14 0 1 MB
HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN POLA TIDUR PADA PASIEN POST OPERASI STRUMA DI RSUD PROF.DR.H.M.ANWAR MAKKATUTU KABUPATEN BANTAENG
SKRIPSI
Oleh : INDRA PUTRI RANI NIM. C.17.04.061
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PANRITA HUSADA BULUKUMBA 2019
HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN POLA TIDUR PADA PASIEN POST OPERASI STRUMA DI RSUD PROF.DR.H.M.ANWAR MAKKATUTU KABUPATEN BANTAENG
SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Pada Program studi S1 Keperawatan Stikes Panrita Husada Bulukumba
Oleh : INDRA PUTRI RANI NIM. C.17.04.061
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PANRITA HUSADA BULUKUMBA 2019
ii
BAB I
iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: INDRA PUTRI RANI
Nim
: C.17.04.061
Program Studi
: S1 Keperawatan
Judul Skripsi
: Hubungan Kecemasan dengan Pola Tidur Pada Pasien Post Operasi Struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau fikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau fikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Bantaeng, 23 Agustus 2019 Yang membuat pernyataan
INDRA PUTRI RANI NIM. C.17.04.061
iv
KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan bimbingan-Nya
saya
dapat
menyelesaikan
skripsi
dengan
judul
“Hubungan Kecemasan dengan Pola Tidur Pada Pasien Post Operasi di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng”. Skripsi ini merupakan
salah
satu
syarat
untuk
memperoleh
gelar
Sarjana
Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Panrita Husada Bulukumba. Bersamaan ini perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada : 1. H. Muh. Idris Aman. S.Sos, selaku Ketua Yayasan Panrita Husada Bulukumba. 2. Dr. Muriyati, S.Kep, M.Kes, selaku Ketua STIKES Panrita Husada Bulukumba yang telah merekomendasikan pelaksanaan kegiatan penelitian ini. 3. Dr. A. Suswani Makmur, S.Kep, Ns, M.Kes, selaku pembantu ketua 1 yang telah merekomendasikan pelaksanaan penelitian. 4. Hj.Fatmawati, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Ketua Program studi S1 Keperawatan 5. dr. Sultan, MARS, selaku Direktur RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng yang telah memberikan izin untuk pengambilan data awal dan izin untuk meneliti.
v
vi
6. Nadia Alfira, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku pembimbing utama dan A.Nurlaela Amin, S.Kep, Ns, M.Kes selaku pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktunya bersedia dan bersungguh-sungguh serta sabar dalam membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini. 7. Bapak dan Ibu Dosen program S1 Keperawatan Stikes Panrita Husada
Bulukumba
yang
telah
memberikan
bekal
ilmu
dan
pengetahuan selama perkuliahan. 8. Kedua orang tua, suami tercinta dan semua keluarga yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil selama peneliti menuntut ilmu. 9. Seluruh mahasiswa (i) Stikes Panrita Husada Bulukumba terkhusus kelas konversi Bantaeng. Saya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kriteria sempurna, Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Hanya doa yang saya panjatkan kehadirat Allah SWT kiranya segala bimbingan dan bantuan yang saya terima, Allah SWT akan membalasnya dan semoga skripsi ini memberikan manfaat. Bantaeng, 23 Agustus 2019
Penulis
ABSTRAK Hubungan kecemasan dengan pola tidur pada pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng Tahun 2019. Indra Putri Rani. Nadia Alfira(1) A.Nurlaela Amin(2) Latar Belakang : Data yang didapatkan di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Bantaeng tentang post op struma pada tahun 2016 sebanyak 111 pasien, tahun 2017 sebanyak 127 pasien, tahun 2018 sebanyak 120 pasien dan pada tahun 2019 periode januari s/d april sebanyak 80 pasien. Kecemasan merupakan faktor yang paling sering menganggu pola tidur pada pasien post operasi. Apabila rasa cemas tidak mendapatkan perhatian, maka rasa cemas tersebut akan menimbulkan suatu masalah serius. Tujuan : Diketahuinya hubungan kecemasan dengan pola tidur pada pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng. Metodologi: Pada penelitian ini menggunakan desain korelasional dengan pendekatan cross sectional, tehnik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 44 orang responden. Hasil : Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan lebih banyak yang mengalami kecemasan berat yaitu sebanyak 19 orang (43.2%) dibandingkan dengan responden dengan kecemasan ringan yaitu sebanyak 7 orang (15.9%) sedangkan berdasarkan frekuensi pola tidur responden ditemukan lebih banyak yang memiliki pola tidur tidak teratur yaitu sebanyak 31 orang (70.5%) dibandingkan dengan responden yang memiliki pola tidur teratur yaitu sebanyak 13 orang (29.5%). Hasil uji statistik menggunakan uji kolmogorov-smirnov menunjukkan bahwa nilai p= 0.000 atau nilai p < nilai α = 0.05. Kesimpulan : Ada hubungan kecemasan dengan pola tidur pada pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai kecemasan dalam mempengaruhi pola tidur pada pasien post operasi. Kata kunci : Kecemasan, Pola Tidur, Post Operasi Struma
vii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ...........................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
iv
KATA PENGANTAR ........................................................................
v
ABSTRAK ........................................................................................
vii
DAFTAR ISI .....................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..............................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................
1
A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Rumusan Masalah .................................................................
7
C. Hipotesis penelitian ................................................................
8
D. Tujuan Penelitian ...................................................................
9
E. Manfaat Penelitian .................................................................
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................
11
A. Tinjauan teori tentang struma .................................................
11
B. Tinjauan teori tentang pola tidur .............................................
21
C. Tinjauan teori tentang kecemasan……………… ....................
33
D. Tinjauan teori tentang post operasi……… ..............................
38
E. Kerangka konsep ...................................................................
44
viii
ix
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................
45
A. Desain penelitian....................................................................
45
B. Waktu dan lokasi penelitian ....................................................
45
C. Populasi dan sampel ..............................................................
46
D. Variabel penelitian..................................................................
48
E. Definisi operasional ................................................................
49
F. Instrument penelitian ..............................................................
50
G. Tehnik pengumpulan data ......................................................
51
H. Alur penelitian ........................................................................
52
I. Pengolahan dan analisa data .................................................
53
J. Etika penelitian .......................................................................
55
K. Jadwal penelitian....................................................................
57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .........................
58
A. Hasil penelitian .......................................................................
58
B. Pembahasan ..........................................................................
61
C. Keterbatasan Penelitian .........................................................
69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................
70
A. Kesimpulan ............................................................................
70
B. Saran .....................................................................................
70
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
72
LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1
Aspek Penilaian HARS
37
Tabel 3.1
Jadwal Penelitian
57
Tabel 4.1
Distribusi frekuensi karakteristik responden di Ruang Perawatan
Bedah
RSUD
Prof.Dr.H.M
Anwar
Makkatutu Kabupaten Bantaeng Tabel 4.2
58
Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kecemasan di Ruang Perawatan Bedah RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng
Tabel 4.3
59
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pola tidur di Ruang Perawatan Bedah RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng
Tabel 4.4
60
Distribusi frekuensi hubungan kecemasan dengan pola tidur di Ruang Perawatan Bedah RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng Hasil uji t berpasangan
60
x
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
44
Gambar 3.1 Alur Penelitian
52
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar persetujuan menjadi responden (informed consent) Lampiran 2 Kuesioner Lampiran 3 Master tabel Lampiran 4 Output SPSS Hasil penelitian Lampiran 5 Surat izin penelitian dari Kampus Stikes Panrita Husada Bulukumba Lampiran 6 Surat izin penelitian dari dinas penanaman modal Kabupaten Bantaeng Lampiran 7 Surat bukti penelitian dari RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng Lampiran 8 Dokumentasi penelitian Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembedahan baik elektif maupun kedaruratan
adalah
peristiwa
kompleks
yang
menegangkan.
