Seni Pelukis Sumsel [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Riska
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1. Wakidi Wakidi (lahir di Plaju, Palembang, Sumatera Selatan, 1889 – wafat di Bukittinggi, Sumatera Barat, 1979) adalah seorang pelukis naturalis asal Indonesia yang lukisannya banyak mengandung corak Mooi Indie (Hindia molek). Bersama dengan Abdullah Surio Subroto (1879-1941) (ayah Basuki Abdullah) dan Pirngadie (1875-1936), Wakidi adalah satu di antara tiga pelukis naturalistik Indonesia yang terkemuka di zamannya. Orang tuanya berasal dari Semarang, Jawa Tengah yang bekerja di pertambangan minyak Plaju.[1] Wakidi mulai melukis sejak usia 10 tahun. Sebagai guru melukis, Wakidi sempat belajar dengan seorang pelukis Belanda bernama van Dick di Kweekschool, Bukittinggi, Sumatera Barat. Dia lulus dari sekolah itu pada tahun 1908 dan terus mengajar disana. Meskipun banyak berkarya, hampir semuanya dikoleksi orang, sehingga Wakidi tidak pernah mengadakan pameran lukisannya. Karya-karyanya banyak dikoleksi oleh istana kepresidenan dan sejumlah tokoh penting, seperti wakil presiden Indonesia, Mohammad Hatta dan Adam Malik.



2. Suharno Manap Karya lukisannya :



3. Edo Pop Hasil karyanya :



4. Amri Yahya Riwayat Pendidikan : Sejak SD di Taman Siswa Palembang tahun 1956 Ijazah I di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta tahun 1961 Ijazah II di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta tahun 1963 Drs. (Keguruan sastra dan Seni) di IKIP Yogyakarta (Juru Seni Rupa, Fakultas Keguruan Sastra dan Seni/FKSS) tahun 1971 Sertifikat Keramik Dinding di Den Haaq, Belanda tahun 1980 Akta V dari Departemen Pendidikan dan kebudayaan tahun 1984 Doktor H.C. (Pendidikan Seni Rupa) di Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2001 Profesor/Guru Besar (Pendidikan Seni Rupa) dari Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2002



5. Ronald Manullang Ronald Manullang lahir pada tahun 1954 di Taruntung, Sumatera Utara. Ia merupakan lulusan dari Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Pada tahun 1976, karyanya mulai dipamerkan dalam pameran bersama pada "Pameran Seni Lukis se-Indonesia" di Purna Budaya Yogyakarta, dan "Group Exhibition Indonesia Painting II pada Bienale II", di TIM, Jakarta. Pada tahun 2007, karya Ronald pertama kali dipamerkan di luar negeri, yaitu pada pameran bersama "Louis Vuitton Asian Art" di Hongkong. Ronald beberapa kali mengadakan pameran tunggal, antara lain: "The Final Judgement" di Umahseni, Jakarta (2010); "The Final Judgement 2" di Art Stage, Singapura (2011); dan Pameran di Sydney Contemporary 13, di Australia (2013). Ronald telah beberapa kali mendapat penghargaan, antara lain Affandi Prize (1976); Creativity Art Direction Magazine Award; Illustration, USA (1990); Indofood Art Award (2003); Finalis Sovereign Asian Art Prize, Hong Kong (2007). Ronald menghasilkan karya berupa lukisan dengan gaya hyper-realis hingga mirip dengan foto. Karyanya dinilai memiliki banyak kemiripan dengan karya seni dari masa klasik eropa, yang kemudian dibumbui dengan humor. Pada pameran "The Final Judgement" (2010), Ronald menampilkan 10 lukisan Hitler yang dihadirkan dalam tubuh perempuan. Metode yang digunakan Ronald adalah menggunakan foto dari model wanita hamil, yang kemudian diolah secara digital untuk memasangkan wajah Hitler. Hasilnya kemudian akan dijadikan sketsa yang akan menjadi lukisan Ronald. Menurut Rifky Effendy (kurator), tubuh perempuan yang dihadirkan tersebut memiliki gestur yang serupa dengan Bunda Maria. Cara penggambaran yang digunakan Ronald dinilai cenderung merujuk pada tradisi ikonografi Kristen Ortodoks atau Katolik Roma. Melalui karyanya, Ronald mengubah Hitler menjadi perempuan yang hamil besar, yang kemudian melahirkan seorang bayi. Berbagai karya Ronald tersebut dipandang bertujuan mengingatkan lagi tentang sosok Hitler yang kejam dengan cara yang lebih menyegarkan.



6. Rudi Maryanto Menjadi salah satu peserta Pameran Art-Chipelago 2015 bersama seniman seluruh Indonesia, hasil karya seniman Wong Kito ini sebelumnya terlebih dulu diseleksi pantia dari 527 lukisan seniman seluruh Indonesia. Dalam mempersiapkan karyanya, Rudi membutuhkan waktu dua pekan lamanya. Adapun objek yang dipilih Rudi adalah Rumah Limas yang menurutnya bentuk dan kondisi bangunanya masih asli dan tetap dipertahankan pemiliknya. Rudi pun mendatangi lokasi rumah yang terletak dikawasan kantor Walikota Palembang.