Sakramen Baptis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERSIAPAN PENERIMAAN SAKRAMEN BAPTIS



PENGANTAR  Baptis berasal dari kata “baptizein (bhs. Yunani)” berarti menenggelamkan diri, mencelupkan ke dalam air dan mencurahi dengan air.  Dari sini muncul cara pembaptisan yaitu: diperciki air atau ditenggelamkan di kolam  Baptis menjadi sakramen inisiasi atau permulaan disamping Sakramen Ekaristi dan Penguatan/Krisma.



MATERI DAN FORMA  Materi dan forma menjadi syarat mutlak untuk sahnya sebuah sakramen. Dalam konteks Sakramen baptis maka:  Materi (barang atau tindakan tertentu yang kelihatan) dari S. Baptis adalah air  Forma (kata-kata yang menjelaskan peristiwa ilahi) dari S. Baptis adalah “(nama baptis orang tersebut), Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Amin”  Berdasar pada materi dan forma di atas maka dapat dimengerti sekarang bahwa pelayanan sakramen tidak wajib dilakukan dalam kesatuannya dengan sakramen ekaristi. Setiap sakramen dapat dilaksanakan terpisah dengan syarat materi dan forma dari setiap sakramen terpenuhi. Artinya sakramen baptis, perkawinan, krisma, perminyakan, tobat dan imamat dapat dilakukan dengan tanpa terpisah dan tanpa ekaristi asalkan materi dan forma terpenuhi.



MAKNA SAKRAMEN BAPTIS  Bagi seorang yang dibaptis, baptisan yang diterimanya membawa rahmat sebagai berikut: 1. Penghapusan Dosa: baik itu dosa asal (dosa Adam dan Hawa) maupun dosadosanya 2. sendiri. Setelah dibaptis seseorangmenjadi suci. 3. Menjadi ciptaan baru yang bersih dari dosa dan dilantik menjadi anak Allah. 4. Memperoleh rahmat pengudusan mampu mencintai Allah dengan sepenuh hati dan 5. mengusahakan kebajikan dalam hidupnya. 6. Menjadi anggota Gereja Katolik secara resmi. 7. Dimeterai/terikat secara kekal dengan Kristus.



MACAM-MACAM SAKRAMEN BAPTIS  Baptisan Bayi/Anak: diberikan pada saat seseorang masih bayi.  Baptisan Dewasa : diberikan saat orang menginjak remaja atau dewasa.  Baptisan Darah: diberikan pada seorang katekumen yang meninggal sebelum dibaptis demi mempertahankan imannya.  Baptisan Rindu: diberikan pada seorang katekumen yang meninggal sebelum dibaptis (meninggal secara wajar, bukan karena mempertahankan iman).



BAPTISAN YESUS DAN BAPTISAN KITA  Baptisan yang kita terima adalah tanda pertobatan atau pemulihan kembali hubungan manusia dengan Allah yang telah rusak oleh dosa.  Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Baptisan Yesus bukanlah tanda tobat karena Dia tak berdosa, melainkan sebagai tanda solidaritas. Solidaritas artinya Yesus ingin merasakan pengalaman sebagai manusia. Dengan dibaptis Yesus memberi contoh kerinduan untuk dekat dengan Allah.



