194
109
141
276
57
1.898
65
243
47
368
109
27
105
25
Ha
Lahan
Tabel 3.2 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Ubi Kayu
54.708
9.389
362
1.347
1.430
1.149
1.509
4.795
1.318
18.009
509
3.118
552
3.444
1.312
1.272
4.212
982
Ton
Produksi
2024
31
Gorontalo
Jawa Timur
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Tengah
Bali
Lampung
2
3
4
5
6
7
21
2.436
54
51
37
266
935
10.310
273
309
275
859
5.113
98
3.383
Ton
Ha 1.071
Produksi
Lahan
2.489
52
45
42
192
900
66
1.192
Ha
Lahan
10.455
265
271
311
618
4.920
302
3.768
Ton
Produksi
2021
2.497
43
46
43
194
900
66
1.206
Ha
Lahan
10.469
216
275
315
626
4.921
304
3.812
Ton
Produksi
2022
2.535
63
47
44
197
899
67
1.220
Ha
Lahan
10.630
319
279
320
634
4.918
306
3.854
Ton
Produksi
2023
Kepulauan Riau
Sulawesi Tenggara
Maluku
Papua
Papua Barat
Sulawesi Selatan
3
4
5
6
7
Total
Riau
2
Provinsi
1
No.
3.081
530
242
1.321
322
604
19
11.647
2.013
974
4.380
1.449
2.435
82
313
Ton
Ha 43
Produksi
Lahan
2020
20
44
3.154
537
252
1.352
328
621
Ha
Lahan
11.925
2.040
1.015
4.483
1.476
2.501
87
322
Ton
Produksi
2021
21
45
3.228
544
262
1.384
334
637
Ha
Lahan
12.206
2.067
1.058
4.588
1.503
2.567
91
331
Ton
Produksi
2022
22
47
31
3.300
551
273
1.414
340
653
Ha
Lahan
12.483
2.093
1.101
4.688
1.530
2.634
96
341
Ton
Produksi
2023
Tabel 3.4 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Sagu
Total
Nusa Tenggara Timur
Provinsi
1
No.
2020
Tabel 3.3 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Jagung
23
48
3.371
557
284
1.443
346
670
Ha
Lahan
12.753
2.118
1.143
4.784
1.556
2.700
101
350
Ton
Produksi
10.624
269
283
324
642
4.909
307
3.889
Ton
Produksi
2024
2.539
53
47
44
199
898
67
1.231
Ha
Lahan
2024
32
1.999 3.105
Sumatera Barat
Jambi
DKI Jakarta
Jawa Barat
Total
2
3
4
5 46.066
27.453
-
3.056
5.009
3.157
2.032
-
190
347
588
Ha
Lahan
46.846
27.910
-
3.105
5.106
10.725
Ton
Produksi
2021
3.210
2.066
-
193
354
598
Ha
Lahan
47.633
28.370
-
3.155
5.203
10.904
Ton
Produksi
2022
3.261
2.098
-
196
360
607
Ha
Lahan
48.392
28.815
-
3.202
5.298
11.077
Ton
Produksi
2023
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
Maluku Utara
2
3
4
Total
Sulawesi Utara
Provinsi
1
No.
1.002
99
253
508
41.107
5.375
4.042
25.529
6.161
Ton
Ha 142
Produksi
Lahan
2020
972
55
259
515
143
Ha
Lahan
41.760
5.509
4.139
25.874
6.238
Ton
Produksi
2021
808
56
85
522
145
Ha
Lahan
42.401
5.639
4.237
26.217
6.308
Ton
Produksi
2022
776
58
43
529
147
Ha
Lahan
43.021
5.768
4.330
26.547
6.377
Ton
Produksi
2023
87
518
59
44
328
Ha
Lahan
49.131
29.248
-
3.247
5.393
43.627
5.899
4.423
26.865
6.439
Ton
Produksi
2024
3.311
2.130
-
199
367
11.243
Ton
Produksi
2024
616
Ha
Lahan
Tabel 3.6 Target Penyediaan Lahan dana Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Pisang
-
187
341
10.548
Ton
578
Ha
Sumatera Utara
1
Produksi
Lahan
Provinsi
No.
