Sirkulasi Elit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SIRKULASI ELIT Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Pemerintahan



Oleh : Farhan Filya Oktama



1801123762



Yoga Lowinski



1801112193



Gilang R. Gumelar



1801112532



Dicky Rifaldo



1801123834 Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau 2020



KATA PENGANTAR



Rasa syukur yang dalam penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, serta Karunia-Nya yang tak ternilai sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Adapun judul makalah ini adalah SIRKULASI ELIT yang bertujuan agar kita lebih mengetahui bagaimana kaitan sirkulasi elit dalam pemerintahan. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulisan makalah ini. Penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini. Penulis pun berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini kedepannya. Semoga dengan penulisan makalah ini pembaca ataupun penulis mampu lebih memahami kaitan antara sosiologi dan konflik khususnya di pemerintahan itu sendiri.



Pekanbaru, 25 Maret 2020 Penulis,



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR….……………………………………………………………. DAFTAR ISI…...……………………………………………………………………... BAB I PENDAHULUAN….……………………………………………....………… A.



Latar Belakang………………………………………………………………….



B.



Rumusan Masalah………………………………………………………………



C.



Tujuan Penulisan……………………………………………………………….



BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………… A.



Konsep Dari Sirkulasi, Elit, Dan Sirkulasi Elit....................................................



B.



Konsep Dari Partai Politik...................................................................................



C.



Konsep Dari Rekrutmen Politik.........................................................................



D.



Penyebab Perubahan Elit...................................................................................



E.



Hubungan Antara Sirkulasi Elit, Partai Politik Dan Rekrutmen Politik..............



F.



Peran Sirkulasi Elit Dalam Pemerintahan............................................................



BAB III PENUTUP…………………………………………………………………… A.



KESIMPULAN…………………………………………………………………



DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pergantian kekuasaan pasti terjadi di dalam sistem politik apa pun dan di mana pun. Di dalam sistem politik kerajaan, sirkulasi elite politik terjadi, tetapi secara tertutup hanya di kalangan keluarga raja saja. Yang bisa menggantikan posisi sebagai raja adalah keturunannya atau saudara-saudaranya, tergantung mekanisme internal yang dibuat dan disepakati di kalangan mereka. Namun, sesungguhnya, tetap tidak menutup terjadi sirkulasi elite dari luar garis keturunan penguasa, tetapi hampir bisa dipastikan melalui jalan paksaan dan melalui pertumpahan darah, di antaranya melalui pemberontakan sebagai sarana untuk merebut kekuasaan. Di dalam sistem politik demokrasi, diciptakan mekanisme politik untuk melakukan sirkulasi elite politik melalui pemilu, baik secara periodik dan berkala, seperti yang terjadi di indonesia dan amerika, maupun sewaktu-waktu, seperti yang terjadi di malaysia dan australia. Melalui pemilu, sirkulasi elite politik diharapkan akan terjadi secara damai, tidak ada pertumpahan darah.  Dalam sistem politik demokrasi, elite politik yang dipercaya oleh rakyat, baik dengan cara yang objektif maupun manipulatif, memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mempertahankan kekuasaan. Sirkulasi elite politik di negara-negara demokrasi, menjadikan pemilu sebagai sarananya. Pemilu bisa menjadi sarana pengakuan rakyat kepada elite politik. Secara paradigmatik, bisa dikatakan jika kualitas kepemimpinan yang diberikan baik, maka rakyat bisa memilih kembali. Sebaliknya, pemilu bisa menjadi sarana penghukuman rakyat atas elite yang abai dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinan. Namun, yang juga harus menjadi catatan adalah bahwa penguasa di mana pun dan dalam sistem politik apa pun, termasuk sistem demokrasi merupakan pihak yang memiliki potensi paling besar untuk melakukan pembangunan opini untuk keuntungan diri sendiri.  Terutama di era digital yang semua bisa direkam dengan baik, sehingga semuanya bisa didokumentasikan dengan lebih baik, mestinya pemimpin-pemimpin baru memiliki kualitas kepemimpinan yang jauh lebih baik. Sebab, dengan mempelajari keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin sebelumnya, para



pemimpin baru bisa menjalankan kepemimpinan secara lebih baik dan menghindari kegagalan yang sama. Dengan kata lain, sirkulasi elite mestinya benar-benar bisa menjanjikan lahirnya pemimpin-pemimpin baru yang bisa memberikan kualitas kepemimpinan yang jauh lebih baik, sehingga bisa mewujudkan tidak hanya kesejahteraan, tetapi juga kemakmuran seluruh rakyat.



