Rona Lingkungan PT KLJ [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



BAB II DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



2.1. RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL Luas areal rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit PT Kruing Lestari Jaya ini adalah seluas 7.500 Ha berdasarkan keputusan Bupati Kutai Barat sesuai Surat Nomor 503/698/Sosek-TU.P/XI/04 tanggal 4 Nopember 2004 tentang Pemberian Perpanjangan Ijin Pencadangan Lokasi untuk Keperluan Pembangunan Perkebunan kelapa sawit kepada PT Kruing Lestari Jaya di Kecamatan Damai Kabupaten Kutai Barat provinsi Kalimantan Timur. Perijinan ini telah diperbaharui dengan keputusan Bupati Kutai Barat Nomor : 503/1069/EK-TU.P/XI/2005 tanggal 9 Nopember 2005 tentang Pemberian Ijin Pengalihan Jenis Penanaman Karet Menjadi Kampung Besiq dan Bermai yang sekaligus dijadikan menjadi lokasi penelitian aspek sosial ekonomi budaya dan kesehatan masyarakat. Pembangunan perkebunan kelapa sawit dimaksudkan untuk turut menunjang kebijakan dan program pemerintah di bidang pembangunan ekonomi nasional pada umumnya dan pembangunan sektor perkebunan pada khususnya dalam arti seluas-luasnya dengan tujuan memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Sebagai lembaga yang berorientasi laba (profit oriented) PT Kruing Lestari Jaya menjalankan usaha berdasarkan asas sebagai berikut :  Memperluas lapangan kerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya dan taraf hidup karyawan pada khususnya.  Mempertahankan meningkatkan devisa dibidang perkebunan bagi pendapatan nasional melalui upaya peningkatan produksi dan pemasaran dan berbagai jenis komoditas perkebunan untuk kepentingan konsumsi dalam negeri maupun ekspor, sekaligus mendukung upaya peningkatan ekspor non migas.  Memelihara kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, termasuk air dan kesuburan tanah. Areal ijin lokasi untuk keperluan perkebunan kelapa sawit PT Kruing Lestari Jaya terletak di daerah sekitar kampung Besiq dan Bermai Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, provinsi Kalimantan Timur dan berdasarkan pembagian DAS maka PT Kruing Lestari Jaya terletak di wilayah DAS Mahakam Hulu dan masuk ke dalam 3 (tiga) sub DAS yaitu Kedang PAHU, Sub DAS Tohan dan Sub DAS Najapilus.



DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



II-1



ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



Batas-batas areal kerja PT Kruing Lestari Jaya secara rinci sebagai berikut : Sebelah Utara



: PT. Greenish HILL.



Sebelah Timur



: PT. Turbainda Coal Mining



Sebelah Selatan



: PT. Bharinto Ekatama



Sebelah Barat



: PT. Harapan Kaltim Lestari



2.1.1. KOMPONEN FISIK KIMIA 2.1.1.1 Iklim a. Iklim Wilayah Iklim adalah kondisi cuaca suatu wilayah dalam yang berlangsung dalam waktu lama. Iklim merupakan salah satu parameter lingkungan yang sangat berpengaruh oleh adanya kegiatan pembangunan. Pada iklim yang digunakan dalam studi ANDAL PT Kruing Lestari Jaya ini berasal dari Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP Samarinda, 2006). Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951) areal perkebunan kelapa sawit ini masuk wilayah dengan tipe iklim sangat basah (tipe B) dengan nilai Q = 1,5, terdapat 6 bulan basa (curah hujan > 100 mm), sedangkan bulan kering 4 bulan (curah hujan < 60 mm) Curah hujan tahunan di wilayah ini adalah sebesar 1.427,2 mm, dengan curah hujan bulanan yang sangat veriatif. Suhu udara rata-rata 25,6o C. Data iklim didaerah studi disajikan di Tabel 2.1. Tabel 2.1. Data iklim di Lokasi PT Kruing Lestari Jaya No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11. 12.



Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Rata-rata



Curah hujan (mm) 224 357 45 0* 0* 24,8 70,40 8,00 94,20 1,80 447,00 154,60 1.427,2 118,93



Hari hujan (hari) 15 13 15 14 14 11 10 9 10 12 16 16 153 13



Radiasi Matahari J/Cm2 48264 43063 49798 42263 50639 49971 24170 51968 50048 40350 44955 32204 527747,0 43978,92



Sumber Data: Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP Samarinda, 2006)



DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



Suhu Udara (o C) 25,52 25,15 25,62 26,01 26,10 25,97 25,44 25,61, 26,04 26,47 24,18 25,20 307,3 25,61



Kelembaban Udara (%) 89,66 90,80 89,42 88,15 88,45 85,12 87,00 80,48 5852,12 80,71 81,37 90,55 1033,8 86,15



II-2



ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



Dari data iklim tersebut diatas terlihat bahwa bulan-bulan dengan curah hujan tinggi terjadi antara November – Februari, dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November yaitu sebesar 447 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan April –Mei. Suhu udara berkisar antara 24,2 o C – 26,5o C dan kelembaban udara berkisar antara 80,5 % - 90,55 %. Sedangkan rata-rata radiasi surya adalah sebesar 43978,92 J/cm2. b.



Iklim Mikro Hasil pengukuran suhu udara mikro tidak menunjukan perbedaan yang mencolok antara beberapa jenis penutupan lahan. Suhu udara mikro berkisar antara 26 – 29,5o C dan kelembaban udara bervariasi antara 84-88 %. Sebagai pembanding dilakukan juga pengukuran suhu udara sesaat di daerah terbuka yaitu suhu 29,55 o C dan kelembaban 84%. Hasil pengukuran iklim mikro di areal PT Kruing Lestari Jaya disajikan pada Tabel 2.2.



NO 1. 2. 3.



Tabel 2.2. Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Lokasi Studi Penutupan Lahan Suhu Udara (o C) Kelembaban Udara (%) Hutan sekunder tua hujan 28, 88 Sekunder muda 27,0 86 Daerah terbuka 29,5 84



Keterangan : Pengukuran dilakukan pada sinag hari (saat cerah)



2.1.1.2 Kualitas Udara Pengukuran kualitas udara disekitar lokasi rencana perkebunan kelapa sawit PT Kruing Lestari Jaya, dilakukan pada dua titik pengamatan yaitu pemukiman masyarakat dan pada rencana lokasi tapak kegiatan. Pengukuran dilakukan selama satu jam dengan kondisi cerah (tidak ada hujan dalam jangka waktu 24 jam sebelumnya). Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan bahwa semua parameter kualitas udara yang diamati tergolong cukup baik (alami). Hasil pengukuran terhadap kualitas udara disajikan pada tabel 2.3. Tabel 2.3. Hasil Pengujian Udara Ambien di Lokasi Studi No.



Lokasi



1.



Pemukiman



2.



Tapak Proyek



Waktu 11.30 – selesai 14.30 – selesai



SO2 (ppm) 0,0033



Co (ppm) 1,4367



Parameter Nox Debu Pb 3 (ppm) (mg/m ) (mg/m3) 0,0041 0,0967 -



0,0054



0,8924



0,0035



0,0733



0,1



20



0,05



0,26



Baku Mutu Udara*



0,06



HC (ppm) 0,0017



NH3 (ppm) 0,021



0,0014



0,085



0,24



2



Sumber : Hail analisis Laboratorium Hiperkes Samarinda Keterangan : */SK.Gubernur Kaltim No. 339 tahun 1988



DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



II-3



ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



Adapun parameter-parameter kualitas udara yang diambil dalam studi ini adalah karbon monoksida (CO), Sulfur dioksida (SO2), Oksida nitrogen (NOx), debu (TSP) dan hidrocarbon (HC). Hal ini sesuai dengan alat berat dan kendaraan operasional. a. Karbon monoksida (CO) Karbon monoksida (CO) di atmosfer berasal dari proses pembakaran bahan bakar fossil yang tidak sempurna, seperti alat-alat berat dan kendaraan bermotor. Konsentrasi CO pada lokasi studi sebesar 1.4362 ppm pada pemukiman penduduk dan sebesar 0.8924 ppm pada lokasi menurut Kep Gubernur No. 339 tahun 1988 sebesar 20 ppm, maka kualitas CO di lokasi studi masih jauh di bawah baku mutu, sehingga belum membahayakan kesehatan masyarakat. b. Sulfur Dioksida (SO2) Sumber utama gas sulfur dioksida (SO2) di udara berasal dari kegiatan antropogenik, seperti pembakaran bahan bakar fossil yang mengandung senyawa sulfur. Kegiatan yang menimbulkan peningkatan gas sulfur dioksida tersebut antara lain dari aktifitas kendaraan bemotor berbahan bakar bensin dan solar. Sumber emisi di wilayah studi diperkirakan berasal dari aktifitas kendaraan bermotor, dan beroperasinya alat-clat berat untuk kegiatan pengangkutan kayu pada lokasi sepanjang jalan angkutan. Pengukuran yang dilakukan pada lokasi studi sebesar 0.0033 ppm s/d 0,0054. Konsentrasi SO2 masih di bawah Baku Mutu Lingkungan sesuai dengan Kep Gubernur NO. 339 tahun 1938 sebesar 0,1 ppm. Peningkatan SO 2 diperkirakan terjadi juga pada lokasi bengkel dan genset nantinya jika perusahaan ini telah beroperasi. c. Oksida-oksida Nitrogen (NOx) Kontribusi terbesar berasal dari senyawa NOx dapat berasal dari sumber alamiah, seperti petir, dan sumber antropogenik, jika suhu pembakaran semakin tinggi, maka oksida nitrogen yang terbentuk semakin besar. Hasil pengukuran NOx pada lokasi studi berkisar antara 0,0035 ppm ski 0,0041 ppm. Konsentrasi NOx masih di bawah Baku Mutu Lingkungan sesuai dengan Kep Gubernur NO. 339 tahun 1988 sebesar 0,05 ppm. d. Debu (TSP) Setelah beroperasinya perusahaan, sumber debu (total suspended particulate) di lokasi studi nantinya berasal dari aktivitas pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) dan pada saat pembuatan jalan. Debu berasal dari transportasi TBS melalui proses sesuspensi debu di atas permukaan jalan akibat kecepatan kendaraan yang melaju di jalan.



DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



II-4



ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



e. Hidrocarbon (HC) Salah satu sumber hidrokarbon (HC) diatmosfer dapat berasal dari aktivitas alamiah, seperti tumbuhan dan juga dari aktivitas antropogenik, seperti dari penggunaan bahan bakar untuk transportasi. Sumber HC di lokasi studi nantinya dapat berasal dari pembakaran bahan bakar untuk kendaraan bermotor dan alat berat. Hasil pengukuran HC dan 2 (Dua) lokasi adalah berkisar 0.0014 s/d 0.0017, jika dibandingkan dengan bakumutu hidrokarbon berdasarkan Kep. Gubernur Kaltim No. 339 Tahun 1988 0,24 pm, maka konsentrasi HC di lokasi studi masih dibawah baku mutu lingkungan. 2.1.1.3 Kebisingan Hasil pengukuran kebisingan di areal PT Kruing Lestari Jaya cukup baik, dengan kebisingan yang masih cukup nyaman < 55 dBA masih memenuhi baku mutu udara ambien (Keputusan Gubernur Kepola Daerah Propinsi Kalimantan Timur No. 339 tahun 1998). Kondisi ini disebabkan karena disekitar lokasi areal pembangunan perkebunan kelapa sawit masih banyak terdapat pepohonan dan vegetasi belukar tua. Hasil pengukuran tingkat kebisingan di areal studi dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4. Hasil Pengukuran Kebisingan Di Areal Perkebunan Kelapa Sawit PT Kruing Lestari Jaya Sumber Kebisingan Baku No. Lokasi Keterangan Bunyi (Db) Mutu* 1. Hutan sekunder Cess 45 100meter dari sungai kedang pahu (sumber bergerak) 2. Kampung Besiq Gensel 50 Sumber tak bergerak Sumber : Hasil Pengamatan lapangan *SK Gubernur Propinsi Kalimantan Timur No. 339 Tahun 1988.



2.1.1.4 Topografi dan Kelerengan Topografi di areal lokasi proyek terdiri dari lahan dengan keterangan datar hingga curam dengan ketinggian tempt berkisar antara 80 m sampai dengan 170 m dari permukaan laut. Penyebaran luas areal PT Kruing Lestari Jaya berdasarkan kelas keterangan tercantum pada Tabel 2.5 dan Gambar Peta 2.1. Tabel 2.5. Penyebaran Luas Areal PT Kruing Lestari Jaya Berdasarkan Kelas Lereng No. 1. 2. 3.



Kemiringan Lereng Datar Landai Agak Curam



DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



A (0–8%) B (8 – 15 %) C ( 15-25% )



Luas Ha 6175 1214 106



Luas % 82.33 16.19 1.42



II-5



ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



4. 5.



Curam D (25 – 45%) Sangat Curam E (> 45%) JUMLAH



5 7.500,0



0.06 100,00



Sumber Data : Hasil Pengukuran Planimetris dari Peta Lereng



2.1.1.5 Geologi Jenis batuan yang terdapat di areal studi ditentukan menggunakan peta Geologi Indonesia Tahun 1995 (skala 1 : 250.000) yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi dan Pertambangan Bandung). Formasi geologi pada areal yang dimohon oleh PT Kruing Lestari Jaya di kelompok Hutan Sungai Najapilus merupakan farmasi batuan sterie sedimen pretetier. Sedangkan menurut Peta Land Sistem dan suitability Lembar Long Iram Skala 1 : 250.000 (RePPProt, 1987), lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit PT Kruing Lestari Jaya sebagian besar termasuk pada sistem pemaluan (tomp), dan pulau Bolang (Tmpb). Sistem lahan ini merupakan batu pasir kwarsa dengan sisipan batu lempung, serpih, batu gamping dan batu lanau berlapis sangat baik. Batu pasir kwarsa merupakan batuan utama kelabu-kehitaman, kecoklatan, berbutir halus sedang, terpilah baik. Butiran membulat tanggung, padat karbonan dan gampingan. Luas lahan berdasarkan farmasi geologi di daerah studi disajikan pada Tabel 2.6, sedangkan penyebarannya disajikan pada Gambar Peta 2.2. Tabel 2.6. Formasi Geologi di Daerah Studi No. 1. 2.