PEMAKAIAN NAMA BAPTIS  Nama baptis tidak saja memiliki arti religius, terkadang nama itu mempunyai makna simbolik pula. Misalnya, Rasul Petrus (artinya batu karang) sebelumnya bernama Simon. Sejak dulu, pemberian nama telah mendapat tempat penting dalam liturgi pembaptisan. Pada permulaan persiapan sudah didaftarkan nama yang hendak dipilih. Ini dijalankan pada abad ke-5 di Yerusalem, yaitu pada malam sebelum masa puasa dimulai.  Pada abad ke-3, Cyprianus mencatat bahwa sebagian orang Kristen memilih nama seorang rasul. Eusebius juga mencatat tentang lima orang Mesir yang melepaskan nama kafir mereka dan mempergunakan nama nabi dari Perjanjian Lama. Pada permulaan abad ke-4 barulah dimulai kebiasaan untuk memilih nama baik dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.  Yohanes Krisostomus dan Ambrosius-lah yang menganjurkan untuk mengambil nama Kristen pada pembaptisan. Maksudnya agar kita meneladani orang kudus yang kita pakai namanya, serta menjadikannya pendoa bagi kita di hadapan Tuhan. Meskipun sudah mendapat nama seorang kudus, sering dalam hidup sehari-hari orang masih menggunakan nama kafirnya.  Sebelum tahun 1000, nama Yohanes Pembaptis jarang dipilih. Nama ini mulai sering dipakai pada abad ke-11. Terutama pada abad ke-14 dan ke-15, orang banyak memilih nama dari Kitab Suci. Dari pihak Gereja, dianjurkan untuk memilih nama seorang santa / santo pelindung pada pembaptisan. Dalam Rituale Romanum 1514 dikeluarkan ketentuan agar imam tidak menerima nama yang tidak pantas atau nama dari seroang dewa / dewi. Sedapatnya, seorang yang dibaptis mengambil nama seorang kudus agar didorong untuk hidup seturut teladan orang kudus yang



ia pilih namanya dan menjadikan orang kudus tersebut pendoa baginya di hadapan Tuhan.  Di daerah misi, kadang-kadang pemilihan nama menimbulkan kesulitan. Pada tahun 1704 delegatus kepausan mengunjungi tanah misi Cina dan India. Ia menetapkan agar orang yang masuk agama Katolik (beserta anak-anak mereka) pada saat pembatisan wajib mendapat nama Kristen. Kitab Hukum Kanon (tahun 1983) dengan jelas menyebutkan bahwa tidak wajib memilih nama seorang kudus pada pembaptisan, sepanjang nama yang dipakai memiliki suatu makna kristiani atau martabat kekudusan ilahi, misalnya Fiat, Iman, Suci atau Natalia.  Menurut tradisi Gereja, pada kesempatan-kesempatan lain juga orang diberi nama baru, misalnya pada Penguatan. Sejak abad ke-11, pada saat dipilih seorang Paus juga mengambil nama baru. Tradisi ini untuk pertama kalinya dilakukan oleh Paus Yohanes II pada tahun 532. Juga, sejak abad ke-6, bila seseorang masuk biara, ia mengambil pula suatu nama baru. Maksudnya agar dalam hidup religius ini terjadi suatu perubahan radikal dalam hidupnya.



TENTANG WALI BAPTIS  Kebiasaan dalam tradisi Gereja adalah memberi Bapa/Ibu permandian kepada orang/anak yang dibaptis (Bdk. Kan. 762, §1). Bapa/ Ibu permandian ini menjadi penting dan diwajibkan dan mempunyai karakter religius.  Kewajiban Wali Baptis (Kan. 872) 1. Kewajiban wali baptis adalah membantu menyelenggarakan pendidikan kristiani bagi anak-anak mereka. Diperlukan kerjasama antara orangtua dan wali baptis agar anak diantar kepada suatu kehidupan kristiani sesuai dengan baptisan yang telah diterimanya dan sekaligus ditunjukkan agar mereka dapat melakukan dengan setia kewajiban-kewajibannya. Wali baptis bayi/anak juga wajib hadir bersama orangtuanya saat pelaksanaan baptisan. 2. Wali baptis untuk baptisan dewasa mempunyai kewajiban dan tugas membantu orang yang dibaptis itu mulai dari tahap katekumenat, selama ritus inisiasi kristiani dan mistagogi serta dalam perkembangan iman selanjutnya. Kehadiran wali baptis dalam perayaan baptis adalah mutlak, bukan fakultatif. 3. Wali baptis seperti halnya orantua calon baptis bayi atau orang baptis dewasa mempunyai hak untuk mendapatkan persiapan yang diperlukan guna melaksanakan kewajiban-kewajiban yang melekat padanya (kan 851. n.1). orangtuan, wali baptis dan pastor paroki hendaknya jangan memberikan nama yang asing dari cita rasa kristiani kepada yang dibaptis (kan. 855). 4. Yang Menjadi Wali Baptis (Kan. 873) 5. Hanya diizinkan satu wali baptis pria atau hanya wali baptis wanita atau wali baptis pria dan wanita bersama-sama. Norma yang mengatur hanya satu wali baptis ini mempunyai motivasi agar tidak terjadi saling melalaikan/melempar tugas-kewajiban atau ada pertentangan dalam membantu anak dalam perkembangan iman. Apabila terdapat lebih dari satu wali baptis, hendaknya mereka saling bekerjasama dalam melaksanakan tanggungjawab dan kewajiban sebagai wali baptis.



