Skripsi Niken Revisi Lagi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH TERAPI DZIKIR DENGAN TERAPI MUROTTAL TERHADAP KUALITAS TIDUR LANSIA DI BPSTW BUDI LUHUR YOGYAKARTA



PROPOSAL SKRIPSI



Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan di Fakultas Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta



Diajukan Oleh: NIKEN RATNA SARI 2216054



PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2020



i



HALAMAN PERNYATAAN



Saya yang bertanda tangan dibawah ini, adalah mahasiswa Universitas Jendral Achmad Yani Yogyakarta.



Nama



: Niken Ratna Sari



NPM



: 2216054



Program Studi



: Ilmu Keperawatan (S1)



Judul Skripsi



: Pengaruh Terapi Dzikir dengan Terapi Murottal Terhadap Kualias Tidur Lansia Di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta



Menyatakan bahwa hasil penelitian dengan judul diatas tersebut adalah asli karya sendiri dan bukan plagiarisme. Dengan ini saya menyatakan untuk menyerahkan hak cipta penelitian kepada Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta guna untuk kepentingan ilmiah. Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.



Yogyakarta 24 Februari 2020



Niken Ratna Sari



ii



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur kepada Allah SWT berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada penulis sehinga mampu menyelesaikan penyusunan proposal skiripsi yang berjudul “ Pengaruh Terapi Dzikir dengan Terapi Murottal Terhadap Kualitas Tidur Lansia di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta” penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan pada Program Studi Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Propsal skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan, dorongan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Drs. Djoko Susilo, ST., MT selaku Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. 2. Bapak Kuswanto Harjo, dr.,M. Kep, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. 3. Bapak Tetra Saktika Adinugraha, M.Kep.,SP.,MB, selaku Ketua Program Studi Keperawatan Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. 4. Bapak Dr. Sujono Riyadi, S.Kep, Ns, M.Kes, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan kepada saya dengan ikhlas dan sabar dalam penulisan selama penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Rizqi Wahyu Hidayati, M.Kep, selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, saran dan pendapat pada skripsi ini. 6. Seluruh dosen Keperawatan Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman serta mendidik penulis. 7. Kepada responden yang sudah bersedia meluangkan waktunya demi kelancaran penelitian ini. Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mohon maaf atas keterbatasan dan kekurangan dalam



iii



penyelesaian proposal skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal skripsi ini. Semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi banyak pihak. Wassala’mualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yogyakarta, 24 Februari 2020



Niken Ratna Sari



iv



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL..............................................................................................i HALAMAN PERNYATAAN...............................................................................ii KATA PENGANTAR...........................................................................................iii DAFTAR ISI..........................................................................................................iv BAB I



PENDAHULUAN..................................................................................1 A.Latar Belakang..................................................................................1 B.Rumusan Masalah.............................................................................5 C.Tujuan Penelitian...............................................................................5 D.Manfaat Penelitian.............................................................................5



BAB II



TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................7 A.Tinjauan Teori...................................................................................7 1.Lansia............................................................................................7 a.Definisi Lansia..........................................................................7 b.Klasifikasi Lansia.....................................................................8 c.Karakteristik Lansia..................................................................8 d.Tipe Lansia...............................................................................8 e.Tugas Perkembangan Lansia....................................................9 f.Perubahan Fisiologis Pada Lansia...........................................10 2.Kualitas Tidur..............................................................................11 a.Proses Fisiologi Tidur.............................................................11 b.Fungsi Tidur...........................................................................14 c.Persyaratan dan Pola Tidur Normal........................................15 d.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur...............................16 e.Kualitas Tidur Pada Lansia.....................................................18 3.Dzikir...........................................................................................19 a.Definisi dzikir.........................................................................19 b.Manfaat Dzikir........................................................................19



v



c.Keutamaan Dzikir...................................................................19 d.Bentuk-bentuk Dzikir.............................................................20 e.Macam-macam Dzikir............................................................20 f.Aspek-aspek Dzikir.................................................................20 4.Murottal Al-Qur’an.....................................................................21 a.Pengertian Al-Qur’an..............................................................21 b.PengertianTerapiMurrotalAlQuran.........................................21 c.Manfaat terapi Murottal Al-Qur’an........................................22 B.Kerangka Teori................................................................................24 C.Kerangka Konsep............................................................................24 D. Hipotesis.........................................................................................25 BAB III



METODE PENELITIAN.................................................................26 A.Rancangan Penelitian......................................................................26 B.Lokasi dan Waktu............................................................................26 C.Populasi dan Sampel........................................................................27 D.Variabel Penelitian..........................................................................28 E.Definisi Operasional........................................................................28 F.Alat dan Metode Pengumpulan Data...............................................30 G.Validitas dan Realibilitas Instrumen Penelitian..............................32 H.Metode Pengolahan dan Analisis Data............................................33 I.Etika Penelitian.................................................................................35 J.Rencana Pelaksanaan Penelitian.......................................................36



DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................39



vi



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang



World Health Organization (WHO) mencatat bahwa terdapat 600 juta jiwa lansia pada tahun 2012 di dunia. Data statistik di Indonesia pada tahun 2020-2025 lansia diperkirakan akan menduduki peringkat keempat setelah negara RRC, India, dan Amerika Serikat. Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%) (Pusat Data dan Informasi, 2017).



Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi DIY mencatat di Provinsi DIY jumlah lansia (proyeksi 2019) berdasarkan dari rentang usia 65-69 tahun berjumlah 133.500 jiwa, usia 70-74 tahun berjumlah 94.700 jiwa dan usia 75 tahun keatas berjumlah 140.400 jiwa. Selanjutnya jumlah lansia pada tiap kabupaten di Provinsi DIY meliputi, Kabupaten Kota berdasarkan rentang usia 65-69 tahun berjumlah 10.534 jiwa, usia 70-74 berjumlah 7.644 jiwa, usia 75 keatas berjumlah 10.745 jiwa. Di Kabupaten Gunungkidul jumlah lansia berdasarkan rentang usia 65-69 tahun berjumlah 33.063 jiwa, usia 7074 berjumlah 24.776 jiwa, usia 75 keatas berjumlah 37.741 jiwa. Selanjutnya di Kabupaten Sleman jumlah lansia untuk rentang usia 60-64 tahun berjumlah 45.837 jiwa, usia 65-69 tahun berjumlah 32.145 jiwa, usia 70 tahun keatas berjumlah 57.840 jiwa. Di Kabupaten Bantul jumlah lansia berdasarkan rentang usia 65-69 tahun berjumlah 28.081 jiwa, usia 70-74 tahun berjumlah 22.464 jiwa, usia 75 tahun keatas berjumlah 35.404 jiwa. Di Kabupaten Kulon Progo jumlah lansia berdasarkan rentang usia 65-69 tahun berjumlah 17.222 jiwa, usia 70-74 tahun berjulah 13.425 jiwa, dan usia 75 tahun keatas



1



berjumlah 19.468 jiwa. Jumlah lansia tertinggi di D.I Yogyakarta adalah berada pada kabupaten Sleman[ CITATION Bad18 \l 1057 ]



Lansia merupakan salah satu kelompok atau populasi yang berisiko (population at risk) yang semakin meningkat jumlahnya. Setiap lansia akan mengalami sebuah proses alami yaitu suatu proses perubahan seseorang dewasa sehat menjadi seseorang yang lemah karena disebabkan oleh perubahan fungsi fisiologis dan psikologis. Lansia adalah populasi yang berisiko untuk masalah kesehatannya dan memiliki kemungkinan lebih buruk terkait dengan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi. Lansia memiliki tiga karakteristik risiko kesehatan yaitu, risiko biologi terkait usia, risiko sosial dan lingkungan serta risiko perilaku. Risiko biologi mencakup usia lanjut karena adanya penurunan fungsi biologi karena proses menua. Risiko sosial dan lingkungan pada lansia dapat memicu stres pada lansia. Risiko perilaku diakibatkan karena kebiasaan kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan yang tidak sehat dan dapat memicu munculnya penyakit bahkan dapat memicu kematian. Hal-hal diatas dapat berdampak pada lansia yaitu pusing, lemas, dan menurunnya kualitas tidur pada lansia (Kiik et al, 2018).



