Sedian Salep Dermatitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI “ SEDIAAN SALEP DERMATITIS” Dosen : Prof.Dr.Teti Indrawati, MS.,Apt



Disusun Oleh : 1. Mahadma Bhima Whinata 2. Siti Aisah .



19344163 19344164



Kelas : E – P2K Karyawan



PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA 202O



KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya yang dilimpahkan kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Teknologi Sediaan Farmasi yang berjudul “SEDIAAN SALEP DERMATITIS” Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Sedian Farmasi . Dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, kami banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak yang senantiasa membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan dan menyelesaikan makalah ini, kepada : 1. Prof.Dr.Teti Indrawati, MS.,Apt selaku dosen mata kuliah Teknologi Sediaan Farmasi. 2. Pihak-pihak yang membantu kami dalam pengerjaan makalah ini yang tak mungkin ditulis satu persatu sehingga makalah ini bisa selesai. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekuranganya. Oleh karena itu, kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun. Namun, besar harapan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi bagi pembaca sekalian.



Jakarta, 19 April 2020



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................i DAFTAR ISI.......................................................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................................1 1.1 Latar Belakang..............................................................................................................................1 1.2 Tujuan Penulisan..........................................................................................................................1 1.3 Rumusan Masalah........................................................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................................3 2.1 Definisi............................................................................................................................................3 2.2 Metode Pembuatan Salep..........................................................................................................5 2.3 Evaluasi Salep...............................................................................................................................5 2.4 Cara Pembuatan Obat Yang Baik............................................................................................6 2.5 Data Preformulasi........................................................................................................................7 2.6 Formula...........................................................................................................................................7 BAB III PEMBAHASAN...............................................................................................................................8 3.1 Alur Sumber Daya Manusia (SDM).......................................................................................8 3.2 Alur Penerimaan Bahan Baku..................................................................................................8 3.3 Alur Penyiapan Bahan Baku.....................................................................................................9 3.4 Alur Pembuatan Salep Dermatitis...........................................................................................9 3.5 Pengemasan.................................................................................................................................12 3.6 Alur Penyimpanan Produk......................................................................................................12 3.7 Karantina dan Penyerahan ke Gudang Obat Jadi.............................................................13 3.9 Evaluasi Mutu salep dan krim dermatitis...........................................................................14 3.10 Karakteristik sediaan salep dan krim dermatitis yang baik........................................17 BAB IV PENUTUP........................................................................................................................................18 4.1 Kesimpulan..................................................................................................................................18 4.2 Saran..............................................................................................................................................18 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................19 DISKUSI PERTANYAAN DAN JAWABAN KELOMPOK..........................................................20 ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik dan keluhan gatal. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadium penyakitnya. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadium penyakitnya.. Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi juga adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Tujuan inflamasi yaitu untuk memperbaiki jaringan yang rusak serta mempertahankan diri terhadap infeksi. Tanda-tanda inflamasi adalah berupa kemerahan, panas, nyeri, pembengkakan, dan function laesa (Higaki, 2017) Pada prduksi salep dermatitis perlu diperhatikan zat aktif dan basis salep yang digunakan. Basis salep sendiri merupakan zat pembawa yang bersifat inaktif dari sediaan topikal, dapat berupa bentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif untuk kontak dengan kulit. Dalam proses produksi salep dermatitis juga perlu diperhatikan bagaimana Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) baik dari Sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang mendukung proses pembuatan sediaan salep tersebut (Lachman, 2008) Betamethason valerat merupakan suatu kortikosteroid topikal yang mempunyai sifat antiinflamasi, anti pruritik dan vasokonstriktif. Seperti pada umumnya di setiap obat selalu ada beberapa derajat kekuatan dosis dari suatu obat , pada makalah ini obat yang akan dibahas adalah betametason, dari hal tersebut dapat disesuaikan dengan derajat reaksi inflamasi dari yang ringan sampai yang berat. Oleh sebab itu sangat penting untuk mengetahui tentang obat tersebut dalam penggunaannya kepada pasien yang menderita dermatitis atopik agar kita dapat memanfaatkan pengetahuan untuk memilih dan memberi pengobatan kepada pasien secara efektif, aman, dan meminimalisir semua efek samping yang dapat merugikan pasien itu sendiri (Evory et all, 2010) 1.2. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui rancangan formula dan komponen sediaan salep dermatitis 2. Untuk mengetahui alur pengadaan barang



1



3. Untuk mengetahui alur bahan baku, alur produksi, evaluasi, pengemasan, penyimpanan dan distribusi. 1.3. Rumusan Masalah 1. Apa komponen sediaan dan bagaimana rancangan formulasi sediaan salep dermatitis 2. Bagaimana pengadaan barang dan alurnya 3. Bagaimana memproduksi sediaan yang baik ( alur , proses produksi , evaluasi , pengemasan, penyimpanan dan distribusi)



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi A. Dermatitis Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik dan keluhan gatal. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadium penyakitnya (Barbara et all, 2017) Macam-Macam Dermatitis yang umum terjadi yaitu (Djuanda, 2007): 



Dermatitis Atopik (DA) Dermatitis Atopik (DA) adalah kelainan kulit kronis yang sangat gatal, umum dijumpai, ditandai oleh kulit yang kering, inflamasi dan eksudasi, yang kambuh-kambuhan. Kelainan biasanya bersifat familial, dengan riwayat atopi pada diri sendiri ataupun keluarganya.







Dermatitis Seboroik (DS) Dermatitis Seboroik (DS) merupakan dermatitis dengan distribusi terutama di daerah yang kaya kelenjar sebasea. Lesi umumnya simetris, dimulai di daerah yang berambut dan meluas meliputi skalp, alis, lipat nasolabial, belakang telinga, dada, aksila dan daerah lipatan kulit. Penyebab pasti DS belum diketahui, walaupun banyak faktor dianggap berperan, termasuk faktor hormonal, genetik dan lingkungan.







Dermatitis Kontak (DK) Terdapat 3 bentuk DK yakni DK iritan (DKI), DK alergik (DKA) dan reaksi fototoksik maupun reaksi fotoalergik. DKI ialah erupsi yang timbul bila kulit terpajan bahan-bahan yang bersifat iritan primer melalui jalur kerusakan yang non-imunologis. Bahan iritan antara lain deterjen, bahan pembersih peralatan rumah tangga, dan sebagainya. Sedangkan DKA ialah respons alergik yang didapat bila berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat sensitiser/alergen. Contoh bahan yang dapat memicu DKA antara lain adalah beberapa jenis pewangi, pewarna, nikel, obatobatan, dan sebagainya.



3



B. Salep Salep adalah sediaan setengah padat berupa massa lunak yang mudah dioleskan dan digunakan untuk pemakaian luar. Menurut farmakope edisi IV sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir. Fungsi salep adalah (Ansel, 1989) : a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit b. Sebagai bahan pelumas pada kulit. c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit. Basis salep merupakan salah satu komponen dan faktor yang sangat penting dalam sediaan salep. Basis salep merupakan komponen yang terbesar dalam sediaan salep, yang sangat menentukan baik/buruknya sediaan salep tersebut. Basis salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam empat kelompok yaitu (Agoes G, 2008): a.



Dasar salep hidrokarbon dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar dicuci. Tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama



b.



Dasar salep serap dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (Parrafin hidrofilik dan Lanolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (Lanolin). Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai emolien



c.



Dasar salep yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik dan lebih tepat disebut “Krim”. Dasar ini dinyatakan juga dapat dicuci dengan air karena mudah dicuci dari kulit dan dilap basah, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada dasar salep hidrokarbon.



4



Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan termatologik. d.



Dasar salep larut dalam air merupakan kelompok yang sering juga disebut sebagai dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut “gel”



2.2 Metode Pembuatan Salep Salep umumnya dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan obat ke dalam salep dasar. Ada beberapa metode pembuatan salep, yaitu (Ansel, 1989) : 



Metode Pelelehan: zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduksampai membentuk fasa yang homogeny.







Metode Triturasi : zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis.



2.3 Evaluasi salep 1. Uji Organoleptik Pengamatan yang dilakukan oleh dalam uji ini adalah bentuk sediaan, bau dan warna sediaan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995) 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas sediaan salep dilakukan untuk melihat perpaduan bahanbahan (basis dan zat aktif) sehingga menjadi bentuk salep yang homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan cara mengamati hasil pengolesan salep pada plat kaca. Salep yang homogen ditandai dengan tidak terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan sampai titik akhir pengolesan. Jika terdapat perbedaan sifat pada basis dan zat aktif akan terjadi proses penggumpalan sehingga mengakibatkan bentuk sediaan yang memiliki partikel lebih besar dari sediaan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995) 3. Uji Pengukuran pH Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dari salep dalam 5



5



mengiritasi kulit. Pengukuran nilai pH menggunakan alat bantu stik pH atau dengan menggunakan kertas kertas pH universal yang dicelupkan ke dalam 0,5 gram salep yang telah diencerkan dengan 5ml aquadest (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995). Nilai pH salep yang baik adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan nilai pH kulit manusia. 4. Uji Daya Sebar Pengujian daya sebar tiap sediaan dengan variasi tipe basis dilakukan untuk melihat kemampuan sediaan menyebar pada kulit. Semakin luas membran tempat sediaan menyebar maka koefisien difusi makin besar yang mengakibatkan difusi obat pun semakin meningkat, sehingga semakin besar daya sebar suatu sediaan maka semakin baik. Sebanyak 0,5 gr setiap diletakkan diatas kaca bulat yang berdiameter 15cm, kaca lainnya diletakkan diatasnya dandibiarkan selama 15 menit, kaca lainnya diletakkan diatasnya selama 1menit. Diameter sebar salep diukur. Setelahnya ditambahkan 100gr beban tambahan dan didiamkan selama1menit lalu diukur diameter yang konstan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995) 5. Uji konsistensi Uji konsistensi merupakan suatu cara untuk menentukan sifat berulang, seperti sifat lunak dari setiap jenis salep. Melalui sebuah angka ukur untuk memperoleh konsistensi dapat digunakan alat metode penetrometer (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995) 2.4 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) CPOB merupakan pedoman yang harus diterapkan dalam seluruh rangkaian proses di industri farmasi dalam pembuatan obat jadi, sesuai dengan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Pedoman CPOB bertujuan untuk menghasilkan produk obat yang senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB tahun 2018 meliputi 25 aspek yang dibicarakan, yaitu: Sistem Mutu Industri Farmasi, Personalia, Bangunan dan Fasilitas, Peralatan, Produksi, Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik, Pegawasan mutu, Inspeksi diri, Keluhan dan Penarikan Produk, Dokumentasi, Kegiatan Alih Daya, Kualifikasi dan Validasi, Pembuatan Produk Steril, Pembuatan Bahan dan Produk Biologi untuk Penggunaan manusia, pembuatan gas medisinal, pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan, pembuatan produk darah, pembuatan obat uji klinik, 6



system komputerisasi, cara pembua, pembuatan radiofarmaka, penggunaan radiasi pengion dalam pembuatan obat dan manajemen resiko mutu. 2.5 Data Preformulasi Nama bahan aktif



: Betamethasone



- Rumus bangun : C22H29FO5 - Pemerian Warna



: berwarna putih atau hampir putih



Bau



: tidak berbau



Bentuk



: serbuk kristalin



- Titik lebur - pH larutan



0



: 240 C : 4,5 sampai 7



- Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam aseton. Mudah larut dalam etanol (96%) - Stabilitas Terhadap cahaya : terlindung dari cahaya Terhadap udara : pada suhu kamar dan dalam wadah tertutup rapat. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995) 2.6 Formula Formula Betamethasone PEG 6000 PEG 400 Propylene Glycol Tween 80 Distilled water



Jumlah 0,25% 32 % 39,8 % 25% 0.20% 2,75%



(Jadhav et all, 2011)



7



BAB III PEMBAHASAN 3.1 Alur Sumber Daya Manusia (SDM) Personel memasuki ruang loker untuk mengganti pakaian dari rumah Mencuci tangan sebelum masuk kedalam daerah produksi Mengganti pakaian produksi yang disediakan pabrik untuk memasuki ruangan pabrik



Memasuki ruangan penimbangan sejumlah 2 orang Dilakukan IPC selama proses produksi 3.2 Alur Penerimaan Bahan Baku Bahan baku yang datang diterima oleh Gudang Bahan Baku (GBB)  Pembuatan LPB  Pengecekan nama bahan, jumlah, pabrik pembuat, nomor lot/batch, tanggal barang datang, tanggal kadaluarsa, spesifikasi yang telah ditetapkan.



 Pencatatan kartu stok gudang Status Karantina (Label Kuning) Gudang mengajukan permintaan sampling ke QC Bahan baku disimpan dalam gudang karantina Hasil pemeriksaan QC Tidak Lulus (Label Merah)



Lulus (Label Hijau)



Dipindahkan ke GBB lulus Uji



Dikembalikan ke Departemen 8 8



Disertai alasan penolakan Departemen pembelian akan mengembalikan atau penggantian kepada supplier 3.3 Alur Penyiapan Bahan Baku Penyimpanan bahan awal baik pada saat proses karantina selama pemeriksaan maupun setelah diluluskan harus disesuaikan dengan persyaratan penyimpanan yang tercantum dalam label bahan awal atau Certificate of Analysis (COA) Suhu ruang (ambient) : suhu ruang tidak lebih dari 30°C; Suhu ruang berpendingin udara (AC) : suhu ruang di bawah 25°C; Suhu dingin : suhu ruang antara 2-8°C; dan Suhu beku : suhu ruang di bawah 0°C. Bahan awal tidak boleh disimpan langsung bersentuhan dengan lantai gudang, simpan bahan awal di atas rak atau pallet Gudang penyimpanan bahan awal harus selalu dipantau kondisinya sehingga selalu memenuhi persyaratan. Semua bahan awal yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang mencolok, ditempatkan terpisah dan dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasoknya. 3.4 Alur pembuatan salep betamethasone Dalam proses produksi produk salep dilakukan pemeriksaan atau IPC oleh personil produksi. IPC dilakukan pada tahap-tahap kritis selama proses pembuatan, antara lain: 1) Mixing: pH, homogenitas, kehalusan 2) Filling: bobot isi tube, penampilan, termasuk pencetakan expired date dan nomor bets. Proses produksi dilakukan di ruang kelas D (grey area) yaitu yang terdiri dari solid, liquid, dan topikal. Kegiatan pengemasan primer tube filling juga dilakukan di ruang 9



9



kelas D. Sedangkan proses pengemasan sekunder seperti cartoning dilakukan di ruang kelas F (black area). a. Proses produksi salep pada ruang bahan baku. 1. Pemeriksaan bahan Pada proses pembuatannya, setiap bahan baku diperiksa terlebih dahulu oleh tim QC dengan mengambil sampel di ruang sampling, pemeriksaan yang dilakukan oleh tim QC meliputi pemerian, kelarutan, bilangan asam, dan bilangan penyabunan, dari hasil uji tersebut tim QC dapat memutuskan apakah bahan baku tersebut memenuhi kriteria yang berstandarkan CPOB atau tidak. 2. Penimbangan bahan Setelah pemeriksaan bahan, petugas yang bertanggung jawab terhadap bahan baku menimbang bahan-bahan apa saja yang akan dibutuhkan dalam proses produksi sediaan krim dan salep. Penimbangan bahan dilakukan untuk produksi sediaan per satu bets. Setelah bahan baku ini dinyatakan lulus uji kriteria, bahan baku tersebut dicampur dan diolah menjadi produk antara. Kemudian petugas bagian produksi mengambil bahan baku yang telah ditimbang dengan melakukan serah terima yang disertai dengan dokumen CPB (Catatan Pengolahan Bets) yang telah melampirkan tanda tangan petugas 3.Perlakuan bahan setelah ditimbang Diberi label pada bahan aktif maupun eksipien yang telah ditimbang dan disimpan ditempat tertutup baik. •Penimbangan bahan baku dan bahan tambahan



•Pembuatan basis •Pencampuran dengan betamethasone •IPC: homogenitas obat, ukuran partikel, tampilan, viskositas, BJ



•Pengemasan primer •IPC : pemeriksaan kebocoran wadah, keseragaman bobot



•Pengemasan sekunder



•Produk jadi



10



10



b. Proses produksi dilanjutkan di ruang pencampuran. 1. proses pencampuran proses pencampuran bahan dengan menggunakan alat Vacum emulsifier Mixer. Pada alat ini proses pencampuran dimulai dari pembuatan basis hingga membentuk masa salep. Selanjutnya masa yang telah jadi disimpan dalam wadah kemudian di tempatkan di ruang Ruang karantina produk antara. Produk yang telah jadi di lakukan kembali proses IPC oleh QC, homogenitas obat, pemeriksaan ukuran partikel, pemeriksaan tampilan, viskositas, berat jenis. 2. pengisian dan pengemasan jika senyawa dinyatatakan lulus evaluasi sediaaan maka produk tersebut dimasukkan ke dalam wadah primer (tube) dengan mesin auto filling cream dengan volume pengisian 5 gram per tube (Pengemasan primer). Selama proses pengisian sediaan salep operator melakukan proses penimbangan setiap 15 menit sekali, proses ini bertujuan untuk memastikan bobot per tube sesuai dengan bobot yang diinginkan dari kemasan. kemudian produk yang telah diisi ditempatkan di ruang karantina produk ruahan untuk selanjutnya melewati tahap pemeriksaan oleh QC, pemeriksaan itu meliputi pemerian, identifikasi, pH, kadar zat berkhasiat, homogenitas, koefisien variasi dan keseragaman sediaan,. Waktu yang dibutuhkan untuk menuggu hasil pemeriksaan ini yaitu 1-2 hari. 3.5 Pengemasan Kegiatan pengemasan dilakukan dengan pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas. Semua kegiatan pengemasan dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan dicatat dalam catatan pengemasan batch. Sebelum kegiatan pengemasan dimulai, dilakukan pemeriksaan kesiapan jalur pengemasan sesuai dengan daftar periksa untuk memastikan bahwa ruang kerja dalam keadaan bersih dan bebas dari produk dan bahan kemasan dari batch sebelumnya. Pada pengemasan terakhir produk, bagian QA melakukan kembali pemeriksaan antara lain kelengkapan dan kesesuaiannya dengan persyaratan dalam prosedur pengemasan produk.



11



Bethametason salep dikemas dalam tube (kemasan primer) yang setiap tube berisi 5 gr. Setiap tube dikemas dalam 1 dus/kotak (kemasan sekunder) sehingga 5 kg salep dikemas dalam 500 tube yang dikemas lagi dalam 50 kotak/ dus. Setiap tube ditutup terlebih dahulu dengan alumunium foil untuk mencegah kontaminasi dan kestabilan obat. Alasan menggunakan tube plastik karena tube mudah digunakan oleh konsumen dan kepraktisannya. Selain itu, tube plastik akan mencegah sediaan salep tercecer dan mengurangi kontak salep dengan udara dan sinar matahari sehingga sediaan salep dapat lebih stabil. Penandaan krim :  Diberi lambang obat keras karena bethametason merupakan obat keras. Obat keras diberi tanda bulatan berwarna merah, garis tepi berwarna hitam, degan huruf K berwarna hitam di tengah, diameter minimal 1 cm.  Diberi peringatan obat keras, yaitu P3 : awas obat keras! hanya untuk bagian luar dari badan.



 Penggunaan : dioleskan tipis – tipis pada bagian kulit yang sakit  Penyimpanan : simpan di suhu kamar, terlindung dari cahaya 3.6 Alur Penyimpanan Produk Produk diterima dari ruang produksi Pengemasan sekunder (packing) Gudang Obat jadi untuk disimpan sebelum dilakukan pengiriman barang 3.7 Karantina dan Penyerahan ke Gudang Obat Jadi Pengawasan oleh QC dengan memberikan label yang jelas Memastikan produk dan catatan menyeluruh mengenai batch yang bersangkutan memenuhi persyaratan



12



Penyerahan obat jadi ke daerah karantina dan cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan selanjutnya ke gudang obat jadi dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis Seluruh batch yang sudah terkemas disimpan dengan status karantina Setiap obat yang statusnya masih karantina, membutuhkan kondisi penyimpanan yang khusus, diberi label yang jelas yang menyatakan syarat penyimpanannya Pelulusan obat jadi oleh bagian pengawasan mutu adalah produk jadi yang telah memenuhi persyaratan pengawasan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan pengemasan Bagian QC juga melakukan penyimpanan obat jadi yang sudah dikemas dalam jumlah yang cukup sebagai contoh pertinggal yang akan digunakan untuk pengujian di masa mendatang Setelah bagian pengawasan mutu meluluskan suatu batch, obat jadi dipindahkan dari daerah karantina ke gudang obat jadi.



3.8 Evaluasi Mutu salep dermatitis Agar sistem pengawasan mutu dapat berfungsi dengan efektif, harus dibuatkan kebijaksanaan dan peraturan yang mendasar dan ini harus selalu ditaati. Pertama tujuan pemeriksaan semata – mata adalah demi mutu obat yang baik. Kedua, setiap pelaksanaan harus berpegang teguh pada standar atau spesifikasi dan harus berupaya meningkatkan standar atau spesifikasi yang telah ada. (Lachman, 1994) a. Pemerian Pemerian dilakukan terhadap bentuk, warna, bau dan suhu lebur. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV pemerian untuk betamethasone yaitu serbuk hablur, putih sampai hampir putih, tidak berbau. b. Homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan salep bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain yang diperlukan tercampur secara homogen. Persyaratanya harus homogen, 13



sehingga salep yang dihasilkan mudah digunakan dan terdistribusi merata saat penggunaan pada kulit. Alat yang digunakan untuk pengujian homogenitas adalah roller mill, colloid mill, homogenizer tipe katup. Dispersi yang seragam dari obat yang tak larut dalam basis maupun pengecilan ukuran agregat lemak dilakukan dengan melalui homogenizer atau mill pada temperatur 30 – 40 oC. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995) c. Stabilitas Stabilitas dapat didefenisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat produk dibuat. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995) Tujuan pemeriksaan kestabilan obat adalah untuk menjamin bahwa setiap batch obat yang didistribusikan tetap memenuhi persyaratan yang ditetapkan meskipun sudah cukup lama dalam penyimpanan. Pemeriksaan kestabilan digunakan sebagai dasar penentuan batas kadaluarsa, cara – cara penyimpanan yang perlu dicantumkan dalam label. ( Lachman, 1994 ). Ketidakstabilan formulasi dapat dideteksi dengan pengamatan pada perubahan penampilan fisik, warna, bau, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut, sedangkan perubahan kimia yang terjadi hanya dapat dipastikan melalui analisis kimia. ( Anshel, 1989). d. pH Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dari salep dalam mengiritasi kulit. Pengujian nilai pH menggunakan kertas pH universal yang dicelupkan ke dalam 0,5 gram salep yang diencerkan dengan 5 ml aquadest. Nilai pH sediaan salep dermatitis ini adalah 6,0 dimana nilai pH pada salep ini masih memenuhi rentang nilai pH kulit. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995) e. Penetapan kadar zat aktif Penetapan kadar dapat dilakukan dengan cara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Salep betametason tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.( Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995) f. Keseragaman sediaan



14



Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan menggunakan dua metode, yaitu keragaman bobot dan keseragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk sediaan yang mengandung suatu zat aktif dan sediaan yang mengandung dua atau lebih zat aktif. Persyaratan keragaman bobot diterapkan pada produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50 % atau lebih, dari bobot satuan sediaan. Keseragaman dari zat aktif lain, jika dalam jumlah kecil ditetapkan dengan persyaratan keseragaman kandungan. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995) Salep betamethasone valerate 0,1 % zat aktif. Karena zat aktifnya kurang dari 50 % maka keseragaman sediaan ditentukan dengan keseragaman kandungan. g. Penandaan Penandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman. Panandaan adalah keterangan yang lengkap mengenai obat jadi, khasiat, keamanan serta cara penggunaanya, tanggal kadaluarsa bila ada, yang dicantumkan pada etiket, brosur dan kotak yang disediakan pada obat jadi. Seperti tanggal kadaluarsa merupakan waktu yang menunjukan batas terakhir obat masih memenuhi syarat baku dan dinyatakan dalam bulan dan tahun, yang harus dicantumkan pada etiket h. Evaluasi daya sebar Pengujian daya sebar tiap sediaan dengan variasi tipe basis dilakukan untuk melihat kemampuan sediaan menyebar pada kulit Hasil uji daya sebar dari formula sedian salep dermatitis adalah nilai daya sebarnya 5,03 g.cm/detik. Hasil uji daya sebar ini cukup luas, Semakin luas membran tempat sediaan menyebar maka koefisien difusi makin besar yang mengakibatkan difusi obat pun semakin meningkat, sehingga semakin besar daya sebar suatu sediaan maka semakin baik. i. Uji kosistensi Uji konsistensi merupakan suatu cara untuk menentukan sifat berulang, seperti sifat lunak dari setiap jenis salep. Melalui sebuah angka ukur untuk memperoleh konsistensi dapat digunakan alat metode penetrometer, nilai yang didapat yaitu 176 dimana nilai ini menunjukan konsistensi salep yang tidak terlalu tebal sehingga lebih nyaman untuk diaplikasikan ke kulit.



3.9 distribusi 15



Menurut Permenkes 918 / Menkes / Per /X /1993 pabrik farmasi bisa menyalurkan hasil produksinya langsung ke PBF, Apotik , Toko Obat dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. 3.10 Karakteristik sediaan salep betamethasone. a. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar. b. Berwarna putih, tidak berbau atau berbau lemah. c. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen.Sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,inflamasi dan ekskloriasi. d. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit. e. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan obatyang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari obatyang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati. f. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair pada pengobatan.



16



BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dari Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa : 1. Alur Bahan Baku Barang Datang dari gudang bahan baku (GBB) status karantina (label kuning)  permintaan sampling QC bahan baku disimpan dalam gudang karantina hasil pemeriksaan QC (lulus atau tidak lulus) Jika lulus diberi label hijau dan dipindahkan ke GBB lulus uji. Jika tidak lulus diberi label merah dan dikembalikan ke departemen pembelian disertai alasan penolakan kemudian di kembalikan atau penggantian kepada supplier. 2. Alur SDM Personil/petugas masuk dalam loker (mengganti pakaian rumah dengan pakaian produksi) mencuci tangan sebelum masuk ruang produksi  memasukki ruang penimbangan  dilakukan IPC selama proses produksi. 3. Alur Produksi Penimbangan bahan baku dan tambahan  pembuatan basis  pencampuran dengan bahan aktif  pengemasan primer pengemasan sekunder produk jadi. 4. Komponen sediaan salep terdiri dari bahan aktif yaitu betametason dan bahan tambahannya PEG 600, PEG 400, Propylen Glycol, Tween 80 dan Distilled Water. 5. Ruangan yang digunakan dalam pembuatan sediaan salep dan krim clobetasol propionate adalah ruang kelas D (grey area) dan kelas D (black area) untuk cartoning. Metode yang digunakan adalah pelelehan dan trirurasi. Dan alat yang digunakan adalah timbangan, Vacuum Mixing Vessel, mesin auto filling cream. 6. Evaluasi sediaan salep sudah memenuhi persyaratan yang terdiri dari pemerian, homogenitas, stabilitas, pH, daya sebar dan konsistensi sediaan, penetapan kadar zat aktif, keseragaman sediaan, penandaan. 7. Karakteristik sediaan salep betametason sebagai salep dermatitis yaitu stabil, homogen, berwarna putih, tidak berbau, mempunyai pH 6, daya sebar 5,03 17



g.cm/detik, konsistensi tidak terlalu tebal, kadar zat aktif betametason 0,1% tiap tube, penandaan diberi lambang obat keras, diberi peringatan obat keras P3. 4.2 Saran 1. Dari pembuatan makalah ini penulis menyarankan dalam pembuatan salep dermatitis betametasone harus terlebih dahulu memilih bahan tambahan yang cocok dan tidak mempengaruhi zat aktif dengan dilakukannya preformulasi terlebih dahulu. 2. Dalam melalukan penerimaan dan penyimpanan barang harus dilakukan seusia standar atau SOP yang berlaku agar menjamin mutu produk yang dihasilkan 3. Saat melakukan evaluasi salep sebaiknya dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan agar didpatkan hasil yang akurat dan dilihat nilai STDEV setiap pengujian.



18



DAFTAR PUSTAKA Agoes, G., 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi. Institut Teknologi Bandung Press, Bandung. Ansel, H. C., 1989, Pengantar Untuk Sediaan Farmasi, Edisi ke – 4, Universitas Indonesia Press, Jakarta. ( Hal. 513 – 516 ). Barbara G. Wells, Terry L. Scwinghammer, Joseph T. DiPiro & Cecily V DiPiro. 2017. Pharmacotherapy Handbook Tenth Edition. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta: Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Evory, Gerald K, American Hospital Formulary Service. Drug Information 2010. America Society of Hospital Pharmacist. Higaki, y. & al, e. 2017. Japanase Version of the Family Dematologi Life Quality Index. Journal of Dermatolog. Jadhav Ravindra T, Patil Pratibha R dan Patil Payal H. 2011. Formulation and Evaluation of Semisolid preparation (Ointment, Gel & Cream) of Thiocolchicoside. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Science, Vol 08 (01). Lachman Leon. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi ketiga. Jakarta: UI-Press. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Wade, Ainley dan Paul J. Weller. 1982. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition. London: The Pharmaceutical Press.



19



DISKUSI PERTANYAAN DAN JAWABAN KELOMPOK SOAL 1 Nama : NPM : Mengapa pemilihan dasar salep harus sesuai dan bagaimana pemilihan dasar salep yang baik ? Jawaban : Dasar salep yang cocok itu harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak moleh mempengaruhi bahan aktifnya. Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor khasiat yang diinginkan, sifat obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi.. misalnya obat yang terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon dan pada dasar salep yang mengandung air. SOAL 2 Nama : NPM : Dalam pembuatan salep, sering kita temuin ada beberapa salep yang penggunaannya sulit untuk dicuci dan salepnya terkadang bertahan lebih lama di permukaan kulit, menurut anda basis salep apakah yang digunakan dalam formula salep tersebut.? Jawaban : Basis salep hidrokarbon biasanya digunakan terutama dalam hal emolien, dan sukar untuk dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama . basis salep hidrokarbon ini dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain vaseline putih dan salep putih. Salep yang menggunakan basis ini bermaksud untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai emolien. SOAL 3 Nama : NPM :



20



Dalam pembuatan salep yang mengandung lchtyol, bagaimanakah cara penambahan lchtyol yang benar kedalam pembuatan salep tersebut ? Jawaban : Bahan lchtyol harus ditambahkan terakhir, karena jika ditambahkan pada masa salep yang panas atau di aduk terlalu lama akan terjadi pemisahan. SOAL 4 Nama : NPM : Dalam formulasi salep yang mengandung bahan obat Keras seperi Betametasone, berapakah kadar yang di persyaratkan dalam salep tersebut ? Jawaban: Dalam formulasi salep yang mengandung bahan obat keras, kadar yang di persyratkan untuk salep tersebut yaitu 10 %. SOAL 5 Nama : NPM Bagaimana pembuatan salep yang mengandung bahan camphora Jawab : Camphora adalah bahan padat yang larut dalam dasar salep , pembuatan salep yang mengandung bahan camphora dilakukan dengan cara : 



Champora dilarutkan dalam dasar salep yang sudah dicairkan







Jika dalam resep terdapat mentol atau zat lain yang dapat mencair jika dicampur( karena penurunan titik eutektik) camphora dicampurkan agar mencair baru ditambahkan dasar salep







Jika didalam resep terdapat minyak lemak, camphora dilarutkan dilarutkan terlebih dahulu dalam minyak tersebut







Jika camphora itu berupa zat tunggal, camphora ditetesi lebih dahulu dengan ether atau alkohol 95% kemudian digerus dengan dasar salepnya.



21