Kebanyakan prosedur bedah dilakukan di ruang operasi rumah sakit. Pasien post operasi memiliki masalah kesulitan tidur merupakan masalah yang sering terjadi, sedangkan fungsi dari tidur adalah sintesis pemulihan, perilaku, waktu perbaikan tubuh dan otak (Ndode et al., 2018). Menurut data dari World Health Organization (WHO) jumlah pasien dengan tindakan operasi mencapai angka peningkatan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat di tahun 2011 terdapat 140 juta pasien di seluruh rumah sakit di dunia, pada tahun 2012 data mengalami peningkatan sebesar 148 juta jiwa. Sedangkan untuk kawasan Asia pasien dengan tindakan operasi mencapai angka 77 juta pada tahun 2012 (Barus et al., 2018). Di Indonesia terjadi peningkatan tindakan pembedahan pada tahun 2000 sebesar 47,22% tahun 2001 sebesar 45,19% tahun 2002 sebesar 47,13% dan mengalami peningkatan pada tahun 2006 yaitu sebesar 53,68%. Berdasarkan Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009, tindakan bedah menempati
1
2
urutan ke-11 dari 50 pertama pola penyakit di rumah sakit se-Indonesia dengan persentase 12,8%” (Badriah et al., 2017). Di Sulawesi Selatan, berdasarkan data yang didapat dari data Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar merupakan Rumah Sakit Pusat rujukan untuk Wilayah Indonesia bagian timur angka tindakan operasi laparatomi setiap tahunnya semakin meningkat dimana pada tahun 2010 pelaksanaan operasi laparatomi yakni 143 kasus, 2011 sebanyak 163 kasus, sedangkan pada bulan Januari sampai Oktober 2012 sebanyak 231 bulan dengan rata-rata tiap bulan sebanyak 30 kasus (Hasnatang et al., 2016). Data rekam medik tentang jumlah pasien dengan tindakan pembedahan yang didapatkan di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Bantaeng menunjukkan bahwa pada tahun 2016 terdapat 1.181 pasien yang mengalami pembedahan, pada tahun 2017 terdapat 1.491 pasien yang mengalami pembedahan, pada tahun 2018 terdapat 1611 kasus pasien yang mengalami pembedahan sedangkan jumlah pasien yang mengalami pembedahan periode Januari s/d April 2019 sebanyak 129 orang pasien. Salah
satu
penyakit
yang
sering
dilakukan
tindakan
pembedahan yaitu struma (goiter/gondok). Struma adalah setiap pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar tiroid. Struma dapat diklasifikasikan berdasarkan fisiologis,
yaitu eutirodisme,
hipotiroidisme,
dan hipertiroidisme;
berdasarkan morfologi yaitu struma difus dan struma nodular/
3
multinodular; serta berdasarkan klinis, yaitu struma toksik dan non toksik (Assagaf et al., 2015). WHO memperkirakan sekitar 12% penduduk dunia atau sekitar 655 juta orang menderita struma dan hampir 80% - 90% penderita kelainan kelenjar struma adalah wanita dan hidup di negara berkembang. Penyakit struma di Indonesia bersifat endemik dan merupakan salah satu dari 4 penyakit gizi utama di indonesia akibat gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), berdasarkan survey pemetaan GAKY Kementerian kesehatan RI tahun 2013 jumlah penderita struma di Indonesia sekitar 10 juta dan 6,5 juta terjadi pada wanita usia subur. Jumlah kabupaten di Indonesia endemic struma diklasifikasikan sebesar 40,2% kabupaten termasuk endemic ringan, 13,5% kabupaten endemic sedang dan 5,1% kabupaten endemic berat (Farich and Nurmalasari, 2015). Data pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Bantaeng pada tahun 2016 sebanyak 111 pasien, tahun 2017 sebanyak 127 pasien, tahun 2018 sebanyak 120 pasien dan pada tahun 2019 periode januari s/d april sebanyak 80 pasien. Berdasarkan data yang didapatkan ini dapat dilihat bahwa jumlah pasien
dengan
tindakan
pembedahan
khususnya
tindakan
pembedahan operasi struma di RSUD Bantaeng setiap tahun selalu muncul dan cenderung meningkat. Gangguan tidur adalah suatu kondisi yang jika tidak di obati, umumnya menyebabkan tidur terganggu yang menghasilkan salah
4
satu dari tiga masalah insomnia, yaitu: gerakan abnormal atau sensasi saat tidur atau ketika terbangun dimalam hari. Setiap penyakit yang menyebabkan rasa sakit dan ketidaknyamanan fisik, atau masalah dengan suasana hati, seperti kecemasan atau depresi, sering menyebabkan gangguan tidur (Damayanti et al., 2017). Potter dan Perry (2005), menjelaskan bahwa pasien yang baru mengalami pembedahan sering terbangun pada malam hari dan hanya mendapat sedikit tidur akibat nyeri setelah pembedahan. Selain itu, intensitas
nyeri
yang
semakin
bertambah
dapat
menimbulkan
kecemasan. Kecemasan yang terjadi pada klien post operasi mayor yang dirawat di rumah sakit perlu mendapatkan perhatian serius dari perawat, apabila klien mencapai harapan yang realistik terhadap nyeri dan mengetahui cara mengatasinya, rasa cemas akan jauh berkurang (Badriah et al., 2017). Tindakan pembedahan atau operasi ini merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien, tidak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan (Riyadhi, 2014).
5
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Badriah.dkk pada tahun 2017 dengan judul Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pada klien post operasi bedah mayor di Ruang Bedah Kelas III RSUD 45 Kuningan dengan menggunakan metode cross sectional terhadap 40 jumlah sampel melalui wawancara terhadap 9 klien post operasi mayor saat itu, didapatkan hasil bahwa 7 klien (78%) merasa cemas terhadap kondisinya, ditambah mengalami kesulitan untuk memulai tidur, tidur hanya bisa 5-6 jam, serta sering terbangun di malam hari. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 04 Februari 2019 di Ruangan Perawatan Bedah terhadap 10 orang pasien post operasi ditemukan hasil bahwa 6 diantara pasien tersebut mengatakan tidak bisa tidur karena adanya rasa nyeri pada luka bekas operasi, dan selebihnya mereka mengatakan tidurnya terganggu karena cemas terhadap penyakitnya serta lingkungan Rumah Sakit yang tidak mendukung atau kurang nyaman. Kurangnya tidur selama periode yang lama dapat menyebabkan penyakit lain atau memperburuk penyakit yang ada. kesulitan atau terganggunya tidur ini jika dibiarkan akan mengganggu proses penyembuhan dimana fungsi dari tidur adalah untuk regenerasi sel-sel tubuh yang rusak menjadi baru (Afdal, 2015). Kecemasan merupakan faktor yang paling sering menganggu pola tidur pada pasien post operasi. Apabila rasa cemas tidak mendapatkan perhatian, maka rasa cemas tersebut akan menimbulkan
6
suatu masalah serius dalam penatalaksanaan nyeri (Apriansyah et al., 2015). Seseorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas sehari-hari. Seseorang tersebut akan terganggu pemenuhan kebutuhan istirahat tidur, pemenuhan individu, juga aspek interaksi sosialnya yang dapat berupa menghindari percakapan, menarik diri dan menghindari kontak. Selain itu seorang yang mengalami nyeri hebat akan berkelanjutan, apabila tidak ditangani pada akhirnya dapat mengakibatkan syok neurogenic pada orang tersebut (Faridah, 2015). Kecemasan juga sering kali mengganggu pola tidur pada pasien post operasi. Seseorang yang pikirannya dipenuhi dengan masalah pribadi dan merasa sulit untuk rileks akan sulit pula saat memulai tidur. Kecemasan meningkatkan kadar norepinefrin dalam darah melalui stimulasi system saraf simpatis. Perubahan kimia ini menyebabkan kurangnya waktu tidur tahap IV NREM dan tidur REM serta lebih banyak perubahan dalam tahap tidur lain dan lebih sering terbangun (Afdal, 2015). Mengingat
pentingnya
kebutuhan
akan
tidur
terhadap
pemulihan pada klien, maka peranan perawat sangat dibutuhkan karena perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama klien dibanding tenaga profesional kesehatan lainnya sehingga perawat mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membantu meningkatkan pola tidur klien post operasi.