Kualitas tidur adalah keadaan yang dijalani seorang individu agar menghasilkan kesegaran dan kebugaran setelah bangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif seperti durasi tidur, latensi tidur, serta aspek subjektif seperti tidur dalam dan istirahat. Gangguan tidur merupakan salah satu masalah yang kesehatan yang paling sering terjadi pada lansia. Kondisi ini juga membutuhkan perhatian yang serius. Buruknya kualitas tidur lansia juga disebabkan karena adanya latensi tidur dan terbangun lebih awal karena proses penuaan. Proses penuaan juga menyebabkan perubahan fungsi neurotransmiter. Hal ini juga menyebabkan perubahan irama sirkadian, adanya perubahan tidur lansia pada fase NREM 3 dan 4, namun lansia hampir tidak memiliki fase 4 atau tidur dalam. Lansia membutuhkan kualitas tidur yang baik untuk meningkatkan kesehatan dan memulihkan dari kondisi sakit, 2



jika lansia kurang tidur maka akan terjadi perasaan lelah, mudah tersinggung, dan gelisah, lesu serta sakit kepala. Selain itu juga kemandirian lansia berkurang dengan ditandai dengan menurunnya partisipasi dalam aktivitas harian lansia. Oleh karena itu masalah kualitas tidur pada lansia harus segera ditangani. Dengan demikian lansia harus mendapatkan terapi yang tepat dan sesuai. Terapi pada gangguan tidur juga dapat berupa terapi farmakologis dan terapi non-farmakologi (Oktora et al, 2016).



Terapi non-farmakologi menjadi pilihan utama karena biaya yang dapat dikatakan lebih murah dan efektif di bandingkan dengan terapi farmakologi. Salah satu terapi non-farmakalogi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas tidur adalah dengan mengkombinasikan terapi dzikir dengan terapi murrotal.



Asal



mulanya



diartikan



bersih



(Ashshafa),



wadahnya



adalah



menyempurnakan (Al-wafâ) atas kedekatannya kepada Allah SWT. Zikir sendiri merupakan doa di mana akan mengingat dan mengungkapkan perasaan, kemauan dan keinginan. Sehingga zikir orang akan memperoleh ketenangan jiwa dan kelegaan batin, karena ia akan mengingat dirinya dan merasa diingatkan oleh Allah SWT. Zikir bila ditinjau dari segi bahasa (lughowi) adalah mengingat, sedangkan secara istilah adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah SWT dan syaratnya adalah amal shaleh, dan hasiatnya adalah terbukanya tirai rahasia. Keyakinan akan Tuhan inilah yang menjadi pembawa efek tenang yang mampu menekan tingkat kecemasan pada penderitanya. Jika mereka menyadari semua yang terjadi dalam hidup mereka adalah pemberian Tuhan, dan mensyukurinya, maka penderita kecemasan dapat tertangani (Sucinindyasputeri et al, 2017).



Hasil penelitian Reflio (2016) didapatkan responden berusia 60-93 tahun dengan mayoritas jenis kelamin perempuan (66,7%). Hasil pengukuran



3



diperoleh nilai rata-rata kualitas tidur pada kelompok eksperimen sebelum dilakukannya dzikir adalah sebesar 14,48% dan pada kelompok kontrol sebesar 13,67. Setelah diberikan intervensi dengan terapi dzikir, penurunan rata-rata kualitas tidur menjadi 9,05%, sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi menjadi 13,62%. Setelah diberikan intervensi dengan terapi zikir, terjadi penurunan rata-rata kualitas tidur (skor PSQI) yang artinya ada perbaikan kualitas tidur (Reflio et al, 2016). Penelitian serupa dilakukan oleh Wahyuningsih di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta tahun 2018 didapatkan lansia dengan dzikir yang baik sebagian besar memiliki kualitas tidur baik sebanyak 15 orang (19,2%). Lansia dengan dzikir kategori cukup sebagian besar memiliki kualitas tidur buruk sebanyak 30 orang (38,5%). Lansia dengan dzikir kategori kurang sebagian besar memiliki kualitas tidur yang buruk sebanyak 14 orang (17,9%). Dari hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa lansia yang melakukan dzikir dengan baik maka kualitas tidurnya juga akan baik.



Pada saat peneliti melakukan studi pendahuluan, peneliti mewawancari 3 lansia yang berada di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta. Lansia 1 mengungkapkan bahwa pada saat tidur lansia membaca dzikir dan membaca Al-Quran hasilnya tidurnya menjadi lebih nyaman dan tenang. Lansia 2 juga mengatakan bahwa setelah membaca dzikir dan Al-Quran lansia merasa nyaman dan tenang pada saat ingin tidur. Lansia 3 mengatakan bahwa kadang dia tidak membaca doa apapun ketika ingin tidur sehingga lansia merasakan gelisah dan sulit untuk memulai tidur pada malam hari.



Terapi non-famakologi lainnya adalah terapi murottal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Mahfuhi (2016) didapatkan data bahwa sebanyak 70,59 lansia di Kecamatan Pontianak Tenggara mengalami gangguan kualitas tidur yang buruk. Setelah diberikan terapi responden berkurang dalam gangguan kualitas tidur pada lansia. Penelitian yang dilakukan oleh Oktora (2016) didapatkan hasil



karakteristik usia responden kelompok intervensi dan 4



kontrol homogen yaitu berusia 60-74 tahun dan 75-90 tahun. Hasil lain yang dirasakan klien merasa rileks, mengurangi rasa takut dan cemas serta memperbaiki sistem kimia tubuh yang dapat menurunkan tekanan darah, memperlambat pernafasan. Dari hal diatas terapi murottal Al-Quran memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas tidur (Oktora et al, 2016).



Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai “ Pengaruh Terapi Dzikir dengan Terapi Murottal Terhadap Kualitas Tidur Lansia di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta”. Alasan peneliti mengambil judul tersebut adalah untuk melihat dari sisi kedua terapi tersebut manakah yang lebih efektif digunakan untuk lansia untuk mendapatkan kualitas tidur yang baik.



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan dalam penelitian ini adalah “Adakah pengaruh antara terapi dzikir dengan murottal terhadap kualitas tidur lansia di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh terapi dzikir dan terapi murottal terhadap kualitas tidur lansia di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya tentang terapi dzikir dengan kualitas tidur lansia di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta b. Diketahuinya tentang terapi murottal dengan kualitas tidur lansia dia BPSTW Budi Luhur Yogyakarta c. Diketahuinya tentang pengaruh terapi dzikir dengan terapi murottal terhadap kualitas tidur lansia di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta D. Manfaat Penelitian 1. Bagi lansia Lansia dapat mengetahui kualitas tidurnya. 5



2. Bagi peneliti Memperoleh pengetahuan tentang pentingnya memberikan terapi nonfarmakologi



berupa terapi



dzikir dan terapi



murottal



untuk



memberikan kualitas tidur yang baik bagi lansia 3. Bagi BPSTW Budi Luhur Yogyakarta Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebagai informasi awal dan evaluasi untuk tenaga kesehatan di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta dalam meningkatkan upaya pelayanan terhadap lansia dengan membuat program seperti pemberian terapi non-farmakologi untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Tinjauan Teori 1. Lansia a. Definisi Lansia Proses menua merupakan proses yang terjadi secara terus menerus secara alamiah. Lansia merupakan suatu tahap lanjutan dari kehidupan manusia yang ditandai dengan adanya kemampuan tubuh untuk melakukan adaptasi



dengan lingkungan serta mempertahankan



keseimbangan pada tubuhnya. [ CITATION Hin18 \l 1057 ] . Masa lanjut usia menjadi empat golongan, yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Menua bukan suatu penyakit melainkan suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam mengahadapi stresor dari dalam maupun luar tubuh. Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan



6



fungsi normalnya sehingga dapat memperbaiki kerusakan yang diderita. (Maryam et al, 2008). Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada tahap kehidupan manusia. Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologi yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah. Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua orang dapat mencapai usia tersebut, maka orang yang berusia lanjut memerlukan tindakan keperawatan, baik promotif maupun preventif, agar dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjutyang berguna. Usia lanjut dapat dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mecapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam et al, 2008). b. Klasifikasi Lansia Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia: 1) Pralansia (prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. 2) Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. 3) Lansia risiko tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. 4) Lansia potensial Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa. 5) Lansia tidak potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. (Maryam et al, 2008). c. Karakteristik Lansia



7



Menurut Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) Berusia lebih dari 60 tahun 2) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga maladaptif. 3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi. (Maryam et al, 2008). d. Tipe Lansia Beberapa tipe lansia yang bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan kondisi fisik, mental, sosial dan ekonomi. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. 1) Tipe arif bijaksana Berhubungan dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, adanya kesibukan, bersikap ramah, dan menjadi panutan. 2) Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang baru dan bergaul dengan teman. 3) Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang dengan proses penuaan sehingga seseorang tersebut menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung dan banyak menuntut. 4) Tipe pasrah Menerima dan menunggu datangnya nasib baik, sering mengikuti kegiatan keagmaan, dan melakukan perkerjaan apa saja. 5) Tipe bingung Kehilangan kepribadian, mengasingkan diri dan menjadi acuh tak acuh.



8



Tipe lain dari lansia antara lain optimis, konstrukstif, dependen (kebergantungan), defensif (bertahan) dan frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu) (Maryam et al, 2008). e. Tugas Perkembangan Lansia Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik dan dapat membangun interaksi sosial yang baik dengan orang sekitar, maka pada usia lanjut seseorang akan tepat melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti cocok tanam, olahraga dan lain-lain (Maryam et al, 2008). Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut : 1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang mulai menurun. 2) Mempersiapkan diri untuk pensiun. 3) Membentuk hubungan yang baik dengan orang seusianya. 4) Mempersiapkan kehidupan baru. 5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial masyarakat secara santai. 6) Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangannya. (Maryam et al, 2008). f. Perubahan Fisiologis Pada Lansia 1) Kulit a) Hilangnya elastisitas kulit (kendur, kering dan keriput) b) Adanya perubahan pigmentasi c) Atrofi kelenjar minyak d) Penipisan rambut e) Pertumbuhan kuku lambat f) Adanya atrofi arteriol epidermis 2) Respirasi a) Penurunan reflek batuk b) Penurunan kapasitas vital paru c) Peningkatan kekakuan dinding dada



9



d) Alveoli lebih sedikit e) Peningkatan resistensi pada saluran nafas. f) Peningkatan infeksi saluran nafas 3) Kardiovaskular a) Penebalan dinding pembuluh darah b) Penyempitan lumen pembuluh darah c) Penurunan elastisitas pembuluh darah d) Penurunan curah jantung e) Penurunan elastisitas dan klasifikasi katup-katup jantung 4) Gastrointestinal a) Penyakit periodontal b) Penurunan saliva



c) Sekresi lambung Perubahan otot polos dengan penurunan peristaltik esofagus dan penurunan motilitas usus halus 5) Muskuloskeletal a) Penurunan massa dan kekuatan otot b) Perubahan sendi degeneratif c) Dehidrasi pada siklus intervertebralis (penurunan panjang) 6) Neurologis sensoris mata a) Penurunan daya akomodasi mata b) Penurunan adaptasi terang dan gelap c) Lensa mata menguning d) Perubahan presepsi warna e) Pupil lebih kecil



10



7) Neurologis sensoris telinga a) Kehilangan pendengaran untuk frekuensi nada tinggi b) Penebalan membran timpani c) Sklerosis telinga bagian dalam d) Penumpukan serumen 8) Neurologis sensoris lidah a) Kemampuan mengecap biasanya menurun b) Papil perasa akan mengalami penurunan 9) Neurologis sensoris hidung Kemampuan menghidu biasanya akan menurun 10) Neurologis sensori sentuhan Akan adanya penurunan jumlah reseptor kulit (Potter & Perry, 2010). 2. Kualitas Tidur a. Proses Fisiologi Tidur Tidur adalah proses fisiologis yang bergantian dan dengan periode yang lebih lama. Pada siklus tidur-bangun mempengaruhi pada fungsi fisiologis dan respon prilaku. Irama sirkadian pada manusia berputar sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Irama yang paling dikenal adalah irama 24 jam. Perubahan yang dapat diprediksi adalah perubahan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, dan suasana hati tergantung dari pemeliharaan siklus sirkadian 24 jam. Tidur melibatkan serangkaian urutan yang telah diatur oleh aktivitas fisiologis yang sangat terintegrasi dengan saraf pusat (SSP). Respon fisiologis tertentu dan pola aktivitas otak masing-masing mengidentifikasi sirkuen. Alat yang digunakan untuk



mengukur



aktivitas



listrik



di



korteks



otak



adalah



elektroensefalogram (EEG) (Potter&Perry, 2010). Teori saat ini menganjurkan tidur adalah suatu multifase proses yang aktif. Pusat tidur yang utama didalam tubuh terletak pada hipotalamus. Hipotalamus menyekresi hipokreatin (oreksin) yang menyebabkan seseorang terjaga dan seseorang juga mengalami



tidur rapid eye



movement. Gelombang otak yang berbeda-beda, otot, dan aktivitas mata



11



diasosiasikan dengan beberapa tahapan tidur. Tidur normal melibatkan 2 tahap, yaitu tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) dan Rapid Eye Movement (REM). Selama tidur NREM, seseorang saat sedang tidur akan maju melalui empat tahap selama 90 menit pada siklus tidur yang khas. Kualitas tidur yang mulai dari stadium 1 hingga stadium 4 akan menjadi semakin mendalam. Tidur yang ringan adalah tidur demgan karakteristik tahap 1 dan tahap 2 karena seseorang akan lebih mudah terjaga. Sedangkan pada tahap 3 dan 4 melibatkan tidur yang lebih dalam lagi sehingga seseorang tersebut akan lebih sulit terjaga yang disebut dengan gelombang lambat. Rapid Eye Movement adalah fase pada akhir tidur. Berikut tahapan pada siklus tidur manusia : 1) Tahap 1: NREM a) Termasuk tingkat tidur yang paling ringan b) Tahapan berlangsung hanya beberapa menit c) Adanya penurunan aktivitas fisiologis yang diawali dengan penurunan tanda vital dan metabolisme secara bertahap d) Rangsangan sensorik berupa suara akan dapat dengan mudah membengunkan seseorang e) Orang merasa seolah-olah baru saja bermimpi setelah terbangun 2) Tahap 2: NREM a) Periode tidur nyenyak b) Akan semakin lebih rileks c) Mudah terjaga d) Tahap berlangsung selama 10 hingga 20 menit e) Fungsi tubuh terus lambat 3) Tahap 3: NREM a) Mengawali tahap awal untuk tidur yang nyenyak b) Seseorang akan lebih sulit untuk dibangunkan c) Otot akan menjadi rileks d) Penurunan tanda vital akan menjadi teratur e) Tahap ini berlangsung selama 15-30 menit



12



4) Tahap 4: NREM a) Tahap terdalam dari tidur b) Sangat sulit untuk dibangunkan c) Jika sudah tertidur, seseorang akan menghabiskan sebagian besar dari malam pada tahap tersebut d) Tanda vital secara siginifikan akan lebih rendah dari jam bangun e) Tahap ini berlangsung selama 15 sampai 30 menit f) Tidur sambil dan dan mengompol kadang-kadang terjadi 5) Tidur REM a) Mempi mulai nyata muncul b) Mimpi akan kurang jelas pada tahap lainnya c) Tahap ini biasanya terjadi sekitar 90 menit setelah tidur dimulai d) Ditandai dengan adanya respons otonom yaitu gerakan mata cepat, denyut jantung dan pernafasan yang berfluktuasi e) Kehilangan ketegangan massa otot f) Sekresi lambung akan meningkat g) Akan lebih sulit untuk dibangunkan h) Durasi tiduru REM meningkat dengan rata-rata 20 menit (Potter&Perry, 2010). b. Fungsi Tidur Tidur berkontribusi dalam menjaga kondisi fisiologis dan psikologis. Pada tidur NREM membantu perbaikan jaringan tubuh. Selama tidur NREM, fungsi fisiologis akan melambat. Denyut jantung normal orang dewasa sepanjang hari rata-rata 70-90 denyut per menit atau kurang dari pada saat kondisi individu dalam keadaan baik. Namun selama tidur denyut jantung akan turun sampai 60 denyut per menit. Fungsi biologis lainnya yang menurun pada saat keadaan tidur adalah pernafasan, tekanan darah, dan otot. Tidur REM diperlukan untuk mejaga jaringan otak dan penting bagi pemulihan kognitif. Tidur REM berhubungan dengan perubahan aliran darah otak, peningkatan aktivitas korteks, peningkatan konsumsi oksigen dan pelepasan epinefrin. Selama



13



tidur, otak akan menyaring informasi yang terjadi pada hari itu. Manfaat tidur dalam perilaku sering tidak disadari oleh beberapa individu yang mengakibatkan masalah karena kurang tidur. Hilangnya tidur REM akan menyebabkan perasaan menjadi bingung dan curiga (Potter&Perry, 2010). Pada fase REM maupun NREM mimpi bisa saja terjadi, tetapi mimpi pada tidur REM akan menjadi lebih rumit. Isi dari mimpi REM akan mengalami kemajuan sepanjang malam, dan dari mimpi tentang peristiwa terkini hingga bermimpi yang bersifat emosional. Kebanyakan orang bermimpi tentang kekhawatiran yang sedang berlangsung, seperti pertengkaran dengan pasangan ataupun kekhawatiran tentang pekerjaan. Teori lain mengatakan bahwa mimpi menghapus fantasi dari kenangan yang tidak masuk akal. Untuk mengingat mimpi seeorang harus berpikir secara sadar tentang hal yang terjadi pada saat bangun. Orang-orang yang dapat mengingat mimpi dengan jelas pada saat terbangun biasanya terjadi hanya pada saat periode tidur REM (Potter&Perry, 2010). c. Persyaratan dan Pola Tidur Normal Durasi tidur dan kualitas tidur bervaariasi antara orang-orang dari semua kelompok umur : 1) Neonatus Neonatus atau bayi baru lahir sampai usia 3 bulan tidur rata-rata membutuhkan waktu 16 jam sehari. Sekitar 50% dari tidur ini berada pada tahap REM. 2) Bayi Bayi biasanya mengembangkan pola tidur malam dengan mimpi buruk dari usia 3 bulan. Bayi biasanya akan beberapa kali tidur siang, namun tidur rata-rata pada bayi adalah 8-10 jam dimalam hari dengan jumlah totaln 15 jam sehari. Sekitar 30% dari waktu tidur bayi berada pada tahap REM. 3) Balita



14



Pada umur 2 tahun, anak-anak biasanya akan tidur sepanjang malam dan tidur pada sepanjang malam. Total jam tidur pada balita adalah 12 jam sehari. Pada balita akan umum jika sering terbangun pada malam hari. Untuk persentase tidur REM akan terus menurun. 4) Anak-anak Prasekolah Rata-rata lama tidur untuk anak prasekolah adalah 12 jam semalam( 20% berada pada tahap REM). 5) Anak Usia Sekolah Jumlah tidur yang dibutuhkan pada anak usia sekolah sangat bervariasi. Anak usia 6 tahun rata-rata tidurnya 11 sampai dengan 12 jam semalam. Sedangkan untuk anak usia 11 tahun tidur sekitar 9 sampai dengan 10 jam. 6) Remaja Rata-rata remaja mendapatkan waktu untuk tidur adalah 7₁⁄₂ per malam. Tipikal pada remaja ini sangat khas dikarenakan sejumlah perubahan sampai dengan kebutuhan sekolah. 7) Dewasa Muda Kebanyakan ornag dewasa muda rata-rata tidurnya adalah 6 sampai dengan 8₁⁄₂ per malam. 20% dari waktu tidur berada pada tahap REM. 8) Dewasa Menengah Orang dewasa menengah pada pola tidurnya akan akan mulai mengalami penurunan. Jumlah tidur stadium 4 juga akan menurun disebabkan karena adanya perubahan dan stres pada usia dewasa menengah. Insomnia akan umum terjadi karena adanya kecemasan, depresi, atau penyakit fisik tertentu yang menyebabkan adanya gangguan tidur. 9) Lansia Keluhan kesulitan tidur akan terus meningkat seiring bertambahnya usia. Lebih dari 50% lansia yang berusia 65 tahun atau lebih akan melaporkan adanya keluhan dalam kesulitan tidur. Ada penurunan



15



progresif dalam tahap tidur tahap 3 dan 4 NREM. Kecenderungan tidur siang tampaknya akan semakin meningkat seiring bertambahnya usia dikarenakan kesulitan tidur pada malam hari [ CITATION Pot101 \l 1057 ].



d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur Sejumlah faktor yang mempengaruhi kualitas tidur yang terdiri dari : 1) Obat dan Substansi Kantuk, insomnia, dan kelelahan sering kali terjadi akibat pengaruh dari obat umum yang diresepkan. Berikut adalah obat dan pengaruhnya pada tidur : a) Hipnotik Mengganggu pencapain tahap tidur yang lebih dalam pemberian sementara selama 1 minggu akan meningkatkan kualitas tidur. b) Antidepresan dan Stimulan Menekan REM dan akan mengurangi total waktu tidur. c) Alkohol Akan mengakibatkan kecepatan pada fase tidur dan mengurangi tidur REM sehingga akan membuat orang terjaga pada malam hari serta sulit untuk memulai tidur kembali. d) Diuretik Terbangun dimalam hari akbiat nokturia. e) Beta-adrenergic blockers Akan menyebabkan mimpi buruk dan menyebabkan terbangun dari tidur dimalam hari. f) Benzodiazepin Mengubah tidur REM dan meningkatkan jumlah waktu tidur serta meningkatkan rasa kantuk di siang hari [ CITATION Pot10 \l 1057 ]. 2) Gaya Hidup Rutinitas seseorang akan mempengaruhi pada pola tidur. Sebagai contoh, jam internal tubuh diatur pada jam 11 malam. Tetapi jadwal kerja memaksa untuk tidur jam 9 malam. Individu hanya akan hanya



16



dapat tidur 3 atau 4 jam karena jam tubuh merasakan sudah waktunya untuk bangun dan aktif kembali. 3) Stres Emosional Khawatir atas masalah-masalah pribadi atau situasi sering mengganggu pada pola tidur. Stres emosional akan menyebabkan seseorang tersebut akan mengalami frustasi ketika tidak dapat tidur. Stres juga akan menyebabkan individu berusaha secara keras untuk tidur. Sedangkan untuk klien yang berusia lebih tua akan lebih sering mengalami kehilangan jam dan akan berujung pada stres emosional serta akan mengalami penundaan waktu tidur, munculnya tidur REM lebih awal dan waktu tidur yang buruk. 4) Lingkungan Lingkungan fisik individu secara signifikan akan mempengaruhi waktu untuk memulai dan untuk tetap tidur. Ventilasi yang baik juga akan mempengaruhi dari kulitas tidur bagi individu. Tingkat cahaya akan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk tidur. Suhu kamar juga akan berpengaruh pada kualitas tidur sebab ruangan yang terlalu hangat atau terlalu dingin akan menyebabkan klien menjadi gelisah. 5) Makanan dan Asupan Kalori Makan besar, berat dan makan makanan pedas pada malam hari akan mengakibatkan gangguan pencernaan yang akan menggangu tidur pada individu. Kehilangan atau penambahan berat badan akan mempengaruhi pola tidur. Berat badan akan berkontribusi dengan apnea tidur obstruktif dikarenakan adanya peningkatan struktur jaringan lunak di saluran nafas bagian atas (Potter&Perry, 2010). e. Kualitas Tidur Pada Lansia Lansia sering kali mengalami gangguan kesulitan tidur saat berada di tempat tidur. Penundaan waktu tidur biasanya terjadi satu dari tiga lansia wanita dam satu dari lima lansia pria. Lansia akan mudah terbangun oleh suara, sentuhan atau cahaya pada tahap 1 NREM. Tidur pada lansia dapat lebih lanjut terintegrasi oleh keadaan terbangun yang



17



sering biasanya diakibatkan oleh nyeri dan nokturia. Terdapat perbedaan pengalaman proses terjaga berdasarkan jenis kelamin, yaitu jumlah lansia pria yang mengalami fase terjaga terus meningkat secara konsisten dibandingkan dengan lansia wanita. Beberapa lansia melaporkan keadaan tidak bisa tidur pada siang hari atau bahkan ada peningkatan tidur siang hari selama satu hari. Semua lansia yang melakukan tidur siang mungkin akan berupaya untuk meningkatkan waktu total tidur mereka. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada malam hari lansia tersebut kesulitan untuk memulai tidur yang berdampak akan menjadi kantuk di siang hari. Sedikit peningkatan kebutuhan tidur telah tercatat pada populasi lansia, terutama bagi yang berusia 80 tahun keatas. Faktor lain menyebabkan perubahan tidur pada populasi geriatrik adalah aktivitas yang autonomik yang padat dan kerentanan yang lebih besar akibat hal yang menggangu (Maas, M. L, 2011). 3. Dzikir a. Definisi dzikir Dalam bahasa Arab dzikir memiliki beberapa makna, seperti hifdz merupakan pengungkapan apa yang diingat dan membawa seseorang untuk selalu mengingat Allah dan selalu mendekat kepada-Nya. Secara etiomologi, perkataan dzikir berakar pada kata dzakara, yang artinya mengingat, memperhatikan mengenang, mengambil pelajaran dan ingatan. Ucapan yang dilakukan dengan lidah atau mengingat Allah dengan hati. Dari pengertian tersebut, dzikir merupakan bentuk komunikasi sepihak, antara makhluk (manusia) dengan khalik saja, akan tetapi lebih dari itu. Dzikir Allah bersifat aktif dan kreatif karena komunikasi tersebut bukan sepihak melaikan bersifat timbal balik (Basri, 2014). b. Manfaat Dzikir



18



Manfaat dzikir menurut ahli metafisik adalah untuk menarik energi positif supaya energi dzikir yang bertebaran di udara dapat masuk dan tersirkulasi ke seluruh bagian tubuh pelaku dzikir. Manfaat utama pelaku dzikir pada tubuh adalah sebagai pendingin guna menjaga keseimbangan suhu tubuh agar tercipta suasana kejiwaan yang tenang, damai dan terkendali. Sedangkan manfaat dzikir dalam tinjauan Ilmu Agama adalah untuk mendapatkan energi dzikir dari udara dengan tingkat kepadatan molekul energi yang terpadat dan terbesar. Bacaan dzikir merupakan kunci pintu masuknya energi dzikir ke dalam tubuh (Basri, 2014). c. Keutamaan Dzikir Menurut Basri (2014), dzikir memiliki keutamaan yang banyak, yaitu : 1) Dzikir sebagai amalan yang paling disukai Allah. 2) Dzikir adalah amalan yang kelak akan menyelamatkan dari azab kubur. 3) Dzikir dapat menjaga individu dari gangguan setan. 4) Dzikir menjadi sebagai penenang hati dan pikiran. 5) Dzikir dapat menyelamatkan dari segala kesulitan. 6) Dzikir menjadi penyebab individu dibanggakan oleh allah didepan para malaikat. d. Bentuk-bentuk Dzikir Bentuk ibadah yang termasuk dzikir yaitu : 1) Doa 2) Membaca Al-Qur’an 3) Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW (Basri, 2014). e. Macam-macam Dzikir Dzikir memiliki beberapa bentuk diantaranya : 1) Dzikir lisan Yaitu dengan mengucapkan sanjungan serta pujian kepada Allah seperti istighfar, kalimat tauhid serta shalawat.



19



2) Dzikir fi ly Yaitu dzikir yang melaksanakan perintah Allah serta meninggalkan segala larangan-Nya untuk selalu taat kepada-Nya. 3) Dzikir qalby fikri Yaitu berdzikir dengan hati dan pikiran sehingga selalu meyakini kebesaranAllah atas seluruh makhluk-Nya. (Basri, 2014). f. Aspek-aspek Dzikir Berikut ini adalah aspek tentang dzikir, yaitu: 1) Khauf yang berarti merasa takut dengan kekuatan dan kekuasaan Allah SWT. 2) Taddaruq yaitu adanya merasakan hal yang tenang dan selalu rendah diri kepada Allah SWT. 3) Taqarrub merupakan perasaan dekat sekali dengan Allah pada saat melakukan dzikir. 4) Niat merupakan kemauan yang sangat kuat untuk melakukan dzikir dalam berbagai kesempatan dimanapun dan kapanpun itu. Ihsan adalah perasaan yang seakan-akan Allah melihat ketika individu melakukan dzikir kepada Allah. (Basri, 2014). Berikut dzikir sebelum tidur yang dapat lansia lakukan :



“Dengan nama-Mu ya Allah saya hidup dan dengan nama-Mu saya mati”



“Maha Suci Allah 33 kali”



20



“Segala Puji Bagi Allah 33 kali”



4. Murottal Al-Qur’an a. Pengertian Al-Qur’an Al-Qur’an merupakan wahyu dari allah dan kitab suci yang ditujukan untuk menjadi pedoman hidup manusia. Al-Qur’an memiliki hal yang penting untuk kesejahteraan hidup manusia baik didunia maupun diakhirat (Mahjoob, 2014). b. Pengertian Terapi Murottal Al-Qur’an Lantunan ayat-ayat Al-Qur’an atau Murottal adalah bagian dari suara manusia yang merupakan alat penyembuhan menakjubkan (Lasalo, 2016). Suara dari lantunan Al-Quran memiliki efek terapeutik untuk kognitif, emosional dan kebutuhan pribadi pada diri manusia (Tumiran, et al., 2013). Terapi ini bisa dilakukan selama 15 menit dengan menggunakan tempo yang lambat untuk menurunkan hormon stress (Lasalo, 2016). Bacaan Al-Qur’an mempunyai irama yang konstan dan tidak berhenti secara mendadak. Intensitas suara yang rendah merupakan intensitas suara yang kurang dari 60 db sehingga membuat pendengarnya menjadi nyaman dan damai(Lasalo, 2016). c. Manfaat terapi Murottal Al-Qur’an Menurut Hakim (2012), ada beberapa manfaat dalam menggunakan terapi murottal al-Qur’an, yaitu:



21



1) Kesehatan Hakikat dalam kesembuhan hanyalah milik Allah SWT dan dengan bertawakal penuh insyaallah segalanya akan dipermudah. Maka karena hal tersebut maka hidup kita akan semakin sehat dan kuat. 2) Ketentraman Keyakinan dapat menimbulkan rasa optimis karena kita selalu bergantung kepada Allah. Ketentraman ini diperoleh sebagai hasil dari selalu berprasangka baik terhadap Allah. 3) Keselamatan Allah pasti akan menjamin keselamatan bagi hamba-Nya di dunia maupun di akhirat. Allah SWT tidak akan membiarkan hamba-Nya yang beriman menjadi kesusahan dan menderita. Berikut adalah bacaan Al-Quran yang dapat lansia lafalkan pada saat menjelang tidur :



Katakanlah: ‹Dia lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia›» (QS. al-Ikhlas: 1-4).



22



Katakanlah: ‹Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai subuh. Dari kejahatan makhluk-Nya. Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhulbuhul. Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki” (QS. al-Falaq: 1-5).



Katakanlah: “Aku berlindung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sesembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia” (QS. an-Naas: 1-6)



23



B. Kerangka Teori Lansia



kualitas tidur



-



- Fisiologis Tidur - Fungsi Tidur - Persyaratan Tidur Normal - Faktor yang memperngaruhi Kualitas tidur - kualitas tidur lansia



Definisi lansia Klasifikasi lansia Karakteristik lansia Tipe lansia



- Tugas perkembangan lansia - Perubahan fisiologis lansia



Penatalaksanaan gangguan tidur



Farmakologis:



Nonfarmakologis



- Obat-obatan



- Terapi dzikir - Terapi murottal Al-Qur’an



Mempengaruhi kualitas tidur lansia Kualitas tidur lansia meningkat



24



Sumber : Maryam (2008), Potter&Perry (2010), Maas, M.L (2011), Basri (2014), Mahjoob (2014), Lasalo (2016), Hakim (2012).



C. Kerangka Konsep Variabel Bebas



Variabel Terikat



Terapi dzikir Kualitas tidur lansia



Terapi Murottal Keterangan :



= Variabel yang diteliti



= Pengaruh D. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan antara terapi dzikir dan terapi murottal terhadap kualitas tidur pada lansia di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta.



25



BAB III METODE PENELITIAN



A. Rancangan Penelitian Penelitian



ini



merupakan



penelitian



kuantitatif



dengan



menggunakan metode desain penelitian quasy experiment dengan pendekatan pretest-posttest with control group design, desain penelitian ini digunakan untuk memberikan perlakuan pada lebih dari satu kelompok dengan perlakuan yang berbeda. Ciri khusus dari penelitian eksperimen adalah adanya percobaan trial atau intervensi. Dari perlakuan tersebut diharapkan terjadi perubahan atau pengaruh terhadap variabel yang lain. Tujuan utama dari penelitian eksperimen adalah untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara mengadakan intervensi atau mengenakan perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen, kemudian hasil dari intervensi dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan perlakuan (kelompok kontrol). Pada penelitian ini satu kelompok dilakukan pretest sebelum diberikan perlakuan, selanjutnya diberi perlakuan berupa terapi dzikir dan terapi murottal Al-Qur’an kemudian dilakukan posttest setelah perlakuan, hal ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi dzikir dan terapi muorttal Al-Qur’an[ CITATION Not12 \l 1057 ].



B. Lokasi dan Waktu 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta



26



2. Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dilakukan berawal dari penyusunan proposal sampai hasil skripsi yaitu pada bulan Februari-Agustus.



C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Penentuan sumber data dalam suatu penelitian sangat penting dan sangat menentukan keakuratan hasil penelitian. Populasi dalam penelitian ini dapat berupa manusia, hewan tumbuhan, dan lain-lain. Populasi dibedakan menjadi populasi target dan populasi terjangkau. Populasi target adalah sasaran akhir penerapan hasil penelitian. Bagian populasi target dapat dijangkau oleh peneliti disebut dengan populasi terjangkau. Populasi terjangkau pada umumnya dibatasi oleh tempat dan waktu [ CITATION Sar11 \l 1057 ] . Populasi penelitian ini adalah lansia di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta yang beragama islam. Jumlah lansia yang beragama Islam berjumlah 75 orang. 2. Sampel Penelitian Populasi yang akan diteliti terkadang jumlahnya sangat melimpah, tempatnya sangat luas dan berasal dari strata/tingkatan yang berbeda. Adanya keterbatasan waktu, tenaga, biaya dan sebab lain, penelitian hanya menggunakan sebagian dari populasi sebagai sumber data. Sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi disebut dengan sampel [ CITATION Sar11 \l 1057 ]. Teknik



pengambilan



sampel



dalam



penelitan



ini



adalah



nonprobability sampling dengan pendekatan purposive sampling. Puposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertumbangan tertentu (Sugiyono, 2013). Jumlah seluruh lansia yang



27



berada di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta berjumlah 95 lansia dengan jumlah lansia laki-laki adalah 35 orang dan lansia perempuan berjumlah 60 orang. Sedangkan untuk jumlah lansia yang beragama Islam berjumlah 75 orang dan untuk jumlah lansia yang dapat berkomunikasi efektif adalah 50 orang. Peneliti mengambil sampel pada penelitian ini adalah 50 responden. D. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas (independent variable) Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat, variabel bebas dalam penelitian ini adalah dzikir dan murottal. 2. Variabel terikat (dependent variable) Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas, variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas tidur. E. Definisi Operasional Untuk membatasi pengertian variabel yang diteliti perlu diberi batasan atau definisi operasional. Definisi operasional bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran terhadap variabel yang bersangkutan untuk mengembangkan instrumen. Definisi operasional variabel ada dibawah ini :



Tabel 3.1 Definisi Operasional No



Variabel



Definisi operasional



Cara ukur



28



Skala pengukuran



Hasil ukur



1



Variabel Kualitas tidur Kuesioner Ordinal terikat kualitas adalah PSQI terdapat tidur kemampuan 7 komponen seseorang untuk mempertahankan tidurnya dan mendapatkan kualitas jumlah tidur yang baik



2



3



Variabel bebas dzikir merupakan terapi dzikir bentuk komunikasi sepihak, antara makhluk (manusia) dengan khalik saja, akan tetapi lebih dari itu. Dzikir Allah bersifat aktif dan kreatif karena komunikasi tersebut bukan sepihak melaikan bersifat timbal balik Variabel bebas Terapi Murottal terapi Murottal Al-Qur’an adalah melakukan sesuatu hal dengan proses yang terprogram baik dan dilakukan secara berulang untuk memperbaiki diri supaya lebih sehat dan mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik.



29



Kategori: 1) Kualitas tidur yang baik jika skor ≤ 5 2) Kualitas tidur yang buruk jika skor ≥ 6



F. Alat dan Metode Pengumpulan Data 1. Alat Pengumpulan Data Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a. Instrumen kualitas tidur / Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) adalah kuesioner yang efektif digunakan untuk mengukur kualitas tidur pada dewasa dalam kurun waktu satu bulan terakhir ataupun satu minggu. Kuesioner PSQI ini terdiri dari 4 pertanyaan terbuka dan 14 pertanyaan menggunakan skala likert karena jawaban dari pertanyaan tersebut mulai positif hingga ke negatif. Setiap pertanyaan memiliki skor 0 sampai 3, dengan skor total dari semua pertanyaan 0 sampai 21. Kuesioner ini hanya dapat membedakan kualitas tidur baik atau buruk, kualitas tidur yang buruk dikatakan bila skor total lebih dari 6 dan kualitas tidur yang baik dikatakan bila skor total kurang dari 5. Kuesioner PSQI mengukur ada tujuh komponen yaitu : 1) Subjek tidur yaitu penilaian subjektif diri sendiri terhadap kualitas tidur yang dimiliki, adanya perasaan terganggu dan tidak nyaman pada diri sendiri yang berperan terhadap penilaian kualitas tidur. 2) Latensi tidur yaitu beberapa waktu yang dibutuhkan sehingga dapat tertidur. 3) Durasi tidur yaitu jumlah waktu yang sebenarnya seseorang tidur dan menunjukkan jumlah jam tidur setiap malam. 4) Efisiensi tidur adalah rasio dari total waktu tidur terhadap jumlah waktu ditempat tidur. Diukur dengan membagi jumlah jam tidur dengan jumlah jam seseorang menghabiskan diatas tempat tidur. 5) Gangguan tidur adalah ketika seseorang m,engalami kesulitan untuk tidur atau bangun lebih awal dari yang diinginkan seperti



30



mendengkur, gangguan pergerakan, sering terbangun kekamar mandi, dan mimpi buruk. Hai ini dapat menganggu proses tidur. 6) Penggunaan obat tidur dapat menandakan seberapa berat gangguan tidur yang dialaminya, karena penggunaan obat tidur diindikasikan apabila seseorang sudah sangat terganggu pola tidurnya dan penggunaan obat tidur diperlukan untuk membantu tidur. 7) Disfungsi di siang hari yaitu seseorang yang merasa tidak cukup istirahat di siang hari (Indrawati, 2012).



Tabel 3.2 kisi-kisi Kuesioner PSQI Komponen Kualitas tidur Kualitas tidur subjektif



pertanyaan



Cara menghitung skor



9



Sangat baik Cukup baik Buruk Sangat buruk



Latensi tidur



2



60 menit (3)



Jumlah dari skor no 2 dan 5a



5a



Tidak pernah (0) 1 kali seminggu (1) 2 kali seminggu (2) 3 kali atau lebih seminggu (3)



0=0 1-2 = 1 4-4 = 2 5-6 = 3



Durasi tidur



4



>7 jam 6-7 jam 5-6 jam 85% = 0 Lamanya jam ditempat 75-84% = 1 tidur 65-74% = 2 90 tahun diberi kode “3”



33



2) Jenis kelamin : a) Perempuan diberi kode “0” b) Laki-laki diberi kode “1” 3) Pendidikan terakhir : a) SD diberi kode “0” b) SMP diberi kode “1” c) SMA diberi kode “2” d) Perguruan tinggi diberi kode “3” e) Lain-lain diberi kode “4” 4) Lama tinggal : a) 5 tahun diberi kode “2” 5) Variabel kualitas tidur : a) Kualitas tidur baik diberi kode “0” b) Kualitas tidur buruk diberi kode “1” c. Tabulasi Untuk membuat tabel data sesuai dengan tujuan penelitian yang diinginkan oleh peneliti. d. Cleaning Apabila data dari semua sumber atau responden selesai dimasukkan perlu dilakukannya pengecekan kembali untuk melihat adanya



kesalahan



kode,



ketidaklengkapan



dan



dilakukan



pembetulan [ CITATION Not12 \l 1057 ]. 2. Analisis Data Analisis data yang didapatkan akan diolah dengan cara : a. Analisa univariate Bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik pada setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariate tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai



34



mean, median, dan standar deviasi. Rumus yang digunakan dalam penyajian data menggunakan distribusi frekuensi dan persentase adalah :



P=



F x 100 % N



Keterangan:



P = Persentase



F = Frekuensi data



N = Jumlah sampel



b. Analisis Bivariate Apabila telah dilakukan analisa univariate diatas, hasilnya akan diketahui karakteristik setiap variabel dan dapat dilanjutkan analisa bivariate. Analisa bivariate yang dilakukan terhadap dua variabel yang berhubungan atau berkorelasi [ CITATION Not12 \l 1057 ]. Penelitian ini menggunakan analisis bivariat berupa uji Alternatif T Paired Test yaitu uji Wilcoxon. I. Etika Penelitian Peneliti akan mengajukan surat etik ke bagian kepengurusan etik Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Setelah mendapat persetujuan,



peneliti



akan



mulai



melakukan



penelitian



dengan



memperhatikan masalah etik. Menurut Notoatmodjo (2012) penelitian kesehatan masyarakat khususnya penelitian yang menggunakan manusia sebagai objek yang diteliti di satu sisi yaitu manusia sebagai peneliti atau yang melakukan penelitian. Hal ini berarti bahwa ada hubungan timbal balik



35



anatara peneliti dan orang yang akan diteliti. Berikut prinsip-prinsip etika dalam penelitian: 1. Prinsip menghargai hak asasi manusia a. Hak untuk ikut atau tidaknya menjadi responden Subjek harus diperlakukan secara manusiawi dan subjek juga mempunyai hak untuk mau atau tidaknya untuk menjadi responden pada penelitian tersebut. b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan Peneliti harus menjelaskan secara jelas serta bertanggung jawab jika ada suatu hal terjadi terhadap subjek yang akan menjadi responden tersebut. c. Informed consent Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap mengenai hal tentang tujuan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. d. Prinsip Keadilan 1) Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil Subjek penelitian harus diperlakukan secara adil pada sebelum penelitian maupun sesudah penelitian. 2) Hak dijaga kerahasiannya Subjek berhak meminta kepada penelitin bahwa seluruh data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality)[ CITATION Nur13 \l 1057 ]. J. Rencana Pelaksanaan Penelitian Proses untuk mempermudah jalannya penelitian perlu dilakukan serangkaian kegiatan untuk melaksanakan penelitian saat sudah berada di lapangan pada saat proses pengambilan data. Berikut tahapan penelitian antara lain : 1. Tahap persiapan Tahap



persiapan



merupakan



tahap



yang



dilakukan



untuk



mempersiapkan suatu proses penelitian. Pada tahap ini perlu disiapkan semua prosedur yang akan dilakukan untuk melaksanakan penelitian



