Semiotika Makalah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

METODE PENELITIAN NON POSITIVIS SEMIOTIKA



DISUSUN OLEH :



A. YAYAN ANDRIYANI



A062172001



PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018



KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Semiotika” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti. Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini. Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , kami selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas. Makassar, 30 Mei 2018



Penulis



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.



i



DAFTAR ISI



ii



BAB I PENDAHULUAN



01



BAB II PEMBAHASAN



03



A. Defenisi Semiotika



03



B. Macam-macam Semiotika



06



C. Langkah-langkah Penelitian Semiotik



06



D. Semiotika Ferdinand de Saussure



07



E. Semiotika Charles Sanders Peirce



09



F. Semiotika Roland Barthes



10



BAB III PENUTUP



13



iii



iv



BAB I PENDAHULUAN



Dalam proses komunikasi secara primer, lambang atau simbol digunakan sebagai media dalam penyampaian gagasan atau perasaan seseorang kepada orang lain. Lambang di dalam proses komunikasi meliputi bahasa, gestur, isyarat, gambar, warna, dan tanda-tanda lainnya yang dapat menerjemahkan suatu gagasan atau perasaan seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) secara langsung. Dari berbagai lambang yang dapat digunakan di dalam proses komunikasi, bahasa merupakan media yang paling banyak dipakai karena paling memungkinkan untuk menjelaskan pemikiran seseorang, dan dengan bahasa pula segala kejadian masa lalu, masa kini, maupun ramalan masa depan dapat dijelaskan. Fungsi bahasa yang sedemikian rupa menyebabkan ilmu pengetahuan dapat berkembang dan hanya dengan



kemampuan



berbahasa,



manusia



dapat



mempelajari



ilmu



pengetahuan.Kegagalan dalam proses komunikasi banyak disebabkan oleh kesalahan berbahasa atau ketidakmampuan memahami bahasa. Semiotika merupakan ilmu atau metode ilmiah untuk melakukan analisis terhadap tanda dan segala hal yang berhubungan dengan tanda. Tanda merupakan bagian yang penting dari bahasa, karena bahasa itu sendiri terdiri dari kumpulan lambang-lambang, dimana di dalam lambang-lambang itu terdapat tanda-tanda. Oleh karenanya tentu ada kaitan yang erat antara semiotika dengan proses komunikasi, mengingat semiotika merupakan unsur pembangun bahasa dan bahasa merupakan media dalam proses komunikasi. Pentingnya semiotika dalam komunikasi mendorong para ahli dan ilmuwan semiotik untuk merumuskan berbagai macam teori semiotika. Teori-teori tersebut terus berkembang dan saling melengkapi. Menurut Barthes, bahasa berpengaruh dalam semua aspek kehidupan dan ia boleh ditinjau melalui karya-karya yang terhasil. Karya merupakan cerminan realita sebenarnya yang diungkap dalam bentuk tulisan. Selain Barthes, semiotik merupakan satu bidang yang telah memikat ramai tokoh-tokoh serta ahli falsafah seperti Umberto Eco, Algirdas



Julien Greimas, Louis Hjelmslev, Julia Kristeva, Charles Sander Peirce dan Tzvetan Todorov. Tokoh-tokoh tersebut menggunakan pendekatan semiotik untuk mengkaji karya dari berbagai aspek, iaitu daripada aspek perlambangan, imejan, ekspresi hinggalah ke aspek hermeneutik. Dari itu, dapat dilihat bahawa pendekatan semiotik telah mendapat tempat dalam kajian-kajian yang dihasilkan oleh tokoh-tokoh tersebut sehingga kekuatannya terbukti apabila ia dapat digunakan secara meluas di kalangan para pengkaji. Konsep Teori Semieon adalah istilah yang digunakan oleh orang Greek untuk merujuk kepada sains yang mengkaji sistem perlambangan atau sistem tanda dalam kehidupan manusia. Daripada akar kata inilah terbentuknya istilah semiotik, iaitu kajian sastera yang bersifat saintifik yang meneliti sistem perlambangan yang berhubung dengan tanggapan dalam karya. Menurut Mana Sikana (1985: 175), pendekatan semiotik melihat karya sastera sebagai satu sistem yang mempunyai hubungan dengan teknik dan mekanisme penciptaan sesebuah karya Ia juga memberi tumpuan kepada penelitian dari sudut ekspresi dan komunikasi.