 Syarat Menjadi Wali Baptis (Kan. 874) 1. Ditunjuk oleh calon baptis sendiri atau orangtuanya atau orang yang mewakilinya 2. Telah berumur 16 tahun 3. Seorang katolik yang telah menerima sakramen krisma dan ekaristi 4. Tidak terkena hukuman kanonik 5. Bukan ayah atau ibu dari calon baptis 6. Seseorang yang dibaptis di Gereja bukan katolik hanya diizinkan menjadi saksi baptis bersama seorang wali baptis katolik. 7. Tidak berada dalam “dosa Publik” (menikah hanya secara sipil, konkubinat, dengan jelas menganut ideologi materialisme atau atheisme)



BAPTISAN BAYI  Banyak sekali saudara/i kita dari Gereja Protestan yang tidak dapat menerima praktek babtisan bayi. Alasan yang sering diajukan antara lain: Baptisan memerlukan pertobatan dan iman (anak kecil dan bayi tidak bisa) juga yang sering juga diajukan adalah tidak adanya dasar alkitab bagi babtisan bayi.  Perlu kita ketahui bahwa babtisan bayi lebih merupakan Tradisi Apostolik, dan kita ketahui bahwa dasar Iman Katolik tidak hanya Alkitab tetapi juga Tradisi Apostolik dan Magisterium.  Jika kita ingin mencari babtisan bayi dalam kita suci hal itu sulit didapat karena dalam Kitab Suci tidak diungkapkan secara eksplisit mengenai babtisan bayi tetapi tidak ada larangan agar anak-anak(bayi) dibabtis. Kita tahu bahwa babtisan itu melahirbarukan dan menghapus dosa asal, oleh karena itulah Gereja tidak melarang bayi dibabtis.  Lalu bagaimana dengan iman anak?? jawaban yang mudah adalah bahwa perkembangan iman anak adalah tanggung jawab orang tua karena itu janji mereka ketika menikah untuk membesarkan anak-anak dalam iman katolik (tidak mungkin ada orang tua yang mau anaknya berbeda iman dengannya).  Sekarang kita mencoba mereview Kitab Suci. Dalam Kis 2:38-39 dikatakan “Jawab Petrus kepada mereka: Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita.”  Disini jelas sekali ungkapan Petrus bahwa kita perlu bertobat dan dibabtis yang akhirnya kita mendapat buah dari babtisan itu yaitu menerima Karunia Roh Kudus (ayat 38) dan janji itu berlaku pula untuk anak-anak (bayi juga termasuk anakanak) (ayat 39) tentunya juga dengan melakukan hal yang sama yaitu dibabtis.  Bila kita melihat dalam Perjanjian Lama dimana kita tahu bahwa bayi harus disunat (padahal mereka tidak tahu apa-apa soal iman) lihat pada Kej 17:12, Im 2:21, Luk 2:21 lalu pada Kolose 2:11-12 “Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu dikuburkan



dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.”  Disini jelas bahwa Paulus mempararelkan antara Sunat (Ayat 11) dengan Baptisan (ayat 11b-12) kita tahu bahwa hukum sunat berlaku juga untuk anak (bayi) berarti babtis pun demikian. Lalu dalam Kis16:15,33 dikatakan “ia dibaptis bersama-sama dengan seisi rumahnya” (ayat 15) dan “Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis.” (ayat 33) Dari kedua ayat ini tidak tertutup kemungkinan akan adanya bayi dan ikut dibabtis karena pada ayat itu maupun sebelum atau sesudahnya tidak ada kata “kecuali bayi atau anak-anak”.  Pada abad ke II sudah ditemukan Babtisan bayi seperti St. Polikarpus, misalnya, dibunuh sebagai martir pada tahun 155 M. Pada saat penguasa Romawi memaksa Polikarpus untuk menyangkal Yesus Kristus dan untuk menyembah kaisar Roma, ia berseru demikian, “Delapan puluh enam tahun saya menjadi hamba-Nya, dan Ia tidak pernah berbuat yang tidak baik kepadaku, bagaimana mungkin saya dapat menghojat Rajaku yang telah menebusku?”.  Kesaksian ini berarti bahwa Polikarpus dibaptis sejak ia masih bayi atau kanakkanak, yakni sekitar tahun 70-an. Hal ini tidak benar hanya jika Polikarpus sudah mencapai usia yang amat tinggi pada tahun 155 M itu, sehingga 86 tahun sebelumnya ia sudah dewasa dan baru dibaptis waktu itu.



PETUNJUK PENERIMAAN SAKRAMEN BAPTIS 1. Pengantar Pembaptisan merupakan kelahiran dalam hidup baru di dalam Kristus. Sakramen ini seperti pintu Gereja, dimana orang dimasukkan dalam Gereja dan hidup di dalam Roh. Melalui pembaptisan dimungkinkan orang menerima sakramen-sakramen lainnya demi pemeliharaan hidup rohaninya. Karenanya pembaptisan menjadi perlu demi keselamatan. Secara sederhana dapat dipahami bahwa dengan dibaptis berarti seseorang diangkat menjadi anak-anak Allah, dihapuskan dosa asalnya dan dijanjikan hidup kekal, serta masuk dalam persekutuan umat Allah dalam GerejaNya. Maka baptis ingin mengungkapkan seorang pribadi yang bersatu dengan Allah dan bergabung dalam suatu persekutuan Gereja.



2. Perihal baptisan  Prinsip umum bahwa baptisan diberikan kepada setiap orang yang menghendaki secara sadar dan bertanggungjawab dirinya mau dibaptis. Namun demikian, penerimaan sakramen baptis diberikan kepada orang yang tidak mempunyai halangan, seperti hidup dalam perkawinan yang tidak sah atau penganut paham poligami atau poliandri. Tetapi jika hal ini bersedia untuk ’diselesaikan’ secara gerejani, maka sakramen baptis dapat diterimakan.  Perihal baptis bayi (mengingat belum mempunyai kesadaran) tetap diberikan dalam Gereja Katolik. Hal ini didasarkan pada rahmat penebusan keselamatan juga diperlukan bagi bayi-bayi yang terlahir di dunia, mengingat dosa asal. Selain itu juga merupakan tanggungjawab orangtua untuk menumbuhkembangkan iman anak-anaknya sejak dini.  Setiap pasutri kristiani punya tanggungjawab untuk mewariskan kekayaan imannya kepada anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada mereka. Hal itu ada dalam pernyataan tertulis pada saat dilakukan penyelidikan kanonik.  Gereja Katolik menganggap sah suatu baptisan jika mengindahkan secara materia menggunakan air yang dikucurkan di dahi atau ditenggelamkan ke dalam air dan forma menggunakan rumusan Tritunggal: Nama....., aku membaptis engkau, dalam nama Bapa, Putera dan RohKudus. Amin.  Setiap calon baptis diminta untuk memilih nama baptis dari orang kudus (Santo atau Santa) yang ada. Maksud dari penggunaan nama baptis mengandung maksud rohani, yakni merupakan simbol hidup baru yang diterimanya melalui baptisan, dimana keutamaan, kesucian dan keteladanan orang suci itu terpancar pada yang memakainya, serta orang suci itu pun membantu melalui doa dan relasi khususnya terhadap orang yang memakai nama orang kudus tersebut agar hidupnya pantas bagi Allah.  Setiap calon baptis juga harus mempunyai wali baptis. Diharapkan wali baptis sudah dipilih sejak dimulainya masa katekumenat. Wali baptis adalah orang yang dipercaya dan bersedia menjamin perkembangan iman orang yang baru dibaptis. Tetapi wali baptis tidak menentukan sahnya baptisan, tanpa wali baptis pun baptisan tetap sah.



 Adapun kriteria seorang yang dapat dipilih sebagai wali baptis adalah seorang yang berusia 17 tahun ke atas yang disetujui oleh orang tua si bayi/anak atau yang bersangkutan jika sudah dewasa dan dipandang memiliki kemampuan melaksanakan kewajiban sebagai wali baptis. Wali baptis adalah bukan orang tuanya sendiri atau rohaniwan, atau pasangannya yang akan menikah/jodohnya.



3. Hal-hal yang perlu diperhatikan: Dalam Gereja Katolik, penerimaan sakramen baptis dibedakan terhadap subyek yang menerima, yaitu: A. Baptis bayi/balita  Diterimakan kepada anak-anak bayi hingga anak balita (bawah lima tahun). Lebih cepat lebih baik.  Seorang bayi dari keluarga kristiani, hendaknya secepatnya dibawa ke gereja untuk dibaptis. Dalam hal ini, orang tua diharapkan sudah membereskan perkawinannya secara katolik.  Hal-hal yang dilampirkan untuk permohonan baptis bayi/balita antara lain : fotocopy akte kelahiran anak, fotocopy akte perkawinan gereja dan sipil dari orang tuanya, fotocopy KK Katolik dan surat pengantar dari ketua lingkungan  Orang tua/wali baptis wajib mengikuti rekoleksi persiapan baptis bayi/balita. B. Baptis anak – remaja  Diterimakan kepada mereka yang berusia 5 tahun hingga 14 tahun(kelas 2 SMP).  Mengingat usia ini masih dalam pengawasan orang tua, maka perlu diketahui dan mendapatkan ijin dari orang tuanya, apalagi jika orang tua bukan Katolik maka perlu menyertakan surat pernyataan mengijinkan.  Hal-hal yang perlu dilampirkan untuk permohonan baptis ini antara lain : fotocopyakte kelahiran, fotocopy akte perkawinangereja, sipil/adat dari orang tua, fotocopy KKKatolik dan surat pengantar ketua lingkungan. C. Baptis remaja - dewasa yang belum menikah  Diterimakan kepada mereka yang berusia minimal 15 tahun/duduk di kelas 3 SMP.  Hal-halyang perlu dilampirkan untuk permohonan baptis ini antara lain : fotocopy akte kelahiran, fotocopy KK Paroki dan surat pengantar ketua lingkungan. D.Baptis dewasa yang sudah menikah  Diterimakan kepada mereka yang sudah menikah dan tidak mempunyai halangan dalam perkawinan secara katolik, serta mau untuk membereskannya secara katolik jika belum diteguhkan secara katolik.  Hal-hal yang perlu dilampirkan untuk permohonan baptis ini antara lain: fotocopy akte perkawinan gereja, sipil, adat; fotocopy KK Katolik dan surat pengantar ketua lingkungan.



E. Baptis lansia  Diterimakan kepada seseorang yang sudah lanjut usia (60 thn ke atas) dan masih dalam kondisi sehat, sehingga masih dapat mengikuti masa persiapan khusus untuk lansia.  Hal-hal yang perlu dilampirkan untuk permohonan ini antara lain: fotocopy akte perkawinan sipil/adat, fotocopy KK Katolik dan surat pengantar ketua lingkungan. F. Baptis darurat  Diterimakan kepada bayi atau seseorang yang dalam kondisi bahaya kematian.  Baptisan hanya dapat diberikan jika: a. Untuk bayi atau anak ada permintaan langsung dari pihak orang tua kandungnya b. Untuk dewasa/lansia harus memperhatikan beberapa hal ini : orang tersebut di waktu sehat dan sadar pernah mengungkapkan keinginannya untuk dibaptis secara katolik, sedangkan jika tidak ada keinginan langsung dari yang bersangkutan maka harus ada persetujuan dari pihak seluruh keluarga bahwa baptisan itu memang diperlukan dan setelahnya tidak menimbulkan batu sandungan. c. Perihal untuk orang dewasa/lansia bukan berarti mengharuskan untuk membaptiskannya pada saat darurat tersebut tetapi sebenarnya juga mendukung dalam iman yang bersangkutan. Dengan kata lain, baptis darurat janganlah dijadikan sebagai kata akhir dan wajib, hal ini mengingat pula kebijakan yang menjadi pertimbangan dari Pastor. Dan jika baptis darurat diberikan dan setelahnya kondisi orang tersebut menjadi lebih baik, maka pihak keluarga bertanggung jawab untuk mengembangkan imannya. Setelah pembaptisan darurat dilaksanakan pihak keluarga wajib melaporkannya ke pihak sekretariat Paroki. G. Baptis dari mereka yang sudah dibaptis di luar Gereja Katolik  Jika dianggap sah secara material dan formanya maka tidak diperlukan pembaptisan kembali tetapi ”diterima kembali” dalam Gereja Katolik. Namun jika sebaliknya, maka akan diterimakan pembaptisan lagi atau juga mengingat kebijakan yang diambil oleh para Pastor.  Hal-hal yang perlu dilampirkan untuk permohonan baptis ini antara lain: fotocopy surat baptis Kristen, fotocopy KK Katolik (jika sudah terdata) dan surat pengantar ketua lingkungan dan bagi yang sudah menikah mau membereskan perkawinannya secara katolik.



4. Beberapa kebijakan pastoral seputar baptis yang patut diperhatikan :  Wajib mendaftarkan diri pada Sekretariat Paroki dan membereskan hal-hal administratif yang mendukungnya serta mengikuti masa persiapan.  Persiapan baptis bayi dilakukan dengan rekoleksi orang tua calon baptis bayi yang diadakan seminggu sebelumnya. Keduaorang tua wajib hadir. Selain itu orang tua sedapat mungkin sudah menikah secara katolik dan sah.  Persiapan baptis anak dan dewasa pada umumnya selama satu tahun.



 Persiapan baptis lansia sebaiknya mengikuti persiapan baptis dewasa, akan tetapi dalam hal khusus/mendesak bisa ada kebijakan.  Persiapan baptis untuk persiapan perkawinan sebaiknya mengikuti persiapan baptis dewasa, akan tetapi dalam hal khusus/mendesak bisa ada kebijakan.



5. Penerimaan Sakramen Baptis A. Baptis bayi  Diterimakan setiap bulan sekali secara bersama-sama dalam upacara di Gereja pada waktu yang ditentukan setiap bulannya.  Tidak diperkenankan untuk melaksanakannya secara pribadi atau kelompok tertentu saja di luar waktu yang ditentukan, kecuali dalam kasus sakit dan bahaya kematian (baptis darurat), atau atas ijin dan persetujuan dari Pastor Kepala Paroki. B. Baptis anak, dewasa dan lansia  Diterimakan biasanya setahun dua kali yakni menjelang perayaan Paskah dan Natal, kecuali kebijakan untuk kasus tertentu, seperti kasus sakit dan bahaya kematian (baptis darurat) atau mereka yang sekaligus mempersiapkan perkawinan. C. Bagi anak-anak yang berusia 10 Tahun atau kelas 4 SD ke atas hingga 14 Tahun atau kelas 2 SMP  Dalam pelaksanaannya akan diterimakan sakramen baptis dan sekaligus komuni pertama.  Sedangkan bagi yang berusia 15 Tahun atau kelas 3 SMP ke atas seterusnya (dewasa dan lansia) akan diterimakan sakramen inisiasi lengkap (baptis, krisma dan komuni pertama).



PEDOMAN UMUM PENERIMAAN SEBAGAI ANGGOTA GEREJA KATOLIK 1. PENGANTAR Ketika seorang beriman kristiani yang dibaptis dalam Gereja atau jemaat Gerejawi bukan katolik hendak masuk kedalam gereja Katolik,pristiwa tersebut dari sudut Gereja Katolik disebut sebagai penerimaan ke dalam Gereja Katolik.Pedoman ini menyediakan petunjuk dan bahan proses penerimaan mereka itu ke dalam Gereja Katolik ritus Latin.Pedoman ini disusun sedemikian rupa sehingga kepada calon yang bersangkutan tidak "ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu " (kis 15,28). Bagian tata upacara penerimaan dalam pedoman ini merupakan penyesuaian berdasarkan "pedoman Penerimaan Sebagai Anggota Gereja Katolik" yang diterjemahkan oleh PWI-Liturgi dari ordo admissions Valide Iam Baptizatorum InPlenam Communionem Ecclesia Catholicae yang terdapat dalan Ordo Initiationis Christianae Adultorum.



2. Perihal Calon a. Kualifikasi anggota Gereja atau Jemaat gerejawi bukan Katolik yang bisa diterima: Agar seorang yang telah dibaptis dalam gereja atau jemaat gerejawi bukan Katolik dapat diterima dalam Gereja Katolik, Ia haruslah:  Diselidiki terlebih dahulu perihal keabsahan baptisannya,jika tidak sah,tetap dapat diterima dalam Gereja Katolik tetapi sebagai calon yang bukan kristiani.  Mau diterima dalam Gereja Katolik  Mengenal Pokok-pokok iman dan Tradisi Iman Katolik  Hidup menggereja dan hidup kemasyarakatannya baik  Perkawinannya beres.Bila belum beres,perkawinannya dibereskan terlebih dahulu.  Tidak terkena halangan jukum Gereja Katolik. b. Kriteria keabsahan baptisan Gereja atau jemaat gerejawi bukan Katolik  Sakramen baptis memberikan meterai kekal. Oleh karena itu,Sakramen Baptis tidak boleh diulangi.  Maka orang yang ingin diterima dalam Gereja Katolik perlu diselidiki dengan saksama terlebih dahulu apakah memang baptisannya yang dulu dilaksanakan di dalam Gereja atau jemaat gerejawi bukan Katolik sah atau tidak.  Gereja Katolik menilai keabsahan baptisan Gereja atau jemaat gerejawi bukan Katolik dengan meneliti materia sacramenti (Ditenggelamkan atau dimasukkan ke dalam air atau pun dengan dituangi air) dan forma sacramenti (rumus trinitaris "Aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus") yang digunakan dalam baptis mereka. Contoh forma







   



yang tidak sah: "aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus yang adalah Yesus Kristus". Hal ini dapat diteliti dengan mewawancarai calon yang bersangkutan ataupun melihat data dalam bukti baptisan dari Gereja atau jemaat gerejawi bukan Katolik tersebut. Dan masih harus dipastikan pula apakah petugas Gereja atau jemaat Gerejawi bukan Katolik tersebut menepati peraturan Gerejanya. Dari penelitian tsb dapat diperoleh tiga kemungkinan kesimpulan terkait baptisannya: diakui sahnya, tidak diakui sahnya dan diragukan sahnya. Jika baptis yang dilaksanakan adalah sah maka ia diterima ke dalam Gereja Katolik. Jika baptisnya tidak sah, dia harus dibaptis lagi. Jika baptis yang telah diterima diragukan keabsahannya, ia harus dibaptis bersyarat. Dalam hal ini, harus dijelaskan kepadanya apa sebabnya ia harus menerima pembaptisan bersyarat. Pembaptisan bersyarat itu diberikan secara privat dan bukan publik.



c. Langkah Pastoral selanjutnya  Jika baptisannya tidak sah,ia harus mengikuti proses pembinaan sama seperti calon baptis baru.  Jika baptisannya sah,romo paroki dan tim asisten katekese bisa mempertimbangkan apakah yang bersangkutan bisa melalui "crash program"atau reguler melalui sesi tanya jawab/wawancara dengan yang bersangkutan.  Setelah diterima dalam Gereja Katolik, penerimaan itu hendaknya segera dicatat dalam Buku Baptis paroki tempat ia diterima. d. Calon dari Gereja Timur atau Gereja Katolik bukan Ritus Latin  Kalau seorang dari Gereja Timur mau memperoleh persekutuan penuh dengan Gereja Katolik, hanyalah perlu bahwa ia mengakui iman Katolik.  Tetapi jika seorang dari ritus lain dalam Gereja Katolik mau pindah ke ritus latin Gereja Katolik harus diperhatikan ketentuan ketentuan dalam KHK Kan. 111 dan 112. 3. Materi Katakese Penerimaan Sebagai Anggota Gereja Katolik a. Syahadat b. Sakramen-sakramen c. Liturgi d. Tradisi Katolik e. Moral Kristiani f. Mariologi Catatan: Jika yang bersangkutan merupakan calon nikah maka materi-materi ini diberikan dalam rangkaian persiapan Sakramen Perkawinan.



4. Upacara Penerimaan sebagai Anggota Gereja Katolik  Upacara ini hendaknya nampak sebagai perayaan Gereja. Puncak upacara tercapai dalam komuni kudus. Maka dari itu,upacara penerimaan sebaiknya dilakukan dalam perayaan Ekaristi.



 Hendaknya dihindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesan kesombongan. Maka harus diperhatikan juga keadaan setempat lalu ditentukan secara konkret perayaan ekaristinya. Dalam hal ini harus diperhatikan baik kepentingan ekumenis maupun hubungan baru yang diikat antara calon yang bersangkutan dengan persekutuan umat setempat.  Kalau dengan alasan berat tidak dapat dirayakan Ekaristi hendaknya upacara penerimaan berlangsung dalam ibadat sabda. Susunan upacara hendaknya selalu dibicarakan dengan calon yang bersangkutan.  Kalau upacara penerimaan berlangsung diluar perayaan ekaristi hendaknya hubungan dengan perayaan ekaristi tetap nampak. Maka, perayaan ekaristi dengan Komuni Pertama dalam persekutuan umat Katolik hendaknya menyusul secepat mungkin.  Yang menerima seorang calon ke dalam persekutuan penug dengan Gereja Katolik ialah uskup. Penerimaan itu dapat dipercayakan kepada para Imam.  Kalau pengakuan Iman dan penerimaan dilangsungkan dalam perayaan ekaristi, hendaknya calon yang bersangkutan sedapat-dapatnya mengaku dosa sebelumnya. Bapa pengakuan sebaiknya diberitahu bahwa ia calon anggota Gereja Katolik. Setiap Imam yang mempunyai Yurisdiksi dapat menerima pengakuan dosa itu.  Calon yang akan diterima itu sebaiknya didampingi oleh satu (atau dua) orang penjamin/saksi yaitu seorang pria atau seorang wanita atau seorang pria dan wanita yang memegang peranan dalam masa perkenalan dan masa persiapan calon tersebut. Penjamin/saksi tersebut bisa ketua wilayah rohani atau stasi atau katekisnya. Peran dan tanggungjawab penjamin/saksi penerimaan sebagai anggota Gereja Katolik mirip dengan wali baptis.



5. Pencatatan Penerimaan Sebagai Anggota Gereja Katolik  Nama nama mereka yang diterima dalam Gereja Katolik harus dicatat dalam buku baptis dan buku khusus yang mecatat tentang penerimaan anggota Gereja atau jemaat gerejawi bukan Katolik.  Dalam buku-buku tersebut,dicatat tanggal,tempat pembaptisan,wali baptis(kalau ada) dan yang membaptis mereka.  Dicantumkan pula tanggal dan tempat penerimaan mereka dalam Gereja Katolik.