18 0 548 KB
LAPORAN KASUS PORTOFOLIO
DOKTER INTERNSHIP SEPTIK ARTHRITIS
Penulis: dr. Rhadezahara Mayurinda Patrisa Pendamping: dr. Harry Ananda dr. Robert Raymon Maradona Pembimbing & Narasumber: dr. Ahmad Dika Wijaya, Sp.PD
RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH KARIMUN KABUPATEN KARIMUN
2020 BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO Pada hari ini tanggal Oktober 20206di Wahana Rumah Sakit Bakti Timah Karimun telah dipresentasikan portofolio oleh : Nama
: dr. Rhadezahara Mayurinda Patrisa
Kasus
: Septik Arthritis
Topik
: Penyakit Dalam
Nama Pendamping
: dr. Harry Ananda dr. Robert Raymon Maradona
Nama Pembimbing
: dr. Ahmad Dika Wijaya, Sp.PD
Nama Wahana
: Rumah Sakit Bakti Timah Karimun
No 1
Nama Peserta
Tanda tangan 1.
2 3
2. 3.
4 5
4. 5.
6 7
6. 7.
8 9
8. 9.
10 11
10. 11.
12 13
12. 13.
14 15
14. 15.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya. Mengetahui,
Dokter Internsip
Dokter Pendamping
Dokter Pendamping
Dokter Pembimbing
dr. Yolanda Harianja
dr. Harry Ananda
dr. Robert Raymon Maradona Marpaung
dr. Ahmad Dika Wijaya Sp.PD
BAB I PENDAHULUAN Septik arthritis adalah suatu penyakit radang sendi yang disebabkan oleh bakteri atau jamur. Septik arthritis piogenik paling sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Hal ini juga
dapat
organisme
Streptococcus
lain,
termasuk
Staphylococci,
disebabkan beberapa pneumoniae,
Streptokokus grup B, spesies Gonococcus, Escherichia coli, spesies Haemophilus, spesies Klebsiella, spesies Pseudomonas, dan spesies Candida. Infeksi dapat menyebabkan kerusakan sendi cepat dan berat. Infeksi primer disebabkan oleh inokulasi langsung akibat trauma termasuk pembedahan. Infeksi sekunder akibat penyebaran secara hematogen atau perluasan dari osteomielitis. (1) Septik arthritis dapat mengenai berbagai usia, tetapi anak-anak dan orang tua lebih mudah terkena, terutama jika mereka sudah mempunyai kelainan pada sendi seperti riwayat trauma atau kondisi seperti hemofilia, osteoarthritis, atau rheumatoid arthritis. Pasien immunocompromise untuk beberapa alasan dan penyakit seperti diabetes mellitus, alkoholisme, sirosis, kanker, dan uremia meningkatkan resiko infeksi. (2) Insiden septik artritis pada populasi umum bervariasi 2-10 kasus per 100.000 orang per tahun. Insiden ini meningkat pada penderita dengan peningkatan risiko seperti artritis rheumatoid 28-38 kasus per 100.000 per
tahun, penderita dengan protese sendi 40-68 kasus/100.000/tahun (30-70%). Puncak insiden pada kelompok umur adalah anak-anak usia kurang dari 5 tahun (5 per 100.000/tahun) dan dewasa usia lebih dari 64 tahun (8,4 kasus/100.000 penduduk/tahun). Kebanyakan septik artritis terjadi pada satu sendi,
sedangkan keterlibatan poli artikular terjadi 10-15% kasus. Sendi
lutut merupakan sendi yang paling sering terkena sekitar 48-56%, diikuti oleh sendi panggul 16-21%, dan pergelangan kaki 8%. (3)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Anatomi Knee joint adalah salah satu sendi kompleks dalam tubuh manusia.
Femur,
tibia, fibula, dan patella disatukan menjadi satu kelompok yang
kompleks oleh ligament. (4) Sendi merupakan pertemuan antara dua atau beberapa tulang dari kerangka.Terdapat tiga jenis utama berdasarkan kemungkinan gerakannya yaitu sendi fibrus, sendi tulang rawan dan sendi sinovial.
(5)
Sendi fibrus atau sinartroses adalah sendi yang tidak dapat bergerak atau
merekat
ikat,
maka
tidak
mungkin
ada
gerakan
antara
tulang – tulangnya, misalnya: sutura antara tulang pipih tengkorak. Sendi tulang rawan atau amfiartroses adalah sendi dengan gerakan sedikit dan permukaan persendiannya dipisahkan oleh bahan gerakannya.
Misalnya, Simphisis
pubis,
dan
dimana
mungkin sebuah
sedikit bantalan
tulang rawan mempersatukan kedua tulang pubis. Sendi synovial atau diartroses adalah persendian yang bergerak bebas dan terdapat banyak ragamnya.