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Defenisi Semiotika Semiotika adalah Suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi system terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179; Kurniawan.2001:53). Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan Antara suatu objek atau idea dan suatu tanda (Littlejohn, 1996:64) konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan Simbol, Bahasa, wacana dan bentuk-bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada semiotika. Dengan tanda-tanda, kita mencoba keteraturan ditengah-tengah dunia yang centang perenang ini, setidaknya agar kita sedikit punya pegangan.” Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan kita bagaimana menguraikan aturanaturan tersebut dan ‘membawanya pada sebuah kesadaran’,” ujar Pines (dalam Berger,2000a:14) Secara terminologis, semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda (van Zoest, 1993:1). Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek - obyek, peristiwa-peristiwa, seluruh



3



kebudayaan sebagai tanda. Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsinya tanda dan produksi makna tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. Ia mampu menggantikan suatu yang lain yang dapat dipikirkan atau dibayangkan. Cabang ilmu ini semua berkembang dalam bidang bahasa kemudian berkembang pula dalam bidang seni rupa dan desain komunikasi visual.Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai system hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan “tanda”, dengan demikian semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Menurut Paul Cobley dan Litza Jansz, munculnya studi kasus tentang sistem penandaan benar-benar merupakan fenomena modern. Tanda dalam pandangan Peirce adalah Sesuatu yang hidup dan dihidupi (cultivated). Ia hadir dalam proses interpretasi (semiosis) yang mengalir. Pada dasarnya, semiosis dapat dipandang sebagai suatu proses tanda yang dapat diperikan dalam istilah semiotika sebagai suatu hubungan lima istilah:



S



( s, i, e, r, e)



S adalah untuk semiotic relation (hubungan semiotik); s untuk sign (tanda); i untuk interpreter (penafsir); e untuk effect atau pengaruh (misalnya, misalnya suatu disposisi dalam i akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap r pada kondisi-kondisi tertentu c karena s); r untuk reference (rujukan); dan c untuk context (konteks) atau conditions (kondisi). Semiotika berusaha menjelaskan jalinan tanda atau ilmu tentang tanda. Umberto Eco, sudah menjelaskan bahwa tanda dapat dipergunakan untuk menyatakan kebenaran sekaligus untuk kebohongan. Semiotik adalah ilmu yang berkaitan dengan tanda (simbol) dan cara-cara fungsi yang sistemastis untuk menyampaikan makna. Pemahaman terhadap tanda dapat dikaitkan pada konsep yang dikembangkan para strukturalis yang merujuk konsep Ferdinand deSaussure (1916). DeSaussure (dikutip oleh Hoed, 2007) 4



mengungkapkan bahwa tanda dapat dikomposisikan pada dua aspek, Penanda (signifier) untuk segi bentuk suatu tanda, dan petanda (signified) untuk segi maknanya. Penanda (signifier) merupakan sesuatu yang tercitra dalam kognisi seseorang yang kemudian dituliskan dalam bentuk kata, sementara petanda (signified) merupakan gambaran atau isi dari penanda yang dipahami manusia pemakai tanda. Hubungan bentuk dan makna ini sebagaimana diungkapkan deSaussure, tidak bersifat pribadi atau dengan kata lain bersifat sosial, yakni didasari oleh kesepakatan (konvensi) sosial. Fokus dari semiotik tidak terletak pada keakuratan atau efisiensi dari proses transmisi, melainkan lebih pada bentuk komunikasi itu sendiri, yaitu pesan atau teks. Suatu makna tidaklah mutlak dan terlihat intrinsik pada teks, tetapi dihasilkan dari interaksi orang dengan teks tersebut. Teks merupakan suatu kesatuan kebahasaan (verbal) yang mempunyai wujud dan isi, atau segi ekspresi dan segi isi. Oleh karena itu agar dapat disebut sebagai teks, seperti yang diungkapkan Hoed (2007), haruslah memenuhi kriteria tekstualitas sebagai berikut: 1) di antara unsur-unsurnya terdapat kaitan semantik yang ditandai secara 2) formal (kohesi), 3) segi isinya dapat berterima karena memenuhi logika tekstual (koherensi), 4) teks diproduksi dengan maksud tertentu (intensionalitas), 5) dapat diterima oleh pembaca/masyarakat pembaca (keberterimaan), 6) mempunyai kaitan secara semantik dengan teks yang lain (intertekstualitas), 7) mengandung informasi dan pesan tertentu (informativitas). Dalam konteks semiotik teks, Barthes dalam Hoed (2007) melihat teks sebagai tanda, yang harus memiliki segi ekspresi dan isi. Dengan demikian, sebuah teks dapat dilihat sebagai suatu (1) entitas yang mengandung unsur kebahasaan; (2) entitas yang untuk memahaminya harus bertumpu pada kaidahkaidah dalam bahasa teks itu; (3) bagian dari kebudayaan sehingga tidak dapat dilepaskan dari konteks budayanya dari



5



lingkungan spasiotemporal, yang berarti harus memperhitungkan faktor pemroduksi dan penerima teks. B. Macam-macam Semiotika



Sekurang-kurangnya terdapat Sembilan macam semiotik yang kita kenal sekarang, yaitu (Pateda, 2001:29) : 1) Semiotik analitik, yaitu semiotik yang menganalisis sistem tanda. 2) Semiotik deskriptif, yaitu semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang. 3) Semiotik faunal / zoosemiotik, yaitu semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. 4) Semiotik kultural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. 5) Semiotik naratif, yaitu semiotik yang menelaah sistem tanda narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore). 6) Semiotik natural, yaitu semiotik yan khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. 7) Semiotik normatif, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh tanda yang dibuat manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas. 8) Semiotik sosial, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik berwujud kata ataupun kalimat. 9) Semiotik struktural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa. C. Langkah-langkah Penelitian Semiotik Berikut ini adalah langkah-langkah umum yang bisa dijadikan pedoman (Cristomy, 2001b) penelitian semiotika khususnya dalam kajian ilmu komunikasi. 1) Cari topic yang menarik perhatian anda 2) Buat pertanyaan penelitian yang menarik (mengapa, bagaimana, dimana, apa) 3) Tentukan alasan/rationalisasi dari penelitian anda



6



4) Rumuskan penelitian anda dengan mempertimbangkan tiga langkah sebelumnya (topic, tujuan, rationalisasi) 5) Tentukan metode pengolahan data (kualitatif/semiotika) 6) Klasifikasi data : a) identifikasi teks; b) berikan alasan mengapa teks tersebut dipilih dan perlu diidentifikasi; c) tentukan pola semiosis yang umum dengan mempertimbangkan hirarki maupun sekuennya, atau pola sintagmatik dan paragmatik; d) tentukan kekhasan wacananya dengan mempertimbangkan elemen semiotic yang ada 7) Analisis data berdasarkan : a) ideology, interpretan kelompok, frame work budaya; b) pragmatic, aspek sosial, komunikatif; c) lapis makna, intertekstualitas, kaitan dengan tanda lain,hokum yang mengaturnya; d) kamus vs ensiklopedi 8) Kesimpulan D. Semiotika Ferdinand de Saussure Ferdinand de Saussure disebut orang yang layak sebagai pendiri linguistic modern dialah sarjana dan tokoh besar asal swiss. Sedikitnya ada lima pandangan dari Saussure yang kemudian hadi menjadi peletak dasar dari strukturalisme Levi-Strauss, yaitu pandangan tentang: 1) signifier (penanda) dan signified (petanda) Yang cukup penting dalam upaya menangkap hal pokok pada teori Saussure adalah prinsip yang mengatakan bahwa bahasa itu adalah suatu system tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yakni signifier (penanda) dan signified (petanda). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda dengan sebuah ide atau petanda. Jadi penanda adalah aspek material dari bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau di baca. Pendata adalah aspek mental dari bahasa. 2) form (bentuk) dab content (isi) Istilah form (bentuk) dan content (isi) diistilahkan dengan expression dan content, satu berwujud bunyi dan yanglain berwujud idea. Yang penting adalah 7



fungsinya dibatasi. Jadi, bahasa berisi sistem nilai, bukan koleksi unsur yang ditentukan oleh materi, tetapi sistem itu di tentukan oleh perbedaanya. 3) langue (bahasa) dan parole (tuturan, ujaran) Saussure dianggap cukup penting oleh Recoeur karena ia-lah yang meletakkan dasar perbedaan lauge dan parole sebagai dua pendekatan linguistik yang pada gilirannya nanti dapat menunjang pemikiran Recoeur, khususnya dalam teori wacana. Saussure membedakan tiga istilah dalam bahasa prancis: langage, launge (sistem bahasa) dan parole (keiatan ujaran) . Lauguge adalah suatu kemampuan bahasa yangada pada setiap manusia yang sifatnya pembawaan, namun pembawaan ini mesti dikembangan dengan lingkungan dan stimulus yang menunjang. Singkatnya languge adalah bahasa pada umumnya. Orang bisupun bias memiliki languge ini, namun disebabkan, umpamanya, gangguan fisiologi pada bagian tertentu maka dia tidak bias berbicara secara normal. Langue adalah abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat social budaya.langue sebagai totalitas dari kumpulan fakta atau bahasa. Dalam konsep Saussure, langue dimaksudkan bahasa tertentu. Akibatnya langue melebihi semua individu yang berbicara dibawakannya dalam sebuah konser oleh orkes tertentu (dalam segala kekurangan umpamanya) Parole merupakan bagian dari bahasa yang sepenuhnya dipandang sebagai individual. Parole dapat dipandang sebagai kombinasi yang memungkinkan subjek(penutur) sanggup menggunakan kode bahasauntuk mengungkapkan pikiran pribadinya. 4) synchronic (sinkronis) dan diachronic (diakronis) Yang dimaksud dengan sinkronis sebuah bahasa adalah deskripsi tentang keadaan tertentu bahasa tertentu(pada suatu “masa”)”. Sinkronis mempelajari bahasa tanpa mempersonalkan urutan waktu. Yang dimaksud dengan diakronis adalah “menelusuri waktu”. Jadi, studi diakronis atas bahasa tertentu adalah deskripsi tentang perkembangan sejarah (“melalui waktu”). Atau dengan kata 8



lain, linguistik diakronis ialah subdisiplin linguistik yang menyelidiki perkembangan suatu bahasa pada masa ke masa. 5) syntagmatic (sintagmatik) associative (paradigmatik). Satu lagi bahasan struktur bahasa yang dibahas dalam konsepsi dasar Saussure tentang sistem perbedaan antara tanda-tanda adalah mengenai syntagamativ dan associative (paradigmatik), atau antara sintagmatik dan paradigmatik. Hubunganhubungan ini terdapat pada kata-kata sebagai rangkaian bunyi-bunyi maupun sebagai konsep.



E.



Semiotika Charles Sanders Peirce Charles Sanders Peirce adalah salah seorang filsuf Amerika yang paling orisinal



dan multidimensional. Bagi Peirce (Pateda, 2001:44), tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Sesuatu yang digunakan agar tanda bias berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau represantamen) selalu terdapat dalam hubungan triadic, yakni ground, object, dan interpratent. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya katakata kasar, keras, lemah, lembut, dan merdu. Sinsign adalah eksistensi actual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang pada dasarnya kata air sungai keruh yang menandakan ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia. Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atau icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan atau alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara yanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tabda yang 9



langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialaj asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat mengacu ke denotatun melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa di sebut simbol. Jadi, dimbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan pertandanya. Hubungan duantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atau rheme, dicent sign atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalhnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau mata dimasuki inteksa, atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign atai dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya, jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan atasan tentang sesuatu. F. Semiotika Roland Barthes Dalam hal ini peneliti menggunakan teori Roland Barthes yang dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktekkan model linguistik dan semiologi Saussure. Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai atlantik di sebelah barat daya Prancis. Teori Barthes menjelaskan dua tingkat pertandaan yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam pertandaan, sedangkan konotasi adalah aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi (Piliang, 2003: 16 dan 18). Dalam salah satu bukunya yang berjudul Sarrasine, Barthes merangkai merangkai kode rasionalisasi, suatu proses yang mirip dengan yang terlihat dalam retorika



10



tentang tanda. Menurut Lechte dalam (Sobur, 2006: 65-66), ada lima kode yang diteliti Barthes yaitu: 1) Kode Hermeneutik (kode teka-teki), yang berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan ”kebenaran” bagi pertanyaan yang ada dalam teks. 2) Kode semik (makna konotatif), banyak menawarkan banyak sisi. Pembaca menyusun tema suatu teks. 3) Kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural. 4) Kode proaretik (kode tindakan), sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang, artinya semua teks bersifat naratif. 5) Kode gnomik (kode kultural), merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui oleh budaya. Menurut Roland Barthes semiotik tidak hanya meneliti mengenai penanda dan petanda, tetapi juga hubungan yang mengikat mereka secara keseluruhan (Sobur, 2004: 123). Barthes mengaplikasikan semiologinya ini hampir dalam setiap bidang kehidupan, seperti mode busana, iklan, film, sastra dan fotografi. Semiologi Barthes mengacu pada Saussure dengan menyelidiki hubungan antara penanda dan petanda, tidak hanya sampai disitu Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu mitos. Mitos menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem tanda-penanda-petanda maka tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi setelah terbentuk sistem tanda-penanda-petanda, tanda tersebut akan menjadi petanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Semiotik merupakan varian dari teori strukturalisme, yang berasumsi bahwa teks adalah fungsi dari isi dan kode, sedangkan makna adalah produk dari sistem hubungan. Semiotik berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti penunjukan (denotative) kaitan dan kesan 11



yang ditimbulkan dan diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi tanda. Setiap esai dalam bukunya, Barthes membahas fenomena keseharian yang luput dari perhatian. Dia menghabiskan waktu untuk menguraikan dan menunjukkan bahwa konotasi yang terkandung dalam mitologi-mitologi tersebut biasanya merupakan hasil kontruksi yang cermat (Cobley & Jansz dalam Sobur, 2006: 68). Dalam memahami makna, Barthes membuat sebuah model sistematis dimana fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of signification) Menurut Barthes, tatanan (signifikasi) tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembicara serta nilai-nilai dari kebudayaan. Konotasi mempunyai makna yang subyektif atau paling tidak inter-subyektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang telah digambarkan tanda terhadap sebuah obyek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Pada tatanan (signifakasi) tahap kedua berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Barthes menggunakan mitos sebagai seorang yang percaya, dalam artiannya yang orisinil. Mitos adalah cerita yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam (Fiske, 2007: 121). Mitos primitive seperti mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa. Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai maskulinitas dan feminitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan. Perspektif Barthes tentang mitos inilah yang membuka ranah baru dunia semiologi, yaitu penggalian lebih jauh dari penanda untuk mencapai mitos yang bekerja dalam realitas keseharian masyarakat. Setiap tuturan dalam bentuk tertulis atau sekedar representasi, verbal atau visual, secara potensial dapat menjadi mitos (Barthes dalam Budiman, 1999: 66). Artinya, tidak hanya wacana tertulis yang dapat kita baca sebagai mitos, melainkan juga fotografi, film, pertunjukkan, bahkan olahraga dan makanan. 12



BAB III PENUTUP



Semiotika (kadang juga disebut semiologi) adalah disiplin ilmu yang mempelajari tanda (sign).Dalam kehidupan sehari-hari tanda hadir dalam bentuk yang beraneka ragam; bisa berwujud simbol, lambang, kode, ikon, isyarat, sinyal, dsb.Bahkan segala aspek kehidupan ini penuh dengan tanda.Dan dengan sarana tandalah manusia bisa berfikir, tanpa tanda kita tidak dapat berkomunikasi. Dalam perbincangan mengenai semiotika sebagai sebuah ilmu, ada semacam ruang kontradiksi yang secara histories dibangun diantara dua kubu semiotika, yaitu semiotika continental Ferdinand de Saussure dan semiotika amerika Charles Sander Pierce. Mempelajari semiotika sama dengan kita mempelajari tentang berbagai tanda. Cara kita berpakaian, apa yang kita makan, dan cara kita bersosialisasi sebetulnya juga mengomunikasikan hal-hal mengenai diri kita, dan dengan begitu, dapat kita pelajari sebagai tanda.



13