14 0 227 KB
TUGAS SGD 6 Keperawatan Komunitas Asuhan Keperawatan Pada Agregat Dalam Komunitas: Populasi rentan, Penyakit mental, Kecacatan dan Populasi terlantar
SGD 6 Disusun Oleh: 1. 2. 3. 4.
Anila Olivia A. Ela Dewi Saputri Widia Ageng S. Yosi Yuliana Womas
171141004 171141007 171141031 171141033
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURABAYA PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2020
Page | 1
KATA PENGANTAR Puji syukur yang kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kami dalam mata kuliah Keperawatan Komunitas II dengan tugas “ Asuhan Keperawatan Pada Agregat Dalam Komunitas: Populasi rentan, Penyakit mental, Kecacatan dan Populasi terlantar“ dan menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat tugas ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari berbagai pihak sehingga kami mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik. Semoga makalah kami ini bisa bermanfa’at bagi pihak yang membacanya. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami sadar bahwa dalam makalah kami ini banyak kekurangannya. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca akan kami terima dengan senang hati. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat pengetahuan untuk pembaca. Sekian saya ucapkan terimakasih.
Surabaya, 21 Maret 2020
Penyusu
Page | 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................................i DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1 1. 1 Latar Belakang ...........................................................................................................1 1. 2 Rumusan Masalah ......................................................................................................2 1. 3 Tujuan ........................................................................................................................2 BAB
II
PEMBAHASAN..................................................................................................3 2.1 Pengertian populasi rentan..........................................................................................3 2.2 Populasi Rentan Penyakit Mental...............................................................................4 2.3
Penyandang
Cacat
Disabilitas.....................................................................................5 2.4 Populasi Terlantar.......................................................................................................7 2.5 Asuhan keperawatan.................................................................................................10 BAB
III
Tinjauan
Kasus................................................................................................13 3.1
Askep
Kasus..............................................................................................................14 3.2
Penetapan
Masalah....................................................................................................16 3.3 Diagnosa prioritas.....................................................................................................20
Page | 3
BAB IV PENUTUP........................................................................................................37 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacatan adalah adanya disfungsi atau berkurangnya suatu fungsi yang secara objektif dapat diukur/dilihat, karena adanya kehilangan atau ktidakmampuan untuk menggerakan dari bagian tubuh atau organ seseorang. Misalnya, tidak adanya tangan, kelumpuhan pada bagian tertentu dari tubuh. Kecacatan ini bisa selalu pada seseorang, yang dapat menghasilkan perilaku-perilaku yang berbeda pada individu yang berbeda, misalnya kerusakan otak dapat menjadikan individu tersebut cacat mental, hiperaktif, buta dan lain-lainnya (Mangunsong, 1998). Populasi berasal dari bahasa latin yaitu populous (rakyat, berarti penduduk). Didalam
pelajaran ekologi, populasi adalah sekelompok individu yang sejenis.
Apabila kita membicarakan populasi, haruslah disebut jenis individu yang dibicarakan dengan menentukan batas- batas waktunya serta tempatnya. Jadi, populasi adalah Kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu tertentu. Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen, Hanson, Birenbaum dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera mengkategorikan faktor resiko kesehatan antara lain genetik, usia, karakteristik biologi, kesehatan individu, gaya hidup dan lingkungan. Jika seseorang dikatakan rawan apabila mereka berhadapan dengan penyakit, bahaya, atau outcome negatif. Faktor pencetusnya berupa genetik, biologi atau psikososial. Populasi rawan atau rentan merupakan kelompok-kelompok sosial yang memiliki peningkatan risiko yang relatif atau rawan untuk menerima pelayanan kesehatan.
Page | 4
Kenyataan menunjukan bahwa Indonesia memiliki banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kelompok Rentan, tetapi tingkat implementasinya sangat beragam. Sebagian undang-undang sangat lemah pelaksanaannya, sehingga keberadaannya tidak memberi manfaat bagi masyarakat. Disamping itu, terdapat peraturan perundang-undangan yang belum sepenuhnya mengakomodasi berbagai hal yang berhubungan dengan kebutuhan bagi perlindungan kelompok rentan. Keberadaan masyarakat kelompok rentan yang merupakan mayoritas di negeri ini memerlukan tindakan aktif untuk melindungi hak-hak dan kepentingan-kepentingan mereka melalui penegakan hukum dan tindakan legislasi lainnya. Hak asasi orang-orang yang diposisikansebagai masyarakat kelompok rentan belum terpenuhi secara maksimal, sehinggamembawa konsekuensi bagi kehidupan diri dan keluarganya, serta secara tidak langsung juga mempunyai dampak bagi masyarakat. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan agregat populasi rentan? 2. Apa yang dimaksud dengan populasi rentan penyakit mental ? 3. Apa yang dimaksud dengan populasi rentan kecacatan ? 4. Apa yang dimaksud populasi rentan terlantar ? 5. Bagaimana Asuhan keperawatan untuk agregat dalam komunitas populasi rentan? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang konsep dan askep kesehatan komunitas populasi rentan: populasi terlantar. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui tentang agregat populasi rentan 2. Untuk mengatahui tentang populasi rentan penyakit mental 3. Untuk mengetahui populasi rentan kecacatan. 4. Untuk mengtahui populasi rentan terlantar 5. Untuk mengetahui bagaiaman asuhan keperawatan untuk agregat dalam komunitas
Page | 5
1.4 Manfaat Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa dan menambah wawasan pengetahuan dalam memahami tentang konsep dan askep kesehatan komunitas populasi rentan: populasi terlantar.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Populasi Rentan Populasi rentan (Vulnerable Population) adalah bagian dari kelompok populasi yang memiliki kecendrungan lebih untuk mengalami masalah kesehatan sebagai akibat dari terpanjannya terhadap resiko atau memperoleh hasil dari masalah kesehatan yang lebih buruk dari kelompok populasi lain secara keseluruhan. Kelompok Rentan dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan perundangundangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No.39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kelompok masyarakat yang rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat. Sedangkan menurut Human Rights Reference disebutkan, bahwa yang tergolong ke dalam Kelompok Rentan adalah: a. Refugees (pengungsi) b. Internally Displaced Persons (IDPs) : orang orang yang terlantar c. National Minoritie (kelompok minoritas) d. Migrant Workers (pekerja migran ) e. Indigenous
Peoples
(orang
pribumi/penduduk
asli
dari
tempat
pemukimannya) f. Children (anak)
Page | 6
g. Women (wanita) Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka hadapi.