B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana konsep dari sirkulasi, elit, dan sirkulasi elit? 2. Bagaimana konsep dari partai politik? 3. Bagaimana konsep dari rekrutmen politik? 4. Apa saja penyebab perubahan elit? 5. Apa hubungan antara sirkulasi elit, partai politik dan rekrutmen politik? 6. Bagaimana peran sirkulasi elit dalam pemerintah an? C. TUJUAN PENULISAN 1.



Mengetahui konsep dari sirkulasi, elit, dan sirkulasi elit.



2.



Mengetahui konsep dari partai politik.



3.



Mengetahui konsep dari rekrutmen politik.



4.



Mengetahui penyebab perubahan elit. 5. Mengetahui hubungan antara sirkulasi elit, partai politik dan rekrutmen politik.



6. Mengetahui peran sirkulasi elit dalam pemerintahan.



BAB II PEMBAHASAN



A.



KONSEP SIRKULASI, ELIT, DAN SIRKULASI ELIT Menurut KBBI, Sirkulasi adalah gerak setiap pribadi dari satu kelas sosial ke



kelas sosial lain, baik secara vertikal maupun horizontal. Kemudian, Menurut Mills elit adalah mereka yang menduduki posisi komando pada pranata - pranata utama dalam masyarakat. Dengan kedudukan tersebut para elit mengambil keputusan keputusan yang membawa akibat yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Menurut Laswell Elit Politik mencakup semua pemegang kekuasaan dalam suatu bangunan politik. Elit ini terdiri dari mereka yang berhasil mencapai kedudukan dominant dalam system politik dan kehidupan masyarakat. Mereka memiliki kekuasaan, kekayaan dan kehormatan. Menurut para teoritikus politik Elit Politik adalah mereka yang memiliki jabatan politik dalam system politik. Jabatan politik adalah status tertinggi yang diperoleh setiap warga Negara. Dalam system politik apapun, setiap struktur politik atau struktur kekuasaan selalu ditempati oleh elit yang disebut elit politik atau elit penguasa. Karl W. Deutch mengatakan Bahwa pelaku politik utama dalam suatu system politik disebut elit politik. Elit politik terdiri dari dua tingkatan yaitu: Elit Politik Tingkat Tinggi dan Elit Politik Tingkat Menengah. Elit Politik Tingkat Tinggi dalam suatu system politik atau Negara meliputi presiden (perdana menteri) dan para menteri; Elit Politik Tingkat Menengah yaitu para penguasa dibawah menteri dan para pemimpin daerah yang bertugas untuk mengimplementasikan program dan kebijakan yang dibuat oleh elit politik tingkat tinggi.



Sirkulasi elit adalah teori perubahan rezim yang dijelaskan oleh ilmuwan sosial Italia Vilfredo Pareto (1848–1923). Perubahan rezim, revolusi , dan sebagainya terjadi



bukan



ketika



penguasa



digulingkan



dari



bawah,



tetapi



ketika



satu elit menggantikan yang lain. Peran orang awam dalam transformasi semacam itu bukanlah peran para penggagas atau pelaku utama, tetapi sebagai pengikut dan pendukung satu elit atau lainnya. Posisi pada masyarakat yang terbagi menjadi dua lapisan, yakni kelompok elit dan kelompok non-elit atau massa dapat mengalami perubahan. Sekelompok individu yang berkedudukan sebagai elit tidak memiliki jaminan selamanya akan menduduki posisi tersebut. Posisi yang mereka sandang tidak bersifat langgeng karena akan diganti atau digeser oleh kelompok lainnya. Hal tersebut tidak dapat terelakkan, sebab perubahan atau pergeseran elit pasti akan berlangsung di masyarakat mana pun juga. Sehubungan dengan hal tersebut, Pareto menyatakan bahwa dalam tubuh elit terdapat kecenderungan untuk mengalami apa yang disebut sebagai “decay” atau pembusukan. Adanya kondisi seperti ini menyebabkan mereka yang termasuk dalam kelompok non-elit atau massa mempunyai kecenderungan untuk membuat dirinya secara potensial dapat memasuki lingkungan elit. Sebagaimana diketahui bahwa mereka yang tergolong kaum aristokrat adalah mereka yang berperan sebagai elit di masyarakat yang bersangkutan. Maka, dalam suatu masyarakat dapat berlangsung suatu proses yang lebih dikenal dengan istilah “sirkulasi elit” atau “perputaran elit”. Dalam rumusan lain, ternyata, sirkulasi elit melibatkan suatu proses “promotion” kelompok non-elit atau massa ke dalam lapisan elit, dan proses “demotion’” kelompok elit ke dalam lapisan elit. Dalam pernyataan yang lebih sederhana, sirkulasi elit adalah suatu mobilisasi atau perputaran elit dari satu kelompok kelas ke kelompok kelas lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, Pareto menyatakan bahwa di setiap masyarakat mana pun, elit secara berkesinambungan melakukan upaya perubahan di dalam kelas-kelas atau posisi-posisi, dimana yang bersangkutan berada. Begitu pula pada setiap masyarakat, selalu ada pertukaran antara kelompok elit dan kelompok non-elit atau massa. Elit



tidak hanya melakukan perubahan di dalam dirinya atau kelompoknya, tetapi mereka juga melakukan hal sama pada kelompokkelompok kelas lainnya. Dalam perubahan tersebut, sekelompok kecil individu yang berasal dari golongan non-elit dapat masuk ke dalam jaringan elit, dan sebaliknya individu-individu yang berasal dari golongan elit dapat pula terperosok masuk ke dalam kelompok massa. B.



KONSEP PARTAI POLITIK Dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi, partai politik merupakan



bagian instrumen bagi masyarakat. Partai politik dapat menjadi wadah bagi masyarakat untuk berkompetisi dan mengendalikan sistem politik suatu negara tersebut melalui penguasaan jabatan politik yang ada. Menurut Carl J. Friedrich (Miriam Budihardjo, 2002:161) partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut dan mempertahankan pengawasan terhadap pemerintah. Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilainilai dan citacita yang sama. Partai politik adalah kendaraan untuk mencapai tujuan politik. Partai politik diterjemahkan sebagai organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga negara secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggotanya, masyarakat, bangsa dan negara serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Berbagai definisi tentang partai politik menurut para ahli. Seperti Gabriel Almond (Mochtar Mas’oed, 1989:29) yang mendefinisikan partai politik sebagai organisasi manusia yang didalamnya terdapat pembagian tugas dan petugas untuk mencapai suatu tujuan, mempunyai ideologi, mempunyai program politik sebagai pencapaian tujuan secara lebih pragmatis sesuai dengan tahapan jangka pendek dan jangka panjang serta mempunyai ciri keinginan untuk berkuasa. Dengan demikian, setiap organisasi yang memenuhi kriteria tersebut dapat diartikan sebagai partai politik.



C.



KONSEP REKRUTMEN POLITIK Menurut Miriam Budiardjo, Rekruitmen politik adalah seleksi kepemimpinan



(selection of leadership), mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik. Dalam hal lembaga kegiatan politik, rekruitmen politik merupakan fungsi dari partai, yakni rangkaian perluasan lingkup partisipasi politik. Diantara caranya adalah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Menurut Afan Gaffar (1999 : 155), Rekrutmen Politik merupakan proses pengisian jabatan politik dalam sebuah negara, agar sistem politik dapat memfungsikan dirinya dengan sebaikbaiknya, guna memberikan pelayanan dan perlindungan masyarakat. Sedangkan menurut Czudnowski (Sigit Pamungkas, 2011:91) mengartikan rekrutmen politik sebagai proses dimana iNdividu dilibatkan dalam peran-peran politik aktif. Lebih jauh, Gabriel Almond (Lily Romli, 2005:78) mengartikan fungsi rekrutmen politik sebagai penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan ujian. Rush dan Althof (2003), rekruitmen politik sebagai proses yang individu individunya menjamin atau mendaftarkan diri untuk menduduki suatu jabatan. Lebih lanjut, Rush dan Althof mengatakan bahwa rekruitmen atau perekrutan ini merupakan proses dua arah, dan sifatnya bisa formal maupun tidak formal. Dikatakan proses dua arah dikarenakan individu individunya mungkin mampu mendapatkan kesempatan, atau mungkin didekati oleh orang lain kemudian menjabat posisi posisi tertentu. Dengan cara yang sama, perekrutan itu disebut formal kalau para individu direkrut dengan terbuka melalui cara prosedural atau institusional berupa seleksi atau pemilihan. Kemudian disebut informal manakala para individunya direkrut secara prive  (sendirian) atau dibawah tangan tanpa melalui atau sedikit sekali melalui cara institusional. Dari pernyataan di atas, tujuan dari rekutmen politik adalah pengisian jabatan politik dengan melibatkan partisipasi masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan



politik. Rekrutmen politik juga diharapkan mampu menciptakan suatu sistem politik yang dapat memberikan pelayanan dan perlindungan bagi masyarakat. Untuk memperoleh hal tersebut, aktor - aktor yang berkecimpung di dalam tersebut harus memiliki kualitas yang mumpuni serta melalui proses seleksi yang didasarakan pada latar belakang yang jelas. Tujuannya adalah agar rekrutmen yang dihasilkan untuk mengisi jabatan politik mampu menjadi pelayan dan pelindung masyarakat. Artinya artikulasi kepentingan masyarakat dapat diperjuangkan. D.



PENYEBAB PERUBAHAN (SIRKULASI) ELIT Menurut Suzanne Keller, hal utama yang dapat menjadi penyebab perubahan elit adalah :



1. Konservatisme, meskipun dalam batas tertentu dapat dijadikan sebagai model, simbol-simbol kolektif, tetapi perlakuan yang berlebihan atas konservatisme justru dapat menjadi jarak sosial yang mengasingkannya. Tradisi yang dimainkan oleh elit untuk menjadi sumber keabsahan dirinya, menjadi jebakan feodalisme terhadap alienasi elit terhadap massa.



2. Rutinisasi dalam penggunaan atributnya. Sikap elit yang kurang mampu beradaptasi dengan perkembangan sekitar, tetapi dengan ditambah oleh penggunaan paksaan untuk mempertahankan kekuasannya. Meskipun tidak bersifat kekerasaan, pemaksaan ini menempatkan penggunaan atribut elit menjadi ironis pada saat dirinya tidak lagi memiliki kemampuan adaptasi. Pemaksaaan elit untuk bertahan berdampak pada organisasi pemerintahan yang tidak efektif.



3. Terjadinya kehilangan kepercayaan masyarakat atas elit yang berkuasa. Kondisi demikian dapat memicu terjadinya pergantian kekuasaan dan elit yang berkuasa. Suzanne Keller, mengemukakan istilah “moral yang tidak menentu” pada saat elit mengalami kepanikan terhadap terkikisnya



kepercayaan massa terhadap elit. Betapapun langkah artifisial yang diambil oleh elit, kalau krisis kepercayaan semakin meluas, maka kejatuhannya tidak terhindarkan.



4. Sebagai konsekuensi terputusnya generasi. Istilah demikian menunjukkan bahwa elit dapat bertahan ketika terjadi alih generasi, tetapi elit justru tidak dapat bertahan pada saat menghadapi kondisi terputusnya generasi. Terputusnya generasi dari elit dianggap merupakan konsekuensi atas tahap yang dilalui oleh kapitalisme. Mengutip tesis Pirenne, kelas kapitalis justru memproduksi inovasi yang memicu langkah untuk melestarikan setiap tahapan kapitalisme itu sendiri. Pada konteks ini generasi elit terputus dan berbeda dengan generasi dilahirkannya kemudian. E.



HUBUNGAN ANTARA SIRKULASI ELIT, PARTAI POLITIK DAN REKRUTMEN POLITIK Ada beberapa model yang ditawarkan berdasarkan teori Pareto tentang sirkulasi



elit. Pareto membagi elit politik sebagai “yang memerintah‟ (yang memiliki real power) dan yang tidak memerintah (memiliki kapabilitas tetapi tidak pada posisi memerintah). Terjadi konflik kaum elit disebabkan tidak meratanya distribusi kekuasaan di antara para elit dan menjadi residu dalam jangka waktu yang lama. Sirkulasi elit politiK diawali dengan proses seleksi atau rekrutmen bakal pasangan calon di partai politik. Sebagai sarana rekrutmen, partai politik berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegitan politik sebagai calon dari partai. Miriam Budiardjo (2008: 408) juga mengatakan rekrutmen politik sangat berkaitan dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal maupun kepemimpinan nasional. Fungsi partai sebagai rekrutmen politik adalah untuk melaksanakan rekrutmen politik yang adil, transparan, dan demokratis pada dasarnya untuk memilih orang-orang yang berkualitas dan



mampu memperjuangkan nasib rakyat untuk kesejahteraan, menjamin keamanan dan kenyamanan hidup bagi setiap warga negara. Menurut Ramlan Surbakti (1992:118), rekrutmen politik sebagai seleksi dan pemilihan atau pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem-sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. Menurut fungsi ini semakin besar fungsinya, maka partai politik itu merupakan partai tunggal seperti dalam sistem politik otoriter, atau partai mayoritas dalam badan permusyawaratan rakyat sehingga berwenang untuk membentuk pemerintahan dalam sistem politik yang demokratis. Fungsi rekrutmen merupakan fungsi dari mencari dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu, fungsi rekrutmen politik sangat penting bagi keberlangsungan partai politik. F.



SIRKULASI ELIT DALAM PEMERINTAHAN Sirkulasi elit tidak hanya merupakan proses pergantian atau pertukaran antara



elit dengan non-elit atau massa, tetapi juga mencakup proses pergantian atau pertukaran posisi di antara sesama elit sendiri. Lapisan elit, sebagaimana dilukiskan pareto, terdiri dari mereka yang tergabung dalam kelompok yang menduduki jabatan politis dan mereka yang tidak menduduki jabatan politis sebagai kelompok oposisi. Pergantian atau pertukaran posisi di antara dua kelompok tersebut sangat dimungkinkan, dan proses itu dapat disebut pula sebagai sirkulasi elit. Apabila mekanisme berlangsungnya sirkulasi elit di suatu masyarakat dapat berputar dengan baik dan teratur, maka kestabilan dalam masyarakat tersebut sangat mungkin menjadi lebih terjamin. Sebaliknya, apabila sirkulasi elit berlangsung secara tersendat dan tidak teratur akan membuka peluang munculnya kondisi potensial untuk mewujudkan ketidakstabilan di masyarakat. Tekad antara kelompok elit ataupun kelompok non-elit untuk mewujudkan berlangsungnya perputaran elit yang ideal dan teratur penting guna mewujudkan sirkulasi elit yang baik dan teratur.



Marie Kolabinska berpendapat mengenai beberapa tipe dari sirkulasi elit ini. Pertama, sirkulasi elit yang berlangsung di antara mereka yang tergabung dalam “the governing elite”. Kedua, sirkulasi elit yang berlangsung antara mereka yang tergabung dalam “the governing elite” dengan massa. Tipe kedua mungkin mengambil bentuk: (a) individu-individu yang berasal dari strata bawah (massa) yang berhasil masuk ke dalam jaringan elit, dan (b) individu-individu dari strata bawah (massa) yang membentuk kelompok elit baru dan melakukan perjuangan melawan elit yang ada guna memperoleh kekuasaan.



BAB III PENUTUP



A.



KESIMPULAN Sirkulasi elit adalah suatu mobilisasi atau perputaran elit dari satu kelompok



kelas ke kelompok kelas lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, Pareto menyatakan bahwa di setiap masyarakat mana pun, elit secara berkesinambungan melakukan upaya perubahan di dalam kelas-kelas atau posisi-posisi, dimana yang bersangkutan berada. Partai politik diterjemahkan sebagai organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga negara secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggotanya, masyarakat, bangsa dan negara serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Rekrutmen Politik merupakan proses pengisian jabatan politik dalam sebuah negara, agar sistem politik dapat memfungsikan dirinya dengan sebaik-baiknya, guna memberikan pelayanan dan perlindungan masyarakat. Menurut Suzanne Keller, hal utama yang dapat menjadi penyebab perubahan elit adalah : Konservatisme, Rutinisasi, Kehilangan kepercayaan, Konsekuensi terputusnya generasi. Ada beberapa model yang ditawarkan berdasarkan teori Pareto tentang sirkulasi elit. Pareto membagi elit politik sebagai “yang memerintah‟ (yang memiliki real power) dan yang tidak memerintah (memiliki kapabilitas tetapi tidak pada posisi memerintah). Apabila mekanisme berlangsungnya sirkulasi elit di suatu masyarakat dapat berputar dengan baik dan teratur, maka kestabilan dalam masyarakat tersebut sangat mungkin menjadi lebih terjamin.



DAFTAR PUSTAKA



Amin, Khairul. 2017. Elit Dan Kekuasaan Pada Masyarakat Desa Studi Relasi Antara Pemerintah Dan Masyarakat Di Desa Rias Kecamatan Toboali Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Kep. Bangka Belitung. Jurnal Sosiologi USK, Vol. 11 No. 2 (hlm. 167 - 187). Aceh : Universitas Malikussaleh. Farisi, Mochammad. 2016. Pemilihan Kepala Daerah Sebagai Instrumen Sirkulasi Elit Politik Lokal: Studi Di Provinsi Jambi Tahun 2015. Jurnal The Politics, Vol. 2 No. 1 (hlm. 222 - 237). Makassar : Universitas Hasanuddin. Farisi Mochammad, Haryadi. 2017. Sirkulasi Elit Politik Lokal Pada Pilkada Serentak Tahun 2015 Di Provinsi Jambi. JISIP, Vol. 1 No. 1. Jambi : Universitas Jambi. Haryanto. 2017. Elit, Massa, dan Kekuasaan : Suatu Bahan Pengantar. Yogyakarta : Polgov. Prayudi. 2016. Penyelenggaraan Pilkada Dan Lemahnya Sirkulasi Elit Politik Lokal. Jurnal DPR RI, Vol. 21 No. 4 (hlm. 275 - 296). Jakarta : Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI.