SKRIPSIIIIII SUDAH ACC DAN PALING FIXX BISMILAH-dikonversi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UJI SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL BUAH WUNDU WATU (Alpinia monopleura) MENGGUNAKAN METODE MIKROTETRAZOLIUM PADA LINI SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SECARA IN VITRO



HALAMAN JUDUL SKRIPSI



Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana (S-1)



Oleh:



MEILINDA O1A1 17 155



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI SEPTEMBER 2021



HALAMAN PERSETUJUAN



ii



PERNYATAAN



iii



KATA PENGANTAR



Alhamdulillah, Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol Buah Wundu Watu (Alpinia Monopleura) Menggunakan Metode Mikrotetrazolium Pada Lini Sel Kanker Payudara MCF-7 Secara In Vitro” dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Melalui kesempatan ini secara khusus penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua penulis ibunda Bice dan ayahanda Drs.Sanusi Dege yang telah membesarkan penulis dengan cara terbaik dan selalu memberikan doa, restu, motivasi, cinta dan kasih sayang, bimbingan dan arahan, serta nasehat yang tulus ikhlas kepada penulis, penulis dapat menjadi seperti sekarang ini dan mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.rer.nat. Adryan Fristiohady, S.Farm., M.Sc., M.Si. Apt. selaku pembimbing I dan Bapak Muhammad Hajrul Malaka, S.Si., M.Si., selaku pembimbing II yang telah ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan fikirannya, serta sabar dan tulus dalam memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran kepada penulis selama penyelesaiam skripsi ini. Peneliti juga mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Bapak Parawansah, S.Farm., M.Kes., Apt., Ibu Fadhliyah Malik S.Farm., M.Farm., Apt., dan Bapak La Ode Muhammad Fitrawan, S.Farm., M.Sc., Apt. sebagai dewan penguji yang telah memberikan arahan, pemikiran, tenaga, waktu, dan saran terbaik bagi peneliti untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Halu Oleo Bapak Prof.Dr.Muhammad Zamrun,M.Si.,M.Sc. 2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Bapak Dr. Ruslin, S.Pd., M.Si. 3. Ketua Senat Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Bapak Dr. rer. nat. apt. Adryan Fristiohady, S.Farm., M.Sc. 4. Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Ibu apt. Suryani, S.Farm., M.Sc. 5. Wakil Dekan II Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Ibu apt. Henny Kasmawati, S.Farm., M.Sc. 6. Wakil Dekan III Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Bapak apt. Sunandar Ihsan, S.Farm., M.Sc. 7. Ketua Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Ibu apt. Nuralifah, S.Farm., M.Kes. 8. Sekreteris Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Bapak Yamin, S.Si., M.Sc. 9. Ketua Program Studi Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Ibu Wa Ode Zubaydah, S.Si., M.Sc.



iv



10.Kepada Laboratorium Penelitian dan Praktikum serta Laboran Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Bapak Dr. Muhammad Arba, S.Si., M.Si. 11.Penasehat Akademik Bapak Dr.rer.nat. Adryan Fristiohady, S.Farm., M.Sc., M.Si. Apt. yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. 12.Bapak dan Ibu dosen Jurusan Farmasi, serta seluruh staf di lingkungan Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo atas segala ilmu, fasilitas dan pelayanan yang diberikan. 13.Pihak yang membantu dalam penelitian: Kak Agung Wibawa Mahatva Yodha, S.Si, Kak Tauli , dan Nuzul yang telah membantu dan menemani penulis dan tim untuk melakukan penelitian. 14.Buat saudara yang telah berperan sebagai sang motivator yaitu Sahrir, Nurfajri, Helmina dan Siswono penulis mengucapkan terima kasih banyak yang dimana selalu memberi dukungan, motifasi, dan banyak mentransformasikan segala energi baik dari segi semangat dan lain sebagainya. 15.Sahabat ARBKu : Ismi, Eca, Jihan, Sardi, Nain, Fatur, dan adam yang selalu jadi teman curhat, memberi dukungan dan semangat, serta tawa disetiap harinya. 16.Sahabat Cewekyut : Syita, Wilsan dan Iki yang telah menjadi teman belajar, teman begadang, teman kerja tugas, teman kerja laporan dari semester 1 sampai sekarang, memberi semangat serta bantuan dan dukungan selama perkuliahan dan praktikum. 17.Sahabat Anak sholeha: Nissa , Sitti, dan windi terimakasi selalu jadi teman curhat, memberi dukungan, teman belajarku dari semester 1 sampai sekarang serta selalu memberi tawa disetiap harinya . 18.Untuk Gank Haus Wifi Maya : Elsa,Uni dan Arifin terimakasih selalu memberi dukungan dan semangat 19.Kelas D 2017: yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu terimakasih sudah kompak dan berjuang bersama dari awal masuk farmasi hingga sekarang 20.Rekan-rekan sepenelitian : Ima, Mutia, Windi, Qonita, Nissa dan Arifin yang telah saling membantu dan memberi semangat dalam menjalani masa-masa penelitian serta penyelesaian penulisan skripsi ini. 21.Tim Sitotoksik : Nuge, Lidya, Ikra dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis hingga penelitian selesai. 22.Teman-temanku angkatan Solutio 017 yang juga telah berjuang bersama selama masa-masa perkuliahan hingga sekarang 23.Seluruh Mahasiswa Farmasi Universitas Halu Oleo yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. 24.Seluruh pihak yang membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terimakasih atas segala keikhlasannya dalam membantu penulis.



v



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................. 1 HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii PERNYATAAN .................................................................................................... iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN .............................................................. x ABSTRAK ............................................................................................................ xi ABSTRACT ......................................................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 5 2.1 Alpinia monopleura................................................................................... 5 2.2 Ekstraksi Dengan Metode Maserasi .......................................................... 7 2.3 Kanker Payudara ....................................................................................... 8 2.4 Lini Sel .................................................................................................... 11 2.5 Uji Sitotoksik secara in vitro denganMetode Microtetrazolium (MTT) 11 2.6 Kerangka Konsep .................................................................................... 13 BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................... 14 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 14 3.2 Jenis Penelitian........................................................................................ 14 3.3 Alat Penelitian ......................................................................................... 14 3.4 Bahan Penelitian ..................................................................................... 14 3.5 Variabel ................................................................................................... 15 3.6 Definisi Operasional ............................................................................... 15 3.7 Prosedur Penelitian ................................................................................. 16 3.8 Analisis Data ........................................................................................... 21 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 22 4.1 Pengambilan Sampel dan Preparasi Sampel ........................................... 22 4.2 Ekstrak Buah Alpinia monopleura .......................................................... 22 4.3 Skrining Fitokimia .................................................................................. 24 4.4 Uji Aktivitas Sitotoksik........................................................................... 28 BAB V. KESMIPULAN ..................................................................................... 35 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 35 5.2 Saran ..................................................................................................... 35 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 36 LAMPIRAN ......................................................................................................... 43



vi



DAFTAR TABEL NOMOR Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5



TEKS



HALAMAN



Hasil Maserasi Ekstrak Etanol Buah Alpinia monopleura Hasil Skrining Kimia Buah Alpinia monopleura Hasil Absorbansi dan %Viabilitas sel Sampel Buah Alpinia monopleura Data Hasil Absrobansi Kontrol media dan Kontrol sel Data Hasil Absorbansi dan Kontrol Positif Cisplatin



vii



24 24 31 32 33



DAFTAR GAMBAR NOMOR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 4.1 Gambar 4.2



TEKS



HALAMAN



Alpinia monopleura (Dokumentasi pribadi) Inisiasi Dan Perkembangan Kanker Payudara Kerangka Konsep Penelitian Kurva log kons dan %viabilitas sel ekstrak Kurva log kons dan %Viabilitas sel kontrol positif cisplatin



viii



6 9 13 31 33



DAFTAR LAMPIRAN NOMOR Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13



TEKS



HALAMAN



Surat Izin Penelitian Laboratorium Penelitian Farmasi Skema Alur Penelitian Pembuatan reagen /pereaksi Komposisi media RPMI Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol buah Alpinia monopleura dengan Berbagai Konsentrasi Pembuatan Larutan Kontrol Positif Cisplatin Dosis 50 mg/mL Perhitungan Hasil Randemen Ekstrak Hasil Identifikasi Kandungan Kimia Pengamatan Jumlah Sel dengan Hemocytometer dibawah Mikroskop Inverted Design well 96-well plate pada Uji MTT Hasil Perhitungan % Viabilitas Hasil Analisi IC50 Menggunakan Graphad Prism Version 5 Dokumentasi



ix



43 44 53 55 56 59 62 63 65 66 67 68 69



ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN LAMBANG/SINGKATAN AB ACA BRCA1 BRCA2 BSC CCRC CO2 DMSO DNA EDTA ELISA ER+ FeCl3 H2SO4 HCL HER-2 HCA IC50 MCF-7 MK Mg mL MTT nM N NaHCO3 NaOH NFƙB PBS pH PR+ RPMI SDS μL μm



ARTI LAMBANG DAN KETERANGAN : Absorbansi : Asetoxy Chavicol Asetat : Breast Cancer Gene 1 : Breast Cancer Gene 2 : Biosafety Cabinet : Cancer Chemoprevention Research Center : Karbondioksida : Dimetil sulfoksida : Deoxyribonucleic Acid : Asam Etilenadiaminatetraasetat : The enzymelinked immunosorbent : Estrogen Receptor Positive : Besi III Klorida : Asam Sulfat : Asam Klorida : Human Epidermal growth factor receptor : Hidroxy chavicol Asetat : Inhibitor Concentration 50 % : Michigan Canser Foundation 7 : Media kultur : Magnesium : Mililiter : Mikrotetrazolium : Nanomolar : Normalitas : Natrium Bikarbonat : Natrium Hidroksida : Nuclear Factor Kappa B : Phosphate Buffered Saline : Derajat Keasaman : Progesteron Receptor Positive Receptor 2 : Roswell Park Memorial Institute : Sodium Dodecyl Sulfate : Mikroliter : Mikrometer



x



UJI SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL BUAH WUNDU WATU (Alpinia monopleura) MENGGUNAKAN METODE MIKROTETRAZOLIUM PADA LINI SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SECARA IN VITRO Meilinda O1A117155 ABSTRAK Kanker merupakan jenis kanker dengan prevelensi tinggi didunia dan menjadi penyebab terbesar kematian pada wanita. Kemoterapi merupakan salah satu jenis pengobatan yang banyak dipilih oleh penderita kanker payudara. Namun terdapat permasalahan dalam penggunaan obat –obat kemoterapi sintetik seperti adanya efek samping, resistensi obat dan efikasi yang belum memadai. Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut banyak dilakukan eksplorasi bahan alam dalam upaya menemukan agen antikanker yang diharapkan memiliki efikasi yang baik dengan efek samping yang minimal. Buah Wundu Watu (Alpinia monopleura) merupakan tanaman dari suku Zingiberaceae yang diketahui memiliki kandungan metabolit sekunder dengan aktivitas farmakologis sebagai antikanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis senyawa metabolit sekunder dan aktivitas sitotoksik ekstrak etanol buah Alpinia monopleura terhadap lini sel kanker payudara MCF-7 menggunakan metode MTT assay. Ekstrak buah Alpinia monopleura diperoleh dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96%, sehingga diperoleh ekstrak pekat dengan berat 65 gram dengan nilai randemen sebesar 2,16 %. Ekstrak yang diperoleh kemudian dilakukan uji skrining fitokimia menggunakan metode tabung dan diperoleh hasil ekstrak etanol buah Alpinia monopleura positif mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan terpenoid. Pada pengujian aktivitas sitotoksik sampel uji divariasikan menjadi tujuh seri konsentrasi yaitu 25, 50, 100. 200, 300, 400, dan 500 ppm. Kontrol positif yang digunakan yaitu cisplatin. Parameter sitotoksik (nilai IC50) ditentukan menggunakan softwere Graphpad Prism versi 5 dan diperoleh nilai IC50 sebesar 5,172 ppm dengan kategori sangat aktif sedangkan IC50 sampel uji sebesar 138,8 dengan kategori cukup aktif sebagai antikanker payudara. Kata Kunci : Kanker Payudara, IC50, Alpinia monopleura, MTT, MCF-7



xi



CYTOXIC TESTING OF ETHANOL EZTRACT WUNDU WATU (Alpinia monopleura) FRUIT USING MICROTETRAZOLIUM METHODIN IN MCF-7 BREAST CANSER CELL LINE IN VITRO Meilinda O1A117155 ABSTRACT Cancer is a type of cancer with a high prevalence in the wordl and biggest cause of death in women. Chemotherapy is one type of treatment that is widely chosen by breast cancer patients. However, there are problems in the use of synthetic chemotherapy drugs such as side effects, drug resistance and inadequate efficacy. So to overcome these problems, many explorations of natural materials have been carried out in an effort to find anticancer agents that are expected to have good efficacy with minimal side effects. Wundu Watu fruit (Alpinia monopleura) is a plant from the Zingiberaceae tribe which is known to contain secondary metabolites with pharmacological activitya as anticancer. This study aimed to determine the types of secondary metabolites and the cytotoxic activity of the ethanolic extract of Alpinia monopleura fruit against the MCF-7 breast cancer cell line using the MTT assay method. Alpinia monopleura fruit extract was obtained by maceration using 96% ethanol solvent, in order to obtain a concentrated extract weighing 65 grams with a yield value of 2.16%. The extract obtained was then subjected to a phytochemical screening test using the tube method and the results of the ethanol extract of Alpinia monopleura fruit were positive for containing alkaloids, flavonoids, saponins, tannins, and terpenoids. In the cytotoxic activity test, the test samples were varied into seven concentration series, namely 25, 50, 100, 200, 300, 400, and 500 ppm. The positive control used was cisplatin. Cytotoxic parameters (IC50 value) were determined using the Graphpad Prism software version 5 and obtained an IC50 value of 5.172 ppm witha very active category while the IC50 of the test sample was 138.8 with moderately active category as an anticances breast.



Keywords: Breast Cancer, IC50, Alpinia monopleura, MTT, MCF-7



xii



BAB I. PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang menyebabkan kondisi dimana sel tubuh mulai tumbuh secara abnormal dan tidak terkontrol, sel ini dapat menginvasi dan menghancurkan jaringan sehat termasuk organ-organ Penyebaran kanker dimulai dari satu bagian tubuh lalu akan menyebar ke organ lain yang disebut metastasis (Nafis dan ferry., 2018). Kanker payudara merupakan suatu pertumbuhan sel-sel payudara yang tidak terkontrol Sebagian besar terjadi pada epitel duktus dan lobulus payudara. Kanker payudara juga merupakan salah satu paling banyak diderita oleh wanita Berdasarkan data Globocan tahun 2020, jumlah kasus baru kanker payudara di indonesia sebanyak 65.858 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 22.430 kasus. Penyebab timbulnya kanker payudara bersifat multifaktorial, diantaranya yaitu adanya kelemahan genetik pada sel tubuh sehingga mempermudah timbulnya sel kanker, iritasi dan inflamasi kronis yang selanjutnya dapat berkembang menjadi kanker, radiasi sinar matahari dan sinar-X, serta makanan yang bersifat karsinogenik. Terdapat beberapa strategi pengobatan kanker payudara yaitu pembedahan, radioterapi, kemoterapi, terapi hormonal, dan terapi target. Kemoterapi merupakan salah satu terapi sistemik yang banyak digunakan pada mayoritas penderita kanker payudara kemoterapi bertujuan untuk menekan kekambuhan dan penyebaran sel tumor (Dewi dan Lucia., 2015; Mahdi dan Muchlis.,2019;Fristiohady dan Lidya.,2020; Globocan, 2020). Pengobatan kanker payudara seperti kemoterapi, terapi radiasi, dan terapi bertarget dapat langsung membunuh sel kanker, namun beberapa sel kanker Selain itu efek samping yang tidak diinginkan akan timbul selama kemoterapi karena obat-obat kemoterapi sangat kuat, biaya pengobatan yang mahal dan tidak hanya membunuh sel-sel kanker, tetapi juga menyerang sel-sel sehat terutama selsel yang membelah dengan cepat. Efek samping dapat muncul ketika sedang dilakukan pengobatan banyaknya efek samping yang ditimbulkan dari kemoterapi maka dibutuhkan pendekatan pengobatan alternatif yang baru, lebih



1



efektif, kuat, selektif dan tidak terlalu beracun tidak hanya untuk pencegahan kanker tetapi juga untuk pengobatan kanker. Beberapa senyawa alami menunjukkan potensi untuk menekan proliferasi sel kanker maka dari itu usaha penemuan obat antikanker yang aman dan selektif terhadap pengobatan dan pencegahan kanker khususnya yang berasal dari tanaman obat perlu dilakukan (Loganathan dkk., 2014; Fristiohady dan Lidya, 2020; Gezici dan Nazim,2019). Salah satu tanaman yang banyak digunakan sebagai tumbuhan obat dan memiliki aktivitas anti kanker adalah famili Zingiberacea (Alpinia), Tanaman Alpinia monopleura tumbuhan ini sudah dibudidayakan dan dikembangkan dalam industri farmasi sejak lama beberapa jenis dari famili ini memiliki keindahan arsitektur dan ornamen herba terestrial, tinggi 4-6 m hidup berkelompok atau berumpun, berada di daerah lembah yang terbuka dan banyak digunakan sebagai obat tradisional dilakukan dengan menggunakan buah dan rimpang yang bertunas. Kandungan senyawa kimia dari lengkuas merah (Alpinia purpurata) yaitu alkaloid, terpenoid, saponin, flavonoid, fenolik dan streoid yang memiliki efek farmakologi sebagai antioksidan, antitumor, dan antikanker. Kandungan senyawa dari Alpinia galanga L. yaitu flavonoid jenis galangin kamferol dan kuersetin yang memiliki efek sitotoksik dan berpotensi sebagai antikanker. Berbagai penelitian ilmiah menunjang penggunaanya sebagai bahan obat tradisional dan menghasilkan berbagai uji aktivitas dari berbagai jenis tumbuhan suku Zingiberacea sudah dilakukan. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa Alpinia monopleura juga memiliki aktivitas sitotoksik dan kandungan senyawa metabolit yang sama. Namun masih belum banyak penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan potensi anti kanker dari tanaman buah Alpinia monopleura ini maka dari itu saya tertarik untuk melakukan penelitian ini menggunakan buah Alpinia monopleura dengan metode MTT dengan uji sitotosik (Anas dan imam., 2015; Kinho J., 2011; Liangan dan Clara., 2015; Lallo dkk 2019; Oirere dkk., 2015; Pramushinta dan Ajiningrum 2017; Sinaga dan Suptiatin., 2011). Uji sitotoksitas merupakan suatu uji pendahuluan untuk mengetahui potensi ketoksikan senyawa terhadap sel kanker. Metode yang digunakan dalam uji



2



sitotoksitas ini adalah metode MTT (3-(4-5-dimetiltiazol-2-yl)-2,5-difenil tetrazolium bromid) yang merupakan garam tetrazolium yang sifatnya



larut



dalam air dengan menghasilkan larutan berwarna kuning sel hidup dapat mereduksi MTT, sedangkan sel mati tidak dapat mereduksi MTT karena enzim didalam sel tidak berfungsi lagi (Dona, dkk., 2016). Untuk itu dilakukan penelitian ini untuk mengkaji aktivitas dari buah Alpinia monopleura sangat penting untuk dikembangkan terutama pada lini sel kanker payudara pada penelitian ini dilakukan uji sitotoksik ekstrak etanol buah Alpinia monopleura ditinjau dari kemampuan penghambatan proliferasi pada lini sel kanker MCF-7.



3



1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: 1. Senyawa metabolit sekunder apakah yang terkandung dalam ekstrak etanol buah Alpinia monopleura ? 2. Bagaimanakah aktivitas sitotoksik sel ekstrak etanol buah Alpinia monopleura pada lini sel kanker payudara Michigan Cancer Foundation 7 (MCF-7)?



1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak etanol buah Alpinia monopleura 2. Untuk mengetahui aktivitas sitotoksik ekstrak etanol buah Alpinia monopleura pada lini sel kanker payudara Michigan Cancer Foundation-7 (MCF-7)



1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan, keterampilan dan keahlian dalam melakukan pengujian pada bahan alam yang berpotensi untuk pengobatan. 2. Bagi ilmu pengetahuan, dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai informasi ilmiah dari aktivitas agen antikanker pada lini sel kanker payudara Michigan Cancer Foundation 7 (MCF-7) yang diberikan ekstrak buah Alpinia monopleura 3. Bagi institusi, dapat mewujudkan peran Universitas Halu Oleo dalam mengkaji pengetahuan mengenai agen antikanker pada lini sel kanker payudara Michigan Cancer Foundation 7 (MCF-7) yang diberikan ekstrak buah Alpinia monopleura 4. Bagi masyarakat, dapat memberikan informasi mengenai pengobatan alternatif buah Alpinia monopleura sebagai agen antikanker.



4



BAB II. TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Alpinia monopleura a.



Deskripsi Alpinia monopleura ditemukan di hutan-hutan daratan Sulawesi dengan



nama daerah Tu’is (Bahasa Minahasa), Tu’is (Alpinia monopleura) memiliki ciri khas yang dapat dibedakan dari jenis lainnya yaitu jenis ini umumnya tumbuh berumpun dengan perawakan yang cukup besar pembungaan dan pembuahan selalu muncul pada bagian ujung dari cabang daun tangkai bunga dan buah dari jenis Tu’is (Alpinia monopleura) memiliki ukuran yang cukup panjang yang bisa mencapai lebih dari 50 cm. Alpinia monopleura memiliki buah yang sangat banyak dalam satu kumpulan bertangkai, panjang tangkai buah 97 cm, dengan jumlah buah 77 buah, panjang tangkai anak buah 5 cm, tangkai buah berwarna hijau muda, buah tersusun ganjil genap 1-2-1-2, dan seterusnya. Satu tangkai anak buah terdiri dari 2 bulir namun hanya satu yang berhasil menjadi buah, satu bulir lainnya kadangkadang masih berbunga bulir yang satunya sudah menjadi buah dengan diameter 1,6-1,9 cm. Tanaman ini sudah cukup dikenal masyarakat Indonesia dan umumnya digunakan sebagai bumbu campuran pada masakan bagian tanaman ini yang biasa digunakan adalah rimpangnya seperti Alpinia galanga L. (Lengkuas). Bagian tanaman ini yang biasa digunakan adalah rimpangnya. Alpinia galanga L. digunakan sebagai obat tradisional untuk diare, disentri dan lain-lain. Salah satu suku tumbuhan yang banyak digunakan sebagai tumbuhan obat adalah suku Zingiberaceae. Tumbuhan suku Zingiberaceae sudah digunakan sejak ratusan tahun sampai sekarang sebagai bahan ramuan obat tradisional. Berbagai penelitian ilmiah untuk menunjang mengungkapkan daya antibakterial, daya hipotensif, daya antidiabetik, sampai daya antioksidan dan hepatoprotektif dari berbagai jenis tumbuhan suku Zingiberaceae sudah dilakukan, namun masih belum banyak penelitian yang dilakukan untukpenggunaannya sebagai bahan obat tradisional berbagai uji aktivitas mengungkapkan potensi antikanker dari



5



tumbuh-tumbuhan suku Zingiberaceae ini (Kinho, 2011: Pramushinta dan Ajiningrum, 2017; Sinaga dkk., 2011). b. Klasifikasi Regnum



: Plantae



Subkingdom : Tracheobioma Divisi



: Magnoliophyta



Sub divisi



: Spermathophyta



Class



: Liliopsida



Subclass



: Zingiberidae



Ordo



: Zingiberales



Famili



: Zingiberaceae



Genus



: Alpinia



Spesies



: Alpinia monopleura K. Schum



Gambar 2.1 Alpinia monopleura (Dokumentasi pribadi)



c.



Kandungan Metabolit Sekunder Alpinia merupakan genus yang cukup penting, banyak digunakan sebagai



obat tradisional. Pemanfaatan tersebut tidak lepas dari kandungan senyawa kimia yang terdapat didalamnya. Alpinia penghasil minyak atsiri yang merupakan campuran dari senyawa-senyawa monoterpen, seskuiterpen, diterpen dan fenilpropanoid. Selain itu juga pada buah atau biji alpinia, mengungkapkan adanya beberapa fenilpropanoid, sesquiterpenes, dan diterpenes yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan penyakit kanker (Rosyidah., 2009; Anas, dkk., 2015; Manse, dkk., 2016)



6



d. Efek Farmakologi Kekerabatan paling dekat dengan tumbuhan Alpinia monopleura adalah Alpinia galangal dan lain-lain, sehingga diduga memiliki aktivitas farmakologi yang sama salah satu tanaman yang sering digunakan untuk terapi kanker yaitu lengkuas (Alpinia galanga). Alpinia mengandung berbagai bahan aktif, antara lain Acetoxy Chavicol Acetate (ACA). Acetoxy chavicol Acetate mempunyai aktivitas anti kanker, antioksidan pada siklus sel kanker manusia yang ditransplantasi dengan sel tumor primer dan aktivitas antimikroba, antiradang dan antidiabetes. Penghambatan yang terjadi diduga karena peningkatan apoptosis dan penurunan aktifitas proliferasi sel selain itu Alpinia mengandung Hidroksikavikol asetat (HCA) yang memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan sel kanker melalui mekanisme induksi apoptosis, mempunyai aktivitas antioksidan pada



siklus sel kanker manusia dan sel tumor primer,



pengurangan aktivitas proliferasi sel, memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker (Hernani.,2007; Rohmah dkk., 2019; Untoro dkk., 2016; Rialita dkk., 2015; Samarghandin dkk., 2014; Asri dan winarko., 2016; Hidayati., 2019; Budiman dkk., 2013; Chauhan dkk., 2014; Manse dkk.,2016; Liangan dkk., 2015 ; Wahyuni dkk., 2016).



2.2 Ekstraksi Dengan Metode Maserasi Ekstraksi tumbuhan dapat dilakukan pada tanaman Alpinia monopleura dengan menggunakan metode maserasi dengan menggunakan pelarut yang tingkat



kepolarannya



berbeda-beda.



Metode



ini



dipilih



karena



proses



pengerjaannya yang mudah, peralatan yang digunakan sederhana, serta tidak merusak senyawa yang terkandung dalam sampel uji. Prinsip dari metode maserasi adalah mengekstrak zat aktif dengan cara merendam sampel simplisia kering dalam wadah tertutup dengan larutan penyari yang sesuai dan didiamkan pada suhu kamar minimal 3 hari dengan sering diaduk. Pengolahan tersebut dimaksudkan untuk melembutkan dan menghancurkan dinding sel tumbuhan untuk melepaskan fitokimia yang larut. Setelah 3 hari, campuran ditekan atau disaring dengan filtrasi (Amelia dkk., 2010; Putra dkk., 2014; Hermanda dkk.,



7



2016; Azwanida, 2015).



2.3 Kanker Payudara a.



Definisi Kanker Payudara Kanker merupakan penyakit akibat perubahan fungsi dan struktur sel



sehingga menyebabkan proses abnormalitas pada pembelahan sel. Pembelahan sel kanker dipicu berbagai faktor yang menyebabkan perubahan ekspresi gen sehingga timbul gangguan proliferasi yang tidak terkontrol, berinvasi dan metastase ke jaringan dan organ lain (Widyanto, dkk., 2020). Kanker payudara merupakan penyakit heterogen dengan subtipe tumor berbeda, dimana pada umumnya berdasarkan ekspresi Reseptor Hormone (HR) dan HER2 (misalnya sbutipe luminal, HER2 dan triple-negative ). Subtipe ini berbeda secara biologis, prognosis, strategi pengobatan dan pola metastasis ( Fristiohady, dkk., 2020). b. Patofisiologi Kanker berkembang dari gen normal, yang disebut proto-onkogen dan memiliki peran penting dalam semua fase karsinogenesis. Kanker payudara terjadi akibat kerusakan DNA dan mutasi genetik yang dipengaruhi oleh paparan estrogen. Selain itu, dapat disebabkan oleh riwayat turunan DNA yang cacat atau gen prokanker seperti gen BRCA-1 dan BRCA-2. Kerusakan atau mutasi genetik tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan dan ploriferasi sel yang tidak menentu pada jaringan payudara (Dipiro dkk., 2008; Fristiohady, 2019). Terdapat beberapa tahapan perkembangan kanker yaitu tahap inisiasi, promosi dan progresi. Tahap inisiasi kanker dimulai dengan adanya perubahan genetik irreversible yang memberikan keuntungan pada sel mutan daripada sel normal. Perubahan dapat terjadi pada onkogen atau gen penyupresi tumor karena peran karsinogen kimiawi, fisik, dan biologis, atau karena proses endogen. Sel yang baru mengalami inisiasi, bertumbuh dan mengekspansi klonal jika disertai dukungan dari beberapa faktor dan merupakan tahap kedua karsinogenesis, yaitu tahap promosi. Faktor pendukung dapat berasal dari intrasel dan ekstrasel, yang memengaruhi jalur sinyal intrasel, tetapi tidak berikatan langsung dengan DNA



8



sel mutan. Faktor promotor dapat berikatan dengan reseptor tertentu di sel membran spesifik atau dapat memengaruhi banyak jenis sel tanpa adanya peran reseptor spesifik. Faktor-faktor ini berupa sitokin, lipid, dan ester forbol. Tahap terakhir yaitu progresi, menggambarkan kejadian sel mutan prakanker yang mengalami perubahan genetik tambahan yang akhirnya memunculkan sifat keganasan. Perkembangan sifat keganasan ini tidak selalu relevan dengan ukuran massa (Dipiro dkk., 2008; Cahyawati, 2018; Haryono dkk., 2018). Ilustrasi patogenesis kanker payudara yang dimulai dengan tahap insiasi hingga terjadi kanker payudara dapat dilihat pada gambar 3.



Gambar 2.2 Inisiasi dan Perkembangan Kanker payudara (Sun dkk., 2017).



Terdapat dua teori tentang insiasi dan perkembangan kanker payudara. Teori pertama yaitu semua subtipe tumor berasal dari sel induk yang sama atau sel progenitor seperti pada gambar (A). Fenotipe tumor yang berbeda kemudian ditentukan oleh peristiwa transformasi subtipe-spesifik. Teori kedua yaitu setiap subtipe tumor dimulai dari jenis sel tunggal (sel induk, sel progenitor, atau sel terdiferensiasi) seperti pada gambar (B). Mutasi acak dapat secara bertahap terakumulasi dalam setiap sel payudara, yang menyebabkan transformasi menjadi sel tumor (Sun dkk., 2017).



9



c.



Etiologi dan Faktor Resiko Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan kanker payudara adalah



usia, faktor hormonal terbagi menjadi dua yaitu eksogen dan endogen, eksogen yaitu untuk pasien yang menggunakan hormon estrogen seperti pil KB atau pasien yang mendapatkan terapi estrogen memiliki resiko terkena kanker payudara dan endogen yaitu pasien yang haid terlalu cepat, pasien yang hamil dan melahirkan anak pertama di usia lebih dari 30 tahun, tidak menyusui, memiliki kadar hormone testosterone yang tinggi, dan waktu monopouse yang terlalu lama. Selanjutnya yaitu faktor genetik yaitu meliputi mutasi terhadap gen protoonkogen dan gen supresor tumor pada epitel payudara mendasari onkogenesis. Contohnya adalah ekspresi



berlebihan dari protoonkogen



HER2/NEU, yang mengalami amplifikasi pada sekitar 30% kanker invasif payudara. Selanjutnya faktor resiko dari lingkungan dan gaya hidup yaitu pola makan seperti konsumsi lemak, obesitas, konsumsi alkohol, aktivitas fisik, paparan radiasi, dan pemakaian alat kontrasepsi hormonal dalam jangka waktu yang panjang (Dewi dkk.,2015 ; Frishtiohady., dkk, 2019). d. Tatalaksana Terapi Kanker Payudara Tata laksana terapi kanker payudara diantaranya pembedahan, radioterapi dan terapi sistemik. Tindakan pembedahan hanya dilakukan pada kanker di bawah stadium IIIA. Untuk stadium IIIB dan IV, tata laksana yang diberikan adalah paliatif. Radioterapi dilakukan sebagai terapi adjuvan pada pasien yang telah menjalani pembedahan, serta jika terdapat metastasis. Terapi sistemik yang dapat diberikan pada penderita kanker payudara yaitu terapi hormonal, kemoterapi, dan terapi target. Terapi hormonal menggunakan obat-obatan anti estrogen (tamoxcifen, toremifene), penyekat aromatase selektif (anastrazole, letrozole), atau agen progestasional (magestrol acetate). Terapi hormonal diberikan terutama untuk pasien dengan reseptor ER+ atau PR+. Pada kasus kanker dengan luminal A (ER+, PR+, Her2-) pilihan terapi ajudvan utamanya adalah hormonal. Terapi target yang digunakan pada penderita payudara yaitu trastuzumab (anti-HER2). Obat kemoterapi yang digunakan pada penderita kanker payudara seperti cyslophosphamide, methotrexate, dan 5-florouracil,



10



adriamycin dan 5- fluorouracil, cisplastin dan lain lain (Tanto dkk., 2014). Pada kasus kanker payudara dengan luminal A (ER+, PR+, Her2-), pilihan terapi adjuvan utamanya adalah hormonal dan dikombinasikan dengan agen kemoterapi lainnya seperti cisplatin. Cisplatin merupakan kompleks platinum secara klinis digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita kanker. Tujuan dari terapi anti kanker yaitu menginduksi kematian sel tumor. Cisplatin dapat menginduksi sitotoksisitas sel kanker payudara dengan mengganggu mekanisme transkripsi dan replikasi DNA (Dilruba & Kalayda, 2016; Florea dan Büsselberg, 2011).



2.4 Lini Sel Lini sel adalah sel yang dapat berproliferasi pada media kultur secara in vitro. MCF-7 adalah kultur sel kanker payudara yang umum digunakan yang berkaitan dengan obat antikanker. Karakteristik lini sel kanker payudara dapat dibedakan berdasarkan tiga kategori reseptor, berupa Estrogen Receptor (ER) , Reseptor Progesteron (PR), dan Human Epithelial Receptor 2 (HER2). Lini sel kanker ini termasuk dalam subtipe molekul luminal A. Luminal A (ER+, PR+, HER2-) yang paling sering ditemukan sekitar 50-60% populasi penderita kanker payudara dan memiliki kapasitas proliferasi rendah dan sering responsif terhadap kemoterapi (Comsa dkk., 2015; Dai dkk., 2017; Yersal dan Barutca, 2015). MCF-7 adalah kultur sel yang kurang agresif dan noninvasif, yang dianggap memiliki potensi metastasis yang rendah. Sel MCF-7 sangat cocok untuk



studiresistensi



terapi



antihormon



karena



mudah



dikultur



dan



mempertahankan ekspresi ER+ ketika dirawat dengan terapi yang ditargetkan tersebut. MCF-7 (ER- HER2) telah digunakan secara konvensional untuk pengujian respon sel yang diinduksi obat kemoterapi (Comsa dkk., 2015; Dai dkk., 2017).



2.5 Uji Sitotoksik secara in vitro denganMetode Microtetrazolium (MTT) Uji sitotoksik adalah langkah awal upaya pendeteksian adanya senyawa yang bekerja sebagai antineoplastik pada obatobatan yang bekerja dengan



11



mekanisme sitotoksik. Parameter yang dihasilkan pada uji ini yaitu nilai IC50. IC50 menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sebesar 50% atau menyatakan potensi ketoksikan menggunakan metode MTT berdasarkan



dan



perhitungan



persamaan



linier



(Mutiah



dkk.,



2018;



Helilusiatiningsih, dkk., 2019). Aktivitas sitotoksik ekstrak etanol dapat diketahui melalui nilai IC50. Pengujian aktivitas sitotoksik dilakukan dengan metode MTT assay. Metode ini berdasarkan pada perubahan garam tetrazolium [3-(4,5-dimet iltiazol- 2-yl)-2,5 difeniltetrazolium bromide] (MTT) oleh reduktase untuk membentuk produk formazan biru. MTT diabsorbsi ke dalam sel hidup dan dipecah me- lalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria menjadi formazan yang terlarut dalam PBS (Phosphate Buffer saline) berwarna biru. Konsentrasi



formazan



yang



berwarna



biru



dapat



ditentukan



secara



spektrofotometri visibel dan berbanding lurus dengan jumlah sel hidup karena reduksi hanya terjadi ketika enzim reduktase yang terdapat dalam jalur respirasi sel pada mitokondria aktif. Semakin besar absorbansi menunjukkan semakin banyak jumlah sel yang hidup. Jumlah sel yang hidup dihitung dengan Enzymelinked Immunosorbent Assay (ELISA) reader (Chapdelaine, 2001;Mulia dkk.,2016).



12



2.6 Kerangka Konsep Buah Alpinia memiliki kandungan senyawa aktif yaitu fenilpropanoid, sesquiterpenes, dan diterpenes yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan penyakit (Manse, dkk., 2016)



Buah Alpinia monopleura.



Ekstraksi - Dimaserasi menggunakan



pelarut etanol selama 3 x 24 jam - Dievaporasi pada suhu 50 ºC



Ekstrak buah Alpinia memiliki senyawa l-acetoxychavicol acetat (ACA) bersifat antitumor yangg menurunkan aktivitas proliferasi sel dan hidrokarbon seskuiterpen dan seskuiterpen beroksigen yang memiliki aktivitas antikanker yang kuat terhadap sel kanker (Winarko, dkk., 2014; Manse, dkk., 2016; Zhong, dkk., 2013; Pramushinta dan Ajiningrum., 2017)



Ekstrak Etanol Buah Alpinia monopleura



Uji Kandungan Kimia



Uji Sitotoksisitas Lini sel kanker payudara MCF-7



25 ppm



50 ppm



100 ppm



200 ppm



300 ppm



Nilai IC50 Pada lini sel MCF-7 Keterangan: : Variabel Bebas : Variabel Terikat



: Variabel Terikat



Analisis data



Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian



13



400 ppm



500 ppm



BAB III. METODE PENELITIAN



3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2021 hingga Juli 2021. Proses ektraksi sampel buah Alpinia monopleura. serta skrining kimia dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo. Uji aktivitas sitotoksik terhadap lini sel kanker payudara MCF-7 dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Airlangga



3.2 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimental yaitu mengidentifikasi kandungan metabolit sekunder ekstrak etanol buah Alpinia monopleura. dan menguji aktivitas sitotoksiknya terhadap lini sel kanker payudara.



3.3 Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah batang pengaduk, Biosafety Cabinet (BSC), Inkubator CO2 (New Brunswickk®), conical tube 15 mL (Nestk®), counter, culture dish, cutter ataupisau, ELISA reader, gelas kimia (Pyrexk®) 100 ml, hemocytometer (Assistant®), hotplate, kertas saring biasa dan Whatman No.1, labu takar (Pyrexk®) 10 ml,100 ml, lumpang dan alu, pisau, magnetik stirer, mikropipet, mikroskop inverted, mikrotube, mistar, pipa kapiler, pipet tetes, sarung tangan, spatula, timbangan analitik, dan 96 well plate, mikropipet 200, 1000 µL, penjepit kayu, rak tabung, rotary vacuum evaporator (Buchik®), tabung reaksi (Pyrexk®), tabung reaksi kecil, topless maserasi, rak tabung, rak tabung kecil, mesin sentrifugasi (Boecok®), vial, vortex (IKA®), 96well plate (Nestk®).



3.4 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan digunakan yaitu sampel buah Alpinia Monopleura, Aquades



(Onemedk®),



Aluminium



foil,



Asam



format,



Asetonitril,



Aquabidessilata steril (Onemedk®), Antibiotik, Etanol 96 %, DMSO pro culture



14



(Dimethyl sulfoxide) (Sigma Aldrichk®,USA), 2% FeCl3(Besi III klorida), H2SO4 (Asam sulfat) pekat, HCl (Asam Klorida) pekat, kloroform, logam Mg (Magnesium), media kultur RPMI 1640 (Roswell Park Memorial Institute Medium) (Sigma Aldrichk®,USA), reagen MTT (Nacalay tesque®, Jepang) 5 mg/ml (50 mg MTT dan 10 mL PBS), NaHCO3, NaOH, PBS (Phosphate buffered saline) (Sigma Aldrichk®), reagen Dragendorf, reagen Mayer, TripsinEDTA (Sigma Aldrichk®,USA), SDS (Sodium Dodesil Sulfat) (Sigma Aldrichk®, USA) 10% dalam 0.1 N HCl, cisplatin, handskun (MaxterTMk®), masker (Diaprok®) dan tisu.



3.5 Variabel Variabel dalam penelitian ini terdiri atas 2 variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat a. Variabel bebas pada penelitian ini adalah variasi konsentrasi sampel yang diberikan pada lini sel kanker payudara MCF-7 dengan metodeu uji MTT assay b. Variabel terikat pada penelitian ini adalah nilai IC50 ekstrak etanol buah Alpinia monopleura.



3.6 Definisi Operasional Definisi operasional variabel dijelaskan sebagai berikut untuk menghindari adanya kekeliruan. 1. Ekstrak etanol buah Alpinia monopleura. merupakan maserat hasil ekstraksi Alpinia monopleura. yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% yang kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary vacum evaporator dan water bath. 2. Lini sel kanker payudara yang digunakan pada penelitian ini yaitu sel MCF-7 yang umum digunakan untuk penelitian terkait kanker payudara. 3. Nilai IC50 merupakan nilai dari larutan uji pada konsentrasi tertentu yang dapat menghambat 50% populasi pada lini sel kanker payudara. 4. Aktivitas sitotoksik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aktivitas dari



15



metabolit sekunder sebagai antikanker yang diujikan dengan menggunakan metode uji MTT assay.\



3.7 Prosedur Penelitian a. Pengambilan dan Preparasi Sampel Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu buah Alpinia monopleura. yang di peroleh dari Kelurahan Pungguluku, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Sampel buah Alpinia monopleura. yang telah diperoleh disortasi basah kemudian dicuci dibawah air mengalir dengan tujuan untuk membersihkan kotoran yang masih melekat pada permukaan. Sampel kemudian di rajang kecil-kecil sebelum dikeringkan. Pengeringan sampel dilakukan dengan cara dimasukan kedalam oven pada suhu 55⸰⸰C selama 3 hari hingga didapat kadar air sampel ± 10%. selanjutnya sampel diblender hingga menjadi serbuk dan ditimbang. Serbuk yang dihasilkan diayak dengan ayakan, hingga diperoleh serbuk halus 60 mesh. setelah itu dilakukan proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol 96%. b. Ekstraksi Buah Alpinia monopleura. dimaserasi dengan etanol selama 3×24 jam di dalam wadah yang tertutup. Alpinia monopleura dimaserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Setelah 3x24 jam filtrat dan residu dipisahkan menggunakan kertas saring. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 96%. Pemilihan pelarut etanol karena etanol merupakan pelarut yang umum digunakan dalam pembuatan ekstrak. Pelarut etanol bersifat universal, yang artinya dapat melarutkan hampir semua senyawa organik yang ada pada sampel, baik senyawa polar maupun senyawa non polar. Etanol yang digunakan dengan konsentrasi 96% karena dapat melarutkan senyawa kimia secara keseluruhan dan mampu menarik beberapa senyawa kimia yang terlarut dalam pelarut polar. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 50°C dan dipekatkan kembali dengan tangas air sampai diperoleh ekstrak kental (Hasriyani, 2016; Munte dan Runtuwene, 2015; Nurhasnawati dan Sukarni, 2017).



16



c. Uji Kandungan Senyawa a) Senyawa Flavonoid Uji kandungan senyawa flavonoid dilakukan dengan cara ekstrak etanol Alpinia monopleura Sebanyak 1 mL ekstrak ditambahkan beberapa tetes HCl pekat, kemudian ditambahkan 0,2 mg serbuk. Reaksi positif jika terjadi perubahan warna merah tua atau kuning pada lapisan amil alkohol (Wahyuni dkk., 2019). b) Senyawa Alkaloid Uji kandungan senyawa alkaloid dilakukan dengan cara 1 mL ekstrak ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendrof, reaksi positif ditandai dengan terbentuknya endapan menggumpal berwarna coklat hingga jingga (Wahyuni dkk.,2019). b) Senyawa Saponin Uji kandungan senyawa saponin dilakukan dengan cara 1 mL ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudian dikocok selama ±10 detik dan dibiarkan selama 10 menit. Setelah itu ditambahkan HCl 2 N. Terbentuknya busa yang stabil berarti positif terdapat saponin (Wahy uni dkk., 2019). c) Senyawa Tanin Uji kandungan senyawa tanin dilakukan dengan cara 1 mL ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 mL FeCl3 1% jika terbentuk larutan berwarna hijau kehitaman, maka ekstrak positif mengandung tanin (Adjeng dkk., 2019) d) Senyawa Steroid dan terpenoid Uji kandungan senyawa tanin dilakukan dengan cara 1 mL ekstrak Alpinia monopleura ditambah dengan 2 mL kloroform dalam tabung reaksi, kemudian diteteskan ke dalam plat tetes, dan dibiarkan sampai kering. Setelah itu, ditambahkan dengan 1 tetes pereaksi Lieberman-Burchard. Terbentuknya warna coklat menandakan adanya senyawa terpenoid dan terbentuknya warna biru atau ungu menandakan adanya senyawa steroid (Harborne, 2006).



17



d. Uji Farmakologi 1) Persiapan Media Kultur (Roswell Park Memorial Institute 1640) Media RPMI 1640 (Roswell Park Memorial Institute) dalam bentuk padat yang akan digunakan disiapkan. Disiapkan 950 mL akuabides steril dalam gelas beker 1000 ml dalam BSC. Dituang media bubuk ke dalam akuabides steril dalam gelas kimia, aduk hingga rata. Dibilas bagian dalam pembungkus media bubuk dengan akuabides, tuang cairannya ke dalam gelas beker di atas. Ditambahkan 2,2 g NaHCO3 untuk setiap liter media yang dibuat, kemudian diaduk hingga rata. Ditambahkan akuabides steril hingga volume 1000 ml. Diaduk dengan magnetik stirer hingga semua media padat dan NaHCO3 dapat larut. Dilakukan adjust pH (seharga 0,2-0,3 dibawah pH yang diinginkan) dengan menambahkan NaOH 1 N atau HCl 1 N. Dilakukan filtrasi media dengan filter 0,2 mikron, lalu ditampung ke dalam botol Duran 1000 mL. Kemudian diberi penandaan dan simpan media di kulkas dengan suhu 4oC. 2) Persiapan Larutan Uji dan Kontrol Positif Ditimbang masing-masing sampel ekstrak kental buah Alpinia monopleura. 500 mg, dilarutkan ekstrak tersebut dalam 100 µL DMSO (dimethyl sulfoxide) dan diaduk dengan vortex agar lebih cepat dalam melarutkan sampel. Kemudian ditambahkan media hingga mencapai volume 100 mL. Larutan tersebut diberi label sebagai stok. Kemudian dibuat larutan sampel dalam 7 variasi konsentrasi yaitu 25, 50, 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm. Untuk kontrol positif yang digunakan adalah cisplatin. 3) Uji Sitotoksisitas Secara in vitro dengan Metode MTT Uji sitotoksisitas pada penelitian ini mengacu pada protokol uji sitotoksisitas yang dikeluarkan oleh pihak CCRC (Cancer Chemoprevention Research Center) Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Langkah kerjanya sebagai berikut. a) Preparasi sel Sel kanker payudara MCF-7 diambil dari koleksi Universitas Airlangga (Unair). Sel kanker dikeluarkan dari frezzer (-80) kemudian dihangatkan dalam penangas air pada suhu 37OC selama 2-3 menit. Setelah mencair, sel dipindahkan



18



kedalam conical tube yang telah berisi 10 ml media RPMI (Roswell Park Memorial Institute), kemudian disentrifugasi untuk memisahkan sel kanker (pelet) dengan media RPMI. Pelet yang terbentuk dimasukkan kedalam culture dish yang telah berisi 10 mL media RPMI. Pelet yang terbentuk dimasukkan kedalam culture dish yang telah berisi 10 mL media RPMI dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC/5% CO2, lalu diamati dibawah mikroskop untuk melihat apakah sel melekat di dasar culture dish dan bila jumlah sel di dalam culture dish mencapai 70-85% (konfluen), dilakukan panen sel. b) Panen sel Diambil sel kanker payudara MCF-7 dari inkubator CO2, diamati kondisi sel. Panen sel dilakukan setelah sel 80% konfluen. Tahapan panen sel yakni, dibuang media kultur dengan menggunkan mikropipet 1000 μl, kemudian dicuci dengan ditambahkan PBS (volume PBS adalah ± ½ volume media awal). Ditambahkan tripsin EDTA (tripsin 0,25%) secara merata dan inkubasi di dalam inkubator selama 3 menit. Ditambahkan media ± 5 mL untuk menginaktifkan tripsin diamati keadaan sel di mikroskop. Resuspensi kembali jika masih ada sel yang menggerombol kemudian sel dipindahkan kedalam conical tube yang telah berisi 10 ml media RPMI, kemudian disentifugasi (3 menit, 1000 rpm) untuk memisahkan sel kanker (pelet) dengan media RPMI (supernatan). Pelet yang terbentuk dimasukkan kedalam culture dish yang telah berisi 10 mL media RPMI baru dan diinkubasi selama 3–4 jam pada suhu 37°C/ 5% CO2. c) Perhitungan sel kanker Sel sebanyak 10 µL hasil panenan diambil dan dipipetkan ke hemacytometer. Diamati dan dihitung dibawah mikroskop inverted dengan counter. Dihitung sel di bawah mikroskop inverted. Untuk sel yang akan ditanam (untuk perlakuan) lakukan transfer sejumlah sel yang diperlukan ke Dalam conical tube yang lain dan tambahkan media RPMI sesuai dengan konsentrasi yang dikehendaki Sisa suspensi sel pada conical tube



(no1) dilakukan



cryopreservation, atau dilakukan sub kultur. d) Perletakan sel pada plate Jumlah sel yang dibutuhkan untuk uji sitotoksik dengan metode MTT



19



adalah 5x104 sel/sumuran.Ditransfer sel ke dalam sumuran, masing-masing 100 µl. Sisakan 3 sumuran kosong untuk kontrol media. diamati keadaan sel di mikroskop inverted untuk melihat distribusi sel dan didokumentasikan. Inkubasi sel di dalam inkubator selama minimal 4 jam (agar sel attach kembali setelah panen). e) Pemberian Larutan Sampel Pada Plate Diambil sel dari inkubator, kemudian dibuang media sel dengan cara dibalikkan plate 180° diatas tempat buangan dan ditekan secara perlahan diatas tisu untuk meniriskan sisa cairan , dimasukan 100 µL PBS kedalam semua sumuran yang terisi sel dan dibuang kembali, lalu dimasukkan larutan sampel sebanyak 100 µL dengan konsentrasi 25, 50, 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm. Masukkan seri konsentrasi sampel ke dalam sumuran (triplo). Lama inkubasi tergantung pada efek perlakuan terhadap sel. Jika dalam waktu 24 jam belum terlihat efek sitotoksik, inkubasi kembali selama 24 jam (waktu inkubasi total: 2448 jam). f) Pemberian larutan MTT Siapkan reagen MTT untuk perlakuan (0,5 mg/ml) dengan cara ambil 1 mL stok MTT dalam PBS (5mg/mL), encerkan dengan media RPMI ad 10 mL (untuk 1 buah 96 well plate).Media sel dibuang dengan cara dibalik plate dan dicuci dengan PBS, ditambahkan larutan MTT (reagen3-(4,5-dimetiltiazol-2- yl)2,5-difeniltetrazolium bromide) berwama kuning 100 µL kesetiap sumuran (termasuk kontrol media). Inkubasi kembali selama 2-4 jam didalam inkubator pada suhu 37 °C/5%CO2, (sampai terbentuk kristal formazan atau perubahan warna menjadi biru). Apabila kristal fomazan telah terbentuk diamati kondisi sel dengan mikroskop inverted, lalu ditambahkan stopper SDS (Sodium Dodecyl Sulfate)10% dalam 0,1 N HCl, dibungkus plate dengan aluminium foil dan diinkubasi kembali di tempat gelap (suhu ruangan) semalam. Langkah selanjutnya yakni pembacaan nilai absorbansi dengan ELISA reader untuk mengetahui nilai IC50 setiap ekstrak. Tahapan awalnya ini dihidupkan ELISA reader dan ditunggu hingga progessing selesai, dibuka pembungkus plate dan tutup plate kemudian dimasukkan ke ELISA reader, dibaca absorbansi masing-



20



masing sumuran dengan panjang gelombang 550-600 nm(595 nm), dimatikan kembali ELISA reader. g) Perhitungan Presentase Jumlah Sel Yang Hidup Rumus perhitungan yang digunakan untuk menentukan presentase jumlah sel yang hidup (Viabilitas sel) adalah sebagai berikut % sel hidup



3.8 Analisis Data Data presentase sel hidup didapatkan dari sampel dapat digunakan untuk menentukan nilai Inhibitory Concentration (IC50) terhadap lini sel MCF-7 (sel kanker payudara). Data yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabel dan data yang yang dimasukan merupakan data hubungan antara konsentrasi dengan persentase sel hidup serta nilai maksimum sebesar 100. Selanjutnya, dilakukan analisis regresi linear menggunakan software Graph Pad yang akan memunculkan nilai IC50 dari sampel dan bentuk grafik.



21



BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan Sampel dan Preparasi Sampel Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu buah Alpinia monopleura yang diperoleh dari Kelurahan Ponggaluku, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Sampel Alpinia monopleura disortasi basah kemudian dicuci dibawah air mengalir dengan tujuan untuk menghilangkan pengotor. Sampel kemudian dirajang kecil-kecil sebelum dikeringkan. Pengeringan sampel dilakukan dengan cara dioven pada suhu 40°C selama 3 hari. Selanjutnya sampel diblender hingga menjadi serbuk dan ditimbang. Serbuk yang dihasilkan di ayak dengan ayakan, sehingga diperoleh serbuk halus. Setelah itu dilakukan proses ekstrasi menggunakan pelarut etanol 96%.



4.2 Ekstrak Buah Alpinia monopleura Bagian tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian buah. Penyiapan simplisia dilakukan dengan cara pengambilan sampel tumbuhan, kemudian dilakukan sortasi basah dengan membersihkan kotoran seperti tanah atau bagian yang tidak dibutuhkan yang menempel pada sampel tumbuhan dan pencucian sampel dilakukan dengan air mengalir agar tidak ada zat asing atau pengotor yang tertinggal. Setelah itu dilakukan perajangan, perajangan dapat dilakukan dengan pisau atau alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh buah yang tipis-tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki. Kemudian dilakukan pengeringan dibawah sinar matahari langsung yang ditutup dengan kain hitam. Tujuan dari pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak dan tidak itumbui jamur dalam penyimpanan jangka lama, kain hitam digunakan untuk menyerap sinar ultraviolet yang bersifat merusak, memberikan 23 penyebaran panas yang merata pada proses pengeringan sehingga kerusakan dan dekomposisi kandungan golongan senyawa dalam sampel karena paparan sinar matahari dapat dicegah. Lalu dilakukan sortasi basah kering untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tumbuhan yang tidak



22



diinginkan dan pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Proses ini dilakukan secara manual. Sampel kemudian dihaluskan dengan pencacah elektrik sehingga dihasilkan simplisia yang berbentuk haksel kecil tujuanya adalah untuk memperbesar luas permukaan kontak antara simplisia dengan cairan penyari, sehingga golongan senyawa yang ada dalam sampel dapat tersari sempurna dan kemudian disimpan dalam wadah bersih, kering dan terlindung dari cahaya. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode maserasi. Pemilihan metode maserasi dikarenakan metode ini memiliki keuntungan yaitu cara mudah dan tidak perlu pemanasan sehingga kecil kemungkinan bahan alam menjadi rusak atau terurai. Selain itu, penggunaan pelarut lebih sedikit. Pelarut yang digunakan pada metode ini adalah pelarut etanol merupakan pelarut polar, pelarut polar memiliki kelebihan dalam mengekstraksi komponen senyawa pada ekstrak, dapat melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang ada pada sampel uji, baik senyawa yang bersifat polar ataupun non polar sehingga proses pengekstrakan dapat dilakukan dengan optimal (Susanty dan Fairus 2016)., Teknik maserasi dilakukan dengan cara merendam sampel simplisia dalam larutan penyari sesuai pda suhu kamar selama 3 hari dengan sering diaduk tujuannya untuk melembutkan dan menghancurkan dinding sel tumbuhan agar senyawa metabolit sekunder larut dalam cairan penyari, dilakukan pergantian pelarut setiap 1x24 jam sehingga efektivitas penarikan senyawa metabolit sekunder akan lebih maksimal, setelah 3 hari dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring. Hasil maserasi diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator. Kemudian cairan ekstrak dimasukkan kedalam waterbatch sehingga diperoleh ekstrak kental. Kemudian dilkukan perhitungan persen rendemen dengan cara membagi antara berat ekstrak kental yang diperoleh dengan berat sampel awal. Perhitungan rendemen ekstrak ini bertujuan untuk mengetahui banyaknya ekstrak yang diperoleh selama proses ekstraksi, selain itu data hasil rendemen tersebut ada hubunganya dengan senyawa aktif dari suatu sampel sehingga apabila jumlah rendemen semakin banyak maka jumlah senyawa



23



aktif yang terkandung dalam sampel juga semakin banyak (Azwanida., 2015; Dewatisari, 2020; Hasnaeni dkk., 2019). Adapun hasil rendemen yang dihasilkan dari ekstrak etanol buah Alpinia monopleura sebesar (Tabel 4.2).



Tabel 4.1 Hasil Maserasi Ekstrak Etanol Buah Alpinia monopleura Sampel Pelarut Warna Warna Berat Berat (L) Filtrat Ekstrak Sampel Ekstrak Kental (g) Kental (g) Buah Alpinia Etanol Kuning Coklat 3.000 g 65 g Monopleura 96%(±) Bening Kehitaman 20 L



Rendemen % (b/b)



2,16 %



4.3 Skrining Fitokimia Salah satu metode yang digunakan untuk mengidentifikasi kandungan senyawa dari suatu tumbuhan adalah skrining fitokimia. Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia bertujuan untuk menemukan obat baru dari gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam sampel yang sedang di teliti. Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi tertentu. Komponen senyawa yang terdapat dalam ekstrak buah Alpinia monopleura dianalisis golongan senyawanya dengan uji tabung, yang dilakukan dengan penambahan beberapa pereaksi tertentu ke dalam ekstrak kental tumbuhan sehingga didapatkan hasil perubahan warna atau endapan spesifik yang menandakan senyawa tertentu (Ningsih dkk., 2020; Minarno, 2015; Meigaria dkk., 2016).



Tabel 4.2 Hasil Skrining Kimia Buah Alpinia monopleura Uji Pereaksi Hasil Fitokimia Flavanoid HCL Terbentuknya warna merah tua Alkaloid Dragendroff Terbentuknya endapan menggumpal berwarna coklat Saponin Tannin



HCL FeCl3 1%



Terbentuknya busa yang stabil Terbentuknya warna hijau kehitaman



24



Kesimpulan Positif Positif Positif Positif



Steroid Terpenoid



kloroform + Lieberman-Burchard kloroform + Lieberman-Burchard



Terbentuknya warna coklat



Negatif



Terbentuknya warna coklat



Positif



a. Uji Flavonoid Flavonoid merupakan kompleks polifenol dan diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia serta biosintesisnya. Struktur dasar flavonoid terdiri dari dua gugus aromatik yang digabungkan oleh jembatan karbon (C6-C3-C6) (Alfaridz., 2018). Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil. Oleh karena itu, umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol (Rumangit., 2015). Tujuan penambahan serbuk magnesium dan HCL pekat ini untuk mereduksi ikatan glikosida dengan flavonoid. Agar flavonoid bisa diidentifikasi, maka ikatan glikosida dengan flavonoid dalam sampel harus diputus dengan cara mereduksi ikatan tersebut. Ikatan yang direduksi pada bagian benzopiron yang terdapat dalam struktur flavonoid sehingga membentuk garam flavilium berwarna merah atau jingga. (Harahap dkk., 2021: Ergina dkk., 2014). Hasil skrining kimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah Alpinia monopleura positif mengandung senyawa flavonoid.



b. Uji Alkaloid Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder yang mengandung satu atau beberapa atom nitrogen sebagai bagian dari sistem sikliknya serta mengandung substituen yang bervariasi seperti gugus amina, amida, fenol, dan metoksi sehingga menyebabkan alkaloid bersifat semipolar ( Harahap dkk., 2021; Dewi dkk., 2013). Identifikasi alkaloid menggunakan pereaksi Dragendrof yang berisi Bi(NO3)3.5H2O (Bismut (III) Nitrat) dan KI (Kalium Iodida) dalam larutan asam yang ditandai dengan terbentuknya endapan merah jingga jika sampel mengandung alkaloid (Ergina dkk., 2014). Hasil skrining kimia menunjukan bahwa ekstrak etanol buah Alpinia monopleura positif mengandung senyawa alkaloid Prinsip pada metode analisis ini adalah reaksi pengendapan yang terjadi



25



karena adanya penggantian ligan. Atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas pada alkaloid dapat mengganti ion iodo dalam pereaksi Dragendroff (Ergina dkk., 2014). Hasil positif alkaloid pada uji Dragendroff juga ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning (jingga). Endapan tersebut adalah kalium alkaloid. Hasil yang didapatkan adalah perubahan warna menjadi merah jingga dan terdapat endapan yang menandakan bahwa sampel ini positif mengandung alkaloid. Endapan yang terbentuk disebabkan oleh pembentukan kompleks kalium-alkaloid karena alkaloid mengandung atom nitrogen yang membentuk ikatan kovalen dengan K+ yang merupakan ion logam (Nugrahani dkk., 2016). Uji alkaloid buah Alpinia monopleura positif mengandung alkaloid ketika ditambahkan dengan reagen Meyer karena terbentuk endapan berwarna putih dimana endapan yang terbentuk adalah kalium-alkaloid, karena senyawa alkaloid mengandung atom nitrogen yang memiliki pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam. Nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari reagen Meyer sehingga membentuk kompleks kalium-alkaloid yang hasilnya membentuk endapan berwarna putih (Nugrahani dkk., 2016).



c. Uji Saponin Saponin merupakan senyawa yang mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofob. Prinsip uji saponin menjadi reaksi hidrolisis senyawa saponin menjadi aglikon dan glikonnya yang ditandai dengan terbentuknya busa yang stabil. Saponin pada saat dikocok terbentuk buih karena adanya gugus hidrofil yang berikatan dengan air sedangkan hidrofob akan berikatan dengan udara. Keadaan ini yang membuat terbentuknya busa (Soamole dkk., 2018). Uji kandungan senyawa saponin dilakukan dengan cara ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi dan dikocok selama ±10 detik dan dibiarkan selama 10 menit. Setelah itu ditambahkan pereaksi HCl. Apabila terbentuknya busa yang stabil berarti positif terdapat saponin (Wahyuni dkk., 2019). Pada sampel ekstrak etanol buah Alpinia Monopeura hasil yang didapatkan adalah terbentuknya busa yang



26



stabil sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut positif mengandung saponin.



d. Uji Tanin Senyawa tanin dalah senyawa yang bersifat polar karena adanya gugus OH, oleh karena itu ketika sampel ditambahkan FeCl3 1% akan terjadi perubahan warna seperti biru tua atau hijau kehitaman yang menandakan adanya senyawa tanin (Sulistyarini, 2020). Identifikasi kimia dengan menggunakan FeCL3 digunakan untuk menetukan apakah sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol ditunjukan dengan warna hijau kehitaman atau biru tua setelah ditambahkan dengan FeCL3 karena tanin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe3+ sehingga apabila memberikan hasil positif dimungkinkan salah satunya adalah tanin, karena tanin merupakan senyawa polifenol (Ergina dkk., 2014). Hasil yang diperoleh menunjukan terjadinya perubahan warna ekstrak etanol buah Alpinia monopleura menjadi hijau kehitaman yang menandakan sampel positif mengandung tanin.



e. Uji steroid dan terpenoid Identifikasi senyawa steroid dilakukan dengan menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard yang mengandung asam sulfat dan asam asetat anhidrat. Hasil yang diperoleh menunjukkan terjadinya perubahan warna ekstrak etanol buah Alpinia monopleura terbentuknya warna coklat yang menandakan sampel positif mengandung terpenoid dan terbentuknya warna biru atau ungu sampel positif mengadung steroid. Hal ini berdasarkan reaksi Liebermann-Buchard yang menyatakan bila suatu steroid direaksikan dengan asam anhidrat dan asam sulfat pekat akan menghasilkan warna ungu atau biru (Indarto, 2015). Prinsip uji steroid adalah didasarkan pada kemampuan senyawa untuk membentuk warna dengan H2SO4 pekat dalam pelarut asam asetat anhidrat (Dewi dkk., 2013). Pada sampel ekstrak etanol buah Alpinia monopleura hasil yang didapatkan adalah terbentuknya reaksi perubahan warna coklat sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut negative mengandung steroid.



27



4.4 Uji Aktivitas Sitotoksik Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi antikanker payudara ekstrak etanol buah Alpinia monopleura pada lini sel MCF-7(Michigan Cancer Foundation-7). Salah satu pengujian antikanker yang dapat dilakukan yaitu dengan uji sitotoksisitas yang merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui potensi ketoksikan suatu senyawa (obat antikanker) terhadap sel kanker, yang dilakukan secara in vitro dengan menggunakan sel ekstrak etanol buah Alpinia monopleura Dari uji sitotoksisitas ini dapat diperoleh kadar yang menyebabkan penghambatan pertumbuhan sel sebesar 50% dari populasi sel atau IC50 (Inhibition Concentration 50%) yang merupakan parameter ketoksikan sehingga dapat diketahui kisaran kadar yang berefek toksik terhadap sel kanker (Dona dkk., 2016; Li dkk., 2015; Arel dkk., 2018). Metode uji sitotoksisitas yang digunakan yaitu metode mikrotetrazolium (MTT) metode ini telah dimanfatkan dalam banyak penelitian terkait kanker alasan penggunaan metode ini yaitu karena dapat mempermudah pengamatan dari uji sitotoksitas, cepat, sensitif, kuantitatif, dan terpercaya untuk mengukur viabilitas, proliferasi, aktivitas sel dan dapat diketahui kisaran kadar zat yang berefek toksik terhadap sel kanker (Wati ddk.,2016). Pengujian aktivitas sitotoksik ini menggunakan lini sel kanker payudara yang digunakan adalah sel MCF-7 (Michigan Cancer Foundation-7) yang berasal dari jaringan payudara seorang wanita yang berusia 69 tahun golongan darah O dengan Rh positif dan mengekspresikan reseptor esterogen. Lini sel ini memiliki karakteristik overekspresi Bcl-2 (B-Cell lymphoma 2) dan tidak mengekspresikan caspase 3 sehingga mampu menghindari apoptosis. Sel kanker MCF-7 berupa sel yang melekat dan dapat ditumbuhkan dalam media kultur seperti RPMI yang mengandung Fetal Bovine Serum (FBS) dan antibiotik golongan penisilin (Cancer Chemoprevention Research Center, 2008). Media kultur yang digunakan pada pengujian ini adalah media kultur cair Roswell Park Memorial Institute Medium (RPMI) komplit yang mengandung Fetal Bovine Serum (FBS) 10% dan 50 μL/50 mL antibiotik berupa streptomisin. Medium ini berisi nutrisi untuk sel agar dapat hidup dan memperbanyak diri.



28



Medium merupakan campuran nutrisi, serum, antibiotik, hormon, dan faktor tumbuh yang digunakan dalam kultur sel secara in vitro. FBS berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan lini sel karena berasal dari janin sapi maka proliferasi sel nya sangat cepat dibandingkan sel lain. Maka sel yang dikultur dengan penambahan FBS akan mengalami proliferasi sel yang cepat sehingga waktu inkubasi lebih singkat (Rosdianan dan Hadisaputri 2016). Preparasi sel MCF-7 meliputi proses dan memperbanyak sel hingga mencapai konfluen yang diinginkan kemudian dapat dilakukan panen sel. Sel yang inaktif diaktifkan dengan cara dikeluarkan dari freezer dan ditambhakan media komplet RPMI 1640, kemudian disentrifugasi dengan tujuan untuk memurnikan sel (memisahkan antara sel dan media kultur) dan dilakukan pergantian media kultur untuk mencapai pertumbuhan sel yang optimal serta mempertahankan kehidupan dari sel kultur yaitu dengan cara penambahan nutrient melalui pergantian media kultur. Selanjutnya sel diinkubasi dalam inkubator dengan kadar CO2 5% pada suhu 37oC. tujuan diinkubasi agar sel dapat mencapai konfluen 80% monolayer (satu lapisan sel) yaitu kondisi dimana sel telah tumbuh merata pada dinding dasar culture disk dan menandakan sel siap untuk dipanen. Poin utama dari panen sel adalah melepaskan ikatan antar sel dan ikatan sel dengan matrik dengan hati-hati agar tidak merusak sel. Trypsin-EDTA 0,25% digunakan untuk melepaskan sel tersebut. Sebelum penambahan trypsin, sel dibilas atau dicuci terlebih dahulu dengan PBS sebanyak 2 kali agar sel bersih dari sisa serum media kultur yang dapat menganggu kerja trypsin. Setelah sel terlepas sempurna dari culture disk sel diberi tambahan media komplit baru untuk menginaktifkan kerja trypsin tadi. Selanjutnya untuk mengetahui kepadatan sel dilakukan perhitungan sel menggunakan alat hemositometer dibawah pengamatan mikroskop inverted dengan tambahan reagen trypan blue. Reagen trypan blue ditambahkan agar



keberadaan sel dapat terlihat dengan jelas sehingga



memudahkan dalam perhitungannya. Pada penelitian ini jumlah sel MCF-7 yang dibutuhkan sebanyak 5x104 sel/sumuran. Sel dengan jumlah tersebut kemudian didistribusikan kedalam 96-well plate dan diinkubasi selama 24 jam agar sel beradaptasi kembali setelah tahapan panen sel dan menempel pada dasar sumuran



29



(Muti’ah Roihatul, 2014). Reagen atau larutan MTT yang digunakan pada pengujian ini yaitu (reagen 3-(4,5-dimetiltiazol-2-yl)-2,5-difeniltetrazolium bromide) berwarna kuning yang diujikan sampai terbentuk kristal formazan atau perubahan warna menjadi biru. Pengujian ini menggunakan larutan Dimetil Sulfoksida (DMSO) sebagai pelarut sampel karena dapat larut dengan baik dalam berbagai pelarut organik, yang bersifat polar maupun non polar sehingga dapat meningkatkan kelarutan sampel. Sebagian besar penelitian in vitro dan in vivo menggunakan DMSO sebagai pelarut obat yang digunakan, hal ini dikarenakan tidak terdapat efek apapun dari DMSO pada obat itu sendiri sehingga DMSO adalah pelarut yang sangat banyak digunakan dalam uji aktivitas antikanker secara in vitro. Konsentrasi DMSO sebagai pelarut dan kontrol negatif tidak boleh melebihi 10% karena DMSO dapat menembus dinding sel sehingga dapat menyebabkan pecahnya dinding sel (Andayani dkk.,2016). Untuk lini sel MCF-7 konsentrasi DMSO yang digunakan adalah 2% karena tidak bersifat sitotoksik terhadap sel (Nazir dan Iqbal, 2020). Pengujian pengujian sitotoksik menggunakan metode MTT terdapat beberapa kelompok perlakuan yaitu kelompok uji berupa ekstrak etanol buah Alpinia monopleura, cisplatin sebagai kontrol positif dan kontrol media serta kontrol sel. Tahapan pertama diawali dengan persiapan kelompok uji berupa ekstrak etanol buah Alpinia monopleura yang diberi tambahan DMSO (Dimetil sulfosida) 2% untuk meningkatkan kelarutannya. Selain itu DMSO dengan kadar di bawah 3% tidak berpengaruh pada cell viability MCF-7 sehingga tidak menganggu hasil pengamatan dalam pengujian sitotoksik yang dilakukan (Purwaningsih 2014). Kelompok uji divariasikan menjadi tujuh seri konsentrasi yaitu 25, 50, 100, 200, 300, 400, 500 ppm dengan pengenceran menggunakan media kultur. Sampel masing-masing variasi konsentrasi tersebut kemudian dilakukan perlakuan pengujian sesuai degan prosedur kerja. Pegukuran absorbansi sampel uji dilakukan replikasi sebanyak tiga kali dengan tujuan untuk melihat hasil pengukuran yang didapatkan tidak memberikan perbedaan yang bermakna walaupun dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali (Andayani dkk., 2016; Nazir dan Iqbal, 2020). Larutan sampel yang telah dibuat sesuai dengan prosedur kerja



30



hingga diperoleh nilai absorbansinya. Hasil absorbansi dan %viabilitas sel sampel buah Alpinia monopleura terdapat pada Tabel 4.3.



Tabel 4.3. Data hasil Absorbansi dan %Viabilitas sel Sampel Buah Alpinia monopleura Konsentrasi 25 50 100 200 300 400 500 (PPM) Rata-rata 0,699 0,463 0,507 0,371 0,229 0,086 0,082 Absorbansi Rata-rata 78,524 48,784 54,09 36,73 18,75 0,46 0,00 % Viabilitas Sel



Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel tersebut kemudian dihitung nilai IC50 ekstrak etanol buah Alpinia monopleura dengan menggunakan aplikasi GraphPad. Adapun kurva hasil uji berdasarkan hubungan nilai log konsentrasi (ppm) dan %viabilitas sel terdapat pada Gambar 4.1.



% Viabilitas



150



100



IC50 = 131.7



50



0 1.5



2.0



2.5



3.0



Log Konsentrasi (ppm)



Gambar 4.1. Kurva log konsentrasi (ppm) dan %viabilitas sel ekstrak



Menurut Gusungi dkk (2020), aktivitas sitotoksik suatu ekstrak terhadap sel kanker dikategorikan menjadi empat, yaitu sangat aktif jika IC50 < 10 μg/mL, aktif jika nilai IC50 10-100 μg/mL, kategori cukup aktif jika nilai IC50 100-500 μg/mL, dan kurang aktif jika nilai IC50 >500 μg/mL. Nilai IC50 ekstrak etanol buah Alpinia monopleura diperoleh sebesar 131,7 μg/mL, dengan kata lain pada konsentrasi tersebut sampel uji (ekstrak buah Alpinia Monopleura) dapat menghambat pertumbuhan sel MCF-7 sebesar 50% dan memiliki aktivitas sitotoksik dalam kategori cukup aktif (moderate) dengan range IC50 (100-500



31



μg/mL) dan masih dapat dikembangkan sebagai agen antikanker (Safitri dkk.,2020). Kontrol positif yang digunakan pada pengujian sitotoksik ini adalah cisplatin cisplatin digunakan karena merupakan obat kemoterapi golongan platina yang sering digunakan dalam pengujian kanker payudara (Widowati dan Mudahar,2009). kemoterapi cisplatin merupakan lini pertama dalam pengobatan kanker karena penggunaannya secara luas. Pada terapi kemoterapi luminal A terapi yang lebih disarankan adalah kombinasi terapi hormone dan kemoterapi cisplatin untuk memaksimalkan hasil terapi.Cisplatin bekerja dengan menginduksi apoptosis dengan membentuk ikatan silang antara sel kanker sehingga cisplatin memberikan sinyal agar apoptosis terjadi (Shoffi, 2013). Kontrol positif cisplatin dibuat dengan 7 konsentrasi yaitu 1,5625 ; 3,125 ; 6,275 ; 12.5 ; 50 ; 100 dan 200 ppm. Selain itu dibuat pula kontrol media dan kontrol sel sebagai pembanding suatu sampel uji dan kontrol positif kemudian hitung absorbansinya dan %viabilitas sel. Hasil absorbansi dan % viabilitas sel kontrol media dan kontrol sel terdapat pada Tabel 4.4. dan kontrol positif cisplatin terdapat pada Tabel 4.5.



Tabel 4.4. Data Hasil Absrobansi Kontrol media dan Kontrol sel Kontrol Media Kontrol Sel Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Absorbansi %Viabilitas sel Absorbansi %Viabilitas sel 0,082 0,00 0,868 100,00



Berdasarkan data yang diperoleh diatas dapat dilihat bahwa pada kontrol media rata-rata presentase sel hidup (viabilitas) sebesar 0,00 % sedangkan pada kontrol sel sebesar 100 %. Perbedaan ini dikarenakan pada kontrol media, sumuran hanya berisi media RMPI saja tanpa diberikan sel MCF-7, sedangkan pada kontrol sel sumuran hanya berisi media kultur RPMI dan sel saja tanpa tambahan suatu zat aktif yang dapat menghambat pertumbuhan sel MCF-7 sehingga pertumbuhan sel mencapai 100%.



32



Tabel 4.5. Data Hasil Absorbansi dan Kontrol Positif Cisplatin Konsentrasi 1,562 3,125 6,275 12,5 25 (ppm) Rata-rata Absorbansi Rata-rata %Viabilitas sel



1,673



1,151



202, 557 136, 239



50



100



200



0,705



0,667



0,555



0,280



0,292



0,266



79, 255



74,461



60,302



25,224



26,667



23,431



Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel tersebut kemudian dihitung nilai IC50 kontrol positif cisplatin dengan menggunakan aplikasi GraphPad. Adapun kurva hasil uji berdasarkan hubungan nilai log konstrasi (ppm) dan %viabilitas sel terdapat pada Gambar 4.2.



% Viabilitas



150



IC50 = 5.174



100 50 0 0.5 -50



1.0



1.5



2.0



2.5



Log Konsentrasi (ppm)



Gambar 4.2. Kurva log konsentrasi (ppm) dan %Viabilitas sel kontrol positif cisplatin



Nilai IC50 kontrol positif yang diperoleh yaitu sebesar 5,174 μg/mL. Dengan kata lain pada konsentrasi 5,174 μg/mL cisplatin dapat menghambat proliferasi setengah (50%) dari populasi sel kanker (sel MCF-7). Berbeda dengan hasil yang ditunjukan oleh sampel uji (ekstrak buah Alpinia monopleura) yang memberikan hambatan 50 % populasi sel MCF-7 pada konsentrasi 138,8 μg/mL. Dari hasil yang didapatkan diatas kontrol positif cisplatin menunjukan aktivitas sitotoksik dalam kategori sangat aktif dalam menghambat pertumbuhan sel kanker (sel MCF-7) (dikatan sangat akitf jika IC50 < 10 μg/mL). Hal ini sesuai dengan hasil pada penelitian Eka maya Cristiandari., (2018) yang mengatakan bahwa kontrol positif cisplatin menunjukan nilai IC50 sangat aktif yaitu 49,55 μg/mL karena



33



tingkat keberhasilan terapi kanker dengan cisplatin sebanding dengan tingginya dosis yang diberikan. Aktivitas sitotoksik yang ditunjukan oleh ekstrak buah Alpinia monopleura tidak terlepas dari kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung didalamnya yaitu salah satunya terpenoid. Terpenoid merupakan kelas metabolit sekunder yang tersusun oleh unit isopren yang berkarbon 5 (-C5) yang di sintesis dari asetat melalui jalur asam mevalonik, Terpenoid dinyatakan memiliki berbagai aktifitas farmakologi (Hartati dkk., 2016). Terpenoid yang terkandung di dalam Buah Alpinia monopleura termasuk ke dalam senyawa fenilpropanoid. Golongan senyawa fenilpropanoid sering di pergunakan sebagai bahan dasar obat modern, contoh senyawa fenilpropanoid adalah Acetoxy chavicol acetat (ACA) merupakan senyawa yang memiliki berbagai efek fisiologis, sebagai anti kanker dan antioksidan. Senyawa ACA menghambat sel promosi sel tumor dan pembentukan adenokarsinoma. Penghambatan yang terjadi di duga karena meningkatan apoptosis dan menurunan aktivitas proliferasi sel. Acetoxy chavicol acetat (ACA) dapat meningkatkan apoptosis melalui aktivasi caspase-3. Selain itu itu, ACA juga mempunyai efek menghambat NFƙB (nuclear factor kappa B). Hal ini dapat dijelaskan bahwa sebagian besar dari mediator utama pertumbuhan tumor adalah inflamasi kronik dan NFƙB (nuclear factor kappa B) merupakan salah satu faktor transkripsi inflamasi utama yang berperan dalam pengaturan dari beberapa perkembangan sel tumor. NFƙB juga ditemukan pada jaringan tumor dan merupakan target molekul dari beberapa tanaman obat yang memiliki efek anti kanker Alpinia monopleura dengan kandungan ACA memiliki peran menghambat NFƙB melalui jalur penghambatan regulator protein siklus sel yaitu Siklin D1 yang berakibat terjadinya hambatan transisi siklus sel dari fase G1 ke S, dengan demikian aktivitas proliferasi sel akan menurun dan sel tumor tidak tumbuh (Winarko dkk., 2014; Awang dkk., 2010; Liangan dkk., 2015). Oleh karena itu, tumbuhan dari buah Alpinia monopleura ini dapat dikembangkan sebagai kandidat obat antikanker dilihat dari nilai IC50 yang di dapat pada sampel serta kandungan metabolit sekunder di dalam sampel



34



BAB V. KESMIPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1.