7
Semakin
meningkatnya
jumlah
pasien
yang
mengalami
pembedahan yang diketahui melalui data rekam medik di RSUD Prof.Dr.H.M
Anwar
Makkatutu
Kabupaten
Bantaeng
tentang
pembedahan khususnya pembedahan struma baik toksik maupun non toksik
setiap
kecemasan
tahunnya
pada
yang
pasien
berdampak
maka
penting
terhadap bagi
timbulnya
peneliti
untuk
mengidentifikasi dan menangani gangguan pola tidur pada pasien, peneliti harus memahami pola tidur, tingkat kecemasan pada pasien post operasi khususnya pasien post operasi struma. Oleh karena itu berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai “Hubungan kecemasan dengan pola tidur pada pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M.Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng”. B. Rumusan Masalah Jumlah pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Bantaeng pada tahun 2016 sebanyak 111 pasien, tahun 2017 sebanyak 127 pasien, tahun 2018 sebanyak 120 pasien dan pada tahun 2019 periode januari s/d april sebanyak 80 pasien. Berdasarkan data yang didapatkan ini dapat dilihat bahwa jumlah pasien
dengan
tindakan
pembedahan
khususnya
tindakan
pembedahan operasi struma di RSUD Bantaeng setiap tahun selalu muncul dan cenderung meningkat. Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 04 Februari 2019 di Ruangan Perawatan Bedah terhadap 10 orang pasien
8
post operasi ditemukan hasil bahwa 6 diantara pasien tersebut mengatakan tidak bisa tidur karena adanya rasa nyeri pada luka bekas operasi, dan selebihnya mereka mengatakan tidurnya terganggu karena cemas terhadap penyakitnya serta lingkungan Rumah Sakit yang tidak mendukung atau kurang nyaman. Perubahan pola tidur pada pasien dapat menyebabkan gangguan rasa nyaman dan hal ini akan mengganggu proses pemulihan pasien post operasi, sehingga perlu diidentifikasi lebih lanjut mengenai pola tidur pada pasien post operasi. Oleh karena itu berdasarkan uraian diatas maka peneliti merumuskan
masalah
yaitu
“Bagaimanakah
hubungan
antara
kecemasan dengan pola tidur pada pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng ? C. Hipotesis Penelitian Pada penelitian ini digunakan jenis Hipotesis alternatif (Ha), hipotesis ini menyatakan adanya suatu hubungan, pengaruh, dan perbedaan antara dua atau lebih variabel. Hubungan, perbedaan, dan pengaruh tersebut dapat sederhana atau kompleks, dan bersifat sebab akibat(Nursalam, 2017). Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah :
Ada hubungan antara kecemasan dengan pola tidur pada pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng.
9
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahuinya hubungan kecemasan dengan pola tidur pada pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng. 2. Tujuan Khusus a. Diidentifikasinya kecemasan pada pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng b. Diidentifikasinya pola tidur pada pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng c. Diidentifikasinya hubungan antara kecemasan dengan pola tidur pada pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai kecemasan dalam mempengaruhi pola tidur pada pasien post operasi, penelitian ini juga sebagai wujud penerapan ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan peneliti dan menambah bahan kepustakaan dalam lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Panrita Husada Bulukumba.
10
2. Manfaat Aplikatif Penelitian ini dapat memberikan solusi dalam meningkatkan pola fikir masyarakat yang lebih baik sehingga dapat memahami situasi dan kondisi jika mengalami gangguan pola tidur pada saat setelah pembedahan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Tentang Struma 1. Definisi Struma adalah tumor (pembesaran) pada kelenjar tiroid. Biasanya yang dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Klasifikasi struma berdasarkan anatomi dan fisiologi dikenal struma difusa dan struma nodosa. Secara klinis dibagi menurut sifat toksik - non toksik, banyaknya nodul dan kemampuan menangkap yodium (Dewi and Ratunanda, 2016). Struma
adalah
pembesaran
kelenjar
gondok
yang
disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar-debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (Nurarif and Kusuma, 2015). 2. Etiologi Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tiroid antara lain : a. Defisiensi iodium b. Kelainan metabolic congenital yang menghambat sintesa hormon tiroid
11
12
c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai). d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium) (Nurarif and Kusuma, 2015). Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap orang dapat
dijumpai
masa
karena
kebutuhan
terhadap
tiroksin
bertambah, terutama masa pubertas, pertumbuhan, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi atau stress lain. Pada masamasa tersebut dapat dijumpai hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebut sehingga terjadi iskemia (Nurarif and Kusuma, 2015). 3. Manifestasi klinik a. Akibat berulangnya hyperplasia dan involusi dapat terjadi berbagai
bentuk
degenerasi
sebagai
fibrosis,
nekrosis,
klasifikasi, pembentukan kista dan perdarahan kedalam kista tersebut. Pada umumnya kelainan yang dapat menampakkan diri sebagai struma nodusa adalah edenoma, kista perdarahan tiroiditis dan karsinoma b. Manifestasi klinik penderita dengan hipotiroidisme nyata berupa: kurang energy, rambut rontok, intoleransi dingin, berat badan
13
naik, konstipasi, kulit kering dan dingin, suara parau, serta lamban dalam berfikir. c. Pada
hipotiroidisme,
kelenjar
tiroid
sering
tidak
teraba.
Kemungkinan terjadi karena atrofi kelenjar akibat pengobatan hipertiroidisme memakain yodium radioaktif sebelumnya atau setelah tiroditiditis autoimun (Nurarif and Kusuma, 2015). 4. Patofisiologi Kekurangan yodium dalam waktu lama berakibat penurunan hormon tiroid yang akan menimbulkan kenaikan kadar TSH dan ini menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar tiroid yang difusa. Kalau kekurangan yodium sudah teratasi maka kelenjar tiroid akan mengecil kembali oleh karena terjadi fase involusi koloid dimana jumlah folikel-folikel berkurang, sel epitel menjadi gepeng dan terjadi akumulasi koloid. Bila terjadi lagi defisiensi yodium maka akan timbul lagi siklus baru (Dewi and Ratunanda, 2016). Bila defisiensi yodium berlangsung lama dan berulang kali, timbulah degenerasi pada kelenjar tiroid. Histopatologis tampak sel epitel menjadi gepeng dengan folikel-folikel yang membesar berisi koloid yang mengandung sedikit yodium, terbentuk kista, klasifikasi dan nekrosis. Mula-mula perubahan tersebut secara difus, tetapi lama kelamaan bersifat fokal sehingga terbentuklah nodul-nodul (Dewi and Ratunanda, 2016). Taylor (1978) melaporkan perkembangan perubahan dalam kelenjar tiroid hiperplasia yang difus pada anak muda menjadi tiroid
14
noduler pada orang tua, dengan melakukan pemeriksaan histologik dan radioautografi pada penderita struma endemik dan sporadik. Hasilnya disimpulkan ada 5 stadium pertumbuhan tiroid yaitu : Stadium 1 : Jenis struma masa pubertas. Pembesaran tiroid secara difus, vaskularisasi bertambah, daya tangkap yodium baik, gambaran radioautografi tampak hitam yang sama rata. Stadium 2 : Kelenjar tiroid membesar secara difus. Pada radioautografi tampak bercak-bercak hitam kecil, batas tegas, menggambarkan adanya aktifitas fokal pada satu/beberapa tempat, menyerupai nodul yang toksik didalam struma nodosa non toksik Stadium 3 : kelenjar tiroid bernodul. Ditengah-tengah radiautografi
tampak
nodul di
terjadi
sekitar
perdarahan.
Pada
berwarna
hitam,
nodul
menggambarkan jaringan diluar nodul tetap berfungsi. Stadium 4 : Stadium resolusi. Dimana nodul-nodul ditempati oleh koloid atau diisi masa folikel-folikel kecil yang tidak menangkap isotop atau disebut cold nodule Stadium 5 : Jenis struma multinodosa. Yaitu sesudah proses tadi timbul berulang-ulang. Tampak beberapa
nodul
yang
hitam
pada
radio
autografi,
yang
15
menggambarkan adanya pembentukan hormon (nodul panas) dan nodul yang tidak menangkap isotop (nodul dingin). Pada mulanya terjadi pembentukan yang difus dan hiperplasi yang homogen, kemudian terjadi area yang aktif dan tidak aktif, selanjutnya tumbuh menjadi nodul. Nodul-nodul ini dikelilingi semacam kapsul akibat penekanan jaringan disekitarnya. Nodul menjadi kista tiroid dan diisi oleh koloid atau folikel-folikel baru, dan akhirnya terbentuk nodul-nodul dengan berbagai ukuran (Dewi and Ratunanda, 2016). 5. Klasifikasi Struma nodosa secara klinis dibagi atas 2 kelompok besar, yaitu menurut (Dewi and Ratunanda, 2016) : a. Struma nodosa non toksik Struma nodosa non toksik adalah struma yang secara klinis tidak ditemukan adanya tanda-tanda hipertiroid. Yang termasuk di dalam kelompok struma nodosa non toksik: 1) Struma nodosa pada struma endemik/ sporadic Gejala klinik struma nodosa pada struma endemic maupun
struma
sporadic
yaitu
tiroidnya
membesar,
bernodul, non toksik, dimana bentuk multinodular lebih banyak daripada yang bentuk soliter. 2) Kista tiroid Diagnosis pasti adalah dengan aspirasi memakai jarum, ini sangat mudah, murah dan aman tanpa komplikasi,
16
sekaligus bernilai sebagai terapi aspirasi dan dapat diulang sampai diameter 4 kali f. Waktu untuk kembali tidur setelah bangun malam hari Nilai 0 : untuk jawaban 27
D. Tinjauan Teori Tentang Post Operasi 1. Pengertian operasi Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk mengobati kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana. Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap kesembuhan dari luka atau penyakit melalui prosedur manual atau melalui operasi dengan tangan (Riyadhi, 2014). Fase pos operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre op dan intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang
39
pemulihan (recovery room)/pasca anestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau rumah. Pada fase ini lingkup aktifitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini (Wahyudi and Wahid, 2016). Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen enastesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan pemyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah (Wahyudi and Wahid, 2016). 2. Indikasi Pembedahan Tindakan pembedahan atau operasi dilakukan berdasarkan atau sesuai dengan indikasi. Beberapa indikasi yang dapat dilakukan pembedahan diantaranya sebagai berikut : a. Diagnostik, misalnya biopsi atau laparatomi eksplorasi. b. Kuratif, misalnya eksisi tumor atau mengangkat apendiks yang mengalami inflamasi. c. Reparatif, misalnya memperbaiki luka multiple. b. Rekonstruksi atau kosmetik, misalnya mammoplasty atau bedah plastik. c. Paliatif, misalnya menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah,
seperti
pemasangan
selang
gastrostomi
yang
dipasang untuk mengkompensasi terhadap ketidakmampuan menelan makanan (Riyadhi, 2014).
40
3. Klasifikasi Pembedahan Berdasarkan
klasifikasi
urgensi
dilakukan
tindakan
pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu a. Kedaruratan/emergensi:
pasien
membutuhkan
perhatian
segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh: pendarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usu, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanat luas b. Urgen: pasien mebutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam. Contoh: infeksi kandung akut, batu ginjal atau batu pada uretra. c. Diperlukan: pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh: hyperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid, katarak. d. Alektif: pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan makan tidak terlalu
membahayakan.
Contoh:
perbaikan
scar,
hernia
sederhana, perbaikan vaginal. e. Pilihan : keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik (Wahyudi and Wahid, 2016).
41
Sedangkan menurut faktor risikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi: a. Pembedahan minor : menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan risiko kerusakan yang minim. Contoh: insisi dan drainase kandung kemih, sirkumsisi. b. Pembedahan mayor : menimbulkan trauma fisik yang luas, risiko
kematian
sangat
serius.
Contoh:
total
abdominal
histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain (Wahyudi and Wahid, 2016). 4. Komplikasi post operatif Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada fase post operasi serta penatalaksanaannya menurut (Wahyudi and Wahid, 2016), yaitu sebagai berikut : a. Syok Syok yang terjadi pada pasein bedah biasanya berupa syok hipovolemik. Tanda-tanda syok adalah : pucat, kulit dingin, basah, pernapasan cepat, sianosis pada bibir, gusi dan lidah, nadi cepat, lemah dan bergetar, penurunan tekanan darah. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, terapi pernapasan, memberikan dukungan memantau
psikologis, reaksi
pembatasan
pasien
peningkatan periode istirahat.
penggunaan
terhadap
energy,
pengobatan,
dan
42
b. Pendarahan Penatalaksanaanya pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijaga tetap lurus. c. Thrombosis vena profunda Thrombosis vena profunda adalah thrombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasc flebitis. d. Retensi urine Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rectum, anus dan vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spinter kandung kemih. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membantu mengeluarkan urine dari kandung kemih. e. Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrosis, abses) Infeksi luka pos operasi dapat terjadi karena andanya kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun pada saat perawatan
di ruang perawatan. Pencegahan infeksi penting
dilakukan dengan pemberian antibiotic sesuai indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip steril.
43
f. Sepsis Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi di mana kuman berkembang biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat menyebabkan kegagalan multi organ. g. Embolisme pulmonal Embolisme dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bias menyumbat arteri pulmonal yang akan mengkibatkan pasien merasa nyeri seperti ditusuk tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti ambilatori pasca operatif dini dapat mengurangi risiko embolus pilmonal. h. Komplikasi gastrointestinal Komplikasi gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang
mengalami
pembedahan
abdomen
dan
pelvis.
Komplikasinya meliputi obstruksi intestinal, nyeri dan distensi abdomen.
44
E. Kerangka Konsep
Pola Tidur Pasien Post Operasi Struma
Kecemasan
Keterangan : : Variabel Independen : Variabel Dependen : Penghubung antar variabel
Gambar 2.1 : Kerangka Konsep
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimen. Pada penelitian ini digunakan rancangan/desain penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Dengan studi ini akan diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel dependen) dihubungkan dengan penyebab (variabel independen) (Nursalam, 2017). Tahapan penelitian dengan mengutamakan pendekatan cross sectional dilakukan dengan cara tiap subjek penelitian hanya diobservasi satu kali saja dan rentang waktu ukur dilakukan terhadap variabel pada saat
penelitian sehingga dengan menggunakan
pendekatan ini diketahui dengan jelas korelasi hubungan sebab akibat. B. Waktu dan lokasi penelitian 1. Waktu penelitian Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Februari s/d Juli tahun 2019. 2. Lokasi penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Perawatan Bedah Marina, Eremerasa dan Bissappu RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng. 45
46
C. Populasi dan sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia atau klien) yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
(Nursalam, 2017). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang telah menjalani tindakan pembedahan (post op) di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng periode Januari s/d April sebanyak 80 orang. 2. Sampel Sampel adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2017). Tehnik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling disebut juga judgement sampling adalah suatu tehnik penepatan sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah), sehingga sampel tersebut dapat
mewakili
karakteristik
populasi
yang
telah
dikenal
sebelumnya (Nursalam, 2017). Pada penelitian ini sampel dipilih dengan menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi yaitu sebagai berikut : a. Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil
47
sebagai sampe (Notoatmodjo, 2018). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Pasien post operasi struma yang sudah pulih dari efek anastesi 2) Batas usia pasien pada penelitian ini diambil berdasarkan kategori umur Depkes RI tahun 2009 yaitu :
Dewasa awal (26-35 tahun)
Dewasa akhir (36-45 tahun)
Lansia awal (46-55 tahun)
Lansia akhir (56-65 tahun)
3) Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent yang diberikan. b. Kriteria ekslusi Kriteria ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambi sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018). Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah : 1) Kondisi belum pulih dari efek anastesi setelah operasi 2) Membutuhkan perawatan intensif 3) Tidak bersedia menjadi responden Berdasarkan perhitungan besar sampel, diperoleh jumlah responden sebanyak 44 orang, oleh karena itu responden pada penelitian ini adalah pasien yang telah menjalani tindakan pembedahan (operasi) struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng sebanyak 44 orang.
