SIFILIS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SIFILIS I.



Definisi Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat ditularkan kepada bayi di dalam kandungan.1,2 Meskipun insidens sifilis kian menurun, penyakit ini tidak dapat diabaikan, karena merupakan penyakit berat. Hampir semua organ tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskular dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyebabkan kelainan bawaan dan kematian. Istilah untuk penyakit ini yaitu raja singa sangat tepat karena keganasannya.2



II.



Epidemiologi Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa.



Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang dibawa oleh anak bush Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan gonore disebabkan oleh sanggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi yang sama.2 Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara 0,04 -0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Di bagian kami penderita yang terbanyak ialah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.2 WHO memperkirakan bahwa terdapat 12 juta kasus baru pada tahun 1999, dimana lebih dari 90% terdapat di negara berkembang. Insiden Di Amerika Serikat, jarang dengan 36.000 kasus primer dan sekunder pada tahun 2006. Semua ras, di Amerika Serikat, insiden meningkat di Afrika Amerika dan Hispanik. Pria lebih banyak daripada wanita 2:1 hingga 4:1.3 III.



Etiologi



1



Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam.2,3 Klasifikasi sangat sulit dilakukan, karena spesies Treponema tidak dapat dibiakkan in vitro. Sebagai dasar diferensiasi terdapat 4 spesies yaitu Treponema pallidum sub species pallidum yang menyebabkan sifilis, Treponema pallidum sub species pertenue yang menyebaban frambusia, Treponema pallidum sub species endemicum yang menyebabkan bejel, Treponema carateum menyebabkan pinta.3 IV.



Patogenesis Stadium dini T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lender, biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel- sel plasma, terutama di perivaskular, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T. pallidum dan sel-sel radang. Treponema tersebut terletak di antara endotelium kapiler dan jaringan perivaskular di sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S1.2,3 Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi enam sampai delapan minggu sesudah S1. S1 akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-



2



fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks. SII jugs mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.2,3 Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenital.2 Stadium lanjut Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah, sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah S III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah mengalami mass laten yang bervariasi guma tersebut timbul di tempat-tempat lain.2 V.



Gambaran klinis Sifilis primer (SI) Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut chancre), tetapi bisa juga terdapat tukak lebih dari satu. Tukak dapat terjadi dimana saja di daerah genitalia eksterna, 3 minggu setelah kontak. Lesi awal biasanya berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras karena terdapat indurasi. Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Ukurannya bervariasi dari beberapa mm sampai dengan 1-2 cm. Bagian yang mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi bakteri lain, maka akan berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri. Kelainan tersebut dinamakan afek primer. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronarius, sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus. 2 Pada pria selalu disertai pembesaran kelenjar limfe inguinal medial unilateral/bilateral.3 Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer. Kelenjar tersebut solitar, indolen, tidak lunak, besamya biasanya lentikular, tidak



3



supuratif, dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut.2



Gambar 1. Lesi sifilis primer3 Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu. Istilah syphilis d'emblee dipakai, jika tidak terdapat afek primer. Kuman masuk ke jaringan yang lebih dalam, misalnya pada transfuse darah atau suntikan.2 Sifilis sekunder (SII) Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S I dan sejumlah sepertiga kasus masih disertai S I. Lama S II dapat sampai sembilan bulan. Berbeda dengan S I yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada S II dapat disertai gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak berat, berupa anoreksia, turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan artralgia.2 Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit, selaput lendir, dan organ tubuh. Dapat disertai demam, malaise. Juga adanya kelainan kulit dan selaput lendir dapat diduga sifilis sekunder, bila ternyata pemeriksaan serologis reaktif. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula, papul, folikulitis, papulaskuomosa, dan pustul. Jarang dijumpai keluhan gatal. Lesi vesikobulosa dapat ditemukan pada sifilis kongenital.1 Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the .great imitator. Selain memberi kelainan pada kulit, SII dapat juga memberi



4



kelainan pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia.2,3



Gambar 2. Sifilis sekunder, makula, papul, dan lesi anular1



Gambar 3. Sifilis sekunder condyloma lata3



Pada S II yang masih dini sering terjadi kerontokan rambut, umumnya bersifat difus dan tidak khas, disebut alopecia difusa. Pada S II yang lanjut dapat terjadi kerontokan setempatsetempat, tampak sebagai bercak yang ditumbuhi oleh rambut yang tipis, jadi tidak botak seluruhnya, seolah-olah seperti digigit ngengat dan disebut alopesia areolaris.1,3 Gejala dan tanda sifilis sekunder dapat hilang tanpa pengobatan, tetapi bila tidak diobati, infeksi akan berkembang menjadi sifilis laten atau sifilis stadium lanjut.1,3



5



Sifilis laten Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan tetapi pemeriksaan serologis reaktif. Dalam perjalanan penyakit sifilis selalu melalui tingkat laten, selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Akan tetapi bukan berarti penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis lanjut, berbentuk gumma, kelainan susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler. Tes serologik darah positif, sedangkan tes likuor serebrospinalis negatif. Tes yang dianjurkan ialah VDRL dan TPHA.1,2 Sifilis lanjut Perbedaan karakteristik sifilis dini dan sifilis lanjut ialah sebagai berikut:1,3 1. Pada sifilis dini bersifat infeksius, pada sifilis lanjut tidak, kecuali kemungkinan pada wanita hamil. 2. Pada sifilis dini hasil pemeriksaan lapangan gelap ditemukan T.pallidum, pada sifilis lanjut tidak ditemukan. 3. Pada sifilis dini infeksi ulang dapat terjadi walau telah diberi pengobatan yang cukup, sedangkan pada sifilis lanjut sangat jarang. 4. Pada sifilis dini tidak bersifat destruktif, sedangkan pada sifilis lanjut destruktif Pada sifilis dini hasil tes serologis selalu reaktif dengan titer tinggi, setelah diberi pengobatan yang adekuat akan berubah menjadi non reaktif atau titer rendah, sedangkan pada sifilis lanjut umumnya reaktif, selalu dengan titer rendah dan sedikit atau hampir tidak ada perubahan setelah diberi pengobatan. Titer yang tinggi pada sifilis lanjut dijumpai pada gumma dan paresis.