2.2 Populasi Rentan Penyakit Mental (Mental Disorder) Definisi gangguan mental (Mental Disorder) atau gangguan jiwa merupakan istilah resmi yang digunakan dalam PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa). Definisi gangguan mental (mental disorder) dalam PPDGJ II yang merujuk pada DSM-III adalah: “Gangguan mental (mental disorder) atau gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku, atau psikologik seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dalam segi perilaku, psikologik, atau biologik, dan gangguan itu tidak semata-mata terletak di dalam hubungan orang dengan masyarakat”. (Maslim, tth:7). Dari penjelasan di atas, kemudian dirumuskan bahwa di dalam konsep gangguan mental (mental disorder) terdapat butir-butir sebagai berikut: 1. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa: a. Sindrom atau pola perilaku b. Sindrom atau pola psikologik 2. Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” (distress), antara lain berupa: rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, disfungsi organ tubuh, dll. 3. Gejala
klinis
tersebut
menimbulkan
“disabilitas”
(disability)
dalam
aktivitaskehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, dll). (Maslim, tth:7). Secara lebih luas gangguan mental (mental disorder) juga dapat didefinisikan sebagai bentuk penyakit, gangguan, dan kekacauan fungsi mental
Page | 7
atau kesehatan mental, disebabkan oleh kegagalan mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan/mental terhadap stimuli ekstern dan keteganganketegangan; sehingga muncul gangguan fungsional atau struktural dari satu bagian, satu orang, atau sistem kejiwaan/mental (Kartono, 2000:80). Pendapat yang sejalan juga dikemukakan Chaplin (1981) (dalam Kartono, 2000:80), yaitu: “Gangguan mental (mental disorder) ialah sebarang bentuk ketidakmampuan menyesuaikan diri yang serius sifatnya terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan yang mengakibatkan ketidakmampuan tertentu. Sumber gangguan/kekacauannya bisa bersifat psikogenis atau organis, mencakup kasus kasus reaksi psikopatis dan reaksi-reaksi neurotis yang gawat”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gangguan mental (mental disorder) adalah ketidakmampuan seseorang atau tidak berfungsinya segala potensibaik secara fisik maupun phsikis yang menyebabkan terjadinya gangguan dalamjiwanya. 2.3 Penyandang Cacat / Disabilitas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) penyandang diartikan dengan orang yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris disability (jamak:disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan. 2.3.1 Jenis-jenis Disabilitas Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas. Ini berarti bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki definisi masing-masing yang mana kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang secara baik. Jenis-jenis penyandang disabilitas 5 : 1)
Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari: a. Mental Tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di mana selain memilikikemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas dantanggungjawab terhadap tugas. b. Mental Rendah Kemampuan
mental
rendah
atau
kapasitas
intelektual/IQ
(IntelligenceQuotient) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2
Page | 8
kelompok yaitu anaklamban belajar (slow learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ (Intelligence/Quotient) di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus. c. Berkesulitan Belajar Spesifik Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achievment) yang diperoleh.
2)
Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu7: a.
Kelainan Tubuh (Tuna Daksa) Tuna daksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.
b.
Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra) Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.
c.
Kelainan Pendengaran (Tuna Rungu) Tuna rungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan
dalam
berbicara
sehingga
mereka
biasa
disebut
tunawicara. sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh. d.
Kelainan Bicara (Tunawicara) Kelainan bicara dalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya ketidak sempurnaan
Page | 9
organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motorik yang berkaitan dengan bicara.
2.4 Populasi Terlantar Homeless atau tunawisma menggambarkan seseorang yang tidak memiliki tempat tinggal secara tetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk tidur. Tunawisma biasanya di golongkan ke dalam golongan masyarakat rendah dan tidak memiliki keluarga. Masyarakat yang menjadi tunawisma bisa dari semua lapisan masyarakat seperti orang miskin, anak-anak, masyarakat yang tidak memiliki keterampilan, petani, ibu rumah tangga, pekerja sosial, tenaga kesehatan profesional serta ilmuwan. Beberapa dari mereka menjadi tunawisma karena kemiskinan atau kegagalan sistem pendukung keluarga mereka. Selain itu alasan lain menjadi tunawisma adalah kehilangan pekerjaan, ditinggal oleh keluarga, kekerasan dalam rumah
tangga,pecandu
alkohol,
atau
cacat.
Walaupun
begitu
apapun
penyebabnya,tunawisma lebih rentan terhadap masalah kesehatan dan akses kepelayanan perawatan kesehatan berkurang. 2.4.1
Faktor Penyebab Munculnya Tunawisma (Gelandangan) 1) Kemiskinan Kemiskinan merupakan faktor dominan yang menyebabkan banyaknya gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Kemiskinan dapat memaksa seseorang menjadi gelandangan karena tidak memiliki tempat tinggal yang
layak,
serta
menjadikan
mengemis
sebagai
pekerjaan.
Ketidakmampuan seseorang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga membuatnya dalam garis kemiskinan. Penghasilan yang tidak menentu berbanding terbalik dengan pengeluaran membuat seseorang rela menjadi tunawisma untuk tetap bertahan hidup.Selain itu anak dari keluarga miskin menghadapi risiko yang lebih besar untuk menjadi anak
Page | 10
jalanan karena kondisi kemiskinan yang menyebabkan mereka kerap kali kurang terlindung. 2) Rendah Tingginya Pendidikan Rendahnya pendidikan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan seseorang. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap persaingan didunia kerja. Seseorang dengan pendidikan rendah akan sangat sulit mendapatkan sebuah pekerjaan yang layak. Sedangkanmereka juga memerlukan biaya untuk mencukupi semua kebutuhan hidupnya. Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. 3) Keluarga Keluarga adalah tempat seseorang mendapatkan kasih sayangdan perlindungan yang lebih daripada lingkungan lain. Namun, hubungan keluarga yang tidak harmonis atau anak dengan keluarga broken home membuat mereka merasa kurang perhatian,kemyamanan dan ketenangan sehingga mereka cenderung mencari kebebasan, belas kasih dan ketenangan dari orang lain. 4) Umur Umur yang semakin rentan serta kemampuan fisik yangmenurun, membuat
seseorang
lebih
sulit
mendapatkan
pekerjaan.
Halini
menyebabkan mereka sulit untuk memenuhi kebutuhannya. Menjadi tunawisma merupakan alternatif terakhir mereka untuk bertahan hidup. 5) Cacat Fisik Kondisi fisik yang tidak sempurna membuat seseorang sulitmendapatkan pekerjaan. Kebanyakan seserang yang memiliki cacatfisik memilih menjadi tunawisma untuk dapat bertahan hidup. 6) Sosial Budaya Ada beberapa faktor sosial budaya yang menagkibatkanseseorang menjadi gelandangan dan pengemis. Antara lain: a. Rendahnya harga diri Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang, mengakibatkan mereka tidak memiliki rasa malu untk meminta minta. Dalam hal ini,
Page | 11
harga diri bukanlah sesuatu yang berharga bagi mereka. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya tunawisma yang berusia produktif. b. Sikap pasrah pada nasib Mereka manggap bahwa kemiskinan adalah kondisi merekasebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakuan u perubahan. c. Kebebasan dan kesenangan hidup mengelandang
7) Faktor Lingkungan Menjadi gelandangan dan pengemis dapat disebabkan olehfaktor lingkungan yang mendukungnya. Contohnya saja jika bulan ramadhan banyak sekali ibu-ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pengemis. Momen ini digunakan mereka mencari uang untuk membantu suaminya mencari nafkah. Tentu hal ini akan mempengaruhinya untuk melakukan pekerjaan yang sama, terlebih lagi melihat penghasilan yang didapatkan lumayan untuk memenuhi kebutuhan hidup. 8) Letak Geografis Kondisi wilayah yang tidak dapat diharapkan potensi alamnya membuat masyarakat yang tinggal di daerah tersebut mengalami kemiskinan dan membuat masyarakat harus meninggalkan tempat tersebut untuk mencari peruntungan lain. Akan tetapi, keputusannya untuk pindah ke kota lebih memperburuk keadaan. Tidak adanya potensi yang alam sedia untuk diolah membuat masyarakat tersebut semakin masuk dalam garis kemiskinan, dan membuatnya menjadi gelandangan. Oleh karena itu ia lebih memilih menjadi pengemis sehingga kebutuhan hidupnya sedikit terpeuhi dengan uang hasil meminta-minta. 2.4.2
Faktor Perilaku
dan Psikososial Yang Menyebabkan
Masalah
Kesehatan Pada Tunawisma 1. Kemiskinan, antara lain mengakibatkan: a. Makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi b. Persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan rumah yang tidak layak
Page | 12
c. Tidak mendapatkan pelayanan yang baik 2. Gender Peran masing-masing pria dan wanita berdasarkan jenis kelamin menurut budaya yang berbeda-beda. Gender sebagai suatu kontruksi sosial mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, baik secara bersama sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
2.5 Asuhan Keperawatan 2.5.1
Pengkajian Pada tahap pengkajian ini perlu didahului dengan sosialisasi program perawatan kesehatan komunitas serta program apa saja yang akan dikerjakan bersama-sama dalam komunitas tersebut. Sasaran dari sosialisasi ini meliputi tokoh masyarakat baik formal maupun informal, kader masyarakat, serta perwakilan dari tiap elemen di masyarakat (PKK, karang taruna, dan lainnya).Setelah itu, kegiatan dianjurkan dengan dilakukannya Survei Mawas Diri
(SMD)
yang
diikuti
dengan
kegiatan
Musyawarah
Masyarakat
Desa (MMD). Pengkajian asuhan keperawatan komunitas terdiri atas: a) Core (Inti Komunitas) Menjelaskan kondisi penduduk yang dijabarkan dalam demografi, vital statistic, sejarah komunitas, nilai dan keyakinan, serta riwayat komunitas. b) Lingkungan fisik Dikaji meliputi lingkungan sekolah dan tempat tinggal yang mampu mepengaruhi kesehatan, batasan wilayah, luas daerah, denah atau peta wilayah,iklim, jumlah dan kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, dan kegiatan penduduk sehari-hari. c) Layanan kesehatan Meliputi ketersediaan layanan kesehatan, bentuk layanan, jenis layanan, sumber daya, pelayanan,
karaktersirtik konsumen, statistik, kemanfaatan,
keterjangkuan,
pembayaran,waktu
keberlangsungan,
dan
keberterimaan layanankomunitas. d) Ekonomi Page | 13
Dikaji pendapatan penduduk, rata-rata penghasilan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, sumber penghasilan, jumlah penduduk miskin,keberadaan industri, toko/pusat pembelanjaan, dan tempat komunitas bekerja, dan bantuan dana untuk pemeliharaankesehatan. e) Pendidikan Meliputi status pendidikan masyarakat, ketersediaan danketerjangkauan sarana pendidikan, fasilitas pendidikan yang ada di komunitas, jenis pendidikan,tingkat pendidikan. f) Rekreasi. Diarahkan pada kebiasaan komunitas berekreasi, aktivitas diluar rumah termasuk dalam mengisi waktu luang dan jenis rekreasi yang dapat dimanfaatkanoleh komunitas, dan sarana penyaluran bakat komunitas. Pengkajian keperawatan komunitas juga datanya di kumpulkan melalui observasi kepada pasien, wawancara dengan keluarga pasien, pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan. 2.5.2
Diagnosa Selain data primer, data sekunder yang diperoleh melalui laporan/dokumen yang sudahdibuat di desa/kelurahan puskesmas, kecamatan, atau dinas kesehatan, musalnya laporan tahunan puskesmas, monografi desa, profil kesehatan, dsb, juga
perlu
pengkajian,
dikumpulkan data
dari
selanjutnya
komunitas.Setelah dianalisis,
dikumpulkan
sehingga
melalui
perumusandiagnosis
keperawatan dapat dilakukan. Diagnosis dirumuskan terkait garis pertahanan yangmengalami kondisi terancam. Ancaman terhadap garis pertahanan fleksibel memunculkandiagnosis
potensial;
terhadap
garis
normal
memunculkan
diagnosis resik; dan terhadap garis pertahanan resisten memunculkan diagnosis actual/gangguan. 2.5.3
Intervensi Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai serta rencana tindakanuntuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan dirumuskan untuk
Page | 14
mengatasi atau meminimalkanstresor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan normal, dan pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten(Anderson & McFarlane, 2000). Tujuan terdiri atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Penetapan tujuan jangka panjang (Tujuan Umum/TUM) mengacu pada bagaimana mengatasi problem/masalah di komunitas, sedangkan penetapan tujuan jangka pendek (Tujuan Khusus/TUK) mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi. 2.5.4
Implementasi Implementasi melibatkan aktivitas tertentu sehingga program yang ada dapat dilaksanakan,diterima, dan direvisi jika tidak berjalan. Implementasi keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan komunitas menggunakan strategi proses kelompok, pendidikan kesehatan,kemitraan (partnership),
dan
pemberdayaan
masyarakat
(empowerment).
Perawat
komunitasmenggali dan meningkatkan potensi komunitas untuk dapat mandiri dalam memeliharakesehatannya. 2.5.5
Evaluasi Setelah penulisan melakukan asuhan keperawatan komunitas antara teori dan kasus, penulis menggunakan metode SOAP dalam mengevaluasi dari proses keperawatan komunitas dan hasil respon klien terhadap tindakan pelaksaan keperawatan selama kunjungan 1x30 menit. Penulis memproritaskan diagnosa keperawatan yang sesuai antara teori dengan kasus.
Page | 15
BAB III TINJAUAN KASUS Pengkajian yang telah dilakukan pada kelompok Paguyuban Angklung Kriddotomo jl. Tentara rakyat mataram Jelagran Kulon RW 1. Menurut salah satu warga,pengamen didaerah sana adalah penduduk baru. Didaerah tersebut terdapat sebuah paguyuban yang beranggotakan para pengamen dengan usia rata-rata 2025 tahun. Dengan jenis kelamin anggota paguyuban laki- laki beranggotakan 6 orang dan anggota paguyuban perempuan beranggotakan 4 orang . Tingkat pendidikan rata- rata SD dan SMP.anggota paguyuban rata- rata dari suku jawa dan betawi. Menurut salah satu warga didesa tersebut mengatakan anggota peguyuban sering terserempet mobil kendaraan lain ketika mengamen karena Wilayah paguyuban terletak di bawah rel kereta api dan di dekat jalan raya yang rawan kecelakaan dan
Wawan mengatakan walaupun ada kejadian terserempet anggota
pengamen paguyubantetap tidak pernah menggunakan alat pelindung diri karena kondisi ekonomi yang rendah, anggota paguyuban tidak pernah menggunakan alat pelindung diri seperti masker di jalan sehingga sering terpapar dan sering mengalami batuk, pusing dan mengatakan itu
merupakan hal biasa. Didaerah
tersebut tidak tersedianya program untuk mencegah satu atau lebih masalah kesehatan bagi anggota paguyuban. Hasil pendapatan sehari-hari pada saat mengamen belum cukup untuk memenuhi kebutuan hidup secara financial dan itu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terganggunya status psikologis anggota paguyuban
Page | 16
3.1 Asuhan Keperawatan 3.1.1
Pengkajian
Variabel Core
Sub Variabel Sejarah
Hasil Pengkajian
Demografi
Menurut salah satu warga,pengamendidaerah sana adalah penduduk baru. Didaerah tersebut terdapat sebuah paguyuban yang beranggotakan para pengamen dengan usia rata-rata 20- 25 tahun. Dengan jenis kelamin anggota paguyuban laki- laki beranggotakan 6 orang dan anggota paguyuban perempuan beranggotakan 4 orang jl. Tentara rakyat mataram Jelagran Kulon RW 1
Etnis
suku jawa dan betawi
Nilai dan Agama Mayoritas Islam Keyankinan Subsystem
Lingkungan Fisik Wilayah paguyuban terletak di bawah rel kereta api Layanan Kesehatan Sosial Ekonomi
Sarana kesehatan yang paling terdekat adalah dan puskesmas Anggota paguyuban berpenghasilan rata rata menengah kebawah, ada juga sebagian yang tidak memiliki pekerjaan.
Transportasi dan Kendaraan wilayah paguyuban Keamanan menggutakan kereta api
mayoritas
Politik dan Didaerah tersebut tidak tersedianya program Pemerintahan untuk mencegah satu atau lebih masalah
Page | 17
kesehatan bagi anggota paguyuban Komunikasi
Anggota paguyuban yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan harus menempuh jarak 3 km untuk mencapai puskesmas terdekat.
Pendidikan
Rata-rata pendidikan anggota paguyuban tergolong rendah yaitu tamatan SMP bahkan ada yang tamatan SD.
Rekreasi
Anggota
paguyuban
memiliki
tempat
tongkrongan yang terletak dipinggir rel kereta Persepsi
Remaja
api anggota paguyuban tidak pernah menggunakan alat pelindung diri seperti masker di jalan sehingga sering terpapar dan sering mengalami batuk, pusing dan mengatakan itu merupakan hal biasa.
3.1.2
Analisa Data
N O
Analisa Data
Masalah
Etiologi
1.
DS:
Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatann
Sumber daya tidak cukup ( misalnya, finansial, sosial, pengetahuan )
Perilaku kesehatan cenderung beresiko
Kurang pemahaman
- Pengamen tidak pernah menggunakan alat pelindung diri seperti masker karena kondisi ekonomi yang rendah sehingga sering terpapar polusi dari asap kendaraan dan sering mengalami batuk, pusing DO: - para pengamen tidak memakai alat pelindung diri 2.
DS: - Pengamen sering terserempet kendaraan yang melintas di jalan karna wilayah paguyuban terletak di dekat jalan raya yang rawan kecelakaan
Page | 18
DO: terlihat luka ringan di permukaan kulit pengamen 3.
DS: - Tidak tersedianya program untuk mencegah satu atau lebih masalah kesehatan bagi anggota paguyuban (pengamen)
Defisiensi kesehatan komunitas
Ketidakcukupan biaya program
- Hasil pendapatan saat mengamen belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup secara finansial DO: - para pengamen terlihat lebihbanyak melamun dan tidak melakukan aktivitas lain selain mengamen 3.1.3 Diagnosa Keperawatan 1.
Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
2.
Perilaku kesehatan cenderung beresiko
3.
Defisiensi kesehatan komunitas
Page | 19
3.2 Penapisan Masalah Dari hasil analisis data, didapatkan data yang kemudian dilakukan penapisan masalah untuk menentukan prioritas masalah, adapun penapisan tersebut dapat dilihat sebagai berikut : No
Diagnosa Keperawatan
1
Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatann (00099) akibat perilaku Pengamen tidak pernah menggunakan alat pelindung diri seperti masker karena kondisi ekonomi yang rendah sehingga sering terpapar polusi dari asap kendaraan dan sering mengalami batuk, pusing
Kriteria A B
C D E
F
G H I
J
K L
5
5
3
3
3
2
5
5
4
2
3
3
Jumlah
Keterangan
44
Keterangan kriteria : A. Sesuai dengan komunitas
peran
perawat
B. Resiko terjadi C. Resiko parah D. Potensi untuk pendidikan kesehatan E. Interest untuk komunitas F. Kemungkinan diatasi G. Relevan dengan program
Page | 20
2
3
Perilaku kesehatan cenderung beresiko (00188) akibat perilaku Pengamen sering terserempet kendaraan yang melintas di jalan karna wilayah paguyuban terletak di dekat jalan raya yang rawan kecelakaan
5
Defisiensi Kesehatan Komunitas (00215) Tidak tersedianya program untuk mencegah satu atau lebih masalah kesehatan bagi anggota paguyuban (pengamen) dan Hasil pendapatan saat mengamen belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup secara finansial
4
5
5
5
4
2
3
2
3
3
2
3
42
H. Tersedianya tempat I. Tersedianya waktu J. Tersedianya dana K. Tersedianya fasilitas L. Tersedianya sumberdaya
4
4
4
3
2
2
2
3
3
2
3
36
Keterangan pembobotan : 1. sangat rendah 2. rendah 3. Cukup 4. Tinggi 5. Sangat tinggi
Page | 21
Diagnosa Keperawatan
Pentingnya Penyelesaian Masalah
Perubahan Positif Penyelesaian Untuk Penyelesaian Di Untuk Komunitas Peningkatan Kualitas Hidup
1: rendah
0 : tidak ada
0 : tidak ada
2: sedang
1 : rendah
1 : rendah
3: tinggi
2 : sedang
2 : sedang
3 : tinggi
3 : tinggi
Ketidakefektifan pemeliharaan 3 kesehatann (00099) akibat perilaku Pengamen tidak pernah menggunakan alat pelindung diri seperti masker karena kondisi ekonomi yang rendah sehingga sering terpapar polusi dari asap kendaraan dan sering mengalami batuk, pusing
3
3
9
Perilaku kesehatan cenderung beresiko (00188) akibat perilaku Pengamen sering terserempet kendaraan yang melintas di jalan karna wilayah paguyuban terletak di dekat jalan raya yang rawan kecelakaan
3
2
8
3
Total Score
Page | 22
Defisiensi Kesehatan Komunitas (00215) Tidak tersedianya program untuk mencegah satu atau lebih masalah kesehatan bagi anggota paguyuban (pengamen) dan Hasil pendapatan saat mengamen belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup secara finansial
2
2
3
7
3.3 Prioritas Diagnosa Keperawatan Berdasarkan skoring diatas, maka prioritas diagnosa keperawatan komunitas jl. Tentara rakyat mataram Jelagran Kulon RW 1adalah sebagai berikut : No Priorita s 1
Diagnosa Keperawatan
Jumlah
Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatann (00099) akibat perilaku Pengamen tidak pernah menggunakan alat pelindung diri seperti masker karena kondisi ekonomi yang rendah sehingga 44 sering terpapar polusi dari asap kendaraan dan sering mengalami batuk, pusing
Page | 23
2
Perilaku kesehatan cenderung beresiko (00188) akibat perilaku Pengamen sering terserempet kendaraan yang melintas di jalan karna wilayah paguyuban terletak di dekat jalan raya yang 42 rawan kecelakaan
3
Defisiensi Kesehatan Komunitas (00215) Tidak tersedianya program untuk mencegah satu atau lebih masalah kesehatan bagi anggota paguyuban (pengamen) dan Hasil pendapatan saat mengamen belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup secara finansial
36
Diagnosa Keperawatan
Jumlah
No Priorita s 1
Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatann (00099) akibat perilaku Pengamen tidak pernah menggunakan alat pelindung diri seperti masker karena kondisi ekonomi yang rendah sehingga 9 sering terpapar polusi dari asap kendaraan dan sering mengalami batuk, pusing
2
Perilaku kesehatan cenderung beresiko (00188) akibat perilaku Pengamen sering terserempet kendaraan yang melintas di jalan karna wilayah paguyuban terletak di dekat jalan raya yang 8 rawan kecelakaan
Page | 24
3
Defisiensi Kesehatan Komunitas (00215) Tidak tersedianya program untuk mencegah satu atau lebih masalah kesehatan bagi anggota paguyuban (pengamen) dan Hasil pendapatan saat mengamen belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup secara finansial
7
Intervensi Keperawatan Komunitas (NANDA 2018,NIC,NOC) Data
Diagnosis Keperawatan Kode
Diagnosis
NOC Kode
Hasil
NIC Kode
Hasil
Data pendukung masalah kesehatan komunitas
Page | 25
DS:
(00099
- Pengamen tidak pernah menggunakan alat pelindung diri seperti masker karena kondisi ekonomi yang rendah sehingga sering terpapar polusi dari asap kendaraan dan sering mengalami batuk, pusing
)
DO:
Ketidakefektifa n pemeliharaan kesehatan
1844
Prevensi Primer
Prevensi primer
Prevensi Primer
Domain 7;Komunitas
Kelas S; Pengetahuan kesehatan Level 3: Intervensi Pengetahuan; manajemen sakit akut .
Kelas C; Promosi kesehatan komunitas
Pengetahuan; proses penyakit .
7320
1805
Pengetahuan; perilaku sehat .
8500
1823
Pengetahuan; promosi kesehatan .
1803
8700 8750
- para pengamen tidak memakai alat pelindung diri
2008 2009
Level 3: Intervensi Manajemen kasus (113). Pengembangan kesehatan masyarakat (129) Pengembangan program (313). Pemasaran sosial di masyarakat (351).
Prevensi Sekunder
Prevensi Sekunder
Domain V; Kesehatan yang dirasakan. 6480
Kelas V; Manajemen resiko Level 3; Intervensi Manajemen lingkungan (177).
6486
Manajemen
Kelas U; Kesehatan dan Kualitas Hidup Status kenyamanan. Status kenyamanan; lingkungan . Status kesehatan individu .
lingkungan;
keamanan (179). Domain 6; Sistem kesehatan Kelas Y; Mediasi terhadap Page | 26
2006
Kualitas hidup
2000
Status kesehatan peserta didik.
2005
Domain VII; Kesehatan komunitas
7320 7400
Kelas BB; Well Being komunitas Kompetensi komunitas 2700
Status kesehatan komunitas
6489
sistem kesehatan Manajemen kasus (113) Panduan sistem kesehatan (212). Domain 6: Sistem Kesehatan Kelas D; Manajemen resiko komunitas. Manajemen lingkungan; komunitas (178)
2701
7910 7920 7980
Prevensi Tersier
Prevensi tersier
Domain 6: Sistem Kesehatan
Domain VI; Kesehatan keluarga Kelas Z; Kualitas hidup keluarga
Kelas B; Manajemen informasi Konsultasi (131). Dokumentasi (151). Pencatatan insidensi kasus
2605
Partisipasi tim kesehatan dalam keluarga .
Konferensi perawatan multidisiplin. Test diagnostik .
8020 8100 8180
Rujukan (320). Konsultasi telepon (388). Tindak lanjut telepon (389). Page | 27
8190 DS: - Pengamen sering terserempet kendaraan yang melintas di jalan karna wilayah paguyuban terletak di dekat jalan raya yang rawan kecelakaan
(00188 )
Perilaku kesehatan cenderung beresiko b.d Kurang pemahaman
Prevensi Primer:
Prevensi Primer: Domain 3: Perilaku
1805
Domain IV; Pengetahuan kesehatan dan perilaku. Kelas S; Pengetahuan kesehatan Pengetahuan; perilaku sehat .
1832
Pengetahuan; promosi kesehatan.
DO: terlihat
luka
ringan
di
permukaan kulit pengamen
Kelas Q; Perilaku sehat Kepatuhan perilaku (1600). 1600 1602
Perilaku promosi kesehatan .
5510 5520 5604 5618
Kelas S; Edukasi klien Pendidikan kesehatan (210) Memfasilitasi pembelajaran (244). Pengajaran kelompok (372) Pengajaran prosedur/tindakan (371).
Pencarian perilaku sehat .
1603 1606
Partisipasi dalam pengambilan keputusan perawatan kesehatan. 8750
Domain 7; Komunitas Kelas C; Promosi kesehatan komunitas Pemasaran sosial di masyarakat (351).
Prevensi Sekunder
Prevensi Sekunder
Kelas T; Kontrol resiko dan keamanan
Domain 3; Perilaku Kelas O; Terapi perilaku Level 3; Intervensi Terapi aktifitas (73)
Level 3: Intervensi
Page | 28
Keamanan dan kesehatan serta perawatan lingkungan . 1934
2008 2009
Domain V; Kesehatan yang dirasakan.
4310
Manajemen perilaku (92)
4350
Modifikasi perilaku (95)
4360
Kelas U; Kesehatan dan Kualitas Hidup
Kelas V; Manajemen resiko
Level 3: Intervensi
Manajemen lingkungan;
Manajemen lingkungan
Status kenyamanan .
6480
Status kenyamanan; lingkungan .
6486
Status kesehatan individu .
3015 3007
keamanan. Domain 6; Sistem kesehatan Kelas Y; Mediasi terhadap sistem kesehatan Manajemen kasus (113)
Kualitas hidup
2006 2000
Domain 4; Keamanan
Panduan sistem kesehatan (212). Kelas EE; Kepuasan terhadap perawatan
7320
Kepuasan manajemen kasus .
7400
Kepuasan terhadap lingkungan fisik
Domain 7: Komunitas,
Kepuasan terhadap keamanan . Kepuasan terhadap pengajaran.
3010 Domain VI; Kesehatan keluarga
Kelas A; Manajemen sistem kesehatan Pengontrolan berkala (132).
7620
Kelas D; Manajemen resiko komunitas. Level 3: Intervensi Manajemen lingkungan; Page | 29
3012
komunitas (178) Kelas Z; Kualitas hidup keluarga Level 3: Intervensi Status kesehatan keluarga .
2606
6489
Domain VII; Kesehatan komunitas Kelas BB; Weel Being komunitas Level 3: Intervensi Status kesehatan komunitas . Kompetensi komunitas .
2701 2700
Kelas CC; Proteksi kesehatan komunitas. Level 3: Intervensi Efektifitas skrining kesehatan komunitas . Efektifitas program komunitas .
2807 2808
Prevensi Tersier Prevensi tersier: Domain VI; Kesehatan keluarga
Prevensi Tersier Prevensi Tersier Domain 5; Keluarga Page | 30
Kelas X; Perawatan siklus kehidupan. Dukungan terhadap caregiver (113). Dukungan keluarga (193).
Kelas Z; Kualitas hidup keluarga Level 3: Intervensi Partisipasi tim kesehatan dalam keluarga .
7040
2605
7140 Tidak
adanya
Defisiensi
Prevensi Primer
Primer
untuk menghilangkan satu
Kesehatan
Primer
atau
Komunitas
Community
Community Health Status
Development
lebih
kesehatan populasi paguyuban
bagi
program 00215 masalah suatu anggota
(00215)
Indikator Status kesehatan bayi dan anak Status kesehatan remaja
1
2
3
4
5
Health
1. Identifikasi kekuatan
masalah dan
kesehatan
prioritas dengan
bekerjasama
antar
anggota komunitas 2. Dampingi
anggota
komunitas
dalam
meningkatkan Page | 31
Status
kewaspadaan
kesehatan
masalah kesehatan
dewasa
3. Gunakan
terhadap
dialog
untuk
Status
menetapkan
masalah
kesehatan
kesehatan dan rencana
lansia
pengembangan aktivitas 4. Meningkatkan
Tingkat
jaringan
support dalam komunitas
manajemen
mengenai kesehatan
kesehatan
5. Jaga komunikasi terbuka dengan
anggota
kemonitas Sekunder Community
Health Screening Health
Screening
Effectiveness Indikator Identifikasi prevalensi resiko tinggi di populasi
1. Tentukan target populasi untuk health screening
1
2
3
4
5
2. Promosikan
health
screening service untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat 3. Sediakan
akses
yang
mudah untuk screening Page | 32
Memilih
service
screening yang
tempat)
tepat
untuk
4. Beritahu
deteksi awal
tujuan
Edukasi
screening
komunitas
monitoring
(waktu
dan
rasional
dan
dari
health
dan
self-
tentang
5. Lakukan pengkajian fisik
pentingnya
6. Konsultasikan
ditemukan hasil abnormal
screening Koordinasi dengan
apabla
nakes
pada
screening
untuk
pemeriksaan selanjutnya
untuk menyediakan screening Identifikasi dampak budaya terhadap screening
Page | 33
Tersier Community
Tersier Risk
control
:
Communicable disease Indikator
1
2
Communicable
Disease
Management 3
4
5
1. Monitor populasi dengan
Mendukung
kelompok resiko untuk
kebijakan
pemenuhan
pengontrolan
dan pengobatan
penyakit menular Monitor tingkat morbiditas penyakit menular Monitor tingkat mortalitas penyakit menular Monitor komplikasi dari penyakit
pencegahan
2. Monitor
insiden
persebaran terjangkitnya penyakit menular 3. Monitor sanitasi 4. Monitor
faktor
lingkungan
yang
mempengaruhi transmisi dari penyakit menular 5. Promosi
akses
yang
adekuat untuk pendidikan kesehatan
berhubungan
dengan pencegahan dan pengobatan dari penyakit menular serta mencegah Page | 34
menular
kekambuhan Meningkatkan sistem pertahanan terhadap penyakit menular
Page | 35
PLANNING OF ACTION (POA) Masalah Keperawatan Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan b.d Sumber daya tidak cukup ( misalnya, finansial, sosial, pengetahuan ) (00099)
Kegiatan 1)Pengetahuan; promosi kesehatan 2)Pengembangan kesehatan masyarakat 3)Status kenyamanan; lingkungan
Sasaran Remaja Warga Jelagran RW 01
Waktu
dan 1) 04 Maret Desa 2019 Kulon 2) 08 Maret 2019 3.) 12 2019
Tempat
Dana
Lingkungan Desa Jelagran Masyarakat Kulon RW 01
Penanggung Jawab Ani
Maret
4)Manajemen lingkungan; keamanan 5)Pencatatan insidensi kasus
Page | 36
Perilaku kesehatan cenderung beresiko b.d Kurang pemahaman (00188)
1) Pengetahuan; perilaku sehat 2) Pencarian perilaku sehat
Remaja Warga Jelagran RW 01
dan 1) 16 Maret Desa 2019 Kulon 2) 20 Maret 2019
3) Pendidikan kesehatan
3) 24 2019
Fatma Lingkungan Desa Jelagran Kulon RW 01 Masyarakat
Maret
4) Memfasilitasi pembelajaran 5) Pengajaran kelompok
Defisiensi Kesehatan Komunitas (00215)
1. 1. Kemitraan (bekerja sama dengan masyarakat dalam menentukan masalah tentang kesehatan saat group discussion)
Remaja Warga Jelagran RW 01
dan Desa Kulon
1.) 25 maret Lingkungan Desa Jelagran Masyarakat 2019 Kulon RW 01 2.) 30 maret 2019 3.) 03 maret 2019
Ii
Page | 37
2. Pemberdayaan (memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan mengenai status kesehatan dan meningkatkan penanganan anak jalanan didesa tersebut)
Page | 38
1
BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan membahas mengenai pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, peaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan. A. Pengkajian Keperawatan Pengkajian adalah tahap awal pada proses keperawatan secara menyeluruh, pada tahap ini penulis akan membandingkan etiologi, faktor predisposisi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis dan keperawatan yang datanya di kumpulkan melalui observasi kepada pasien, wawancara dengan keluarga pasien, pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan. B. Diagnosa keperawatan Selain data primer, data sekunder yang diperoleh melalui laporan/dokumen yang sudah dibuat di desa/kelurahan puskesmas, kecamatan, atau dinas kesehatan, musalnya laporan tahunan puskesmas, monografi desa, profil kesehatan, dsb, juga perlu dikumpulkan dari komunitas. Setelah dikumpulkan melalui pengkajian, data selanjutnya dianalisis, sehingga perumusandiagnosis keperawatan dapat dilakukan. Diagnosis dirumuskan terkait garis pertahanan yang mengalami kondisi terancam. Ancaman terhadap garis pertahanan fleksibel memunculkan diagnosis potensial; terhadap garis normal memunculkan diagnosis resik; dan terhadap garis pertahanan resisten memunculkan diagnosis actual/gangguan. Analisis data dibuat dalam bentuk matriks. C. Perencanaan keperawatan Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai serta rencana tindakanuntuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan dirumuskan untuk mengatasi atau meminimalkanstresor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan normal, dan pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten(Anderson & McFarlane, 2000).
1
D. Implementasi keperawatan Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah masyarakat. Sering kali, perencanaan programyang sudah baik tidak diikuti dengan waktu yang cukup untuk merencanakan implementasi.Implementasi melibatkan aktivitas tertentu sehingga program yang ada dapat dilaksanakan,diterima, dan direvisi jika tidak berjalan. Implementasi keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan komunitas menggunakan strategi proses kelompok,
pendidikan
kesehatan,kemitraan
(partnership),
dan
pemberdayaan
masyarakat (empowerment). Perawat komunitasmenggali dan meningkatkan potensi komunitas untuk dapat mandiri dalam memeliharakesehatannya. E. Evaluasi keperawatan Setelah penulisan melakukan asuhan keperawatan komunitas antara teori dan kasus, penulis menggunakan metode SOAP dalam mengevaluasi dari proses keperawatan komunitas dan hasil respon klien terhadap tindakan pelaksaan keperawatan selama kunjungan 1x30 menit. Penulis memproritaskan diagnosa keperawatan yang sesuai antara teori dengan kasus.
1
BAB V PENUTUP A. Simpulan Kecacatan merupakan keterbatasan yang dialami makhluk hidup, khususnya manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Keterbatasan ini bisa berupa ketidakberfungsian organ tubuh sebagai mestinya. Perubahan fisik sangat berpengaruh terhadap proses mental. Perubahan fisik dan perkembangan fisik yang optimal berpengaruh pada kemampuannya beradaptasi dan berkembang terhadap lingkungan disekitarnya. Konsep diri yang baik akan lebih mudah terbentuk dalan anugrah fisik yang baik. Sementara dengan cacat fisik mungkin tidak mengalami ketidakpercayaan diri yang akhirnya berpengaruh besar pada pembentukan konsep dirinya. populasi adalah sekelompok makhluk hidup dengan spesies yang sama, yang hidup pada suatu wilayah yang sama dalam kurun waktu yang sama pula. B. Saran Dengan adanya makalah ini maka diharapkan untuk dapat mengaplikasikan pada kehidupan yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup.
1
DAFTAR PUSTAKA Idea Nursing Journal Vol. V No. 2, 2014 ISSN: 2087-2879 1 HUBUNGAN INTENSITAS NYERI DENGAN STRES PASIEN FRAKTUR DI RUMAH SAKIT. Nunung Febriany Sitepu Bagian Ilmu Keperawatan Medikal – Bedah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Deli Husada Delitua E-mail: [email protected] Jurnal Keperawatan Sriwijaya, Volume 5 - Nomor 1, Januari 2018, ISSN No 2355 5459 PENGALAMAN PERUBAHAN KONSEP DIRI PADA ANAK JALANAN DI PANTI SOSIAL REHABILITASI GELANDANGAN, PENGEMIS, DAN TERLANTAR DI SUMATERA SELATAN TAHUN 2016, Suzanna Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Muhammadi
1