Skripsi CA Cervix D-IV Kebidanan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH POSITIF PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI FILM TERHADAP SIKAP IBU MENJALANI DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN TES IVA DI KELURAHAN BATU GAJAH KECAMATAN SIRIMAU KOTA AMBON



SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Kebidanan pada Program Studi D-IV Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional Jakarta



Oleh:



LEBRINA LUSIKOOY NPM : 173112540120724



UNIVERSITAS NASIONAL FAKULTAS ILMU KESEHATPROGRAM STUDI D – IV KEBIDANANJAKARTA 201



SKRIPSI PENGARUH POSITIF PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI FILM TERHADAP SIKAP IBU MENJALANI DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN TES IVA DI KELURAHAN BATU GAJAH KECAMATAN SIRIMAU KOTA AMBON



Oleh: LEBRINA LUSIKOOY NPM : 173112540120724



Telah di pertahankan di hadapan penguji Skripsi Program Studi D – IV Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional Pada tanggal .........



Pembimbing 1,



(



Pembimbing 2,



)



(



Mengesahkan, Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan



DR. Retno Widowati,M.Si



)



KATA PENGANTAR



Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan maha kuasa sebab atas kasih dan anugerahnya penulisan srikpsi dengan judul “ Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Audio Visual Terhadap Sikap Ibu Dalam Melakukan Deteksi Dini Kanker Serviks Dengan Tes IVA “ di Desa Batu gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon Propinsi Maluku tahun 2018 boleh berjalan dengan baik. Penulis menyadari sungguh bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan dari banya pihak, untuk itu pada kesempatan ini ijinkalah penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Retno Widowati,Msi Selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas Nasional Jakarta sekaligus sebagai pembimbing skripsi yang telah menerima penulis mengikuti pendidikan D4-Kebidanan dan juga yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama penulisan skripsi berlangsung. 2. Ibu Dewi Kurniati, SSit, M.Keb Selaku Kaprodi D-IV Kebidanan dan sekaligus sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini 3. Ibu Rini Kundryanti,SKM, M.kes selaku pembimbing akademik 4. Seluruh staf dosen pada Program studi D4-Kebidanan yang telah banyak membagi ilmunya kepada kami 5. Tak lupa juga vendor kami yang baik hati ibu Yusma yang telah banyak membantu kami mulai dari awal perjalanan pendidikan sampai saat itu



6. Suami dan anak – anakku tercinta yang telah mengijinkan dan berkorban baik ateril maupun moril selama penulis untuk mengikuti pendidikan pada program pendidikan D4 – Kebidanan Universitas Nasional 7. Rekan – rekan yang tidak dapat di sebutkan satu demi satu tetapi memiliki andil dalam penyelesaian penulisan skripsi ini Penulis menyadari sungguh bahwa penulisan ini belum sempurna untuk itu sangat di harapkan masukan juga kritikan demi penyempurnaan dari penulisan ini.



Penulis



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik , mental dan social



yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan system, fungsi-fungsi dan proses reproduksi.masalah kesehatan reproduksi yang di hadapi oleh wanita pada saat ini adalah meningkatnya infeksi pada organ reproduksiyang pada akhirnya menyebabkan kanker. Salah satu kanker yang menyebabkan kematian nomor dua pada wanita adalah kanker serviks. Kanker leher rahim atau kanker serviks merupakan suatu penyakit yang di sebabkan oleh HPV atau Human Papilloma Virus onkogenik, mempunyai presentasi yang cukup tinggi dalam menyebabkan kanker serviks, yaitu sekitar 99,7 % . kanker serviks merupakan penyakit kanker perempuan yang menimbulkan kematian terbanyak akibat kanker. Organisasi dunia World Health Organization ( WHO ) menyebutka bahwa setiap tahun terdapat 12 juta orang yang menderita kanker dan 7,5 juta di antaranya meninggal dunia.lebih lanjut lagi WHO menyatakan bahwa salah satu jenis kanker yang sangat berbahaya adalah Ca Cervix,dimana sekitar 500.000 wanita setiap tahunnya di diagnose menderita Ca Cervix. Menurut International Agency For Research On Cancer ( IARC,214 ),Ca Cervix merupakan suatu penyakit keganasan pada leher rahim atau serviks uteri. Kanker ini



menempati urutan ke- 4 dari seluruh keganasan pada wanita setelah kanker payudara,kolerektum dan paru.Insiden Ca Cervix sekitar 7,9 % di dunia. Pada tahun 2012 di perkirakan sekitar 528.000 kasus baru Ca Cerviks dan 266.000 di nyatakan meninggal dunia dan hamper 87 % kematian tersebut terjadi di Negara berkembang. Kawasan Amerika Tengah memiliki angka perkiraan kejadian Ca Cerviks sebesar 30,6 kasus per 100.000 penduduk dan 18,7 kasus per 100.000 penduduk terjadi di kawasan Asia Tenggara.Salah satu Negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara memiliki insiden Ca Cerviks sebesar 22,66 per 100.000 penduduk di tahun 2003.Di Negara Inggris di perkirakan kasus Ca Cerviks 8,4 per 100.000 penduduk di tanhun 2005 ( Cancer Research UK,2009 dalam Sanadi, 2014 ) Di Asia Tenggara terdapat lebih dari 42.000 kasus baru Ca Cervix dan lebih dari 22.000 kematian akibat Ca.Cervix. Sampai saat ini Ca Cervix masih menjadi masalah kesehatan perempuan di negara – Negara berkembang termasuk di Indonesia sehubungan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi ( IARC, 2012 ) Menurut WHO ( 2014 ), Kanker merupakan penyakit nomor 7 di Indonesia dengan presentasi 5,7 % dari seluruh penyebab kematian. Angka prevalensinya adalah 4,3 per 1000 penduduk.jadi tiap 1000 orang ada 4 orang yang menderita Tumor/kanker.di Indonesia Ca Cervix menempati urutan ke – 2 setelah kanker payudara, dan di dapatkan kasus baru Ca Cervix sekitar 20.928 dan kematian akibat Ca Cervix dengan presentasi 10,3 %. Menurut Depkes RI tahun 2010 Ca Cervix sebanyak 100 per 100.000 penduduk pertahun dan angka ini di perkirakan akan terus meningkat 25 % dalam kurun waktu 10 tahun mendatang jika tidak di lakukan pencegahan ( Dewi et al.,2013 ), Di



padang Ca Cervix menempati urutan ke – 6 dari 10 tumor tersering menurut Yayasan Kanker Indonesia tahun 2007 dengan jumlah 14 kasus ( Susilowati dan Anna, 2014 ) Menurut Kemenkes RI ( 2015 ) prevalensi dan Estimasi jumlah penyakit kanker pada tahun 2013 di propinsi Maluku sebesar 1,0 % ( 1.663 orang ) sementara untuk Propinsi Maluku Utara sebesar 1,2 % ( 1.338 orang ).Prevalensi dan Estimasi jumlah penderita Ca Cervix untuk Propinsi Maluku sebesar 1,0 % ( 824 orang ) dan untuk Propinsi Maluku Utara 1,5 % ( 819 orang ). Berdasarkan data Depkes Maluku ( 2014 ) tercatat bahwa pada tahun 2013 prevalensi penyakit kanker berdasarkan diagnosis dokter/gejala di kabupaten Maluku Tengah mencapai 1,2 %. Maluku Tengah menempati posisi ke – 4 setelah Buru 1,8 %,Buru Selatan 1,5 % dan Ambon 1,4 % sebagai kabupaten dengan tingkat penderita penyakit kanker. Lesi pra kanker Cervix di awali oleh infeksi HPV ( Human Papiloma Virus ) dan di pengaruhi oleh beberapa factor yang meningkatakan risiko lesi pra kenker antara lain usia tua, usia menikah terlalu dini, mitra eksual terlalu banyak, penyakit menular seksual, multi paritas, penggunaan kontrasepsi, merokok dan status ekonomi yang rendah. Factor – factor risiko tersebut akan berperan dalam proses karsinogenesis sehingga mengubah sel normal menjadi sel abnormal yang mengarah pada keganasan servix ( Monteiro et al, 2006 dalam Novitasari 2014 ) Metode skrining IVA merupakan metode yang mudah, murah serta praktis. Pemeriksaan ini tersedia di puskesmas – puskesmas setempat sehingga mudah di jangkau oleh masyarakat. Pemerintah mengharapkan program ini dapat mempermudah



masyarakat dalam melakukan skrining atau deteksi dini sehingga dapat menekan peningkatan kasus Ca Cervix serta menurunkan angka morbilitas akibat Ca Cervix. Berdasarkan Riskesdas Maluku ( 2013 ) dari 11 Kabupaten / Kota yang ada di propinsi Maluku yang telah melaksanakan deteksi dini Ca Cervix dengan metode IVA hanyalah Kota Ambon, dari 113.490 Wanita Usia subur dengan kategori usia 30 – 50 tahun hanya 48 orang saja yang melakukan deksi dini Ca Cerviks. Menurut Ova et al, ( 2014 ) kejadian Ca Cervix di Negara berkembang pada umumnya karena kendala social masyarakat dan sosia ekonomi. Kendala social masyarakat berkaitan dengan konsep tabu dalam melakukan pemeriksaan, sebab Ca Cervix ini menyerang pada bagian yang sensitive dan tertutup, jadi bukanlah hal yang mudah untuk mendorong perempuan untuk membuka diri dan mengijinkan pemeriksaan di lakukan. Menurut Rokhmawati ( 2011 ), bahwa perilaku masih menjadi penghambat pada WUS untuk melakukan deteksi dini Ca Cervix. Proses pembentukan / perubahan perilaku dapat di pengaruhi oleh berbagai factor baik dari dalam diri individu maupun dari luar diri individu. Sikap seseorang dapat berubah dengan di perolehnya tambahan informasi dari kelompok sosialnya ( Eka, 2014 ).mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap deteksi dini Ca Cervix dapat di lakukan dengan pendekatan terhadap perilaku kesehatan sehingga kegiatan nya tidak lepas dari factor-faktor yang menentukan perilaku tersebut. Berdasarkan teori Laurence Green ( 1980 ),perilaku di tentukan oleh 3 factor utama yaitu : factor predisposisi, factor kemungkinan dan factor penguat. Faktor predisposisi adalah factor yang mempermudah terjadinya perilaku seperti pengetahuan,



sikap, tradisi, dan kepercayaan, system nilai yang di anut, tingkat pendidikan serta tingkat social ekonomi. Faktor Kemungkinan adalah : ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat serti puskesmas,Rumah sakit,posyandu, polindes dan sebagainya.dan Faktor Penguat adalah : factor yang mempekuat terjadinya perilaku seperti sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh Agama, petugas kesehatan, undang – undang dan peraturan – peraturan dan sebagainya ( Notoatmodjo, 2014 ) Data yang di peroleh Peneliti di puskesmas Ch. M. Tiahahu Ambon pada tahun 2014 dari jumlah WUS yang di periksa sebanyak 30 orang terdapat 1 orang positif Ca Cervix, tahun 2015 dari 90 Orang yang di periksa 3 orang di antaranya IVA positif, tahun 2016 ada sebanyak 150 Orang yang di periksa 5 orang IVA positif dan 1 Ca Cervix, tahun 2017 sebanyak 330 orang yang di periksa ada 2 orang yang IVA positif,dan 1 Ca Cervix, dan sampai bulan Juni 2018 dari 75 orang yang di periksa terdapat 4 orang yang IVA positif. Pencapaian puskesmas Ch.M.Tiahahu Ambon dalam melakukan pelaksanaan deteksi dini Ca Cervix dengan metode IVA masih sangat jauh dari target yang di rencanakan yaitu 80 % dari WUS yang ada, sebab yang mempengaruhi terhadap PUS untuk memeriksakan diri adalah kurangnya pendidikan kesehatan, malu membuka diri, dan takut tehadap hasil pemeriksaan, halini berkaitan dengan sikap ibu. Dari uraian di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif pendidikan kesehatan melalui film terhadap sikap ibu menjalani deteksi dini kanker serviks dengan tes IVA pada PUS di kelurahan Batu Gajah, kecamatan Sirimau Kota Ambon. 1.2 Rumusan Masalah



Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat di tarik adalah apakah “ Ada pengaruh positif pendidikan kesehatan melalui film terhadap sikap ibu menjalani deteksi dini kanker serviks dengan tes IVA pada WUS kelurahan Batu Gajah Kecamatan sirimau Kota Ambon ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh positif pendidikan kesehatan melalui film terhadap sikap ibu menjalani deteksi dini kanker serviks dengan tes IVA pada PUS di kelurahan batu gajah Kecamatan Sirimau kota Ambon. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui adakah pengaruh positif kesehatan



pemberian pendidikan



melalui media film dalam kesediaan PUS untuk melakukan



deteksi dini Ca Cerviks dengan metode IVA pada WUS di kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimu Kota Ambon. 2. Untuk mengetahui sikap ibu setelah di beri pendidikan kesehatan melalui media film untuk melakukan deteksi dini Ca Cervix dengan metode IVA pada WUS di Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon.



1.4 Manfaat Penelitian



1.4.1 Manfaat Teoritis 1.4.2



Penelitian ini di harapkan dapat menambah dan memperkaya kajian teori di bidang pengetahuan khususnya mengenai pentingnya deteksi dini Ca Cervix dengan metode IVA.



1.4.2



Manfaat Praktis



Penelitian ini di harapkan dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk meningkatkan pemahaman mengenai pencetus terjadinya Ca Cervix dan pentingnya melakukan deteksi dini Ca Cervix dengan metode IVA. 1.4.3



Manfaat bagi Institusi Diharapkan penelitian ini dapat membantu dan menjadi media pengembangan



pendidikan di Institusi Universitas Nasional Jakarta.



BAB II TUNJAUAN PUSTAKA



2.1 2.1.1



Kanker Serviks Definisi Kanker Serviks Kanker serviks ( kanker leher rahim ) adalah tumor ganas yang



tumbuh di dalam leher rahim/serviks,bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina ( Irianto, 2014 ) Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel skuamosa. Kanker serviks ini merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim,suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kea rah rahim,letaknya antara rahim ( uterus ) dan liang sanggaman atau vagina.sebanyak 90 % kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 1p % sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lender pada saluran servikal yang menuju ke rahim ( Setyarini,2009 dalam Aulia , 2012 ). 2.1.2



Etiologi Kanker Serviks Penyebab langsug dari kanker serviks belum di ketahui,ada bukti kuat



kejadiannya mempunyi hubungan erat dengan sejumlah faktoreksentrik,di antaranya yang terjadi jarang di temukan pada perawan ( Virgin ),insiden lebih tinggi pada mereka yang menikah dari pada yang tidak menikah,terutama pada gadis yang coitus pertama ( coitarche) dialami pada usia amat muda (< 16 thn ),insiden meningkat denga tingginya paritas,apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat,mereka



dari golonga social ekonomi rendah ( higienis seksual ) yang jelek,aktifitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan ( promiskuitas ),jarang di jumpai pada masyarakat yang suaminya di sunat ( sirkumsisi ),sering di temukan pada wanita yang mengalami infeksi virus Human Papiloma Virus ( HPV ) tipe 16 dan tipe 18,dan kebiasaan merokok ( Mardjikoen,2009 dalam Yanti, 2013 ) Menurut Irianto ( 2014 ) kanker serviks terjadi jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tidak terkendali,dan jika sel serviks terus membelah maka akan terbentuk suatu massa jaringan yang di sebut tumor yang bersifat jinak atau ganas,jika tumor tersebut ganas maka keadaannya di sebut kanker serviks. 2.1.3 Faktor Resiko Kanker Serviks Ada beberapa factor resiko yang dapat menyebabkan kanker serviks,factor – factor tersebut antara lain : 1. Umur Dalam pemantauan perjalanan penyakit,diagnose dysplasia sering di temukan pada usia 20 tahunan.Karsinoma insitu pada usia 25-35 tahun dan kanker serviks infasif pada usia 40 tahun. Penelitian awal menunjukan tingginya kejadian kanker serviks pada perempuan lajang dan menikah pada usia muda,terdapat pula peningkatan dua kali lipat pada perempuan yang mulai berhubungan seksual sebelum usi 16 tahun ( Adi D. Tilong, 2012 ) Periode laten dan fase pra invasive menjadi invasive memakan waktu sekitar 10 tahun,hanya 9 % dari wanita usia < 35 tahun menunjukan kanker yang invasive pada saat di diagnose,sedangkan 35 % dari kanker serviks terdapat pada wanita di bawah usia 35 tahun. Umumnya insiden kanker serviks sangat rendah di bawah umur 20 tahun dan sesudahnya naik dengan cepat dan menetap pada pda usia 50 tahun,sedangkan kanker



serviks mulai naik pada umur lebih awal,dan puncaknya pada usia 35-55 tahun dan terus menurun sesudah usia tersebut.infeksi HPV paling sering adalah pada usia 18- 30 tahun (30-50 %)yaitu beberapa tahun setelah melakukan aktivitas seksual,menurun tajam setelah usia 30 tahun. Infeksi HPV dapat di pengaruhi oleh perilaku seperti aktivitas seksual usia dini di bawah umur 17 tahun,multi partner seksual, terinfeksi kuman lain,kutil genitalis,riwayat pap-smear abnormal,dan kanker penis.Infeksi HPV transien pada usia 13-22tahun dapat mengalami regresi spontan alamiah yaitu 70 % untuk infeksi HPV resiko tinggi dan 90 % untuk infeksi HPV resiko rendah,hal ini memberikan pola sitologi sekitar 15 % Cerrvical Intraepitel Neoplasia ( CIN 1 ) berkembang menjadi CIN II.sekitar 50 % CIN II berkembang menjadi CIN III dan sekitar 90 % CIN III berkembang menjadi kenker serviks invasive ( Ketut IS, 2006 dalam Oktaviany, 2015 ) 2. Hubungan Seksual Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita yang memulai dengan hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko yerkena kanker serviks, karena sel kolumner serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa,maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan beresiko terkena kanker serviks lima kali lipat.keduanya baik usia saat pertama berhubungan maupun jumlah partner seksual adalajh factor kuat untuk terjadinya kanker serviks ( Rasjidi, 2008 dalam Oktaviany, 2015 ).



a. Karakteristik Partner



Sirkumsisi pernah di pertimbangkan menjadi factor pelindung,tetapi sekarang hanya di hubungkan dengan penurunan factor risiko.Studi case control menunjukan pasien dengan kanker serviks lebih sering menjalani seks aktif dengan partner yang melakukan seks berulang kali, selain itu partner dari pria dengan kanker penis atau partner dari pria yang istrinya meninggal terkena kanker serviks juga akan meninggalkan risiko kanker serviks ( Rasjidi, 2008 dalam Oktaviany, 2015 ). b. Riwayat Goinekologis Walaupun usia menarche atau monopouse tidak berpengaruh risiko kanker serviks,hamil di usia mmlah kehamilan atau managemen persalinan yang tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko (Rasjidi, 2008 dalam Oktaviany, 2015 ) c. Agen Infeksius Human Papiloma Virus ( HPV ) yang telah di bahas pada etiologi merupakan penyebab kanker serviuks.hubungan infeksi HPV serviks dengan kondiloma dan atipik koilositotik yang menunjukan displasia ringan atau sedang,deteksi antigen dengan HPV dan DNA dengan lesi servikal ( Rasjidi, 2008 dalam Okttaviany, 2015 Walaupun semua virus herpes simpleks tipe 2 belum di buktikan pada sel tumor teknik hibridasi insitu telah menunjukan bahwa terdapat HSV-RNA spesifik pada sampel jaringan wanita dengan dysplasia serviks.DNA sekuens juga telah diidentifikasi pada sel tumor dengan menggunakan DNA rekombinan.diperkirakan 90 % pasien dengan kanker serviks invansif dan lebihdari 60 % pasien dengan neoplasia intraepitel serviks (CIN) mempunyai antibody terhadap virus.Infeksi Trikomonas,sifilis dan gonokokus di temukan berhubungan dengan kanker serviks, namun infeksi ini di percaya muncul akibat hubungan seksual dengan multi partner dan tidak di



pertimbangkan sebagai factor risiko kanker serviks secara langsung (Rasjidi, 2008 dalam Oktaviany, 2015) 3. Merokok Sekarang ini ada data yang mendukung rokok sebagai penyebab kanker serviks dan hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamos pada. Mekanisme kerja bisa langsung (aktivitas mutasi mucus serviks telah di tunjukan pada perokok) atau melalui efek imunosupresif dari merokok. Wanita perokok memiliki resiko 2 kali lebih tinggi terkena kanker serviks di banding dengan yang tidak merokok.Penelitian menunjukan lender serviks pada wanita perokok mengandung nikotindan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus (Rasjidi, 2008 dalam Oktaviany, 2015). 4. Kontrasepsi Oral Risiko non invasive dan invasive kanker serviks menunjukan hubungan tidak selalu konsisten dan tidak semua studi dapat membenarkan perkiraan risiko dengan mengontrol pengaruh kegiatan seksual. Beberapa studi gagal dalam menunjukan beberapa hubungan dari salah satu studi,bahkan melaporkan proteksi terhadap penyakit yang invasive. Hubungn ini mungkin palsu dan deteksi menunjukan adanya bias karena peningkatan skrining terhadap penggunaan kontrasepsi.beberapa studi yang lebih lanjut kemudian memerlukan konfirmasi atau menyangkal observasi ini mengenai kontrasepsi oral (Rasjidi, 2008 dalam Oktaviany, 2015) 5. Diet Diet rendah karoteniod dan defisiensi asam folat juga di masukan dalam factor risiko kanker serviks (Rasjidi, 2008 dalam Oktaviany, 2015)



6. Etnis dan factor social Wanita di kelas sosio ekonomi yang paling rendah memiliki factor risiko lebih tinggi bila di bandingkan dengan wanita di kelas sosio ekonomi yang tinggi. Hubungan ini mungkin di kacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke sistim pelayanan kesehatan. Di USA ras negro, hispanik, dan wanita Asia mamiliki insiden kanker serviks yang lebih tinggi daripada wanita ras kulit putih. Perbedaan ini mencerminkan pengaruh dari sosioekonomi (Rasjidi, 2008 dalam Oktaviany, 2015). 7. Paritas Kanker serviks pada wanita yang sering partus atau melahirkan merupakan kategori partus sering belum ada keseragaman akan tetapi menurut beberapa ahli mengatakan berkisar antara 3-5 kali melahirkan. Green menemukan penderita kanker serviks 7,9% adalah



nulipara dan 51% pada multiipara. Dimana bila persalinan



pervaginam banyak maka kanker serviks cenderung akan timbul. Kanker serviks banyak ditemukan pada paritas tinggi tetapi tidak jelas bagaimana hubungan jumlah persalinan dengan kejadian kanker serviks, karena pada wanita yang tidak melahirkan juga dapat terjadi kanker serviks (Melva, 2008 dalam Oktaviany, 2015) 8. Pekerjaan Sekarang ini ketertarikan difokuskan pada pria yang pasangannya menderita kanker serviks (Rasjidi, 2008 dalam Oktaviany, 2015). 2. 1.4 Patogenesis dan patofisiologi kanker serviks HPV yang merupakan factor inisiator dari kanker serviks yang menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks. Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV



merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Integrasi menyebabkan E2 tidak berfungsi, tidak berfungsinya E2 menyebabkan rangsangan terhadap E6 dan E7 yang akan menghambat p53 dan pRb. Hambatan kedua TSG menyebabkan siklus sel tidak terkontrol, perbaikan DNA tidak terjadi, dan apoptosis tidak terjadi (Kaufman, 2000 dalam Yanti, 2013).E6 akan mengikat p53 sehingga Tumor suppressor gene (TSG) p53 akan kehilangan fungsinya, yaitu untuk menghentikan siklus sel pada fase G1. Sedangkan onkoprotein E7 akan meningkat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F , yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa control(Shin B, 2001 dalam Yanti, 2013) Penghentian siklus sel pada fase G1 oleh P53 bertujuan memberi kesempatan kepada sel untuk memperbaiki kerusakan yang timbul. Setelah perbaikan selesai maka sel akan masuk ke fase S. p53 menghentikan siklus sel dengan cara menghambat kompleks cdk-cyclin yang berfungsi merangsang siklus sel untuk memasuki fase selanjutnya.jika penghentian sel pada fase G1 tidak terjadi danperbaikan tidak terjadi,maka sel akan terus masuk ke fase S tanpa ada perbaikan. Sel yang abnormal ini akan terus membelah dan berkembang tanpa control,selain itu p53 juga berfungsi sebagai perangsang apoptosis yaitu proses kematian sel yang di mulai dari kehancuran gen intrasel.Apoptosis merupakan upaya fisiologis tubuh untuk mematikan sel yang tidak dapat di perbaiki. Hilangnya fungsi p53 menyebabkan proses apoptosis tidak berjalan (Cheung TH, 2002 dalam Yanti, 2013). 2.1.5 Gejala Klinis Kanker Serviks Tidak ada tanda atau gejala yang spesifik untuk kanker serviks,namun karsinoma infasif dini dapat menyebabkan secret vagina atau perdarahan vagina. Walaupun perdarahan adalah gejala yang signifikan perdarahan tidak selalu muncul



pada saat-saat awal,sehingga kanker sudah dalam keadaan lanjut pada saat di diagnosis. Jenis perdarahan pervagina yang paling sering adalah pada saat pasca koitus atau bercak antara menstruasi.bersamaan dengan tumbuhnya tumor, gejala yang muncul kemudian adalah nyeri punggung bagian bawah atau nyeri tungkai akibat penekanan saraf lumbosakralis,frekuensi berkemih yang sering dan mendesak, hematuria atau perdarahan rectum (Price, 2006 dalam 2.1.6



Ratnasari, 2015).



Pencegahan Kanker Serviks Pencegahan kanker di defenisikan sebagai mengidentifikasikan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kanker pada manusia dan membuat penyebabnya tidak efektif dengan cara-cara apapun (Sjamsudin, 2001 dalam Ratnaningsih, 2015 ).



1. Pencegahan Primer Pencegahan primer kanker serviks merupakan kegiatan yang dapat di lakukan oleh setiap orang untuk menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker. Masyarakat yang melakukan pencegahan pada tingkat ini akan bebas dari penderitaan ,produktivitas berjalan terus, tidak memerlikan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan,rehabilitasi serta perawatan lebih lanjut. Salah satu bagian dari pencegahan primer adalah memberikan vaksin Human Papiloma Virus (HPV), pemberian vaksin HPV akan mengeliminasi infeksi HPV (Yantiningsih, 2000 dalam Ratnaningsih, 2015). 2. Pencegahan Sekunder Deteksi dini dan skrining merupakan pencegahan sekunder kanker serviks. Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menemukan kasus-kasus dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat di tingkatkan. Selain itu bertujuan juga untuk



memperlambat atau menghentikan penyakit pada stadium awal. Pencegahan sekunder melalui diagnosis dini displasia dengan berbagai cara baik klinis maupun laboratorium (Suwiyoga, 2007 dalam Ratnaningsih, 2015) 3. Pencegahan Tersier Tujuan dari pencegahan yersier adalah untuk mencegah komplikasi penyakit dan pengobatan,sesudah gejala klinis berkembang dan diagnosis sudah di tegakan. 2.2 Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) 2.2.1 Defenisi Inspeksi Visual Asam Asetat ( IVA ) Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) adalah pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam cuka dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam cuka 3-5% (Depkes RI, 2009).menurut Rasjidi, tujuan pemeriksaan IVA adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami dysplasia sebagai salah satu metode skrining kanker leher rahim. IVA tidak di rekomendasikan pada wanita pasca monopuse karena zona transisional seringkali terletak di kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo (Yuliwati,, 2012). 2.2.2 Penggunaan IVA Sebagai metode Deteksi Dini Kejadian Kanker serviks Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Sankaranayan, et. Al tentang perbandingan pasien kanker serviks yang meninggal dunia pada kelompok yang di lakukan deteksi dini dengan IVA dan pada kelompok yang tidak di lakukan deteksi dini pada Negara berkembang (India) di dapatkan hasil bahwa mereka yang melakukan skrening IVA 35% lebih sedikit yang meninggal dunia di banding mereka yang tidak mendapat skrining IVA. Mayoritas perempuan terdiagnosa kanker serviks biasanya tidak melakukan deteksi dini (Skrining) atau tidak melakukn tindak lanjut setelah di



temukan adanya hasil abnormal. Tidak melakukan deteksi dini secara teratur merupakan faktr terbesar penyebab terjangkitnya kanker serviks pada seorang wanita,terutama karena belum menjadi program wajib pelayanan kesehatan (Emilia, 2010 dalam Novitasari, 20014). Data terkini menunjukan bahwa pemeriksaan visual serviks menggunakan asam (IVA) paling tidak sama efektifnya dengan Test Pap dalam mendeteksi



asetat



penyakit



dan



bisa di lakukan dengan lebih sedikit logistic dan hambatan teknis. IVA dapat mengindentifikasi lesi derajat tinggi pada 78 %



perempuanyang



di



diagnose



memiliki lesi derajat tinggi dengan menggunakan



kolposkopi 3,5 kali lebih banyak



dari pada jumlah perempuan yang teridentifikasi



dengan menggunakan Test Pap



(Depkes RI, 2009).Nilai sensifitas IVA lebih baik walaupun memiliki spesifitas yang lebih rendah. IVA merupakan praktek yang di anjurkan untuk fasilitas dengan sumber daya rendah di bandingkan dengan penapisan lain dengan beberpa alasan antara lainkarena aman, murah, mudah dilakukan, kinerja tes sama dengan tes lain,dapat di lakukan oleh hamper semua tenaga kesehatan, memberikan hasil yang segera sehingga dapat di ambil keputusan segera untuk penatalaksanaannya, peralatan mudah di dapat dan tidak bersifat invasive serta efektif mengidentifikasi berbagai lesi prakanker (Emilia, 2010 dalam Novitasari, 2014). WHO mengindikasikan skrining deteksi dini kanker serviks di lakukan pada kelompok berikut ini : 1. Setiap perempuan yang berusia 25-35 tahun,yang belum pernah menjalani tes sebelumnya atau pernah menjalani tes 3 tahun sebelumnys atau lebih. 2. Perempuan yang di temukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes sebelumnya



3. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervagina,perdarahan pasca sanggama atau perdarahan paska monopouse atau mengalami tanda gejala abnormal lainnya. 4. Perempuan yang di temukan ketidak abnormalan pada serviks. Interval skrining yang di rekomendasikan oleh WHO yaitu : a. Bila skrining hanya mungkin di lakukan 1 kali seumur hidup maka sebaiknya di lakukan pada perempuan usi 35-45. b. Untuk perempuanusia 25-45 tahun,bila sumber daya memungkinkan skrining hendaknya di lakukan tiap 3 tahun sekali. c. Untuk usia di atas 50 tahun cukup di lakukan 5 tahun sekali. d. Bila dua kali berturut-turut hasil skrening sebelumnya negative, perempuan di atas usia 65 tahun, tidak perlu menjalani skrening. e. Tidak semua perempuan direkomendasikan melakukan skrening setahun sekali. Di Indonesia interval pemeriksaan IVA adalah 5 tahun sekali, jika hasil pemeriksaan negative maka di lakukan ulangan 5 tahun dan jika positif maka di lkukan 1 tahun kemudian (Depkes RI,2007 dalam Yanti, 2013). 2.2.3



Cara Pemeriksaan dan Interpretsi Hasil Pada IVA Saat melakukan pemeriksaan IVA, pertama petugas menjelaskan cara kerja pemeriksaan IVA kepada ibu kemudian ibu di silahkan berbaring dengan posisi litotomi kemudian petugas memasang speculum untuk melihat serviks, di dalam pengamatan petugas apakah terlihat sambungan skuamo kolumnar (SSK)



ataukah tidak jika tampak maka petugas dapat mengoleskan larutan aseta 3-5% pada



serviks secara merata dan di lihat 1 menit setelah serviks di oles, apakah ada perubahan warna pada serviks dengan terlihatnya acetowithe atau kah tidak. Hasil tes di katakana IVA positif bila tampak lesi acetowite pada daerah SSK keluar dan negative bila tidak tampak lesi acetowithe. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian di bahas bersam ibu dan pengobatan di berikan setelah konseling jika di perlukan dan tersedia. Ada beberapa kategori yang dapat di pergunakan dalam melihat hasil pemeriksaan, salah satu kategori yang dapat di pergunakan adalah : 1. IVA negatif adalah serviks normal 2. IVA radang adalah serviks dengan radang atau servisitis, kelainan jinak lainnya adalah polip serviks. 3. IVA positif adalah di temukan bercak putih.kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrening kanker serviks dengan metode IVA,karena temuan ini mengarah pada diagnosis serviks pra kanker atau displasia ringan, sedang dan berat. 4. IVA kanker serviks invasive yaitu stadium Ib dengan gambaran serviks seperti bunga kol (Rahayu, 2010 dalam Yanti, 2013) 2.3 Wanita Usia Subur (WUS) 2.3.1 Defenisi Wanita Usia Subur (WUS) Wanita usia subur (WUS) adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya berfunsi dengan baik antara usia 20-45tahun. Pada wanita usia subur ini berlangsung lebih cepat dari pada pria. Puncak kesuburan pada usia rentang 20-29 tahun.pada usia ini wanita memilki kesempatan 95 % untuk hamil,pada usia 30 an presentasinya menurun hingga 90 %,sedangkan memasuki usia 40 tahun kesempatan hamil berkuran



menjadi 40 % dan settelah usia 40 tahun wanita hanya punya maksimal 10 % kesempatan untuk hamil (Supriyanto, 2011) 2.3.2 Kejadian dalam masa subur Gejala menstruasi atau haid merupakan peristiwa penting pada masa pubertas yang menjadi pertanda biologis dari kematangan seksual dimana telah benar-benar siap secara biologis menjadi funsi kewanitaan. Timbulnya bermacam-macam peristiwa yaitu : reaksi hormonal,reaksi biologis, reaksi psikis, dan berlangsung siklis/cyclis dan terjadi pengulangan secara periodic perstiwa menstrusi. semua ini berproses pada suasana hati yang normal. (Zien, 2005 dalam Tiara,2013).Wanita dewasa yang sehat dan tidak hamil setiap bulannya secara teratur



mengeluarkan



darah



dari



alat



kandungannya.kejadian ini di sebut haid atau menstruasi.Menurut Prawirohardjo (2005) siklius menstruasi di bedakan menjadi 3 masa yaitu : 1. Masa Haid, selama 2 - 8 hari.pada waktu ini endometrium di lepas, sedangkan pengeluaran hormone-hormon ovarium paling rendah (minimum). 2. Masa Proliferasi,sampai hari ke 14 .pada waktu itu endometrium tumbuh kembali,di sebut juga endometrium mengadakan proliferasi. Antara hari ke 12 dan ke- 14 dapat terjadi pelepasa ovum dari ovarium yang di sebut ovulasi 3. Masa Sekresi, hari ke- 14 sampai ke – 28, masa-masa sesudah ovulasi yang berlangsung hari ke 14 sampai ke – 28, pada masa ini korpus rubrum menjadi korpus luteum yang mengeluarkan progesterone. Masa ini untuk mempersiapkan endometrium menerima sel telur yang sudah di buahi. 2.4



Tinjauan Umum tentang Pendidikan kesehatan



2.4.1 Defenisi Pendidikan kesehatan Menurut Notoatmodjo, 2007,



Pendidikan kesehatan merupakan proses



perubahan perilaku yang dinamis dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia yang meliputi komponen pngetahuan, sikap ataupun praktik yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat baik secara individu, kelompok maupun masyarakat serta merupakan komponen dari program kesehatan. Dari definisi di atas maka dalam memberikan pendidikan dapat di lakukan dengan beberapa cara agar apa yang ingin di sampaikan dapat di pahami dan dapat merubah perilaku dari tidak tau menjadi tau dan dari yang tidak mau menjadi mau, salah satunya lewat media film.



2.5 Tinjauan Umum Tentang MEDIA FILM 2.5.1 Defenisi media film Menurut Azhar Arsyad, 2009.



mengatakan Film atau gambar hidup merupakan



gambar-gambar dalam frame di mana frame demi frame di proyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. Film pada hakikatnya merupakan penemuan baru dalam interaksi belajar mengajar yang di kombinasikan dua macam indra pada saat yang sama. 2.5.1 Pemanfaatan media film sebagai media pembelajaran Menggunakan film dalam pendidikan dan pengajaran sangat berguna atau bermanfaat untuk : a. Mengembangkan pikiran dan pendapat para peserta didik b. Menambah daya ingat pada pelajaran yang di berikan



c. Mengembangkan daya fantastis peserta didik d. Menumbuhkan minat dan motivasi belajar. 2.5.2 Fungsi media film dalam proses pembelajaran Fungsi film dalam proses pembelajaran terkait tiga hal yaitu untuk tujuan kognitif, psikomotor dan afektif. Dalam hubungan dengan tujuan kognitif, film dapat di gunakan untuk : 1. Mengajarkan pengenalan kembali atau pembedahan stimulasi gerak yang relevan, seperti kecepatan objek yang bergerak dan sebagainya. 2. Mengajarkan aturan dan prinsip. Film dapat juga menunjukan deretan ungkapan verbal seperti pada gambar diam dan media cetak misalnya untuk mengajarkan arti iklas, ketabahan, dan sebagainya 3. Memperlihatkan contoh model penampilan



terutama pada situasi yang



menunjukan interaksi manusia. Dalam hubungannya dengan tujuan psikomotor, film ini di gunakan untuk memperlihatkan contoh ketrampilan gerak. Media ini juga dapat memperlambat atau mempercepat gerak, mengajarkan cara menggunakan suatu alat, cara mengerjakan suatu perbuatan dan sebagainya. Dalam hubungannya dengan tujuan afektif, film dapat mempengaruhi emosi dan sikap seseorang yakni dengan menggunakan berbagai cara dan efek. Ia merupakan alat yang cocok untukl memperagakan informasi afektif, baik melalui efek optis maupun melalui gambar visual yang berkaitan. 2.5.3 Kelebihan dan kelemahan film sebagai media pendidikan



Sebagai media pendidikan film memiliki kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan film sebagai media dalam pendidikan yaitu : 1. Film sangat bagus untuk menjelaskan suatu proses misalnya proses penciptaan alam semesta. 2. Film dapat menampilkan kembali masa lalu dan menyajikan kembali kejadiankejadian sejarah yang lampau. 3. Film dapat mengatasi keterbatasan jarak dan waktu 4. Film dapat memikat perhatian anak 5. Film lebih realistis, dapat di ulang-ulang, di hentikan dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan. 6. Film dapat mengatasi keterbatasan daya indra kita (penglihatan) 7. Film dapat merangsang atau memotivasi kegiatan anak-anak. 8. Film dapat di gunakan dalam kelompok besar maupun kelompok kecil 9. Sangat kuat mempengaruhi emosi seseorang. Selain kelebihan-kelebihan di atas, film pun tidak terlepas dari kelemahannya. Kelemahan film sebagai media pendidikan antara lain : 1. Harga atau biaya produksi relative mahal 2. Pada saat film di pertunjukan, gambar-gambar bergerak terus sehingga semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin di sampaikan melalui film tersebut. 3. Film yang tersedia tidak selalu sesuai dengn kebutuhan dan tujuan belajar yang di inginkan, kecuali film itu di rancang dan di produksi khusus untuk kebutuhan sendiri.



2.6. Tinjauan Umum Tentang Sikap 2.6.1 pengertian sikap Menurut ahli Sri Utami (2008), sikap/attitude memiliki beberapa point penting yangharus di jabarkan di antaranya adalah : 1. Sikap berorientasi pada respon, dimana sikap merupakan bentuk dari sebuah perasaan yakni perasaan yang mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan yang tidak mendukung pada sebuah objek. 2. Sikap berorientasi kepada kesiapan respon seperti sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi pada suatu objek dengan menggunakan cara tertentu.namun bila di hadapkan pada suatu stimulus yang mungkin menginginkan adanya respon pola perilaku, ataupun kesiapan antisipasi untuk bisa menyesuaikan diri dari situasi social yang sudah di kondisikan. 3. Sedangkan terakhir, sikap adalah konstelasi atau bagian komponen-komponen kognitif, konatif ataupun afektifyang saling bersinggungan dan juga berinteraksi untuk bisa saling merasakan, memahami, serta memiliki perilaku yang bijak pada suatu objekdi lingkungan. 2.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap Proses belajar social terbentuk dari interaksi social. Dalam interaksi soaial individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologisyang di hadapinya. Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah : 1. Pengalaman pribadi 2. Kebudayaan 3. Orang lain yang di anggap penting



4. Media masa 5. Institusi pendidikan dan Agama 6. Faktor emosi dalam diri. 2.7 Kerangka Konseptual WUS sebelum diberikan pendidikan kesehatan dengan media film untuk menjalani deteksi dini Ca cerviks Cervix dengan metode IVA



Pendidikan kesehatan dgn media film



Sikap WUS sesudah di berikan pendidikan kesehatan untuk menjalani deteksi dini Ca Cerviks dengan metode IVA IVA



Gambar 2.1 Kerangka Konseptual



2.8 Hipotesis Penelitian Ho : Pendidikan Kesehatan dengan media film Tidak berpengaruh terhadap sikap ibu untuk menjalani deteksi dini Ca. Cervix dengan metode IVA pada WUS di Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon. Ha : Pendidikan kesehatan dengan media film berpengaruh terhadap sikap ibu menjalani deteksi dini Ca. Cervix dengan metode IVA di Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon.



BAB III METODOLOGI PENELITIAN



3.1



Desain Penelitian Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian



eksperimental yang merupakan suatu rancangan penelitian yang digunakan untuk mencari hubungan sebab-akibat dengan adanya keterlibatan penelitian dalam melakukan



manipulasi terhadap variabel bebas. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian pra ekserimental dengan pendekatan one- group pra post test design yang merupakan ciri tipe penelitian yang mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek di observasi sebelum di lakukan intervensi, kemudian di observasi lagi setelah diintervensi. Gambar 1.1 Desain Penelitian A



X



B



Sumber : sukardi, 2010 Keterangan : A



: Kelompok sebelum di lakukan intervensi



B



: Kelompok sesudah di lakukan intervensi



X : Intervensi Sumber : Nursalam (2014



Populasi, Sampel dan Sampling 3.1.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur yang ada di kelurahan Batu gajah kecamatan sirimau Kota Ambon sebanyak 999 orang. 3.1.2 Sampel Sampel adalah bagian dari karakteristik yang di miliki oleh populasi tersebut (Sugiono,



2014). Sampel dalam penelitian ini adalah wanita usia subur yang



berjumlah 286 orang di Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon dengan menggunakan rumus Slovin : 𝑁 n= 1+𝑁 (𝑒)2



𝑛=



999 1+999 (0,05)2



𝑛= 𝑛= 𝑛=



999 1+999 (0,0025) 999



1+2,49 999 3,49



𝑛 = 286



3.1.3 Sampling Teknik sampling pada penelitian ini adalah purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi di gunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2014).



Kriteria inklusi : 1. Belum pernah mengikuti penyuluhan tentang deteksi dini Ca Cervix dengan metode IVA 2. Semua WUS yang sudah menikah 3. Bersedia menjadi responden penelitian Kriteria Esklusi : 1. Apakah ibu menderita kanker leher rahim



2. Apakah ibu pernah operasi pengangkatan kandungan (Histrektomi totalis) 3. Apakah ibu pernah melakukan deteksi dini kanker serviks dengan pap-smear



a.



Variabel Penelitian Variabel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah variable bebas dan variable terikat. a. Variabel bebas (independent variable) Variabel bebas adalah variable yang mempengaruhi, variable yang menyebabkan timbulnya atau berubahnya variable terikat. Dan variable bebas yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan dengan media film b. Variabel Terikat (Dependent variable) Variabel terikat adalah vriabel yang di pengaruhi karena adanya variable bebas, dan variable terikat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sikap



c.



Definisi Operasional Definisi operasional adalah definisi yang di dasarkan atas sifat-sifat hal yang di



definisikan yang dapat di amati (diobservasi) (Narbuko, C.,& Achmadi, A., 2013 Tabel 3.1 Definisi Operasional Tabel 3.4 Definisi Operasional No Variabel



Defenisi Operasional



Cara ukur Alat ukur Hasil ukur



Skala ukur



1 Pendidikan dengan Audio visual



Kegiatan memberikan mengisi tentang deteksi dini kanker



2 Sikap Ibu



Ibu bersedia melakukan Deteksi dini kanker leher Rahim dengan metode IVA



d.



Laptop



Sebelum interval



leher rahim dengan audio visual Kesediaan Kuisioner untuk di periksa



Positif (60-70) Negatif



Ordinal



(20-50)



Lokasi Penelitian Penelitian ini di lakukan di kelurahan batu gajah kecamatan sirimau Kota Ambon.



e.



Waktu Penelitian Waktu penelitian di laksanakan



f.



Instrumen Penelitian Instrumen yang di gunakan pada penelitian ini adalah kuisioner untuk mengetahui pengaruh positif pendidikan kesehatan melalui film terhadap sikap



ibu menjalani deteksi dini kanker serviks dengan tes sebanyak 14 pertanyaan. Jawaban yang tersedia dalam kuisioner terdiri dari 5 pilihan antara lain : jawaban Sangat setuju (SS), Setuju(S), Ragu-ragu(RR), g.



Tidak setuju(TS), Sangat tidak setuju(STS).



Pengolahan Data Pengolahan data yang di gunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :



1. Editing, yaitu mengkaji dan meneliti data yang telah terkumpul pada kuisioner. 2. Coding, yaitu memberikan kode pada data untuk memudahkan dalam memasukan data ke program computer. 3. Entry, yaitu memasukan data dalam program computer untuk di lakukan analisis selanjutnya. 4. Tabulating, yaitu setelah data tersebut masuk kemudian di rekap dan di susun dalam bentuk tabel agar dapat di baca dengan mudah. 5. Analisa Data,Dari data yang di peroleh kemudian akan di lakukan analisa data dengan menggunakan uji parametric Paired T Test . namun sebelumnya, di lakukan uji normalitas dengan menggunkan parameter Shapiro Wilks (untuk sampel