36



baik berupa izin surat menyurat dari kampus, BPSTW dan yang menaungi. Berikut tahap persiapan yang peneliti lakukan yaitu: a. Mengajukan masalah dan judul penelitian yang akan diteliti kepada pembimbing. b. Melakukan studi literasi dan konsultasi kepada pembimbing. c. Mengurus surat izin studi pendahuluan untuk mendapatkan fenomena atau masalah, tempat, populasi, dan sampel yang akan ditargetkan di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta. d. Peneliti membuat surat izin pendahuluan ke bagian LPPM. e. Setelah surat keluar, peneliti mengurus surat izin pendahuluan ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik dengan beberapa tembusan, yaitu dimasukkan ke Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta, kemudian ke Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Budi Luhur Yogyakarta. f. Setelah surat izin diterima dan mendapatkan respon, peneliti melanjutkkan surat izin kepada bagian kepala Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Budi Luhur Yogyakarta untuk melakukan studi pendahuluan. g. Peneliti melakukan studi pendahuluan pada bulan Maret di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Budi Luhur Yogyakarta. h. Peneliti mengonsulkan setiap bab kepada dosen pembimbing dan melakuka revisi. i. Mempersetasikan proposal penelitian. j. Mengerjakan revisian proposal yang telah diseminarkan. k. Melakukan perijinan uji valid. l. Menyerahkan surat izin uji valid di Kesatuan Bangsa dan Politik, BPSTW Budi Luhur Yogyakarta. m. Mengurus surat izin penelitian ke PPPM Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.



37



2. Tahap pelaksanaan a. Menyerahkan surat izin penelitian yang ditujukan kepada Kesatuan Bangsa dan Politik, Dinas Sosial, dan BPSTW Budi Luhur Yogyakarta. b. Mendapatkan izin dan surat tembusan Dinas Sosial dan menyerahkan ke BPSTW Budi Luhur Yogyakarta. c. Pelaksanaan akan dilakukan setelah mendapatkan izin dari BPSTW Budi Luhur Yogyakarta dan akan diminta izin dengan surat informed consent kepada responden (lansia) yang berada di BPSTW tersebut. d. Apresiasi dengan 3 asisten penelitian. e. Menentukan sampel sesuai dengan kriteria. f. Peneliti membagi tugas dengan asisten, yaitu setiap wisma diteliti dengan 2 orang peneliti. g. Peneliti dan 3 asisten peneliti kemudian memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Jika repsonden bersedia maka responden tersebut diminta untuk mengisi informed consent dan ditanda tangani. h. Setelah responden paham dan setuju untuk diambil data, peneliti dan asisten peneliti membantu dalam pengisian kuesioner yaitu dengan membacakan pertanyaan yang ada pada setiap kuesioner. i. Kuesioner yang terlah diisi dan telah dicek kelengkapan datanya selanjutnya dikumpulkan dan dianalisis datanya. 3. Tahap penyusunan laporan a. Menyusun dan menyelesaikan laporan hasil penelitian meliputi BAB IV yang berisi hasil penelitian, pembahasan dan keterbatasan penelitian, serta BAB V berisi tentang kesimpulan dan saran. b. Bimbingan hasil dan revisi sesuai saran dan koreksi pembimbing.



38



c. Setelah disetujui oleh pembimbing untuk seminar hasil penelian yang telah disetujui dan ditanda tangani oleh dosen pembimbing skripsi dan menentukan waktu presentasi seminar hasil dengan pembimbing dan penguji. d. Perbaikan hasil skripsi dan pengumpulan skripsi.



39



DAFTAR PUSTAKA



Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta . (2018). Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Propinsi D.I. Yogyakarta. Indrawati, N. 2012. Hubungan Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif pada Lansia di Panti Tresna Werdha Bakti Yuswa Natar Lampung. Kiik, S. M., Sahar, J., & Permatasari, H. (2018). Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia (Lansia) di Kota Depok Dengan Latihan Keseimbangan. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 21, No. 2, 109-110. Oktora, S. P., Purnawan, I., & Achiriyati, D. (2016). Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran Terhadap Kualitas Tidur Di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap. Jurnal Keperawatan Soedirman, Volume 11, No. 3, 169. Reflio , R., Dewi, A. P., & Utomo, W. (2016). Pengaruh Terapi Al Zikir terhadap Kualitas Tidur Lansia. 1418-1423. Sucinindyasputeri, R., Mandala, C. I., Zaqiyatudinni, A., & Aditya S, A. M. (2017). Pengaruh Terapi Zikir Terhadap Penurunan Stres Pada Mahasiswa Magister Profesi Psikologi. Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol.8 No.1, 32-33. Hindriyastuti, S., & Zuliana, I. (2018). Hubungan Tingkat Stres Dengan Kualitas Tidur Lansia di RW 1 Desa Sambung Kabupaten Kudus. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 93. Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati, Jubaedi, A., & Batubara, I. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika . Perry, P. &. (2010). Fundamental Keperawatan Buku 3, Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika. Potter&Perry. (2010). Fundamental Keperawatan, Buku 1, Edisi 7. jakarta: Salemba Medika.



40



Maas, M. L., Buckwalter, K. C., Hardy, M. D., Reimer, T. T., Titler, M. G., & Specht, J. P. (2011). Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Basri, Muh. Mu"inudinillah. 2014. 24 jam dzikir dan doa Raululah berdasarkan Al-Qur'an dan Al-Hadist. Surakarta : Biladi. Nata, A. (2000). Al-Qur'an dan Hadist. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Gholib, A. (2006). Study Islam: Pengantar memahami Agama, Al-Qur'an, AlHadist dan Sejarah Peradaban Islam. Salim, A. H. A. (2006). Terapi Al-Qur'an untuk Penyakit Fisik dan Psikis. Jakarta: Penerbit Asta Buana Sejahtera. Hakim, L. (2012). Terapi Qur'ani untuk Menyembuhkan dan Rizki Tak Terduga. Jakarta: Link Consulting. Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta Selatan: Salemba Medika. Saryono. (2011). Metodelogi Penelitian Kesehatan . Jogjakarta: Mitra Cendikia. Fandiani, Y. M., Wantiyah., Juliningrum, P. P. 2017. Pengaruh Terapi Dzikir Terhadap Kualitas Tidur Mahasiswa Program Studi Ilmu keperawatan Universitas Jember. Nursing Journal. Vol. 2. No. 1 Mei 2017 pISSN2540-7937 e-ISSN 2541-464X. Hidayatullah, A. Insani (2012) Riset Fisiologi, Psikologi : keajaiban Pengaruh Al-Qur'an terhadap Organ Tubuh. Hassan Sotodehsl (2015). The Effect of Holy Qur'an Recitation on Anxiety in Hemodialysis Patients : A Randomized Clinicl Trial. Mahjoob, M. (2014). The Effect of holy Quran Voice on Mental Health, Journal pf Religion and Health. Lasalo, N. (2016). Pengaruh Terapi Murottal Al-Qur'an SUrah Ar-Rahman terhadap Skala Nyeri Post Sectip Caesarea di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Skripsi.



41



42