Skripsi Efriani [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KARAKTERISASI KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.), KACANG KORO BENGUK (Mucuna pruriens L.), DAN KACANG HITAM (Cajanus sp.) YANG DIBERI PERLAKUAN AUTOCLAVING-COOLING



SKRIPSI



Oleh: EFRIANI KURNIA 2015340019



PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG 2019



KARAKTERISASI KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.), KACANG KORO BENGUK (Mucuna pruriens L), DAN KACANG HITAM (Cajanus sp.) YANG DIBERI PERLAKUAN AUTOCLAVING-COOLING



Oleh: EFRIANI KURNIA 2015340019



SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)



PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG 2019



i



ii



RINGKASAN EFRIANI KURNIA. 2015340019. Characteristics Of Kidney Beans (Phaseolus vulgaris L.), Bitter Bean (Mucuna pruriens L.), And Black Beans (Cajanus sp.), Treated With Autoclaving-Cooling Treatment. Pembimbing Utama: Wahyu Mushollaeni. Pembimbing Kedua: Atina Rahmawati. Tepung terigu merupakan hasil pengolahan biji gandum yang umum digunakan sebagai bahan baku berbagai produk pangan di Indonesia. Sampai saat ini kita masih ketergantungan dengan pengunaan tepung terigu dari impor Negara lain. Ketergantungan terhadap gandum untuk pengolahan produk pangan juga akan semakin menjauhkan dari keunggulan tanaman lokal yang dapat menggantikan gandum (Mustofa, 2015). Oleh karena itu, sangat penting dilakukan diversifikasi produk olahan pangan dari bahan hasil pertanian lokal non gandum, diantaranya dari aneka kacang yang ada di Indonesia. Tanaman kacang di Indonesia terdiri dari berbagai jenis, diantaranya yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah kacang merah, kacang gude merah dan hitam, serta kacang koro. Tujuan dari penelitian ini yaitu menentukan karakteristik kimia terbaik dari tepung kacang merah, kacang koro benguk, dan kacang hitam yang diproses dengan metode autoclaving-cooling dan mengkaji kelayakan usaha tepung kacang autoclaving-cooling. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Tersarang (RAT) dengan 2 faktor yaitu jenis kacang (kacang merah, kacang koro benguk, dan kacang hitam) sebagai faktor utama dan lama pendinginan (24, 48, dan 72 jam) sebagai faktor kedua yang tersarang pada faktor utama. Data hasil perhitungan kemudian dianalisis menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji BNT 5%. Hasil yang diperoleh adalah didapatkannya perlakuan terbaik yaitu pada perlakuan denan menggunakan jenis kacang koro benguk dengan lama pendinginan 72 jam. Perlakuan tersebut memberikan nilai karakteristik kimia yaitu kadar protein 27,23%, dengan nilai kadar serat larut air 3,18%, dan serat pangan total 3,87%. Hasil perhitungan analisa kelayakan usaha menunjukkan bahwa pembuatan tepung kacang autoclaving-cooling layak diusahakan dengan nilai HPP Produksi sebesar Rp. 13.978 per 700 gram dan HPP Penjualan sebesar Rp. 16.500. Nilai BEP Unit sebesar Rp. 5.640 selama 5 tahun produksi dengan BEP Harga sebesar Rp. 93.063.060. NPV sebesar Rp. 198.713.096. Nilai Net B/C yang didapatkan yaitu sebesar 1,26 dengan nilai R/C Ratio 1,18. IRR pada usaha pembuatan tepung kacang autoclaving-cooling yaitu 56% dengan Payback Period 0,33 tahun



i



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Karakterisasi Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.), Kacang Koro Benguk (Mucuna pruriens L.), dan Kacang Hitam (Cajanus sp.) yang Diberi Perlakuan AutoclavingCooling. Penyusunan skripsi ini untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian (STP). Dengan segala keterbatasan yang penulis miliki, sehingga masih banyak sekali hal yang perlu diperbaiki. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan barokah untuk semua. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah berperan dalam penyelesaian skripsi ini, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayah dan kasih sayangnya yang sudah melancarkan pembuatan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Eko Handayanto, MSc. selaku Rektor Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. 3. Bapak Dr. Ir. Amir Hamzah, MP. selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. 4. Ibu Lorine Tantalu, SPi., MP., MSc. selaku Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian dan selaku dosen penguji. 5. Ibu Dr. T. Wahyu Mushollaeni, S.Pi., MP. selaku dosen pembimbing I yang sudah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 6. Ibu Dr. Atina Rahmawati, STP., MP. selaku dosen pembimbing II yang sudah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen program studi Teknologi Industri Pertanian atas didikan dan bimbingannya selama perkuliahan. 8. Dukungan penuh kedua orang tua (bapak Marselus Jemaga dan ibu Yuditha Nanur), adikku tersayang (Ilyasanti Tresna Kurniati, Yohanes Tresno Kurnianto, dan Yohana Inosensia Kurniati), dan seluruh keluarga yang selalu memberikan doa, kasih sayang, motivasi, dan bantuan baik moril, maupun material kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat dalam memberikan informasi tentang pemanfaatan aneka kacang sebagai bahan baku olahan pangan.



Malang, Agustus 2019 Penulis ii



RIWAYAT HIDUP



Penulis dilahirkan pada tanggal 04 Oktober 1997 di Lolang, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, provinsi Nusa Tenggara Timur. Anak sulung dari bapak Marselus Jemaga dan ibu Yuditha Nanur dari empat bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak pada tahun 2001 di TKK St. Gabriel selama 2 tahun. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar pada tahun 2003 di SDK Ruteng V mulai tahun 2003-2009. Selanjutnya masuk pada pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Swasta Diakui Immaculata mulai tahun 2009-2012. Selanjutnya meneruskan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Setia Bakti Ruteng mengambil jurusan Bahasa pada tahun 2012 dan lulus di tahun 2015. Pada tahun 2015 penulis mendaftar kuliah di Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Selama dibangku kuliah, penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMATIP) periode 2016-2017 sebagai anggota. Atas izin Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat menyelesaikan tahap terakhir berupa skripsi dengan judul ‘’Karakterisasi Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.), Kacang Koro Benguk (Mucuna pruriens L.), dan Kacang Hitam (Cajanus sp.) yang Diberi Perlakuan Autoclaving- Cooling’’. Tahap terakhir berupa skripsi inilah akhirnya penulis menyelesaikan kuliah dan mendapat gelar Sarjana Teknologi Pertanian (STP) pada tahun 2015.



iii



DAFTAR ISI



RINGKASAN ...................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii RIWAYAT HIDUP ........................................................................................................... iii DAFTAR ISI...................................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ........................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR..................................................................................................... viiiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. vixii I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ....................................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 2 1.3. Manfaat .................................................................................................................. 2 1.4. Hipotesa ................................................................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................ 3 2.1. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L ) .................................................................. 3 2.1.1. Kandungan Kacang Merah .......................................................................... 4 2.1.2. Manfaat Kacang Merah ............................................................................... 4 2.2. Kacang Koro Benguk (Mucuna pruriens L.) ......................................................... 5 2.2.1. Kandungan Kacang Koro Benguk ............................................................... 6 2.3. Kacang Hitam (Cajanus sp.) .................................................................................. 8 2.3.1. Kandungan Kacang Hitam atau Kacang Gude ............................................ 9 2.4. Tepung ................................................................................................................. 11 2.5. Autoclaving-Cooling (Pemanasan-Pendinginan)................................................. 11 2.5.1. Autoclave ................................................................................................... 13 2.5.2. Prinsip Kerja Autoclave............................................................................. 13 2.5.3. Komponen Autoclave ................................................................................ 14 2.6. Analisa Kelayakan Usaha .................................................................................... 15 2.6.1. Modal Biaya Dan Harga ............................................................................ 16 2.6.2. Harga Pokok Produksi (HPP) .................................................................... 16



iv



2.6.3. Break Even Point (BEP) ............................................................................ 17 2.6.4. Reveune Cost Ratio (R/C) ......................................................................... 17 2.6.5. Penerimaan ................................................................................................ 18 2.6.6. Pendapatan ................................................................................................. 18 III. METODE PENELITIAN ......................................................................................... 19 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................................. 19 3.2. Alat dan Bahan..................................................................................................... 19 3.2.1. Alat ............................................................................................................ 19 3.2.2. Bahan ......................................................................................................... 19 3.3. Rancangan Percobaan .......................................................................................... 20 3.4. Prosedur Penelitian .............................................................................................. 20 3.4.1. Proses Pembuatan Tepung Kacang............................................................ 20 3.5. Rancangan Penelitian ........................................................................................... 23 3.6. Parameter Pengamatan ......................................................................................... 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................................. 25 4.1. Analisa Proksimat Tepung Kacang Autoclaving-Cooling................................... 25 4.1.1. Kadar Karbohidrat ..................................................................................... 25 4.1.2. Kadar Protein ............................................................................................. 26 4.1.3. Kadar Lemak ............................................................................................. 28 4.1.4. Kadar Air ................................................................................................... 30 4.1.4. Kadar Abu.................................................................................................. 31 4.2. Perlakuan Terbaik ................................................................................................ 33 4.3.Analisa Kelayakan Usaha ..................................................................................... 34 4.3.1. Kapasitas Produksi..................................................................................... 34 4.3.2. Analisis Aspek Finansial ........................................................................... 35 4.3.3. Harga Pokok Penjualan (HPP)................................................................... 35 4.3.4. Break Event Point (BEP) ........................................................................... 36 4.3.5. Hasil Analisa Finansial .............................................................................. 36 IV.KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 38 5.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 38 5.2. Saran..................................................................................................................... 38 v



DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 39



vi



DAFTAR TABEL



Nomor Teks Hal Tabel 1. Komposisi Nilai Gizi Kacang Merah Per 100 g Bahan ......................................... 4 Tabel 2. Kandungan Gizi Biji Koro Benguk Tiap 100 gram Bahan.................................... 6 Tabel 3. Kandungan Protein Tepung Kacang Koro Benguk ............................................... 7 Tabel 4. Komposisi Kacang Hitam atau Kacang Gude ..................................................... 10 Tabel 5. Kombinasi Perlakuan Jenis Kacang Dan Lama Pendinginan .............................. 20 Tabel 6. Perlakuan Terbaik ................................................................................................ 20 Tabel 7. Hasil Analisa Finansial Usaha Tepung Kacang Autoclaving-cooling................. 36 Tabel 8. Analisa Kadar Karbohidrat ................................................................................. 47 Tabel 9. Analisa Kadar Protein .......................................................................................... 51 Tabel 11. Analisa Kadar Lemak ........................................................................................ 54 Tabel 12. Analisa Kadar Air .............................................................................................. 57 Tabel 13. Analisa Kadar Abu............................................................................................. 60 Tabel 14. Penentuan Bobot Parameter ............................................................................... 63 Tabel 15. Rerata Nilai Terjelek Dan Nilai Terbaik............................................................ 63 Tabel 16. Nilai Efektivitas (NE) Dan N ilai Hasil (NH) Untuk Parameter Penelitian ....... 64 Tabel 17. Asumsi-asumsi ................................................................................................... 65 Tabel 18. Biaya Variabel ................................................................................................... 66 Tabel 19. Biaya Tetap ........................................................................................................ 67 Tabel 20. Modal Kerja Usaha Tepung Kacang Autoclaving-Cooling............................... 67 Tabel 21. Biaya Investasi ................................................................................................... 68 Tabel 22. Cashflow ............................................................................................................ 69



vii



DAFTAR GAMBAR



Nomor Teks Hal Gambar 1. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris)................................................................... 3 Gambar 2. Kacang Koro Benguk ......................................................................................... 5 Gambar 3. Biji Kacang Gude/Kacang Hitam....................................................................... 8 Gambar 4. Prinsip Kerja Autoclave ................................................................................... 13 Gambar 5. Komponen Autoclave....................................................................................... 14 Gambar 6. Pembuatan Tepung Kacang Autoclaving-cooling ........................................... 22 Gambar 7. Rancangan Penelitian ....................................................................................... 23 Gambar 8. Kadar Karbohidrat Tepung Kacang Autoclaving-cooling ............................... 26 Gambar 9. Kadar Protein Tepung Kacang Autoclaving-cooling ....................................... 27 Gambar 10. Kadar Lemak Tepung Kacang Autoclaving-cooling ..................................... 29 Gambar 11. Kadar Air Tepung Kacang Autoclaving-cooling ........................................... 31 Gambar 12. Kadar Abu Tepung Kacang Autoclaving-cooling ......................................... 32



viii



DAFTAR LAMPIRAN



Nomor Teks Hal Lampiran 1. Analisa Kadar Air (AOAC, 2005)................................................................. 41 Lampiran 2. Analisa Kadar Karbohidrat (AOAC, 2005)................................................... 42 Lampiran 3. Analisa Kadar Lemak (AOAC, 2005) ........................................................... 43 Lampiran 4. Analisa Kadar Abu (AOAC, 2005) ............................................................... 44 Lampiran 5. Analisa Kadar Protein (AOAC, 2005) .......................................................... 45 Lampiran 6. Analisa Perlakuan Terbaik ............................................................................ 46 Lampiran 7. Analisa Kadar Karbohidrat............................................................................ 47 Lampiran 8. Analisa Kadar Protein.................................................................................... 51 Lampiran 9. Analisa Kadar Lemak .................................................................................... 54 Lampiran 10. Analisa Kadar Air........................................................................................ 57 Lampiran 11. Analisa Kadar Abu ...................................................................................... 60 Lampiran 12. Penentuan Bobot Parameter Dan Rerata Niali Terjelek Dan Terbaik ......... 63 Lampiran 13. Nilai Efektivitas (NE) Dan Nilai Hasil (NH) .............................................. 64 Lampiran 14. Analisa Kelayakan Usaha............................................................................ 65 Lampiran 15. Dokumentasi................................................................................................ 71



ix



1



I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tepung terigu merupakan hasil pengolahan biji gandum yang umum digunakan sebagai bahan baku berbagai produk pangan di Indonesia. Sampai saat ini kita masih ketergantungan dengan penggunan tepung terigu dari impor Negara lain. Berdasarkan data Asosiasi Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) volume impor gandum Indonesia pada 2017 naik sekitar 9% menjadi 11,48 juta ton dari tahun sebelumnya. Demikian pula nilainya meningkat 9,9% menjadi US$ 2,65 miliar dari sebelumnya. Impor gandum Indonesia terbesar berasal dari Australia, yakni mencapai 4,23 juta ton atau sekitar 37% dari total impor (BPS, 2017). Oleh karena itu, sangat penting dilakukan diversifikasi produk lokal non gandum. Konsumsi terigu dengan kadar gluten yang tinggi (8-14%) diindikasikan dapat menyebabkan berbagai penyakit, yaitu: (1) autisme, (2) Celiac/gangguan penyerapan zat gizi dalam usus, (3) attention deficit disorder/pelupa atau tidak konsentrasi, (4) gangguan pencernaan, dan (5) berbagai penyakit degeneratif. Ketergantungan terhadap gandum untuk pengolahan produk pangan juga akan semakin menjauhkan dari keunggulan tanaman lokal yang dapat menggantikan gandum (Mustofa, 2015). Oleh karena itu, sangat penting dilakukan diversifikasi produk olahan pangan dari bahan hasil pertanian lokal non gandum, diantaranya dari aneka kacang yang ada di Indonesia. Tanaman kacang di Indonesia terdiri dari berbagai jenis, diantaranya yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah kacang merah, kacang gude merah dan hitam, serta kacang koro. Aneka biji kacang telah lama dikenal sebagai sumber protein. Selain itu, komoditi aneka kacang juga dikenal karena berpotensi sebagai sumber mineral, vitamin B, karbohidrat kompleks, dan serat makanan. Karena kandungan seratnya tinggi, maka kacang-kacangan juga dapat dijadikan sumber serat. Kacangkacangan memberikan energi sekitar 135 kkal per 100 gram bagian yang dapat dimakan. Jika kita mengonsumsi kacang-kacangan sebanyak 100 gram, maka jumlah itu akan mencapai sekitar 20% kebutuhan protein dan 20% kebutuhan serat per hari (Koswara, 2012). Kurangnya informasi yang memadai tentang karakteristik aneka kacang di Indonesia, mengakibatkan pembuatan produk pangan berbasis aneka kacang lokal belum optimal. Selain itu, secara umum kacang mempunyai kelemahan yaitu kandungan asam fitat yang merupakan senyawa anti gizi (Astawan, 2009) dan bau langu khas kacang yang mengakibatkan produk akhir menjadi kurang diterima oleh masyarakat (Yodatama, 2011). Asam fitat akan membentuk ikatan kompleks dengan zat besi atau mineral lain, seperti seng, magnesium, dan kalsium, menjadi bentuk yang tidak larut dan sulit diserap tubuh (Suhanda, 2007).



2



Salah satu cara untuk meningkatkan penggunaan aneka kacang lokal sebagai bahan baku pangan adalah dengan membuat tepung kacang termodifikasi yang dapat meningkatkan nilai gizi dan menurunkan kadar senyawa anti gizinya. Tepung kacang termodifikasi adalah tepung yang terbuat dari biji kacang dan biji kacang tersebut diberikan perlakuan tertentu, sehingga dihasilkan sifat yang lebih baik daripada sifat sebelumnya, terutama sifat fisikokimia dan fungsionalnya. Perlakuan tersebut dapat diklasifikasikan secara fisik dan kimia (Beynum dan Roels, 1985). Modifikasi fisik secara umum adalah dengan pemanasan, modifikasi ini relative aman bila dibandingkan dengan modifikasi lainnya karena tidak menggunakan reagen kimia ataupun meninggalkan residu kimia. Salah satu cara modifikasi pati secara fisik yang dapat dilakukan untuk mengubah sifat-sifat pati adalah dengan metode pemanasan tinggi-pendinginan (autoclaving-cooling). Pada penelitian ini, tepung kacang dilakukan modifikasi fisik menggunakan metode autoclaving-cooling (pemanasan-pendinginan).



1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu untuk: 1. Menentukan karakteristik kimia terbaik dari tepung kacang merah, kacang koro benguk, dan kacang hitam yang diproses dengan metode autoclavingcooling. 2. Mendapatkan hasil analisis kelayakan usaha dari proses pembuatan tepung kacang dengan perlakuan autoclaving-cooling yang mempunyai karakteristik kimia terbaik.



1.3. Manfaat Manfaat penelitian ini yaitu untuk menentukan karakteristik kimia terutama kadar protein dari kacang merah, kacang koro, dan kacang hitam yang diberi perlakuan autoclaving-cooling, serta mendapatkan hasil analisis kelayakan usaha proses autoclaving-cooling dari kacang yang mempunyai karakteristik kimia terbaik, sehingga dapat diaplikasikan untuk bahan baku olahan pangan di masyarakat.



1.4. Hipotesa Diduga perlakuan autoclaving-cooling berpengaruh nyata terhadap karakteristik kimia dari kacang merah, kacang koro benguk, dan kacang hitam.



3



II. TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L ) Kacang Jogo atau Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini berasal dari Meksiko Selatan, Amerika Selatan dan daratan Cina. Selanjutnya tanaman tersebut menyebar ke daerah lain seperti Indonesia, daerah yang banyak ditanami kacang jogo atau kacang merah adalah Lembang (Bandung), Pacet (Cipanas), Kota Batu (Bogor) dan Pulau Lombok (Astawan, 2009). Kacang merah tergolong makanan nabati kelompok kacang polong (legume) seperti kacang hijau, kacang kedelai, kacang tolo, dan kacang uci. Ada beberapa jenis kacang merah diantaranya adalah red bean, kacang adzuki (kacang merah kecil) dan kidney bean (kacang merah besar) (Tjitrosoepomo, 2000). Kacang merah atau kacang jogo (kacang buncis tipe tegak) merupakan tanaman semak yang tegak dan ada yang merambat. Tinggi tanaman kacang merah sekitar 3,5 – 4,5 meter, warna biji bertotol-totol merah tua dan buahnya berbentuk polong memanjang, sedikit lebih panjang dibandingkan buncis. Jumlah biji kacang merah sekitar 2-3 biji dalam satu polongnya (Zebua, 2009).



Gambar 1. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris) Sumber: Wiyono (2012) Taksonomi tanaman kacang merah adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rosales Famili : Leguminoseae Sub Famili : Papilionoideae Genus : Phaseolus Spesies : Phaseolus vulgaris



4



2.1.1. Kandungan Kacang Merah Kacang merah banyak mengandung protein dan karbohidrat. Keunggulan lainnya yaitu kacang merah bebas kolesterol, sehingga aman untuk dikonsumsi oleh semua golongan masyarakat dari berbagai kelompok umur. Protein kacang merah juga dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol LDL yang bersifat jahat bagi kesehatan manusia, serta meningkatkan kadar kolesterol HDL yang bersifat baik bagi kesehatan manusia (Astawan, 2009). Komposisi zat gizi biji kacang merah sangat bervariasi, tergantung pada kondisi tanaman dan cara perawatannya. Jenis-jenis protein yang terdapat dalam kacang merah adalah faseolin 20% (berat kering), faselin 2%, konfaseolin 0,360,40% (Astawan, 2009). Menurut Data Kandungan Biji Bahan Pangan, kandungan gii kacang merah dapat dilihat dari Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Nilai Gizi Kacang Merah Per 100 g Bahan Zat Gizi Komposisi Air 12,0 g Protein 23,1 g Lemak 1,7 g Karbohidrat 50,5g Mineral 3,7 g Kalsium 80 mg Kalori 336 kal Sumber: Data Kandungan Gizi Bahan Pangan, 2006.



2.1.2. Manfaat Kacang Merah Kacang merah memiliki beberapa manfaat, diantaranya yaitu: 1. Mencegah kolesterol jahat dan memperlancar pencernaan (anti sembelit). Kandungan fibernya yang tinggi difermentasi dalam usus dan menghasilkan asam-asam lemak rantai pendek, yang dapat menghambat sintesis kolesterol hari (Afriansyah, 2007). 2. Mencegah resiko diabetes karena kandungan karbohidrat kompleksnya berindek glikemik rendah dan termasuk lambat cerna (Afriansyah, 2007). 3. Membantu pematangan sel darah merah, membantu sintesa DNA dan RNA, serta menurunkan level homosistein dalam pembuluh arteri (sehingga mengurangi resiko penyakit jantung) dengan kandungan folat dan vitamin B6 (Afriansyah, 2007). 4. Membantu pembentukan komponen utama sel sel darah merah, pembentukan enzim, pembentukan tulang, mencegah resiko anemia (darah rendah) dengan kandungan zat mineral zinc, besi, dan tembaga (Afriansyah, 2007).



5



2.2. Kacang Koro Benguk (Mucuna pruriens L.) Koro benguk merupakan salah satu tanaman yang termasuk dalam famili Fabaceae (Leguminoceae) dan banyak tersebar di daerah tropis. Koro benguk dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian 3-15 m di atas permukaan laut dan merupakan tanaman yang merambat (Wulijarni dkk., 1996). Masyarakat mengenal kacang benguk dengan nama yang berbeda-beda disetiap daerah ataupun Negara. Di India kacang benguk dikenal dengan nama Cowhage plant, Kapikacho, Kevach. Di Inggris kacang benguk disebut dengan nama velvet bean atau Cowitch dan di Indonesia sendiri namanya berbeda-beda tiap daerah. Secara umum di Indonesia kacang benguk disebut dengan nama kacang babi, sedangkan nama lokalnya adalah koro benguk atau benguk (Jawa), kowas (Sunda), kekara juleh (Maluku), dan bhengok (Madura) (Shukla, 2007).



Gambar 2. Kacang Koro Benguk Sumber: Data Primer Penelitian (2019) Kedudukan taksonomi kacang koro benguk (Mucuna pruriens L.) menurut Wulijarni dkk (1996 ) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Sub class : Rosidae Ordo/Bangsa : Fabales Familia : Fabaceae (Leguminosae) Genus : Mucuna Adans Species : Mucuna pruriens L. Di Indonesia, budidaya kacang ini masih terbatas. Koro benguk dapat tumbuh di daerah yang kurang subur, kering, serta kondisi cuaca ekstrim (Rahardi 2008). Penanamannya banyak dilakukan di huma-huma atau di tanah tegal. Menurut Syam (2003) produktivitas koro benguk cukup tinggi mencapai 0.51 ton per hektar. Daerah penghasil koro benguk berpusat di Jawa, terutama yang



6



memiliki daerah pertanian kering seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Koro benguk dalam jumlah yang lebih sedikit juga ditemukan di Jawa Barat dengan nama kacang kowas. Selain di pulau Jawa, koro benguk juga ditemukan di Sumatera khususnya di lahan-lahan perkebunan. Tanaman koro benguk digunakan sebagai Land Covering Crops (LCC) yang berguna untuk rehabilitasi lahan. Namun sayangnya, bagian biji koro benguk belum dimanfaatkan secara khusus sebagai bahan pangan yang bernilai tambah.



2.2.1. Kandungan Kacang Koro Benguk Dari segi kandungan gizi, kacang koro benguk mempunyai nilai gizi yan tidak kalah tinggi dibandingkan dengan kacang-kacangan lain. Benguk mengandung karbohidrat dan protein yang cukup tinggi dengan kandungan lemak rendah. Biji benguk kaya akan senyawa alkaloid, prurienidin, β-sitosterol, glution, lesitin, asam vernolat dan asam galat. Benguk memiliki sejumlah zat bioaktif lainnya termasuk triptamin, alkilamin, steroid, flavonoid kumarin, kardenolid, magnesium, tembaga, zink, mangan dan besi (Kristianto, 2013). Kandungan protein dan lemak biji koro benguk lebih rendah, tetapi karbohidrat dan seratnya lebih besar bila dibandingkan dengan biji kedelai biji sehingga biji koro benguk berpotensi untuk penanggulangan penyakit-penyakit degeneratif. Biji dari tanaman (Mucuma pruriens) ini memiliki kadar protein yang tinggi dan lemak yang rendah (Lubis, 2009) dan secara tradisional telah dimanfaatkan oleh sebagian penduduk Pulau Jawa. Biji koro benguk ini lazimnya dimakan dalam suatu bentuk makanan difermentasi dan dikenal sebagai tempe benguk. Kandungan gizi biji kacang koro benguk dalam setiap 100 gram bahannya menurut Komposisi pangan Indonesia (2008) dan Handajani (2001) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Gizi Biji Koro Benguk Tiap 100 gram Bahan Zat Gizi Jumlah Energi 332 kkal Protein 24 g Lemak 3g Karbohidrat 55 g Kalsium 30 mg Abu 3 mg Fosfor (mg) 200 mg Besi 2 mg Vitamin B 0,3 mg Air 15 g Sumber: Komposisi Pangan Indonesia, 2008.