2020
Tabel 3.5 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Kentang
33
29
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Nusa Tenggara Timur
Bali
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Barat
Maluku Utara
Kalimantan Tengah
Jawa Barat
Jawa Timur
Jawa Tengah
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Total
21
Maluku
3
532
32
58
71
5
3
34
46
20
33
13
86
Papua
2
5.320
324
585
714
54
34
289
213
341
459
204
335
130
859
780
Ton
Ha 78
Produksi
Lahan
Papua Barat
Provinsi
1
No.
2020
76
585
37
57
83
11
5
22
24
31
50
23
37
22
107
Ha
Lahan
5.848
367
571
828
106
51
224
238
311
501
232
369
223
1.074
755
Ton
Produksi
2021
78
594
37
57
84
11
5
23
24
32
51
23
37
23
109
Ha
Lahan
5.939
369
572
841
108
52
228
241
316
508
233
375
226
1.092
780
Ton
Produksi
2022
33
81
603
37
57
85
11
5
23
24
32
52
23
38
23
111
Ha
Lahan
6.028
371
573
853
109
53
232
245
321
516
234
381
229
1.108
805
Ton
Produksi
2023
Tabel 3.7 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Talas
611
37
57
87
11
5
24
25
33
52
23
39
23
112
83
Ha
Lahan
6.111
372
574
865
111
54
235
247
327
522
235
387
232
1.122
830
Ton
Produksi
2024
IV. STRATEGI Strategi merupakan penjabaran dari arah kebijakan diversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat pengganti beras yang merupakan cara bertindak kedua (CB2) di era new normal. Pemilihan dan penentuan strategi yang tepat akan mempengaruhi pencapaian diversifikasi pangan lokal sesuai visi yang diharapkan. Untuk itu, strategi yang akan dijalankan dalam mewujudkan diversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan Ketersediaan Pangan Lokal Selama kurun waktu 5 tahun terakhir, produksi beberapa komoditas
pangan
lokal
cenderung
menurun
sehingga
ketersediaannya tidak dapat memenuhi kebutuhan (Gambar 4.1). Oleh karena itu, untuk meningkatkan ketersediaan pangan lokal diperlukan tambahan produksi seiring dengan peningkatan konsumsi pangan lokal tersebut. Upaya peningkatan produksi pangan lokal diutamakan dengan meningkatkan produktivitas melalui pemanfaatan teknologi budidaya, penggunaan bibit unggul, dan peningkatan skala usaha tani.
34
Sumber : BPS dan Kementan
Gambar 4.1. Situasi Produksi Pangan Lokal
2. Meningkatkan Akses Masyarakat terhadap Pangan Lokal Aksesibilitas masyarakat terhadap pangan lokal dicerminkan dari kemampuan masyarakat memperoleh pangan lokal secara fisik dan ekonomi. Oleh karena itu stabilisasi pasokan dan harga pangan lokal harus senantiasa dijaga, antara lain melalui: (i) penerapan teknologi pasca panen dan pengolahan; (ii) pengembangan sistem penyimpanan dan manajemen stok; (iii) pengembangan industri pangan lokal berbasis UMKM dan industri besar.
35
3. Mendorong Pemanfaatan Pangan Lokal Kecenderungan masyarakat dalam mengonsumsi pangan lokal secara rata-rata nasional mengalami penurunan. Bahkan, di beberapa daerah yang masyarakatnya mengonsumsi pangan pokok lokal secara beragam telah bergeser. Pola konsumsi pangan pokok mereka didominasi oleh beras dan mie berbasis terigu (Gambar 4.2).