Gambar IA. Anatomi Knee Joint kanan dari sisi Anterior view dan Posterior view (Nucleus Medical Art, 1997-2007)
Gambar IB. Anatomi Knee Joint Kanan dari sisi Lateral view dan Medial view (Nucleus Medical Art, 1997-2007)
Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang femur, epiphysis proksimalis, tulang tibia dan tulang patella, serta mempunyai beberapa sendi yang terbentuk dari tulang yang berhubungan, yaitu antar tulang femur dan patella disebut articulatio patella femoral, antara tulang
tibia
dengan tulang femur disebut articulatio tibio femoral dan antara tulang tibia dengan tulang fibula proximal disebut articulatio tibio fibular proxsimal. (6) Sendi lutut merupakan suatu sendi yang disusun oleh beberapa tulang , ligament beserta otot, sehingga dapat membentuk suatu kesatuan yang disebut dengan sendi lutut atau knee joint. Anatomi sendi lutut terdiri dari: 1. Tulang pembentuk sendi lutut antara lain:
a. Tulang Femur Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan acetabulum membentuk kepala sendi yang disebut caput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari columna femoris terdapat taju yang disebut ujung
trochantor
mayor dan trochantor
minor, di bagian
membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan
yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis, di antara kedua condylus ini terdapat lekukan tempat
letaknya tulang
tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fosa condylus. (7) b. Tulang Tibia Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada os fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut os maleolus medialis. (7) c. Tulang Fibula Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan os femur pada bagian ujungnya. Terdapat tonjolan yang disebut os maleolus lateralis atau mata kaki luar. (7) d. Tulang Patella Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada
tulang
femur. Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan
adalah tetap dan yang berubah hanya jarak patella dengan femur. Fungsi patella di samping sebagai perekatan otot- otot
atau
tendon adalah sebagai pengungkit sendi lutut. Pada posisi flexi lutut 90 derajat, kedudukan patella di antara kedua condylus femur dan saat extensi maka patella terletak pada permukaan anterior femur. (7) 2. Ligamentum pembentuk sendi lutut
Gambar IIA.3 Susunan Ligamen Sendi Lutut Anterior View (R.Putz, R.Pabst, 2002)
Keterangan Gambar A.3 Susunan Ligamen Sendi Lutut yaitu : 1.
Ligamen cruciatum anterior
2.
Meniscus lateralis
3.
Ligament collateral fibula
4.
Ligament capitis fibula posterior
5.
Caput fibula
6.
Femur, condylus medial
7.
Ligament meniscofemorale posterior
8.
Ligament collateral tibia
9.
Ligament popliteum obliqum
10. Ligament
cruciatum posterior
Susunan Ligamen Sendi Lutut Lateral View (R.Putz R.Pabst, 2002) 1.
Ligamen patella
2.
Meniscus medialis
3.
Ligament collateral tibia
Stabilitas sendi lutut yang lain adalah ligamentum. Ada beberapa ligamentum yang terdapat pada sendi lutut antara lain : a. Ligamentum crusiatum anterior, yang berjalan dari depan eminentia intercondyloidea tibia, ke permukaan medial
condylus
lateralis
femur, fungsi menahan hiperekstensi dan menahan bergesernya tibia ke depan.
b. Ligamentum crusiatum posterior, berjalan dari facies lateralis condylus medialis femoris, menuju fossa intercondyloidea
tibia,
berfungsi menahan bergesernya tibia, ke arah belakang. c. Ligamentum collateral lateralle yang berjalan dari epicondylus lateralis ke capitulum fibulla, yang berfungsi menahan gerakan varus atau samping luar. d. Ligamentum collateral mediale tibia (epicondylus medialis tibia), yang berfungsi menahan gerakan valgus atau samping dalam dan eksorotasi, dan secara bersamaan ligament collateral juga berfungsi menahan bergesernya ke depan pada posisi lutut fleksi 90 derajat. e. Ligamentum popliteum abligum, berasal dari condylus lateralis femoris menuju ke insertio musculus semi membranosus melekat pada fascia musculus popliteum. f. Ligamentum transversum genu, membentang pada permukaan anterior meniscus medialis dan lateralis. Semua ligament tersebut berfungsi sebagai fiksator dan stabilisator sendi lutut. Tranversum genu di samping ligament ada juga bursa pada sendi lutut. Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan terjadinya gesekan membran
dan
gerakan,
synovial.
berdinding
tipis
dan
dibatasi
oleh
Ada beberapa bursa yang terdapat pada
sendi lutut antara lain : (a) bursa popliteus, (b) bursa supra patellaris,
(c)
bursa
infra patellaris,
(d) bursa
subcutan
prapatellaris, (e) bursa sub patellaris, (f) bursa prapatellaris. 3. Sistem Otot
Gambar IIA.5 Otot Paha dan Pangkal Paha Tampak dari Depan (R.Putz R.Pabst, 2002)
Keterangan Gambar IIA.5 Otot Paha dan Pangkal Paha Tampak dari Depan (R.Putz R.Pabst, 2002) yaitu : 1.
Musculus vatus medial
2.
Femur condylus medial
3.
Ligament patella
4.
Bursa subcutanea infrapatellaris
5.
Caput fibula
6.
Bursa subtendinea prepatellaris
7.
Fascialata, tractus, illiotibialis
8.
Musculus Vastus lateralis
9.
Musculus Rectus femoris
Otot-otot yang bekerja pada sendi lutut yaitu: a.
Bagian
anterior
musculus vastus
adalah musculus rectus lateralis,
musculus
femoris,
Vastus
medialis,
musculus vastus intermedius. b.
Bagian musculus
posterior
adalah
semitendinosus,
musculus
biceps femoris,
musculussemimembranosus,
musculus Gastrocnemius. c.
Bagian medial adalah musculus Sartorius
d.
Bagian lateral adalah musculus Tensorfacialatae
4.
Biomekanik sendi lutut Aksis gerak fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi, yaitu melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada daerah condylus medialis (Kapandji, 1995). Secara biomekanik, beban yang diterima sendi lutut dalam keadaan normal akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral, sehingga resultannya akan jatuh di bagian sentral sendi lutut. a. Osteokinematika
Osteokinematika
yang
gerakan
dan ekstensi pada bidang sagital dengan
fleksi
memungkinkan
terjadi
adalah
lingkup gerak sendi fleksi antara 120-130 derajat, bila posisi hip fleksi penuh, dan dapat mencapai 140 derajat, bila hip ekstensi penuh, untuk gerakan ekstensi, lingkup gerak sendi antara 0 – 10 derajat gerakan putaran pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi untuk endorotasi antara 30 – 35 derajat, sedangkan dari posisi
untuk
eksorotasi
antara 40-45
derajat
awal midposision. Gerakan rotasi ini terjadi pada
posisi lutut fleksi 90 derajat (Kapandji, 1995), gerakan yang terjadi pada kedua permukaan tulang meliputi gerakan rolling dan sliding. Saat tulang femur yang bergerak maka, gerakan rolling ke arah belakang dan (berlawanan arah).
Saat
sliding
fleksi,
femur
ke
arah
rolling
depan ke arah
belakang dan sliding ke belakang, untuk gerakan ekstensi, rolling ke depan dan sliding ke belakang. Saat tibia yang bergerak fleksi adapun ekstensi maka rolling maupun sliding bergerak searah, saat fleksi maka rolling maupun sliding bergerak searah, saat
fleksi
rolling dan sliding ke arah
belakang, sedangkan saat ekstensi rolling dan sliding bergerak ke arah depan. b. Artrokinematika
Artrokinematika pada sendi lutut di saat femur bergerak rolling dan sliding berlawanan arah, disaat terjadi gerak fleksi femur rolling ke arah belakang dan sliding-nya ke depan, saat gerakan ekstensi femur rolling kearah depannya sliding-nya ke belakang. Jika tibia bergerak fleksi ataupun ekstensi maka rolling maupun sliding terjadi dorsal,
sedangkan
searah,
ekstensi
saat
fleksi
menuju
menuju ventral (Kapandji,
1995). B.
Septik Arthritis 1. Definisi Septik
arthritis adalah
suatu
penyakit
radang
sendi
yang
disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur. Artritis bakteri atau biasa disebut supuratif piogenik atau septik artritis, adalah infeksi pada sendi yang paling sering terjadi dan yang paling penting karena merupakan kegawatan dibidang rematologi yang berpotensi untuk menyebabkan
kerusakan
sendi
dan
hilangnya
fungsi
yang
ireversibel (25-50% dari pasien) jika terlambat dalam diagnosis dan pengobatan. Infeksi primer disebabkan akibat
trauma
termasuk
oleh inokulasi langsung
pembedahan.
Infeksi
sekunder
akibat penyebaran secara hematogen atau perluasan dari osteomyelitis atau selulitis yang berdekatan dengan celah sendi (Canale, 2008). Septik artritis adalah salah satu penyakit infeksi pada sistem
muskuloskeletal. Infeksi terjadi
pada
tulang,
pada sendi,
sistem otot
musculoskeletal
dapat
dan jaringan lunak, sehingga
menimbulkan manifestasi klinis yang bervariasi, tergantung pada struktur yang terlibat. Ketika infeksi tersebut terjadi pada sendi disebut septik artritis. Biasanya septik arthritis mempengaruhi satu sendi besar seperti lutut atau pinggul. Septik artritis jarang mempengaruhi beberapa sendi Septik artritis paling sering terjadi pada sendi pinggul, kemudian sendi lutut dan pergelangan kaki. Angka kejadian ketiga sendi tersebut dapat mencapai 80% dari seluruh kasus (Ortega, 2014). Pada anak-anak yang memiliki keluhan nyeri sendi terutama pada daerah yang non-weight bearing, maka dapat dicurigai sebagai septik
artritis.
Ortopedi menggunakan
Kriteria Kocher untuk menentukan kemungkinan terkena septik artritis. Kriteria kocher terdiri dari (Bond, 2011):
Erythrocyte Sedimentation Rate >40 mm/hr
WBC > 12.000 mm3
Sendi yang terkena adalah non weight-bearing
Demam
2. Etiologi Stapylococcus
aureus
merupakan
bakteri
yang
sering
menyebabkan arthritis bacterialis dan osteomelitis pada manusia.
Diduga, kemampuan
sthapylococcus
aureus untuk menginfeksi
sendi berhubungan dengan interaksi antara bakteri tersebut dengan komponen matriks ekstrasululer. Produk-produk bakteri seperti endotoksin (lipopolisakarida) bakteri gram negative, fragmen dinding sel bakteri gram positif dan kompleks imun akan merangsang sel-sel synovial untuk melepaskan TNF- α (tumor necrosis factor alfa) dan IL – 1 β ( Interleukin-1 beta) yang akan mencetuskan infiltrasi dan aktivasi sel-sel PMN (Poly Morpho Nuclear). Bakteri akan difagositosis oleh vacuolated synovial linning ells dan sel – sel PMN. Sel-sel fagositik tersebut, memiliki
sistem bakterisidal,
kemampuannya mematkan bakteri tergantung pada virulensi bakteri yang menginfeksi. Komponen kompleks
bakteri
yang
membentuk
antigen- antibodi, akan mengaktifkan komplemen
melalui jalur klasik, sedangkan toksin bakteri akan mengaktifkan komplemen melalui jalur alternative. Fagositosis bakteri yang mati oleh sel-sel PMN, juga dapat menyebabkan autolysis sel, PMN akan melepaskan enzim lisozomal kedalam sendi yang menyebabkan kerusakan synovial, ligament dan rawan sendi. Selain itu, sel PMN dapat merangsang metabolisme asam arakidonat dan melepaskan kolagenase, enzim – enzim proteolitik dan IL – 1 sehingga reaksi inflamasi bertambah hebat. Organism cultured from 56 cases of acute septic arthritis
Organism
Number of cases
Staphylococcus aureus
27
Haemophilus influenza
10
Haemophilus para-influenza
3
Streptococcus pyogenes
8
Califorms
2
Streptococcus pneumonia
2
Streptococcus viridians
1
Staphylococcus albus
1
Anaerobic Gram-positive cocci
1
Meningococcus 1 Sumber : THE JOURNAL OF BONE AND JOINT SURGERY 3. Stadium Septik Arthritis Apley membagi 3 stadium, yaitu (Muttaqin, 2008): 1.
Stadium akut. Ditemukannya
peradangan
local
berupa
kemerahan,
pembengkakan sendi, atropi otot. Dengan pemeriksaan radiologi, terlihat adanya refraksi tulang. Pada stadium dini terjadi peradangan sinovium (sinovitis), pembengkakan sinovium, dan belum terdapat kerusakan tulang rawan. 2.
Stadium Penyembuhan Pada stadium ini terjadi penyembuhan secara berangsur-angsur. Gejala klinis seperti panas dan nyeri menghilang serta terjadi klasifikasi pada tulang.
3.
Stadium Residual Bila penyembuhan penyakit terjadi sebelum ada kerusakan pada sendi, akan terjadi penyembuhan sempurna, tetapi bila telah terjadi kerusakan pada tulang rawan sendi, akan terdapat gejala sisa/sekuela
yang
bersifat
permanen
berupa
fibrosis
dan
deformitas sendi. 4. Tanda dan Gejala Manifestasi klinis septik artritis sangat bergantung pada usia dan kondisi dari tubuh pasien. Tapi secara umum septik artritis ditandai dengan trias gejala akut yang tipikal dan dengan durasi ejala 1-2 minggu, disertai dengan demam dengan suhu rendah
(tanpa
menggigil), nyeri pada sendi, dan penurunan pergerakan sendi. Pada
pemeriksaan
fisik
didapatkan
sendi
tampak
bengkak,
kemerahan, nyeri tekan, dan teraba panas. Umumnya kelaianan yang melibatkan intraartikular ditandai dengan terbatasnya gerak sendi baikitu secara aktif maupun pasif. Sendi biasanya terhenti pada posisi maksimal dari sebuah pergerakan sendi. Berlawanan dengan itu,
inflamasi periatrikular terbatasnya gerak sendi hanya oada
pergerakan sendi aktif,
dan disertai bengkak yang terlokalisir
(Horowitz, et.al. 2011). Pasien
dengan
Artrits
Septic
Akut
di
tandai
dengan
(Sudoyo,dkk.2009): 1.
Nyeri sendi hebat.
2.
Bengkak sendi.
3.
Kaku dan gangguan fungsi sendi.
4.
Demam
5.
Kelemahan umum.
5. Proses patologi Bakteri penyebab septik arthritis bisa berasal dari beberapa sumber, yaitu: a.
Hematogen atau melalui pembuluh darah dari sumber infeksi lain
b.
Contiguous atau secara perkontinuitatum dari jaringan atau organ sekitar yang mengalami infeksi seperti osteomyelitis
c.
Infeksi secara langsung terhadap sendi tersebut baik selama proses pembedahan, penyuntikan, trauma, gigitan hewan atau manusia, atau tindakan-tindakan invasif lainnya (Ortega, 2014).
Gambar 5. Mekanisme terjadinya septik arthrits (Abdullah, 2014)
Penyebaran secara hematogen merupakan yang paling sering ditemukan pada pasien dengan septik arthritis. Bakteri masuk ke dalam sendi melalui
pembuluh-pembuluh darah kapiler synovial
yang tidak mempunyai membrana basalis
yang berfungsi untuk
membatasi terjadinya penyebaran infeksi (Mathews, 2010). Dalam beberapa jam kemudian neutrophil dan sel-sel radang lainnya mulai menginfiltrasi sinovium, serta terjadi hyperplasia pada membrane synovial. Selsel radang dan bakteri masuk ke dalam celah sendi dan kemudian mulai menempel (adesi) pada kartilago sendi. Kemudian dalam beberapa jam berikutnya sel-sel inflamaasi mulai melepaskan sitokin-sitokin
dan
protease,
yang
selanjutnya
akan
menyebabkan hidrolisis dari kolagen dan proteoglikan yang akhirnya menghambat
sitesis
dari
kartilago
serta
meningkatkan
proses
degradasinya (Abdullah, 2014). Proses perusakan sendi akan berlanjut dengan terbentuknya pannus (jaringan granulasi sinovial) dan erosi pada kartilago sendi. Efusi sendi yang sangat massif dapat menyebabkan vaskularisasi ke sendi tersebut menjadi terganggu, sehingga bisa menyebabkan nekrosis pada tulang (aspetic bone necrosis). Proses perusakan sendi ini dapat terjadi pada septik arthritis pada tahap-tahap awal, bila kondisi infeksi tidak segara diatasi. Oleh karena itu kondisi
septik arthritis bisa dianggap sebagai kondisi
emergensi (Moyad,
2008).
Gambar 6 . (a) gambaran sendi normal, dengan (f) cairan synovial dan (c) kartilago sendi. (b) gambaran sendi dengan kondisi septik arthritis, tanda-tanda radang, sinovitis, dengan (P) Pannus yang meerusak katilago sendi dan tulang. Panah putih menunjukkan tulang subkondral yang mengalami perusakan dan terekspos ke bagian intraartikular (Abdullah, 2014).
6. Pemeriksaan Fisik Sendi paling sering terkena adalah sendi lutut (50%), hip (20%), shoulder (8%) ankle (7%), and wrists (7%). elbow, interphalangeal, sternoclavicular, dan sacroiliac
masing-masing kurang lebih 1- 4 %. Eritema dan odema
( 90%), teraba hangat dan kaku, infeksi sendi biasanya menyebabkan efusi pada sendi yang mengkibatkan keterbatasan gerakan aktif maupun pasif. Gejala-gejala dari infeksi bisa tidak muncul pada orang-orang yang mengalami gangguan imunitas khususnya pada pasien rheumatoid arthritis dan pengguna obat suntikan terlarang. Pada non-gonokokal arthritis, 85-90% monoartikuler, bila mengenai lebih dari 1 sendi biasanya ada keterlibatan S aureus. Bila mengenai poliartikuler biasanya disebabkan oleh gonokokal ,
virus, lyme disease, reactif arthritis. Group B streptokokus biasanya menyerang sacroiliac dan sternoclavicular joints. 7.
Laboratorium Untuk menegakkan diagnosa secara definitif diperlukan bukti adanya bakteri pada cairan sinovial baik dengan pengecatan gram atau kultur, begitu ada kecurigaan suatu septic arthritis harus dilakukan aspirasi cairan sinovial, bila perlu dengan guiding imaging terutama pada sendisendi yang sulit dilakukan aspirasi, contohnya hip, shoulder dan sacroiliac.
Bila
perlu
dilakukan
surgical
anthrotomy
untuk
mendapatkan cairan dan jaringan sinovial. Pada kasus non gonokokal hasil kultur pada cairan sinovial 90% positif, namun pada pengecatan gram hanya memberikan hasil positif 50 %, kebanyakan infeksi sendi terjadi efusi cairan sendi yang purulen, dengan jumlah leukosit 50-150 x 10
9
/L terutama sel PMN, kadar glukosa
menurun, kadar asam laktat dan laktat dehidrogenase meningkat, namun tidak spesifik untuk septic arthtritis. Pada kasus Gonokokal hasil kultur hanya positif 50%, pengecatan gram positif 25 %.
Pemeriksaan Laboratorium kultur cairan sinovial dan jaringan sinovial merupakan diagnostik definitif. Namun terapi harus segera diberikan tanpa menunggu hasil kultur
Pemeriksaan dengan polarizing microscopy untuk melihat adanya Kristal didalam cairan dan untuk melihat adanya kuman dengan pengecatan gram. Bila hasil kristal positip, hasil pengecatan gram negatif
maka
pasien
arthritis,kecuali
diterapi
sebagai
ada sumber infeksi
crystal-associated
ditempat lain seperti
pneumonia atau pielonefritis
Apabila secara mikroskopis tidak ditemukan kristal, pasien tetap diberikan terapi dengan tetap dianggap ada proses infeksi walaupun hasil pengecatan gram negatif, oleh karena pengecatan gram hanya memberikan angka
sensitifitas sebesar 60 % untuk mendeteksi
adanya bakteri didalam cairan sinovial, cairan sinovial harus dikultur untuk melihat myobacteria atau jamur
Apabila kondisi pasien tidak membaik setelah 5 hari perawatan, cairan sendi harus di aspirasi dan diperiksa, sebagian besar septic arthritis terjadi peningkatan sel darah putih lebih dari 50.000, dengan 75 % merupakan polimorfonuklear, namun proses inflamasi steril juga dapat memberikan gambaran yang serupa, peningkatan kadar glukosa dan protein di cairan sinovial tidak spesifik oleh sebab itu tidak rutin dikerjakan
Apabila kita mencurigai suatu infeksi gonokokal, maka harus diambil kultur dari rectum, serviks, uretra dan pharing dan dari setiap lesi pada kulit
Pemeriksaan PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DNA bakteri di cairan sinovial khususnya untuk untuk kuman Yersinia species, B burgdorferi, Chlamydia species, N gonorrhoeae dan Ureaplasma species Pada
infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis terjadi
leukositosis cairan sinovial, hasil pengecatan asam biasanya negative, hasil kultur positif pada 80 % kasus 8. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan foto polos sendi sangat terbatas dalam menilai infeksi sendi Gambaran yang paling sering adalah Periarticular soft tissue swelling. Pemeriksaan radiologis lebih banyak bermanfaat untuk menyingkirkan adanya osteomielitis atau periartikular osteomielitis sebagai akibat dari infeksi sendi
tersebut. Penumpukan calsium
pyrophosphat dapat dideteksi dengan foto ini. Ultrasonograpi dapat digunakan untuk mendiagnosa efusi pada kasus kerusakan sendi yang kronis (sekunder dari trauma atau rheumatoid arthritis) CT Scan dan MRI lebih sensitive untuk membedakan antara osteomielitis, periartikular abses dan infeksi sendi. Pemeriksaan ini