Gambar 4. Sifilis lanjut4 6



Sifilis laten lanjut Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes serologik. Lama masa laten beberapa tahun hingga bertahun-tahun, bahkan dapat seumur hidup. Likuor serebrospinalis hendaknya diperiksa untuk menyingkirkan neurosifilis asimtomatik. Demikian pula sinar-X aorta untuk melihat, apakah ada aorititis.2 Sifilis tersier (S III) Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun setelah S I. Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak, dan destruktif.2 Besar guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur ayam. Kulit di atasnya mula-mula tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakkan. setelah beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta melekat terhadap guma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinolen; pada beberapa kasus disertai jaringan nekrotik.2



Gambar 5. Guma4



7



Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, bentuknya lonjong/bulat, dindingnya curam, seolah-olah kulit tersebut terdorong ke luar. Beberapa ulkus berkonfluensi sehingga membentuk pinggir yang polisiklik. Jika telah menjadi ulkus, maka infiltrat yang terdapat di bawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi datar. Tanpa pengobatan guma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun. Biasanya guma solitar, tetapi dapat pula multipel, umumnya asimetrik. Gejala umum biasanya tidak terdapat, tetapi jika guma multipel dan perlunakannya cepat, dapat disertai demam.2 Selain guma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus. Mula- mula di kutan kemudian ke epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan umumnya meninggalkan sikatriks yang hipotrofi. Nodus tersebut dalam perkembangannya mirip guma, mengalami nekrosis di tengah dan membentuk ulkus. Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik. Perbedaannya dengan guma, nodus lebih superfisial dan lebih kecil (miliar hingga lentikular), lebih banyak, mempunyai kecenderungan untuk bergerombol atau berkonfluensi; selain itu tersebar (diseminata). Warnanya merah kecoklatan.2 Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat tumbuh terns secara serpiginosa. Bagian yang belum sembuh dapat tertutup skuama seperti lilin dan disebut psoriasiformis. Kelenjar getah bening regional tidak membesar. Kelainan yang jarang ialah yang disebut nodositas juxta articularis berupa nodus-nodus subkutan yang fibrotik, tidak melunak, indolen, biasanya pada sendi besar.2



Gambar 6. Sifilis tersier noduloulcerative3



8



S III pada mukosa Guma juga ditemukan di selaput lendir, dapat setempat atau menyebar. Yang setempat biasanya pada mulut dan tenggorok atau septum nasi. Seperti biasanya akan melunak dan membentuk ulkus, bersifat destruktif jadi dapat merusak tulang rawan septum nasi atau palatum mole hingga terjadi perforasi. Pada lidah yang tersering ialah guma yang nyeri dengan fisur-fisur tidak teratur serta leukoplakia.2 S III pada tulang Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, fibula, dan humerus. Gejala nyeri, biasanya pada malam had. Terdapat dua bentuk, yakni periostitis gumatosa dan osteitis gumatosa, kedua-duanya dapat didiagnosis dengan sinar-X.2 S III pada alat dalam Hepar merupakan organ intra abdominal yang paling sering diserang. Guma bersifat multipel, jika sembuh terjadi fibrosis, hingga hepar mengalami retraksi, membentuk lobus-lobus tidak teratur yang disebut hepar lobatum.2 Esofagus dan lambung dapat pula dikenai, meskipun jarang. Guma dapat menyebabkan fibrosis. Pada paru juga jarang, guma solitar dapat terjadi di dalam atau di luar bronkus; jika sembuh terjadi fibrosis dan menyebabkan bronkiektasi. Guma dapat menyerang ginjal, vesika urinaria, dan prostat, meskipun jarang. S III pada ovarium jarang, pada testis kadang-kadang berupa guma atau fibrosis interstisial, tidak nyeri, permukaannya rata dan unilateral. Kadangkadang memecah ke bagian anterior skrotum.2 Sifilis kardiovaskuler Sifilis kardiovaskular bermanifestasi pada S III, dengan masa laten 15-30 tahun. Umumnya mengenai usia 40-50 tahun. Insidens pada pria lebih banyak tiga kali daripada wanita.2 Biasanya disebabkan karena nekrosis aorta yang berlanjut ke arch katup. Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisma, berbentuk kantong pada aorta torakal. Bila komplikasi ini telah lanjut, akan sangat mudah dikenal. Secara teliti harus diperiksa kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis, penyakit jantung rematik sebelumnya. Aneurisms aorta torakales



9



merupakan tanda sifilis kardiovaskuler. Bila ada insufisiensi aorta tanpa kelainan katup pada seseorang yang setengah umur disertai pemeriksaan serologis darah reaktif, pada tahap pertama hares diduga sifilis kardiovaskuler, sampai dapat dibuktikan lebih lanjut. Pemeriksaan serologis umumnya menunjukkan reaktif.1,2 Neurosifilis Pada perjalanan penyakit neurosifilis dapat asimtomatik dan sangat jarang terjadi dalam bentuk murni. Pada semua jenis neurosifilis terjadi perubahan berupa endarteritis obliterans pada ujung pembuluh darah disertai degenerasi parenkimatosa yang mungkin sudah atau belum menunjukkan gejala pada saat pemeriksaan.1,3 Neurosifilis dibagi menjadi empat macam:1,2,3  Neurosifilis asimtomatik.  Sifilis



meningovaskular



(sifilis



serebrospinalis),



misalnya



meningitis, meningomielitis, endarteritis sifilitika.  Sifilis parenkim: tabes dorsalis dan demensia paralitika.  Guma. 1. Neurosifilis asimtomatik Diagnosis berdasarkan kelainan pada likuor serebrospinalis. Kelainan tersebut belum cukup memberi gejala klinis.2 2. Sifilis meningovaskular Terjadi inflamasi vaskular dan perivaskular. Pembuluh darah di otak dan medula spinalis mengalami endarteritis proliferatif dan infiltrasi perivaskular berupa limfosit, sel plasma, dan fibroblas.2 Pembentukan jaringan fibrotik menyebabkan terjadinya fibrosis sehingga perdarahannya berkurang akibat mengecilnya lumen. Selain itu jugs dapat terjadi trombosis akibat nekrosis jaringan karena terbentuknya gums kecil multipel.2 Bentuk ini terjadi beberapa bulan hingga lima tahun sejak S I. Gejalanya bermacam-macam bergantung pada letak lesi. Gejala yang sering terdapat ialah: nyeri kepala, konvulsi fokal atau umum, papil nervus optikus sembab, gangguan mental, gejala-gejala meningitis basalis dengan kelumpuhan saraf-saraf otak, atrofi nervus optikus, gangguan hipotalamus, gangguan piramidal, 10



gangguan miksi dan defekasi, stupor, atau koma. Bentuk yang sering dijumpai ialah endarteritis sifilitika dengan hemiparesis karena penyumbatan arteri otak.2 3. Sifilis parenkim Termasuk golongan ini ialah tabes dorsalis dan demensia paralitika.2,3 Tabes dorsalis Timbulnya antara delapan sampai dua betas tahun setelah infeksi pertama. Kira-kira seperempat kasus neurosifilis berupa tabes dorsalis. Kerusakan terutama pada radiks posterior dan funikulus dorsalis daerah torako-lumbalis. Selain itu beberapa saraf otak dapat terkena, misalnya nervus optikus, nervus trigeminus, dan nervus oktavus. Gejala klinis di antaranya ialah gangguan sensibilitas berupa ataksia, arefleksia, gangguan virus, gangguan rasa nyeri pada kulit, dan jaringan dalam. Gejala lain ialah retensi dan inkontinensia urin. Gejala tersebut terjadi berangsur-angsur terutama akibat demielinisasi dan degenerasi funikulus dorsalis.2 Demensia paralitika Penyakit ini biasanya timbul delapan sampai sepuluh tahun sejak infeksi primer, umumnya pada umur antara tiga puluh sampai lima puluh tahun. Sejumlah 10-15% dari seluruh kasus neurosifilis berupa demensia paralitika. Prosesnya ialah meningoensefalitis yang terutama mengenai otak, ganglia basal, dan daerah sekitarventrikel ketiga. Lambat laun terjadi atrofi pada korteks dan substansi albs sehingga korteks menipis dan terjadi hidrosefalus.2 Gejala klinis yang utama ialah demensia yang terjadi berangsur-angsur dan progresif. Mula-mula terjadi kemunduran intelektual, kemudian kehilangan dekorum, bersikap apatis, euforia, waham megaloman, dan dapat terjadi depresif atau maniakal.2 Gejala lain di antaranya ialah disartria, kejang-kejang umum atau fokal, muka topeng, dan tremor terutama otot-otot muka. Lambat laun terjadi kelemahan, ataksia, gejala-gejala piramidal, inkontinensia urin, dan akhirnya meninggal.2 4. Guma Umumnya terdapat pada meninges, rupanya terjadi akibat perluasan pada tulang tengkorak. Jika membesar akan menyerang dan menekan parenkim otak.



11



Guma dapat solitar atau multipel pada verteks atau dasar otak.2 Keluhannya nyeri kepala, mual, muntah, dan dapat terjadi konvulsi dan gangguan visus. Gejalanya berupa udema papil akibat peninggian tekanan intrakranial, paralisis nervus kranial, atau hemiplegia.2 Sifilis kongenital Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama sifilis dini sebab banyak T. pallidum beredar dalam darah. treponema masuk secara hematogen ke janin melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat mass kehamilan 10 minggu.2 Sifilis yang mengenai wanita hamil gejalanya ringan. Pada tahun I setelah infeksi yang tidak diobati terdapat kemungkinan penularan sampai 90%. Jika ibu menderita sifilis laten dini, kemungkinan bayi sakit 80%, bila sifilis lanjut 30 %.2 Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang kemudian menjadi berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan terjadi abortus pada bulan kelima, berikutnya lahir mati pada bulan kedelapan, berikutnya janin dengan sifilis kongenital yang akan meninggal dalam beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai tiga bayi yang hidup dengan sifilis kongenital. Akhirnya akan lahir seorang atau lebih bayi yang sehat. Keadaan ini disebut hukum Kossowitz.2 Pemeriksaan dengan mikroskop elektron tidak terlihat adanya atrofi lengkap. Hal yang demikian saat ini tidak dianut lagi sebab ternyata infeksi bayi dalam kandungan dapat terjadi pada saat 10 minggu masa kehamilan. Setiap infeksi sebelum 20 minggu kehamilan tidak akan merangsang mekanisme imunitas, sebab sistem imun bayi yang dikandung belum berkembang dan tidak tampak kelainan histologi reaksi bayi terhadap infeksi.3 Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini (prekoks), sifilis kongenital lanjut (tarda), dan stigmata.2,3 Batas antara dini dan lanjut ialah dua tahun. Yang dini bersifat menular, jadi menyerupai S 11, sedangkan yang lanjut berbentuk gums dan tidak menular. Stigmata berarti jaringan parut atau deformitas akibat penyembuhan kedua stadium tersebut.2  Sifilis kongenital dini



12



Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir ialah bula bergerombol, simetris pada telapak tangan dan kaki, kadang-kadang pada tempat lain di badan. Cairan bula mengandung banyak T. pallidum. Bayi tampak sakit. Bentuk ini adakalanya disebut pemfigus sifilitika.2 Kelainan lain biasanya timbul pada waktu bayi berumur beberapa minggu dan mirip erupsi pada S II, pada umumnya berbentuk papul atau papuloskuamosa yang simetris dan generalisata. Dapat tersusun teratur, misalnya anular. Pada tempat yang lembab papul dapat mengalami erosi seperti kondilomata lata. Ragades merupakan kelainan umum yang terdapat pada sudut mulut, lubang hidung, dan anus; bentuknya memancar (radiating).2 Wajah bayi berubah seperti orang tua akibat turunnya berat badan sehingga kulit berkeriput. Alopesia dapat terjadi pula, terutama pada sisi dan belakang kepala. Kuku dapat terlepas akibat papul di bawahnya; disebut onikia sifilitika. Jika tumbuh kuku yang bare akan kabur dan bentuknya berubah.2 Pada selaput lendir mulut dan tenggorok dapat terlihat plaques muqueuses seperti pada S II. Kelainan semacam itu sering terdapat pada daerah mukoperiosteum dalam kavum nasi yang menyebabkan timbulnya rinitis dan disebut syphilitic snuffles. Kelainan tersebut disertai sekret yang mukopurulen atau seropurulen yang sangat menular dan menyebabkan sumbatan. Pernapasan dengan hidung sukar. Jika plaques muqueuses terdapat pada laring suara menjadi parau. Kelenjar getah bening dapat membesar, generalisata, tetapi tidak sejelas pada S 11. Hepar dan lien membesar akibat invavasi T. pallidum sehingga terjadi fibrosis yang difus. Dapat terjadi udema dan sedikit ikterik (fungsi hepar terganggu). Ginjal dapat diserang, pada urin dapat terbentuk albumin, hialin, dan granular cast. Pada umumnya kelainan ginjal ringan. Pada paru kadangkadang terdapat infiltrasi yang disebut "pneumonia putih".2 Tulang sering diserang pada waktu bayi berumur beberapa minggu. Osteokondritis pada tulang panjang umumnyaterjadi sebelum berumur enam bulan dan memberi gambaran khas pada waktu pemeriksaan dengan sinar-X. Ujung tulang terasa nyeri dan bengkak sehingga tidak dapat digerakkan; seolah-



13



olah terjadi paralisis dan disebut pseudo paralisis Parrot. Kadang-kadang terjadi komplikasi berupa terlepasnya epifisis, fraktur patologik, dan artritis supurativa. Pada pemeriksaan dengan sinar-X terjadi gambaran yang khas. Tanda osteokondritis menghilang setelah dua belas bulan, tetapi periostitis menetap. Koroiditis dan uveitis jarang. Umumnya terdapat anemia berat sehingga rentan terhadap infeksi.2 Neurosifilis aktif terdapat kira-kira 10%. Akibat invasi T. pallidum pada otak waktu intrauterin menyebabkan perkembangan otak terhenti. Bentuk neurosifilis meningovaskular yang lebih umum pada bayi muds menyebabkan konvulsi dan defisiensi mental. Gangguan nervus II terjadi sekunder akibat korioditis atau akibat meningitis karena guma. Destruksi serabut traktus piramidalis akan menyebabkan hemiplegia/ diplegia. Demikian pula dapat terjadi meningitis sifilitika akuta.2



Gambar 7. Sifilis kongenital eritematosquamous nummular4  Sifilis kongenital lanjut Umumnya terjadi antara umur tujuh sampai lima belas tahun. Guma dapat menyerang kulit, tulang, selaput lendir, dan organ dalam. Yang khas ialah guma pada hidung dan mulut. Jika terjadi kerusakan di septum nasi akan terjadi perforasi, bila meluas terjadi destruksi seluruhnya hingga hidung mengalami kolaps dengan deformitas. Guma pada palatum mole dan durum jugs sering terjadi sehingga menyebabkan perforasi pada palatum.2 Periostitis sifilitika pada tibia umumnya mengenai sepertiga tengah tulang dan menyebabkan penebalan yang disebut sabre tibia. Osteoperiostitis setempat



14



pada tengkorak berupa tumor bulat yang disebut Parrot nodus, umumnya terjadi pada daerah frontal dan parietal.2 Keratitis interstisial merupakan gejala yang paling umum, biasanya terjadi antara umur tiga sampai tiga puluh tahun, insidensnya 25% dari penderita dengan sifilis kongenital dan dapat menyebabkan kebutaan. Akibat diserangnya nervus VIII terjadi ketulian yang biasanya bilateral.2 Pada kedua sendi lutut dapat terjadi pembengkakan yang nyeri disertai efusi dan disebut Glutton's joints. Kelainan tersebut terjadi biasanya antara umur sepuluh sampai dua puluh tahun, bersifat kronik. Efusi akan menghilang tanpa meninggalkan kerusakan.2 Neurosifilis berbentuk paralisis generalisata atau tabes dorsalis. Neurosifilis meningovaskular jarang, dapat menyebabkan palsi nervus kranial, hemianopia, hemiplegia, atau monoplegia. Paralisis generalisata juvenilia biasanya terjadi antara umur sepuluh sampai tujuh betas tahun. Taber juvenilia umumnya terjadi kemudian dan belum bermanifestasi hingga dewasa muda. Aortitis sangat jarang terjadi.2  Stigmata Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh meninggalkan parut dan kelainan yang khas. Parut dan kelainan demikian merupakan stigmata sifilis kongenita, akan tetapi hanya sebagian penderita yang menunjukkan gambaran tersebut.3 1. Stigmata lesi dini.2 a.



Gambaran muka yang menunjukkan saddlenose. b. Gigi menunjukkan gambaran gigi insisor Hutchinson dan gigi Mullberry



c.



Ragades



d.



Atrofi dan kelainan akibat peradangan e. Koroidoretinitis, membentuk daerah parut putih dikelilingi pigmentasi pada retina. 2. Stigmata dan lesi lanjut.2



a.



Lesi pada kornea: kekaburan kornea sebagai akibat ghost vessels



15



b.



Lesi tulang: sabre tibia, akibat osteoeriostitis



c.



Atrofi optik, tersendiri tanpa iridoplegia



d.



Ketulian syaraf



Gambar 8. Gigi Hutchinson 4 VI.



Pemeriksaan penunjang Sebagai pembantu diagnosis ialah: 1. Pemeriksaan T.Pallidum 2. Tes Serologik Sifilis (T.S.S.) 3. Pemeriksaan yang lain 1. Pemeriksaan T.Pallidum Cara pemeriksaan adalah dengan mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk dan pergerakannya dengan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut-turut. Jika hasil pada hari I dan II negatif. Sementara itu lesi dikompres dengan larutan NaCl. Bila negatif bukan selalu berarti diagnosisnya bukan sifilis, mungkin kumannya terlalu sedikit. Treponema tampak berwarna putih pada latar belakang gelap. Pergerakannya memutar terhadap sumbunya, bergerak perlahan-lahan melintasi lapangan pandangan, jadi tidak bergerak cepat seperti Borrelia vincentii penyebab stomatitis.2 2. Tes Serologik Sifilis (T.S.S.)



16



T.S.S. atau Serologic tests for Syphilis (S.T.S) merupakan pembantu diagnosis yang penting bagi sifilis. T.S.S. dibagi menjadi dua berdasarkan antigen yang dipakai: a. Non Treponemal ( Tes reagin) Pada tes ini digunakan antigen tidak spesifik, yaitu kardiolipin yang dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu tes ini dapat memberi reaksi biologik semu. Contoh tes non treponemal: tes fiksasi komplemen (Wasserman, Kolmer), tes flokulasi (VDRL, Kahn, RPR, ART dan RST). Di antara tes- tes tersebut, yang dianjurkan ialah VDRL dan RPR secara kuantitatif, karena teknis lebih mudah dan lebih cepat daripada tes fiksasi komplemen, lebih sensitif daripada tes Kolmer/Wasserman, dan baik untuk menilai terapi. b. Treponemal



 Tes imobilisasi: TPI (Treponemal pallidum Imobilization Test).  Tes fiksasi komplemen: RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test).  Tes



imunofluoresen:



FTA-Abs



(Fluorecent



Treponemal



Antibody



Absorbtion Test).



 Tes hemoglutinasi: TPHA (Treponemal Pallidum Haemoglutination Assay), 19S IgM SPHA (Solid-phase Hemabsorbtion Assay), HATTS (Hemagglutination



Treponemal



Test



for



Syphilis),



MHA-TP



(Microhemaglutination Assay for Antibodies to Treponema pallidum). TPI merupakan tes yang paling spesifik, tetapi mempunyai kekurangan: biayanya mahal, teknis sulit, membutuhkan waktu banyak. Selain itu juga reaksinya lambat, baru positif pada akhir stadium primer, tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan, hasil dapat negatif pada sifilis dini dan sangat lanjut.2 RPCF sering digunakan untuk tes screening karena biayanya murah; kadang-kadang didapatkan reaksi positif semu. FTA-Abs paling senstive (90%), terdapat dua macam yaitu untuk IgM dan IgG sudah positif pada waktu timbul kelainan S-I. TPHA merupakan tes treponemal yang dianjurkan karena teknis dan pembacaan hasilnya mudah, cukup spesifik dan sensitif, menjadi reaktifnya cukup dini



2



17



3. Pemeriksaan yang lain Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi pada S II, S Ill, dan sifilis kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskular, misalnya untuk melihat aneurismus aorta.2 Pada neurosifilis, tes koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena tidak khas. Pemeriksaan jumlah set dan protein total pada likuor serebrospinalis hanya menunjukkan adanya tanda inflamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga normal ialah 0-3 sel/mm3, jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga normal protein total ialah /20-40 mg/100 mm 3 , jika melebihi 40 mg/mm 3 berarti terdapat peradangan.2 VII.



Diagnosis Diagnosa sifilis dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan serologis terhadap darah dan liquor cerebrospinalis. Reaksi yang positif terhadap antigen nontreponemal (misalnya terhadap RPR (rapid plasma reagine) atau terhadap tes VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) perlu dikonfirmasi lagi dengan pemeriksaan menggunakan antigen treponema (seperti FTA – Abs (Fluorescent treponemal antibody absorbed). Jika FTA Abs ini tersedia, bermanfaat untuk menyingkirkan hasil pemeriksaan yang “falsepositive”. Untuk melakukan skrining pada bayi baru lahir penggunaan serum 502 lebih baik daripada darah tali pusat, karena darah tali pusat lebih sering memberi hasil “false-positive”. Diagnosa sifilis primer dan sekunder dapat ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis dengan teknik lapangan gelap (dark field/dunkelfeld) atau dengan pemeriksaan fase kontras atau dengan teknik pengecatan antibodi FA dari eksudat yang diambil dari sampel atau aspirat kelenjar getah bening dengan catatan penderita belum diberi pengobatan antibiotika. Pemeriksaan serologis biasanya memberi hasil negatif pada awal stadium pertama walaupun pada saat itu Chancre (ulcus durum) masih ada. Pada saat masih ditemukan ada ulcus maka pemeriksaan mikroskopis menggunakan teknik lapangan gelap adalah yang paling baik lebih-lebih pada stadium awal



18



sifilis primer yang biasanya memberikan hasil negatif pada pemeriksaan serologis.4 VIII. Diagnosis banding Diagnosis banding SI Dasar diagnosis S I sebagai berikut. Pada anamnesis dapat diketahui mass inkubasi; gejala konstitusi tidak terdapat, demikian pula gejala setempat yaitu tidak ada rasa nyeri. Pada afek primer yang penting ialah terdapat erosi/ulkus yang bersih, solitar, bulat/lonjong, teratur, indolen dengan indurasi: T. pallidum positif. Kelainan dapat nyeri jika disertai infeksi sekunder. Kelenjar regional dapat membesar, indolen, tidak berkelompok, tidak ada periadenitis, tanpa supurasi. Tes serologik setelah beberapa minggu bereaksi positif lemah.2 Sebagai diagnosis banding dapat dikemukakan berbagai penyakit. 1.



Herpes simpleks Penyakit ini residif dapat disertai rasa gatal nyeri, lesi berupa vesikel di alas kulit yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah tampak kelompok erosi, sering berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat indurasi.2



Gambar 12. Herpes simpleks3



1.



Ulkus piogenik Akibat trauma misalnya garukan dapat terjadi infeksi piogenik. Ulkus tampak kotor karena mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi. Jika terdapat limfadenitis regional disertai tanda-tanda radang akut dapat terjadi supurasi yang serentak, dan terdapat leukositosis pada pemeriksaan darah tepi.2



19



Gambar 13. Ulkus piogenik5 3.



Skabies



Pada skabies lesi berbentuk beberapa papul atau vesikel di genitalia eksterna, terasa gatal pada malam hari. Kelainan yang sama terdapat pula pada tempat predileksi, misalnya lipat jari Langan, perianal. Orang-orang yang serumah juga akan menderita penyakit yang sama.2



Gambar 14. Skabies3 4.



Balanitis



Pada balanitis, kelainan berupa erosi superficial pada glans penis disertai eritema, tanpa indurasi. Faktor predisposisi: diabetes melitus dan yang tidak disirkumsisi.2



20



Gambar 15. Balanitis4 5.



Limfogranuloma venereum (L.G.V.)



Afek primer pada L.G.V. tidak khas, dapat berupa papul, vesikel, pustul, ulkus, dan biasanya cepat hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai tanda-tanda radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis. L.G.V. disertai gejala konstitusi: demam, malese, dan artralgia.2



Gambar 16. Limfogranuloma venereum5 6.



Karsinoma sel skuamosa



Umumnya terjadi pada orang usia lanjut yang tidak disirkumsisi. Kelainan kulit berupa benjolan-benjolan, terdapat indurasi, mudah berdarah. Untuk diagnosis, perlu biopsi.2



21



Gambar 17. Karsinoma sel skuamosa3 7.



Penyakit Behcet



Gejala penyakit Behcet berbeda-beda tiap orang. Penyakit Behcet dapat menghilang dan muncul sendiri. Tanda-tanda dan gejala yang dialami tergantung pada bagian mana dari tubuh yang dipengaruhi oleh peradangan penyakit ini.Ulkus superficial, multipel, biasanya pada skrotum/labia. Terdapat pula ulserasi pada mulut dan lesi pada mata.2



Gambar 18. Penyakit Behcet3



8.



Ulkus mole



Penyakit ini kini langka. Ulkus lebih dari sate, disertai tanda-tanda radang akut, terdapat pus, dindingnya bergaung. Haemophilus Ducreyi positif. Jika terjadi limfadenitis regional juga disertai tanda-tanda radang akut, terjadi supurasi serentak.2



22



Gambar 19. Ulkus mole3 Diagnosis banding S II Dasar diagnosis S II sebagai berikut. S II timbul enam sampai delapan minggu sesudah S I. Seperti telah dijelaskan, S II ini dapat menyerupai berbagai penyakit kulit. Untuk membedakannya dengan penyakit lain ads beberapa pegangan. Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah pernah menderita luka di alai genital (S I) yang tidak nyeri.2 Klinis yang penting umumnya berupa kelainan tidak gatal. Pada S II dini kelainan generalisata, hampir simetrik, telapak tangan/kaki jugs dikenai. Pada S II lambat terdapat kelainan setempatsetempat, berkelompok, dapat tersusun menurut susunan tertentu, misalnya: arsinar, polisiklik, korimbiformis. Biasanya terdapat limfadenitis generalisata. Tes serologik positif kuat pada S II dini, lebih kuat lagi pada S II lanjut.2 Seperti telah diterangkan, sifilis dapat menyerupai berbagai penyakit karena itu diagnosis bandingnya sangat banyak, tetapi hanya sebagian yang akan diuraikan.2 1.



Erupsi obat alergik Pada anamnesis dapat diketahui timbulnya alergi karena obat yang dapat disertai demam. Kelainan kulit bermacam-macam, di antaranya berbentuk eritema sehingga mirip roseala pada S II. Keluhannya gatal, sedangkan pada sifilis biasanya tidak gatal.2



23



Gambar 20. Erupsi obat3 1.



Morbili Morbili adalah suatu penyakit akut yang menular, disebabkan oleh virus yang umumnya menyerang anak. Memiliki memiliki gejala klinis yang khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai cirri khusus : (1) stadium prodromal berlangsung selama 4-5 hari , disertai panas, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis, koriza, (2) stadium erupsi dimana koriza dan batuk-batuk bertambah berat, kemudian timbulnya enamtema, timbulnya ruam mulai dari belakang telinga , menyebar ke muka, badan dan kaki, (3) stadium konvalensi dimana gejala-gejala pada stadium sebelumnya mulai menghilang. Kelainan kulit berupa eritema seperti pada S II. Perbedannya: pada morbili disertai gejala konstitusi (tampak sakit, demam), kelenjar getah bening tidak membesar.2



Gambar 21. Morbili3 2.



Pitiriasis rosea



24



Tahap awal Pityriasis rosea ditandai dengan lesi (ruam) tunggal (soliter) berbentuk oval, berwarna pink dan di bagian tepi bersisik halus. Diameter sekitar 1-3 cm. Kadang bentuknya tidak beraturan dengan variasi ukuran 2-10 cm. Tanda awal ini disebut herald patch yang berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu. Rasa gatal ringan dialami oleh sekitar 75 % penderita dan 25 % mengeluh gatal. Tahap berikutnya timbul sekitar 1-2 minggu (rata-rata 4-10 hari) setelah lesi awal, ditandai dengan kumpulan lesi (ruam) yang berbentuk seperti pohon cemara terbalik (Christmas tree pattern). Tempat tersering (predileksi) adalah badan, lengan atas dan paha atas. Pada tahap ini Pityriasis rosea berlangsung selama beberapa minggu. Selanjutnya akan sembuh sendiri dalam 3-8 minggu. Terdiri atas banyak bercak eritematosa terutama di pinggir dengan skuama halus, berbentuk lonjong, lentikular, susunannya sejajar dengan lipatan kulit. Penyakit ini tidak disertai limfadenitis generalisata seperti pada S II.2



Gambar 22. Pitiriasis Rosea3 3.



Psoriasis Psoriasis adalah penyakit autoimun yang mengenai kulit, ditandai dengan sisik yang berlapis berwarna keperakan, disertai dengan penebalan warna kemerahan dan rasa gatal atau perih. Bila sisik ini dilepaskan maka akan timbul bintik perdarahan di kulit dibawahnya. Psoriasis sering timbul di kuku, dimulai dari bintik putih pada kuku sampai ke penebalan kuku, juga mengenai kulit kepala (skalp) ditandai dengan sisik besar dan penebalan dengan warna kemerahan yang akan melewati batas rambut. Selain itu penyakit ini sering mengenai siku dan lutut, walaupun dapat juga mengenai wajah, lipat lutut dan siku, genitalia, telapak



25



tangan dan kaki, sesuai tingkat keparahannya penyakit ini bisa meluas keseluruh tubuh (eritroderma). Persamaannya dengan S II : terdapat eritema dan skuama. Pada psoriasis tidak didapati limfadenitis generalisata; skuama berlapis-lapis serta terdapat tanda tetesan lilin dan Auspitz.2



Gambar 23. Psoriasis3 5.



Dermatitis seboroika Dermatitis Seboroik (Seborrhoeic Dermatitis, Seborrheic Dermatitis) merupakan peradangan permukaan kulit berbentuk lesi squamosa (bercak disertai semacam sisik), bersifat kronis, yang sering terjadi di area kulit berambut dan area kulit yang banyak mengandung kelenjar sebasea ( kelenjar minyak, lemak ), seperti kulit kepala, wajah, tubuh bagian atas dan area pelipatan tubuh (ketiak, selangkangan, pantat).Persamaannya dengan S II ialah terdapatnya eritema dan skuama. Perbedaannya pada dermatitis seboroik; tempat predileksinya pada tempat seboroik, skuama berminyak dan kekuning-kuningan, tidak disertai limfadenitis generalisata.2



26



Gambar 24. Dermatitis seboroika3 5.



Kondiloma akuminatum Tumor pada genitalia yang bersifat lunak seperti jengger ayam dan tidak nyeri. Pertumbuhan jaringan yang bersifat jinak, superfisial, terutama di daerah genitalia (kelamin). Penyakit ini mirip kondiloma lata, kedua-duanya berbentuk papul. Perbedaannya: pada kondiloma akuminata biasanya permukaannya runcing-runcing, sedangkan papul pada kondiloma lata permukaannya datar serta eksudatif.2



Gambar 25. Kondiloma akuminatum1 6.



Alopesia areata Alopesia adalah kasus kerontokan rambut gradual yang sudah menyebabkan penipisan dan mengarah pada kebotakan permanen. Sindrom ini terjadi pada lebih dari 75% pria dan 30% wanita dengan rentang usia 20 - 50 tahun. Jadi apabila anda mengalami kerontokan berkepanjangan yang mengakibatkan penipisan, dapat dipastikan anda mengalami Androgenetika Alopecia. Proses pembotakan Androgenetika Alopecia mempunyai simptom yang identikal pada pria maupun wanita, yaitu : dimulai dengan penipisan rambut di areal garis rambut (hairline) dan bergerak bergerak menuju ke area crown [mahkota] dan



27



vertex [ubun-ubun]. Kebotakan setempat; penyakit ini mirip alopesia areolaris pada S II. Perbedaannya: pada alopesia areata lebih besar (numular) dan hanya beberapa, sedangkan alopesia areolaris lebih kecil (lentikular) dan banyak serta seperti digigit ngengat.2



Gambar 26. Alopesia areata3 Diagnosis banding S III Kelainan kulit yang utama pada S III ialah guma. Guma juga terdapat pada penyakit lain: tuberkulosis, frambusia, dan mikosis profunda. Tes serologik pada S III dapat negatif atau positif lemah, karena itu yang penting ialah anamnesis, apakah penderita tersangka menderita S I atau S II dan pemeriksaan histopatologik.2 Mikosis dalam yang dapat menyerupai S III ialah sporotrikosis dan aktinomikosis. Perbedaannya: pada sporotrikosis berbentuk nodus yang terletak sesuai dengan perjalanan pembuluh getah bening, dan pada pembiakan akan ditemukan jamur penyebabnya. Aktinomikosis sangat jarang di Indonesia. Penyakit ini juga terdiri atas infiltrat yang melunak seperti guma S III. Lokalisasinya khas yakni di leher, dada, dan abdomen. Kelainan kulitnya berbeda, yakni terdapat fistel multipel; pada pusnya tampak butir-butir kekuningan yang disebut sulfur granules. Pada biakan akan tumbuh Actinomyces.2



28



Tuberkulosis kutis gumosa mirip gums S III. Cara membedakannya dengan pemeriksaan histopatologik. Demikian pula frambusia stadium lanjut. Guma S III bersifat kronis dan destruktif, karena itu kelainan tersebut mirip keganasan. Cara membedakannya dengan pemeriksaan histopatologik.2



Gambar 27. Sporotrikosis5



Gambar



28.Aktinomikosis5



Gambar 29. Tuberkulosis kutis5 IX.



Gambar 30. Frambusia5



Penatalaksanaan Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan selama belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini mungkin, makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksud mencegah proses lebih lanjut.2 Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.2,3 2.



PENISILIN



29



Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat menembus placenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.2 Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:2 a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi bersifat kerja singkat. b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM), lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang. a. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juta unit akan bertahan dalam serum dua sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama. Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral tidak dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerma kurang dibandingkan dengan suntikan. Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masingmasing; yang pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanya setiap minggu.2 Pada sifilis kardiovaskular terapi yang dianjurkan ialah dengan penisilin G benzatin 9,6 juta unit, diberikan 3 kali 2,4 juta unit, dengan interval seminggu. Untuk neurosifilis terapi yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua 18-24 juta unit sehari, diberikan 3-4 juta unit, i.v. setiap 4 jam selama 10-14 hari.2 Pada sifilis kongenital, terapi anjurannya ialah penisilin G prokain dalam akua 100.000150.000 satuan/kg B.B. per hari, yang diberikan 50.000 unit/kg B.B., i.m., setiap hari selama 10 hari.2 Sifilis Sifilis primer



Pengobatan 1.Penisilin G benzatin 4,8 juta unit secara I.M satu kali seminggu 2.Penisilin G prokain dalam akua 0,6 juta unit/hari selama 10 hari 3.PAM 1,2 juta unit/kali , 2 kali seminggu



Sifilis laten



1.Penisilin G benzatin dosis total 7,2 juta unit



30



2.Penisilin G prokain dalam akua 0,6 juta unit/hari 3.PAM 1,2 juta unit/kali , 2 kali seminggu Sifilis III



1.Penisilin G benzatin dosis total 9,6 juta unit 2.Penisilin G prokain dalam akua 0,6 juta unit/hari 3.PAM 1,2 juta unit/kali , 2 kali seminggu Tabel 1. Penatalaksanaan Sifilis2



Reaksi Jarish-Herxheimer Pada terapi sifilis dengan penisilin dapat terjadi reaksi Jarish- Herxheimer.6 Sebab yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui, mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas akibat toksin yang dikeluarkan oleh banyak T. paffidum yang coati. Dijumpai sebanyak 50-80% pada sifilis dini. Pada sifilis dini dapat terjadi setelah enam sampai due betas jam pada suntikan penisilin yang pertama.2 Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal. Gejala umum biasanya hanya ringan berupa sedikit demam. Selain itu dapat pula berat: demam yang tinggi, nyeri kepala, artralgia, malese, berkeringat, dan kemerahan pada muka.8 Gejala lokal yakni afek primer menjadi bengkak karena edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasanya akan menghilang setelah sepuluh sampai dua betas jam tanpa merugikan penderita pada S I.2 Pada sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya: edema glotis pada penderita dengan gums di laring, penyempitan arteria koronaria pada muaranya karena edema dan infiltrasi, dan trombosis serebral. Selain itu juga dapat terjadi ruptur aneurisms atau ruptur dinding aorta yang telah menipis yang disebabkan oleh terbentuknya jaringan fibrotik yang berlebihan akibat penyembuhan yang cepat.2 Pengobatan



reaksi



Jarish-Herxheimer



ialah



dengan



kortikosteroid,



contohnya dengan prednison 20-40 mg sehari. Obat tersebut juga dapat digunakan sebagai pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada gangguan aorta



31



dan diberikan dua sampai tiga hari sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga hari kemudian.2 2. ANTIBIOTIK LAIN



X.



a.



Tetracyclin 4 x 500 mg/hari selama 30 hari



b.



Eritromisin 4 x 500 mg/hari selama 30 hari



c.



Doksisiklin 2 x 100 mg/hari selama 30 hari



d.



Sefaleksin 4 x 500 mg sehari selama 15 hari



e.



Sefaloridin I.M 2 gr sehari selama 10-14 hari



f.



Azitromisin 500 mg sehari sebagai dosis tunggal selama 10 hari



PROGNOSIS Tingkat penyembuhan sifilis dengan pengobatan awal lebih baik dari 95%. Pengobatan jangka panjang bisa membuahkan hasil yang sangat baik. Pada sifilis lanjut, infeksi biasanya ditemukan meskipun bakteri mungkin bertahan di tempat yang tersembunyi (misalnya mata dan sistem saraf). Selama fungsi kekebalan tubuh baik, sifilis jarang mengakibatkan gejala sisa. Pada HIV-positif dan pasien immunocompromised lainnya memiliki prognosis buruk, namun dibutuhkan studi jangka panjang pada pasien tersebut.4 X.



PENCEGAHAN Pencegahan:4



 Hindari berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan  Menjalani screening test bagi anda dan pasangan anda  Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang  Gunakan kondom ketika berhubungan sexual  Diagnosis dini  Pengobatan, notifikasi pasangan  Pendidikan dan konseling



32



DAFTAR PUSTAKA 1. James, W.D., Timothy G. B., and Dirk M. Elston. Syphilis in: Andrew’s Diseases of The Skin Clinical Dermatology 10th Ed. Saunders Elsevier Inc. Canada: 2006. p.353-362. 2. Natahusada, EC, Djuanda A. Sifilis dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed 4. Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2010. p:393-413.



33



3. Klaus W, Richard A.J., Dick Suurmond. Diseases Due To Microbial Agents in: Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology: McGrawHill’s. p.919-931 4. Sterling, J.C. Viral Infection: Human Papiloma Virus, Common Wart in: Rook’s Textbook of Dermatology 7th Ed. Blackwell Publishing Inc. USA: 2004 p.14.48,30.1-30.27 5. Jane M.G., Kels. Granulomatous Dermatitis in: Color Atlas of Dermatopathology. Informa Healthcare USA: 2007, p.32, 121.



34