Sumber : Susenas 2018 BPS, diolah BKP Kementan
Gambar 4.2. Peta Situasi Pola Konsumsi Pangan di Indonesia 2018. Keterangan: B: Beras; T: Terigu; J: Jagung; UJ: Ubi Jalar; S: Sagu
Upaya untuk mendorong pemanfaatan pangan lokal dilakukan melalui edukasi masyarakat, sehingga akan tumbuh kesadaran bahwa pangan lokal dapat menggantikan beras dan terigu untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi. Selain itu, promosi secara masif dan terus-menerus di berbagai media perlu dilakukan untuk mengubah mindset masyarakat bahwa pangan lokal memiliki keunggulan nilai gizi dan menyehatkan.
36
V. RENCANA AKSI Rencana aksi diversifikasi pangan sumber karbohidrat non beras disusun untuk mencapai target yang telah ditetapkan dari 3 (tiga) aspek yaitu meningkatkan ketersediaan 6 (enam) komoditas pangan lokal sumber karbohidrat, memudahkan akses terhadap pangan tersebut dan meningkatkan keragaman konsumsi pangan lokal. 5.1. MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PANGAN LOKAL A. Meningkatkan Produktivitas 1. Perbaikan Teknologi Budidaya dan Penerapan GAP melalui sekolah lapang dan pendampingan 2. Penyediaan benih/bibit unggul (bersertifikat) • Pengembangan bibit unggul • Pengadaan bibit unggul 3. Riset inovasi budidaya B. Memperluas Areal Pertanaman 1. Penyediaan/Pembukaan
Lahan
Baru/Pemanfaatan
Lahan Tidur/Marginal 2. Penyediaan Sarana dan Prasarana Pertanian 3. Penetapan cluster pertanaman 5.2. MENINGKATKAN AKSES UNTUK TERHADAP PANGAN LOKAL A. Stabilisasi Pasokan Dan Harga 1. Bantuan alat pasca panen dan pengolahan
37
2. Bantuan fasilitas penyimpanan 3. Pendampingan/pelatihan
petani/UMKM
mengenai
teknologi pasca panen dan pengolahan 4. Riset inovasi pengolahan B. Memperluas Skala Usaha Dan Kemitraan 1. Pendampingan UMKM untuk pengelolaan usaha 2. Fasilitasi kerjasama kontrak farming UMKM dengan industri besar/ritel 3. Fasilitasi outlet pangan lokal di Toko Tani Indonesia Center/Pasar Mitra Tani dan Toko Tani Indonesia/Toko MitraTani dan industri besar/ritel. 5.3. PEMANFAATAN PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIRAT A. Edukasi 1. Menyelenggarakan webinar/talkshow (aspek kesehatan, ekonomi, sosial) 2. Menyediakan bahan edukasi untuk anak sekolah dan masyarakat 3. Event outdoor (gathering, car free day, pameran) B. Promosi 1. Kampanye melalui media sosial, televisi, ruang public, demo masak, kerjasama konten dengan program master chef Indonesia 2. Menyediakan produk pangan lokal kepada masyarakat Rencana aksi penyediaan pangan lokal non beras disusun berdasarkan target yang telah ditetapkan pada tabel 5.1. 38
Berdasarkan tabel tersebut masing-masing direktorat jenderal teknis menentukan rencana aksi untuk penyediaan pangan lokal non beras sebagaimana disampaikan dalam matriks rencana aksi 2020-2024 Kementerian Pertanian pada tabel 5.2. Dalam pelaksanaannya, masing-masing pihak yang terlibat dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing dalam upaya mendukung diversifikasi pangan lokal non beras. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh stakeholder terkait meliputi instansi pemerintah lingkup Kementerian Pertanian, kementerian/lembaga lainnya, swasta dan NGO dipaparkan pada matriks rencana kegiatan pada tabel 5.3-5.5.
39
40
Komoditas
- Luas Lahan (Ha) - Produksi (Ton)
- Luas Lahan (Ha) - Produksi (Ton)
- Luas Lahan (Ha) - Produksi (Ton)
- Luas Lahan (Ha) - Produksi (Ton)
- Luas Lahan (Ha) - Produksi (Ton)
- Luas Lahan (Ha) - Produksi (Ton)
No.
1
2
3
4
5
6
2021 Ubi Kayu 5.563 5.043 52.683 53.165 Jagung 2.436 2.489 10.310 10.455 Sagu 3.081 3.154 11.647 11.925 Kentang 3.105 3.157 46.066 46.846 Pisang 1.002 973 41.107 41.760 Talas 532 585 5.320 5.848
2020
594 5.939
808 42.401
3.210 47.633
3.228 12.206
2.497 10.469
4.816 53.108
Target 2022
603 6.028
776 43.021
3.261 48.392
3.300 12.483
2.535 10.630
4.956 54.835
2023
611 6.111
518 43.627
3.311 49.131
3.371 12.753
2.539 10.624
4.619 54.708
2024
14 provinsi: Papua Barat, Papua, Maluku, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, NTT, Bali, Kalimantan Barat, NTB, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah
4 provinsi: Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku Utara
4 provinsi: Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat Catatan: penyediaan lahan dan produksi untuk DKI Jakarta menjadi tanggungan Provinsi Jawa Barat
7 provinsi: Kepulauan Riau, Riau, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua, Papua Barat
7 provinsi: NTT, Gorontalo, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Tengah, Bali, Lampung
17 provinsi: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, DIY, Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Jawa Tengah
Lokasi
Tabel 5.1. Target penyediaan Lahan dan Produksi Untuk Peningkatan Konsumsi Pangan Lokal Non Beras
41
- Luas Lahan (Ha) - Produksi (Ton)
- Luas Lahan (Ha) - Produksi (Ton)
- Luas Lahan (Ha) - Produksi (Ton)
- Luas Lahan (Ha) - Produksi (Ton)
- Luas Lahan (Ha) - Produksi (Ton)
- Luas Lahan (Ha) - Produksi (Ton)
1
2
3
4
5
6
-
100 1.000
1.830 128.010
25.535 530.599
400 1.440
4.000 16.920
2020
2021 Ubi Kayu 5.100 48.297 Jagung 4.087 17.289 Sagu 1.000 3.600 Kentang 26.038 540.691 Pisang 1.960 136.970 Talas 500 5.000
515 5.150
2.100 146.650
26.395 548.040
1.500 5.400
4.176 17.666
4.850 45.930
Target 2022
520 5.200
2.240 156.810
26.833 557.081
2.000 7.200
4.267 18.051
5.000 47.350
2023
530 5.300
2.390 167.780
27.356 567.882
2.500 9.000
4.360 18.444
4.650 44.036
2024
Lokasi
41
14 provinsi: Papua Barat, Papua, Maluku, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, NTT, Bali, Kalimantan Barat, NTB, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah
4 provinsi: Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku Utara
4 provinsi: Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat
7 provinsi: Kepulauan Riau, Riau, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua, Papua Barat
7 provinsi: NTT, Gorontalo, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Tengah, Bali, Lampung
17 provinsi: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, DIY, Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Jawa Tengah
Keterangan: Produksi kentang dan pisang merupakan produksi di lokasi target
Komoditas
No.
Tabel 5.2. Matriks Rencana Aksi 2020-2024 Kementerian Pertanian
42
1
No
Ditjen Tanaman Pangan
ESELON 1
B. Penyediaan alat pasca panen, pengolahan dan penyimpanan/cold storage untuk Ubi kayu, jagung dan talas.
2020 Penyediaan tambahan saprodi dan pendampingan untuk meningkatan produksi dari tahun sebelumnya 1. Ubi kayu : intensifikasi di lahan 5.436 Ha, hasil 52.683 ton. 2. Jagung : intensifikasi di lahan 2.436 Ha, hasil 10.310 ton 3. Talas : ektensifikasi di lahan 532 Ha, hasil 5.320 ton
A.
A. Ditjen Tanaman Pangan
B. Penyediaan alat pasca panen, pengolahan dan penyimpanan/cold storage untuk Ubi kayu, jagung dan talas.
2021 Penyediaan tambahan saprodi dan pendampingan untuk meningkatan produksi dari tahun sebelumnya 1. Ubi kayu : intensifikasi di lahan 5.043 Ha, hasil 53.165 ton 2. Jagung : intensifikasi di lahan 2.489 Ha, hasil 10.455 ton 3. Talas : ektensifikasi di lahan 585 Ha, hasil 5.848 ton B. Penyediaan alat pasca panen, pengolahan dan penyimpanan/cold storage untuk Ubi kayu, jagung dan talas.