48
Adapun besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan
rumus
penentuan
besar
sampel
menurut
(Nursalam, 2017) yaitu sebagai berikut :
n =
N 1 + N (d)2
=
80 1 + 80 (0,1)2
=
80 1 + 80. (0,01)
=
80 1 + 0,8
=
80 1,8
n = 44,4
= 44 orang responden
Keterangan : n : Besar sampel N : Besar populasi (diketahui = 80 orang) d : Tingkat signifikansi 10% (d = 0,1) D. Variabel penelitian 1. Variabel Dependen (terikat) Variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2017). Variabel dependen pada penelitian ini adalah pola tidur.
49
2. Variabel Independen (bebas) Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain. Variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain (Nursalam, 2017). Variabel independen pada penelitian ini adalah kecemasan. E. Definisi operasional 1. Pola tidur Pola tidur yang dimaksud pada penelitian ini adalah hal-hal yang mencakup tentang kebiasaan pada saat tidur diantaranya lama tidur, mimpi-mimpi, kualitas tidur, mulai tidur, bangun malam hari, waktu untuk kembali tidur setelah bangun malam, bangun dini hari, dan perasaan segar di waktu bangun yang diukur dengan menggunakan skala ukur ISR (Insomnia Rating Scale).
Kriteria Objektif : o Teratur
: Jika skor ≤10
o Tidak teratur : Jika skor >10
Alat ukur
: Kuesioner
Skala Ukur
: Ordinal
2. Kecemasan Kecemasan dalam penelitian ini adalah sejumlah gejala yang dirasakan oleh klien post operasi berupa gangguan pemenuhan kebutuhan dasar dan berbagai sistem tubuh dalam skala dan
50
tingkatannya dan diukur melalui skala Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
Kriteria Objektif : o Tidak Cemas
: Jika Skor < 6
o Ringan
: Jika Skor 6-14
o Sedang
: Jika Skor 15-27
o Berat
: Jika Skor >27
Alat ukur
: Kuesioner
Skala ukur
: Ordinal
F. Instrument penelitian 1.
Pola tidur Pola tidur diukur dengan menggunakan kuesioner dengan mengacu pada insomnia rating scale (IRS) yang digunakan oleh kelompok studi biologic Jakarta (KPSPBJ). Insomnia Rating Scale ini digunakan berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan KPSBJ-IRS pada 175 pasien non psikiatrik pada poliklinik umum untuk keluhan gangguan tidur jumlah skor maksimun untuk insomnia rating scale adalah 25. Skala pengukuran pola tidur ini terdiri dari 8 pertanyaan yang terdiri dari pertanyaan tentang lama tidur, mimpi-mimpi, kualitas tidur, mulai tidur, bangun malam hari, waktu untuk kembali tidur setelah bangun malam, bangun dini hari, dan perasaan segar di waktu bangun.
51
2. Kecemasan Variabel kecemasan pada penelitian ini diukur dengan menggunakan kuesioner berdasarkan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Skala ini dibuat oleh Max Hamilton tujuannya adalah untuk menilai kecemasan sebagai gangguan klinikal dan mengukur gejala kecemasan. Kuesioner HARS berisi empat belas pertanyaan yang terdiri dari tiga belas kategori pertanyaan tentang gejala kecemasan dan satu kategori perilaku saat wawancara. G. Tehnik pengumpulan data 1. Data primer Pada penelitian ini data primer yang dikumpulkan oleh peneliti adalah sebagai berikut : a. Data tentang pola tidur pasien yang dikumpulkan oleh peneliti melalui kuesioner yang mengacu pada skala pengukuran pola tidur insomnia rating scale. b. Data tentang kecemasan yang dikumpulkan peneliti melalui kuesioner menggunakan skala pengukuran kecemasan yaitu Hamilton anxiety rating scale (HARS). c. Data yang dikumpulkan kemudian di tabulasi kedalam master tabel dan dianalisis untuk ditarik suatu kesimpulan. 2. Data sekunder Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah data tentang jumlah pasien dengan tindakan pembedahan keseluruhan dan pembedahan struma selama 3 tahun terakhir yaitu
52
tahun 2016, 2017 dan 2018 yang didapatkan dari rekam medik RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng. H. Alur penelitian Proposal Penelitian
Hipotesis : Ada hubungan antara kecemasan dengan pola tidur pada pasien Post Operasi Struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng
Populasi : Semua pasien yang telah menjalani tindakan pembedahan (Operasi) di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng
Tehnik sampling : purposive sampling adalah tehnik penepatan sampel sesuai dengan yang dikehendaki peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya Instrumen Penelitian : Kuesioner (Angket)
Izin penelitian
Variable independen: Kecemasan
Pengurus izin penelitian
Stikes Panrita Husada Bulukumba
Pengumpulan
Variable dependen: Pola Tidur Pasien Post Operasi Struma
Analisa data Univariat dan Bivariat
Kesimpulan
Saran
Gambar 3.1 Alur Penelitian
53
I. Pengolahan dan analisa data 1. Pengolahan data Pada penelitian ini peneliti menggunakan komputer untuk mengolah data hasil penelitian. Berikut ini adalah tahap-tahap pengolahan data menurut (Notoatmodjo, 2018) yaitu sebagai berikut: a. Editing Hasil wawancara, angket atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut. b. Coding Setelah semua kuesioner diedit atau disunting selanjutnya dilakukan pengkodean atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. c. Memasukkan data (Data Entry) atau Processing Data Jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam membentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atau “software” computer. Software computer ini bermacam-macam, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Salah satu paket program yang paling sering digunakan untuk “entry data” penelitian adalah paket program SPSS for Window.
54
d. Pembersihan data (Cleaning) Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimaksukkan. Perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan
dan
sebagainya,
kemudian
dilakukan
pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan data (data cleaning). 2. Analisa data Analisa data yang digunakan untuk mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yaitu sebagai berikut : a. Analisis Univariat Analisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya (Notoatmodjo, 2018). b. Analisis Bivariat Analisis Bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2018). Pada penelitian ini penentuan uji statistik yang akan digunakan ditentukan dengan langkah sebagai berikut : 1) Skala pengukuran = kategorik 2) Jenis hipotesis = komparatif
55
3) Masalah skala variabel = kategorik x kategorik = kategorik 4) Menentukan pasangan = tidak berpasangan 5) Jumlah kelompok = 2 kelompok Sehingga pada penelitian ini berlaku tabel (B x K) dan uji statistik yang akan digunakan adalah uji chi square alternative kolmogorov-smirnov. Untuk melihat adanya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat maka digunakan batas kemaknaan nilai α = 0,05 dengan dengan cara membandingkan nilai p (p value) dengan nilai α = 0,05 pada taraf kepercayaan 95% dengan kaidah keputusan yaitu apabila nilai p (p value) ≤ 0,05 maka Ha diterima dan H0 ditolak yang berarti ada hubungan atau pengaruh yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat. J. Etika penelitian Pada penelitian ini peneliti menekankan masalah prinsip etika penelitian menurut (Notoatmodjo, 2018) yang meliputi : 1. Menghormati harkat dan martabat manusia (Respect for human dignity) Menghormati harkat dan martabat yang dimaksud adalah dengan menghargai sikap dan perilaku dari responden agar dalam penelitian tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat menurunkan harga diri responden seperti menjaga sikap dan perilaku peneliti pada saat penelitian dan memberikan responden kebebasan untuk memberikan
informasi
atau
tidak
memberikan
informasi
56
(berpartisipasi) melalui informed consent atau persetujuan menjadi responden sehingga nantinya tidak ada keterpaksaan yang dilakukan oleh responden dalam berpartisipasi dalam penelitian ini. 2. Menghormati privasi dan kerahasian subjek penelitian (respect for privacy and confidentiality) Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian yang dimaksud adalah dengan menjaga identitas nama, alamat, pendidikan dan pekerjaan serta karakteristik lainnya dengan tidak menampilkan secara langsung identitas asli responden pada saat melakukan tabulasi data maupun dalam interpretasi data dengan hanya memberikan kode pada identitas responden tersebut. 3. Keadilan
dan
inklusivitas/keterbukaan
(Respect
for
justice
inclusiveness) Keadilan dan inklusivitas yang dimaksud adalah peneliti harus berlaku adil terhadap semua responden pada penelitian ini dengan memberikan perlakuan yang sama terhadap responden pada saat dilakukan penelitian dan bersifat terbuka terhadap semua responden tentang tujuan penelitian yang diberikan agar tidak timbul saling curiga sesama responden disaat dilakukan penelitian. 4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang di timbulkan (Balancing harm and benefist) Memperhitungkan manfaat yang dimaksud adalah dengan mengedepankan efek yang dirasakan oleh responden setelah
57
penelitian apakah bisa diterima dimasyarakat atau tidak dan menghindari terjadinya hal-hal negatif setelah dilakukan penelitian. K. Jadwal penelitian Berikut ini adalah tabel jadwal pelaksanaan penelitian yang akan dilaksanakan sesuai jadwal berikut :
No
Kegiatan Jan
1
2
3
Feb
Tahun 2019 Bulan Mar Apr Mei
Tahap Persiapan Penelitian a. Pengajuan judul b. Penyusunan proposal c. Ujian Proposal d. Perizinan penelitian Tahap pelaksanaan a. Pengumpulan data b. Analisis data Tahap penyusunan laporan
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Jun
Jul
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berikut ini adalah hasil penelitian tentang hubungan kecemasan dengan pola tidur pada pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng pada tanggal 16 Juli s/d 29 Juli tahun 2019. 1. Karakteristik responden Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Ruang Perawatan Bedah RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng Juni 2019 Karakteristik responden Usia Dewasa Awal (26-35 tahun) Dewasa Akhir (36-45 tahun) Lansia Awal (46-55 tahun) Lansia Akhir (56-65 tahun) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan SD SMP SMA S1 Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Jumlah Sumber : Data Primer
Frekuensi (f)
Persentase (%)
4 18 9 13
9.1 40.9 20.5 29.5
2 42
4.5 95.5
9 15 11 9
20.5 34.1 25.0 20.5
21 23 44
47.7 52.3 100.0
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan distribusi karakteristik responden berdasarkan usia terdapat lebih banyak responden yang berusia dewasa akhir (36-45 tahun) yaitu sebanyak 18 orang (40.9%) dan yang paling sedikit adalah responden yang berusia dewasa awal (26-35) tahun yaitu sebanyak 4 orang (9.1%),
58
59
berdasarkan jenis kelamin terdapat lebih banyak responden yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 42 orang (95.5%), berdasarkan pendidikan terdapat lebih banyak responden yang berpendidikan SMP yaitu sebanyak 15 orang (34.1%) sedangkan berdasarkan
karakteristik
pekerjaan
terdapat
lebih
banyak
responden yang tidak bekerja yaitu sebanyak 23 orang (52.3%). 2. Analisis univariat a. Tingkat kecemasan responden Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Responden di Ruang Perawatan Bedah RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng Juni 2019 Kecemasan Ringan Sedang Berat Jumlah Sumber : Data Primer
Frekuensi (f) 7 18 19 44
Persentase (%) 15.9 40.9 43.2 100.0
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan distribusi frekuensi tingkat kecemasan responden terdapat lebih banyak yang mengalami kecemasan berat yaitu sebanyak 19 orang (43.2%) yang paling sedikit adalah responden dengan kecemasan ringan yaitu sebanyak 7 orang (15.9%). b. Pola tidur pasien Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pola Tidur Responden di Ruang Perawatan Bedah RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng Juni 2019 Pola tidur Teratur Tidak teratur Jumlah Sumber : Data Primer
Frekuensi (f) 13 31 44
Persentase (%) 29.5 70.5 100.0
60
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan distribusi frekuensi pola tidur responden terdapat lebih banyak yang memiliki pola tidur
tidak
teratur
yaitu
sebanyak
31
orang
(70.5%)
dibandingkan dengan responden yang memiliki pola tidur teratur yaitu sebanyak 13 orang (29.5%). 3. Analisis bivariat a. Hubungan kecemasan dengan pola tidur Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hubungan Pola Tidur dan Kecemasan di Ruang Perawatan Bedah RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng Juni 2019 Kecemasan
Pola tidur Teratur Tidak teratur f % f % Ringan 7 15.9 0 0 Sedang 6 13.6 12 27.3 Berat 0 0 19 43.2 Jumlah 13 29.5 31 70.5 *Uji Kolmogorov-Smirnov
Jumlah Nilai p n 7 18 19 44
% 15.9 40.9 43.2 100.0
0.002
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 7 orang (15.9%) responden yang mengalami kecemasan ringan terdapat semua responden memiliki pola tidur teratur, dari 18 orang (40.9%) responden yang mengalami kecemasan sedang terdapat 6 orang (13.6%) yang memiliki pola tidur teratur dan 12 orang (27.3%) yang memiliki pola tidur tidak teratur sedangkan dari 19 orang (43.2%) responden yang mengalami kecemasan berat terdapat semua responden memiliki pola tidur tidak teratur. Hasil uji statistik menggunakan uji kolmogorov-smirnov menunjukkan bahwa nilai p= 0.002 atau nilai p < nilai α = 0.05,
61
sehingga dapat diambil keputusan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara kecemasan dengan pola tidur pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng tahun 2019. B. Pembahasan 1. Kecemasan Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
berdasarkan
distribusi frekuensi tingkat kecemasan responden terdapat lebih banyak responden yang mengalami kecemasan berat yaitu sebanyak 19 orang (43.2%), responden dengan kecemasan sedang sebanyak 18 orang (40.9%) dan yang paling sedikit adalah responden dengan kecemasan ringan yaitu sebanyak 7 orang (15.9%). Menurut teori yang dikemukakan Barus et al., (2018) bahwa kecemasan pasien post operasi antara lain dapat berupa khawatir terhadap nyeri setelah pembedahan, perubahan fisik (menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal), keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti), operasi akan gagal, mati saat dilakukan anastesi, mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama, menghadapi ruang operasi, peralatan bedah dan petugas. Post operasi mengakibatkan rasa cemas dengan penyebab yang berbeda-beda yaitu khawatir nyeri yang dirasakan tidak akan hilang, bingung akan perawatan luka, khawatir luka tidak sembuh.