Nama Formasi



Litologi



Umur



Pulau Bilang (Tmbp) Batu pasir, batu gamping, Halosen-Rosen batu lempung, greywake) Pemaluan (Tomp) Batu lempung, serpih batu Miosen Awal pasir, batu gamping Total



Luas Ha 665



% 8.9



6835



91.1



7.500



100



Sumber : Hasil perhitungan dari Peta Geologi



2.1.1.6 Tanah a. Jenis Tanah Pembentukan tanah di areal PT. Kruing Lestari Jaya sangat dipengaruhi oleh bahan induk dan topografi selain iklim, vegetasi dan waktu. Bahan induk tanah merupakan faktor utama sehingga digunakan untuk acuan interpretasi dalam pengunaan klasifikasi tanah dan membatasi penyebaran pada satuan peta tanah.



DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



II-6



ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



Berdasarkan Peta Jenis Tanah Kalimantan Timur Skala 1 : 750.000, areal PT Kruing Lestari Jaya didominasi jenis tanah kombisol, Latasol dan Podsolik. Berdasarkan sumber atau pakar menyebutkan bahwa telah kompleks pdsolik merah kuning merupakan asosiasi dari berbagai macam tanah yang membentuknya antara lain seperti tanah padsolik merah kuning, latosal da litosol dengan kepekaan dan kompatibilitas yang sangat bervariasi bergantung kepada kelerengan dan iklimnya. Sifat-sifat tanah di daerah studi adalah rata-rata mempunyai lapisan permukaan yang terlindi, lapian terlindi, kadang-kadang kurang nyata, horizon berwarna kuning kemerah-merahan, memiliki solum dangkal sampi dalam. Oleh karena sifatnya tersebut macam tanah PMK muda terangkat kebagian bawahnya, tingkat kesuburan fisik dan kimia yang bervariasi. Pada wilayah kelerengan agak lesat kesuburan kimianya rendah dengan menyisakan kesuburan fisik berupa tekstur liat yang dominan sebaliknya pada bagian bawah dari hamparan tersebut, kesuburan kimia akan meningkat sebagai akibat suplai dan akumulasi dari top soil yang terangkut bagian atasnya, dengan menyisakan tekstur liat sampai kempung berdebu, tanah dengan horizon argilik penint liat adalah horizon B yang paling sedikit mengandung 1,2 kali liat lebih basa kurang dari 50%, tidak mempunyai horizon albik ( horizon berwarna pucat/A2), warna dengan value lembab lebih dari 5). Luas areal berdasarkan jenis tanah disajikan pada tabel 2.7, sedangkan penyebaran tanah tersebut terlihat pada Gambar Peta 2.3



No. 1.



2.



Tabel 2.7. Jenis Tanah di Daerah Studi Klasifikasi Tanah Bentuk Fisiologi PPT (1990) USDA (1997) Pegunungan Lipatan Latosol umbrik, Tropudults podsolik Haplik Dysdistropepts Haprolhox Dataran Podsolik Kandik, Hapludults Podsolik Kramik, Halaquepts, Total



Luas Ha 4693



% 52.17



3587



47.83



7.500



100



Sumber : Hasil Perhitungan dari Peta Tanah



b. Sifat Fisik tanah Berdasarkan pengamatan dan analisis laboratorium maka sifat fisik tanah areal PT Kruing Lestari Jaya dapat diuraikan sebagai berikut : Ketebalan Solum . Kedalaman solum sangat mempengaruhi kelayakan tanah untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Semakin dalam solum maka jangkauan/sebaran



DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



II-7



ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



akar tanaman semakin dalam sehingga tanaman tidak tumbang/roboh. Ketebalan solum tanah di areal studi tergolong dalam (> 120 cm) pada semua jenis tanah. Tekstur. Menurut kartasapoetra dan Sutedjo Mulyani (1991) bahwa tekstur merupakan perbandingan fraksi liat, debu dan pasir pada tanah. Fraksi pasir, debu dan liat adalah partikel-partikel tanah (mineral) yang dapat digolongkan berdasarkan ukuran, bentuk, kerapatan dan komposisi kimia. Partikel-partikel tanah yang dikelompokkan atas ukuran tertentu disebut fraksi (partikel) tanah., fraksi tanah ini dapat kasar ataupun halus. Menurut sistem USDA fraksi liat mempunyai ukuran 50 me/100 gr). Penanaman tanaman penutup tanah (cover crops) terutama dari jenis legume misal: peuraria javanica (PJ), Centrocema (CP) dan Calopogonium muconoides (CM) merupakan salah satu alternatif upaya meningkatkan ketersediaan bahan organki tanah. Kejenuhan Basa (KB). Kejenuhan Basa (KB) merupakan gambaran tentang banyaknya basa-basa pada kompleks absorbsi, dinyatakan sebagai pembanding



DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



II-12



ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



jumlah basa-basa yang dapat ditukarkan dlam miliekwivalen yang terdpat dalam 100 gram tanah terhadap nilai KTK tanah. Pada umumnya makin tnggi kejenuhan basa suatu tanah, nilai pH-nya juga semakin tinggi dan kesuburan tanahnya relatif lebih baik. Sebaliknya, rendahnya nilai kejenuhan basa, maka pH-nya rendah, karena sebagian dari kompleks absorbsi ditempati oleh kation-kation AI3+ dan H+. Kejenuhan basa tanah di daerah studi termasuk rendah (3,68-27,38%), Kejenuhan AI. Kejenuhan AI di areal studi umunya tergolong sedang (48,7773,47%), masih di bawah ambang batas Nilai Kejenuhan Alumunium ≤86%. Tingginya kejenuhan alumunium suatu tanah menunjukkan bahwa kompleks koloid lebih didominasi oleh kation-kation asam daripada oleh kation0kation basa. Keadaan ini snagat tidak diinginkan bagi pertumbuhan tanaman. Pada tingkat kejenuhan AI tinggi dikhawatirkan terjadi keracuna AI, yang antara lain akan mengakibatkan terhambatnya perpanjangan dan pertumbuhan akar primer, serta menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar. Upaya untuk menekan tingginya konsentrasi alumunium pada koloid tanah dilakukan dengan cara menambahkan elemen-elemen basa terutama Ca, Mg melalui pengapuran. Status Kesuburan Tanah. Penilaian status kesuburan tanah didasarkan pada unsurunsur hara tanah yang meliputi kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, P 2O5, K2O, dan C-Organik tanah. Dari hasil analisis contoh tanah menunjukkan bahwa status kesuburan tanah tersebut sangat rendah dan disebabkan karena C-Organik tergolong rendah dan umumnya kandungan hara tanah tergolong rendah, sehingga perlu peningkatan status kesuburan tanah melalui rehabilitasi lahan dengan jalan pemberian bahan amelioran dan pemupukan. d. Erosi Tanah Hasil prediksi laju erosi di beberapa areal PT Kruing Lestari Jaya menunjukkan bahwa laju erosi tergolong sedang sampai berat ditinjau dari Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dengan kedalaman tanah > 90 cm. laju erosi aktual dilokasi studi berkisar antara 40,42 – 141 ton/ha/tahun. Hasil prediksi tingkat erosi dilokasi studi ditunjukkan dalam Tabel 2.12. Tabel 2.12. Prediksi Tingkat Erosi di lokasi Studi NO



Kedalaman / kelerengan



R



K



LS



CP



Erosi Aktual (ton/ha/th)



TBE



1.



T-10/K-10/LI/KLJ



2607,84



0,31



0,25



0,2



40,42



I



2.



T-30/K-30/LI/KLJ



2607,84



0,36



0,25



0,2



46,94



I



3.



T-60/K-60/LI/KLJ



2607,84



0,37



0,25



0,2



48,25



I



DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



II-13



ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



4.



T-10/K-10/L3/KLJ



2607,84



0,50



0,45



0,2



117



III



5.



T-30/K-30/L3/KLJ



2607,84



0,60



0,45



0,2



141



III



6.



T-60/K-60/L3/KLJ



2607,84



0,50



0,45



0,2



117



III



Sumber Data : Hasil Perhitungan Tim Studi Keterangan : R = Erosivitas hujan; LS = Faktor Lereng; CP = Tanaman dan Konservasi K = Erodibilitas tanah; TBE = Tingkat Bahaya Erosi



Menurut TBE, erosi aktual terolong sedang – berat, hal ini sangat ditentukan terutama oleh faktor erodibilitas tanah (K) agak tinggi berkisar 0,3 – 0,6 untuk tanah Podsolik Merah Kuning. Faktor lainnya adalah erosivitas hujan ® dengan data curha hujan yang digunakan dari Data Kabupaten Kutai Barat Dalam Angka (1999). Berdasarkan asumsi hujan merata pada seluruh areal calon lokasi perkebunana kelapa sawit, diperoleh hasil perhitungan erosivitas hujan sebesar 2607,84. Arahan teknik konversi tanah pada jalan hutan dengan fungsi Budidaya Tanaman Tahunan yang dikeluarkan kehutanan (1986) dalam hal ini termasuk budidaya tanaman perkebunan kelapa sawit, maka untuk areal dengan TBE sedang dan kedalaman tanah > 90 cm adalah : (i) teras saluran, teras guludan, teras kredit, teras datar, teras individu, ditambah dam pengendali, (ii) penanaman menurut kontur, penutupan tanah. Untuk areal dengan TBE berat dan kedalaman tanah >90 cm adalah : (i) teras saluran, teras guludan, teras kredit, teras bangku, teras datar, teras individu, teras bangku putus ditambah dam pengendali, (ii) penanaman menurut kontur, penutupan tanah. 2.1.1.7 Hidrologi a. Morfometri DAS/ Sub DAS Sungai yang mengalir di areal perkebunan PT Kruing Lestari Jaya adalah Sungai Kdang Nageh/ tahan dan sungai Najapilus. Secara hidrologis sungai-sungai yang ada berpola drainase denaritik. Pada musim kemarau sungai tersebut cendrung berkurang. Tetapi tidak pernah kering (wawancara dengan penduduk setempat). Kondisi sungai yang ada di dalam dan sekitar areal PT Kruing Lestari Jaya tercantum pada Tabel 2.13 berikut ini. Tabel 2.13. Kondisi Sungai di Dalam dan Sekitar Areal PT Kruing Lestari Jaya No. 1 2 3



Nama Sungai Sungai Kedang Pahu Sungai Nageh Sungai Najapilus



Lebar (m) 20-30 5-15 10-20



Kedalaman (m) 1-3 1-2 1-2



Sumber Data : hasil Pengamatan Lapangan dan Pengukuran



DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



II-14



ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



Fluktuasi debit sungai sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim, Topografi, karakteristik DAS dan penutupan lahan di daerah tangkapannya (watershet area). Debit sungai yang diukur merupakan debit sesaat dan hasilnya disajikan pada Tabel 2.14. Tabel 2.14. Debit Sesaat Sungai di Daerah Studi No. 1 2 3



Luas Penampangan Sungai (m2)



Nama Sungai Sungai Kedang Pahu Sungai Nageh Sungai Najapilus



57 20 30



Kecepatan Aliran (m/detik) 0,69 0,34 0,54



Debit Seaat (m3/detik) 39,33 6,8 16,2



Sumber Data : hasil Pengamatan Lapangan dan Pengukuran



b. Beban Sedimen Proses sedimentasi merupakan suatu peristiwa alami yang terdapat di aliran sungai. Proses sedimentasi meliputi proses erosi, angkutan sedimen oleh air limpasan dan aliran sungai serta pengendapan. Beban sedimentasi terhadap sungai-sungai yang berada disekitarnya akan bertambah akibat dari adanya aktifitas pembukaan lahan untuk perkebunan. Hasil perhitungan beban sedimentasi di perairan areal studi tercantum pada Tabel 2.15. Tabel 2.15. Laju Sedimentasi di Perairan Areal PT Kruing Lestari Jaya No. 1 2 3



Nama Sungai



Luas Penampangan Sungai (m2)



Sungai Kedang Pahu Sungai Nageh Sungai Najapilus



39.33 6.8 16.2



Sumber Data : hasil Pengamatan Lapangan dan Pengukuran



Kecepatan Aliran (m/detik) 32.81 35.8 66.8



Debit Seaat (m3/detik) 9.63 1.82 8.1



c. Kualitas Air Kualitas air sungai pada areal studi berdasarkan hasil analisis contoh air disajikan pada Tabel 2.16. Sampel air diambil daribeberapa titik pada Sungai Kedang Pahu dan air tanah pada calon areal lokasi perkebunan kelapa sawit. Air contoh tersebut kemudian diuji di laboratorium fakultas Perikanan UNMUL untuk mengetahui komposisi pembentuknya dan beberapa parameter kunci sebagaimana diuraikan berikut ini.



DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



II-15



ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



Tabel 2.16. Kualitas Fisik dan Kimia Air di Wilayah Studi No Parameter Satuan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



Fisika Warna Kekeruhan TSS TDS DHL Kimia pH DO BODs COD NO3 NO2 SO4 Hg terlarut Mn terlarut Klorida



1



Kode Sampel 2 3 4



TCU NTU mg/l mg/l µS



0.0 85.74 29.55 77.40 68.75



mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l



6.59 6.94 5.09 4.08 6.07 9.42 14.28 18.77 0.235 0.095 0 0 1.74 1.27



5



Keterangan BM*



0.0 12 46.4 22.5 35.0



0.0 11 35.8 35.8 42.4



1.500 1.000 -



5.80 4.30 8.6 11.6 0.023 0 0.136



7.4 4.2 6.7 4.2 0.031 0 0.1



5.9 5.20 8.9 6.2 0.01 0 0.2



5-9 6 6 10 10 1 400



0.0 0.0 80.69 28 36.05 87.216 59.07 26.0 71.60



mg/l



0



0



0



0



0



0.0005



mg/l



0



0



0



0



0



0.05



mg/l



3.07



1.93



0.021



0.029 0.032



200



Sumber data : hasil Analisis Laboratorium Fakultas Perikanan UNMUL Keterangan : 1 = inlet Sungai Kedang Pahu 2 = Outlet Sungai Kedang pahu 3 = inlet Sungai Najapilus 4 = Outlet Sungai Najapilus 5 = Outlet Sungai Nageh *) Berdasarkan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur No. 339 tahun 1988 tentang Baku Mutu Lingkungan Golongan B Propinsi Kalimantan Timur



Padatan Tersuspensi (TTS). Padatan tersuspensi (TSS) menunjukkan kandungan material yang tertinggal selama penguapan dan pemanasan pada suhu 103-105 oC. Keberadaan padatan tersuspensi (atau sering disebut seston) memegang peranan penting dalam proses-proses geokimiawi di dalam perairan dan berfungsi sebagai fase pembawa bagi perpindahan unsur-unsur kimia dalam kolom air. Dari lapisan permukaan sampai ke endapan dasar perairan. Secara fisik, partikel tersuspensi yang melayang-layang di kolam perairan dapat mengurangi penetrasi cahaya matahari melalui proses penyerapan (absorbsi), pemendaraan (scanning) dan pemantulan (refleksi). Padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar/cahaya ke dalam air. Sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis. Konsentrasi TSS di sungai Kadang Pahu berkisar antara 29,55 mg/I-36,06 mg/L, sungai Najapilus antara 46,4 -



DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



II-16



ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



87,2 dan di sungai Nageh (outlet) sebesar 35,8 mg/L dimana masih berada di bawah ambang batas maksimum sebesar 1,500 mg/L. Padatan Terlarut (TDS). Padatan terlarut (TDS) menunjukan kandungan material yang terlarut atau hilang pada saat proses penguapan dan pemanasan. Padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil daripada padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut air, mineral dan garam-garamnya. Nilai padatan terlarut di Sungai Kedang Pahu berkisar antara 59,07 mg/L (inlet) – 77,40 mg/L (inlet), sedangkan pada sungai Najapilus sebesar 16,0 mg/L- 22,5 mg/L dan di Sungai Nageh sebesar 35,8 (outlet). Padatan terlarut di ketiga sungai tersebut masih berada dibawah ambang batas maksimum 1.000 mg/L. Hasil pengendapatan dan pembusukan padatan tersuspensi mempengaruhi nilai guna perairan. Merusak lingkungan hidup jasad dasar (benthos) dan dapat menghambat kerja organ pernapasan dan pencernaan ikan. Derajat Keasaman (pH). Derajat keasaman air (pH) pada ketiga sungai berkisar antara 5.80 - 7.4 artinya air yang mengalir di wilayah studi tergolong netral. Nilai pH tersebut cocok untuk kehidupan biota perairan terutama ikan. Menurut Swingle (1968), pH layak untuk kehidupan ikan dan biota air adalah 6,2-9. Sedangkan untuk bahan air minum nilai pH tersebut juga memenuhi syarat baku mutu air golongan (pH= 5-9). Oksigen Terlarut (DO). Oksigen sangat sensitif bagi pernapasan dan merupakan salah satu komponen utama bagi proses metabolisme ikan dan organisme perairan lainnya. Keperluan biota terhadap okses bervariasi. Tergantung kepada jenis, stadia dan aktiftasnya. Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan mahluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yag dibutuhkan untuk kehidupannya. Ikan merukan mahluk air yang memerlukan oksigen tertinggi, kemudian invertebrata, dan yang terkecil kebutuhan oksigennya adalah bakteri. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimana jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya, dan dari atmosfer (udara) yang termasuk ke dalam air dengan kecepatan terbatas. Oksigen terlarut di sungai yang mengalir sperti pada Sungai Kedang Pahu berkisar antara 4.08 mg/L-5.09 mg/L, Sungai Najapilus 4.2-4.30 mg/L sedangkan pada sungai Nageh (outlet) sebesar 5.20 mg/L. Kandungan oksigen terlrut ini termasuk kurang sesuai untuk kehidupan organisme air dimana kadar DO yang dianjurkan ≥ 6.0 mg/L seperti yang dianjurkan baku mutu kualitas air golongan B.



DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



II-17



ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut didalam air adalah adanya bahanbahan buangan yang mengkonsumsi oksigen. Bahan – bahan buangan yang memerlukan oksigen terutama terdiri dari bahan organik dan kemungkinan bahan an organik. Polutan semacam ini berasal dari berbagai sumber seperti kotoran hewan dan manusia, tanaman mati atau sampah organik dan bahan buangan lainnya. Untuk mengetahui lebih lanjut adanya polutan tersebut di ketiga sungai dapat dilakukan dengan uji BOD dan COD. Biochemical Oxygen Demand (BOD5). Nilai BOD5 menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan bahan buangan tersebut. Kandungan BOD5 perairan di Sungai Kedang Pahu berkisar antara 6.07 mg/L-9,42 mg/L. Dan BOD 5 untuk Sungai Najapilus berkisar antara 6,7 mg/L- 8,6 mg/L dan di outlet Sungai Nageh sebesar 8,9 mg/L. Dari data di atas bahwa kadar BOD di sungaisungai wilayah studi lebih besar dari batas maksimum yang diperbolehkan 6 mg/L. Chemical Oxygen Demand (SOD). Nilai COD menggambarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi atau mereduksi senyawa organik menjadi anorganik. Nilai COD akan meningkat sebanding dengan meningkatnya nilai bahan organik di perairan. Nilai COD di sungai Kedang Pahu berkisar antara 14,28 mg/L - 18,77 mg/L, Sungai Najapilus berkisar antara 4.2 mg/L- 11.6 mg/L dan Sungai Nageh sebesar 6.2 mg/L. Berdasarkan baku mutu kualitas air sungai. Kadar COD perairan di areal studi pada inlet dan outlet Sungai Kadang Pahu lebih tinggi dari batas maksimum yang dibolehkan sebesar 10 mg/L. Dampak lanjutan sebagai akibat menurunnya oksigen terlarut (DO) adalah menurunnya kehidupan hewan dan tanaman air. Hal ini disebabkan karena mahluk hidup banyak yang mati di dalam air atau melakukan imigrasi ke aliran air lainnya (ke hulu atau hilir) yang konsentrasi oksigen masih cukup tinggi. Jika konsentrasi DO semakin rendah, maka mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak, sebaliknya mikroorganisme anaerobik menjadi aktif memecah bahan-bahan tersebut secara anaerobik karena tidak adanya oksigen. Nitrit, Nitrar dan NH3 –N. Nitrit (NO2) merupakan senyawa nitrogen hasil perombakan bahan organik yang mengandung protein dan bersifat toksik bagi organisme perairan. Kandungan NO2 di ketiga Sungai Tersebut tidak terindentifikasi. Nitrat (NO3) merupakan senyawa nitrogen hasil perombakan bahan organik oleh mikroorganisme. Senyawa nitrat merupakan indikator kesuburan perairan karena keberadaannya di perairan sangat diharapkan karena akan berkaitan dengan produktivitas perairan. Kandungan Nitrat (NO3) di daerah studi adalah : sungai DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL



II-18



ADDENDUM ANDAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT KRUING LESTARI JAYA



Najapilus berkisar antara 0.023-0.031 mg/L dan di Sungai Nageh sebesar 0.01 mg/L. Berdasarkan nilai nilai Baku Mutu Lingkungan. Nilai Nitrat di lokasi studi masih di bawah batas maksimum yang ditetapkan yaitu sebesar 10 mg/L. Sulfat (SO4). Kandungan sulfat (SO4) pada sungai di areal studi PT. KRUING LESTARI JAYA adalah : di sungai Kedang Pahu berkisar antara 3.31 mg/L-5.5 mg/L, sungai Najapilus 1.6-4.30 mg/L, dan pada Sungai Nageh 6.2 mg/L. Kandungan sulfat di ketiga sungai tesebut berada di bawah baku mutu lingkungan sebesar 400 mg/L. Merkuri dan mangan. Kandungan merkuri (Hh) dan mangan terlarut (Mn) pada sungai di daerah studi tidak terdeteksi. Berarti belum terjadi kontaminasi Hg dan Mn pada perairan/sungai di daerah studi tersebut. Dan mengindikasikan belum terjadi pencemaran logam-logam berat yang menyebabkan ikan-ikan, mahluk air dan tumbuhan air tidak terkontaminasi. Klorida (Cl). Kandungan klorida (Cl) pada sungai di areal studi PT. KRUING LESTARI JAYA adalah sebagai berikut : sungai Kedang Pahu berkisar antara 1,93 mg/1-3,07 mg/L, dan Sungai Najapilus 0,021 mg/L- 0,029 mg/L dan Sungai Nageh sebesar 0,032 mg/L. Untuk kandungan Klorida di ketiga Sungai tersebut di bawah baku mutu lingkungan sebesar 200 mg/L. 2.1.2. KOMPONEN BIOLOGI 2.1.2.1 Tumbuhan Areal kerja PT Kruing Lestari Jaya termasuk ke dalam formasi hutan hujan dataran rendah (low land tropical rain forest). Fisiografi lapangan umumnya merupakan perbukitan dengan topografi lapangan bervariasi dari datar hingga sangat curam (