Program/Kegiatan 2022 Penyediaan tambahan saprodi dan pendampingan untuk meningkatan produksi dari tahun sebelumnya 1. Ubi kayu : intensifikasi dan ekstensifikasi di lahan 4.816 Ha, hasil 53.108 ton 2. Jagung : intensifikasi di lahan 2.497 Ha, hasil 10.469 ton 3. Talas : ektensifikasi di lahan 594 Ha, hasil 5.939 ton
2023 2024 Penyediaantambahan Penyediaan saprodi saprodi dan dan pendampingan pendampingan untuk untuk meningkatan meningkatan produksi produksi dari tahun sebelumnya dari tahun 1. Ubi kayu : sebelumnya intensifikasi dan 1. Ubi kayu : ekstensifikasi di intensifikasi dan lahan 4.619 Ha, ekstensifikasi di hasil 54.708 ton lahan 4.956 Ha, 2. Jagung : hasil 54.835 ton intensifikasi di 2. Jagung : lahan 2.539 Ha, intensifikasi di hasil 10.624 ton lahan 2.535 Ha, 3. Talas : hasil 10.630 ton ektensifikasi di 3. Talas : lahan 532 Ha, ektensifikasi di hasil 5.320 ton lahan 603 Ha, hasil 6.029 ton B. Penyediaan alat B. Penyediaan alat pasca panen, pasca panen, pengolahan dan pengolahan dan penyimpanan/cold penyimpanan/cold storage untuk Ubi storage untuk Ubi kayu, jagung dan kayu, jagung dan talas. talas.
Tabel 5.3. Matriks Dukungan Kegiatan Eselon I Lingkup Kementerian Pertanian
43
2
No
Ditjen Hotikultura
ESELON 1
B.
Penyediaan alat pasca panen, pengolahan dan penyimpanan/cold storage untuk kentang dan pisang
2020 A. Penyediaan tambahan saprodi dan pendampingan untuk meningkatan produksi dari tahun sebelumnya 1. Kentang : intensifikasi di lahan 3.105 Ha, hasil 46.066 ton 2. Pisang : intensifikasi di lahan 1.002 Ha, hasil 41.107 ton
B. Ditjen Hortikultura
B.
2.
1.
A.
2021 Penyediaan tambahan saprodi dan pendampingan untuk meningkatan produksi dari tahun sebelumnya Kentang : intensifikasi di lahan 3.157 Ha, hasil 46.847 ton Pisang : intensifikasi dan ekstensifikasi di lahan 972 Ha, hasil 41.760 ton Penyediaan alat pasca panen, pengolahan dan penyimpanan/col d storage untukkentang dan pisang B.
43
Penyediaan alat pasca panen, pengolahan dan penyimpanan/col d storage untukkentang dan pisang
B.
Penyediaan alat pasca panen, pengolahan dan penyimpanan/col d storage untukkentang dan pisang
Program/Kegiatan 2022 2023 A. Penyediaan A. Penyediaan tambahan saprodi tambahan saprodi dan dan pendampingan pendampingan untuk untuk meningkatan meningkatan produksi dari produksi dari tahun tahun sebelumnya sebelumnya 1. Kentang : 1. Kentang : intensifikasi di intensifikasi di lahan 3.210 Ha, lahan 3.261 Ha, hasil 47.633 ton hasil 48.320 ton 2. Pisang : 2. Pisang : intensifikasi di intensifikasi di lahan 809 Ha, lahan 776 Ha, hasil 42.401 ton hasil 43.021 ton
2024 Penyediaan tambahan saprodi dan pendampingan untuk meningkatan produksi dari tahun sebelumnya 1. Kentang : intensifikasi di lahan 3.311 Ha, hasil 49.311 ton 2. Pisang : intensifikasi di lahan 518 Ha, hasil 43.627 ton B. Penyediaan alat pasca panen, pengolahan dan penyimpanan/col d storage untukkentang dan pisang A.
44
ESELON 1
Ditjen Perkebunan
No
3
B.
Penyediaan alat pasca panen, pengolahan dan penyimpanan untuk sagu
2020 A. Penyediaan tambahan saprodi dan pendampingan untuk meningkatan produksi dari tahun sebelumnya 1. Sagu : intensifikasi di lahan 3.928 Ha, hasil 14.830 ton
C. Ditjen Perkebunan
B.
Penyediaan alat pasca panen, pengolahan dan penyimpanan untuk sagu
2021 A. Penyediaan tambahan saprodi dan pendampingan untuk meningkatan produksi dari tahun sebelumnya 1. Sagu : intensifikasi dan ekstensifikasi di lahan 4.033 Ha, hasil 15.230 ton B.
Penyediaan alat pasca panen, pengolahan dan penyimpanan untuk sagu
B.
Penyediaan alat pasca panen, pengolahan dan penyimpanan untuk sagu
Program/Kegiatan 2022 2023 A. Penyediaan A. Penyediaan tambahan saprodi tambahan saprodi dan dan pendampingan pendampingan untuk untuk meningkatan meningkatan produksi dari produksi dari tahun tahun sebelumnya sebelumnya 1. Sagu : intensifikasi 1. Sagu : intensifikasi di dan ekstensifikasi lahan 4.243 Ha, di lahan 4.139 Ha, hasil 16.031 ton hasil 15.632 ton B.
1.
A.
Penyediaan alat pasca panen, pengolahan dan penyimpanan untuk sagu
2024 Penyediaan tambahan saprodi dan pendampingan untuk meningkatan produksi dari tahun sebelumnya Sagu : intensifikasi di lahan 428 Ha, hasil 16.422 ton
45
Ditjen PSP
ESELON 1
2020 1. Penyediaan alsintan 2. Penyediaan pupuk 3. Kemudahan akses pada KUR
ESELON 1
Badan Litbang
No
5
2020 1. Riset dan penyediaan bibit Ubi kayu dan Jagung untuk pangan, Pisang (plaintain), kentang, talas dan sagu 2. Diseminasi dan pendampingan penerapan teknologi
E. Badan Litbang Pertanian
4
No
D. Ditjen PSP Program/Kegiatan 2022 1. Penyediaan alsintan 2. Penyediaan pupuk 3. Kemudahan akses pada KUR 2023 1. Penyediaan alsintan 2. Penyediaan pupuk 3. Kemudahan akses pada KUR
45
Program/Kegiatan 2021 2022 2023 1. Riset dan 1. Riset dan 1. Riset dan penyediaan bibit penyediaan bibit penyediaan bibit Ubi kayu dan Ubi kayu dan Ubi kayu dan Jagung untuk Jagung untuk Jagung untuk pangan, Pisang pangan, Pisang pangan, Pisang (plaintain), kentang, (plaintain), kentang, (plaintain), kentang, talas dan sagu talas dan sagu talas dan sagu 2. Diseminasi dan 2. Diseminasi dan 2. Diseminasi dan pendampingan pendampingan pendampingan peneran teknologi penerapan penerapan teknologi teknologi
2021 1. Penyediaan alsintan 2. Penyediaan pupuk 3. Kemudahan akses pada KUR
2024 1. Riset dan penyediaan bibit Ubi kayu dan Jagung untuk pangan, Pisang (plaintain), kentang, talas dan sagu 2. Diseminasi dan pendampingan penerapan teknologi
2024 1. Penyediaan alsintan 2. Penyediaan pupuk 3. Kemudahan akses pada KUR
46
BPPSDMP
ESELON 1
2.
1.
