Sebab-Sebab Timbulnya Teologi Dalam Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



MAKALAH SEBAB-SEBAB TIMBULNYA MASALAH TEOLOGI DALAM ISLAM



OLEH : Miftahul Jannah



PROGRAM KUALIFIKASI GURU S1 PGMI FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM 2011



1



A. Latar Belakang Teologi adalah salah satu dari empat disiplin keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama Islam. Tiga lainnya ialah disiplin-disiplin keilmuan fiqh, tasawuf, dan filsafat. Ilmu fiqh membidangi segi-segi formal peribadatan dan hukum, mengenai hal-hal lahiriah. Ilmu Tasawuf membidangi segisegi penghayatan dan pengamalan keagamaan yang lebih bersifat pribadi, sehingga tekanan orientasinya mengenai hal-hal batiniah. Sedangkan filsafat membidangi hal-hal yang bersifat perenungan spekulatif tentang hidup ini dan lingkupnya seluas-luasnya. Berbeda dengan ketiganya, teologi mengarahkan pembahasannya kepada segi-segi mengenai Tuhan. (M. Yusran Asmuni, 1999) Teologi menempati posisi yang cukup terhormat dalam tradisi keilmuan kaum Muslim. Kajian tentang teologi merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin ditinggalkan. Teologi menjadi tumpuan pemahaman tentang sendi-sendi paling pokok dalam ajaran agama Islam, yaitu simpul-simpul kepercayaan, masalah Kemaha-Esaan Tuhan, dan pokok-pokok ajaran agama. Sama halnya dengan disiplin-disiplin keilmuan Islam lainnya, teologi juga tumbuh beberapa abad setelah wafat Nabi. Tetapi lebih dari disiplin-disiplin keilmuan Islam lainnya, teologi sangat erat terkait dengan pergolakan politik dalam Islam. Karena itu dalam penelusurannya ke belakang, akan dijumpai peristiwa pembunuhan 'Utsman Ibn 'Aff'an, yang sering dinamakan al-Fitnat al-Kubra (Fitnah Besar). Teologi sebagai sebuah disiplin ilmu dalam Islam tumbuh bertitik tolak dari fitnah besar itu. (Harun Nasution, 1986: 3-6)



2



Berkaitan dengan latar belakang di atas maka, dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian teologi, nama-nama lain teologi dan sebab-sebab lahirnya masalah-masalah teologi dalam Islam.



B. Pengertian Teologi Teologi berasal dari dua suku kata, yaitu “teo” yang berarti Tuhan dan “logos” yang berarti ilmu. Berdasarkan pengertian di atas, maka teologi dapat diartikan sebagai ilmu mengenai Tuhan. Dalam



pengertian



yang



umum,



teologi



diartikan



dengan



“pengetahuan yang berkaitan dengan seluk beluk tentang Tuhan”. Para ahli agama-agama mengartikan teologi dengan pengetahuan tentang



Tuhan



dan



hubungan



manusia



dengan



Tuhan



serta



hubungan Tuhan dengan alam semesta. (M. Yusran Asmuni, 1999) Sebagai ilmu yang membicarakan ketuhanan, maka kata ini digunakan oleh semua agama. Sementara untuk teologi Islam mengkaji seluk beluk ketuhanan yang terdapat dalam ajaran Islam. Dengan demikian kata teologi bersifat netral, bisa digunakan kepada agama



apa



saja,



sesuai



dengan



karakter



dari



agama



yang



menjadikan ketuhanan sebagai kajian utamanya.



C. Nama-nama lain Teologi Teologi Islam menempati kedudukan yang sangat penting dalam tradisi



ilmu-ilmu



keislaman.



Hal



ini



terbukti



dari



jenis-jenis



penyebutan lain ilmu itu, yaitu ilmu tauhid, ilmu kalam dan ilmu ushuluddin. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dipaparkan pengertian ketiganya. 1. Ilmu Tauhid



3



Perkataan Tauhid berasal dari Bahasa Arab, masdar dari kata Wahhada-Yuwahhidu. Secara etimologis, tauhid berarti Keesaan. Maksudnya, i’tikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah



Esa,



tunggal;



satu.