62
Post operasi akan mengakibatkan rasa cemas karena kaitan dengan takut akan sesuatu yang belum diketahui, nyeri, perubahan citra tubuh, perubahan fungsi tubuh, kehilangan kendali dan kematian (Arbani, 2015). Hasil sebelumnya
penelitian yang
ini
sejalan
dilakukan
oleh
dengan
hasil
penelitian
Abdullah
(2015)
tentang
gambaran tingkat kecemasan dan intervensi keperawatan dalam menurunkan tingkat kecemasan pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul yang menemukan bahwa
terdapat
lebih
banyak
responden
yang
mengalami
kecemasan berat pada pasien post operasi yaitu sebanyak 17 orang (53.1%), responden dengan kecemasan sedang yaitu sebanyak 13 orang (40.6%) dan yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 2 orang (6.3%) dari 32 orang responden. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian lain yang dilakukan Hasmawa (2015) tentang gambaran tingkat kecemasan pada pasien post operasi di Rumah Sakit Umum Bahteramas Sulawesi Tenggara yang menemukan bahwa dari 30 responden, frekuensi tertinggi adalah tingkat kecemasan berat sebanyak 16 responden (53,3%), tingkat kecemasan sedang sebanyak 11 responden (36,6), dan terendah kecemasan ringan sebanyak 3 responden (10%). Menurut asumsi peneliti kecemasan yang berlebih pada responden dapat menyebabkan pola tidur tidak teratur, hal ini
63
merupakan sebab akibat dari proses pembedahan struma yang menyebabkan pasien tidak bisa tidur. Timbulnya kecemasan dapat dipengaruhi oleh pengetahuan yang kurang tentang dampak setelah operasi, adanya rasa nyeri, perasaan takut ditinggalkan oleh keluarga serta takut akan kehilangan fungsi tubuh dan kehilangan fungsi sosial dalam keluarga bisa membuat responden mengalami penurunan mekanisme koping dan hal inilah yang membuat responden mengalami kecemasan berat. 2. Pola tidur Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan distribusi frekuensi pola tidur responden terdapat lebih banyak yang memiliki pola tidur tidak teratur yaitu sebanyak 31 orang (70.5%) dibandingkan dengan responden yang memiliki pola tidur teratur yaitu sebanyak 13 orang (29.5%). Menurut Indri (2014), bahwa gangguan-gangguan tidur memberikan pengaruh terhadap kualitas tidur dan terdapat banyak hal yang menyebabkan seseorang tidak dapat mempertahankan tidurnya sehingga sering terbangun. Pada pasien post operasi mengalami gangguan kualitas tidur yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor fisiologis, faktor psikologis dan faktor lingkungan, dimana faktor yang paling dominan adalah faktor fisiologis salah satunya adalah penyakit. Salah
satu penyakit
yang sering dilakukan tindakan
pembedahan yaitu struma (goiter/gondok). Struma adalah setiap
64
pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar tiroid. Struma dapat diklasifikasikan berdasarkan fisiologis, yaitu eutirodisme, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme; berdasarkan morfologi yaitu struma difus dan struma nodular/ multinodular; serta berdasarkan klinis, yaitu struma toksik dan non toksik (Assagaf et al., 2015). Hasil
penelitian
ini
sejalan
dengan
hasil
penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Faridah (2014) tentang gambaran kebutuhan tidur pada pasien post operasi di Ruang Bougenville RSUD Dr. Soegiri Lamongan yang menemukan bahwa dari 30 orang pasien terdapat lebih banyak pasien yang memiliki pola tidur kurang yaitu sebanyak 16 orang (53.3%) sedangkan yang pola tidurnya kurang yaitu sebanyak hanya 3 orang (10%) dan selebihnya ada responden dengan pola tidur cukup yaitu sebanyak 11 orang (36.7%). Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Badriah et al., (2017) tentang gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pada pasien post operasi bedah di Ruang Bedah Kelas III RSUD 45 Kuningan tahun 2014 yang menemukan bahwa dari 40 orang responden terdapat lebih banyak responden yang mengalami pola tidur buruk yaitu sebanyak 38 orang (95%) dan hanya 2 orang (5%) responden yang memiliki pola tidur yang baik.
65
Menurut
asumsi
peneliti
banyaknya
responden
yang
mengalami pola tidur kurang atau tidak teratur dikarenakan adanya rasa cemas pada pasien. Kecemasan timbul akibat adanya rasa khawatir terhadap kehilangan fungsi tubuh serta perasaan takut kehilangan
orang
terdekat,
rasa
takut
inilah
yang
akan
mengganggu responden sehingga tidak bisa tidur dengan baik karena responden cenderung akan kehilangan konsentrasi untuk bisa berfikir dengan tenang dan perasaan cemas yang berlebihan pada responden akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis sehingga akan tejadi ketegangan pada otot, nampak gelisah, sering terbangun pada malam hari, mengalami mimpi yang buruk, susah untuk memulai tidur dan waktu tidur < 4 jam. 3. Hubungan kecemasan dengan pola tidur pasien post op struma Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 7 orang (15.9%) responden yang mengalami kecemasan ringan terdapat semua responden memiliki pola tidur teratur, dari 18 orang (40.9%) responden yang mengalami kecemasan sedang terdapat 6 orang (13.6%) yang memiliki pola tidur teratur dan 12 orang (27.3%) yang memiliki pola tidur tidak teratur sedangkan dari 19 orang (43.2%) responden yang mengalami kecemasan berat terdapat semua responden memiliki pola tidur tidak teratur. Hasil uji statistik menggunakan uji alternative kolmogorovsmirnov menunjukkan bahwa nilai p= 0.002 atau nilai p < nilai α =
66
0.05, sehingga dapat diambil keputusan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara kecemasan dengan pola tidur pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng tahun 2019. Kecemasan sering kali mengganggu tidur, seseorang yang pikirannya dipenuhi dengan masalah pribadi dan merasa sulit untuk rileks akan sulit pula saat memulai tidur. Kecemasan meningkatkan kadar norepinefrin dalam darah melalui stimulasi system saraf simpatis. Perubahan kimia ini menyebabka kurangnya waktu tidur tahap IV NREM dan tidur REM serta lebih banyak perubahan dalm tahap tidur lain dan lebih sering terbangun (Afdal R, 2015). Kecemasan sangat berpengaruh pada gangguan tidur akibat adanya ancaman yang dirasakan oleh pasien yang dirawat di rumah sakit antara lain perubahan fisik dan kemampuan fungsional. Individu yang dirawat mengalami perubahan fisik yang bervariasi mulai dari sakit ringan sampai berat. Perubahan ini membutuhkan penyesuaian terhadap citra tubuh (body Image). Perubahan pada tubuhnya membuat pasien merasa ragu, apakah ia masih dapat melakukan peran yang biasa ia lakukan, hal ini akan berpengaruh terhadap kesiapan pasien untuk memulai tidur (Damayanti et al., 2017). Kecemasan yang berlebih pada responden akan membuat responden tersebut terlalu keras dalam berfikir sehingga responden akan sulit untuk mengontrol emosinya yang berdampak pada
67
peningkatan ketegangan dan kesulitan dalam memulai tidur. Kesulitan ini yang nanti akan mengganggu responden untuk mendapatkan kualitas tidur. Keadaan cemas dan depresi dapat menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur karena pada kondisi cemas akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis, zat ini akan mengurangi tahap 4 NREM dan REM” (Badriah et al., 2017). Hasil
penelitian
ini
sejalan
dengan
hasil
penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Indri, U.V (2014) tentang hubungan antara kecemasan dengan kualitas tidur pada pasien post operasi dengan hasil yaitu terdapat lebih banyak responden yang mengalami kecemasan berat dengan kualitas tidur buruk yaitu sebanyak 36 orang (66.7%) dan kecemasan ringan dengan kualitas tidur baik sebanyak 18 orang (33.3%). Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kecemasan dengan kualitas tidur pada pasien post operasi (p value = 0.000 dan 0.000) yang berarti (p < α). Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Badriah et al., (2017) tentang gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pada klien post operasi bedah di Ruang Bedah Kelas III RSUD 45 Kuningan tahun 2014, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara faktor tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada klien post operasi bedah di Ruang Bedah Kelas
68
III RSUD 45 Kuningan tahun 2014 dengan nilai koefisien korelasi (-) 0.640
semakin
tinggi
tingkat
kecemasan
maka
semakin