sangat berguna untuk infeksi sendi di sacroiliac atau sternoclavicular untuk menyingkirkan penyebaran infeksi ke mediastinum atau ke pelvis
Gambar 4. (kiri): Foto pelvis AP Tampak proses destruksi pada permukaan sendi hip kiri. (kanan) : MRI potongan sagital pasien septic arthritis pada sendi lutut kiri, tampak efusi sendi, synovial thickening dan subcutaneous edem
9. Tatalaksana Penatalaksanaan
transient
synovitis
dengan
istirahat
dan
obat
antiinflamasi adalah teknik pengobatan utama. Setiap posisi yang nyaman akan membantu proses penyembuhan. Anak biasanya sudah membatasi berapa banyak berat badan diletakkan pada kaki itu. Jika tidak, setiap upaya harus dilakukan untuk menghindari menahan beban. Kegiatan fisik yang kuat seperti berlari, melompat, dan berpartisipasi dalam kegiatan olahraga harus dihindari selama fase akut. Dokter Anda akan memberitahu Anda jika kruk diperlukan untuk membantu batas
berat-bearing melalui kaki itu. Jika kruk disarankan, mereka hanya akan diperlukan untuk beberapa minggu. Pembedahan biasanya tidak diperlukan. Dalam kasus yang parah anak sinovitis transien dapat dirawat di rumah sakit untuk observasi dan traksi kaki. Menerapkan tarik di pinggul melalui kaki dapat mengurangi tekanan di dalam kapsul sendi. Jika anak adalah koperasi, traksi rumah mungkin menjadi mungkin. Penatalaksanaan septic arhtritis dapat dengan nonoperatif dan operatif. Prinsip terapi pada septic arthritis adalah drainase cairan sinovial yang terinfeksi secara adekuat, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, kombinasi Beta-lactam dengan aminoglikosida atau generasi kedua golongan kuinolon. imobilisasi sendi untuk mengurangi nyeri. Pada akut PJI ( prosthetic joint infection ) kurang dari 3 minggu (tipe early) atau sekunder dari penyebaran hematogen tanpa keterlibatan jaringan sekitar sendi atau tidak terjadi joint instability, dapat diterapi dengan obat-obatan Antibiotik intravena diberikan selama 3-4 minggu. Drainage dapat berupa perkutaneus atau pembedahan, aspirasi dengan menggunakan jarum secara berulang untuk mencegah pengumpulan cairan di dalam sendi, aspirasi dapat dilakukan 2-3 kali sehari pada harihari awal, apabila drainage lebih sering diperlukan maka pertimbangan untuk operasi
Apabila dalam 5 hari
perawatan, sendi mengalami
perbaikan maka dapat diberikan obat-obat antiiflamasi, apabila tidak membaik setelah 5 hari, klinis febris yang menetap, cairan sinovial tetap
purulen, hasil kultur tetap positip, maka perlu dilakukan reevaluasi terhadap terapi : 1. lakukan kultur ulang cairan sinovial 2. periksa serologis untuk diagnosa lyme disease 3. jika dicurigai adanya jamur
atau mikobakterial perlu dilakukan
sinovial biopsy 4. pertimbangakan kemungkinan reactive arthritis 5. periksa foto polos ataupun MRI untuk menyingkirkan periarticular osteomyelitis. Surgical drainage diindikasikan apabila satu atau lebih kriteria dibawah ini : 1. Penggunaan antibiotik yang sesuai dan perkutan drainage yang aktif selama 5-7 hari tetap gagal 2. Sendi yang terkena sulit untuk diaspirasi ( hip ) 3. Adanya infeksi pada jaringan sekitar Infeksi gonokokal jarang memerlukan surgikal drainasePada kasus PJI (prothease joint infection) terapi dengan memberikan antibiotik yang
adekuat dan pengangkatan protesis, meskipun penggunaan antibiotik telah adekuat angka keberhasilan hanya 20 % bila protesis tetap ditinggalkan, teknik dengan 2 tahap merupakan teknik yang paling efektif 1. Angkat protesis diikuti pemberian antibiotik selama 6 minggu 2. Ganti sendi yang baru dengan methylmethacrylate cement dengan antibiotik ( gentamicin, tobramycin ). Difusi antibiotik ke jaringan sekitar merupakan tujuan terapi. Angka keberhasilan rata-rata 95% Cara lain dengan intermediate method, dengan mengganti sendi terinfeksi dengan sendi baru dalam 1 tahap operasi disertai pemberian antibiotik, metode ini memberikan angka keberhasilan 70-90%. Apabila kondisi penderita membaik dalam 5 hari perawatan, dapat dimulai mobilisasi ringan pada sendi yang terinfeksi, kebanyakan penderita memerlukan rehabilitasi medik umtuk mengembalikan fungsi sendi secara maksimal.
BAB III LAPORAN KASUS Nama Pasien: Ny. I (Perempuan)
No. RM : 072796
Tanggal Presentasi: 25 Oktober 2020
Nama Pendamping : dr. Harry Ananda dr. Robert Raymon Maradona Marpaung
Tempat Presentasi : RS Bakti Timah Karimun Objektif Presentasi : Keilmuan Keterampilan Penyegaran Diagnostik Neonatus
Manajemen Bayi
Anak
Remaja
Tinjauan Pustaka
v b Masalah Itimewa v Dewasa V Lansia Bumil
Deskripsi : Pasien berusia 24 tahun datang ke Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Bakti Timah pasien datang dengan keluhan nyeri lutut kanan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan makin hari makin memberat. Keluhan diperberat saat pasien berjalan. Keluhan baru pertama kali dirasakan, sebelumnya pasien sudah mendapatkan pengobatan dengan keluhan yang sama kemudian keluhan kembali dirasakan 2 minggu terakhir. Keluhan lain demam, pusing, sakit kepala, mual dan muntah disangkal. Pasien mengaku tidak ada keluarga pasien yang merasakan keluhan yang sama. Tujuan :
Untuk menegakkan diagnosis
Manajemen penatalaksanaan Bahan bahasan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit Cara membahas Diskusi Presentasi & diskusi Email Pos Data Pasien: Nama: Ny. W Nomor Registrasi: 027824 Nama RS: RS Bakti Timah Terdaftar sejak: 22 Oktober 2020 Karimun
Data utama untuk bahan diskusi 1. Diagnosis/Gambaran Klinis Pasien berusia 24 tahun datang ke Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Bakti Timah pasien datang dengan keluhan nyeri lutut kanan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan makin hari makin memberat. Keluhan diperberat saat pasien berjalan. Keluhan baru pertama kali dirasakan, sebelumnya pasien sudah mendapatkan pengobatan dengan keluhan yang sama kemudian keluhan kembali dirasakan 2 minggu terakhir. Keluhan lain demam, pusing, sakit kepala, mual dan muntah disangkal. Pasien mengaku tidak ada keluarga pasien yang merasakan keluhan yang sama. 2. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah mengalami hal yang sama seperti ini sebelumnya 3. Riwayat Keluarga Riwayat hipertensi tidak ada Riwayat diabetes mellitus tidak ada 4. Riwayat Penggunaan Obat Tidak ada 5. Riwayat Pekerjaan dan Pendidikan Pasien belum bekerja dan pendidikan terakhir SMA 6. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum
: Pasien tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos Mentis (E4V5M6)
Berat Badan
: 47 kg
Tinggi Badan
: 158 cm
Tanda Vital
:
-
Tekanan darah = 110/70 mmHg
-
Nadi = 88 x/menit, kuat angkat, regular
-
Suhu = 36,9 0C
-
Pernapasan = 18 x/menit, regular, thorakoabdominal Berat Badan: 70kg
Tinggi Badan: 155cm
Pemeriksaan Status Generalis Kepala
: Bentuk normal, rambut tidak mudah rontok, warna hitam
Kulit
: Sianosis (-), Ikterik (-), scar (-), kering, turgor kulit baik
Mata
: Eksophtalmos (-/-) Konjungtiva pucat (-/-),sklera Kuning(-/-) perdarahan konjungtiva (-/-), pupil isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)
Telinga
: Deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)
Hidung
: Deviasi septum (-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut
: Sianosis (-), bibir tampak kering, perdarahan gusi (-), plak putih (-), mukosa tampak pucat, lidah bersih,
Leher
: Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks (bentuk)
: Normal, pelebaran vena (-), luka ataupun scar (-)
Pulmo Paru-paru depan
: I : Simetris saat statis dan dinamis, penggunaan otot bantu nafas (-), sesak (-), sela iga tidak melebar, bentuk dada normo chest. P : Palpasi vokal fremitus kanan = kiri, massa (-)
P : Sonor pada kedua lapangan paru A : Vesikular +/+, wheezing -/-, rhonki -/Paru-paru belakang
: I : Simetris saat statis dan dinamis, P : Palpasi vokal fremitus kanan = kiri, massa (-) P : sonor pada kedua lapangan paru A : vesikular +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Jantung
: I : Iktus cordis tidak terlihat P : Iktus cordis teraba pada ICS 5 midclavicula line, kuat angkat P : Batas jantung kanan ICS 4 parasternal dekstra Batas jantung kiri ICS 5 midclavicula sinistra Batas atas jantung : ICS 2 sternal sinistra Pinggang jantung : ICS 3 parasternal sinistra A : S1-S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
: I : cembung, skar (-), massa (-) A : Bising usus (+) 12x/menit kesan normal P : Abdomen supel, nyeri tekan (-) Hepar tidak teraba Liver span ± 10 cm.Pemeriksaan Schuffner 0. P : Timpani
Punggung
: I : Vertebra normal, deformitas (-), massa (-) P : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas
: Patela = Kemerahan (-/-), bengkak (-/-), nyeri tekan (+/-),
krepitasi (-/-), ROM terbatas (+/-) 7. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium : Laboratorium tanggal 22/10/2020 Pemeriksaan HB Leukosit Trombosit Hematokrit Eritrosit Segmen Lympo
Hasil 11,9 13.700 390.000 36,3 4.540.000 75,2 18,3
Nilai Normal 9,9 – 13,6gr/dL 4000 – 10000/mm3 150 – 400 Ribu/ mm3 35 – 47% 4.1 – 5.1 juta / mm3 50-70 % 25 – 40 %
Pemeriksaan Radiologi Kesan = Radiografi genu sinistra dalam batas normal. Tidak tampak fraktur / Dislokasi 8. Tatalaksana Drip ketorolac II amp dalam NS 500cc/24jam Inj. Ketorolac 1x1amp iv Inj. Ceftriaxon 2x1vial iv Inj. Ranitidin 2x1 amp iv Flamicord 1 vial Aspirasi cairan sendi
Hasil Pembelajaran : -
Definisi septik arthritis
-
Etiologi, epidemiologi, dan penularan septik arthritis
-
Patogenesis septik arthritis
-
Gambaran klinis septik arthritis
-
Pemeriksaan Penunjang septik arthritis
-
Diagnosis Colic renal
-
Penatalaksanaan septik arthritis