2020 Pendampingan dan pelatihan budidaya, pasca panen dan pengolahan Edukasi dan promosi pemanfaatan pangan lokal
7
No
BKP
ESELON 1
2020 1. Edukasi, promosi dan kampaye 2. Pendampingan UMKM 3. Penyediaan outlet pangan lokal di Pasar Mitra Tani di 34 Provinsi
G. Badan Ketahanan Pangan
6
No
F. Badan PMPSDMP
2021 1. Edukasi, promosi dan kampaye 2. Pendampingan UMKM 3. Meningkatkan volume dan keragaman pangan lokal di Pasar Mitra Tani di 34 Provinsi
2.
1.
2021 Pendampingan dan pelatihan budidaya, pasca panen dan pengolahan Edukasi dan promosi pemanfaatan pangan lokal
Program/Kegiatan 2022 1. Edukasi, promosi dan kampaye 2. Pendampingan UMKM 3. Meningkatkan volume dan keragaman pangan lokal di Pasar Mitra Tani di 34 Provinsi
Program/Kegiatan 2022 1. Pendampingan dan pelatihan budidaya, pasca panen dan pengolahan 2. Edukasi dan promosi pemanfaatan pangan lokal 2023 Pendampingan dan pelatihan budidaya, pasca panen dan pengolahan Edukasi dan promosi pemanfaatan pangan lokal 2.
1.
2024 Pendampingan dan pelatihan budidaya, pasca panen dan pengolahan Edukasi dan promosi pemanfaatan pangan lokal
2023 2024 1. Edukasi, promosi 1. Edukasi, promosi dan kampaye dan kampaye 2. Pendampingan 2. Pendampingan UMKM UMKM 3. Meningkatkan 3. Meningkatkan keragaman pangan keragaman pangan lokal di Pasar Mitra lokal di Pasar Mitra Tani di 34 Provinsi Tani di 34 Provinsi
2.
1.
47
Kementerian/Lembaga Kementerian Kesehatan
Kementerian UKM dan Koperasi
Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi
No 1
2
3
-
-
-
47
Bantuan Alat Pengolahan Pemanfaatan Dana Desa untuk Pengembangan Diversifikasi Pangan Lokal
Program/Kegiatan Edukasi kesehatan konsumsi pangan lokal melalui posyandu oleh kader desa Promosi konsumsi pangan lokal Pendampingan Pengembangan UMKM Fasilitasi Pengembangan Olahan Pangan Lokal dan Perijinan Dukungan dan Fasilitasi Pemasaran Pelatihan-Pelatihan
Tabel 5.4. Matriks Dukungan Kegiatan Dari Kementerian/Lembaga Lain
48
2
1
No
Penyediaan pupuk untuk komoditas pangan lokal Penyediaan alat mesin produksi dan panen Penyediaan peralatan pasca panen Penyediaan peralatan pengolahan Penggunaan min 10% pangan lokal jika bahan baku berasal dari impor Penggunaan pangan lokal dalam produksi makanan dan minuman
-
Fasilitasi permodalan kepada UMKM pangan lokal Fasilitasi pemasaran untuk UMKM pangan lokal Penyediaan benih Pendampingan Fasilitasi permodalan Fasilitasi Pemasaran
-
f. Perbankan
Lembaga Swadaya Masyarakat/NGO
Menyediakan gerai/slot untuk pemasaran pangan lokal Membantu pemasaran pangan lokal produksi UMKM
-
-
Penyediaan bibit unggul Edukasi budidaya dengan menggunakan bibit unggul
-
Program/Kegiatan
e. Ritel dan Usaha Pemasaran Lainnya
d. Industri Pengolahan Makanan dan Minuman
c. Peralatan Pasca Panen dan Pengolahan
b. Pupuk dan Alsintan
a. Perbenihan
Kementerian/Lembaga BUMN dan Swasta
Tabel 5.5. Matriks Dukungan Kegiatan Dari BUMN, Swasta dan NGO
VI. PEMBIAYAAN Pembiayaan dibebankan pada APBN dan APBD pada masingmasing instansi pelaksana sesuai dengan tupoksinya dalam pelaksanaan program diversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat pengganti beras serta dari sumber lainnya yang diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
49