7



Tepung biji koro benguk adalah jenis koro-koroan jika dibandingkan dengan kedelai, kadar protein dan lemak biji koro benguk lebih rendah sedangkan kadar karbohidratnya lebih tinggi, bahkan dua kali kandungan karbohidrat kedelai. Pembudidayaan yang mudah dapat menjadikan biji koro benguk sebagai alternatif sumber protein (Winarno, 2002). Menurut Veroka (2010) hasil analisis proksimat, kandungan nutrisi pada tepung biji koro benguk dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan Protein Tepung Kacang Koro Benguk Nutrisi Kandungan (%) Protein 30,29 Lemak 6,93 Kadar air 7,47 Kadar abu 4,75 Karbohidrat 46,93 Sumber: Veroka, 2010. Salah satu tantangan pemanfaatan kacang koro benguk adalah adanya toksin yang terkandung secara alami pada bijinya. Toksin tersebut adalah sianida. Sianida mencakup senyawa-senyawa yang mengandung ion sianida (CN-), di mana satu atom karbon berikatan rangkap tiga dengan nitrogen. Sianida umumya ditemukan berikatan dengan unsur lain membentuk suatu senyawa. Contoh senyawa sianida sederhana yang sering ditemukan antara lain hidrogen sianida (HCN), natrium sianida (NaCN), kalium sianida (KCN), kalsium sianida (Ca(CN)2) dan sianogen (suatu senyawa dalam bentuk NC-CN atau X-CN, di mana X adalah suatu halogen). Menurut WHO (2004), senyawa sianida terdapat pada bahan pangan sebagai bagian dari komponen gula (sianogenik glukosida) ataupun sebagai suatu senyawa yang terbentuk secara alami. Konsentrasi sianogenik glukosida pada tanaman dapat bervariasi, yang disebabkan oleh genetik dan faktor lingkungan seperti lokasi, musim, dan jenis tanah (JECFA 1993 diacu dalam WHO 2004). Hidrogen sianida dapat diproduksi melalui reaksi hidrolisis yang dikatalis oleh enzim endogenous pada tanaman yang mengandung senyawa sianogenik glukosida. Sianida bersifat racun bagi manusia. Gejala khas keracunan sianida akut diantaranya tachypnoea, sakit kepala, vertigo, koordinasi gerak menurun, denyut nadi melemah, cardiac arrhythmias, muntah, pingsan, dan koma. Gettler dan Braine (1938) diacu dalam WHO (2004) memperkirakan bahwa kematian terjadi setelah menyerap rata-rata 1.4 mg hidrogen sianida/kg berat badan, di mana dosis terendah yang menyebabkan efek fatal sebesar 0.54 mg/kg berat badan. Konsumsi bahan pangan yang mengandung senyawa sianogenik glukosida dikaitkan dengan beberapa penyakit yang memengaruhi sistem saraf (WHO 2004).



8



Paparan sianida terhadap manusia melalui asupan makanan ditentukan dengan melihat konsumsi populasi terhadap singkong. Hal ini disebabkan singkong telah menjadi makanan pokok bagi 500 juta penduduk dunia. Namun, data konsentrasi sianida pada makanan secara keseluruhan tidak cukup sehingga asupan harian untuk sianida melalui bahan pangan tidak dapat ditentukan. Meskipun demikian, Codex (1989) telah menetapkan kadar hidrogen sianida pada tepung singkong tidak melebihi 10 mg/kg. Kacang koro benguk segar mengandung sianida sebesar 17.72 mg/kg (Handajani et al, 2008). Proses pengolahan pendahuluan sering dilakukan untuk mengurangi kandungan sianida. Salah satu proses pengolahan untuk mengurangi kandungan sianida dalam bahan pangan yaitu dengan melakukan perendaman di dalam air. Sianida merupakan senyawa yang larut air sehingga pencucian ataupun perendaman bahan pangan sering dilakukan untuk mengurangi kadarnya. Handajani et al. (2008) melaporkan bahwa tidak hanya perlakuan perendaman, tetapi perlakuan pengukusan, perebusan, dan presto juga dapat menurunkan kadar sianida koro benguk segar.



2.3. Kacang Hitam (Cajanus sp.) Kacang hitam atau kacang gude, kacang kayo, atau Kacang Bali (Cajanus cajan) adalah sejenis tanaman kacang-kacangan yang bersifat tahunan (perenial). Bijinya dapat dimakan dan menjadi sumber pangan alternatif. Tanaman ini relatif tahan panas dan kering sehingga cocok sebagai tanaman penghijauan kawasan kering. Di Indonesia, tumbuhan ini disebut binatung (Makassar), fouhate (Ternate dan Tidore), gude, kacang kayu, kacang gude (Jawa), kacang bali (Bahasa Melayu), kacang hiris (Sunda), kance (Bugis), kekace, undis (Bali), kacang iris, kacang turis, hitam, legui, puwe jai (Halmahera), tulis (Rote), tunis (Timor), ritik lias (Batak Karo), dan koloure (Tomia-Wakatobi).



Gambar 3. Biji Kacang Gude/Kacang Hitam Sumber: Taylor (2005) Klasifikasi kacang gude atau kacang hitam menurut Wikipedia, 2016: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)



9



Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Rosidae : Fabales : Fabaceae (suku polong-polongan) : Cajanus : Cajanus cajan (L.) Millsp.



Pemanfaatan kacang hitam dalam masyarakat kita belum sepopuler kacang tanah ataupun kacang kedelai. Kacang hitam lokal merupakan tanaman perdu yang memiliki batang kuat dan berkayu. Ketinggiannya bisa mencapai 0,6 m – 3,6 m (Fachruddin, 2000). Bunga tanaman ini umumnya melakukan penyerbukan sendiri, tetapi ada kemungkinan sekitar 20% terjadi penyerbukan silang dengan bantuan serangga. Daun berbentuk trifoliate, berwarna hijau, hijau tua, atau hijau ungu. Sistem perakaran dalam dan menyebar, sehingga tanaman ini tahan terhadap kekeringan (Fachruddin, 2000). Kacang hitam atau kacang gude adalah spesies kacang–kacangan yang berasal dari India. Saat ini kacang gude dibudidayakan di negara–negara tropis dan telah banyak tumbuh di Floridina, Puerto Rico, dan Pulau Virgin Amerika Serikat. Kacang ini bisa dimanfaatkan sebagai penghasil bahan pangan dan bahan pupuk hijau. Buahnya berbentuk polong sebanyak 4–10 cm, berbulu, pipih dan berwarna hijau. Biji dalam polongnya berbentuk bulat dan berukuran kecil, dengan jumlah perpolong berkisar 4 – 9 butir biji. Bentuk polongnya antara lain bentuk lurus dan sabit. Warna kulit bijinya ada yang putih keabu–abuan, krem, kuning, coklat keunguan, sampai hitam. Kulit bijinya halus dan mengkilap. Berat bervariasi antara 4 dan 26 gram per 100 butir (Messakh, 2004). 2.3.1. Kandungan Kacang Hitam atau Kacang Gude Kacang hitam atau kacang gude memiliki gizi yang lengkap yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Kandungan gizi per 100 gram kacang gude dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.



10



Tabel 4. Komposisi Kacang Hitam atau Kacang Gude No. 1. 2.



3.



Komponen Energi Proksimat:



Jumlah 343 kkal



No. 4.



Air Lemak Abu Karbohidrat Protein Asam-asam amino: Threonin Isoleusin Leusin



10,59 g 1,49 g 3,45 g 62,78 g 21,69 g



0,767 g 0,785 g 1,549 g



5.



Lisin Metionin Cystin Phenilalanin Tirosin Valin Arginin Histidin Asam aspartate Asam glutamate Glisin Prolin Serin



1,521 g 0,243 g 0,250 g 1,858 g 0,538 g 0,937 g 1,299 g 0,0744 g 2,146 g 5,031 g 0,802 g 0,955 g 1,028 g



6.



Komponen Vitamin-vitamin: Thiamin



Jumlah



Niacin Roboflavin Asam panthotenat Vitamin B¹ Folat Vitamin A



2,965 mg 0,187 mg 1,266 mg 0,283 mg 456 ug 28 IU



Asam-asam lemak: Asam lemak jenuh Asam lemak tidak jenuh Mineral-mineral: Calcium Besi (Fe) Mg Fosfor Kalium Natrium Zn Cu Mn Se



0,643 mg



0,33 g 0,012 g



130 mg 5,23 mg 184 mg 367 mg 1392 mg 17 mg 2,76 mg 1,057 mg 1,791 mg 8,2 ug



Sumber: USDA, National Nutrient Database for Standard Reference (2010). Kelebihan kacang hitam atau kacang gude dibandingkan jenis kacangkacangan lain adalah memiliki kombinasi gizi yang optimal dan unik, tanamannya mudah sekali tumbuh dan sangat produktif, mempunyai toleransi tinggi terhadap lingkungan yang buruk, menghasilkan biomassa yang tinggi, dan memiliki kontribusi pada kelembaban dan nutrisi tanah (Damaris, 2007 dan Jose, 2009). Kacang hitam atau kacang gude memiliki manafaat sebagai obat herbal tradisional. Di Peru dan Brazil, kacang gude diramu dalam teh untuk mengobati radang dan penyakit darah (Taylor, 2005). Di China, kacang gude dibakar hangus dicampur dengan air kopi dimanfaatkan untuk mengobati sakit kepala. Sedangkan biji muda dikonsumsi karena dipercaya dapat menyembuhkan penyakit ginjal dan liver ringan (Duke, 1981 dalam Kunia, 2008). Selain itu, kacang gude juga dimanfaatkan untuk pengobatan di negara-negara lain seperti: Argentina, Cuba, Dominican, Republik Haiti, Malaysia, Meksiko, dan Trinidad (Taylor, 2005).



11



Sedangkan di India, kacang gude termasuk makanan utama. Kacang gude utuh, tanpa kulit, dan kacang gude hijau dimanfaatkan, baik sebagai pangan manusia maupun sebagai pakan ternak. Di negara tersebut, kacang gude digiling, dibuat patinya, dibuat mie, difermentasi menjadi tempe, kecap manis dan kecap asin. Di Filiphina saat ini terdapat agenda proyek kacang gude untuk dikembangkan sebagai bahan cuka alami, sirup kacang gude, kopi kacang gude, macam-macam cookies dan roti yang terbuat dati tepung kacang gude (Agron, 2009).



2.4. Tepung Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara pengilingan atau penepungan. Tepung memiliki kadar air yang rendah, hal tersebut berpengaruh terhadap keawetan tepung. Jumlah air yang terkandung dalam tepung dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat dan jenis atau asal bahan baku pembuatan tepung, perlakuan yang telah dialami oleh tepung, kelembaban udara, tempat penyimpanan dan jenis pengemasan. Tepung juga merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena akan lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Cara yang paling umum dilakukan untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering biasa (Nurani dan Yuwono, 2014).



2.5. Autoclaving-Cooling (Pemanasan-Pendinginan) Perlakuan modifikasi secara fisik melibatkan beberapa faktor antara lain: suhu, tekanan dan kadar air. Prinsip modifikasi fisik secara umum adalah dengan pemanasan, bila dibandingkan dengan modifikasi kimia, modifikasi fisik cenderung lebih aman karena tidak menggunakan berbagai pereaksi kimia. Perlakuan modifikasi secara fisik antara lain: ekstruksi, praboiling, iradisi, steamcooking, microwave, hydrothermal treatment dan autoclaving-cooling (Sajilata dkk., 2006; Bao dan Bergman, 2004). Salah satu cara modifikasi pati secara fisik yang dapat dilakukan untuk mengubah sifat-sifat pati adalah dengan metode pemanasan tinggi-pendinginan (autoclaving-cooling). Modifikasi fisik secara umum adalah dengan pemanasan, modifikasi ini relatif aman bila dibandingkan dengan modifikasi lainnya karena tidak menggunakan reagen kimia ataupun meninggalkan residu kimia. Metode autoclaving-cooling atau yang disebut dengan teknik pemanasan suhu tinggi-pendinginan dapat mengubah karakteristik gelatinisasi pati yaitu meningkatkan suhu gelatinisasi, meningkatkan viskositas pasta pati, membatasi pembengkakan, meningkatkan stabilitas pasta pati dan meningkatkan kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi (Sajilata dkk., 2006). Perlakuan panas dengan metode autoclaving dan penambahan air dapat menyebabkan ekspansi matrik pati dan gelatinisasi granula. Setelah digelatinisasi, pati



12



didinginkan. Selama proses pendinginan, sebagian fragmen pati yang terlarut akan menyatu kembali membentuk lapisan kaku dan kuat pada permukaan granula. Dalam hal ini terjadi penyatuan kembali amilosa-amilosa, amilosaamilopektin, amilopektin-amilopektin dan pembentukan gel yang keras menyebabkan granula pati tahan terhadap panas dan resisten terhadap enzimolisis (Raja dan Shindu, 2000 dalam Sugiyono, 2009). Menurut Ashwar et al. (2016), proses pemanasan-pendinginan akan menyebabkan terjadinya penyusunan kembali rantai amilosa dan amilopektin yang menyebabkan perubahan karakteristik fisikokimia dan daya cernanya. Penurunan daya cerna pati akibat terbentuknya pati resisten juga dilaporkan oleh (Hsu et al., 2015). Sajilata, et al. (2006) melaporkan bahwa perlakuan pemanasan dengan menggunakan metode autoclaving dapat meningkatkan produksi pati resisten hingga 9%. Proses modifikasi ini terdiri atas dua tahap yaitu gelatinisasi dan retrogradasi. Pada tahap awal, pati digelatinisasi pada suhu 121°C selama 15 menit dengan proses autoclaving yang bertujuan untuk pembengkakan granula pati melalui pemanasan menggunakan air sehingga amilosa keluar. Proses gelatinisasi granula pati juga sangat dipengaruhi oleh nisbah pati dan air. Penambahan air yang terlalu sedikit ke dalam suspensi pati menyebabkan jumlah amilosa yang keluar dari granula tidak optimum. Hal ini dapat mengurangi kadar pati resisten yang terbentuk yang disebabkan oleh menurunnya peluang terjadinya reasosiasi amilosa-amilosa dan amilosa-amilopektin (Sajilata, et al. 2006 dalam Setiarto, 2018). Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa perlakuan autoclavingcooling terhadap pati dapat menurunkan daya cerna pati dan meningkatkan kadar pati resisten (resistant starch atau RS). RS didefinisikan sebagai fraksi pati atau produk degradasi pati yang tidak terabsorbsi dalam usus halus individu yang sehat, bersifat resisten terhadap hidrolisis enzim amilase (Shin dkk., 2004).



2.6. Cooling (Pendinginan) Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai 10 °C. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lemari es adalah pada suhu 5-8 °C (Winarno, 1993). Pendinginan dan pembekuan juga akan berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat-sifat lain dari bahan pangan. Beberapa faktor yang kritis dalam pendinginan adalah temperatur, kelembaban relatif, ventilasi dan penggunaan cahaya ultra violet (Apandi, 1974). Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Tujuan penyimpanan suhu dingin (cold storage) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormal atau perubahan yang tak diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat diterima oleh konsumen selama mungkin (Tranggono, 1990).



13



Pada metode autoclaving selama proses pendinginan, sebagian fragmen pati yang terlarut akan menyatu kembali membentuk lapisan kaku dan kuat pada permukaan granula. Dalam hal ini terjadi penyatuan kembali amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin, amilopektin-amilopektin dan pembentukan gel yang keras menyebabkan granula pati tahan terhadap panas dan resisten terhadap enzimolisis (Raja dan Shindu, 2000 dalam Sugiyono, 2009).



2.6.1. Autoclave Autoclave adalah alat yang digunakan untuk mensterilisasi berbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam mikrobiologi dengan menggunakan uap air panas bertekanan. Tekanan yang digunakan pada umumnya 15 psi atau sekitar 2 atm dengan suhu 121ºC selama 15 menit, tetapi jika digunakan suhu 115ºC lama waktu disarankan menjadi 20 menit (Lansing M. Presscott, dkk., 2005). Autoclave mempunyai cara kerja yang hampir sama dengan alat masak pressure cooker, sebab alat ini merupakan sebuah bejana yang dapat diisi air dan ditutup rapat-rapat. Autoclave ada yang model listrik tetapi ada pula yang harus diletakkan diatas kompor gas. Jika alat ini dipanaskan, maka akan terjadi uap air yang tidak dapat keluar karena bejana tertutup rapat, sehingga tekanan didalam autoclave naik sampai melebihi tekanan normal. Kenaikan tekanan uap ini akan menyebabkan air mendidih diatas 100ºC. Apabila tekanan uap tidak diatur, maka akan semakin bertambah tinggi. Oleh karena itu, tekanan perlu diatur sampai mencapai 1,5kg/cm2 (Daisy, 2012). 2.6.2. Prinsip Kerja Autoclave Pada prinsipnya, autoclave menggunakan panas dan tekanan dari uap air. Perhitungan waktu sterilisasi autoclaf dimulai ketika temperatur di dalam autoclave mencapai 121ºC. Jika objek yang disterilisasi cukup tebal atau banyak, transfer panas pada bagian dalam autoclave akan melambat sehingga terjadi perpanjangan waktu pemanasan total.



Gambar 4. Prinsip Kerja Autoclave Sumber: Mikha, 2013.



14



Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoclave lama kelamaan akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi autoclave. Setelah semua udara dalam autoclav diganti dengan uap air, katup udara ditutup sehingga tekanan udara dalam autoclave naik. Pada saat tercapai tekanan dan temperatur yang sesuai, maka proses sterilisasi dimulai dan timer mulai menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber pemanas dimatikan dan tekanan dibiarkan turun perlahan hingga mencapai tekanan normal (Mikha, 2013).



2.6.3. Komponen Autoclave Pada autoclave terdapat beberapa fungsi komponen yang sering dioperasikan. Komponen-komponen yang terlibat pada alat sterilisasi autoclav. di bawah ini penjelasan berikut adalah beberapa fungsi komponen di atas:



Pressure Gauge



Sensor Temperatur



Katup Pengaman



Katup Uap



Ruangan Uap



Clamping



Bahan



Pembatas Ruangan



Ruangan Air



Elemen Pemanas Sumber Arus Gambar 5. Komponen Autoclave



1.



Bejana Tekan Tekanan dalam bejana melibatkan beberapa perhitungan yang digunakan untuk menghitung ketebalan dinding yang dibutuhkan. Namun, desain sistem penahanan tekanan yang kompleks melibatkan lebih dari penerapan perhitungan tersebut. Untuk hampir semua bejana tekan, standar ASME menetapkan persyaratan untuk desain dan pengujian. Sebelum dioperasikan, bejana tekan akan diuji pada tekanan yang dinilai di bawah pengawasan standar ASME. Hal ini untuk memeriksa kebocoran serta bukti kelemahan atau kekurangan dalam pengelasan tersebut.



15



2.



3.



4.



5.



6.



7.



8.



Ruang Air Ruangan ini merupakan tempat air yang akan diuapkan/direbus sehingga mendidih dan menjadi uap. Pada ruangan air ini juga terdapat heater yang harus terendam air sehingga tidak terjadi ledakan atau proses superheated. Ruang Uap Ruangan ini berada diatas ruang air, berguna untuk menampung uap air yang terbentuk akibat proses pemanasan. Ruangan ini pula yang menjadi tempat penyimpanan peralatan yang akan disterilkan. Elemen Pemanas Elemen pemanas merupakan lempengan yang dapat memberikan panas sehingga dapat mendidihkan air sampai menjadi uap dengan merubah energi listrik menjadi kalor. Katup Uap Katup ini digunakan untuk mengeluarkan uap atau udara yang terjebak di dalam autoclave sehingga saat dioperasikan hanya terdapat uap air di dalamnya sehingga dapat digunakan sebagai pendinginan autoclave dengan cara mengeluaran tekanan uap yang berada pada ruang uap. Katup Pengaman Katup pengaman (safetyrelief valve) merupakan katup yang berfungsi sebagai pengaman autoclave apabila terjadi sesuatu hal yang tidak sesuai atau melebihi batas tekanan yang telah ditentukan dengan membuang uap air berlebih. Sensor Temperatur Termometer digunakan sebagai sensor untuk mengukur temperatur autoclave sehingga besarnya temperatur dapat dibaca. Pressure Gauge Pressure gauge digunakan untuk mengetahui besarnya tekanan yang terjadi di dalam autoclave (Deni, 2003).



2.7. Analisa Kelayakan Usaha Analisis kelayakan usaha merupakan suatu penelitian yang dilakukan terhadap perencanaan suatu bisnis atau usaha yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak nya suatu usaha ketika akan dibangun dan dijalankan, tetapi juga mengetahui ketika operasional dari usaha dijalankan secara rutin untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal pada waktu yang tidak ditentukan (Umar, 2003) dalam Emawati (2007). Studi kelayakan usaha merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk pertimbangan pengambilan keputusan terhadap usaha yang akan dijalankan, apakah layak dan dapat diterima dengan menghasilkan keuntungan atau akan mengalami kerugian.



16



Tujuan dari analisa kelayakan usaha untuk mengetahui beberapa factor berikut, yaitu: 1. Besarnya modal, baik untuk biaya tetap maupun biaya modal kerja yang telah dikeluarkan. 2. Pendapatan atau keuntungan yang telah diperoleh. 3. Kondisi lain yang berkaitan dengan usaha yang dilakukan, sehingga usaha yang dicapai bisa menjadi pegangan atau catatan untuk masa produksi berikutnya.



2.7.1. Modal Biaya Dan Harga Modal dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tidak tetap adalah modal yang dikeluarkan dalamproses produksi dan tidak habis dalam satu kali proses produksi dan berlangsung untuk jangka panjang, seperti tanah, bangunan, dan mesin. Sedangkan modal tidak tetap adalah modal yang dikeluarkan dalam proses produksi seperti bahan baku dan bahan tambahan (Soekarwati, 1986). Biaya produki atau semua biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh bagan dan alat produksi, serta bahan penunjang yang akan digunakan agar produk-produk tertentu yang telah direncanakan dapat terwujud dengan baik. Biaya dapat dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam usaha dan besarnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha yang besarnya sangat dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan (Suratiyah, 2006). Harga merupakan suatu alat tukar, berupa uang yang digunakan untuk mendapatkan barang yang diinginkan oleh konsumen. Menurut Kotler (2005) dalam menetapkan harga dalam suatu produk, terdapat beberapa factor dalam menentukan kebijakan harga, yaitu 1) memilih tujuan penetapan harga, 2) menentukan permintaan, 3) memperkirakan biaya, 4) menganalisa biaya, harga, dan tawaran pesaing, 5) memilih metode penetapan harga, dan 6) memilih harga akhir.



2.7.2. Harga Pokok Produksi (HPP) Harga pokok produk yang diproduksi atau harga pokok produksi (Cost of Goods Manufactured) menurut Blocher dkk (2000:90) adalah harga pokok produk yang sudah selesai dan ditransfer ke produk dalam proses pada periode berjalan. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2009:60) menyatakan harga pokok produksi (Cost of Goods Manufactured) mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan. Harga pokok produksi juga sering disebut biaya produksi. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku produk jadi. Menurut



17



Simamora (2000:547) mendefinisikan biaya produksi adalah biaya yang digunakan untuk membeli bahan baku yang dipakai dalam membuat produk serta biaya yang dikeluarkan dalam mengkonversikan bahan baku menjadi produk jadi. Untuk menghitung HPP dapat menggunakan rumus sebagai berikut: HPP = Total Biaya Pertahun+Depresiasi Total Produksi Pertahun



2.7.3. Break Even Point (BEP) Break Even Point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi, perusahaan tidak mendapat untung maupung rugi atau impas (penghasilan = total biaya) (Widodo, 2012). Perhitungan titik ulang pokok (BEP) suatu perusahaan didasarkan pada pedoman sebagai berikut: BEP = FC S-VC Dimana:BEP = Titik Pulang Pokok (Rp) FC = Biaya Tetap (Rp) S = Harga Jual Persatuan Produk (Rp) VC = Biaya Tidak Tetap Persatuan Produk (Rp)



2.7.4. Reveune Cost Ratio (R/C) Secara ekonomi usaha dikatakan menguntungkan atau tidak menguntungkan dapat dianalisis dengan menggunakan perbandingan antara penerimaan total dan biaya total yang disebut dengan Revenue Cost Ratio (R/C). R/C = (Py . Y) / (FC + VC) atau R/C = PT / BT Keterangan : Py = Harga Produksi Y = Produksi FC = Biaya Tetap VC = Biaya Variabel PT = Produksi Total BT = Biaya Total Ada tiga kriteria dalam perhitungan ini, yaitu : 1. Jika R/C1, maka usaha yang dilakukan secara ekonomi menguntungkan. 3. Jika R/C=1, maka usaha berada pada titik impas (Break Event Point).



18



2.7.5. Penerimaan Penerimaan usaha adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Rahim dan Hastuti, 2007). Beberapa konsep penerimaan yang penting untuk analisa perlakuan produsen, yaitu: 1. Total Revenue (TR), yaitu penerimaan produsen dari hasil penjualan outputnya. 2. Average Revenue (AR), yaitu rata-rata penerimaan dari produsen output yang dijual. 3. Marginal Revenue (MR), yaitu kenaikan TR yaitu disebabkan oleh tambahan penjualan output. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut : TR = Y . Py Keterangan : TR = Total Penerimaan Y = Produksi Yang Diperoleh Dari Suatu Usaha Py = Harga Produksi



2.7.6. Pendapatan Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan usaha. Ada beberapa pengertian yang perlu diperhatikan dalam menganalisis pendapatan antara lain (Sukartawi, 1995) : 1. Penerimaan adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha dikalikan dengan harga jual yang berlaku di pasar. 2. Pendapatan bersih adalah penerimaan kotor yang dikurangi dengan total biaya produksi atau penerimaan kotor di kurangi dengan biaya variabel dan biaya tetap. 3. Biaya produksi adalah semua pngeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan produksi.



19



III. METODE PENELITIAN



3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Rakayasa Proses Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang mulai Bulan Mei 2019 hingga Juli 2019.



3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi botol kaca, loyang, autoclav, kompor, oven, refrigerator, blender, timbangan, dan ayakan 60 mesh. Alat yang digunakan untuk analisa kadar air, yaitu kurs porselen, oven, neraca analitik, tanur, eksikator, penjepit kurs, wadah, spatula, stopwatch, mortar, dan alu. Alat yang digunakan untuk analisa karohidrat, yaitu erlenmeyer, pipet volum 25 ml, pendingin tegak, hot plate, labu ukur 250 ml, pipet tetes, kertas saring, pipet volume 10 ml, buret, pipet tetes, dan corong. Alat yang digunakan untuk analisa protein, yaitu spatula, mortar dan alu, labu kjeldahl, kaca arloji, kompor listrik, rangkaian alat destilasi (heating mantle, kondensor, pompa, selang, ember), neraca analitik, gelas beaker, gelas ukur, pipet tetes, lemari asam, erlenmeyer, coron, dan buret. Alat yang digunakan untuk analisa kadar lemak, yaitu kertas saring, kondensor, labu lemak, soxhlet,dan hexane (pelarut lemak). Alat yang digunakan untuk analisa kadar abu, yaitu neraca analitik, botol timbang, spatula, kurs porselin, eksikator, spidol , tanur dan oven. Alat yang digunakan untuk analisa kadar serat kasar, yaitu neraca analitik, spatula, erlenmeyer 500 ml, pipet volume 50 ml, pendingin tegak, hot plate, corong buchner, kertas saring, pompa, beaker glass, batang pengaduk, oven, dan cawan petri.



3.2.2. Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu kacang merah, kacang koro benguk, dan kacang hitam. Kacang merah dan kacang koro benguk diperoleh dari Pasar Besar Kota Malang, sedangkan kacang hitam diperoleh dari Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Bahan tambahan lain yang digunakan dalam penelitian adalah aquades. Aquades diperoleh dari CV. Makmur Sejati. Bahan yang digunakan untuk analisa kadar karbohidrat, yaitu HCl 3%, NaOH 3,25%, indikator PP, aquadest, KI 30%, H2SO4 25%, dan Natrium Thiosulfat 0,1 N. Bahan yang digunakan untuk analisa kadar protein, yaitu K2SO4, CuSO4, H3BO3, NaOH, H2SO4, HCl, akuades, indikator BCG-MR, es batu, dan batu didih. Bahan yang digunakan untuk analisa kadar serat kasar, yaitu sample kering (1 gr ), Aceton, H2SO4 1,25%, NaOH 3,25%, Etanol 96%, dan aquadest.



20



3.3. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Tersarang (RAT), dengan 2 faktor yaitu jenis kacang (kacang merah, kacang koro benguk, dan kacang hitam) sebagai faktor utama dan lama pendinginan (24, 48, dan 72 jam) sebagai faktor kedua yang tersarang pada faktor utama. Masing-masing kombinasi perlakuan tersebut, diulang sebanyak 2 kali, sehingga didapatkan 18 unit percobaan. Analisis data dilakukan dengan metode analisis of varians (ANOVA) pada taraf kepercayaan α 5% dan α 1% untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh jenis kacang dan lama pendinginan terhadap karakteristik fisikokimia, terutama kadar protein dan serat kasar dari ketiga jenis kacang tersebut. Jika terdapat pengaruh dari perlakuan, dilanjutkan dengan uji BNT (Gomes and Gomes, 1995). Analisa perlakuan terbaik menggunakan Metode Indeks Efektifitas (De Garmo et al., 1984). Tabel 5. Kombinasi Perlakuan Jenis Kacang Dan Lama Pendinginan Perlakuan Ulangan 1 A1 A11 A2 A21 A3 A31 B1 B11 B2 B21 B3 B31 C1 C11 C2 C21 C3 C31 Keterangan : A : Kacang Merah B : Kacang Koro Benguk C : Kacang Hitam 1 : Lama Pendinginan 24 Jam 2 : Lama Pendinginan 48 Jam 3 : Lama Pendinginan 72 Jam



Ulangan 2 A12 A22 A32 B12 B22 B32 C12 C22 C32



3.4. Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari 4 tahap yaitu pembuatan tepung kacang (tepung kacang merah, kacang hitam, dan kacang koro benguk), analisis sifat fisikokimia dan organoleptik, uji perlakuan terbaik, dan studi kelayakan usaha.



3.4.1. Proses Pembuatan Tepung Kacang Tahapan pembuatan kacang dimulai dari sortasi untuk memisahkan biji kacang yang baik dan yang cacat. Kacang dicuci sampai bersih, lalu ditiriskan. Selanjutnya dilakukan penghancuran kasar selama 5 menit. Kemudian



21



dikeringkan dalam oven pada suhu 50ºC selama 30 menit. Setelah dikeringkan, dilakukan pencampuran dalam botol dengan penambahan aquades dengan perbandingan 1:1 (b/v). Botol yang sudah diisi kacang dan aquades dimasukkan kedalam autoclav pada suhu 121ºC selama 15 menit. Setelah diautoclaving, dilakukan pendinginan pada suhu ruang 27-28ºC selama 5 menit. Selanjutnya botol kacang dimasukkan kedalam lemari es pada suhu 4ºC sesuai perlakuan yaitu masing-masing selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Setelah proses pendinginan, kacang dikeluarkan dari botol dan dikeringkan dalam oven pada suhu 55ºC selama 16 jam, selanjutnya ditepungkan dengan ayakan 60 mesh. Tahapan proses pembuatan tepung kacang dapat dilihat pada Gambar 6.



22



Kacang 500 gr Air bersih



Dicuci



Dihancurkan (5 menit, 60000 rpm) Tepung Kacang



Dikeringkan dalam oven (50°C, 30 Menit) Aquades 1:1 (b/v)



Air kotor



Analisa Proksimat:  Kadar Air  Kadar Karbohidrat  Kadar Protein  Kadar Lemak  Kadar Abu



Mixing



Autoclaving (121°C, 15 Menit) Penurunan Suhu



Cooling 4°C (24 jam, 48 jam, 72 jam)



Dikeringkan dalam oven (55°C, 16 jam)



Ditepungkan (60 mesh)



Tepung Kacang



Analisa Proksimat:  Kadar Air  Kadar Karbohidrat  Kadar Protein  Kadar Lemak  Kadar Abu Analisa Perlakuan Terbaik:  Kadar Serat Pangan



Gambar 6. Pembuatan Tepung Kacang Autoclaving-cooling



23



3.5. Rancangan Penelitian Latar Belakang Penelitian



Identifikasi Masalah



Studi Literatur



Pengadaan Alat Dan Bahan 1. Pengadaan Alat 2. Pengadaan Kacang Menentukan Dan Mengukur Parameter Sesuai Metodelogi



Pembuatan Sampel Sesuai Metode



Penelitian (Proses Autoclaving-Cooling)



Pengamatan Proses



Hasil



Analisa



Pembahasan Dan Kesimpulan



Gambar 7. Rancangan Penelitian



24



3.6. Parameter Pengamatan Parameter yang diukur dalam penelitian ini, yaitu: 1. Analisa Kadar Air (AOAC, 2005) 2. Analisa Kadar Karbohidrat (AOAC, 2005) 3. Analisa Kadar Lemak (AOAC, 2005) 4. Analisa Kadar Protein (AOAC, 2005) 5. Analisa Kadar Abu (AOAC, 2005) 6. Analisa Kadar Serat Pangan (AOAC, 2005)



25



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Proksimat Tepung Kacang Autoclaving-Cooling 4.1.1. Kadar Karbohidrat Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 2002 dalam Gelora 2017). Analisa kadar karbohidrat yang diuji pada penelitian pembuatan tepung kacang autoclaving-cooling ini bertujuan untuk mengetahui jumlah karbohidrat tepung kacang sebelum dan sesudah proses autoclaving-cooling. Hasil analisa sidik ragam pada proses pembuatan tepung kacang autoclaving-cooling dilihat dari kadar karbohidrat sebelum dan sesudah perlakuan. Hasilnya menunjukkan tidak berbeda nyata pada lama pendinginan sehingga tidak dilakukan uji lanjutan. Sedangkan hasil menunjukkan sangat berbeda nyata pada jenis kacang sehingga dilanjutkan uji BNT untuk mengetahui kombinasi yang berpengaruh pada karbohidrat (Lampiran 7). Berdasarkan gambar 8 dapat disimpulkan bahwa nilai kadar karbohidrat terendah pada lama pendinginan tepung kacang autoclaving-cooling yaitu pada perlakuan dengan menggunakan tepung kacang koro benguk dengan lama pendinginan 72 jam, untuk hasil yang menggunakan kacang merah dengan lama pendinginan 72 jam, dan untuk hasil yang menggunakan kacang merah dengan lama pendinginan 72 jam. Sedangkan dilihat dari nilai kadar karbohidrat tertinggi yaitu pada perlakuan dengan menggunakan kacang merah dengan lama pendinginan 24 jam, untuk hasil yang menggunakan tepung kacang koro dengan lama pendinginan 24 jam,dan untuk hasil yang menggunakan tepung kacang hitam dengan lama pendinginan 48 jam. Namun demikian, perlakuan lama pendinginan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat pada tepung kacang.



26



80.00 70.00 60.00



70.18



66.17



67.01



55,28d 55,21d 55,18d



50.00



54,53c 54,55c 54,41c



42,38b 42,36b 42,24a



40.00 30.00



20.00 10.00



0.00 Kacang merah



Kacang koro benguk



Kacang hitam



Tanpa perlakuan



Lama pendinginan 24 jam



Lama penginginan 48 jam



Lama pendinginan 72 jam



Gambar 8. Kadar karbohidrat tepung kacang autoclaving-cooling Berdasarkan hasil penelitian, proses autoclaving-cooling dapat menurunkan kadar karbohidrat dari kadar tanpa perlakuan pada tepung kacang merah yaitu sebesar 66,17%, tepung kacang koro benguk sebesar 70,18%, dan tepung kacang hitam sebesar 67,01%. Setelah dilakukan proses autoclavingcooling terjadi penurunan kadar karbohidrat pada tepung kacang merah menjadi 55,28%, 55,21%, dan 55,18%. Sedangkan pada tepung kacang koro benguk menurun menjadi 42,38%, 42,36%, dan 42,24%. Dan untuk tepung kacang hitam mengalami penurunan menjadi 54,55%, 54,53%, dan 54,41%. Hal ini diduga karena selama proses pemanasan bertekanan pati pecah dan tergelatinisasi, selanjutnya amilosa akan teretrogradasi pada saat pendinginan. Proses pengeringan juga menyebabkan pati mengalami reaksi pencoklatan sehingga dapat mengurangi kandungan karbohidrat. Pemanasan suhu tinggi dan pengeringan dalam oven dapat menyebabkan terbentuknya komponen pirodekstrin dari karbohidrat (Carrera et al. 2007). Selain itu, pengeringan yang semakin lama akan menyebabkan pati mengalami pemecahan senyawa-senyawa sederhana sehingga kandungan karbohidrat tepung yang dihasilkan akan menurun (Hazizah, 2013 dalam Sriwahyuni, 2018).



4.1.2. Kadar Protein Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting, karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh tetapi juga sebagai zat pembangun dan pengatur. Analisa kadar protein yang diuji pada penelitian pembuatan tepung kacang autoclaving-cooling yaitu bertujuan untuk mengetahui jumlah kadar protein tepung kacang sebelum ataupun sesudah proses autoclaving-cooling. Syarat protein untuk pembuatan tepung kacang menurut SNI yaitu minimal 7%. Oleh sebab itu kacang merah, kacang koro benguk, dan kacang hitam dapat



27



dijadikan bahan baku pada pembuatan tepung kacang autoclaving-cooling, karena kandungan akhir proteinnya > 7%. Hasil analisa sidik ragam pada proses pembuatan tepung kacang autoclaving-cooling dilihat dari kadar protein sebelum dan sesudah perlakuan. Hasilnya menunjukkan tidak berbeda nyata pada lama pendinginan sehingga tidak dilakukan uji lanjutan. Sedangkan hasil menunjukkan sangat berbeda nyata pada jenis kacang sehingga dilanjutkan uji BNT untuk mengetahui kombinasi yang berpengaruh pada protein (Lampiran 8). Berdasarkan gambar 9 dapat disimpulkan bahwa nilai kadar protein terendah pada tepung kacang merah autoclaving-cooling yaitu pada perlakuan dengan lama pendinginan 24 jam, untuk hasil pada tepung kacang koro benguk autoclaving-cooling yaitu pada perlakuan dengan lama pendinginan 48 jam, dan untuk hasil tepung kacang hitam autoclaving-cooling yaitu pada perlakuan 48 jam. Sedangkan dilihat dari nilai kadar protein tertinggi pada tepung kacang merah autoclaving-cooling yaitu pada lama pendinginan 48 jam, kacang koro benguk autoclaving-cooling yaitu pada lama penginginan 24 jam, dan kacang hitam autoclaving-cooling yaitu pada perlakuan dengan lama pendinginan 72 jam. Namun demikian, perlakuan lama penginginan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein pada tepung kacang. 30.00



27,3cd 24,22a



25.00



24,36b



27,02c



27,23cd



26,49ab



26,42ab 26,56ab



24,31cd



20.00 16.41



16.37



15.00



12.03



10.00 5.00 0.00 Kacang merah



Kacang koro benguk



Kacang hitam



Tanpa perlakuan



Lama pendinginan 24 jam



Lama pendinginan 48 jam



Lama pendinginan 72 jam



Gambar 9. Kadar protein tepung kacang autoclaving-cooling



Berdasarkan hasil penelitian, proses autoclaving-cooling dapat meningkatkan kadar protein dari tepung kacang. Pada tepung kacang merah kadar protein tanpa perlakuan yaitu sebesar 16,41%, setelah dilakukan proses autoclaving-cooling terjadi peningkatan kadar protein menjadi 24,22%, 24,31%, dan 24,36%. Pada tepung kacang koro benguk kadar protein tanpa perlakuan yaitu



28



sebesar 12,03%, setelah dilakukan proses autoclaving-cooling terjadi peningkatan kadar protein menjadi 27,30%, 27, 02%, dan 27,23%. Pada tepung kacang hitam kadar protein tanpa perlakuan yaitu sebesar 16,37%, setelah dilakukan proses autoclaving-cooling terjadi peningkatan kadar protein menjadi 26,49%, 26,42%, dan 26,56%. Kadar protein meningkat karena kadar karbohidrat menurun sehingga persentase kadar protein meningkat. Kadar pati resisten suatu bahan pangan yang dimodifikasi dalam bentuk tepung lebih rendah jika dibandingkan dalam bentuk pati. Hal ini dikarenakan adanya interaksi antara amilosa dengan senyawa lain seperti protein, lemak, maupun mineral yang dapat mengganggu terjadinya pembentukan pati resisten pada tepung. Dalam bentuk pati, senyawa amilosa dan amilopektin diekstrak dari komponen senyawa lainnya sehingga proses pembentukan pati resisten dapat terjadi dengan lebih mudah (Moongngarm, 2013). Penurunan kadar pati dikarenakan perubahan pati menjadi gula pereduksi akibat pemanasan. Degradasi pati akibat pemanasan autoklaf menyebabkan putusnya sebagian kecil ikatan glikosidik pada amilosa maupun amilopektin yang berkontribusi terhadap terbentuknya gula pereduksi (Setiarto, dkk., 2015). Senada dengan hasil penelitian Moongarm (2013), bahwa pada proses pembuatan tepung, seluruh komponen yang terkandung di dalam bahan pangan tetap dipertahankan keberadaannya sehingga tepung tidak hanya mengandung pati karena masih tercampur dengan protein, lemak, serat, vitamin, dan mineral.



4.1.3. Kadar Lemak Kadar lemak merupakan salah satu indikator sifat fisik tepung, karena lemak dapat membentuk senyawa kompleks dengan senyawa lain, misalnya pati, khususnya amilosa yang menghambat pemecahan molekul lemak, sehingga menghambat juga pengembangan granula pati sehingga sukar terjadi proses gelatinisasi (Munarso et al., 2014). Analisa kadar lemak yang diuji pada penelitian pembuatan tepung kacang autoclaving-cooling yaitu bertujuan untuk mengetahui jumlah kadar lemak pada tepung kacang sebelum ataupun sesudah proses autoclaving-cooling. Hasil analisa sidik ragam pada proses pembuatan tepung kacang autoclaving-cooling dilihat dari kadar lemak sebelum dan sesudah perlakuan. Hasilnya menunjukkan tidak berbeda nyata pada lama pendinginan sehingga tidak dilakukan uji lanjutan. Sedangkan hasil menunjukkan sangat berbeda nyata pada jenis kacang sehingga dilanjutkan uji BNT untuk mengetahui kombinasi yang berpengaruh pada kadar lemak (Lampiran 9). Berdasarkan gambar 10 dapat disimpulkan bahwa nilai kadar lemak terendah pada tepung kacang merah autoclaving-cooling yaitu pada perlakuan dengan lama pendinginan 48 jam, untuk hasil pada tepung kacang koro benguk autoclaving-cooling yaitu pada perlakuan dengan lama pendinginan 24 jam, dan



29



untuk hasil tepung kacang hitam autoclaving-cooling yaitu pada perlakuan 48 jam. Sedangkan dilihat dari nilai kadar lemak tertinggi pada tepung kacang merah autoclaving-cooling yaitu pada perlakuan dengan lama pendinginan 24 jam, untuk kacang koro benguk autoclaving-cooling yaitu pada perlakuan dengan lama pendinginan 48 jam dan kacang hitam autoclaving-cooling yaitu pada perlakuan dengan lama pendinginan 24 jam. Namun demikian, perlakuan lama pendinginan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak pada tepung kacang. 25.00 18,80cd



20.00



19,16cd 19,01cd



15.00 10.00



7,96b



7,89a



8,81c



7,94b



8,74c



8,80c



5.00 1.11



1.34



1.05



0.00 kacang merah



kacang koro benguk



kacang hitam



tanpa perlakuan



lama pendinginan 24 jam



lama pendinginan 48 jam



lama pendinginan 72 jam



Gambar 10. Kadar lemak tepung kacang autoclaving-cooling Berdasarkan hasil penelitian, proses autoclaving-cooling dapat meningkatkan kadar lemak dari tepung kacang. Pada tepung kacang merah kadar lemak tanpa perlakuan yaitu sebesar 1,11%, setelah dilakukan proses autoclavingcooling terjadi peningkatan kadar lemak menjadi 7,96%, 7,89%, dan 7,94%. Pada tepung kacang koro benguk kadar lemak tanpa perlakuan yaitu sebesar 1,05%, setelah dilakukan proses autoclaving-cooling terjadi peningkatan kadar lemak menjadi 18,80%, 19,16%, dan 19,01%. Pada tepung kacang hitam kadar lemak tanpa perlakuan yaitu 1,34, setelah dilakukan proses autoclaving-cooling terjadi peningkatan kadar lemak menjadi 8,81%, 8,74%, dan 8,80%. Pada umumnya kacang-kacangan mengandung asam lemak tak jenuh. Dimana komponen lemak utama pada kacang-kacangan terdiri dari asam lemak jenuh sebanyak 19% dan asam lemak tak jenug sebanyak 63,3% (Astawan, 2009). Asam lemak utama yang terkandung dalam kacang-kacangan yaitu asam linolenat. Asam linolenat atau yang biasa disebut omega 3 merupakan asam amino esensial tak jenuh yang dapat membersihkan plasma dari lipoprotein kilomikron, serta berhubungan dengan pencegahan pernyakit jantung koroner dan artritis.



30



4.1.4. Kadar Air Kadar air tepung merupakan salah satu parameter yang sangat berpengaruh terhadap umur simpan tepung. Menurut Collins dan Walter (1982), kadar air suatu produk suatu produk sangat penting dikendalikan karena akan menentukan daya tahan atau keawetan produk pada waktu penyimpanan. Analisa kadar air yang diuji pada penelitian pembuatan tepung kacang autoclaving-cooling yaitu bertujuan untuk mengetahui jumlah kadar air pada tepung kacang sebelum ataupun sesudah proses autoclaving-cooling. Syarat kadar air untuk pembuatan tepung kacang menurut SNI yaitu maksimal 14,5%. Oleh sebab itu kacang merah, kacang koro benguk, dan kacang hitam dapat dijadikan bahan baku pada pembuatan tepung kacang autoclaving-cooling, karena kandungan akhir airnya 0 Usaha layak dijalankan Value 6 IRR 56% ˃ 10 Usaha layak dijalankan Net B/C 1,26 ˃1 Usaha layak dijalankan R/C Ratio 1,18 ˃1 Usaha layak dijalankan Payback Period 0,33 ˂ 5 tahun Usaha layak dijalankan



Dari tabel dapat disimpulkan bahwa dari kelima analisa kelayakan usaha yaitu NPV, IRR, Net B/C, R/C Ratio, dan PP usaha tepung kacang autoclavingcooling layak diusahakan sesuai dengan kaidah perhitungan analisa kelayakan finansial. Dari perhitungan penelitian ini nilai NPV 198.713.096 tersebut menggambarkan bahwa manfaat bersih yang diperoleh selama 5 tahun umur usaha sebesar Rp. 198.713.096. Nilai IRR pada usaha tepung kacang autoclavingcooling sebesar 56%, maka besarnya pengembalian usaha selama 5 tahun dengan tingkat suku bunga 15% terhadap modal yang telah dikeluarkan yaitu 56%. Nilai



37



Net B/C yang diperoleh yaitu sebesar 1,26. Pada nilai R/C Ratio diperoleh sebesar 1,18. Dilihat dari waktu pengembalian investasi usaha dapat dilihat dari Payback Period yang setelah mengalami kerugian maka waktu pengembalian investasi usaha tepung kacang autoclaving-cooling yaitu 0,33.



38



IV. KESIMPULAN DAN SARAN



5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan data analisa tepung kacang autoclavingcooling dapat disimpulkan bahwa: 1. Hasil perlakuan terbaik dari penelitian yang telah dilakukan yaitu pada tepung kacang merah pada perlakuan dengan lama pendinginan 72 jam, pada tepung kacang koro benguk pada lama pendinginan 72, dan pada tepung kacang hitam dengan lama pendinginan 48 jam. Namun berdasarkan karakteristik kimia dari ketiga jenis kacang, nilai terbesar didapatkan pada perlakuan jenis kacang koro benguk dengan lama pendinginan 72 jam, yang memberikan kadar protein sebesar 27,23%, kadar karbohidrat 42,24%, kadar lemak 19,01%, kadar air 6,69%, dan kadar abu 4,84%. 2. Hasil perhitungan analisa kelayakan usaha menunjukkan bahwa pembuatan tepung kacang autoclaving-cooling layak diusahakan dengan nilai HPP Produksi sebesar Rp. 13.978 per 700 gram dan HPP Penjualan sebesar Rp. 16.500. Nilai BEP Unit sebesar Rp. 5.640 selama 5 tahun produksi dengan BEP Harga sebesar Rp. 93.063.060. NPV sebesar Rp. 198.713.096. Nilai Net B/C yang didapatkan yaitu sebesar 1,26 dengan nilai R/C Ratio 1,18. IRR pada usaha pembuatan tepung kacang autoclaving-cooling yaitu 56% dengan Payback Period 0,33 tahun.



5.2. Saran Beberapa saran dari penelitian ini untuk perbaikan serta penelitian selanjutnya, yaitu: 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penelitian modifikasi autoclavingcooling diatas 2 siklus. 2. Tepung kacang autoclaving-cooling dapat dikembangkan sebagai substitusi tepung terigu. Hal ini dikarenakan kandungan tepung kacang yang dapat diaplikasikan menjadi produk yang berbeda. Oleh sebab itu penelitian ini masih dapat dikembangkan untuk beberapa produk baru lainnya yang berbahan baku tepung kacang autoclaving-cooling.



39



DAFTAR PUSTAKA



Akerberg, A.K.E., Lijeberg H.G.M., Granfield Y.E., Drews A.W, dan Bjork I.M.E. 1997. An In Vitro Method based on chewing to predict resistant starch content in foods allows parallel determination of potentially available starch and dietary fiber. Journal of Nutrition. 128: 651-660. Andriani, D.P. 2017. Desain Dan Analisa Eksperimen. UB Press. Malang. AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Association of Official Analytical Chemist. Washington D.C Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Penebar Swadaya. Bogor. Budianto. A.K. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press Handajani, S. dan Atmaka. 1993. Analisa Sifat Phisis-Kemis Beberapa Biji Kacang-kacangan, Kekerasan, Kualitas Tanak, Protein, dan Kandungan Mineralnya. Lembaga Penelitian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Leeman MA, Malin E, Karlsson, Eliasson AC, Bjorck IME. 2006. Resistant Starch Formation In Temperature Treated Potato Starches Varying In Amylose/Amylopectin Ratio. J Carbohy Polimers. 65: 306-313. Lehman U, Jacobasch G, Schmiedl D. 2002. Characterization of Resistant Starch Type III From Banana (Musa acuminata). Journal of Agricultural And Food Chemistry. Lehninger, A.L. 1997. Dasar-Dasar Biokimia I. Ed.5. Terjemahan Thenawidjaja. M. Dari Principles of Biochemistry (1982). Jakarta: Erlangga. Liadi, VC., Wisaniyasa, NW., dan Puspawati, NN. 2019. Studi Sifat Fungsional Dan Kimia Tepung Kecambah Koro Benguk (Mucuna pruriens L.). Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan. Vol. 8(2): 131-139. Kanetro, B., dan Hastuti, S. 2006. Ragam Produk Olahan Kacang –kacangan. Universitas Wangsa Manggala Press. Yogyakarta. Kinanthi. 2011. Kajian Kacang Merah (Phaseolus vulgaris) Sebagai Bahan Pengikat dan Pengisi Pada Sosis Ikan Lele. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta



40



Marthia, N., Widiantara, T., Afrianti, L. H. 2015. Pengurangan Sianida dalam Kacang Koro Pedang Putih (Canavalia ensiformis) dengan Berbagai Metode. Jurnal Penelitian UNPAS. M Arinanti, Y Marsono dan Z Noor. 2006. Aktivitas Antioksidan pada Berbagai Jenis Kacang. Agrosains. 19 (2) April: 157 – 169. Mutungi C, Rosta F, Onyangob C, Jarosa D, Rohma H. 2009. Crystallinity, Thermal, And Morphological Characteristic of Resistant Starch Type III Produced By Hydrothermal Treatment of Debranched Cassava Starch. Starch/Starke 61: 1-12. Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK. 2006. Resistant Starch a Review. J Comprehensive Rev In Food Safety 5: 1-17. Sastrosupadi, A. Yogyakarta.



2000.



Rancangan Percobaan Praktis.



Penerbit Kanisius.



Setiarto, 2015. Peningkatan Pati Resisten Tepung Talas Melalui Fermentasi Dan Pemanasan Bertekanan-Pendinginan Serta Evaluasi Sifat Prebiotiknya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. Sri Handajani, Dian Rachmawati dan Dian Sri Paramitha. 2008. Studi Pendahuluan Karateristik Kimia (HCN, Antioksidan, dan Asam Fitat) Beberapa Jenis Koro Lokal dengan Bebagai Perlakuan Pendahuluan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta. Suciati, A. 2012. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi Terhadap Kandungan HCN pada Tempe Kacang Koro (Canavalia ensiformis L.). Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin. Makasar. Sudiyono. 2010. Penggunaan Na2 HCO 3 Untuk Mengurangi Kandungan Asam Sianida (HCN) Koro Benguk Pada Pembuatan Koro Benguk Goreng. Jurnal AGRIKA, Vol 4 No 1. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.



41



LAMPIRAN 1. Analisa Kadar Air (AOAC, 2005) Analisa kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2 O) bebas yang ada dalam sampel. Kemudian ditimbang sampel sampai didapat bobot konstan yang diasumsikan semua air yang terkandung dalam sampel sudah diuapkan. Selisih bobot sesudah dan setelah pengeringan merupakan banyaknya air yang diuapkan. Prosedur analisa kadar air sebagai berikut: cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105ᴼC, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B), kemudian dioven pada suhu 100-105ᴼC selama 6 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (C). Tahap ini diulangi hingga mencapai bobot yang konstan. Analisa kadar air dihitung dengan rumus: % Kadar Air = (B – C) / (B – A) × 100% Keterangan: A : Berat cawan kosong dinyatakan dalam gram B : Berat cawan + sampel awal dinyatakan dalam gran C : Berat cawan + sampel kering dinyatakan dengan gram



42



LAMPIRAN 2. Analisa Kadar Karbohidrat (AOAC, 2005) Sebanyak 20-30 gram sampel ditambahkan alkohol 80% dengan perbandingan 1:1. Sampel kemudian dihancurkan menggunakan waring blender sampai semua gula terekstrak. Sampel yang telah dihancurkan, dipindahkan dalam gelas piala dan disaring menggunakan kaps. Sisa padatan kemudian dicuci dengan alkohol 80% sampai seluruh gula-gula terlarut dalam filtrat. Nilai pH sampel kemudian diukur. Bila asammaka ditambahkan CaCO3 sampai cukup basa dan dipanaskan pada suhu 100ºC selama 30 menit. Larutan yang sudah didinginkan disaring dengan menggunakan kertas Whatman nomor 2. Alkohol kemudian dihilangkan dengan memanaskan filtrat pada penangas air 85ºC atau dengan bantuan vakum. Saat filtrat yang dihasilkan jenuh, volume larutan ditempatkan sampai volume tertentu dengan air kemudian dikocok sampai tercampur merata dan siap digunakan untuk penetapan gula dengan metode spektrofotometer.



43



LAMPIRAN 3. Analisa Kadar Lemak (AOAC, 2005) Sampel seberat 5 gram (W1) dimasukkan kedalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan kedalam selongsong lemak, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan kedalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan kedalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak, kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pasa saat destilasi, pelarut akan tertampungdi ruang ekstraktor dan dikeluarkan sehingga tidak kembali kedalam labu lemak. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC dan setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Analisa kadar lemak dapat dihitung dengan menggunakan rumus: % lemak = W3-W2 × 100% W1 Keterangan: W1 : Bobot sampel (gram) W2 : Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 : Berat labu lemak dengan lemak (gram)



44



LAMPIRAN 4. Analisa Kadar Abu (AOAC, 2005) Analisa kadar abu dilakukan dengna metode oven. Prinsipnya adalah pengabuan dan pembakaran bahan-bahan organik yang diuraikan menjadi air (H2 O) dan karbondioksida (CO 2 ) tetapi zat organik tidak terbakar. Zat organik ini disebut abu. Proses analisa kadar abu sebagai berikut: cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105ᴼC, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B), kemudian dibakar diatas nyala pembakar sampai tidak berasap dan dilanjutkan dengan pengabuan didalam tanur bersuhu 550-600ᴼC sampai pengabuan sempurna. Sampel yang sudah diabukan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pembakaran dalam tanur diulangi sampai didapat bobot yang konstan. Kadar abu dihitung dengan rumus: % Kadar Abu = (C – A) / (B – A) × 100% Keterangan: A : Berat cawan kosong dinyatakan dalam gram B : Berat cawan + sampel awal dinyatakan dalam gram C : Berat cawan + sampel kering dinyatakan dengan gram



45



LAMPIRAN 5. Analisa Kadar Protein (AOAC, 2005) Analisa protein dilakukan dengan metode Kjedahl. Prinsipnya adalah oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi ammonia oleh asam sulfat, selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk amonium sulfat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dan larutan dijadikan basa dengan NaOH. Amonia yang diuapkan akan diikat dengan asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan ditentukan jumlahnya dengan titrasi menggunakan larutan baku basa. Prosedur analisa kadar protein sebagai berikut: sampel ditimbang sebanyak 0,1-0,5 g, dimasukkan ke dalam labu Kjedahl 100 ml, ditambahkan dengan ¼ buah tablet Kjedahl, kemudian didestruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) sampai larutan menjadi hijau jernih dan SO2 hilang. Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan ke labu 50 ml dan diencerkan dengan aquades sampai tanda tera, dimasukkan ke dalam alat destilasi, ditambahkan dengan 5-10 ml NaOH 30-33% dan dilakukan destilasi. Destilasi ditampung dalam larutan 10 ml asam borat 3% dan beberapa tetes indikator (larutan bromcresol green 0,1% dalam alcohol 95% secara terpisah dan dicampurkan antara 10 ml bromcresol green dengan 2 ml metil merah, kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai larutan berubah warna menjadi merah muda. Analisa kadar protein dihitung dengan rumus: Protein (%) = (VA – VB) HCl × N HCl × 14,007 × 6,25 × 100% W × 1000 Keterangan: VA : ml HCl untuk titrasi sampel VB : ml HCl untuk titrasi blangko N : Normalitas HCl standar yang digunakan 14,007 : Berat atom nitrogen 6,25 : Aktor konversi protein W : Berat sampel dalam gram



46



LAMPIRAN 6. Analisa Perlakuan Terbaik Menurut De Garmo dkk(1984) dalam Mulyadi et al (2013) menentukan perlakuan terbaik dalam suatu penelitian yaitu menggunakan metode Indeks Efektifitas dengan metode sebagai berikut: 1. Penentuan Bobot Parameter (BP) dan Bobot Nominal (BN) Bobot nilai parameter diberi nilai dengan angka 1-0, parameter yang dipilih dalam penentuan perlakuan terbaik adalah yang berbeda nyata, kemudian diurutkan menurut SNI. Parameter pada nomor urut satu mempunyai bobot parameter satu kemudian parameter berikutnya diberi bobot 0,9 dan seterusnya dengan pengurangan nilai sebear 0,1. Bobot normal (BN) ditentukan dengan cara nilai BP dari maisng-masing parameter dibagi dengan total nilai BP sehingga ketemu bobot normal dari masing- masing parameter. 2. Penentuan nilai terbaik dan nilai terjelek Penentuan nilai terjelek dan terbaik dari masing-masing parameter yang berbeda nyata dengan melihat SNI. 3. Penentuan nilai efektifitas (NE) dan nilai hasil (NH) Nilai efektifitas ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Nilai pengamatan- nilai terjelek Nilai efektifitas (NE) = Nilai terbaik-nilai terjelek Sedangkan nilai hasil (NH) ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut: Nilai Hasil (NH) = BN x NE Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus diatas maka bila nilai hasil (NH) dari perlakuan menunjukan angka tertinggi maka kesimpulannya perlakuan tersebut terbaik.



LAMPIRAN 7. Analisa Kadar Karbohidrat Tabel 10. Analisa Kadar Karbohidrat



Lama Pendinginan Ulangan I Ulangan II Total Lama Pendinginan Rata-rata Total Jenis Kacang



(



1 54,44 56,12



A 2 54,45 55,97



110,56 55,28



110,42 55,21



3 54,3 56,05



1 42,31 42,45



Jenis Kacang B 2 42,2 42,52



110,35 55,175 331,33



84,76 42,38



84,72 42,36



)



Total 3 42,01 42,47



1 54,19 54,87



C 2 54,3 54,79



84,48 42,24 253,96



109,06 54,53



109,09 54,545



3 53,98 54,83 108,81 54,405 326,96



452,18 460,07 912,25 912,25



48



( )



(



)



(



)



(



)



49



ANOVA RANCANGAN TERSARANG



SK db Jenis Kacang 2 Lama Pendinginan 6 Galat 9 Total 17 *= berbeda nyata level 5% **= berbeda nyata level 1% tn= tidak nyata



JK 629,68 0,06 4,98 634,71



KT F Hitung 314,84 569,34** 0,0097 0,0175tn 0,55



F 5% 4,26



F 1% 8,02



Keterangan : 1. Karena nilai F hitung > F tabel pada jenis kacang, maka disimpulkan bahwa jenis kacang berpengaruh sangat nyata pada kadar karbohidrat, sehingga dilanjutkan dengan uji BNJ 5% untuk mengetahui kombinasi yang menurunkan kadar karbohidrat terendah. 2. Karena nilai hitung < F tabel pada lama pendinginan, maka disimpulkan bahwa perlakuan lama pendinginan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat.



Uji BNT 5% untuk jenis kacang: (



)



Tabel. Hasil uji BNT 5% pada jenis kacang Jenis kacang Kacang koro benguk Kacang hitam Kacang kacang merah BNT 0,05



Nilai rerata 42,33 54,49 55,22 0,42



Notasi a b bc



50



Uji BNJ 5% untuk perlakuan lama pendinginan pada tepung kacang autoclaving-cooling: (



) √



Tabel. Hasil Uji BNJ 5% pada lama pendinginan tepung kacang autoclavingcooling Perlakuan B3 B2 B1 C3 C1 C2 A3 A2 A1 BNJ 005



Rata-rata 42,24 42,36 42,38 54,41 54,53 54,55 55,18 55,21 55,28 4,14



Notasi a b b c c c d d d



51



LAMPIRAN 8. Analisa Kadar Protein Tabel 11. Analisa Kadar Protein



Lama Pendinginan Ulangan I Ulangan II Total Lama Pendinginan Rata-rata Total Jenis Kacang



(



1 24,12 24,31 48,43 24,215



A 2 24,35 24,36 48,71 24,355



3 24,28 24,33 48,61 24,305 145,75



)



1 27,64 26,96 54,6 27,3



Jenis Kacang B 2 27,12 26,91 54,03 27,015



Total 3 27,56 26,89 54,45 27,225 163,08



1 26,63 26,35 52,98 26,49



C 2 26,35 26,48 52,83 26,415



3 26,71 26,41 53,12 26,56 158,93



234,76 233 467,76 467,76



52



(



( )



)



(



)



(



)



(



)



ANOVA Rancangan Tersarang SK db Jenis Kacang 2 Lama Pendinginan 6 Galat 9 Total 17 *= berbeda nyata level 5% **= berbeda nyata level 1% tn= tidak nyata



JK 28,01 0,13 0,59 28,73



KT F Hitung 14,0053 213,97** 0,0214 0,327tn 0,0655



F 5% 4,26



F 1% 8,02



Keterangan : 1. Karena nilai F hitung > F tabel pada jenis kacang, maka disimpulkan bahwa jenis kacang berpengaruh sangat nyata terhadap kadar karbohidrat, sehingga dilanjutkan dengan uji BNT 5% untuk mengetahui kombinasi yang memberikan kadar protein tertinggi. 2. Karena nilai hitung < F tabel pada lama pendinginan, maka disimpulkan bahwa perlakuan lama pendinginan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein. Uji BNT 5% untuk perlakuan lama pendinginan pada tepung kacang autoclavingcooling: (



)



53



Tabel. Hasil uji BNT pada jenis kacang Jenis kacang Nilai rerata Kacang merah 24,29 Kacang hitam 26,49 Kacang koro benguk 27,18 BNT 0,05 0,05



Notasi a b bc



Uji BNJ 5% untuk perlakuan lama pendinginan pada tepung kacang autoclavingcooling: (



)



Tabel. Hasil Uji BNT 5% pada lama pendinginan tepung kacang autoclavingcooling Perlakuan A1 A3 A2 C2 C1 C3 B2 B3 B1 BNT 005



Rata-rata 24,22 24,31 24,36 26,42 26,49 26,56 27,02 27,23 27,3 0,58



Notasi a b b ab ab ab c cd cd



54



LAMPIRAN 9. Analisa Kadar Lemak Tabel 12. Analisa Kadar Lemak



Lama Pendinginan Ulangan I Ulangan II Total Lama Pendinginan Rata-rata Total Jenis Kacang



(



1 8,32 7,59 15,91 7,955



A 2 8,24 7,54 15,78 7,89



)



3 8,35 7,52 15,87 7,935 47,56



1 18,58 19,02 37,6 18,8



Jenis Kacang B 2 19,21 19,11 38,32 19,16



Total 3 18,95 19,07 38,02 19,01 113,94



1 8,72 8,89 17,61 8,805



C 2 8,69 8,78 17,47 8,735



3 8,75 8,85 17,6 8,8 52,68



107,81 106,37 214,18 214,18



55



(



)



(



( )



)



(



)



(



)



ANOVA Rancangan Tersarang SK db Jenis Kacang 2 Lama Pendinginan 6 Galat 9 Total 17 *= berbeda nyata level 5% **= berbeda nyata level 1% tn= tidak nyata



JK 454,74 0,14 0,99 455,87



KT 227,37 0,0236 0,1098



F Hitung 2070,34** 0,2145tn



F 5% 4,26



F 1% 8,02



Keterangan : 1. Karena nilai F hitung > F tabel pada jenis kacang, maka disimpulkan bahwa jenis kacang berpengaruh sangat nyata terhadap kadar lemak, sehingga dilanjutkan dengan uji BNT 5% untuk mengetahui kombinasi yang memberikan kadar lemak tertinggi. 2. Karena nilai hitung < F tabel pada lama pendinginan, maka disimpulkan bahwa perlakuan lama pendinginan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak.



BNT 5% untuk jenis kacang (



)



56



Tabel. Hasil uji BNT 5% jenis kacang Jenis kacang Rerata Kacang merah 7,93 Kacang hitam 8,78 Kacang koro benguk 18,99 BNT 0,05 0,02



(



Notasi a b bc



)



Tabel. Hasil Uji BNJ 5% pada lama pendinginan tepung kacang autoclavingcooling Perlakuan A2 A3 A1 C2 C3 C1 B1 B3 B2 BNT 005



Rata-rata 7,89 7,94 7,96 8,74 8,80 8,81 18,80 19,01 19,16 1,85



Notasi a b b c c c cd cd cd



57



Lampiran 10. Analisa Kadar Air Tabel 13. Analisa Kadar Air



Lama Pendinginan Ulangan I Ulangan II Total Lama Pendinginan Rata-rata Total Jenis Kacang



(



1 6,87 6,65 13,52 6,76



A 2 6,78 6,69 13,47 6,735



3 6,85 6,71 13,56 6,78 40,55



)



1 6,75 6,52 13,27 6,635



Jenis Kacang B 2 6,82 6,63 13,45 6,725



Total 3 6,79 6,59 13,38 6,69 40,1



1 6,25 6,33 12,58 6,29



C 2 6,34 6,47 12,81 6,405



3 6,29 6,37 12,66 6,33 38,05



59,74 58,96 118,7 118,7



58



(



)



(



( )



)



(



)



(



)



ANOVA Rancangan Tersarang SK db Jenis Kacang 2 Lama Pendinginan 6 Galat 9 Total 17 *= berbeda nyata level 5% **= berbeda nyata level 1% tn= tidak nyata



JK 0,59 0,02 0,12 0,73



KT 0,2960 0,0040 0,0130



F Hitung 22,6895** 0,3054tn



F 5% 4,26



F 1% 8,02



Keterangan : 1. Karena nilai F hitung > F tabel pada jenis kacang, maka disimpulkan bahwa jenis kacang berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, sehingga dilanjutkan dengan uji BNT 5% untuk mengetahui kombinasi yang memberikan kadar air tertinggi. 2. Karena nilai hitung < F tabel pada lama pendinginan, maka disimpulkan bahwa perlakuan lama pendinginan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air.