BAB IV PEMBAHASAN Septik artritis adalah salah satu penyakit infeksi pada sistem muskuloskeletal. Infeksi pada sistem musculoskeletal dapat terjadi pada tulang, sendi, otot dan jaringan lunak, sehingga menimbulkan manifestasi klinis yang bervariasi, tergantung pada struktur yang terlibat. Ketika infeksi tersebut terjadi pada sendi disebut septik artritis. Biasanya septik arthritis mempengaruhi satu sendi besar seperti lutut atau pinggul. Septik artritis jarang mempengaruhi beberapa sendi Septik artritis paling sering terjadi pada sendi pinggul, kemudian sendi lutut dan pergelangan kaki. Angka kejadian
ketiga sendi tersebut dapat mencapai 80% dari seluruh kasus. Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan nyeri sendi lutut kiri yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, keluhan hanya dirasakan pada satu sendi. Manifestasi klinis septik artritis sangat bergantung pada usia dan kondisi dari tubuh pasien. Tapi secara umum septik artritis ditandai dengan trias gejala akut yang tipikal dan dengan durasi gejala 1-2 minggu, disertai dengan demam dengan suhu rendah (tanpa menggigil), nyeri pada sendi, dan penurunan pergerakan sendi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sendi tampak bengkak, kemerahan, nyeri tekan, dan teraba panas. Gejala yang dialami pasien sudah dirasakan sejak kurang lebih 1 bulan, gejala yang dirasakan yaitu nyeri pada sendi lutut kiri dirasakan makin memberat dan sulit untuk digerakkan. Untuk menegakkan diagnosa secara definitif diperlukan bukti adanya bakteri pada cairan sinovial baik dengan pengecatan gram atau kultur, begitu ada kecurigaan suatu septic arthritis harus dilakukan aspirasi cairan sinovial. Pasien sudah dilakukan aspirasi cairan sinovial pada patela sinistra dan didapatkan cairan sinovial 2 cc warna kekuningan, jernih dan tidak ada eksudat namun belum ada hasil patologi cairan sinovial. Penatalaksanaan transient synovitis dengan istirahat dan obat antiinflamasi adalah teknik pengobatan utama dan obat-obatan yang bersifat suportif. Pasien selama dirawat disarankan untuk mobilisasi meggunakan alat bantu seperti kursi roda dan tidak melakukan aktifitas terlalu aktif seperti berolahraga dan diberikan obat-
obatan simptomatik seperti anti nyeri dan anti inflamasi serta antibiotik empiris.
BAB V KESIMPULAN
Pada kasus ini seorang perempuan usia 24 tahun datang dengan keluhan nyeri lutut kiri dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan makin hari makin memberat. Keluhan diperberat saat pasien berjalan. Keluhan baru pertama kali dirasakan, sebelumnya pasien sudah mendapatkan pengobatan dengan keluhan yang sama kemudian keluhan kembali dirasakan 2 minggu terakhir. Keluhan lain demam, pusing, sakit kepala, mual dan muntah disangkal. Pasien mengaku tidak ada keluarga pasien yang merasakan keluhan yang sama.
Hasil pemeriksaan fisik yang bermakna ditemukan nyeri tekan pada patela sinistra dan ROM terbatas. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan leukosit sebesar 13.700/mm3, pasien juga telah melakukan pemeriksaan radiologis dengan hasil tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan penunjang lain yaitu pemeriksaan patologi cairan sinovial dan hasil masih dalam pemeriksaan. Pasien dirawat selama 2 hari dan selama perawatan pasien mendapatkan terapi suportif anti nyeri, anti inflamasi dan antibiotik pasien juga disarankan untuk tidak melakukan aktifitas berlebihan yang bertumpu pada kaki. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan maka pasien didiagnosa dengan septik arthritis karena hasil temuan fisik dan teori sesuai.
DAFTAR PUSTAKA 1. Paresh D Sonsale,1 Mark R. Philipson, Septic Arthritis of the Knee Due to Fusobacterium necrophorum. Jourclinmycro. July 2004, p. 3369–3370 2. Randall et all. Septic Arthritis Due to Streptococcus sanguis. Mayo Clin Proc. 2002;77:709-710 3. Don L Goldenberg. Septic arthritis. THE LANCET. Vol 351. January 17, 1998 4. Kaandorp CJE, van Schaardenburg D, Krijnen P, Habbema JDF, van de Laae MAFJ. Risk factors for septic arthritis in patients with
oint disease: a prospective study. Arthritis Rheum 1995; 38: 1819–25. 6
Goldenberg DL, Reed JI. Bacterial arthritis. N Engl J Med 1985; 312: 764–71.
7
Ross JJ, Shamsuddin H. Sternoclavicular septic arthritis: review of 180 cases. Medicine (Baltimore). May 2004;83(3):139-48.
8
Berbari EF, Marculescu C, Sia I, Lahr BD, Hanssen AD, Steckelberg JM, et al. Culture-negative
prosthetic
joint
infection. Clin
Infect
Dis. Nov
1 2007;45(9):1113-9. 9
Cucurull E, Espinoza LR. Gonococcal arthritis. Rheum Dis Clin North Am. May 1998;24(2):305-22.
10 Goldenberg DL, Cohen AS. Acute infectious arthritis. A review of patients with nongonococcal joint infections (with emphasis on therapy and prognosis). Am J Med. Mar 1976;60(3):369-77. . 11 Broy SB, Schmid FR. A comparison of medical drainage (needle aspiration) and surgical drainage (arthrotomy or arthroscopy) in the initial treatment of infected joints. Clin Rheum Dis. Aug 1986;12(2):501-22 12 Smith
JW,
Piercy
EA. Infectious
Dis. Feb 1995;20(2):225-30; quiz 231.
arthritis. Clin
Infect
13 Kocher MS, et al. Validation of a clinical prediction rule for the differentiation between septic arthritis and transient synovitis of the hip in children. J Bone Joint Surg [Am]. August 2004;86-A:1629–35. 14 Used with permission from Barry H. Clinical dx of septic arthritis and transient synovitis of hip. Accessed online October 1, 2004, at: http://www.InfoPOEMs.com.