SK PPI Updated 15 Mei 2020 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMERINTAH KABUPATEN BERAU DINAS KESEHATAN



UPT PUSKESMAS TALISAYAN Jalan. Soekarno Hatta RT. 10 Talisayan Kode Pos. 77372 Email : [email protected], www.facebook.com/puskesmastalisayan



KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS TALISAYAN NOMOR …… TAHUN 2020 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UPT PUSKESMAS TALISAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA UPT PUSKESMAS TALISAYAN, Menimbang



: a.



bahwa dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu dan aman kepada pasien di UPT Puskesmas Talisayan diperlukan upaya penyelenggaraan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di setiap unit pelayanan;



b. bahwa agar upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien di UPT Puskesmas Talisayan terlaksana dengan baik, diperlukan adanya kebijakan Kepala UPT Puskesmas Talisayan tentang Kebijakan Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi sebagai landasan untuk penyelenggaraan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas Talisayan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir a dan b, perlu ditetapkan dengan Keputusan Kepala UPT Puskesmas Talisayan



Mengingat



: 1. Undang-undang No. 29 Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran; 2. Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Pasal 1, 3, dan 5 Tentang Keselamatan Pasien; 4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;



5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan MEMUTUSKAN Menetapkan



:



KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS TALISAYAN TENTANG KEBIJAKAN



PELAYANAN



TIM



PENCEGAHAN



DAN



PENGENDALIAN INFEKSI UPT PUSKESMAS TALISAYAN KESATU



:



Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi UPT Puskesmas Talisayan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.



KEDUA



:



Pembinaan



dan



pengawasan



penyelenggaraan



pelayanan



pencegahan dan pengendalian infeksi UPT Puskesmas Talisayan dilaksanakan oleh Kepala UPT Puskesmas Talisayan. KETIGA



:



Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapannya, maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Talisayan Pada tanggal …………………2020 KEPALA UPT PUSKESMAS TALISAYAN



H. MAINAL Penata Tk. I / IIId NIP. 19800520 200904 1 001



LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS TALISAYAN NOMOR



: ----- TAHUN 2020



TANGGAL :----------------------TENTANG : KEBIJAKAN PELAYANAN TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UPT PUSKESMAS TALISAYAN KEBIJAKAN KHUSUS : 1. ORGANISASI PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI a) Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung, dan petugas terhadap penularan infeksi di Puskesmas, maka Puskesmas Talisayan melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). b) Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Kepala Puskesmas membentuk Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI). c) Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011. d) Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional disemua unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan. e) Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar, maka UPT Puskesmas Talisayan memiliki 1 IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) purna waktu yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian infeksi yang meliputi gugus tugas perawatan, IPSRS, Farmasi, Gizi, Administrasi, IGD, Laboratorium. f)



Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse) dan IPCO (Infection Prevention and Control Officer ).



2. KEWASPADAAN STANDAR Meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, disinfeksi dan sterilisasi, tatalaksana linen, penatalaksanaan limbah dan benda tajam, pengendalian lingkungan, praktik menyuntik yang aman, kebersihan pernafasan/ etika batuk, perawatan peralatan pasien, penatalaksanaan linen, program



kesehatan karyawan, penempatan pasien. Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua area Puskesmas dengan mengukur risiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktivitas pelayanan sesuai Panduan PPI Puskesmas Talisayan 3. KEBERSIHAN TANGAN a) Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di seluruh lingkungan UPT Puskesmas Talisayan. b) Indikasi kebersihan tangan secara umum :  Segera : setelah tiba di tempat kerja  Sebelum : 1) Kontak langsung dengan pasien 2) Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif 3) Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan 4) Mempersiapkan makanan 5) Memberi makan pasien 6) Meninggalkan rumah sakit  Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan terkontaminasi untuk menghindari kontaminasi silang  Setelah : 1) Kontak dengan pasien 2) Melepas sarung tangan 3) Melepas alat pelindung diri 4) Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak, muntahan, urine, keringat dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, pispot, urinal



baik



menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan. 5) Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan (batuk/ bersin). 6) Menyentuh lingkungan di sekitar pasien c) Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 Momen Kebersihan Tangan (WHO):  Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien  Momen 2 : sebelum tindakan asepsis



 Momen 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien  Momen 4 : setelah kontak dengan pasien  Momen 5: setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien d) 6 langkah kebersihan tangan. 1) Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar 2) Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian 3) Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih 4) Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci 5) Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian 6) Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan e) Prinsip dari 6 langkah cuci tangan :  Dilakukan dengan menggosokan tangan menggunakan cairan antiseptic atau dengan air mengalir dan sabun antiseptic (handwash)  Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60 detik  Lima kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash f) Kebersihan tangan efektif :  Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien (klinisi), semua perhiasan yang ada (misalnya: jam tangan, cincin, gelang) harus dilepaskan selama bertugas dan pada saat melakukan kebersihan tangan  Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan kuku palsu dan cat kuku  Jika terdapat luka pada tangan, harap ditutup dengan plester kedap air  Tutuplah kran dengan siku tangan atau putar kran menggunakan handuk sekali pakai  Membersihkan tangan dengan sabun cair dan air mengalir apabila tangan terlihat kotor  Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub) bila tangan tidak terlihat kotor diantara tindakan  Keringkan tangan menggunakan handuk sekali pakai  Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan / mengenakan sarung tangan  Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang



g) Sediakan di setiap ruangan / bagian :  Area klinis (area perawatan / pelayanan langsung terhadap pasien) : 1. Wastafel dengan air yang mengalir. 2. Larutan chlorhexidine 2 % (indikasi kebersihan tangan momen 2 dan 3 : poli rawat jalan, unit penunjang medik (laboratorium klinik) 3. Larutan chlorhexidine 4 % : UGD (area tindakan), kebidanan 4.



Sabun biasa (handsoap) : kamar pasien, pos perawat (indikasi kebersihan tangan momen 1,4,5), toilet.



5. Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : setiap tempat tidur pasien di area kritis (contoh : UGD)  Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) : 1. Wastafel dengan air yang mengalir. 2. Sabun biasa (handsoap) : toilet, perkantoran, kantin, aula. 3. Larutan chlorhexidine 2% (indikasi kebersihan tangan momen 3): sanitasi, kamar cuci, CSSD. 4. Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : pintu keluar-masuk petugas / pengunjung, ruang tunggu rawat jalan, farmasi, area dimana fasilitas kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir tidak tersedia / jauh letaknya. h) Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara :  Mengukur / mengobservasi kepatuhan kebersihan tangan : Petugas klinis setiap 2 minggu sekali (IGD dan rawat jalan).  Dengan memperhatikan 4,5,6 kebersihan tangan sebelum kontak dengan pasien (Momen 1 menurut WHO). 1. Petugas non-klinis setiap sebulan sekali (kamar cuci, farmasi, sanitasi) : sesuai indikasi kebersihan tangan secara umum. 2. Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis maupun non klinis dengan sasaran 30 % dari jumlah masing-masing profesi. i)



Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien, keluarga, dan pengunjung..



j) Setiap petugas di Puskesmas Talisayan wajib mengikuti pelatihan kebersihan tangan yang diadakan oleh Puskesmas secara berkesinambungan mengenai prosedur kebersihan tangan melalui orientasi dan pendidikan berkelanjutan.



Dilakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan petugas (dokter perawat, bidan, gizi) setiap 2 minggu sekali pada hari selasa pada setiap minggu ke 2. Setiap minggu ke 2 hari selasa seluruh karyawan bebas assesoris tangan. 4. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI Merupakan tambahan kewaspadaan standar diterapkan pada pasien rawat inap yang suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya,berdasarkan cara transmisi kontak, droplet, atau airborne. Tatalaksana administratif meliputi percepatan akses diagnosis, pemisahan penempatan pasien, mempersingkat waktu pelayanan di rumah sakit, penyediaan paket perlindungan petugas ; tatalaksana lingkungan meliputi penataan alur pasien, penataan sistem ventilasi (natural maupun mekanikal) tatalaksana penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri. a) Pasien dengan imuno supressed hanya dilakukan stabilisasi keadaan untuk selanjutnya dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap. b) Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airbone atau kombinasinya. c) Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal mungkin dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi. d) Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan umum dengan menggunakan bahan desinfektan. e) Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan setelah pasien yang tidak menular. f) Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi penggunaan APD, kebersihan tangan, etika batuk. g) Adanya pengaturan alur penyakit menular. 5. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKOLOSIS (PPITB) Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan infeksi airborne, dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko transmisi penyakit TB, MDR dan XDR-TB (Multiple Extend Drug Resistance TB).



a) Semua pasien yang berobat ke IGD dengan keluhan batuk akan diberikan edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi dan di haruskan memakai masker bedah, jika keluhan pasien mengarah ke TB ( batuk ≥2 minggu atau batuk darah). b) Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk akan diberikan edukasi oleh petugas mengenai etika batuk serta hygiene respirasi dan diharuskan memakai masker bedah. c) Petugas puskesmas memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis segera (maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga mengurangi waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan. d) Rumah



sakit menggunakan



sistem ventilasi



alamiah



dan



campuran



(menggunakan ekshaust) di ruang perawatan infeksi (Poli DOTS dan IGD) untuk mengurangi penyebaran dan menurunkan kadar penularan percik renik sehingga tidak menularkan orang lain. e) Petugas medis menggunakan masker N-95 dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien MDR TB. f) Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan dengan konsep AII (Airbone Infection Isolation) atau box khusus dengan pengaturan sistem ventilasi (Well Ventilated Sputum Induction Booth). g) Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung sputum dengan air mengalir dan sabun atau dengan larutan handrubs. h) Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara (airborne) dan transmisi melalui kontak. i) Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan pemeriksaan kesehatan rutin secara berkala bekerjasama dengan Sub Sumber Daya Manusia dan K3 Puskesmas. j) Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar. k) Puskesmas menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang adekuat bagi petugas kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat pelayanan. 6. PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA



a) Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan indikasi (profilaksis atau terapi). b) Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :  Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;  Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik  Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek sampingi minimal;  Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;  Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya. c) Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek yang ditimbulkan. 7. STERILISASI ALAT/INSTRUMEN KESEHATAN PASKA PAKAI Di puskesmas dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia, melalui tahapan pencucian (termasuk perendaman dan pembilasan), pengeringan, pengemasan, labeling,indikatorisasi, sterilisasi, penyimpanan diikuti dengan pemantauan dan evaluasi proses serta kualitas/ mutu hasil sterilisasi sesuai unit masing-masing pelayanan. a) Pemrosesan alat/ instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat. Sterilisasidilakukan untuk alat kritikal, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dilakukan untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk alat non kritikal. b) Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria memiliki spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas rendah, waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahan, dan efisien. Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan antiseptik di puskesmas sesuai rekomendasi Tim PPI Puskesmas Talisayan melalui bidang Kesehatan Lingkungan. c) Penanggung Jawab Sterilisasi bertanggung jawab menyusun panduan dan prosedur tetap, mengkoordinasikan serta melakukan monitoring dan evaluasi proses serta kualitas/ mutu hasil sterilisasi dengan persetujuan Tim PPI puskesmas. d) Unit sterilisasi memonitor pelaksanaan proses dekontaminasi di setiap unit menggunakan form.



8. PEMAKAIAN ULANG PERALATAN & MATERIAL SEKALI PAKAI (single use yang di reuse). Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufactur- nya. Alat Medis Sekali Pakai dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) sesuai kebijakan puskesmas. a) AMSP dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil sterilisasi masih efektif dan efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman digunakan bagi pasien. b) AMSP sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal harganya. c) Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui proses pencatatan dan pengawasan mutu di bagian CSSD d) AMSP yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat secara visual dan fungsi dari alat / bahan. e) Daftar AMSP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh puskesmas. f) Adanya form daftar peralatan alat single use yang di re-use. g) Adanya form daftar monitoring alat single use yang di re-use.



9. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang pengganggu, penyehatan ruang dan bangunan, pemantauan higiene sanitasi makanan, pemantauan penyehatan linen, disinfeksi permukaan/ udara/ lantai, pengelolaan limbah cair/ limbah B3/ limbah padat medis/non medis dikelola oleh bidang Kesehatan Lingkungan dan Sub Bagian Rumah Tangga, berkoordinasi dengan Tim PPI, sehingga aman bagi lingkungan. 1) Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut : a. Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas. b. Wadah /container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning untuklimbah infeksius & B3, merah untuk limbah radioaktif,hitam untuk limbah non medis / domestika. c. Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam d. Kantong plastik tempat limbah tidak diisi terlalu penuh (cukup 3/4)



e. Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat yang terlindungi binatang atau serangga. 2) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan tusukan ( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak. 3) Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam “ Safety box “ 4) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup.Pengangkutan dilakukan 2 kali. 5) Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat pengelolaan



sampah



medis.



Petugas



yang



menangani



limbah



harus



mengunakan APD seperti sarung tangan khusus, masker, sepatu boot, apron, pelindung mata, dan bila perlu helm. 6) Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan desinfektan, cara penyiapan, dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan telaah panitia PPI untuk mencapai efektivitas yang tinggi. 10. PENGELOLAAN LINEN a) Jenis linen di Rumah Sakit Citama dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen kotor infeksius, linen kotor non infeksius. b) Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan wadah linen yang berbeda,linen kotor dengan wadah linen berwarna birudan linen kotor infeksius dengan wadah linen merah . c) Wadah linen yang digunakan untuk pengangkutan linen bersih dan kotor di lakukan pencucian setiap habis pakai. d) Pengangkatan linen kotor dilakukan pada jam 14.00 WITA e) Pengangkatan linen bersih dilakukan pada jam 14.30 WITA f) Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan desinfeksi wadah linen, pengepelan/ disinfeksi lantai, implementasi praktik kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai potensi resiko selama bekerja. 11. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI PUSKESMAS



Direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan untuk menjamin setiap petugas yang berada dan bekerja di puskesmas (termasuk peserta didik dankaryawan kontrak) memahami dan mampu melaksanakan program PPI puskesmas, khususnya kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi. a) Seluruh SDM baru di puskesmas wajib mengikuti program orientasi, termasuk materi PPI Puskesmas. b) Setiap ada mahasiswa yang akan praktek harus diberikan materi orientasi PPI Puskesmas. c) Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh bagian SDM bersama Tim PPI Puskesmas sesuai ketentuan yang berlaku sebagai dasar perencanaan program selanjutnya. d) Seluruh staff dididik tentang pengelolaan infeksius. 12. PENDIDIKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DIBERIKAN UNTUK SETIAP PASIEN. Materi yang disampaikan meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban membuang sampah. 13. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI &RENOVASI DI PUSKESMAS a) Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis terhadap kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi. b) Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di puskesmas harus mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung,



dan petugas



berdasarkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi. c) Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection Control Risk Assesment (ICRA). d) Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Puskesmas (TPPI Puskesmas) melakukan pengkajian risiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi dengan bagian pemeliharaan dan K3 Puskesmas. 14. PENGGUNAAN CAIRAN DESINFEKTAN



a) Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi: 1. Peralatan Kritis/risiko tinggi: adalah peralatan medis yang masuk ke dalam jaringan tubuh steril atau sirkulasi darah. 2. Peralatan semi kritis/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak dengan membrana mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses sterilisasi disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan disinfeksi tingkat tinggi. 3. Peralatan Nonkritis/resiko rendah: adalah peralatan yang kontak dengan permukaan kulit utuh contoh: tensimeter, stetoskop, linen, lantai, perabot, tempat tidur. Untuk jenis peralatan ini dapat digunakan disinfeksi tingkat sedang sampai tingkat rendah. b) Disinfeksi lingkungan puskesmas 1. Permukaan lingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja didisenfeksi dengan detergen netral. 2. Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan desinfektan tingkat menengah. c) Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis 1. Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc menggunakan : creolin 2. Untuk area yang sering disentuh (High touch area) menggunakan disinfektan:cetirycycide



(permukaan



logam),



cetirycycide



(permukaan



bukan logam). 3. Untuk area yang jarang disentuh (Non High touch area) menggunakan sabun pH netral 4. Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/ cairan tubuh: menggunakan disinfektan Chlorine 0.5% 15. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN a) Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi. b) Vial/ ampul/ botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara yang dapat menjaga syarat aseptik. c) Sebelum tindakan penyuntikan, petugas melakukan cuci tangan dengan benar. d) Lokasi penyuntikan dibersihkan dengan kapas kering dan bersih (dicuci dengan sabun dan air bila perlu).



e) Lakukan proses penyuntikan secara legal f) Membuang jarum dan alat suntuk ke dalam wadah tahan tusuk, tanpa melepas, menutup atau mematahkan jarum. g) Cuci tangan kembali setelah tindakan. 16. PENCEGAHAN



DAN



PENGENDALIAN



INFEKSI



UNTUK



PASIEN,



KELUARGA DAN PENGUNJUNG. a) Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di puskesmas adalah kepedulian terhadap pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit. b) Pasien ,keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPI. c) Pencegahan dan pengendalian infeksi puskemas dikoordinasi oleh Tim PPI. d) Masing-masing dari tenaga kesehatan (Dokter, perawat, bidan, Gizi, Farmasi,dll) maupun non kesehatan (TU, petugas kebersihan, dll) pasien, keluarga, dan pengunjung turut ambil bagian dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. e) Pasien, keluarga, dan pengunjung yang berobat di Puskesmas Talisayan harus mentaati peraturan yang ada di Puskesmas sesuai dengan peraturan tata tertib pasien. f) Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan (Dokter, Perawat, Bidan, Farmasi, Gizi dll ) bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien dan lingkungan pasien. g) Pencegahan dan pengendalian infeksi di puskesmas adalah tanggung jawab pasien, keluarga dan pengunjung. h) Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di puskesmas. Setiap ruangan/ unit harus menyediakan fasilitas wastafel, tempat sampah non infeksius (kantong hitam), sabun biasa (handsoap), masker bagi pasien, keluarga dan pengunjung. 17. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, Puskesmas Talisayan perlu mempunyai sistem pengendalian dan penanganan KLB. Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans infeksi di puskesmas. Selain untuk deteksi dini, surveilans secara aktif juga bertujuan untuk mencegah supaya KLB tidak terulang lagi.



Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. Data yang didapat dari surveilans diolah oleh Tim PPI, disertai analisis, rekomendasi dan tindak lanjut dan digunakan sebagai bahan laporan kepada Kepala Puskesmas. Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Kepala Puskesmas berdasarkan



pertimbangan



Tim



PPI



pada



hasil



evaluasi



epidemiologik



kecenderungan peningkatan angka infeksi di puskesmas secara signifikan selama 3 bulan berturut-turut. Peningkatan signifikan angka kejadian Infeksi pada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB. Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu oleh seluruh unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Tim PPIRS. Selama terjadi KLB, Petugas Ruangan/ Bagian terkait, Kepala Bagian, dan IPCLN, harus berkoordinasi secara intensif dengan Tim dan Tim PPI untuk menangani KLB tersebut. Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Tim PPI bersama IPCN/ IPCO melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya KLB, meliputi: 1. Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans Infeksi Puskesmas 2. Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans Infeksi Puskesmas. 3. Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter yang bertanggung jawab menangani pasien, untuk melakukan verifikasi diagnosis infeksi puskesmas, penegakan diagnosis, dan mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain itu juga dilakukan investigasi terhadap kemungkinan sumber penularan, cara penularan dan kemungkinan penyebarannya, serta aspek lain yang diperlukan untuk penanggulangan atau memutuskan rantai penularan. 4. Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk melakukan: a. Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri. b. Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber infeksi untuk dibiakkan dan antibiogram. c. Pemasangan



label



di



tempat



penampungan



bahan



pemeriksaan



laboratorium pasien penyakit menular. Label bertuliskan ”Awas Bahan Menular” 5. Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk memberikan klarifikasi-klarifikasi perihal yang terkait dengan KLB, misalnya pelaksanaan Prosedur Tetap secara benar.



Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Tim PPI menetapkan status siaga bencana KLB dan melaporkan kepada Kepala Puskesmas. Untuk menanggulangi KLB Tim PPI berkoordinasi dengan Unit Pelayanan Medik, Panitia K3, Laboratorium, Farmasi, Sanitasi, CSSD, Gizi, Kamar Cuci dan Bagian terkait lainnya sesuai kebutuhan. Apabila diperlukan, pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan infeksi yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan. Agar KLB IRS tidak meluas, Tim PPI bersama IPCLN dan perawat ruangan melakukan langkah-langkah pencegahan dan pembatasan dengan cara: 1. Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci tangan yang benar dan tepat. 2. Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan APD lain sesuai indikasi. 3. Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar. 4. Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan pasien yang sama-sama terinfeksi/ kohorting dan menentukan staf yang akan memberikan penanganan (dipisahkan dengan staf lainnya) 5. Apabila diperlukan, mengusulkan kepada Kepala Puskesmas untuk mengisolasi ruangan atau mengisolasi pasien bersangkutan yang dianggap tercemar oleh infeksi. 6. Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar. 7. Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi. Tim PPI melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang telah diambil terhadap data atau informasi KLB. Tim PPI terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB berhasil diatasi. Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat. Tim PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang tidak ditemukan kasus baru. 18. PENANGANAN PASIEN IMMUNOSUPPRESED



a. Penanganan pasien immunocopromised hanya melakukan kestabilisasi keadaan umum, bila sudah stabil rumah sakit merujuk ke fasilitas kesehatan yang lain. b. Puskesmas Talisayan tidak melakukan perawatan pasien imuncompromised. Apabila



terdapat pasien



imunocompromised, maka



dirujuk kefasilitas



kesehatan yang lainnya. 19. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI POLI KLINIK GIGI a. Jalur utama penyebaran mikroorganisme pada praktek dokter gigi adalah melalui:  Kontak langsung dengan luka infeksi atau saliva dan darah yang terinfeksi  Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi  Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaring langsung pada kulit yang terluka maupun utuh atau mukosa  Aerosol atau penyebaran mikroorganisme melalui udara. b. Semua pasien yang datang harus dianggap carrier dari mikroorganisme patogen. 1. Evaluasi pasien : mengetahui riwayat kesehatan yang lengkap 2. Perlindungan diri :  Hindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu merawat pasien, hindari kontak dengan mata, hidung, mulut dan rambut serta hindari memegang luka atau abrasi.  Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester kedap air.  Melakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah merawat pasien dengan chlorhexidine 2 %.  Dokter gigi memakai baju praktek yang bersih dan berlengan pendek.  Dokter gigi dan perawat gigi harus menggunakan : i. Sarung tangan : sarung tangan lateks bersih digunakan pada saat memeriksa pasien tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan, sarung tangan steril digunakan pada saat melakukan tindakan bedah, sarung tangan rumah tangga digunakan pada saat membersihkan alat/ permukaan kerja atau bila menggunakan bahan kimia. ii. Kacamata pelindung : melindungi mata dari splatter dan debris yang diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan karang gigi.



iii. Masker : mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan atas maupun bawah. c. Sterilisasi instrumen : 1. Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari debris organik, darah dan saliva 2. Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk sterilisasi 3. Proses sterilisasi dilakukan di CSSD 4. Instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai, pembungkus instrument hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan, apabila dalam waktu 1 bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang. d. Menutupi pegangan lampu, tombol-tombol pada unit gigi, baki instrumen, ujung alat three way syringe, saliva ejector, ujung alat tambalan sinar, sandaran kepala dengan plastik, alumunium foil sekali pakai untuk tiap pasien. e. Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, penutup permukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh ke dalam tempat sampah infeksius sedangkan benda tajam seperti jarum atau pisau scalpel dimasukkan kedalam tempat sampah benda tajam. f. Berkumur antiseptic sebelum tindakan kedokteran gigi, efektif mereduksi jumlah oral mikroorganisme rongga mulut 20. PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) Alat pelindung diri adalah alat yang berfungsi sebagai : a. alat pelindung mata (goggles plastic bening pelindung barrier untuk melindungi dari mikroorganisme yang ada dan petugas kesehatan. b. Jenis-jenis alat pelindung diri yaitu: sarung tangan, masker, kacamata pengaman, pelindung wajah, dan visor), topi, gaun pelindung, apron, pelindung kaki (sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup). c. Petugas yang wajib memakai APD adalah petugas medis (dokter, perawat,bidan) penunjang medis (laboratorium gizi, radiologi), petugas kebersihan. Pemakaian alat pelindung diri hendaknya sesuai dengan indikasi pemakaian. d. Pemakaian APD dilakukan sebelum kontak dengan pasien, limbah medis dan lingkungan pasien



e. Untuk penyakit yang menular lewat udara baik pasien maupun pengunjung wajib memakai masker. f. Untuk APD yang disposable setelah dipakai dibuang ditempat sampah infeksius yang telah disediakan sedangkan untuk APD yang akan dipakai kembali, setelah dilepaskan didekontaminasi terlebih dulu sebelum diproses lebih lanjut. 21. DEKONTAMINASI Dekontaminasi adalah suatu proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan dan mengurangi tapi tidak



menghilangkan



jumlah



mikroorganisme



yang



terkontaminasi.



Dekontaminasi dilakukan pada semua alat medis bekas pakai yang akan dipakai kembali (re use), permukaan kerja, lantai yang mungkin tercemar darah atau cairan tubuh lainnya, linen bekas pakai yang terkontaminasi cairan tubuh pasien. Dekontaminasi dapat memakai alcohol 60-90 % atau larutan Klorin 0,5% atau larutan klorin 1% sesuai dengan jenis alat yang akan didekontaminasi. Alat-alat harus dibersihkan lebih dulu sebelum didesinfeksi untuk mengurangi bioburden dan dikeringkan agar cairan desinfektan dapat kontak langsung dengan seluruh permukaan alat. Antiseptik adalah untuk mengurangi atau menghancurkan mikroorganisme yang tidak dikehendaki yang terdapat di kulit dan permukaan mukosa tapi tidak mempengaruhi flora normalnya, contoh : alcohol, hexachlorophyl, hlorrhexidin, iodine atau iodophor, hydrogen peroxide. Antiseptik digunakan untuk cuci tangan, penyiapan kulit pra tindakan, pembersihan luka, dll. 22. STERILISASI  Barang-barang yang harus disterilkan yaitu : instrument alat kedokteran, sarung tangan, kasa/pembalut dan linen.  Sterilisasi dapat dilaksanakan di Instalasi / Unit Masing-masing dengan pembinaan.  Tahapan proses sterilisasi adalah dekontaminasi, pengemasan, sterilisasi, penyimpanan, dan pemantauan kualitas.



23. PENANGANAN



PERALATAN



PERAWATAN



PASIEN



DAN



PENATALAKSANAAN LINEN. a. Menangani peralatan yang tercemar dengan dilakukan dekontaminasi untuk mencegah kontak langsung dengan kulit atau membrane mukosa atau selaput lendir. b. Mencegah terjadinya kontaminasi pada pakaian atau lingkungan. c. Mencuci dan desinfeksi peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali. d. Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan ke dalam kantong/wadah yang tidak rusak saat diangkut. e. Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan. 24. KEBERSIHAN LINGKUNGAN Membersihkan dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang perawatan pasien secara rutin setiap hari dan bilamana perlu. 25. HYGIENE RESPIRASI ATAU ETIKA BATUK Setiap orang yang memiliki tanda atau gejala infeksi pernafasan (batuk, bersin) harus menutup hidung atau mulut ketika batuk bersin, menggunakan tisu untuk menahan sekresi pernafasan dan membuang ditempat yang tersedia. Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernafasan. Puskesmas menjalani teredia. menjamin tersedianya: 



Tempat sampah tertutup di semua area







Tempat cuci tangan dengan air mengalir di ruang tunggu.







Pengumuman atau informasi tertulis untuk memakai masker bagi setiap pengunjung yang batuk.



26. KESEHATAN KARYAWAN KEBIJAKAN UMUM a) Pemeriksaan kesehatan karyawan/ personel sangat penting dilakukan, agar karyawan dapat melakukan pekerjaan dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai karyawan yang lain, sehingga dapat bekerja dengan maksimal.



b) Bentuk pemeriksaan kesehatan karyawan/ personel, pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan kesehatan khusus. c) Pemeriksaan kesehatan berdasarkan pedoman dan petunjuk pelaksanaan dari SPO yang telah direkomendasikan. d) Dalam pemeriksaan kesehatan karyawan/ personel berkoordinasi dengan poliklinik yang sesuai dengan keluhan/diagnosa karyawan/personel. KEBIJAKAN KHUSUS a) Melakukan pemeriksaan kesehatan bagi karyawan/ personel sebelum bekerja di Puskesmas diantara lain :  Pemeriksaan fisik lengkap.  Kesegaran Jasmani.  Rontgen paru-paru.  Laboratorium rutin.  Riwayat imunisasi BCG dan ada ada riwayat pengobatan DOT TB b) Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi karyawan Puskesmas antara lain  Pemeriksaan



fisik,



kesegaran



jasmani,



rontgen



paru-paru



(bila



diperlukan), laboratorium rutin, serta pemeriksaan-pemeriksaan yang dianggap perlu, termasuk pemberian imunisasi kepada karyawan yang bekerja di area/ tempat yang berisiko dan berbahaya.  Pemeriksaan kesehatan berkala bagi karyawan Puskesmas sekurangkurangnya 1 (satu) tahun. c) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus kepada  Karyawan puskesmas yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan yang lebih dari 2 (dua) minggu.  Karyawan puskesmas yang berusia 40 (empat puluh) tahun atau karyawan yang cacat serta karyawan/ personel yang berusia muda melakukan pekerjaan tertentu.  Karyawan puskesmas yang terdapat dugaan tertentu mengenai gangguan kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan.



d) Pemeriksaan kesehatan dilakukan apabila terdapat catatan atau hasil pengamatan dari organisasi pelaksana kesehatan dan Tim Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Rumah e) Khusus untuk karyawan paru dan petugas analis yang terpapar TB harus rutin cek up 1 tahun sekali dan laporan diberikan ke PPI 27. KEBIJAKAN TERHADAP PERALATAN KADALUARSA Pengunaan produk medis yang kadaluarsa memiliki risiko dan dapat mebahayakan.



Produk



medis



yang



kadaluarsa



dapat



berkurangnya



efektifitasnya atau berisiko karena adanya perubahan komposisi kimiawi atau penurunan potensi. a. Semua unit di Puskesmas Talisayan harus mengikuti pedoman standar dalam



mengindentifikasi



dan



memeriksa



tanggal



kadaluarsa



dari



persediaan CSSD, obat – obatan, medical consumables di semua gudang di unit dan Farmasi b. Tanggal kadaluarsa dari produk dapat ditulis seperti berikut : dd/mm/vv atau mm/vv. Jika tanggal kadaluarsa ditulis dd/mm/vv, maka produk tersebut akan dianggap kadaluarsa pada tanggal tersebut. Tetapi jika ditulis : mm/vv, maka produk tersebut kadaluarsa pada hari terakhir di bulan tersebut c. Tanggal kadaluarsa dapat dicetak dilabel atau di stempel di atas botol atau karton : hal ini penting untuk diketahui dan mematuhi tanggal kadaluarsa tersebut. d. Semua persediaan CSSD, obat – obatan dan material medis yang diberikn kepada pasien harus digunakan sebelum tanggal kadaluarsa. e. Pada penerimaan batch baru pada persediaan CSSD, obat – obatan, medical consumable atau bahan kimia. Staf yang terkait harus memeriksa tanggal kadaluarasa pada bagian luar kemasan dari produk tersebut. f. Semua staf yang berhubungan dengan persediaan CSSD, obat – obatan atau produk medis harus memeriksa tanggal kadaluarsa dari produk tersebut sebelum mengeluarkan atau menggunakan produk tersebut. g. Tanggal kadaluarsa dari produk harus jelas dan mudah dilihat, jika tidak staf harus menolak untuk menerima atau menyimpan produk tersebut. h. Staf harus memeriksa tanggal kadaluarsa dari persediaan CSSD, obat – obatan dan medical consumables, satu bulan sekali.



28. KEBIJAKAN SAMPAH INFEKSIUS DAN CAIRAN TUBUH Limbah dari rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya dapat berupa yang telah terkontaminasi (secara potensial sangat berbahaya) atau tidak terkontaminasi. Sekitar 85 % limbah umum yang dihasilkan dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya tidak terkontaminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang menangani, namun demikian penanganan limbah ini harus dikelola dengan baik dan benar. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh pasien, ekskresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang lain. 1. Penyimpanan 



Simpan limbah di tempat penampungan sementara khusus







Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat







Beri label pada kantong plastik limbah







Setiap hari limbah diangkat dari tempat penampungan sementara







Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus







Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup







Tidak boleh ada yang tercecer







Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah







Tempat penampungan sementara harus di area terbuka, terjangkau (oleh kendaraan),aman dan selalu dijaga kebersihannya dan kondisi kering.



2. Pengangkutan  Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus  Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup  Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah. 3. Treatment a. Limbah infeksius di masukkan dalam incinerator b. Limbah non infeksius dibawa ke tempat pembuangan limbah umum c. Limbah benda tajam dimasukkan dalam incinerator d. Limbah cair dalam wastafel di ruang spoelhok e. Limbah feces, urine kedalam WC



29. KEBIJAKAN PROSEDUR PENGELOLAAN LIMBAH KHUSUSNYA BENDA TAJAM DAN JARUM Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi a) Penanganan Limbah Benda Tajam 1. Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam 2. Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat 3. Segera buang limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia tahan tusuk dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi 4. Selalu buang sendiri oleh si pemakai 5. Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai 6. Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan. b) Bagaimana membuang benda-benda tajam 1. Benda-benda tajam sekali pakai (jarum suntik, jarum jahit, silet, pisau skalpel) memerlukan penanganan khusus karena benda-benda ini dapat melukai petugas kesehatan dan juga masyarakat sekitarnya jika limbah ini dibuang di tempat pembuangan limbah umum. 2. Enkapsulasi: dianjurkan sebagai cara termudah membuang bendabenda tajam. Benda tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan antibocor. Sesudah 3/4 penuh, bahan seperti semen, pasir, atau bubuk plastik dimasukkan dalam wadah sampai penuh. Sesudah bahan-bahan menjadi padat dan kering, wadah ditutup, disebarkan pada tanah rendah,ditimbun dan dapat dikuburkan. Bahan-bahan sisa kimia dapat dimasukkan bersama dengan benda-benda tajam (WHO, 1999). 3. Insenerasi: adalah proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi isi dan berat limbah. Proses ini biasanya dipilih untuk menangani limbah yang tidak dapat didaur ulang, dipakai lagi atau dibuang ke tempat pembuangan limbah atau tempat kebersihan perataan tanah. 4. Pembakaran



terbuka



tidak



dianjurkan



karena



berbahaya,



batas



pandangan tidak jelas dan angin dapat menyebarkan limbah ke sekitarnya kemana-mana. Jika pembakaran terbuka harus dikerjakan,



lakukanlah pada tempat tertentu dan terbatas, pindahkan limbah ke tempat tersebut hanya segera sebelum dibakar dan biarkan terbakar sehingga surut. Pada fasilitas kesehatan dengan sumber daya terbatas dan insinerator bersuhu tinggi tidak tersedia, maka limbah dapat diinsenerasi dalam insinerator tong. Insinerator tong merupakan jenis incinerator kamar tunggal. Dapat dibuat dengan murah, dan lebih baik daripada pembakaran terbuka. 5. Mengubur limbah: Di fasilitas kesehatan dengan sumber terbatas,



penguburan limbah secara aman pada atau dekat fasilitas mungkin merupakan satu-satunya alternatif untuk pembuangan limbah. Caranya : buat lobang sedalam 2,5 m, setiap tinggi limbah 75 cm ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi dengan limbah sampai 75 cm ditutupi kapur tembok, kemudian diisi lagi dengan limbah sampai 75 cm, kemudian dikubur.