Ekstrak etanol buah Alpinia monopleura mengandung senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan terpenoid.



2.



Ekstrak etanol buah Alpinia monopleura memiliki aktivitas sitotoksik pada lini sel kanker payudara MCF-7 dengan nilai IC50 sebesar 131,7 ppm yang termasuk dalam kategori cukup aktif (Moderate sitotoksik)



5.2 Saran 1.



Peneliti selanjutnya dapat melakukan isolasi senyawa metabolit sekunder dari buah (Alpinia monopleur) serta menentukan aktivitas senyawa dan kadar senyawa tersebut sebagai antikanker.



2.



peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan uji aktivitas sitotoksik dari buah (Alpinia monopleura) menggunakan lini sel kanker lain.



35



DAFTAR PUSTAKA Amelia R, Sudarso, dan Dwi H, 2010, Aktivitas Antibakteri Gel Ekstraksi (Alpinia galangal) Terhadap Pseudomonas aeruginosa Dan Bacillus subtilis , Pharmacy, 7(3) Anas Y, Imam, Y, dan Suharjono, 2015, Potensi fraksi n-Heksan Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas (Alpinia galangal(L.) Swartz.) Dalam Meningkatkan Kualitas Sperma Dan Spermatogenesis, Azwanida NN, 2015, A Review on the Extraction Methods Use in Medicinal Plants, Asri A, Dan Winarko S. 2016. Antiproliferative Activity By Ethanolic Extract Of Red Alpinia Galanga (L.) Willd In Inoculated Breast Carcinoma Cells Of C3H Mice. Journal Of Advances In Medical And Pharmaceutical Sciences, 5 (4), 1- 9. Adjeng, A. N. T., Hairah, S., Herman, S., Ruslin, R., Fitrawan, L. O. M., Sartinah, A., Ali, N. F. M., Sabarudin, S., 2020, Skrining Fitokimia dan Evaluasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol 96% Kulit Buah Salak Pondoh (Salacca zalacca (Gaertn.) Voss.) Sebagai Antioksidan, Pharmauho: Jurnal Farmasi, Sains, Dan Kesehatan, 5(2), 3-6. https://doi.org/10.33772. Alfaridz F., 2018, Review Jurnal : Klasifikasi Dan Aktivitas Farmakologi Dari Senyawa Aktif Flavonoid, Jurnal Farmaka, ISSN 2716-3075, https://doi.org/10.24198/jf.v16i3.17283 Budiman A, Khambri D, Bachtiar H. 2013. Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Berobat Pasien Yang Diterapi Dengan Tamoxifen Setelah Operasi Kanker Payudara. Kesehatan Andalas. 2(1), 20-1. CCRC. 2009. Prosedur Tetap Uji Sitotoksik Metode MTT, Yogyakarta: Farkultas Farmasi UGM. Tersedia secara online dalam https://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?pageid=240 diakses pada 12 Desember 2020. Chapdelaine JM. 2001. MTT Reduction- A Tetra-Zolium- Based Colorimetric Assay For Cell Survival And Proliferation, Aplication Note 5, Maxlinetm. Cahyawati, P. N., 2018, Imunoterapi pada Kanker Payudara, Wicaksana, Jurnal Lingkungan & Pembangunan, 2(1). Comşa Ş, Cîmpean AM, Raica M, 2015, The story of MCF-7 breast cancer cell line: 40 Years of experience in research, Anticancer Research., 35(6) Chauhan Vimal Singh, Swapna M, And A.S., 2014. Phytochemical Investigation And Cytotoxic Activity Of Methanolic Extract Of Alpinia Galanga, Department Of Pharmacology , Vidhya Bharathi College Of Pharmacy, India, International Journal Of Applied Biology And Pharmaceutical



36



Technology, 5(3), 186-189. Dewi DADY., Astuti KW., Warditiani NK., 2013, Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.), Jurnal OJS Unud. Dai X, Cheng H, Bai Z, Li J, 2017, Breast cancer cell line classification and Its relevance with breast tumor subtyping, Journal of Cancer., 8(16) Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey, L. M., 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition, McGraw-Hill Companies, New York Dewi, G. A. T., Hendrati, L. Y. 2015. Analisis risiko kanker payudara berdasar riwayat pemakaian kontrasepsi hormonal dan usia. Jurnal Berkala Epidemiologi, 3(1), 12-23 Dona R, Nanik S dan Laela H. N, 2016, Uji Sitotoksisitas Dan Antiproliferatif Ekstrak Etanol Daun Leunca (solanum nigrum, L.) Terhadap Sel Raji , Pharmaciana, 6(2) Dewatisari WF, 2020, Perbandingan Pelarut Kloroform Dan Etanol TerhadapRendemen Ekstrak Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata. Prain) Menggunakan Metode Maserasi, Prosiding Seminar Nasional Biologi., 6(1), pp. 127-132. Ergina, Siti N., Dan Indarini D.P., 2014, Uji Kualitatif Senyawa Metabolit Sekunder Pada Daun Palado (Agave Angustifolia) Yang Diekstraksi Dengan Pelarut Air Dan Etanol, Jurnal Akademika Kimia, Vol.3(3), Hal: 165-169 Eka , M, C., 2018, Uji Efek Ekstrak Dan Fraksinasi Daun Salung (Psychotria viridiflora Reinw. Ex. Blume) Pada Sel Kanker Payudara T47D , JPP ( Jurnal Kesehatan Palembang ) Vol.13(1) 9–20. Florea, A. M., & Büsselberg, D., 2011, Cisplatin as an anti-tumor drug: Cellular mechanisms of activity, drug resistance and induced side effects, Cancers, 3(1), 1351–1371. https://doi.org/10.3390/cancers3011351 Frishtiohady, A.L, 2019, Farmakoterapi Penyakit Kanker, Wahana Resolusi: Yogyakarta Fristiohady A, Lidya A.H, 2020, Review Jurnal: Potensi Spons Laut Sebagai Anti Kanker Payudara, Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia, Vol.6(1). Geizi S, Nazim S, 2019, Current Perspectives In The Application Of Medicinal Plants Against Cancer: Novel Therapeutic Agents, Anti Camcer Agents In Medicina Globocan, 2020., Estimated cancer incidence, mortality and prevalence worldwide in 2020. International Agency for Research on Cancer World Health Organization, http://gco.iarc.fr/ ,Diakses November 2020. Gusungi, D. E., Maarisit, W., Hariyadi, H., & Potalangi, N. O., 2020, Studi Aktivitas Antioksidan Dan Antikanker Payudara (MCF-7) Ekstrak Etanol



37



Daun Benalu Langsat Dendrophthoe pentandra, Biofarmasetikal Tropis, 3(1), 166- 174 Harborner, J. B., 2006, Metode Fitokimia, Penerbit ITB : Bandung,Chemistry., Vol.19(1). Hernani, Marwati, T., & Winarti, C. 2007. Pemilihan Pelarut Pada Pemurnian Ekstrak Lengkuas (Alpinia Galanga) Secara Ekstraksi. Jurnal Pascapanen, 4(1), 1-8. Hasriyani. 2016. 5α,8α-Epidioxy-24α-Ethylcholest-6-en-3β-ol serta Aktivitasnya Sebagai Antioksidan. Skripsi. Program Studi Farmasi Universitas Halu Oleo, Kendari. Hermanda R, Widayat W, Rijai L, 2016, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Akar Tumbuhan Merung (Coptosapelta tomentosa) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences., 4, 322-329. Haryono, S. J., Anwar, S. L., & Salim, A., 2018, Dasar-Dasar Biologi Molekuler Kanker bagi Praktis Klinis, UGM PRESS. Yogyakarta. Helilusiatiningsih N, Yunianta, Harijono, Simon B.W, dan Hidayat S, 2019, Aktivitas Sitotoksik Fraksi Heksana Terung Pokak (Solanum torvum) Terhadap Sel Kanker T47D , Jurnal Kedokteran Brawijawa, 30(4) Hidayati W.N. 2019. Pengaruh Variabilitas Kandungan Metabolit Lengkuas (Alpinia Galanga) Dari Jawa Tengah Dan Yogyakarta Terhadap Pertumbuhan Sel Kanker Payudara T47D Secara In Vitro, Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Hasnaeni H, Wisdawati W, 2019, Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Rendemen Dan Kadar Fenolik Ekstrak Tanaman Kayu Beta-Beta (Lunasia amara Blanco),Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy)(e-Journal)., 5(2), 175-182 Harahap, Siti N., Nurbaity S., 2021, Skrining Fitokimia Dari Senyawa Metabolit Sekunder Buah Jambu Biji Merah (Psidium Guajava L.), Jurnal Pendidikan, Matematika dan Sains, 5(2). Indarto., 2015, Uji Kualitatif dan Kuantitatif Golongan Senyawa Organik dari Kulit dan Kayu Batang Tumbuhan Artocarpus dadah Miq., Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-Biruni, 4(1), 75-84. Kinho J, 2011, Karakteristik Morfologi Zingiberaceae Di Cagar Alam Gunung Ambang Sulawesi Utara, Info Bpk Manado, 1(1) Loganathan J, Jiang J, Smith A, Jedinak A, Thyagarajan-Sahu A, Sandusky GE, Nakshatri H, Sliva D, 2014, The Mushroom Ganoderma Lucidum Suppressses Breast-to-lung Cancer Metastasis Through The Inhibition Of Pro-Invasive Genes, International Journal Of Oncology., 45(6). Liangan R, Carla K, dan Meilany D, 2015, Pengaruh Pemberian Ekstrak



38



Lengkuas (Alpinia galangga) Terhadap Gambaran Histologik Payudara Mencit ( Mus musculus) Yang Diinduksi Benzo(a)pyrene, Jurnal eBiomedik, 3(1) Li W, Zhou J, Xu Y, 2015, Study Of The In Vitro Cytotoxicity Testing Of Medical Devices, Biomedical reports., 3(5), 617-620. Lallo, S., Lewerissa, A. C., Rafi’i, A., Usmar, U., Ismail, I., & Tayeb, R. 2019. Pengaruh Ketinggian Tempat Tumbuh Terhadap Aktivitas Antioksidan Dan Sitotoksik Ekstrak Rimpang Lengkuas (Alpinia Galanga L.). Majalah Farmasi Dan Farmakologi, 23(3), 118-123. https://doi.org/10.20956/mff.v23i3.9406 Munte L, Runtuwene MR, Citraningtyas G, 2015, Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Daun Prasman (Eupatorium triplinerve vahl.), Pharmacon, 4(3), 41-5 Minarno EB, 2015, Skrining Fitokimia dan Kandungan Total Flavanoid Pada Buah Carica pubescens Lenne & K. Koch di Kawasan Bromo, Cangar, Dan Dataran Tinggi Dieng, El-Hayah Jurnal Biologi., 5(2), 73-82. Mulia K., Akhmad Endang Zainal Hasan, Suryani., 2016, (Total Fenolik, Aktivitas Antikanker Dan Antioksidan Ekstrak Etanol Cabe Jawa (Piper Retrofractum Vahl) Dari Pamekasan Dan Karang Asem), Jurnal Current Biochemistry, 03(2) Manse Yoshiaki, Kiyofumi Ninomiya, Ryosuke Nishi, Yori Kamei, Yushi Katsuyama, Takahito Imagawa, Saowanee Chaipech, Osamu Muraoka Dan Toshio Morikawa., 2017, Melanogenesis Inhibitory Activity Of A 7- O-90- Linked Neolignan From Alpinia Galanga Fruit, Jurnal Bioorganic & Medicinal Chemistry, 24. Mutia R, arief S, dan Prasasti S.M, 2018, Uji sitotoksik Kombinasi Cisplatin Dengan Ekstrak Etanol Benalu Alpukat (Dendrophthoe pentrandra (L) Miq) Pada Sel Hela, Majalah Kesehatan, 5(3) Mahdi A. N., Suhartini dan Muchlis A.U.S, 2019, Perspektif Perawat Tentang Ekspresi Pasien Kanker Payudara Selama Menjalani Kemoterapi, Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah, 2(2) Meigaria KM, I Wayan M., Ni Wayan M., 2016, Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Aseton Daun Kelor (Moringa oleifera), Jurnal Wahana Matematika dan Sains, 10(2). Nurhasnawati H, Sukarni, Handayani F. 2017. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jambu Bol (Syzygium malaccense L.). Jurnal Ilmiah Manuntung, 3(1), 91-95. Nafis, N.D.R dan Ferry Ferdiansyah Sofian, 2018, Review Jurnal: Aktivitas Anti



39



Kanker Payudara Beberapa Tanaman Herbal, Farmaka, 16(20). Nugraha FS, Shidiq MJ, Rahayu S, 2019, Analisis Algoritma Klasifikasi Neural Network Untuk Diagnosis Penyakit Kanker Payudara, Jurnal Pilar Nusa Mandiri., 15(2), 149–156. https://doi.org/10.33480/pilar.v15i2.601 Ningsih AW, Nurrosyidah IH, 2020, Pengaruh Perbedaan Metode Ekstraksi Rimpang Kunyit (Curcuma domestica) Terhadap Rendemen Dan Skrining Fitokimia, Journal of Pharmaceutical Care Anwar Medika (JPhAM)., 2(2), 49-57. Oirere, E. K., Anusooriya, P., Raj, C. A., Gopalakrishnan, V. K. 2015. Phytochemical Analysis Of N-Hexane Leaf Extract Of Alpinia Purpurata (Vieill.) K. Schum Using Uv-Vis, Ftir And Gc-Ms. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 7, 387-389 Putra AAB, Bogoriani NW, Diantariani NP, Utari L, 2014, Ekstraksi Zat Warna Alam Dari Bonggol Tanaman Pisang (Musa paradiasciaca L.) Dengan Metode Maserasi, Refluks, Dan Sokletasi, Jurnal Kimia., 8(1) Purwaningsih E., Widyanti E., dan Suciati Y., 2014, Cytotoxicity Assay of Typhonium flagelliforme Lodd Against Breast Cancer and Cervical Cancer Cells, 33(2), 75-82. Pramushinta, I. A. K., & Ajiningrum, P. S. (2017). Uji Aktivitas Sel Kanker dengan menggunakan senyawa Flavonoid dari Lengkuas (Alpinia Galanga). Jurnal Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Unipa, 10(02), 88-92. https://doi.org/10.36456/stigma.vol10.no2.a1036 Rosyidah, K. 2009. Dua Senyawa Terpenoid Alkohol Dari Rimpang Lengkuas Merah. Sains Dan Terapan Kimia. 2(1), 42-47. Rialita, Tita., Rahayu, Winiati Pudji., Nuraida, Lilis; Nurtama, B. 2015. Aktivitas Antimikroba Minyak Esensial Jahe Merah Schum ) Terhadap Bakteri Patogen Dan Perusak Pangan, Agritech, 35(1), 43-52. Rumagit HM., Max RJR., Sri S., 2015, Uji Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antioksidan Dari Ekstrak Etanol Spons Lamellodysidea herbacea, PHARMACON: Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT, 4(3), ISSN 2302 2493. Rohmah, M. K., Djelang, Z. F., Wahyu, K., Khurin, I. W. 2018. Uji Aktivitas Fibrinolisis Ekstrak Alkaloid Total Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata (Vielli) K.Schum) Secara In Vitro. Journal Of Pharmaceutical Care Anwar Medika, 1(1), 16-24. Sinaga E, Suprihatin, dan Ida W, 2011, Perbandingan Daya Sitotoksik Ekstrak Rimpang 3 Jenis Tumbuhan Zingiberaceae Terhadap Sel Kanker MCF7, Jurnal Farmasi Indonesia, 5(3) Samarghandian S., Mousa-Al-Reza H., Jalil T.A. And Mohadeseh H. 2014.



40



Antiproliferative Activity And Induction Of Apoptotic By Ethanolic Extract Of Alpinia Galanga Rhizhome In Human Breast Carcinoma Cell Line, BMC Complementary And Alternative Medicine, 14(1), 192. Susanty & Fairus, B., 2016, Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Refluks terhadap Kadar Fenolik dari Ekstrak Tongkol Jagung (Zea mays L.), Konversi, Vol. 5(2) 87–93. Smith SE, Mellor P, Ward AK, Kendall S, McDonald M, Vizeacoumar FS, Vizeacoumar FJ, Napper S, Anderson DH, 2017, Molecular characterization of breast cancer cell lines through multiple omic approaches, Breast Cancer Research., 19(1) Sun, Y. S., Zhao, Z., Yang, Z. N., Xu, F., Lu, H. J., Zhu, Z. Y., Shi, W., Jiang, J., Yao, P. P., Zhu, H. P., 2017, Risk factors and preventions of breast cancer, International Journal of Biological Sciences, 13(11) Safitri R.A., Opstaria S., dan Titik S., 2020, Uji Aktivitas Sitotoksik, Ekspresi p53 dan Bcl-2 dari Ekstrak Fraksi Herba Kelakai (Stenochleana palustris (Burm.F.) Bedd.) Terhadap Sel Kanker Payudara T47D, Jurnal Biotek Medisina Indonesia, Vol.9(2) Sulistyarini I., Diah AS., Tony AW., 2020, Skrining Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder Batang Buah Naga (Hylocereus Polyrhizus), Jurnal Ilmiah Cendekia Eksakta Tanto, C., Liwang, L., Hanifati, S., & Pradipta, E. A., 2014, Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid I, Penerbit Media Aesculapius, Jakarta Untoro, M., Fachriyah, E., & Kusrini, D. 2016. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid Dari Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata). Jurnal Kimia Sains Dan Aplikasi, 19(2), 58-62. Winarko, S., Yanwirasti, Asri, A., & Agus, S. 2014. Penurunan aktivitas proliferasi sel adenokarsinoma mamma mencit C3H akibat pemberian ekstrak etanol lengkuas (Alpinia galanga). Majalah Patologi, 23(2), 1-6 Wahyuni D.K, Wiwied E, Joko R.W, dan Hery P, 2016, Toga Indonesia, Airlangga University press: Surbaya Wahyuni, W., Malik, F., Fristiohady, A., Leorita, M., Yusuf, M. I., Febriansyah, H., & Sahidin, S. 2019. Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Spons Xestospongia Sp. Terhadap Aktivitas Fagositosis Makrofag Pada Mencit Jantan Galur Balb/C. Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia, 5(01), 1530. https://doi.org/10.35311/jmpi.v5i01.38 Widyanto R.M, Johanna A.P, Yosfi R, Wahyu D.P, dan Budi U, 2020, Aktivitas Antioksidan Dan Sitotoksisitas In Vitro Ekstrak Metanol Buah Nanas (Ananas comosus) Pada Sel Kanker Payudara T-47D, Jurnal Pangan dan Agroindustri, 8(2) Yersal, O., & Barutca, S., 2014, Biological subtypes of breast cancer:



41



Prognostic and therapeutic implications, World journal of clinical oncology, 5(3), 412.



42



LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Izin Penelitian Laboratorium Farmasi



43



Lampiran 2. Skema Alur Penelitian Simplisia Buah Alpinia monopleura - Diekstraksi Ekstrak etanol Buah Alpinia monopleura



Identifikasi Kandungan Kimia



Uji Sitotoksik Dengan Metode MTT Penyiapan Media Kultur Penyiapan sel Penyiapan Larutan Uji (Ekstrak) Perhitungan Sel Kanker Penyiapan Larutan Kontrol Positif Cisplatin



Perlakuan Sel Pada Plate



Perhitungan Persentase Sel Hidup



Analisis data



44



a. Skema Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Wundu Watu (Alpinia monopleura) Alpinia monopleura - Ditimbang serbuk buah Wundu watu Alpinia monopleura sebanyak 200 gram - Di masukkan ke dalam bejana maserasi. - Ditambahkan etanol 96% sebanyak 2 liter, tutup rapat. Biarkan selama 24 jam. - Setelah 24 jam, saring menggunakan corong Buchner. - Difiltrat ditampung dan kemudian residu dimaserasi kembali. - Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. - Filtrat yang sudah terkumpul, selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan rotavapor. - Ditimbang berat ekstrak buah Alpinia monopleura yang didapat. Ekstrak Etanol Alpinia monopleura



b. Identifikasi Kandungan Kimia 1. Senyawa Flavonoid 1 mL Ekstrak Etanol Buah Alpinia monopelura - Ditambahkan beberapa HCI pekat - Ditambahkan 0,2 mg serbuk mg (+) Perubahan warna merah tua



45



2. Senyawa Alkaloid 1 ml Ekstrak Buah Alpinia monopleura -Ditambahkan dragendorf



2



tetes



pereaksi



(+) Perubahan adanya endapan menggumpal warna coklat 3. Senyawa Saponin 1 mL Ekstrak Buah Alpinia monopleura - Dipanaskan - Dikocok selama ± 10 menit dan dibiarkan selama 10 menit - Ditambahkan 1 tetes HCl 2 N (+) Terbentuknya busa yang stabil 4. Senyawa Tanin 1 mL Ekstrak Buah Alpinia monopleura - Ditambahkan 1 mL FeCl3 1% (+) Terbentuknya Hijau kehitaman



46



5. Senyawa Steroid dan Terpenoid 1 mL Ekstrak Buah Alpinia monopleura - Ditambahkan 2 mL Kloroform - Ditambahkan dengan 1 tetes pereaksi Lieberman – Burchard (-) Steroid (+) Terpenoid



Terbentuknya warna coklat Terbentuknya merah kecoklatan



c. Pengujian Sitotoksik dengan Metode Mikrotetrazolium (MTT) 1. Persiapan media kultur Media RPMI - Disiapkan media padat-bubuk RPMI yang akan digunakan. - Disiapkan 950 mL aquabides steril dalam beker glass 1 liter di dalam LAF. - Media bubuk dituangkan ke dalam aquabides steril ke dalam gelas beker, aduk sampai rata. - Dibilas bagian dalam pembungkus media bubuk dengan aquabides, tuang cairannya ke dalam gelas beker diatas. - Ditambahkan 2,2 g NaHCO3 untuk setiap liter media yang dibuat, aduk sampai rata. - Ditambahkan aquabides steril hingga volume 1 liter. - Diaduk dengan magnetic stirrer semua media padat dan NaHCO3 dapat larut. - Dilakukan adjusting pH (seharga 0,2-0,3 dibawah pH 7,0-7,4) dengan ditambahkan NaOH dan HCl 1 N ke dalam larutan. - Dilakukan filtrasi media dengan filter 0,2 mikron, tampung ke dalam botol merk Duran 500 mL. - Diberi penandaan dan simpan media di kulkas dengan suhu 4oC.



Media Kultur RPMI



47



2. Persiapan larutan stok dan larutan uji Ekstrak kental Alpinia monopleura -



Ditimbang sebanyak 500 mg Dilarutkan 100 µL DMSO Diaduk hingga larut Ditambahkan media RPMI hingga mencapai volume 100 mL



Larutan stok 5.000 ppm a) Larutan uji 25 ppm Larutan stok - Diambil sebanyak 0,05 mL - Dicukupkan konsetrasinya dengan media RPMI hingga mencapai 10 mL Larutan uji 25 ppm b) Larutan uji 50 ppm Larutan stok - Diambil sebanyak 0,1 mL - Dicukupkan konsetrasinya dengan media RPMI hingga mencapai 10 mL Larutan uji 50 ppm c) Larutan uji 100 ppm Larutan stok - Diambil sebanyak 0,2 mL - Dicukupkan konsetrasinya dengan media RPMI hingga mencapai 10 mL Larutan uji 100 ppm



48



d) Larutan uji 200 ppm Larutan stok - Diambil sebanyak 0,4 mL - Dicukupkan konsetrasinya dengan media RPMI hingga mencapai 10 mL Larutan uji 200 ppm e) Larutan uji 300 ppm Larutan stok - Diambil sebanyak 0,6 mL - Dicukupkan konsetrasinya dengan media RPMI hingga mencapai 10 mL Larutan uji 300 ppm f) Larutan uji 400 ppm Larutan stok - Diambil sebanyak 0,8 mL - Dicukupkan konsetrasinya dengan media RPMI hingga mencapai 10 mL Larutan uji 400 ppm g) Larutan uji 500 ppm Larutanstok - Diambilsebanyak 1 mL - Dicukupkan konsetrasinya dengan media RPMI hingga mencapai 10 mL Larutan uji 500 ppm



49



3. Uji sitotoksisitas a. Preparasi sel dan Panen sel Sel kanker payudara MCF-7 -



Sel diambil dari incubator CO2, amati kondisi sel. Panen sel dilakukan setelah sel 80% konfluen. Media dibuang dengan menggunakan mikropipet 1000 µL. Sel dicuci dengan PBS 1x (volume PBS adalah ± volume media awal) Ditambahkan Tripsin-EDTA 1x (tripsin 0,25%) secara merata dan diinkubasi dalam incubator selama 3 menit. Ditambahkan media ± 5 mL untuk penginaktifan tripsin, resuspensi sel dengan pipet sampai sel terlepas satu-satu (tidak bergerombol). Keadaan sel diamati di mikroskop. Diresuspensikan kembali jika masih ada sel yang bergerombol. Sel yang telah di transfer satu-satu ke dalam conical tube steril baru yang telah berisi 10 mL media RPMI Disentrifugasi (3 menit, 1000 rpm) untuk memisahkan sel kanker (pelet) dengan media RPMI (supernatant) Dimasukan pellet yang terbentuk ke dalam culture dish yang telah berisi 10 mL media RPMI baru Diinkubasi selama 3-4 jam pada suhu37oC/ 5% CO2



Sel hasil panen b. Perhitungan sel Sel hasil panen - Diambil 10 µl panenan sel - Dipipetkan ke hemacytometer. - Sel dihitung dibawah mikroskop (Inverted atau mikroskop cahaya) dengan counter. Viabilitas : 5x104sel/sumuran



50



c. Peletakan sel pada plat Sel viabilitas 5x104sel/sumuran - Ditransfer sel kedalam sumuran masing-masung 100 µL - Disisakan 3 sumuran kosong untuk control media - Diamati keadaan sel di mikroskop inverted untuk melihat distribusi sel dan di dokumentasikan - Diinkubasi sel dalam incubator selama 4 jam agar sel attach kembali setelah panen Sel pada 96-well plate d. Perberian larutan sampel pada plat Sel - Diambil dari incubator - Dibuang media sel dengan cara dibalikkan plate 180o diatas tempat buangan dan ditekan secara perlahan diatas tisu untuk meniriskan sisa cairan - Dimasukkan 100 µL PBS kedalam semua sumuran yang terisi sel dan dibuang kembali - Dimasukkan larutan sampel sebanyak 100 µL dengan konsetrasi 25, 50, 100, 200, 300, 400, 500 ppm - Dimasukkan seri konsentrasi sampel kedalam sumuran (triplo) - Diinkubasi selama 24 jam Sampel pada plate



51



e. Pemberian larutan MTT Reagen MTT untuk perlakuan (0,5 mg/mL) - Diambil 1 mL stok MTT dalam PBS (5 mg/mL) - Diencerkan dengan media RPMI ad 10 mL (untuk 1 buah 96-well plate) - Dibuang media sel dengan cara dibalik plate dan dicuci dengan PBS - Ditambahkan larutan MTT (reagen 3-(4,5 dimetiltiazol2-yl)-2,5-difeniltetrazolium bromide) berwarna kuning 100 µL kesetiap sumuran - Diinkubasi selama 2-4 jam didalam incubator pada suhu 37oC/5% CO2,sampai terbentuk kristal formazan atau perubahan warna menja dibiru) - Diamati kondisi sel apabila Kristal formazan telah terbentuk dengan mikroskop inverted - Ditambahkan stpper SDS 10% dalam 0,1 N HCl - Dibungkus plate dengan aluminium foil - Diinkubasi kembali di tempat gelap (suhu ruangan) semalam - Dilakukan pembacaan nilai absorbansi masing-masing sumuran dengan ELISA reader pada Panjang gelombang 595 nm Absorbansi tiap sampel



52



Lampiran 3. Pembuatan reagen/ pereaksi 1. Pembuatan larutan MTT (5 mg/mL) Cara pembuatan larutan MTT 5 mg/mL yaitu ditimbang 5 mL larutan MTT dalam vial. Kemudian dilarutkan dalam 10 µL PBS. Selanjutnya diaduk dengan vortex. 2. Pembuatan larutan SDS 10 % SDS 10 % =



10 𝑔 100 𝑚𝐿



Cara pembuatannya adalah 10 gram SDS dilarutkan dalam 80 mL aquades didalam beaker glass 100 mL. Diaduk hingga larut. Larutan dimasukkan dalam labu takar 100 mL dan ditanda bataskan. 3. Pembuatan Pereaksi Dragendorf a. Larutan I →0,6 g Bi(NH3)3.5H2O dalam 2 mL HCl pekat dan 10 mL H2O. Cara pembuatan larutan I adalah ditimbang 0,6 g Bi(NH3)3.5H2O. Serbuk dimasukkan dalam beaker glass 50 mL. Diambil larutan HCl pekat sebanyak 2 mL menggunakan pipet ukur 5 mL di dalam lemari asam. Dimasukkan 10 mL aquades dan larutan HCl pekat 2 mL ke dalam gelas kimia untuk melarutkan serbuk dengan dibantu pengadukan. b. Larutan II →6 g KI dalam 10 mL H2O. Cara pembuatan Larutan II adalah ditimbang 6 g KI. Dimasukkan ke dalam gelas kimia 50 mL. Ditambahkan 10 mL aquades ke dalam gelas kimia untuk melarutkan serbuk dengan bantuan pengadukan. Cara pembuatan reagen Dragendroff adalah kedua larutan I dan II dicampur dengan 7 mL HCl pekat dan 15 mL H2O. Diaduk hingga homogen. 4. Pereaksi Mayer 1,36 g HgCl2 dilarutkan dalam 60 mL air suling. Pada bagian lain dilarutkan pula 5 g KI dalam 10 mL air suling. Kedua larutan ini kemudian dicampurkan dan diencerkan dengan air suling sampai 100 mL. 5. Pembuatan HCl 2 N sebanyak 100 mL Kadar asam Klorida (HCl) murni adalah 36-37 % (N1) ~ 12 N V1. N1 = V2.N2 V1.12 N = 100 mL.2 N V1 = 100 mL.2 N / 12 N V1 = 16,67 mL 6. Pembuatan FeCl3 1% Cara pembuatan FeCl3 1% adalah ditimbang serbuk sebanyak FeCl3.6H2O sebanyak 1 g menggunakan timbangan digital dan dimasukkan ke dalam gelas



53



kimia 100 mL. Kemudian ditambahkan aquades hingga 100 ml untuk melarutkan dan ditanda bataskan. 7. Pembuatan pereaksi Lieberman-Burchard Asam sulfat = 5 mL Asam asetat anhidrat = 5 mL Etanol 96 % = 50 mL Cara pembuatannya adalah asam sulfat pekat diambil sebanyak 5 mL dengan pipet volume 5 mL dan pengambilannya dilakukan di dalam lemari asap. Setelah itu, larutan asam sulfat dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL. Kemudian diambil larutan asam asetat anhidrat sebanyak 5 mL di dalam lemari asap dan dimasukkan ke dalam gelas kimia yang telah berisi asam sulfat. Selanjutnya, diambil larutan etanol 50 mL di dalam lemari asap dan dicampurkan ke dalam asam sulfat dan asam asetat anhidrat. Kemudian, ketiga campuran larutan tersebut dipindahkan ke dalam botol kaca dan didinginkan di dalam lemari pendingin. 8. Pembuatan DMSO 0,5% dari DMSO 100% M1.V1 100%.V1 V1



= M2.V2 = 0,5%.50 mL 5% = 100% = 0,05 mL



54



Lampiran 4. Komposisi Media RPMI Satu liter RPMI 1640 berisi: - Glukosa (2 g) - Indikator pH (merah fenol, 5 mg) - Garam (6 g natrium klorida, 2 g natrium bikarbonat 1,512 g disodium fosfat, 400 mg kalium klorida, 100 mg magnesium sulfat, dan 100 mg kalsium nitrat) - Asam amino (300 mg glutamin; 40 mg lisin hidroklorida; 30 mg serin; 20 mg masing-masing asam aspartate, asam glutamate, hidroksiprolin, prolin, treonin, tirosin, dan valin; 15 mg masing-masing histidine, metionin, dan fenilalanin; 10 mg glisin; 5 mg triptofan; 1 mg glutathione tereduksi) - Vitamin (35 mg i-inositol; 3 mg kolinklorida; 1 mg masing-masing asam para aminobenzoate, asamfosfat, nikotinamida, piridoksin hidroklorida, dan tiamin hidroklorida; 0,25 mg kalsium pantotenat; 0,2 mg masing-masing biotin dan riboflavin; dan 0,005 mg sianokobalamin(Moore, ddk., 1967)



55



Lampiran 5. Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol buah Alpinia monopleura dengan Berbagai Konsentrasi 1



1 ppm = 1 mg/L = 0,001 mg/mL = 1000 𝑚𝑔/𝑚𝐿 1 ppm = 1 mg/Kg 1 mg = 0,001 g Untuk menghindari penimbangan berulang, maka sebelum dilakukan pembuatan larutan uji dengan berbagai konsentrasi dibuat terlebih dahulu larutan stok dengan konsentrasi 5.000 ppm sebanyak 100 mL. Berat ekstrak yang digunakan (x)



= =



x



5000 mg 𝐿 5000 𝑚𝑔 1000 𝑚𝐿



= =



Berat ekstrak 100 𝑚𝐿 Berat ekstrak 100 𝑚𝐿



= 500 mg



Jadi, berat ekstrak etanol Alpinia monopleura yang digunakan adalah 500 mg yang dilarutkan dengan DMSO 10.000 µL. disuspensikan dengan media kultur PPMI hingga mencapai 100 mL. Di buat variasi konsentrasi sebagai berikut. 25 ppm = 0,05 mL 50 ppm = 0,1 mL 100 ppm = 0, 2 mL 200 ppm = 0,4 mL 300 ppm = 0,6 mL 400 ppm = 0,8 mL 500 ppm = 1 mL



1. Pembuatan Larutan Uji Konsentrasi 25 ppm (0,025 mg/mL) V1 = Volume larutan stok M1 = Konsentrasi larutan stok yang diperlukan V2 = Volume larutan uji yang akan dibuat M2 = Konsentrasi larutan uji yang akan dibuat V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 5000 ppm = 10 mL x 25 ppm V1



=



10 𝑚𝐿 𝑥 25 𝑝𝑝𝑚 5000 𝑝𝑝𝑚



V1 = 0,05 mL Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,025 mg/mL akan diambil 0,05 mL dari larutan stok yang dicukupkan media kultur RPMI dengan hingga 10



56



mL. 2. Pembuatan Larutan Uji konsentrasi 50 ppm (0,05 mg/mL) V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 5000 ppm = 10 mL x 50 ppm 10 𝑚𝐿 𝑥 50 𝑝𝑝𝑚 V1 = 5000 𝑝𝑝𝑚 V1 = 0,1 mL Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,05 mg/mL akan diambil 0,1 mL dari larutan stok yang dicukupkan dengan media kultur RPMI hingga 10 mL 3. Pembuatan Larutan Uji konsentrasi 100 ppm (0,01 mg/mL) V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 5000 ppm = 10 mL x 100 ppm 10 𝑚𝐿𝑥 100 𝑝𝑝𝑚 V1 = 5000 𝑝𝑝𝑚 V1 = 0,2 mL Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,01 mg/mL akan diambil 0,2 mL dari larutan stok yang dicukupkan dengan media kultur RPMI hingga 10 mL 4. Pembuatan Larutan Uji konsentrasi 200 ppm (0,2 mg/mL) V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 5000 ppm = 10 mL x 200 ppm 10 𝑚𝐿𝑥 200 𝑝𝑝𝑚 V1 = 5000 𝑝𝑝𝑚 V1 = 0,4 mL Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,2 mg/mL akan diambil 0,4 mL dari larutan stok yang dicukupkan dengan media kultur RPMI hingga 10 mL 5. Pembuatan Larutan Uji konsentrasi 300 ppm (0,3 mg/mL) V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 10000 ppm = 10 mL x 300 ppm 10 𝑚𝐿 𝑥 300 𝑝𝑝𝑚 V1 = 5000 𝑝𝑝𝑚 V1 = 0,6 mL Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,3 mg/mL akan diambil 0,6 mL dari larutan stok yang dicukupkan dengan media kultur RPMI hingga 10 mL 6. Pembuatan Larutan Uji konsentrasi 400 ppm (0,4 mg/mL) V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 5000 ppm = 10 mL x 400 ppm 10 𝑚𝐿 𝑥 400 𝑝𝑝𝑚 V1 = 5000 𝑝𝑝𝑚 V1 = 0,8 mL Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,4 mg/mL akan diambil 0,8 mL dari larutan stok yang dicukupkan dengan media kultur RPMI hingga 10 mL



57



7. Pembuatan Larutan Uji konsentrasi 500 ppm (0,5 mg/mL) V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 5000 ppm = 10 mL x 500 ppm 10 𝑚𝐿 𝑥 500 𝑝𝑝𝑚 V1 = 5000 𝑝𝑝𝑚 V1 = 1 mL Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,5 mg/mL akan diambil 1 mL dari larutan stok yang dicukupkan dengan media kultur RPMI hingga 10 mL



58



Lampiran 6. Pembuatan Larutan Kontrol Positif Cisplatin Dosis Cisplatin 50 mg/ 50 mL (PIONAS) Di buat variasi konsentrasi sebagai berikut. 1,5625 ppm = 1,562 µL 3,125 ppm = 3,125 µL 6,275 ppm = 6,275 µL 12,5 ppm = 12,5 µL 25 ppm = 25 µL 50 ppm = 50 µL 100 ppm = 100 µL 200 ppm = 200 µL Larutan stok : 50 mg/ 50 mL = 1000 ppm = 1000 µg/mL 1. Pembuatan Larutan Uji Konsentrasi 1,5625 ppm (0,00156 mg/mL) V1 = Volume larutan stok M1 = Konsentrasi larutan stok yang diperlukan V2 = Volume larutan uji yang akan dibuat M2 = Konsentrasi larutan uji yang akan dibuat V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 1000 µg/mL = 1 mL x 1,5625 µg/mL V1



=



1 𝑚𝐿 𝑥 1,5625µg/mL 1000 µg/mL



V1 = 0,0015625 ml = 1,562 µL Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,00156 mg/mL akan diambil 1,562 µL dari larutan stok yang dicukupkan media kultur RPMI dengan hingga 1 mL. 2. Pembuatan Larutan Uji konsentrasi 3,125 ppm (0,00312 mg/mL) V1 x M1 V1 x 1000 µg/mL



= =



V1



=



V2 x M2 1 mL x 3,125 µg/mL 1 𝑚𝐿 𝑥 3,125 µg/mL 1000 µg/mL



V1 = 0,003125 ml = 3,125 µL Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,00312 mg/mL akan diambil 3,125 µL dari larutan stok yang dicukupkan dengan media kultur RPMI hingga 1 mL. 3. Pembuatan Larutan Uji konsentrasi 6,275 ppm (0,00628 mg/mL) V1 x M1 V1 x 1000 µg/mL



= =



V2 x M2 1 mL x 6,275 µg/mL



59



V1



=



1 𝑚𝐿 𝑥 6,275µg/mL 1000 µg/mL



V1 = 0,006275 ml = 6,275 µL Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,00628 mg/mL akan diambil 6,275 µL dari larutan stok yang dicukupkan dengan media kultur RPMI hingga 1 mL. 4. Pembuatan Larutan Uji konsentrasi 12,5 ppm (0,0125 mg/mL) V1 x M1 = V1 x 1000 µg/mL = V1 =



V2 x M2 1 mL x 12,5 µg/mL 1 𝑚𝐿 𝑥 12,5 µg/mL 1000 µg/mL



V1 = 0,0125 ml = 12,5 µL Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,0125 mg/mL akan diambil 12,5 µL dari larutan stok yang dicukupkan dengan media kultur RPMI hingga 1 µL 5. Pembuatan Larutan Uji konsentrasi 25 ppm (0,025 mg/mL) V1 x M1 V1 x 1000 µg/mL V1



= = =



V2 x M2 1 mL x 25 µg/mL 1 𝑚𝐿 𝑥 25µg/mL 1000 µg/mL



V1 = 0,025 ml = 25 µL Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,025 mg/mL akan diambil 25 µL dari larutan stok yang dicukupkan dengan media kultur RPMI hingga 1 µL 6. Pembuatan Larutan Uji konsentrasi 50 ppm (0,05 mg/mL) V1 x M1 V1 x 1000 µg/mL V1



= = =



V2 x M2 1 mL x 50 µg/mL 1 𝑚𝐿 𝑥 50 µg/mL 1000 µg/mL



V1 = 0,05 ml = 50 µL Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,05 mg/mL akan diambil 50 µL dari larutan stok yang dicukupkan dengan media kultur RPMI hingga 1 µL 7. Pembuatan Larutan Uji konsentrasi 100 ppm (0,1 mg/mL) V1 x M1 V1 x 1000 µg/mL V1



= = =



V2 x M2 1 mL x 100 µg/mL



V1



=



0,1 ml = 100 µL



1 𝑚𝐿 𝑥 100 µg/mL 1000 µg/mL



60



Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,1 mg/mL akan diambil 100 µL dari larutan stok yang dicukupkan dengan media kultur RPMI hingga 1 µL 8. Pembuatan Larutan Uji Konsentrasi 200 ppm (0,2 mg/mL) V1 x M1 V1 x 1000 µg/mL V1



= = =



V2 x M2 1 mL x 200 µg/mL 1 𝑚𝐿𝑥 200 µg/mL 1000 µg/mL



V1 = 0,2 ml = 200 µL Jadi, untuk membuat larutan uji dengan dosis 0,2 mg/mL akan diambil 200 µL dari larutan stok yang dicukupkan dengan media kultur RPMI hingga 1 µL



61



Lampiran 7. Perhitungan Hasil Rendemen Ekstrak Berat ekstrak



= 65 gram



Berat simplisia



= 3000 gram



% rendemen



=



% rendemen % rendemen



𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎



𝑥 100%



65 𝑔𝑟𝑎𝑚



= 3000 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 100 % = 2,16 %



62



Lampiran 8. Hasil Identifikasi Kandungan Kimia No. 1.



Uji Alkaloid



Reagen Reagen Dragendorf



Sebelum



Sesudah



Keterangan Terbentuk endapan coklat jingga (+) positif alkaloid



2.



Flavonoid



Mg + HCl



Terbentuk warna merah-jingga (+) positif Flavonoid



3.



Tanin



FeCl3 1%



Terbentuk warna hijau kehitaman (+) positif Tanin



4.



Saponin



HCl 2 N



Terbentuk busa yang stabil (+) positif Saponin



5.



Steroid



2 ml kloroform + 1 tetes LiebermanBurchard



Terbentuknya warna biru (-) Positif Steroid



63



6.



Terpenoid



2 ml kloroform + 1 tetes LiebermanBurchard



Terbentuknya warna coklat (+) Positif terpenoid



64



Lampiran 9. Pengamatan Jumlah Sel dengan Hemocytometer dibawah Mikroskop Inverted



Jumlah sel yang dihitung/mL = ∑ 𝑠𝑒𝑙 𝑘𝑎𝑚𝑎𝑟 𝐴+ ∑ 𝑠𝑒𝑙 𝑘𝑎𝑚𝑎𝑟 𝐵+ ∑ 𝑠𝑒𝑙 𝑘𝑎𝑚𝑎𝑟 𝐶+ ∑ 𝑠𝑒𝑙 𝑘𝑎𝑚𝑎𝑟 𝐷



=



210+230+158+132 4



4



𝑥 104



𝑥104



= 182,5 x 104 Jumlah mL hasil panen sel yang ditransfer (konsetrasi sel) 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛



= 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑖𝑑𝑡𝑢𝑛𝑔/𝑚𝐿 = 5 x 104/ 182,5 x 104-> 0,03 mL 0,03 mL sel kemudian dilarutkan dengan 10 mL Media RPMI lalu diletakkan pada plate sebanyak 100 µL



65



Lampiran 10. Design well 96-well plate pada Uji MTT Plate



1



2



3



4



5



6



7



8



9



10



11



12



A



MCF-7 + Media 100 ppm



MCF-7 + Media 100 ppm



MCF-7 + Media 100 ppm



RPMI



RPMI



RPMI



25 ppm



25 ppm



25 ppm



50 ppm



50 ppm



50 ppm



200 ppm



200 ppm



200 ppm



300 ppm



300 ppm



300 ppm



400 ppm



400 ppm



400 ppm



C



500 ppm



500 ppm



500 ppm



1,5625 ppm



1,5625 ppm



1,5625 ppm



3,125 ppm



3,125 ppm



3,125 ppm



6,275 ppm



6,275 ppm



6,275 ppm



D



12,5 ppm



12,5 ppm



12,5 ppm



25 ppm



25 ppm



25 ppm



50 ppm



50 ppm



50 ppm



100 ppm



100 ppm



100 ppm



E



200 ppm



200 ppm



200 ppm



B



F G H



Keterangan : Kontrol Sel Kontrol Media Sel + Media + Ekstrak Etanol buah Alpinia monopleura Sel + Media + Kontrol Positif



66



Lampiran 11. Hasil Perhitungan % Viabilitas 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛 −𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎



% sel hidup= 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙



𝑆𝑒𝑙−𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎



𝑥 100%



a. Ekstrak etanol buah Alpinia monopleura Absorbansi No.



Konsentrasi (ppm)



Log



1



25



2



Viabilitas sel (%)



SD



v3



ratarata



a1



a2



a3



Ratarata



1,398



0,703



0,688



0,706



0,699



77,889



78,295



79,389



78,524



0,776



50



1,699



0,162



0,618



0,61



0,463



9,925



69,251



67,176



48,78



33,669



3



100



2,000



0,501



0,51



0,51



0,507



52,513



55,297



54,453



54,09



1,428



4



200



2,301



0,364



0,374



0,374



0,371



35,302



37,726



37,150



36,73



1,267



5



300



2,477



0,21



0,261



0,217



0,229



15,955



23,127



17,176



18,75



3,837



6



400



2,602



0,092



0,082



0,084



0,086



1,131



0,000



0,254



0,46



0,593



7



500



2,699



0,083



0,085



0,079



0,082



0,000



0,388



-0,382



0,00



0,385



kontrol media



0,0830 0,0820



0,0820



0,082



0,084



-0,043



-0,042



0,00



0,073



kontrol sel



0,879



0,868



0,868



0,856



v1



v2



101,443 98,514 100,042 100,00



1,465



b. Kontrol Positif Cisplatin Absorbansi No.



Konsentrasi (ppm)



Log



1,5625



Viabilitas sel (%) Ratarata



v1



v2



SD



v3



Ratarata



0,194



a1 1,728



a2 1,659



a3 1,633



1,673



206,621



203,734



197,316



202,557



4,763



0,495



1,142



1,276



1,037



1,151



133,015



154,251



121,450



136,239



16,636



0,798



0,718



0,670



0,726



0,705



79,812



75,995



81,959



79,255



3,021



1,097



0,672



0,675



0,655



0,667



73,970



76,563



72,850



74,461



1,905



1,398



0,429



0,621



0,614



0,555



43,480



69,690



67,735



60,302



14,601



1,699



0,274



0,281



0,287



0,280



24,008



25,646



26,018



25,224



1,070



2,000



0,281



0,295



0,300



0,292



24,849



27,468



27,684



26,667



1,578



2,301



0,264



0,267



0,269



0,266



22,688



23,863



23,740



23,431



0,646



kontrol media



0,083



0,082



0,082



0,082



0,085



-0,042



-0,003



0,013



0,065



kontrol sel



0,879



0,856



0,868



0,868



101,443



98,514



100,042



100,000



1,465



1 2 3 4



3,125 6,275 12,5



5



25



6 7 8



50 100 200



67



Lampiran 12. Hasil Analisi IC50 Menggunakan Graphad Prism Version 5 c. Ekstra ketanol Alpinia monopleura



d. Kontrol Positif Cisplatin



68



Lampiran 13. Dokumentasi a. Ekstraksi



b. Identifikasi Kandungan Kimia



c. Peralatan Uji Sitotoksik



d. Pengujian Sitotoksik



69



70