Renungan Syukur Baptis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

I Petrus 3:17-22 Bapa ibu sekalian yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus, Yang menjadi nats renungan bagi kita di siang/sore yang berbahagia ini, adalah ayat 21 dan 22 dari bacaan kita. Dalam kedua ayat ini, Petrus menyinggung tentang baptisan, meskipun secara keseluruhan, pembahasannya tentang baptisan terangkai dalam upaya Petrus menguatkan pembacanya mengenai penderitaan yang harus mereka hadapi dengan sabar sebagai orang Kristen. Ketika saya mempersiapkan khotbah ini, terus terang, saya sempat kebingungan untuk memilih ayat renungan yang pas mengenai baptisan. Ada banyak nats firman Tuhan yang berbicara mengenai baptisan, namun saya akhirnya memilih nats dari surat Petrus ini, karena nats ini berbicara mengenai suatu hal yang amat penting dalam kaitan dengan baptisan yang kita maknai selama ini, namun sering kita lupakan atau tidak perhatikan dengan sungguh-sungguh, yaitu HATI NURANI. Hati nurani inilah yang akan menjadi tema renungan yang saya angkat bagi kita di Siang/sore yang berbahagia ini. Bapa ibu saudara/I sekalian yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus, Sebagai orang kristen, kita memaknai baptisan sebagai sebuah meterai bahwa kita menjadi kepunyaan Allah, yang kita sembah lewat Yesus Kristus Juruselamat kita. Baptisan anak kecil, merupakan ikrar iman dari orang tua di hadapan Allah, bahwa sang anak yang dibaptis, akan dibimbing dan dididik berdasarkan terang firman Allah. Hal ini juga dapat dimaknai bahwa dengan baptisan, orang tua menyerahkan anaknya demi kemuliaan Allah. Pertanyaannya yang segera muncul adalah apa hubungan baptisan dengan hati nurani? Sebelum menengok pada nats bacaan kita, mungkin baik apabila kita memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan hati nurani ini. Hati nurani dimaknai sebagai suatu instansi, atau suatu atribut atau bagian dari diri kita, yang mengawasi, menilai, dan mendorong perbuatan kita secara langsung. Dalam kalimat lain, hati nurani adalah pendorong bagi diri kita untuk berbuat baik, dan sekaligus juga menjadi pengawas dan pencegah bagi diri kita untuk berbuat tidak baik.



Setiap kita manusia pasti memiliki hati nurani karena hati nurani sudah ada sejak kita lahir. Sebagai contoh, apabila kita hendak melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak baik terhadap sesama kita, ada bagian tertentu dalam diri kita yang mengatakan jangan. Sebaliknya, apabila kita melihat sesama kita berada dalam kesusahan atau penderitaan, ada bagian tertentu dalam diri kita yang mendorong kita untuk membantu. Bagian tertentu itulah yang kita sebut sebagai hati nurani. Ia melarang kita untuk berbuat sesuatu yang tidak baik, dan juga mendorong kita untuk melakukan perbuatan yang baik. Ketika kita melihat atau membaca di koran berbagai berita dan peristiwa yang menunjukkan kekejaman perilaku manusia dewasa ini, sering kita menilai, bahwa orang-orang itu tidak punya hati nurani. Artinya, tidak ada lagi pengawas perbuatan jahat sekaligus pendorong perbuatan baik dalam diri orang-orang itu. Ketika seorang anak lahir, hati nuraninya masih kosong, dalam arti tidak ada sesuatu hal yang menjadi pedoman bagi hati nurani anak itu untuk menilai perbuatan dan tindakannya. Itulah mengapa, seorang anak kecil, masih belum tahu dalam menentukan mana yang perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Ia belum tahu mengambil milik temannya tanpa izin itu tidak baik. Ia belum tahu, mengeluarkan kata-kata kotor terhadap temannya itu tidak baik. Dan ia juga belum tahu, bahwa membaca alkitab dan berdoa adalah perbuatan atau tindakan yang baik. Dalam kondisi inilah, peran orang tua diperlukan untuk membentuk hati nurani anak tersebut. Selain mendidik dengan berbagai keterampilan dan pengetahuan, proses pertumbuhan seorang anak merupakan proses pembentukan dan pendidikan hati nurani. Dalam proses inilah, berbagai ajaran dan didikan dari orang tua secara tidak sadar akan membentuk hati nurani sang anak, yang kemudian menjadi pedomannya ketika dewasa dalam menentukan mana yang baik dan yang buruk. Jika demikian, apa sesungguhnya kaitan antara baptisan dan hati nurani? Kembali pada nats bacaan kita tadi, Petrus mengiaskan baptisan sebagai