menurunkan kualitas tidur klien post operasi mayor dan begitu sebaliknya. Menurut asumsi peneliti bahwa semakin berat tingkat kecemasan responden maka semakin tidak teratur pula pola tidur pada responden post operasi struma, dan sebaliknya semakin ringan tingkat kecemasan responden maka pola tidurnya semakin teratur. Hal ini terjadi menurut analisa peneliti karena jika responden mengalami kecemasan berat maka akan terjadi ketegangan dan menyebabkan penurunan mekanisme koping pada responden yang bisa mengakibatkan pola tidur responden akan terganggu dan sebaliknya pada responden yang mengalami kecemasan ringan terlihat lebih rileks sehingga tidak terjadi ketegangan yang dapat mengganggu pola tidurnya. Sedangkan pada responden yang mengalami kecemasan sedang dalam penelitian ini kurang dapat mengontrol masalah yang dihadapinya sehingga meskipun sebagian besar tingkat kecemasan dalam kategori sedang tetapi kualitas tidurnya dalam kategori buruk Mengingat
pentingnya
kebutuhan
akan
kualitas
tidur
terhadap pemulihan pada klien, maka peranan perawat sangat dibutuhkan karena perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama klien dibanding tenaga profesional kesehatan lainnya sehingga perawat mempunyai kesempatan lebih banyak untuk
69
membantu meningkatkan kualitas tidur klien post operasi. Menurut Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa “penting bagi perawat untuk mengidentifikasi dan menangani gangguan pola tidur pada pasien, perawat harus memahami sifat alamiah dari tidur, faktor yang mempengaruhi, serta kebiasaan tidur pada pasien”. C. Keterbatasan penelitian Pada penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun demikian masih ada keterbatasanketerbatasan pada penelitian ini diantaranya adalah :
1. Penelitian melibatkan subyek penelitian dalam jumlah terbatas, yakni sebanyak 44 orang karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti sehingga hasilnya belum dapat digeneralisasikan pada kelompok subyek dengan jumlah yang besar 2. Dana yang dimiliki oleh peneliti sangat terbatas sehingga peneliti tidak bisa menyediakan konsumsi, alat tulis menulis dan souvenir bagi responden, karena hal ini jika dilakukan akan menambah antusiasme responden dalam mengikuti proses penelitian ini. 3. Penelitian ini hanya melibatkan satu variable independen saja sehingga peneliti tidak bisa membahas secara luas faktor apa saja selain kecemasan yang dapat mengakibatkan pola tidur tidak teratur.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan kecemasan dengan pola tidur pada pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng tahun 2019 maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Tingkat
kecemasan
responden
pada
penelitian
ini
dapat
diidentifikasi bahwa terdapat lebih banyak responden yang mengalami kecemasan berat dibandingkan dengan responden yang memiliki kecemasan ringan. 2. Pola tidur responden pada penelitian ini dapat diidentifikasi bahwa terdapat lebih banyak responden yang memiliki pola tidur tidak teratur dibandingkan dengan responden yang memiliki pola tidur teratur. 3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kecemasan dengan pola tidur pasien post operasi struma di RSUD Prof.Dr.H.M Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng tahun 2019. B. Saran 1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai kecemasan dalam mempengaruhi pola tidur pada pasien post operasi, penelitian ini juga sebagai wujud penerapan ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan peneliti
70
71
dan menambah bahan kepustakaan dalam lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Panrita Husada Bulukumba. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi dalam meningkatkan pola fikir masyarakat yang lebih baik sehingga dapat memahami situasi dan kondisi jika mengalami gangguan pola tidur pada saat setelah pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, R. 2015. Gambaran tingkat kecemasan dan intervensi keperawatan dalam menurunkan tingkat kecemasan pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul. Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakara. Afdal, R. 2015. Hubungan antara nyeri dan kecemasan dengan kualitas tidur pada pasien post laparatomi di Irna Ruang Bedah Rsup dr. M. Djamil Padang. Fakultas keperawatan. Arbani, F. A. 2015. Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo. Skripsi tidak dipublikasi. Annisa, D. F. & Ifdil, I. 2016. Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia). Konselor, 5, 93-99. Apriansyah, A., Romadoni, S. & Andrianovita, D. 2015. Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Pre-Operasi dengan Derajat Nyeri Pada Pasien Post Sectio Caesarea di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2014. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 2, 1-7. Asapuah, S. 2013. Kumpulan Kuesioner dan Instrumen Penelitian Kesehatan, Yogyakarta, Nuha Medika. Assagaf, S. M., Lumintang, N. & Lampus, H. 2015. Gambaran eutiroid pada pasien struma multinodusa non-toksik di bagian bedah RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado periode Juli 2012–Juli 2014. e-CliniC, 3. Badriah, D. L., Negara, A. P. & Nur, A. S. 2017. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pada klien post operasi bedah mayor di Ruang Bedah Kelas III RSUD 45 Kuningan tahun 2014. Jurnal kesehatan indra husada, 5, 1-6. Barus, M., Simanullang, M. S. D. & Gea, E. C. P. 2018. Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Tingkat Kecemasan Pre Operasi Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2018. Jurnal Mutiara Ners, 98, 108. Damayanti, A., Kadrianti, E. & Ismail, H. 2017. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien yang dirawat di Ruang Baji Kamase Rsud Labuang Baji Makassar. Jurnal ilmiah kesehatan diagnosis, 5, 535-542.
72
73
Dewi, Y. A. & Ratunanda, S. 2016. 2nd World Head & Neck Cancer Day Early Diagnosis and Current Tretament Paradigm Ini Head and Neck Surgery, Bandung, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Farich, A. & Nurmalasari, Y. 2015. Hubungan Umur, Pengtahuan Dan Perilaku Konsumsi Yodium Dengan Kejadian Goiter Pada Wanita Di Wilayah Kerja Puskesmas Gedung Meneg Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2015. Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, 2. Faridah, V. 2015. Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Post Op Apendisitis Dengan Tehnik Distraksi Nafas Ritmik. Program Studi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Lamongan. Faridah, V. N. 2014. Penanganan Gangguan Kebutuhan Tidur pada Pasien Post Operasi Laparatomi dengan Pemberian Aromaterapi Lavender. Surya Vol 01 No. XVII. Hasmawa, I. 2016. Identifikasi tingkat kecemasan pada pasien post operasi di Rumah Sakit Umum Bahteramas Sulawesi Tenggara. Hasnatang, Kadrianti, E. & Haskas, Y. 2016. Gambaran pelaksanaan mobilisasi pre operasi sebelum diberikan penyuluhan dan pelaksanaan mobilisasi post operasi setelah diberikan penyuluhan pada pasien laparatomi di RSUP. Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, Volume 9 Nomor 1. Heriana, P. 2014. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia, Tangerang Selatan, Binarupa Aksara. Husada, S. P. 2018. Panduan Penyusunan Tugas Akhir Mahasiswa T.A 2018/2019, Bulukumba, Stikes Panrita Husada Bulukumba. Indri, U. V. 2014. Hubungan antara nyeri, kecemasan dan lingkungan dengan kualitas tidur pada pasien post operasi apendisitis. Jurnal online mahasiswa (jom) bidang ilmu keperawatan, 1, 1-8. Ndode, Y. N., Ardiyani, V. M. & Yasin, D. D. F. 2018. Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien Post Operasi Di Rumah Sakit Baptis Batu. Nursing News: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keperawatan, 3. Notoatmodjo, S.2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nurarif, A. H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC, Jogjakarta, Media Action.
74
Nursalam. 2017. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis. Jakarta: Salemba Medika. Nurwulan, D. 2017. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Anestesi Dengan Tindakan Spinal Anestesi Di RSUD Sleman. Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta. Riyadhi, N. F. 2014. Pengaruh Terapi Murattal Al-Qur’an Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuang Baji Provinsi Sulsel. Saputra, L. 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia, Tangerang Selatan, PT. Binarupa Aksara. Sutanto, A. V., & Fitriana, Y. 2017. Kebutuhan dasar manusia teori dan aplikasi dalam praktik keperawatan profesional. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Wahyudi, A. S., & Wahid, A. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Mitra Wacana Medika.