Pengertian



ini



sejalan



dengan



pengertian Tauhid yang digunakan dalam Bahasa Indonesia, yakni “ Keesaan Allah “ ; mentauhidkan berarti mengakui keesaan Allah ; Mengesakan Allah. Husain Affandi al-Jasr mengatakan : “Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas hal-hal yang menetapkan Aqidah agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan “. Dengan redaksi yang berbeda dan sisi pandang yang lain, Ibnu Khaldun mengatakan bahawa Ilmu Tauhid adalah : “Ilmu yang berisi alasan-alasan dari aqidah keimanan dengan dalil-dalil Aqliyah dan berisi pula alasan-alsan bantahan terhadap orangorang yang menyeleweng Aqidah Salaf dan Ahli Sunnah “. Berdasar definisi-definisi di atas, nampaknya belum ada kesepakatan kata dintara mereka mengenai definisi ilmu tauhid ini. Meskipun demikian, apabila disimak apa yang tersurat dan tersirat dari definisi-definisi yang diberikan mereka, masalah tauhid berkisar pada persoalan-persoalan yang berhubungan dengan Allah, Rasul, atau Nabi, dan hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan manusia yang sudah mati. (M. Yusran Asmuni, 1999) Para Ulama’ sependapat, mempelajari Tauhid hukumnya wajib bagi seorang Muslim, kewajiban itu bukan saja didasarkan pada alasan rasio bahwa Aqidah merupakan dasar pertama dan utama dalam Islam, tetapi juga didasarkan pada dalil-dalil naqli, Al-Qur’an dan Hadist. 2. Ilmu Kalam Secara "pembicaraan". dimaksudkan



harfiah, Tetapi



kata-kata sebagai



"pembicaraan"



Arab istilah,



dalam



kalam, kalam



pengertian



berarti tidaklah



sehari-hari,



4



melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan



logika.



Maka



ciri



utama



Ilmu



Kalam



ialah



rasionalitas atau logika. Karena kata-kata kalam sendiri memang dimaksudkan sebagai terjemahan kata dan istilah Yunani logos yang juga secara harfiah berarti "pembicaraan", tapi yang dari kata itulah terambil kata logika dan logis sebagai derivasinya. Kata Yunani logos juga disalin ke dalam kata Arab manthiq, sehingga ilmu logika, khususnya logika formal atau silogisme ciptaan Aristoteles dinamakan Ilmu Mantiq ('Ilm al-Mantiq). Maka kata Arab "manthiqi" berarti "logis". Dinamakan Ilmu Kalam karena banyak dan luasnya dialog dan perdebatan yang terjadi antara pemikir masalah-masalah aqidah tentang beberapa hal. Misalnya tentang Al-Qur’an apakah khaliq atau bukan, hadist atau qadim. Tentang taqdir, apakah manusia punya hak ikhtiar atau tidak. Tentang orang berdosa besar, kafir atau tidak dan lain sebagainya. Pembicaraan dan perdebatan luas seperti itu terjadi setelah cara berfikir rasional dan falsafati mempengaruhi para pemikir dan ulama Islam. (M. Yusran Asmuni, 1999) 3. Ilmu Ushuluddin Ushuluddin berasal dari dua kata, Ushul dan Din. Ushul adalah bentuk jamak dari ashlun yang berarti, "dasar" atau "asas". Sedangkan din adalah "balasan" dan dalam istilah bermakna "syariat, undang-undang, atau hukum". Din yang dimaksud dalam pengertian ushuluddin adalah makna istilah, sehingga Ushuluddin mempunyai pengertian "Dasar Syariat atau Dasar Undang-undang". Ilmu Ushuluddin menurut istilah (terminologi) adalah ilmu yang mempelajari tentang dasar-dasar keyakinan agama Islam (iman),



dan



segala



hal



yang



berhubungan



dengan



iman,



diantaranya sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah, dan sifat



5



wajib jaiz, mustahil bagi para Rasul dan lain-lain. (M. Yusran Asmuni, 1999)



D. Sebab-sebab Munculnya Masalah Teologi dalam Islam Dalam sejarah pemikiran Islam, teologi muncul berawal dari perseteruan politik antara Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Ali ibn Abi Thalib dalam perang Siffin. Tatkala pasukan Mu’awiyah hampir kalah, mereka mengangkat Al-Qur’an meminta menyelesaikan masalah antara mereka dengan jalan damai. Mereka sepakat menyelesaikan masalah melalui tahkim atau arbitrase. Arbritase dilakukan dengan sistem utusan. Masing-masing kelompok menunjukkan utusannya untuk berunding. Kelompok Ali menunjuk Abu Hasan al-Asy’ari, seorang sahabat Nabi yang sudah tua. Sementara golongan Mu’awiyah menunjuk Amr bin ‘Ash yang masih muda dan cerdas. Dalam



musyawarah,



menonaktifkan pemilihan



jabatan



khalifah



kedua



perwakilan



kekhalifahan ulang.



dan



ini



sepakat



akan



Masing-masing



untuk



mengadakan



mereka



akan



menonaktifkan khalifahnya. Pada waktu dan tempat yang telah ditantukan, Abu Hasan yang lebih tua diberikan kesempatan pertama untuk menonaktifkan Ali sebagai khalifah. Dan dia melaksanakannya dengan mengumumkan bahwa sejak saat ia bicara maka Ali diberhentikan dari jabatannya sebagai khalifah. Kemudian Amr bin ‘Ash maju dan naik ke podium. Ia mengatakan (kira-kira): “Saudara-saudara tadi Abu Hasan telah menonaktifkan Ali. Sungguh celaka kita sebagai kaum muslimin tidak memiliki khalifah sebagai pemimpin. Oleh sebab Ali sudah dinonaktifkan, maka dengan ini saya nyatakan bahwa Khalifah kita yang baru adalah Mu’awiyah ibn Abi Sufyan.” Penyelesaian yang dilaksanakan oleh keduanya dipandang tidak mengikuti hukum Allah oleh sebaian golongan kaum muslimin pengikut Ali (yang kemudian menamakan kelompok mereka dengan



6



Khawarij). Karenanya Mu’awiyah dan Ali dianggap telah berbuat dosa besar, dan karena itu mereka telah kafir dan boleh dibunuh. Persoalan



kafir



dan



mukmin



ini



menjadi



basis



awal



perkembangan pemikirian teologi dalam Islam. Munculnya golongangolongan lain sebagai upaya memberikan penjelasan lebih dalam, filosofis dan menyeluruh mengenai term kafir dan mukmin tersebut. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman muncul juga beberapa terma lainnya yang menyangkut dengan sifat Tuhan, kebebasan manusia, kemakhlukan Al-Qur’an, posisi akal dan wahyu, keadilan Tuhan dan lain sebagainya. Pembahasan



masalah



keimanan



dan



kebebasan



manusia



merupakan dua masalah yang diawali oleh persoalan politik tersbut di atas. Sedangkan masalah sifat Tuhan dipengaruhi juga oleh adanya perluasan wilayah Islam sehingga adanya perbedaan bahasa di kalangan umat. Bagi kaum muslimin yang berbahasa Arab mudah memahami makna ketauhidan yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Tidak demikian halnya dnegan kaum muslimin lain yang ada di luar Arab, selain tidak mengerti bahasa Al-Qur’an, mereka juga tidak akrab dengan hadits sebagai tradisi yang diriwayatkan turuntemurun. Karenanya diperlukan suatu penjelasan yang baik untuk menjelaskan pemahaman tauhid tersebut sehingga ketauhidan yang dibangun terbebas dari usur syirik. Memang, fakta sejarah menunjukkan, persoalan pertama yang muncul di kalangan umat Islam yang menyebabkan kaum muslimin terpecah ke dalam beberapa firqah (kelompok/golongan) adalah persoalan politik. Dari masalah ini kemudian lahir berbagai kelompok dan aliran teologi dengan pandangan dan pendapat yang berbeda. 1. Khawarij Nama Khawarij diambil dari kata kharaja yang berarti keluar. Khawarij adalah suatu sekte pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalakan barisan karena ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali bin Abi Thalib yang menerima arbitrase



7



(tahkim) dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. (Harun Nasution, 1986: 11). Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa



timbulnya



dikarenakan



golongan



permasalahan



Khawarij politik,



dalam yaitu



teologi



Islam



ketidaksetujuan



sekelompok orang terhadap sikap Khalifah Ali bin Abi Thalib yang menerima perdamaian (tahkim) dari Muawiyah bin Abi Sufyan. Golongan ini tidak muncul karena perbedaan pemahaman (penafsiran) tentang permasalahan definisi kafir dan mukmin. Namun,



dalam



perkembangan



berikutnya,



golongan



ini



kemudian membahas tentang permasalahan mukmin dan kafir sebagai salah satu ajarannya. Secara umum ajaran-ajaran pokok khawarij adalah :  



Orang Islam yang melakukan dosa besar adalah kafir. Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (antara Aisyah, Thalhah dan Zubair dengan Ali bin Abi Thalib) dan para







pelaku



tahkim



termasuk



membenarkan dihukumkan kafir. Khalifah harus dipilih langsung



yang oleh



menerima rakyat.



dan



(Harun



Nasution, 1986: 12) 2. Murji’ah Murjiah diambil dari kata arja’a yang berarti menunda, yaitu menunda penyelesaian persoalan sampai hari perhitungan di hadapan Allah di hari Kiamat kelak. (Harun Nasution, 1986: 22). Berdasarkan



definisi



kemunculan golongan



tersebut



dapat



dipahami



bahwa



Murji’ah adalah semata-mata karena



tidak ingin terlibat dalam permasalahan pertikaian antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan, yang selanjutnya menimbulkan permasalahan antara mukmin dan dan kafir. Golongan Murji’ah tidak mengeluarkan pendapat tentang siapa yang salah, siapa yang mukmin dan siapa yang kafir.



8



Mereka



lebih



memilih



bersikap



netral



dan



menyerahkan



permasalahan tersebut pada keputusan Allah di hari Kimat. Ajaran-ajaran Murji’ah pada tahap berikutnya berkembang menjadi beberapa hal antara lain : 



Iman hanya membenarkan di dalam hati.







Orang Islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumi kafir, selama ia mengakui dua kalimah syahadah.







Hukum terhadap perbuatan manusia ditangguhkan hingga hari kiamat.



3. Qadariyah Qdariyah



berasal



dari



kata



qudrah



yang



berarti



kemampuan untuk bertindak. Pokok aliran Qadariyah antara lain adalah



manusia



mempunyai



kemampuan



untuk



bertindak



(qudrah) dan memilih atau berkehendak, yang terlepas dari kehendak Tuhan. (Harun Nasution, 1986: 31). Pada awal kehadirannya, golongan Qadariyah merupakan isyarat



penentangan



terhadap



politik



pemerintahan



Bani



Umayyah, aliran ini selalu mendapat tekanan dari pemerintah, namun



paham



Qadariyah



tetap



berkembang.



Dalam



perkembangannya, paham ini tertampung dalam madzhab mu’tazilah. (Harun Nasution, 1986: 32-37). 4. Jabariyah Madzhab Qadariyah.



ini



muncul



bersamaan



dengan



kehadiran



Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti



memaksa. Menurut aliran ini, manusia manusia mengerjakan perbuatannya



dalam



keadaan



terpaksa,



dimana



semua



perbuatannya telah ditentukan sebelumnya oleh Allah SWT (Harun Nasution, 1986: 31). Kelahiran golongan ini lebih lanjut menurut Harun Nasution tidak terlepas dari kondisi sosiografis masyarakat Arab padang pasir yang sederhada dan jauh dari pengetahuan. Kondisi tanah dan pegunungan yang tandus menyebabkan mereka lebih banyak



9



bersikap pasrah. Mereka merasa dirinya lemah dan tidak berkuasa menghadapi situasi tersebut. (Harun Nasution, 1986: 31-32). 5. Mu’tazilah Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala yang berarti menjauh. Golongan ini lahir pada abad ke 2 H dengan tokoh utamanya Washil bin Atha’. Washil bin Atha’ menjauhkan dirinya dari Hasan al-Basri ketika berdebat tentang permaslahan orang mukmin yang berbuat dosa besar. Menurut Hasan al-Basri, orang mukmin yang berbuat dosa besar tetap mukmin dan tidak kafir. Washil bin Atha’ berbeda pendapat dengan hasan al-Basri.



Menurutnya, orang



mukmin yang berbuat dosa besar tidak lagi dikatakan mukmin dan tidak pula kafir, tapi berada antara kedua-duanya. (Harun Nasution, 1986: 38). Menurut al-Mas’udi sebagaimana dikutip Harun Nasution, penamaan Mu’tazilah ini berasal dari pendapat bahawa orang mukmin yang berbuat dosa besar tidak lagi mukmin dan tidak pula kafir, tetapi mengambil posisi antara kedua posisi tersebut (manzilah bain al-manzilatain) (Harun Nasution, 1986: 39). 6. Ahlussunnah wal jama’ah Ahlussunnah berarti pengikut Sunnah Nabi Muhammad SAW, dan Jama’ah artinya Sahabat Nabi, jadi Ahlussunnah mengandung arti “ Penganut sunnah (i’tikad) Nabi dan para Sahabat beliau.



E. Kesimpulan Berdasarkan latar belakang dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Teologi menempati posisi yang cukup terhormat dalam tradisi keilmuan kaum Muslim karena menjadi tumpuan pemahaman tentang sendi-sendi paling pokok dalam ajaran agama Islam,



10



yaitu simpul-simpul kepercayaan, masalah Kemaha-Esaan Tuhan, dan pokok-pokok ajaran agama. 2. Teologi memiliki beberapa nama lain diantaranya adalah : (a) Ilmu Tauhid, yaitu ilmu yang menitikberatkan pembahasannya kepada keesaan Allah SWT; (b) Ilmu Kalam, yaitu ilmu yang pembahasannya



mengenai



eksistensi



Tuhan



dengan



menggunakan argumentasi filosofis; dan (c) Ilmu Ushuluddin, yaitu ilmu yang membahas tentang dasar-dasar keyakinan agama Islam (iman). 3. Sebab-sebab lahirnya teologi dalam Islam antara lain : (a) permasalahan politik; (b) kondisi sosiografis masyarakat, dan (c) perbedaan pendapat. DAFTAR PUSTAKA Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah analisa dan Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986) M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999).