tanda penyelamatan. Pada ayat 20, Petrus mengatakan bahwa pada zaman Perjanjian Lama, karya penyelamatan Allah terhadap umat manusia ditandai oleh bahtera Nuh. Orang yang percaya kepada Allah, adalah mereka yang mau naik ke bahtera itu. Mereka akhirnya tidak binasa oleh air bah. Kini, oleh Rasul Petrus, karya penyelamatan itu dikiaskan dengan baptisan. Apabila seseorang dibaptis, maka ia sesungguhnya memberi dirinya untuk percaya kepada Allah dan untuk diselamatkan. Petrus kemudian mengatakan, di akhir ayat 21, bahwa baptisan juga merupakan permohonan akan hati nurani yang baik kepada Allah. Dengan demikian, dapat kita simpulkan, bahwa tanda seseorang itu diselamatkan adalah dimilikinya hati nurani yang baik dari Allah.



Bapa Ibu saudara/I sekalian yang dikasihi Tuhan, Sampai di sini kita memperoleh suatu pemahaman, bahwa sakramen baptisan kudus yang baru saja diterima oleh anak kekasih kita __________, adalah suatu bentuk permohonan akan hati nurani yang baik. Dengan baptisan, sebagai sebuah bentuk penyelamatan sebagaimana yang diartikan oleh Rasul Petrus, sesungguhnya kita memberi anggota keluarga kita untuk DISELAMATKAN dari dunia yang fana ini. Atau, sesuai dengan konteks kita saat ini, diselamatkan dari praktek-praktek yang tak berhati nurani seperti yang digambarkan tadi. Bagaimana bisa diketahui bahwa kita dan anggota keluarga kita itu diselamatkan? Tandanya adalah kita memiliki hati nurani yang mampu menentukan baik dan buruk berlandaskan firman Allah. Hati nurani yang baik, tidak muncul dalam sekejab melainkan membutuhkan suatu proses pembentukan yang panjang selama pertumbuhan seorang anak. Proses pembentukan yang dilakukan oleh orang tua dan keluarga Dibaptisnya ______, juga menjadi sebuah ikrar atau komitmen dari orang tua dan keluarga bahwa pembentukan hati nurani dari anak terkasih berlandaskan firman dan kehendak Allah, adalah tanggung jawab yang melekat pada orang tua dan keluarga selama kehidupan dan pertumbuhannya itu. Sebagai orang-orang yang sudah terlebih dahulu



dibaptis, diselamatkan, dan dibentuk hati nuraninya berdasarkan firman Allah, maka orang tua, keluarga, dan saudara dari anak terkasih ______, bertanggung jawab akan terbentuknya hati nurani berlandaskan firman Allah pada ______. Tanpa peran orang tua dan keluarga, hati nurani yang baik dari Allah bagi anak terkasih tidak akan terbentuk. Mengakhiri khotbah ini, ada suatu pertanyaan bagi kita semua, khususnya kedua orang tua dan keluarga dari ______, yang bisa kita pakai untuk merefleksikan makna baptisan sesuai dengan peristiwa berbahagia bagi anak kekasih kita saat ini. Pertanyaan itu adalah, Apakah kita yang sudah terlebih dahulu dibaptis dan diselamatkan, masih memiliki hati nurani yang baik dari Allah, ataukah hati nurani kita pun sudah tumpul dan menunjukkan tanda-tanda yang menyerupai hati nurani dunia ini? Apabila kita memiliki hati nurani yang serupa dengan dunia ini yang jauh dari terang firman Allah, maka hampir dapat dipastikan bahwa hati nurani yang akan terbentuk pada anak-anak kita pun akan tidak jauh berbeda. Dalam kondisi hidup di dunia yang sudah sedemikian berubah, dimana hukum dan tatanan masyarakat tidak bisa diandalkan untuk menentukan yang baik dan yang buruk, maka mengutip Bertens, “Hati nurani adalah palang pintu terakhir bagi kehidupan moral [dan juga beriman] kita”. Yang terakhir memutuskan bahwa sesuatu itu baik atau buruk adalah hati nurani kita. Sebagai orang Kristen, hati nurani kitalah yang akan membedakan kita dengan sisa dunia ini. Dan hati nurani yang baik itu hanya bisa kita dapatkan dari Allah dan firmanfirmanNya. Amin.