Sap Ruang Poli Jiwa Manfaat Kontrol [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SATUAN ACARA PENYULUHAN MANFAAT KONTROL, MINUM OBAT SECARA TERATUR, DAN PERAN KELUARGA DALAM MENCEGAH KEKAMBUHAN DI RUANG POLI JIWA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR MALANG Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Jiwa



Oleh: KELOMPOK 2A RYKA WIDYIANINGTYAS WISNU RAMA WIDJAYA FENY DWI ANGGRAENI KRISMAYA ISMAYANTI NUR ARIFA ASTRI



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018



BAB I PENDAHULUAN



1. LATAR BELAKANG Masalah kesehatan jiwa atau gangguan jiwa juga masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Data Profil Kesehatan Indonesia (2008) menunjukkan bahwa dari 1000 penduduk terdapat 185 penduduk mengalami gangguan jiwa. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2007, diketahui bahwa prevalensi gangguan jiwa per 1000 anggota rumah tangga terdapat 140/1000 penduduk usia 15 tahun ke atas, dan diperkirakan sejak awal tahun 2009 jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa sebesar 25% dari populasi penduduk di Indonesia. Secara global angka kekambuhan pada pasien gangguan jiwa ini mencapai 50% hingga 92% yang disebabkan karena ketidakpatuhan dalam berobat maupun karena kurangnya dukungan dan kondisi kehidupan yang rentan dengan meningkatan stress (Sheewangisaw, 2012). Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Penderita gangguan jiwa dalam masa rehabilitasi yang dirawat oleh keluarga sendiri di rumah atau rawat jalan memerlukan dukungan untuk mematuhi program pengobatan (Juriah & Yulianti, 2009). Dukungan keluarga sangat penting terhadap pengobatan pasien gangguan jiwa, karena pada umumnya klien gangguan jiwa belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal dan jenis obat yang akan diminum. Keluarga harus selalu membimbing dan mengarahkan agar klien gangguan jiwa dapat minum obat dengan benar dan teratur (Nasir & Muhith, 2011). Obat merupakan benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat dapat digunakan untuk berbagai macam penyakit atau gangguan baik fisik maupun psikis. Pada pasien dalam gangguan pada psikisnya, selain terapi dan konsultasi juga memerlukan obat sebagai penunjang penyembuhannya. Manfaat obat pada pasien dengan gangguan pada psikisnya yaitu dapat mengontrol gejalan yang dapat ditimbulkan dari gangguan psikis yang dialami. Selain itu, sebagian besar pasien dengan gangguan psikis memerlukan bantuan dari anggota keluarga baik parsial maupun total. Namun, seringkali keluarga pasien merasa bahwa minum obat bukan sesuatu yang wajib bagi pasien dengan gangguan jiwa. Keluarga menganggap bahwa obat hanya untuk menyembuhkan penyakit secara fisik. Keluarga turut



berperan besar dalam proses kesembuhan pasien dengan gangguan psikis (Karmila dkk, 2016). Dukungan keluarga yang bisa diberikan kepada pasien meliputi dukungan emosional yaitu dengan memberikan kasih sayang dan sikap menghargai yang diperlukan klien, dukungan informasional yaitu dengan memberikan



nasihat dan



pengarahan kepada klien untuk minum obat, dukungan instrumental yaitu dengan menyiapkan obat dan pengawasan minum obat, dan dukungan penilaian memberikan pujian kepada kllien jika minum obat tepat waktu (Wardani dkk, 2012). Kepatuhan berobat adalah perilaku untuk menyelesaikan menelan obat sesuai dengan jadwal dan dosis obat yang dianjurkan sesuai kategori yang telah ditentukan, tuntas jika pengobatan tepat waktu, dan tidak tuntas jika tidak tepat waktu (Yosep, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Lela Juariah dan Arum Yulianti, dukungan sosial keluarga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pasien gangguan jiwa patuh berobat ke Rumah Sakit atau Pusat Kesehatan Masyarakat yang ada. Berdasarkan uraian tersebut, maka kami akan menyelenggarakan penyuluhan kepada anggota keluarga pasien dengan gangguan psikis dengan topik “ Manfaat Kontrol, Minum Obat secara Teratur, dan Peran Keluarga dalam Mencegah Kekambuhan”. 2. TUJUAN 2.1 Tujuan Umum Setelah dilakukan penyuluhan keluarga pasien mampu mengetahui manfaat kontrol, minum obat secara teratur, dan peran keluarga dalam mencegah kekambuhan, pasien dan keluarga di poli jiwa mngerti tentang materi yang disampaikan. 2.2 Tujuan Khusus Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan pasien dan keluarga pasien dapat: a. Mengetahui, memahami, dan menyebutkan manfaat kontrol b. Mengetahui dan memahami manfaat minum obat secara teratur c. Mengetahui, memahami, dan menyebutkan tanda-tanda dan



gejala



kekambuhan d. Mengetahui, memahami, dan menyebutkan peran keluarga dalam mencegah kekambuhan 3. MANFAAT Penyuluhan ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi pada pasien dan keluarga tentang manfaat kontrol dan minum oabt secara teratur serta peran keluarga daam mencegah kekambuhan.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manfaat Kontrol dan Minum Obat secara Teratur Tujuan dari minum obat secara teratur dan kontrol obat pada pasien gangguan jiwa adalah untuk mencegah kekambuhan terutama bagi pasien rawat jalan. Obat pada kasus psikiatri umumnya bertujuan untuk menghambat



fungsi mental klien yang terganggu sehingga kondisi klien dapat diperbaiki dan dikontrol. Oleh karena itu sangat penting untuk memastikan klien dengan gangguan kejiwaan meminum obat dengan dosis dan waktu yang tepat. Namun terkadang setelah keluar dari rumah sakit, klien menjadi tidak teratur dalam meminum obat. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya klien merasa sudah sembuh dan tidak membutuhkan obat, merasa bosan dengan pengobatan karena membutuhkan waktu yang lama, adanya efek samping obat yang mengganggu klien, tidak nyaman dengan jumlah dan dosis obat, lebih memilih untuk melakukan pengobatan tradisional dan tidak adanya dukungan dari keluarga untuk memantau kepatuhan klien meminum obat. 2.2



Peran Serta Keluarga Banyak faktor yang menjadi satu kesatuan yang secara bersama-sama yang dapat menimbulkan gangguan jiwa. Karena banyak sekali faktor yang dapat mencetuskan gangguan jiwa, maka petugas kesehatan kadangkala tidak dapat dengan mudah menemukan penyebab dan mengatasi masalah yang dialami oleh pasien. Disamping itu tenaga kesehatan sangat memerlukan sekali bantuan dari keluarga dan masyarakat untuk mencapai keadaan sehat jiwa yang optimal bagi pasien. Berbagai keadaan yang timbul akibat gangguan jiwa



akhirnya dapat



merugikan



kepentingan



keluarga,



kelompok dan



masyarakat; sehingga peran serta aktif dari seluruh unsur masyarakat sangat diperlukan dalam mengatasi gangguan jiwa. Keluarga merupakan orang-orang yang sangat dekat dengan pasien dan dianggap paling banyak tahu tentang kondisi yang dialami pasien serta dianggap paling banyak memberi pengaruh pada pasien. Sehingga peran keluarga sangat penting artinya dalam perawatan dan penyembuhan pasien (Razali, 2007).



