SKENARIO 3.docx Imunodefisiensi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • dewi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Kelompok Tutorial MODUL 2 SISTEM IMUNOLOGI “INFEKSI BERULANG”



Disusun Oleh : KELOMPOK VIII ( DELAPAN )



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMMADIYAH MAKASSAR 2012/2013



SKENARIO 3 IMMUNODEFISIENSI Seorang akan laki-laki umur 14 bulan telah 8 kali menderita infeksi virus dan jamur dalam 14 bulan. Infeksi tersebut akhirnya sembuh meskipun sangat lambat dan infeksi jamur berespon baik terhadap antijamur. Pada pemeriksaan radiologi paru baru-baru ini untuk menyingkirkan pneumonia terdapat kelainan yaitu tidak tampak bayangan thymus.



Analisis Masalah     



Anak laki-laki usia 14 bulan 8 kali menderita infeksi virus dan jamur selama 14 bulan Sembuh tetapi sangat lambat Infeksi jamur berespon baik terhadap antijamur Tidak nampak bayangan thymus



Pertanyaan-pertanyaan Penting 1. Apa itu Imunodefisiensi dan klasifikasinya ? 2. Bagaimana anatomi dan fisisologi Thymus ? 3. Mengapa 4. JAWABAN PERTANYAAN



1. Imunodefisiensi dan klasifikasinya Immunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan, dimana sistem kekebalan tubuh tidak dapat berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya. Imunodefisiensi adalah kelainan yang disebabkan oleh kerusakan atau ketidaksempurnaan sistem imunitas. Imunodefisiensi dibagi menjadi dua bagian, yaitu imunodefisisensi yang diwariskan (primer) dan imunodefisiensi yang didapatkan (sekunder). Imunodefisiensi primer adalah Suatu keadaaan yang ditandai dengan kekurangan satu atau lebih komponen sistem imun yang sifatnya congenital. Sedangkan imunodefisiensi sekunder adalah Suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan respon/kemampuan dari sistem imun yang disebabkan faktor ekstrinsik atau pengaruh lingkungan (didapatkan setelah lahir). Seperti infeksi, malnutrisi, radiasi, dan pengobatan yang menyebabkan hilangnya fungsi dari berbagai macam komponen sistem imun.



Primer Defek kerusakan genetik yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi yang sering memanifestasi pada bayi dan anak. - Defisiensi imun primer sel B - Defisiensi imun primer sel T - Defisiensi campuran sel T dan sel B Sekunder Defisiensi imun yang didapat dari faktor luar Faktor penyebab imunodefisiensi 1)



Imunosefisiensi Primer : Genetik



2) Imun odefisiensi Sekunder : Malnutrisi, Kanker, Pengobatan dengan Imunosupresan, Infeksi, Penyakit Berat, Penyinaran, Kehilangan Ig dan Stress



2. Anatomi Organ Timus



Timus ini berasal dari kantong pharyngeal ketiga dan keempat dan terletak dimediastinum anterior. Timus ini terdiri dari sel-sel epitel dan stroma berasal dari kantongfaring dan prekursor limfoid berasal dari sel mesodermal. Ini adalah situs yang prekursor sumsum tulang yang berkomitmen untuk berdiferensiasi menjadi sel T bermigrasi untuk menyelesaikan perbedaan mereka. Seperti banyak organ, itu diatur dalam fungsional daerah, dalam hal ini korteks dan medula. Korteks dari timus berisi ~ 85% dari sel limfoiddan medula ~ 15%. Tampaknya nenek moyang primitif tulang sumsum masukkan timus di persimpangan corticomedullary dan bermigrasi pertama melalui korteks menuju pinggiran kelenjar dan kemudian menuju medula pada saat jatuh tempo. Thymocytes medullary memiliki fenotip yang tidak dapat mudah dibedakan dari darah perifer matang dan kelenjar getah bening sel T Timus adalah kelenjar kecil yang terletak di belakang sternum pada area mediastinum yangterbagi dalam dua lobus. Timus memiliki fungsi sebagai organ sistem imun, khususnya karenatimus memproduksi sel darah putih dan sel limfosit-T yang bekerja melawan antigen dan benda- benda asing yang memiliki potensi untuk menginfeksi tubuh (Charles Wood, M.D.,).



3. A.



Patomekanisme terjadinya virus dan jamur Mekanisme infeksi suatu sel pejamu oleh virus



Virus memasuki sel pejamu setelah menempel pada sel tersebut melalui berbagai cara - Translokasi, virus menembus membrane sel yang utuh - Insersi genom, virus yang menempel meninjeksikan material genetic direct ke dalam sitoplasma. - Fusi membrane, isi genom virus di masukkan ke dalam sitoplasma sel pejamu - Endositosis yang diatur oleh reseptor permukaan yang mengikat dan transport melalui klatrin, kadan dapat menimbulkan fusi ke dalam endosom intraseluler Mekanisme virus menghindari respon imun 1. Virus dapat mengubah antigen ( mutasi ). Antigen yang merupakan sasaran antibodi berjumlah sangat besar.Variasi antigen ini menjadikan virus dapat menjadi resisten terhadap respon imun yang ditimbulkan oleh infeksi terdahulu. 2. Beberapa virus menghambat presentasi antigen protein sistolikyang berhubungan dengan ,molekul MHC-1. Akibatnya sel terinfeksi virus tidak dapat dikenali dan dibunuh oleh CD8+/CTL



3. Beberapa virus memproduksi molekul yang dapat mencegah imunitas nonspesifik dan spesifik. Virus pox menyandi molekul yang dapat mengikat beberapa sitokinin seperti IFNgamma, TNF, IL-1, IL18 dan kemokin dan molekul-molekul tersebut dilepas oleh sel terinfeksi. Protein-protein yang mengikat sitokini-sitokinin yang dilepas berfungsi sebagai antagonis sitokinin 4.



Virus dapat menginfeksi, membunuh, atau mengaktifkan sel imunokompeten



5.



HIV dapat tetap hidup dengan menginfeksi dan mengeliminasi sel T CD4+.



B.



Mekanisme infeksi pada jamur



Resistensi alamiah terhadap banyak jamur patogen tergantung pada fagosit. Meskipun dapa terjadi pembunuhan intraseluler, jamur terbanyak diserang ekstraseluler oleh karena ukurannya yang besar. Neutrofil merupakan sel terefektif, terutama terhadap kandida dan aspergilus. Jamur juga merangsan produksi sitokin seperti IL-1 da TNF-α yang meningkatkan ekspresi molekul adhesi di endotel setempat yang meningkatkan infiltrasi neutrofil ke tempat infeksi. Neutrofil membunuh jamur yang oksigen dependen dan oksigen independen yang toksik. Makrofag alveolar berperan sebagai sel dalam pertahanan pertama terhadap spora jamur yang terhirup. Aspergilus biasanya mudah dihancurkan oleh makrofag alveolar, tetapi koksidioides imunitis dan histoplasma kapsulatum dapat ditemukan pada orang normal dan resiten terhadap makrofag dalam hal ini makrofag masih dapat menunjukkan perannya melalui aktivasi sel Th 1 untuk membentuk granuloma. Sel NK juga dapat melawan jamur melalui penglepasan granul yang mengandung sitolisin. Sel NK juga dapat membunuh secara langsung bila dirangsan oleh bahan asal jamur yang memacu makrofag memproduksi sitokin seperti TNF dan INF-γ yang mengaktifkan sel NK. ( Imunologi Dasar Edisi ke-10 FK UI )



4.



Respon imun terhadap infeksi



a.



Respon Imun Terhadap Virus



1)



Imunitas non spesifik humoral dan seluler



Prinsip mekanisme imunitas non spesifik terhadap virus adalah mencegah infeksi. Efektor yang berperan adalah IFN tipe I dan sel NK yang membunuh sel terinfeksi. Infeksi banyak virus disertai produk RNA yang merangsang sel terinfeksi untuk sekresi IFN tipe 1, mungkin melalui ikatan dengan TLR. IFN tipe 1 mencegah replikasi virus dalam sel terinfeksi dan sel sekitarnya



yang menginduksi lingkungan anti-viral. IFN α dan IFN β mencegah replikasi virus dalam sel yang terinfeksi. Sel NK membunuh sel yang terinfeksi oleh berbagai jenis virus dan merupakan efektor imunitas penting terhadap infeksi dini virus, sebelum respon imun spesifik bekerja. Sel NK mengenal sel terinfeksi yang tidak mengekspresikan MHC-1. Untuk membunuh virus, sel NK tidak memerlukan bantuan molekul MHC-1. 2)



Imunitas spesifik



a.



Imunitas spesifik humoral



Respons imun terhadap virus tergantung pada lokasi virus dalam penjamu. Antibodi memerlukan efektor dalam imunitas spesifik humoral terhadap infeksi virus. antibodi di produksi dan hanya efektif terhadap virus dalam fase ekstraseluler. Virus dapat ditemukan ekstraseluler pada awal infeksi sebelum virus masuk ke dalam sel atau bila dilepas oleh sel terinfeksi yang hancur (khusus untuk virus sitopatik). Antibodi dapat menetralkan virus, mencegah virus menempel pada sel dan masuk ke sel pejamu. Antibodi dapat berperan sebagai opsonin yang meningkatkan eliminasi partikel virus oleh fagosit. Aktivasi komplemen juga ikut berperan dalam meningkatkan fagositosis dan menghancurkan virus dengan envelop lipid secara langsung. IgA yang disekresi di mukosa berperan terhadap virus yang masuk tubuh melalui mukosa saluran napas dan cerna. Imunisasi oral terhadap virus polio bekerja untuk menginduksi imunitas mukosa tersebut. b.



Imunitas spesifik seluler



Virus yang berhasil masuk ke dalam sel, tidak lagi renytan terhadap efek anti bodi. Rtespon imun terhadap virus intraseluler terutama tergantung dfari CD8+/CTL yang membunuh sel terinfeksi. Fungsi fisiologis utama CTL ialah pemantauan terhadap infeksi virus. Kebanyakan CTL yang spesifik untuk virus pengenal antigen virus yang sudah dicerna dalam sitosol, biasanya disintesis endogen yan g behubungan dengan MHC-1 dalam setiap sel yang bernukleus untuk diferensiasi penuh, CD8 memerlukan sitokin yang diproduksi dalam CD4 Th dan konstimulator yang diekspresikan pada sel yang terinfeksi. Bila sel terinfeksi adalah sel jaringan dan bukan APC, sel terinfeksi dapat dimakan oleh APC profesional seperti sel Dendritik yang selanjutnya memproses antigen virus dan mempresentasikannya bersama molekul MHC-1 ke CD8 naive di KGB. Sel yang akhir akan berpoliferasi secara masif yang kebanyakan merupakan sel spesifik untuk beberapa peptida virus. Sel CD8 naive yang diaktifkan berdiferensiasi menjadi sel CTL efektor yang dapat membunuh setiap sel bernukleus yang terinfeksi. Efek antivirus utama CTL adalah membunuh sel terinfeksi.



c.



Respon Imun Terhadap Jamur



1)



Imunitas Nonspesifik



Sawar fisik kulit dan membran mukosa, faktor kimiawi dalam serum dan sekresi kulit berperan dalam imunitas nonspesifik. Efektor utama imunitas nonspesifik terhadap jamur adalah neutrofil dan makrofag. Pederita dengan neutropenia sangat rentan terhadap jamur oportunistik. Neutrofil diduga melepas bahan fungsidal seperti ROI dan enzim lisosom serta memakan jamur untuk dibunuh intraseluler, Galur virulen seperti kriptokok neuformans menghambat produksi sitokin TNF dan IL-12 oleh makrofag dan merangsang produksi IL-10 yang menghambat aktivasi makrofag. 2)



Imunitas Spesifik



Imunitas nonspesifik kadang kurang efektif, tidak mampu membatasi pertumbuhan jamur patogen. Tidak banyak bukti bahwa antibodi berperan dalam resolusi dan kontrol infeksi. CMI-1 merupakan efektor imunitas spesifik utama terhadap infeksi jamur. Histoplasma kapsulatum, parasit intraseluler fakultatif hidup dalam makrofag dan di eliminasi oleh efektor seluler sama yang efektif terhadap bakteri intraseluler CD4 dan CD8 bekerjasama untuk menyingkirkan bentuk K. Neofermans yang cenderung mengkolonisasi paru dan otak pada penjamu imunokompromais. Infeksi kandida sering berawal pada permukaan mukosa dan CMI diduga dapat mencegah penyebaran ke jaringan. Pada semua keadaan tersebut, respon Th 1 adalah protektif sedangkan respon Th 2 dapat merusak pejamu. Inflamsi granuloma dapat menimbulkan kerusakan pejamu seperti pada infeksi histoplasma. Kadang terjadio respon humoral ya ng dapat digunakan dalam diagnostik serologi, namun efek proteksinya belum diketahui. Mengapa infeksi terjadi berulang-ulang ? Penderita dengan defisiensi sel T kongenital sangat rentan terhadap infeksi virus, jamur, dan protozoa. Oleh karena sel T jug berpengaruh terhadap aktivasi dan proliferasi sel B, maka defisiensi sel T disertai pula dengan gangguan produksi Ig. Pada kasus ini, sel B yang teraktivasi adalah cell T independent sehingga sel B tidak akan berdiferensiasi menjadi B memory cell. Hal ini mengakibatkan ketika terjadinya paparan kedua oleh antigen yang sama maka sistem imun kembali melakukan respon imun primer dan membutuhkan fase lag yang panjang 5.



Kerja antijamur terhadap infeksi jamur



Mekanisme kerja obat antijamur Saat ini difahami bahwa obat antijamur memiliki 3 titik tangkap pada sel jamur. Target pertama pada sterolmembran plasma sel jamur, kedua mempengaruhi sintesis asam nukleat jamur, ketiga bekerja pada unsur utama dinding sel jamur yaitu kitin, β glukan, dan mannooprotein.



Kebanyakan obat antijamur sistemik bekerja secara langsung (seperti golongan polien) pada sterol membran plasma dan bekerja secara tidak langsung (seperti golonganazol).Sedangkan golongan ekinokandin secara unik bekerja pada unsur utama dinding selβ1,3 glukan. 1. Sterol membran plasma : ergosterol dan sintesis ergosterol Ergosterol adalah komponen penting yang menjaga integritas membran sel jamur dengan cara mengatur fluiditas dan keseimbangan dinding membran sel jamur. Kerjaobat antijamur secara langsung (golongan polien) adalah menghambat sintesisergosterol dimana obat ini mengikat secara langsung ergosterol danchannel iondimembran sel jamur, hal ini menyebabkan gangguan permeabilitas berupa kebocoranion kalium dan menyebabkan kematian sel. Sedangkan kerja antijamur secara tidak langsung (golongan azol) adalah mengganggu biosintesis ergosterol dengan caramengganggu demetilasi ergosterol pada jalur sitokrom P450 (demetilasi prekursor ergosterol). 2. Sintesis asam nukleat : Kerja obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat adalah dengan caramenterminasi secara dini rantai RNA dan menginterupsi sintesis DNA.Sebagai contohobat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat adalah 5 flusitosin (5 FC),dimana 5 FC masuk ke dalam inti sel jamur melalui sitosin permease.Di dalam sel jamur 5 FC diubah menjadi 5 fluoro uridin trifosfat yang menyebabkan terminasi dinirantai RNA. Trifosfat ini juga akan berubah menjadi 5 fuoro deoksiuridin monofosfatyang akan menghambat timidilat sintetase sehingga memutus sintesis DNA. 3. Unsur utama dinding sel jamur: glukans dinding sel jamur memiliki keunikan karena tersusun atas mannoproteins, kitin dan α dan β glukan yang menyelenggarakan berbagai fungsi, diantaranya menjagarigiditas dan bentuk sel, metabolisme, pertukaran ion pada membran sel. Sebagaiunsur penyangga adalah β glukan. Obat antijamur seperti golongan ekinokandinmenghambat pembentukan β1,3 glukan tetapi tidak secara kompetitif. Sehinggaapabila β glukan tidak terbentuk, integritas struktural dan morfologi sel jamur akan mengalami lisis. (Gupta AK, Copper EA.Update in antifungal therapy of dermatophytosis.Mycopathologia (2008) 166;353-367) (Verma S, Heffernan MD. Superficial Fungal Infection: Dermatophytosis,onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BS,Paller AS, Leffel DJ. eds. Fitzpatricks’s Dermatology in General Medicine.7thed. NewYork: Mc Graw-Hill.2008.p 18071821.) 6.



Mengapa Tidak tampak timus pada tes radiologi



Karena terjadi kegagalan perkembangan saccus faringeal 3 dan 4 pada minggu ke-8 kehamilan sehingga kelenjar timusnya mengalami Hipoplasia (pengerutan / mengecil) akibatnya pada pemeriksaan radiologi (X-ray) tidak nampak adanya kelenjar timus.



DEFERENTIAL DIAGNOSIS I.



SINDROMA DIGEORGE (HIPOPLASIATIMUS)



Disebabkan karena kekagalan perkembangansaccus faringeal 3 dan 4 pada minggu ke8kehamilan. Akibatnya terjadi hipoplasia danaplasia kelenjar timus dan paratiroid, sertamalformasi jantung dan pembuluh darah besar.Bentuk mulut, hidung dan muka juga abnormal. Imunitas seluler tidak ada (limfosit T tdkada pada darah tepi sedangkanparakorteks kelenjar getah bening, limpa, sel plasma dan kadar imunoglobulin cenderung normal). Penderita sangat rentan terhadap infeksi virus dan jamur disertai tetani akibat aplasia kelenjar paratiroid. Dengan transplantasi timus penderita dapat tertolong. Anomali DiGeorge terjad i akibat adanya kelainan pada perkembangan janin .Keadaan ini tidakditurunkan dan bias menyerang anak lakilakimaupun anak perempuan. Anak-anaktidakmemilikikelenjar thymus, yang merupakankelenjar yang pentinguntukperkembanganlimfositT yang normal. Tanpa limfosit T, penderita tidak dapat melawan infeksi dengan baik .Segera setelah lahir, akan terjadi infeksi berulang. Beratnya gangguan kekebalan sangat bervariasi. Kadang kelainannya bersifat parsial dan fungsi limfosit T akan membaik dengan sendirinya. Anak-anak memiliki kelainan jantung dangam baranwajah yang tidak biasa (telinganya lebih rendah, tulang rahangnya kecil dan menonjol serta jarak antara kedua matanya lebih lebar) Penderita juga tidak memiliki kelenjar paratiroid, sehingga kadar kalium darahnya rendah dan segera setelah lahir seringkali mengalami kejang. Jika keadaannya sanga t berat, dilakukan pencangkokan sumsum tulang.Bisa juga dilakukan pencangkokan kelenjar thymus dari janin atau bayi baru lahir (janin yang mengalami keguguran).Kadang kelainan jantungnya lebih berat dari pada kelainan kekebalan sehingga perlu dilakukan pembedahan jantung untuk mencegah gagal jantung yang berat dan kematian. Juga dilakukan tindakan untuk mengatasi rendahnya kadar kalsium dalam darah. Kel. multiorgan + kerusakankantongfaringeal III danIV.Kel. multiorgan + kerusakankantongfaringeal III dan IV. -



Ditandai :Hipoplasi / aplasia timus.



-



Hipoplasiparatiroid (hipokalsemi ->tetani).



-



Defekcong.jantung, PD besar, muka



-



Terapi :cangkoktimus



II. Candidiasis Mukokutan Kronik Kandidiasis adalah infeksi primer atau sekunder dari genus Candida, terutama Candida albicans (C.albicans). Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari akut, subakut dan kronis ke episodik. Kelainan dapat lokal di mulut, tenggorokan, kulit, kepala, vagina, jari-jari tangan, kuku, bronkhi, paru, atau saluran pencernaan makanan, atau menjadi sistemik misalnya septikemia, endokarditis dan meningitis. Proses patologis yang timbul juga bervariasi dari iritasi dan inflamasi sampai supurasi akut, kronis atau reaksi granulomatosis. Karena C.albicans merupakan spesies endogen, maka CARA PENULARAN KO pada bayi biasanya karena penularan waktu lahir dari ibunya yang menderita KVV. Dapat juga terkontaminasi dari bayi lain, ibu-ibu dan orang lain, tersering pada epidemi perawatan.1,5 Pada pasien dewasa, KO dan KVV terutama timbul karena adanya faktor-faktor predisposisi, namun Candida telah ada sebagai organisme komensal di traktus gastrointestinal dan vagina; dan tidak disebutkan adanya faktor penularan.1 Sedangkan BK/BPK diduga karena penularan dari KVV pasangannya. 1 Infeksi dapat berasal dari oral dan anal.2 Wanita dengan KVV terinfeksi dengan jenis endogen, transmisi seksual antara pasangan terutama pada penerima seks oral9. Infeksi tampaknya tidak ditularkan melalui hubungan seks pervaginam.9 Kasus terbanyak KVV, pemindahan infeksi jamur dari anus ke introitus, dapat juga pemindahannya diarea ini dari mulut atau tangan. Tersering KVVR disebabkan karena kambuh dengan strain sama dari pada infeksi dengan strain baru. Perantara yang tidak umum untuk terinfeksi



vagina termasuk urethra dan kuku tangan.9 EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFEKSI C.ALBICANS Digambarkan sebagai berikut10 : mukosa vagina mukosa oral 1. % kolonisasi Candida pada individu normal 5-20% (Mean 15%) 40-70% (Mean 50%) 2. Kandidiasis pada wanita normal/ sehat 50-75% Jarang 3. C.albicans sebagai penyebab 75-90% > 95% 4. Faktor predisposisi : 5. Infeksi rekurens pada wanita sehat (HIV negatif)5-10%(idiopathik)Jarang 6. Antifungal resistance Jarang Umum10 Penelitian pada tahun 2011 di Surabaya pada pasien AIDS (CD4 200-300) yang menderita KVV dengan antibiotika spektrum luas (Seftriakson, Siprofloksasin dan Seftasidim) sebanyak 66,7%, sedangkan KVV yang dengan antibiotika spektrum sempit (Kotrimoksasol, Rifampisin) sebanyak 33,3%. PATOGENESIS Delapan puluh persen orang normal menunjukkan kolonisasi C.albicans pada orofaring, traktus gastrointestinalis dan vagina.3 Perkembangan penyakit karena spesies Candida bergantung pada interaksi kompleks antara organisme yang patogen dengan mekanisme pertahanan tubuh



pejamu. Infeksi kandida merupakan infeksi oportunistik yang dimungkinkan karena menurunnya pertahanan tubuh pejamu. 3 Faktor-faktor predisposisi yang dihubungkan dengan meningkatnya insidens kolonisasi dan infeksi kandida adalah :1,3,11,12 1. Faktor mekanis : trauma (luka bakar, abrasi), oklusi lokal, lembab dan atau maserasi, gigi palsu, bebat tertutup atau pakaian, kegemukan 2. Faktor nutrisi : avitaminosis, defisiensi besi (Kandidiasis mukokutaneus kronis)3, defisiensi folat, Vit B12 13, malnutrisi generalis 3. Perubahan fisiologis : umur ekstrim (sangat muda/sangat tua), kehamilan, KVV terjadi pada 50% wanita hamil terutama pada trimester terakhir12, menstruasi. 4. Penyakit sistemik : Down’s Syndrome, Akrodermatitis enteropatika, penyakit endokrin (Diabetes mellitus, penyakit Cushing, hipoadrenalisme, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme), uremia, keganasan terutama hematologi (leukemia akut, agranulositosis13), timoma, Imunodefisiensi (Sindroma AID, Sindroma imunodefisiensi kombinasi berat, defisiensi Myelo peroksidase, Sindroma Chediak – Higashi, Sindroma Hiper immunoglobinemia E, penyakit granulomatosus kronis, Sindroma Di George, Sindroma Nezelof), 5. Penyebab iatrogenik : pemasangan kateter, dan pemberian IV, radiasi sinar-X (Xerostomia13), obat-obatan (oral – parenteral – topikal aerosol), antara lain : kortikosteroid dan imunosupresi lain, antibiotik spektrum luas, metronidazol, trankuilaiser, kontrasepsi oral (estrogen), kolkhisin, fenilbutason, histamine 2-blocker.



Faktor penting lainnya adalah perbedaan virulensi di antara spesies Candida. Juga dalam mulainya infeksi kandida termasuk perlekatan Candida dengan sel epitel dan invasi berikutnya. Mekanisme invasi masih tidak jelas tetapi mungkin menyangkut kerja enzim keratinolitik, fosfolipase atau enzim proteolitik galur spesifik. Pseudohifa dapat menembus intraselular kedalam korneosit.3 Ruang terang terlihat di sekitar Candida, menandakan suatu proses lisis jaringan kulit epitel yang sedang berlangsung3. Bentuk hifa maupun ragi (yeast) keduanya dapat menembus jaringan pejamu dan ke 2 bentuk menunjukkan virulensi yang potensial dan berperanan infeksi pada manusia.9 Bentuk hifa mempercepat kemampuan Candida invasi jaringan.9



III. Syndrom Wiskot-Aldrich WAS menunjukkan trombositopeni, ekzem dan infeksi rekuren oleh mikroba, IgM serum rendah, kadar IgG normal sedang IgA dan IgE meningkat. Isohemaglutinin ditemukan dalam jumlah sedikit atau tidak ada. Jumlah sel B normal, tidak memberikan respon terhadap antigen polisakarida untuk memproduksi antibody. Imunitas sel T biasanya baik pada fase ini tetapi mengurang dengan progres penyakit. WAS mengenai usia muda dengan gejala trombositopenia, eksim dan infeksi rekuren. Sering terjadi perdarahan dan infeksi bakteri yang rekuren dan menimbulkan otitis media, meningitis serta pneumonia akibat kadar IgM yang rendah dalam serum. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penderita tidak mampu memberikan respons terhadap antigen polisakarida, disamping ada kerentanan terhadap leukemia. Pengobatannya dalah dengan antibiotik dan transplantasi sumsum tulang. Kelainan ini bersifat X-linkedrecessive, ditandai dgntrombositopenia, eksema daninfeksi berulang yang dapat bersifat fatal.Mekanisme kelainan ini adalah cacat pada protein membran dan cacat pada pematangan sel pokok hematoipoetik. Secara klinik penderita semula menunjukkan kelenjar timus yang normal namun berangsur terjadi penurunan jumlah sel T secara progresif di sirkulasi darah dan daerah parakorteks kelenjar getah bening.



Penderita cenderung mengalami infeksi berulang, trombositopenia dan eksem.Juga rentan terhadap keganasan limfoid. Sindroma Wiskott-Aldrich hanya menyerang anak laki-laki dan menyebabkan eksim, penurunan jumlah trombosit serta kekurangan limfosit T dan limfosit B yang menyebabkan terjadinya infeksi berulang.Akibat rendahnya jumlah trombosit, maka gejala pertamanya bisa berupa kelainan perdarahan (misalnya diare berdarah). Kekurangan limfosit T dan limfosit B menyebabkan anak rentan terhadap infeksi bakteri, virus dan jamur.Sering terjadi infeksi saluran pernafasan. Anak yang bertahan sampai usia 10 tahun, kemungkinan akan menderita kanker (misalnya limfoma dan leukemia). Pengangkatan limpa seringkali bisa mengatasi masalah perdarahan, karena penderita memiliki jumlah trombosit yang sedikit dan trombosit dihancurkan di dalam limpa. Antibiotik dan infus immunoglobulin bisa membantu penderita, tetapi pengobatan terbaik adalah dengan pencangkokan sumsum tulang. Ditandai : trombositopenia, eksema, inf berulang. Morfologitimus normal ->deplesisel T jar. Limfoid. Th :transplantasissmtlng.



DIAGNOSA Berdasarkan defirinsial diagnosis diatas, maka kami dapat menyimpulkan bahwa diagnosa sementara dari skenario diatas yaitu Sindrom DiGeorge



Penatalaksanaan Sindrom DiGeorge Pengobatannya ialah dengan transplantasi dengan tymus fetal. Perbaikan terjadi dengan timbulnya sel T satu minggu kemudian. Tymus fetal yang digunakakan hendaknya tidak lebih tua dari 14 minggu agar dapat menghindari reaksi GVH yang terjadi bila limfosit matang diberikan ke donor yang imunodefisien.



PROGNOSIS Buruk bila tidak diobati