Uji BNT 5% untuk jenis kacang: (



)



59



Tabel. Hasil uji BNT pada jenis kacang Jenis kacang Rerata Kacang hitam 6,34 Kacang koro benguk 6,68 Kacang merah 6,76 BNT 005 0,010



Notasi a b b



Uji BNJ 5% untuk perlakuan lama pendinginan pada tepung kacang autoclaving-cooling: (



)



Tabel. Hasil Uji BNJ 5% pada lama pendinginan tepung kacang autoclavingcooling Perlakuan C1 C3 C2 B1 B3 B2 A2 A1 A3 BNT 005



Rata-rata 6,29 6,33 6,41 6,64 6,69 6,73 6,74 6,76 6,78 0,06



Notasi



a b b ab ab c c cd cd



60



LAMPIRAN 11. Analisa Kadar Abu Tabel 14. Analisa Kadar Abu



Lama Pendinginan Ulangan I Ulangan II Total Lama Pendinginan Rata-rata Total Jenis Kacang



1 6,25 5,33 11,58 5,79



A 2 6,18 5,44 11,62 5,81



(



3 6,22 5,39 11,61 5,81 34,81



)



(



)



1 4,72 5,05 9,77 4,89



Jenis Kacang B 2 4,65 4,83 9,48 4,74



Total 3 4,69 4,98 9,67 4,84 28,92



1 4,21 3,56 7,77 3,89



C 2 4,32 3,48 7,8 3,90



3 4,27 3,54 7,81 3,91 23,38



45,51 41,6 87,11 87,11



61



(



( )



)



(



)



(



SK db Jenis Kacang 2 Lama Pendinginan 6 Galat 9 Total 17 *= berbeda nyata level 5% **= berbeda nyata level 1% tn= tidak nyata



)



JK 10,89



KT 5,4452



F Hitung 24,693**



0,02 1,98 12,90



0,0038 0,2205



0,01706tn



F 5% 4,26



F 1% 8,02



Keterangan : 1. Karena nilai F hitung > F tabel pada jenis kacang, maka disimpulkan bahwa jenis kacang berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu, sehingga dilanjutkan dengan uji BNT 5% untuk mengetahui kombinasi yang memberikan kadar abu tertinggi. 2. Karena nilai hitung < F tabel pada lama pendinginan, maka disimpulkan bahwa perlakuan lama pendinginan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu. Uji BNT 5% untuk jenis kacang (



)



62



Tabel BNT 5% pada jenis kacang Jenis kacang Rerata Kacang hitam 3,90 Kacang koro benguk 4,82 Kacang merah 5,80 BNT 0,05 0,60



Notasi a b bc



Uji BNJ 5% untuk perlakuan lama pendinginan pada tepung kacang autoclavingcooling: (



)



Tabel. Hasil Uji BNJ 5% pada lama pendinginan tepung kacang autoclavingcooling Perlakuan C1 C2 C3 B2 B3 B1 A1 A2 A3 BNT 005



Rata-rata 3,89 3,90 3,91 4,74 4,84 4,89 5,79 5,81 5,81 2,63



Notasi



a b b ab ab c cd cd cd



63



Lampiran 12. Penentuan Bobot Parameter Dan Rerata Nilai Terjelek Dan Terbaik Tabel 15. Penentuan Bobot Parameter Parameter Bobot Parameter (BP) Kadar Protein 1 Kadar Lemak 0,9 Kadar Karbohidrat 0,8 Kadar Air 0,7 Kadar Abu 0,6 Total 4



Bobot Normal(BN) 0,25 0,23 0,20 0,18 0,15 1



Tabel 16. Rerata Nilai Terjelek Dan Nilai Terbaik



Parameter Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Karbohidrat Kadar Air Kadar Abu



Rerata nilai terjelek 24,22 7,89 42,24 6,29 3,89



Rerata nilai terbaik 27,3 19,16 55,28 6,78 5,81



Rumus untuk menghitung Nilai Efektivitas (NE) dan Nilai Hasil (NH) adalah sebagai berikut: Nilai Efektivitas (NE) = Nilai Hasil (NH) = Bobot Normal (BN) x Nilai Efektivitas (NE)



64



LAMPIRAN 13. Nilai Efektivitas (NE) Dan Nilai Hasil (NH) Tabel 17. Nilai Efektivitas (NE) Dan Nilai Hasil (NH) Untuk Parameter Penelitian Perlakuan Protein Lemak Karbohidrat Rerata NE NH Rerata NE NH Rarata NE A1 24,22 0 0 7,96 0,01 0,002 55,28 1,0 A2 24,36 0,05 0,013 7,89 0 0 55,21 0 A3 24,31 0,03 0,008 7,94 0,004 0,001 55,18 0,99 B1 27,30 1 0,250 18,80 0,97 0,218 42,38 0,01 B2 27,02 0,91 0,228 19,16 0 0 42,36 0,01 B3 27,23 0,98 0,245 19,01 0,99 0,223 42,24 0,01 C1 26,49 0,74 0,185 8,81 0,08 0,018 54,53 0,94 C2 26,42 0,71 0,178 8,74 0,08 0,018 54,55 0,94 C3 26,56 0,09 0,023 8,80 0,08 0,018 54,41 0,93



NH 0,2 0 0,198 0,002 0,002 0,002 0,188 0,188 0,186



Rerata 6,76 6,74 6,78 6,64 6,73 6,69 6,29 6,41 6,33



Air NE 0,96 0,92 1 0,71 0,90 0,82 0 0,24 0,82



NH 0,17 0,16 0,18 0,12 0,16 0,14 0 0,04 0,14



Rerata 5,79 5,81 5,81 4,89 4,74 4,84 3,89 3,90 3,91



Abu NE 0,99 1 1 0,52 0,44 0,49 0 0,01 0,01



NH 0,15 0,15 0,15 0,08 0,07 0,07 0 0,002 0,002



65



Lampiran 14. Analisa Kelayakan Usaha Tabel 18. Asumsi-asumsi No 1



Jumlah



Satuan



Kapasitas produksi



Uraian



1500



bks per bulan



Jumlah Produksi Tepung Kacang AutoclavingCooling Tepung kacang autoclaving-cooling



1500



bks per bulan



25



hari



5



Tahun



Jumlah hari produksi Umur Proyek 2. 3



… % dari modal total



Modal pinjaman



0



… % dari modal total



Tingkat suku bunga



10



per tahun



8



Sesuai tingkat bunga pinjaman (CSR)



Harga produk rupiah per bks



Penyusutan menggunakan metode garis lurus Pajak



7



Didasarkan pada umur investasi (gedung/alat) yang paling menentukan dalam usaha yang dijalankan



100



Tepung kacang autoclaving-cooling 6



Setiap hari sebesar 8 jam kerja



Struktur Modal Modal sendiri



4



Keterangan



10



persen



Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008, pasal 17 ayat 2a, yang merupakan perubahan keempat atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan



Manajer



1



orang



tenaga kerja tetap



Produksi



3



orang



tenaga kerja tidak tetap



Tenaga kerja



Gaji Tenaga Kerja Manajer 1.300.000



rupiah per bulan



66



Tenaga Produksi 40.000



rupiah per hari



Tabel 19. Biaya Variabel No.



Struktur Biaya



Bahan Baku tepung kacang autoclaving1 cooling a Kacang koro benguk b Aquades Subtotal 2 Kemasan a Plastik PP b Label kemasan Subtotal 3 Tenaga kerja a Tenaga produksi Subtotal Jumlah



Satuan



Jumlah Fisik



Harga Satuan (Rp)



kg jerigen



35 2



15.000 20.000



13.125.000 1.000.000 14.125.000



pack lembar



30 30



150 25



112.500 18.750 131.250



orang



3



40.000



3.000.000 3.000.000 17.256.250



Jumlah Biaya 1 Bulan (Rp)



67



Tabel 20. Biaya Tetap No. Uraian 1 Transportasi 2 Listrik 3 Pemeliharaan dan sanitasi 4 Penyusutan alat dan mesin 5 Tenaga kerja (manajer) Total Biaya Tetap



Unit bulan bulan bulan paket orang



Jumlah 1 1 1 1 1



Biaya Per Unit (Rp) 300.000 800.000 300.000 1.300.000



Tabel 21. Modal Kerja Usaha Tepung Kacang Autoclaving-Cooling Total Biaya 1 No Uraian Persentase Bulan A Biaya Tetap 3.710.250 B Biaya Variabel 17.256.250 C Modal Kerja (A+B) 20.966.500 Sumber dana modal kerja berasal dari: i. Kredit 0 ii. Dana Sendiri 100 20.966.500 HPProduksi VC FC TVC+TFC HPProduksi



17.256.250 3.710.250 20.966.500 13.978



per bks 700 gr



Total Biaya 1 Bulan (Rp) 300.000 800.000 300.000 1.010.250 1.300.000 3.710.250



Total Biaya 1 Tahun 44.523.000 207.075.000 251.598.000



251.598.000



68



HPPenjualan Margin 15%



16.074 2.097



16.500 18,05



%



Tabel 22. Biaya Investasi No . 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13



Komponen Biaya Izin P-IRT Siup/TDP Bangunan Cabinet drying Refrigerator Autoclav Blender Loyang Kompor Gelas ukur Timbangan Botol kaca Saringan 80 mesh Jumlah



Satua n



Jml Fisik



Harga per satuan (Rp)



Jumlah Biaya (Rp)



Umur ekonomis (tahun)



Tahun Tahun Tahun Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit



1 1 1 1 1 3 3 8 4 2 2 10 2



1.800.000 1.600.000 12.000.000 9.890.000 2.000.000 2.750.000 300.000 25.000 300.000 12.500 38.700 10.000 275.000



1.800.000 1.600.000 12.000.000 9.890.000 2.000.000 8.250.000 900.000 200.000 1.200.000 25.000 77.400 100.000 550.000



5 5 5 5 5 1 2 1 1 5 1 1 1



31.001.200 38.592.400



Nilai Sisa Per unit



2.000.000 3.000.000 50.000 50.000 50.000



5.150.000



Nilai Penyusutan Per Tahun 360.000 320.000 2.000.000 1.378.000 390.000 8.200.000 450.000 150.000 1.200.000 5.000 77.400 100.000 550.000 12.123.000



Nilai Penyusutan Per Unit (per bulan) 30.000 26.667 166.667 114.833 32.500 683.333 37.500 12.500 100.000 417 6.450 8.333 45.833 1.010.250



69



Tabel 23. Cashflow No



Uraian



1



1



2



Tahun 3



118.800.000



272.250.000



371.250.000



400.950.000



118.800.000



272.250.000



371.250.000



400.950.000



400.950.000 400.950.000



-



-



-



-



3.600.000 14.400.000 5.400.000



3.600.000 14.400.000 5.400.000



3.600.000 14.400.000 5.400.000



3.600.000 14.400.000 5.400.000



4



5



INFLOW



a b c 2 a



b



Modal Penerimaan tepung kacang Autoclaving-cooling Nilai sisa TOTAL INFLOW OUTFLOW BIAYA INVESTASI Izin P-IRT Siup/TDP Bangunan Cabinet Drying Refrigerator Autoclav Blender Loyang Kompor Gelas Ukur Timbangan Subtotal BIAYA TETAP Transportasi Listrik Pemeliharaan dan sanitasi



Unit/bulan



Harga Satuan



Jumlah



1500



16.500



24.750.000



Unit 1 1 1 1 1 3 3 8 4 2 2



Harga Satuan 1.800.000 1.600.000 12.000.000 9.890.000 2.000.000 2.750.000 300.000 25.000 300.000 12.500 38.700



Unit/bulan 1 1 1



Harga Satuan 300.000 800.000 300.000



Jumlah 1.800.000 1.600.000 12.000.000 9.890.000 2.000.000 8.250.000 900.000 200.000 1.200.000 25.000 77.400 37.942.400 Jumlah 300.000 800.000 300.000



Biaya 1 Tahun 1.800.000 1.600.000 12.000.000 9.890.000 2.000.000 8.250.000 900.000 200.000 1.200.000 25.000 77.400 37.942.400 Biaya 1 Tahun 3.600.000 9.600.000 3.600.000



70



Penyusutan alat dan mesin Tenaga kerja (manajer) Subtotal c.



3 4 5



6 7 8 9 10 11 12



1 1



1.010.250 1.300.000



Unit/bulan 875 50



Harga Satuan 15.000 20.000



Plastik PP



750



Label kemasan Tenaga produksi Subtotal TOTAL OUTFLOW Net Benefit Pajak 10% Net Benefit setelah pajak Discount factor (15%) PV/tahun PV positif PV negatif



75 4



BIAYA VARIAB EL Kacang koro benguk Aquades



NPV IRR Net B/C R/C Ratio Manfaat bersih pertahun PP (tahun) BEP (Unit) BEP (Rp)



1.010.250 1.300.000 2.410.250



12.123.000 15.600.000 51.123.000



12.123.000 15.600.000 51.123.000



12.123.000 15.600.000 51.123.000



12.123.000 15.600.000 51.123.000



Jumlah 13.125.000 1.000.000



12.123.000 15.600.000 44.523.000 Biaya 1 Tahun 78.750.000 6.000.000



129.937.500 9.900.000



189.000.000 14.400.000



212.625.000 16.200.000



212.625.000 16.200.000



150



112.500



675.000



1.113.750



1.620.000



1.822.500



1.822.500



25 3.000.000



1.875 12.000.000 26.239.375



11.250 72.000.000 157.436.250 239.901.650 (121.101.650) (121.101.650) 1,00 (121.101.650)



18.563 118.800.000 259.769.813 310.892.813 (38.642.813) (3.864.281) (34.778.531) 0,87 (30.242.201)



27.000 172.800.000 377.847.000 428.970.000 (57.720.000) (5.772.000) (51.948.000) 0,76 (39.280.151)



30.375 194.400.000 425.077.875 476.200.875 (75.250.875) (7.525.087) (67.725.787) 0,66 (44.530.805)



30.375 194.400.000 425.077.875 476.200.875 (75.250.875) (7.525.087) (67.725.787) 0,57 (38.722.439) (152.775.596) (121.101.650) Rp (198.713.096) 56% 1,26 1,18 (54.775.449) 0,33 5.640 93.063.060



71



Lampiran 15. Dokumentasi



Kacang hitam



Kacang merah



Kacang koro benguk



Tepung kacang hitam tanpa perlakuan



Tepung kacang merah tanpa perlakuan



Tepung kacang koro benguk tanpa perlakuan



Tepung kacang setelah penimbangan



Pelabelan



72



Tepung kacang autoclaving-cooling