Pentingnya Keluarga Dalam Perawatan Gangguan Jiwa menurut Razali (2007) adalah: 1. Keluarga merupakan lingkup yang paling banyak berhubungan dengan pasien. 2. Keluarga (dianggap) paling mengetahui kondisi pasien. 3. Gangguan jiwa yang timbul pada pasien mungkin disebabkan adanya cara asuh yang kurang sesuai bagi pasien



4. Pasien yang mengalami gangguan jiwa nantinya akan kembali ke masyarakat; khususnya dalam lingkungan keluarga 5. Keluarga merupakan pemberi perawatan utama



dalam



mencapai



pemenuhan kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi pasien. 6. Gangguan jiwa mungkin memerlukan terapi yang cukup lama, sehingga pengertian



dan



kerjasama



keluarga



sangat



penting



artinya



dalam



pengobatan Terkait dengan pentingnya peran keluarga dalam proses penyembuhan pasien gangguan jiwa, ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh keluarga dalam perawatan Gangguan Jiwa: 1. Pasien gangguan jiwa adalah manusia yang sama dengan orang lainnya; mempunyai martabat dan memerlukan perlakuan manusiawi 2. Pasien gangguan jiwa dapat kembali ke masyarakat dan berperan dengan optimal apabila mendapatkan dukungan yang memadai dari seluruh unsur masyarakat. Pasien gangguan jiwa bukan berarti tidak dapat “sembuh” 3. Pasien gangguan jiwa tidak dapat dikatakan “sembuh” secara utuh, tetapi memerlukan bimbingan dan dukungan penuh dari orang lain dan keluarga 4. Tujuan perawatan pasien gangguan jiwa adalah Meningkatkan Kemandirian pasienPengoptimalan peran dalam masyarakat Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah 5. Pasien gangguan jiwa memerlukan pemenuhan kebutuhan aktivitas seharihari seperti makan, minum dan berpakaian serta kebersihan diri dengan optimal. Keluarga berperan untuk membantu pemenuhan kebutuhan ini sesuai tahap-tahap kemandirian pasien 6. Pada kegiatan sehari-hari seperti melakukan pekerjaan rumah yang ringan, membantu usaha keluarga atau bekerja seperti orang normal lainnya merupakan salah satu bentuk terapi pengobatan yang mungkin berguna bagi pasien. 7. Berilah peran secukupnya pada pasien sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki. Pemberian peran yang sesuai dapat meningkatkan harga diri pasien. 8. Keluarga harus memberi motivasi pada pasien gangguan jiwa sesuai dengan kebutuhan dalam rangka meningkatkan moral dan harga diri. 9. Ikut membantu mengembangkan kemampuan yang telah dimiliki oleh pasien pada waktu yang lalu. Kemampuan masa lalu berguna untuk menstimulasi dan meningkatkan fungsi klien sedapat mungkin. 2.3 Kekambuhan pada Pasien Gangguan Jiwa



Kambuh (relapse) merupakan sebuah kejadian, melainkan sebuah proses. Permulaan tahap relapse bisa berlangsung mingguan atau bahkan bulanan sebelum akhirnya menjadi sebuah kekambuhan fisik (phyisical relapse). Ada tiga tahap kekambuhan : 1. Kekambuhan emosi (emotional relapse) Tanda-tanda



kekambuhan



emosi



yaitu:



Perasaan



Gelisah,



tidak



bertoleransi (intolerant), cepat marah, keras kepala (defensiveness), suasana hati yang berubah-ubah (mood swings), mengisolasi diri, merasa tidak membutuhkan pertolongan, pola makan yang buruk, pola tidur yang buruk. Semakin dini tahapnya diketahui, maka akan semakin mudah untuk menarik kembali keinginan relapse tersebut. Pada tahap selanjutnya tarikan untuk relapse akan semakin kuat dan rangkaian kejadiannya bergerak lebih cepat. Pencegahan Dini Cara



mencegah



kekambuhan



emosi



adalah



berusaha



mengenali/menyadari kalau dirinya sedang mengalami emotional relapse, menyadari kalau perilakunya mulai berubah. Seorang pecandu harus tahu jika dirinya mulai mengisolasi diri, jangan ragu untuk meminta pertolongan. Mereka harus mengenali jika mulai merasa gelisah dan mencoba mencari cara untuk relaksasi. Kenali bila pola tidur dan pola makan sudah menyimpang, cermatilah diri sendiri (self care).Jika pada tahap ini perilakunya tidak segera diubah dan berada terlalu lama dalam tahap kekambuhan emosi maka ia akan mudah melarikan diri, dan masuk ke tahap kambuh berikutnya yaitu kekambuhan mental (mental relapse). Mencermati diri sendiri (selfcare). Hal paling penting yang dapat dilakukan untuk mencegah emotional relapse ini adalah mencermati diri sendiri. Pikirkan mengapa saya memakai narkoba, apa tujuannya ? apakah untuk pelarian, relaksasi, atau sekedar mencari kesenangan diri ? Seorang akan mengalami kekambuhan ketika ia mulai tidak peduli dengan dirinya sendiri dan menciptakan situasi yang secara mental dan emosional kosong sehingga mendorong mereka untuk mencari pelarian. Contohnya, jika seseorang tidak memperhatikan diri sendiri dan mempunyai pola makan serta pola tidur yang buruk, ketika ia merasa letih kemudian ingin mencari pelarian. Jika tidak membuang kemarahan dan ketakutan melalui bentuk-bentuk relaksasi, maka akan terbentuk suatu titik dimana dia merasa tidak nyaman pada dirinya sendiri. Jika tidak meminta pertolongan maka ia akan merasa terisolasi. Jika situasi-situasi tersebut



berlangsung terlalu lama, maka ia akan mulai berpikir tentang memakai obat. Sebaliknya jika ia mau peduli dengan dirinya, mencermati dirinya (self care), maka dapat menghindari berkembangnya perasaan tersebut dan terhindar dari relapse. 2. Kekambuhan mental (mental relapse) Dalam kekambuhan mental terjadi perang dalam batin. Sebagian dari dirinya menginginkan untuk memakai, sebagian menginginkan tidak, tetapi di akhir fase ini akhirnya dia berpikir untuk kembali memakai narkoba. Tanda-tanda mental relapse adalah : – Memikirkan orang, tempat, dan benda-benda yang sering digunakan – Memikirkan kesenangan yang didapat sewaktu memakai – Berbohong – Bergaul dengan teman yang dulu menggunakan narkoba – Mambayangkan saat memakai – Berpikir untuk relapse – Merencanakan waktu relapse Tahap ini semakin sulit untuk membuat sebuah pilihan, tarikan kecanduan menjadi semakin kuat. Cara Mengatasi Mental Relapse Mencoba memutar tape. Saat seseorang berpikiran untuk memakai obat, maka



fantasinya



mengatakan



bahwa



dia



tentu



dapat



mengatasi



pemakaiannya saat ini. Dia hanya akan melakukan satu kali pemakaian. Cobalah untuk memutar tape lagi, satu kali memakai biasanya membuat dia ingin memakai lagi. Sewaktu bangun pada hari berikutnya, ia merasa menyesali diri sendiri. Pada hari berikutnya dia mungkin tidak bisa menghentikannya, dan demikian seterusnya seperti berada dalam lingkaran setan. Jika dia memutar tape dan mencoba mengambil kesimpulan yang logis, maka bisikan untuk memakai narkoba lagi itu akan terasa tidak begitu menggoda. Seringkali muncul pikiran yang menggoda, yaitu seandainya dia memakai narkoba maka tidak ada seorangpun yang tahu jika dia relapse. Mungkin pasangannya berada di tempat jauh saat akhir pekan, atau sedang bepergian sendiri. Ketika sifat kecanduan itu mencoba meyakinkan bahwa dirinya tidak mempunyai masalah yang besar, dan bahwa dia sungguh melakukan recovery untuk menyenangkan pasangan atau tempat kerjanya, maka cobalah untuk memutar tape. Ingatkan diri sendiri pada dampak negatif yang



pernah dirasakan, dan akibatnya bila relapse lagi, dia tentu akan terpojok. Sebaliknya jika dia bisa mengendalikan diri, maka masalahnya akan selesai saat itu juga. Mengalihkan diri. Ketika seorang mempunyai pikiran untuk memakai, maka segera kerjakanlah sesuatu. Panggil teman, pergi ke pertemuan, bangun dan pergi berjalan, dll. Jika hanya diam, duduk dengan keinginannya dan tidak melakukan sesuatu, maka dia membiarkan mental relapse itu berkembang. Tunggu selama 30 menit. Pada umumnya suatu keinginan itu muncul kurang dari 15 – 30 menit. Dorongan semacam itu kelihatannya berlangsung lama, tetapi sebetulnya jika dia menyibukkan diri dan mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan, maka hal itu akan dengan cepat berlalu. Relaksasi adalah bagian penting dari pencegahan kekambuhan, karena ketika merasa tegang, seseorang cenderung untuk melakukan apa yang sudah biasa dan salah, daripada apa yang baru dan benar. Ketika seseorang merasa tegang, ia akan cenderung untuk melakukan kesalahan yang sama yang dibuat sebelumnya. Sebaliknya jika bersikap rileks maka akan lebih terbuka kemungkinan untuk berubah. 3. Kekambuhan fisik (physical relapse) Apabila



seseorang mulai



memikirkan



tentang



relapse,



dan



tidak



menggunakan beberapa teknik yang disebutkan di atas, maka tidak akan lama ia sampai pada tahap relapse fisik, yaitu pergi ke penjual minuman, pergi ke dealer, mencari bandar, dll. Jika telah sampai tahap ini maka sulit bagi seseorang untuk menghentikan proses relapse. Hal itu bukan lagi menyangkut



dimana



harus



fokus



dalam



usaha



pemulihan,



namun



menyangkut usaha yang sangat keras untuk mencapai kondisi yang bersih (abstinence), dan itu bukan bagian dari recovery. Jika seseorang bisa mengenali tanda peringatan awal relapse, maka kekambuhan akan dapat diatasi sebelum menjadi terlambat.



BAB III PENGORGANISASIAN SATUAN ACARA PENYULUHAN Judul



: Manfaat Kontrol Minum Obat Secara Teratur, Dan Peran Keluarga dalam Mencegah Kekambuhan



Sasaran



: Keluarga dan pasien di Ruang poli jiwa



Hari/tgl



: Kamis, 22 Nov 2018



Tempat



: Ruang poli jiwa RRSA



Pelaksana



: Mahasiswa PSIK UB



Waktu



: Pkl 10.00 wib



I.



TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Pada akhir proses penyuluhan, peserta penyuluhan dapat mengetahui tentang peran serta keluarga dalam mencegah kekambuhan melalui kontrol dan minum obat selalu teratur.



II.



TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS



Setelah diberikan penyuluhan keluarga pasien di Poli Jiwa dapat :



. III.



1.



Mengetahui manfaat kontrol dan minum obat secara teratur



2.



Mengetahui konsep kekambuhan pada pasien gangguan jiwa.



3.



Mengetahui peran keluarga dalam mencegah kekambuhan.



SASARAN Keluarga dan pasien yang mengalami gangguan jiwa yang berada di poli jiwa RSUD dr.Saiful Anwar Malang



IV.



PEMBAHASAN MATERI 1. 2. 3.



V.



Manfaat kontrol dan minum obat secara teratur Konsep kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. Peran keluarga dalam mencegah kekambuhan.



METODE 1.



Ceramah



2.



Tanya Jawab



VI.



MEDIA 1.



VII.



LCD dan PPT



KRITERIA EVALUASI 1. Evaluasi Struktur 2. Evaluasi Proses 3. Evaluasi Hasil



VIII. No.



KEGIATAN PENYULUHAN Tahap



Kegiatan Penyuluhan



Respon Pasien dan



Waktu



Keluarga 1



Pembukaan



1.



Salam pembuka



2.



Perkenalan



3.



Menyampaikan maksud dan tujuan



2



Penyajian Materi



4. 1.



mengenai



dan 30 Menit



mengerjakan soal



Menjelaskan materi



5 Menit



Memperhatikan



Kontrak waktu Membagikan soal Menyimak pre-test



2.



Menjawab salam Memperhatikan Memperhatikan



penyuluhan manfaat



Mendengarkan memperhatikan



dan



kontrol, secara



minum obat teratur,



dan



peran keluarga dalam mencegah kekambuhan 3. 3



Penutup



1.



Membuka



sesi



tanya jawab Evaluasi dengan Menjawab pertanyaan Bertanya memberikan soal post-test.



2.



Memberikan leaflet



3.



Menerima Memperhatikan Menjawab salam



Menyimpulkan materi



4.



Salam penutup



Evaluasi hasil penyuluhan : 











IX.



PENGORGANISASIAN a. Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Pembawa Acara



: Nur arifa astri



Pembicara



: krismaya ismayanti, ryka widyaningtyas



10 Menit



Fasilitator



: feny dwi anggraeni



Observer



: wisnu rama widjaya



b. Waktu 30 menit



STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN



A. PROSES KEPERAWATAN 1. Kondisi peserta: 



Peserta tidak mengetahui tentang cara kontrol dan minum obat secara teratur dan peran keluarga mencegah kekambuhan pasien gangguan jiwa



2. Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan bd kurang terpajannya informasi. 3. Tujuan khusus: 



Peserta mampu menjelaskan tentang cara kontrol dan minum obat secara teratur dan keluarga mampu menjelaskan peran serta keluarga dalam mencegah kekambuhan pasien gangguan jiwa.



4. Implementasi keperawatan:   



Bina Hubungan Saling Percaya dengan peserta Melakukan pretest Menjelaskan tentang peran serta cara kontrol dan minum obat secara teratur dan peran keluarga mencegah kekambuhan pasien gangguan







jiwa Melakukan posttest



B. STRATEGI



KOMUNIKASI



KEPERAWATAN ORIENTASI 1. Salam Terapeutik:



DALAM



PELAKSANAAN



TINDAKAN



”Selamat pagi Bapak dan Ibu.” ”Perkenalkan,



nama



saya



Putri



Rohmad



Utomo



saya



mahasiswa



keperawatan Brawijaya yang saat ini praktek di Ruang 23. Saya dinas dari jam 7 sampai jam 2 siang nanti. 2. Evaluasi/ Validasi: ”Bagaimana perasaan Bapak/ Ibu hari ini? bagaimana tidurnya tadi malam? ada keluhan tidak?” 3. Kontrak: Topik, waktu, dan tempat 



Topik : “Maksud dan tujuan saya disini ingin memberikan informasi tentang cara kontrol dan minum obat secara teratur dan peran keluarga mencegah kekambuhan pasien gangguan jiwa Adapun materi yang akan saya sampaikan nanti adalah tentang 6 benar obat, pentingnya minum obat, penyebab jika tidak rutin minum obat, serta peran serta keluarga mencegah kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. Waktu : “untuk waktunya sekitar 30 menit ya Bu, Pak.” Tempat: “Tempatnya di ruang penyuluhan ini ya.”



Fase Kerja “Jadi Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien, dan merupakan “Perawat Utama” bagi klien. Oleh karena itu keluarga memiliki peran penting di dalam upaya perawatan terutama pada pemberian obat serta mengontrol agar tidak terjadi kekambuhan. Oleh karena itu peningkatan pengetahuan pada keluarga perlu dilakukan untuk mengurangi periode kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. Dengan pengetahuan yang cukup keluarga akan mengerti tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana merawat pasien dengan gangguan jiwa serta pemberian obat yang benar .” “mungkin ada yang kurang jelas atau ada yang mau ditanyakan lebih lanjut?” Fase Terminasi 1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan: Subyektif: ”Bagaimana perasaan Bapak/ Ibu dengan penyuluhan kita tadi? Bapak/ Ibu merasa senang tidak? Apa Bapak/Ibu sudah mengerti tentang materi yang baru saya sampaikan?



Obyektif: ”Setelah kita penyuluhan materi tadi, sekarang saya akan membagikan soal seperti tadi, silahkan di isi lagi ya Bu/ Pak.”



Rencana Tindak Lanjut “setelah mengetahui bagaimana peran serta keluarga dan penatalaksanaan pasien gangguan jiwa dengan mencegah kekambuhan, harapannya bapak – bapak dan ibu – ibu dapat ikut membantu proses penyembuhan pasien dengan mengajak dan mendukung pasien dalam proses pengobatannya” Kontrak yang akan datang Topik : “nanti ada penyuluhan selanjutnya dengan topik yang berbeda” Waktu : “untuk waktunya setiap hari rabu, apa bapak ibu bisa?” Tempat : “nanti tempatnya seperti biasa disini, bagaimana apa bersedia?”



DAFTAR PUSTAKA



Juriah



L., Yulianti



a, 2009, Hubungan dukungan psikososial keluarga terhadap



kepatuhan berobat pada pasien gangguan jiwa di unit rawat jalan rumah sakit jiwa provinsi jawa barat, jurnal kesehatan kartika. Stikes a.yani cimahi. (http: //www. stikesayani. ac.



Id



/ publikasi/ e-journal/ files/ 2011/201108/201108-



008.pdf Karmila., Dhian, R Lestari., Herawati. 2016. Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarbaru. Jurnal Dunia Keperawatan. 4(2): 88 – 92. Nasir A., Muhith A. Dasar-dasar keperawatan jiwa. Jakarta: Salemba Medika, 2011 Razali, M.S dkk. 2007. Health Education and Drug Counseling for Schizophrenia, IMJ. Vol. 4 No. 3, pp 187-189 Sheewangisaw, Z. (2012). Prevalence and Associated Factors of Relapse in Patent with Schizophernia At Amanuel Mental Specialized Hospital. Congress on Public Health, 1(1), 1-10. Shives, L.R. 2009. Basic Concept Of Psyciatric Mental Health Nursing. Philadelphia, Lippincott Wardani I Y, Achir Y S H, Wiwin W dkk, 2012, Dukungan keluarga: faktor penyebab ketidakpatuhan



klien



skizofrenia



menjalani



pengobatan,



keperawatan univeritas indonesia, Depok. Yosep., Iyus. Keperawatan jiwa, Bandung: Refika aditama, 2011.



fakultas



ilmu



DAFTAR HADIR PERSERTA PENYULUHAN DI RUANG POLI JIWA RSUD dr.SAIFUL ANWAR MALANG No 1



Nama Peserta



Alamat



Ttd



2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20



LEMBAR OBSERVASI PELAKSANAAN PENYULUHAN MAHASISWA PROFESI



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA & TIM PKRS RSUD DR SAIFUL ANWAR MALANG



Kriteria Struktur



Kriteria Proses



Kriteria Hasil



STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ………



PERTEMUAN PERTAMA A. PROSES KEPERAWATAN



1. 2. 3. 4. B.



Kondisi Klien Diagnose Keperawatan: Tujuan khusus: Tindakan keperawatan:



STRATEGI



KOMUNIKASI



DALAM



PELAKSANAAN



TINDAKAN



KEPERAWATAN ORIENTASI 1. Salam terapeutik 2. Evaluasi/validasi. 3. Kontrak : topik, waktu, tempat FASE KERJA TERMINASI 1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan: a. Penilaian subjektif: b. Penilaian objektif: 2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang telah dilakukan): 3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat):