Sejarah Dogma - Sakramen Pengurapan Orang Sakit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



SAKRAMEN PENGURAPAN ORANG SAKIT ANOINTING FOR THE SICK / EXTREME UNCTION



SEJARAH DOGMA JACKRY MARSIANO TAMBOTO MSC



Abstrak The Sacrament Anointing for the Sick is one of the seven sacraments in the Catholic Church. This Sacrament is instituted by Jesus Christ himself and can be found in the scriptures. The Church believes that this sacrament leads people to salvation. This doctrine was opposed by Protestantism and then the church responded again. Especially through the Council of Trent and other church documents, the Church affirms some doctrine of this faith: about the definition, the servants, to whom it is given, the elements used, the material and form, the blessings obtained from this sacrament, etc. All the teachings are binding on all who believe in the Catholic Church, and whoever says anything other than that, anatema sit!



Keyword: Sacrament, Anointing, Council of Trent, Doctrine on the Sacrament of Extreme Unction. A. Apa itu Sakramen Pengurapan Orang Sakit? Pengurapan Orang Sakit merupakan salah satu dari ketujuh sakramen dalam Gereja Katolik. Katekismus Gereja Katolik mendefinisikan Sakramen ini sebagai sakramen yang memberikan kesehatan spiritual dan kekuatan bagi jiwa dan kadangkadang juga penyembuhan tubuh bagi orang-orang yang berada dalam bahaya kematian karena penyakit, kecelakaan atau kelemahan usia tua. 1 Pada gereja awal Sakramen ini dikenal dengan nama Urapan Orang Sakit. Selama berabad-abad, sakramen ini diberikan kepada orang-orang yang hampir mati. Nama “Extreme Unction" (pengurapan ekstrim) mulai digunakan pada abad ke12. Dikatakan “Extreme Unction” karena pengurapan ini ditujukan untuk mereka Lihat. KGK. 1527-1529



1



2



yang dalam kondisi in extrimis (secara khusus diterapkan pada orang yang menjelang ajal). Akan tetapi semenjak Konsili Vatikan II, istilah yang lebih digunakan yakni Pengurapan Orang Sakit karena sakramen ini bukan hanya diperuntukkan bagi mereka yang berada pada titik kematian saja. “Oleh karena itu, segera setelah siapa pun dari umat beriman mulai berada dalam bahaya kematian karena penyakit atau usia lanjut, waktu yang tepat untuk menerima sakramen ini telah tiba.” Klarifikasi oleh Dewan ini mengakhiri penggunaan nama, “ extreme unction” (pengurapan ekstrim).2 B. Sakramen yang Ditetapkan oleh Yesus Kristus Perdebatan paling sengit perihal apakah Pengurapan Orang Sakit sungguhsungguh sakramen terjadi ketika protentantasime, khususnya Calvin (1509-1564) muncul dengan ajaran-ajarannya. 3 Dengan ketiga sola reformasinya (sola gratia, sola fide dan soal scriptura), protestantisme membebaskan orang dari ketergantunganya kepada gereja dan pelayananya. Bagi Calvin Pengurapan Orang Sakit bukanlah sakramen karena tidak berasal dari Kristus. Sakramen yang ditetapkan oleh Kristus dan sungguh-sungguh ada dalam Perjanjian Baru hanya Baptisan dan Perjamuan Kudus. Dengan demikian iman katolik akan tujuh sakramen ditentang dan ketujuh sakramen dikurangi menjadi dua saja. Pengurapan orang sakit tidak diperlukan lagi karena untuk memperoleh kedamaian di akhirat, Rahmat Allah dan iman sudah cukup.4 Ajaran Calvin itu, membuat Gereja Katolik, khusus lewat Konsili Trente (15451563), menegaskan akan kedudukan sakramen pengurapan orang sakit sebagai sungguh-sungguh sakramen yang memiliki daya keselamatan. Dalam “Doctrine on the Sacrament of Extreme Unction” ditegaskan bahwa sakramen pengurapan orang sakit ditetapkan oleh Yesus sendiri (instituted by Christ, our God) dan sesuai dengan Kitab Suci. “Urapan Orang Sakit yang kudus ini ditetapkan oleh Kristus Tuhan kita, sebagai Sakramen Pernjanjian Baru yang sebenarnya dan sesungguhnya, disinggung Sacrosanctum Concilium No. 73, Bdk. CIC 1004. Visi teologi dari Calvin berpusat pada gagasan: kedaulatan yang mutlak dan bebas serta kemuliaan Allah. Tujuan penebusan adalah membangun kembali gambaran Allah dalam manusia yang dirusak oleh dosa. Tujuan dari semua ciptaan dan penebusan adalah pemuliaan diri Allah. Semua sudah diatur sedemikian rupa sehingga akan terwujud sepenuhnya di bawah pimpinan kehendak Allah yang berdaulat. Allah memilih (sejak sebelum penciptaan) bangsaNYa, yaitu masing-masing orang beriman yang ingin selamat dari kumpulan orang berdosa. Allah sajalah yang memutuskan siapa yang memperoleh keselamatan dan siapa yang tidak selamat. Namun demikian, masing-masing pribadi dapat yakin akan keselamatan ilahi bagi dirinya, jika ia didapatkan bersatu dengan Kristus. Bagi Calvin, Gereja adalah orang-orang terpilih dalam Kristus. Kristus satu-satunya kepala Gereja. Gereja itu tidak dapat dilihat (invisible), tidak seperti yang dipresentasikan oleh Gereja Katolik. Bdk. Eddy Kristiyanto, OFM, Refomasi dari Dalam, Sejarah Gereja Zaman Modern, (Yogyakarta: Kanisius,2004), Hlm. 79-82. 4 Bdk. Christian de Jonge, Apa itu Calvinisme? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), hlm. 307318. 2 3



3



oleh Markus5, tetapi dianjurkan kepada orang beriman dan diumumkan oleh Yakobus, Rasul dan saudara Tuhan (DH 1695, KGK 1511): “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia mamanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesinya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni” (Yak 5:14-15). Lebih tegas lagi Konsili menegaskan bahwa: “Jika seseorang berkata bahwa sakramen-sakramen dari “Hukum yang Baru” tidak semuanya berasal dari Kristus, Tuhan kita, atau bahwa lebih sedikit atau lebih banyak dari tujuh, yakni: Baptis, Krisma, Ekaristi, Pengakuan, Pengurapan Orang Sakit, Pernikahan dan Tahbisan; atau bahwa seseorang mengatakan bahwa satu dari tujuh sakramen ini bukan sungguh-sungguh sakramen atau bukan sakramen yang layak, terkutuklah ia (anathema sit) (DH 1601, bdk. DH 1964,1695 dan 1716). C. Element-Element Utama dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit Materi dari sakramen pengurapan orang sakit adalah minyak zaitun yang diberkati oleh uskup (DH 216, 1324, 1695).6 Penggunaan minyak sebagai materi dari sakramen pengurapan orang sakit rupanya sudah menjadi tradisi semenjak jemaat perdana. “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesinya dengan minyak dalam nama Tuhan (Yakobus 5:14). Penggunaan minyak zaitun sebagai materi sakramen, secara institusional semakin ditegaskan pada tahun 414 oleh Paus Innocensius I dalam Surat Si instituta ecclesiastica untuk Uskup Decentius dari Gubbio: “Tidak ada keraguan bahwa pengurapan ini harus dimengerti atau dipahami oleh orang beriman yang sakit, yang dapat diurapi dengan minyak suci krisma, yang Yesus memberikan perintah kepada para murid-Nya untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah dan mengurapi orang sakit dengan minyak (lih. Mrk 6:13, Luk 10:8-9). “Sembuhkanlah orang sakit,” (Mat 10:8) demikianlah seruan Yesus kepada para rasulNya. Penderitaan dan penyakit manusia selalu menarik perhatian Tuhan, sehingga semasa hidupNya, kemanapun Yesus pergi mengajar, hampir selalu disertai dengan mukjizat penyembuhan orang-orang sakit (Mat 12:5, 14:36, Mrk 1:34, 3:10). Dalam Markus 6:13, dituliskan bahwa murid-murid Yesus mengusir banyak setan, mengoleskan banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka 6 Minyak urapan merupakan simbol pada sakramen pengurapan orang sakit yang paling penting. Karena itulah sakramen ini juga biasa disebut sakramen minyak suci. Sejak dulu, minyak memang sudah dikenal sebagai alat yang dapat menyembuhkan dan menyucikan. Dalam Alkitab sendiri, minyak urapan sudah disebutkan dua puluh kali, dan sebagian besar berfungsi untuk menguduskan sesuatu, seperti mezbah, bejana, dan peralatan-peralatan dalam kemah suci lainnya. Selain itu, minyak urapan juga dapat digunakan untuk acara-acara tertentu, seperti pelantikan imam, raja, dan nabi. Oleh karena itu, jaman dahulu orang biasa dilarang untuk menggunakan minyak urapan, apalagi membuatnya demi kepentingan pribadi.Dalam kitab Keluaran 30:23-24, bahan-bahan untuk membuat minyak urapan terdiri dari mur, kayu manis, dan bahan-bahan alami lainnya. Sedangkan untuk perjanjian baru, minyak urapan hanya disebutkan empat kali dan masing-masing memiliki tujuan yang berbeda-beda. Sumber: https://tuhanyesus.org/simbol-pengurapan-orang-sakit , diunduh pada tanggal 25 Februari 2019. 5



4



disiapkan oleh seorang uskup, yang diizinkan tidak hanya oleh imam, untuk semua orang kristen untuk kebutuhan pengurapan mereka sendiri maupun bagi orang lain. 7 Secara lebih lengkap lagi, nanti pada Konsili Florence (1439-1445) dalam Bulla Excultate Deo: Dekrit untuk orang-orang Armenia, diterangkan bahwa “Sakramen kelima adalah Pengurapan Orang Sakit. Materinya adalah minyak zaitun yang telah diberkati oleh uskup. Sakramen ini mungkin tidak diberikan kecuali kepada orang sakit yang hidupnya sekarat. Dia akan diurapi di bagian; mata karena penglihatan, telinga karena pendengaran, hidung karena penciuman, pada mulut karena rasa dan ucapan, pada tangan karena sentuhan, pada kaki karena pergerakan, dan pada pinggang (DH 1324).8 Penggunaan minyak yang diberkati uskup sebagai materi sakramen ditegaskan kembali pada Konsili Trente tahun 1550-1555. Nanti tiga abad setelah itu, muncul pertanyaan apakah dalam kasus yang khusus, pastor paroki dapat memberkati minyak pengurapan? Gregorius XVI dalam Strasbourg Theses (Louise-Eugene Bautain) menegaskan bahwa hanya uskup yang dapat memberkati minyak pengurapan, bukanlah imam ( Response of the Holy Office , 4 Sept, 1842). (DH 2762). Forma dari sakramen pengurapan orang sakit yakni: “Melalui pengurapan kudus ini dan melalui belas kasih Allah yang maharahim, semoga Allah mengampunimu, dengan tanda ini dikuatkan dari segala penderitaan, dan disatukan dalam anggota (kerajaan Allah).” “Through this holy anointing and his most pious mercy, may the Lord pardon you for whatever offenses you have committed by sight:, and similarly in (the anointing of) the members” – Konsili Trente (DH 1324, 1695). Dalam kasus-kasus yang tertentu, dapat digunakan rumusan yang singkat: Semoga dengan minyak suci ini, Allah membebaskan engkau dari kesalahan yang telah engkau perbuat. Amin. “By means of this holy oil, may the Lord pardon you for whatever wrong you have done. Amen.”( DH 3391). D. Siapa yang dapat Menerima Sakramen Pengurupan Orang Sakit? Yang dapat menerima sakramen ini, yakni mereka semua yang sakit. Mengenai ini ada berbagai diskusi yang berkembang. Misalnya pada Tahun 796 atau 797, dalam Sinode Friuli (kepemimpinan Paus Leo III), mengeluarkan aturan bahwa sebelum menerima pengurapan orang terlebih dulu menerima sakramen pengakuan. Jika tidak maka ia tidak dapat menerima sakramen pengurapan. “Bagaimanapun There is no doubt that this anointing ought to be interpreted or understodd of the sick faithful, who can be anointed with the holy oil of chrism, which, prepared by a bishop, is permitted not only to priest, but also to all as Christians for anointing in their own necessity or in the necessity of their (people). 8 The fifth sacrament is extreme unction. Its matter is olive blessed by the bishop. This sacrament may not be given except to a sick person whose life is feared for. He is to be anointed on thee parts; on the eyes on account of sight, on the ears on account of hearing, on the nostrils on occount of smelling, on the mouth on account of taste and speech, on the hands on account of touch, on the feet on account of movement, on the loins on account of the pleasure seated there. 7



5



juga, harus diketahui bahwa, jika dia yang sakit belum dibebaskan dari penebusan dosa di depan umum, dia tidak dapat menerima pemulihan dari misteri ini, kecuali pertama-tama dengan rekonsiliasi yang ditentukan, dia telah mendapatkan persekutuan Tubuh dan Darah Kristus.” (DH 620).9 Beberapa abad kemudian, Paus Eugenusi IV dalam konsili Florence (14391445), khususnya dalam Bulla Exsultate Deo menegaskan kembali bahwa sakramen ini diberikan kepada mereka yang sakit. Julis III dalam Konsili Trente (1550-1555) kemudian memberikan penekanan yang lebih kepada mereka yang sakit berat atau dalam bahaya maut, - itulah sebabnya sakramen ini disebut juga sakramen dari mereka yang sekarat (daying/ sacramentum exeuntium). Ditambahkan juga bahwa, jika orang yang sakit (akhirnya) sembuh setelah menerima pengurapan ini, mereka dapat menerima kembali sakramen ini jika mereka jatuh dalam kondisi kritis lain yang serupa (DH1698).10 Suara Konsili Trente ini mengakibatkan tafsiran bahwa yang menerima sakramen pengurapan hanyalah mereka yang berada dalam sakit parah atau mendekati kematian. Konsili Vatikan II (1962-1965) berusaha untuk mengembalikan makna sakramen pengurapan orang sakit ke makna semula, yakni tidak hanya diberikan kepada seseorang yang sedang mengalami ajal, namun juga kepada siapa saja yang mulai mengalami sakit berat dan mereka yang menderita kelemahan karena usia lanjut. Bila ada orang sakit yang pingsan atau sudah tidak sadar, ia dapat diberi pengurapan, asal saja agak jelas bahwa ia akan meminta sakramen itu, seandainya ia masih sadar (KHK. Kan. 943). Katekismus mengikuti pengajaran Konsili Vatikan II, menegaskan bahwa sakramen pengurapan orang sakit tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang berada di ambang kematian saja. Maka saat yang baik adalah pada saat kita mulai menghadapi bahaya maut, misalnya ketika akan menghadapi operasi besar, ataupun ketika baru mendapat diagnosa penyakit tertentu yang cukup serius; ataupun jika kita sudah lanjut usia.11 Jika sesudah menerima sakramen ini kita sembuh, kita dapat menerimanya kembali jika kita mengalami sakit berat lagi.12 E. Siapa yang dapat Memberikan Sakramen Urapan Orang Sakit? Dalam Konsili Trente ditegaskan bahwa yang dapat memberikan sakramen pengurapan orang sakit adalah para klerus, yakni para imam gereja yang telah ditahbiskan. Penegasan ini muncul sebagai tanggapan atas Calvin yang berpendapat However, must be known, that, if he who is sick has not been freed from public penance, he cannot receive the remedy of this mystery, unless first by the prescribed reconciliation he has merited the communion of the Body and Blood of Christ. 9



10 11 12



Lihat juga DH 3536, Lihat KGK 1514, 1515 Lihat KGK 1515



6



bahwa yang mengurus orang-orang sakit tidak perlu seorang ditahbiskan, tetapi cukuplah para penatua atau diakon. Merekalah orang-orang awam baik pria maupun wanita yang bertugas untuk menjaga moralitas publik dan pirbadi dan merawat orang-orang kecil dan sakit. 13 Bagi Calvin jabatan uskup dan jabatan presbyteros (penatua) adalah sama. Ia mengalaskan pendapat ini pada Titus 1:5 dan 7. Menurutnya orang-orang yang disebut pemimpin jemaat presbyteros (penatua) pada ayat 1 adalah orang yang sama yang disebut dengan istilah episkopos (uskup) pada ayat 2. Calvin juga memakai 1 Timotius 5:9-10 untuk menjelaskan bahwa tugas melayani orang-orang miskin tidak dibatasi pada pria, tetapi juga para janda. Atas ajarannya itu, Gereja memberi



tanggapan yang keras. Lewat “doctrine on the Sacrament of Extreme Unction”, Gereja menegaskan bahwa “kepada penatua (yang melayani orang sakit), tetapi kepada uskup atau imam yang ditahbiskan melalui penumpangan tangan Uskup” (DH 1697). Secara lebih tegas lagi Gereja mengutuk mereka (seseorang) yang mengatakan bahwa yang mengurapi orang sakti bukanlah oleh imam yang ditahbiskan oleh seorang uskup, melainkan oleh penatua (yang dituakan) dalam komunitas itu. Jika ada, anathema sit! (Bdk. DH 1719). Dalam perkembangnya, Konsili Vatikan II juga menegaskan kembali bahwa para uskup (dan imam) adalah mereka yang mengambil bagian dari pengudusan dan misi Kristus. Konsili mengajak para imam untuk memberi perhatian yang lebih kepada pelayan orang sakit. Kepada mereka yang sakit (dan pendosa), para imam perlu terus melatih diri dalam tingkat paling tinggi, pada pelayanan pengurapan kepada yang sakit (dan rekonsiliasi). (Bdk. DH 4153). Kitab Hukum Kanonik secara lebih tegas dengan bahasa hukum menekankan bahwa setiap imam dan hanya imam dapat melayani Pengurapan Orang Sakit secara sah (KHK Kan. 1003). Jadi yang dapat memberikan sakramen Urapan Orang sakit hanyalah mereka yang ditahbiskan (uskup dan pastor). Kita hendaknya mendorong para orang sakit untuk memanggil imam untuk menerima Sakramen ini, termasuk jika kita sendiri mengalami sakit berat. Sebelum menerima sakramen ini, hendaknya orang yang sakit mempersiapkan diri, sehingga dapat menerimanya dengan keadaan batin yang baik.14 Dalam karyanya Ordonnances Ecclesiatiques, Calvin menyebut empat jabatan yang ditetapkan oleh Yesus Kristus sebagai kepala gereja dan yang sesuai dengan Perjanjian Baru, yakni Gembala (pasteur, pastor) atau pendeta, pengajar (docteur, docter), penatua (ancien, harafiah orang yang lanjut usia) dan diakon atau syamas. Tugas pendeta adalah memberitakan Firman, pelayanan sakramen-sakraman dan bersama dengan para penatua, mengawasi kehidupan jemaat. Pengajar yakni guru-guru sekolah dan dosen-dosen teologi. Penatua adalah mereka yang ditunjuk oleh pemerintah kota, bukan oleh jemaat (seperti dalam gereja-gereja Calvinis di kemudian hari) yang bertugas untuk menjalani kerja sama antara gereja dan negara demi kesejahteraan rohani penduduk kota (yang sekaligus adalah anggota jemaat). Para syamas atau diakon bertugas membantu orangorang miskin dan sakit. Bagi Calvin istilah episkopos (penilik atau uskup), presbyteros (harafiah orang yang lanjut usia), gembala dan minister (pelayan) dalam Perjanjian Baru semuanya dipakai untuk menunjuk pada tugas yang sama. Lih. Christiian de Jonge, Apa itu Clavinisme? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), hlm. 103-107. 14 Lihat KGK 1516 13



7



F.



Bagaimana Urapan Orang Sakit dirayakan?



Sakramen Urapan Orang Sakit adalah perayaan liturgi dan perayaan bersama, baik itu di rumah, rumah sakit atau di gereja. Jadi sakramen ini bukan hanya melibatkan imam dan orang yang sakit, melainkan juga komunitas; yaitu anggota keluarga ataupun yang merawat orang yang sakit. Jika memungkinkan, Urapan Orang sakit ini dapat dirayakan di dalam perayaan Ekaristi, yaitu kenangan Paska Tuhan; yang dapat didahului oleh penerimaan Sakramen Pengakuan Dosa. Sehingga urutannya adalah Sakramen Pengakuan, lalu diikuti oleh sakramen Urapan Orang Sakit dan ditutup dengan Sakramen Ekaristi. Jika tiba waktunya, memang Ekaristi sebaiknya menjadi Sakramen terakhir yang kita terima dalam perjalanan hidup kita di dunia, dan menjadi bekal untuk peralihan ke hidup abadi. 15 Sebagai sakramen kematian dan kebangkitan Yesus, Ekaristi menjadi sakramen peralihan dari kematian kita menuju kehidupan yang baru di rumah Allah Bapa. 16 G.



Buah-buah Pengurapan Orang Sakit



Pada zaman Patristik awal (awal abad III dan IV) atas pengaruh Origenes dan Yohanes Christostomus yang menafsirkan surat Yakobus sebagai penyembuhan yang cenderung ke arah spiritual daripada fisik, maka rahmat yang diterima dari sakramen pengurapan orang sakit lebih terarah pada penyembuhan spiritual dan pengampunan dosa.17 Pandangan ini ditegaskan juga oleh Paus Leo III dalam Sinode Friuli, tahun796 atau 797 ( Lihat DH 620). Tetapi semenjak Paus Leo III dalam Sinode Friuli, tahun 796 atau 797 ditegaskan bahwa bukan hanya pengampunan dosa, melainkan kesehatan tubuh juga dipulihkan. “Dosa-dosa mereka diampuni, bahkan mungkin kesehatan tubuh ikut dipulihkan” (DH 620). Lebih lanjut lagi, Konsili Florence (1439-1445), oleh Paus Eugene IV, dalam Bulla Exsultate Deo, menegaskan bahwa lewat sakramen pengurapan, orang sakit dibantu untuk memperoleh keselamatannya. Rahmat keselamatan itu adalah kesembuhan spiritual dan pada saat yang sama kesembuhan fisik (DH131118, 1325, 1696-4128), kekuatan, ketenangan, dan kebesaran hati untuk Lihat KGK 1517, 1525 Lihat KGK 1524 17 "In addition to these there is also a seventh, albeit hard and laborious...In this way there is fufilled that too, which the Apostle James says:'If then, there is anyone sick, let him call the presbyters of the Church, and let them impose hands upon him, anointing him with oil in the name of the Lord; and the prayer of faith will save the sick man, and if he be in sins, they shall be forgiven him." Origen, Homily on Leviticus,2:4 (A.D. 244), in JUR,I: 207. "For not only at the time of regeneration, but afterwards also, they have authority to forgive sins. 'Is any sick among you?' it is said, 'let him call for the elders of the Church and let them pray over him, anointing him with oil in the name of the Lord. And the prayer of faith shall save the sick, and the Lord will raise him up: and if he have committed sins they shall be forgiven him." John Chrysostom, On the Priesthood, 3:6 (A.D. 386), in NPNF1, IX:48. Sumber: https://www.imankatolik.or.id/sakramenperminyakan.html. Diunduh pada tanggal 25 Februari 2019. 18 The minister of this sacrament is the priest. The effect is healing of the mind and, as far as it is good for the soul, of the body as well (DH 1325). 15 16



8



mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan penyakit tersebut ataupun kelemahan karena usia lanjut (DH 1694). Rahmat ini memperbaharui iman dan pengharapan, sehingga orang yang sakit tidak berkecil hati dan tidak takut menghadapi kematian. Rahmat ini dapat mendatangkan pengampunan dosa, menyembuhkan jiwa, dan dapat pula menyembuhkan badan, jika hal tersebut sesuai dengan kehendak Allah.19 Adapun rahmat atau buah-buah yang diterima dari sakramen ini antara lain. Persatuan dengan sengsara Kristus. Oleh Sakramen ini orang yang sakit menerima kekuatan dan anugerah untuk mempersatukan diri lebih erat lagi dengan sengsara Tuhan Yesus (DH 4128). Dalam keadaan sedemikian, orang yang sakit seolah diangkat menjadi ‘sahabat sejati’ Tuhan Yesus yang tidak saja menjadi sahabat di waktu senang, tetapi juga di waktu susah. Dengan menderita bersama Yesus, sengsara kita akibat dari dosa asal mendapat suatu nilai yang baru: kita dapat turut serta dalam karya keselamatan Yesus. 20 Inilah yang disebut sebagai “redemptive suffering” atau sengsara yang menyelamatkan. Rahmat Gerejani. Orang yang sakit dapat menggabungkan penderitaannya dengan penderitaan Yesus dan memberikan sumbangan bagi kesejahteraan umat Allah (DH 1965).21 Jadi Pengurapan dapat menghasilkan buah yang ganda, sebab yang menerima rahmat tidak saja orang yang sakit, tetapi juga para anggota Gereja. Orang sakit yang didoakan oleh Gereja (melalui imam) dalam persekutuan orang kudus menerima rahmat Roh Kudus, dan orang yang sakit tersebut menyumbangkan rahmat yang diterimanya dari Pengurapan, yaitu doa yang menguduskan Gereja. 22 Persiapan untuk perjalanan terakhir. Urapan ini merupakan persiapan untuk perjalanan terakhir terutama bagi mereka yang tengah menghadapi ajal. Bagi mereka, Urapan ini membuat mereka semakin serupa dengan Kristus sendiri. Urapan Orang sakit ini menjadi semacam rangkuman kehidupan kita di dunia, yang telah dimulai dengan (1)Pembaptisan yang telah mempersatukan kita dengan kematian dan kebangkitan Kristus, dan yang telah memberikan kehidupan baru dalam Roh, (2)Penguatan meneguhkan kita di dalam iman, dan (3) Pengurapan Terakhir (temasuk Ekaristi) membekali kita untuk menghadapi perjuangan sebelum memasuki kehidupan kekal di rumah Bapa(DH 620, 1696, 1717).23 Penutup Dalam menyembuhkan, Yesus tidak hanya menyembuhkan badan namun juga jiwa para orang sakit dengan mengampuni dosa mereka (lih. Mrk 2:5-12); dan 19 20 21 22 23



Lihat Lihat Lihat Lihat Lihat



KGK KGK KGK KGK KGK



1520, bdk juga DH 1996. 1521 1522 1522 1523



9



pengampunan dosa (kesembuhan rohani) dilihat oleh Yesus sebagai sesuatu yang lebih utama daripada kesembuhan badan. Yesus menginginkan agar para penderita sakit untuk percaya kepada-Nya (lih. Mrk 5: 34,36). Ia menggunakan tanda-tanda untuk menyembuhkan, seperti ludah dan perletakan tangan (lih. Mrk 7:32-36; 8:2225), adonan dari tanah dan pembasuhan (lih. Yoh 9:6-7), ataupun penjamahan jubahNya (lih. Luk 6:19). Perhatian Yesus inilah yang diteruskan secara turun temurun oleh para rasul dan Gereja. Tradisi ini yang diturunkan menjadi salah satu dari ketujuh sakramen Gereja.24Rasul Yakobus adalah yang secara khusus menuliskan hal ini (Yak 5:14-15) dan gereja telah meneguhkannya dalam magisteriumnya. Sakramen Pengurapan Orang sakit adalah salah satu sakramen dalam gereja Katolik. Sakramen pengurapan adalah sungguh-sungguh sakramen , alkitabiah dan ditetapkan oleh Kristus sendiri. Kekayaan iman katolik ini memilik daya keselamatan bagi mereka yang menerimanya. Bahkan daya keselamatan itu dapat dirasakan langsung oleh yang bersangkutan, entahkah itu berupa kesembuhan dari penyakit, ketenangan jiwa, penghiburan rohani, maupun pengampunan dosa. Konsili Vatikan II, secara langsung mengajak para pelayan (para uskup dan imam) menaruh perhatian yang besar terhadap pengurapan orang sakit ini.



Daftar Singkatan KHK



: Kitab Hukum Kanonik



Kan.



: Kanon



DH



: Denzinger – Hunerman



KGK



:Katekismus Gereja Katolik



SC



:Sacrosanctum Concilium



Daftar Pustaka Sumber Buku: 



Denzinger, Heinrich, edited by Peter Hünermann Compendium of Creeds, Definitions, and Declarations on Matters of Faith and Moral. , San Francisco: Ignatius Press, Forty-Third Edition: 2012.







Katekismus Gereja Katolik, KWI, Ende: Arnodus, 1993.



24



Lihat KGK 1510, 1526



10







Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici) – Edisi Resmi Bahasa Indonesia, Jakarta: KWI 2016.







Kristiyanto, Eddy, OFM., Refomasi dari Dalam, Sejarah Gereja Zaman Modern, (Yogyakarta: Kanisius,2004), Hlm. 79-82.







Jonge, Christian de, Apa itu Calvinisme? Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018.







Sacrosactum Concilium – Konsili Suci, Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: KWI, Mei 1993.



Sumber Internet: 



https://www.imankatolik.or.id/ sakramenperminyakan.html . 2019.







https://tuhanyesus.org/simbol-pengurapan-orang-sakit, diunduh pada tanggal 25 Februari 2019.



Diunduh pada tanggal 25 Februari