Sosiologi Kurikulum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kurikulum sebagai Mekanisme Terbentuknya Keteraturan Sosial Alan A. Mengenal Pendekatan Fungsional Pendekatan fungsional atau sering disebut juga struktural fungsional adalah sebuah pendekatan yang menjelaskan masyarakat sebagai sebuah struktur dan saling berkaitan satu dengan lainnya, Fungsionalisme menempatkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari unsur-unsur pembentuknya, yaitu norma-norma, kebiasaan, tradisi, dan institusi. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Herbert Spencer, dan Emile Durkheim. Pendekatan ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan. Ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Pendekatan ini tujuan akhirnya mencapai keteraturan sosial (social order). Perintis pendekatan fungsional adalah Emile Durkheim, Durkheim sendiri dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer, Herbert Spencer dikenal sebagai bapak 91 Darwinisme sosial. Spencer sering kali menganalisis masyarakat sebagai sistem evolusi, ia juga menjelaskan definisi tentang "hukum rimba" dalam ilmu sosial. Berakar konservatif pada perkembangan pemikirannya kemudian dari teori evolusi Charles Darwin, Spencer yang sangat Pada dasarnya hampir sama dengan teori evolusi Darwin



mengeluarkan teori yang dinamakan survival of the fittest. yang menggambarkan bahwa manusia bagaikan makhluk bertahan dan yang lemah akan menemui ajalnya. hidup lainnya di dunia di mana yang kuat itulah yang akan Gambar 6.1 Foto Herbert Spencer (1820-1903) Seperti pemikiran Spencer dan Comte, Emile Durkheim juga memiliki pemikiran mengenai evolusi dari masyarakat, yaitu dari masyarakat yang solidaritas mekanik yang primitif di mana komunitas yang homogen hidup bersama tumbuh menuju solidaritas organis yang semakin heterogen, setiap orang lebih individual, dan hubungan sosial yang terjalin didasari kebutuhan dasar tiap orang. Di karyanya The Division of Labor in Society (1893-1964) ia menyimpulkan bahwa masyarakat dipersatukan terutama oleh fakta sosial berupa ikatan moralitas bersama yang disebut juga kesadaran kolektif. Durkheim mencoba untuk menjawab mengapa masyarakat dengan keberagamannya tetap bisa 92 Bab 6 Kurikulum sebagai Mekanisme hidup bersama? Jawaban yang diberikannya menjadi bagian dari fungsionalismenya. Studi Durkheim tersebut sangat tampak dalam kajian tentang organisme tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan di mana di dalamnya terdapat bagian-bagian yang dibedakan. Bagianbagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang membuat sistem menjadi seimbang, Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi



sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Gambar 6.2 Foto Emile Durkheim Pendekatan fungsionalisme menjadi teori yang dominan dalam perspektif sosiologi hingga tahun 1950-an. Selain dirintis Emile Durkheim maupun teori fungsional menjadi karya Talcott Parsons dan Robert K. Merton di bawah pengaruh tokoh-tokoh yang telah dibahas di atas. Sebagai ahli teori yang paling mencolok di zamannya, Talcott Parsons menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yung ia gulirkan Parsons berhasil mempertahankan fungsionalisme hingga lebih dari dua setengah abad sejak ia memublikasikan The Structure of Social Action (1937). Dalam karyanya ini Parsons membangun teori sosiologinya melalui "analytical realism", maksudnya adalah teori sosiologi harus menggunakan konsep-konsep tertentu yang memadai dalam melingkupi dunia luar. Konsep-konsep ini tidak bertanggung jawab pada fenomena konkret, tapi kepada elemen-elemen di dalamnya yang secara analitis dapat dipisahkan dari elemen-elemen lainnya. Oleh karenanya, teori harus melibatkan perkembangan dari konsep-konsep yang diringkas dari kenyataan empirik, tentunya dengan segala keanekaragaman dan kebingungan-kebingungan yang menyertainya. Dengan cara ini, konsep akan mengisolasi fenomena yang melekat erat pada hubungan kompleks yang membangun realitas sosial. Keunikan realisme analitik Parsons ini terletak pada penekanan tentang bagaimana konsep abstrak ini dipakai dalam analisis sosiologi. Sehingga yang didapat adalah organisasi konsep dalam bentuk sistem



analisis yang mencakup persoalan dunia tanpa terganggu oleh detail empiris. Sistem tindakan diperkenalkan Parsons dengan skema AGILnya yang terkenal. Parsons meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency. Sistem tindakan hanya akan bertahan jika memenuhi empat kriteria ini. Teori fungsional didefinisikan sangat mementingkan kestabilan, integrasi antarhubungan yang serasi dan konsensus. Teori ini yang mengambil masyarakat sebagai suatu sistem. Oleh karena itu, harmoni dan integrasi dipandang sebagai fungsional, bernilai tinggi dan harus ditegakkan, sedangkan 94 Bab 6 Kurikulum sebagai Mekanisme kontlik harus dihindari. Memberikan teori ini menekan pada keteraturan-keteraturan yang disusun secara sistematis dan mengabaikan konflik yang akan terjadi. Teori ini mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masvarakat. Konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi. fingst laten, fungsi manifes dan keseimbangan (equilibrium). Masyarakat menurut teori ini merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian/elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. B. Kurikulum Menurut Pendekatan Fungsional Emile Durkheim (1858-1917) dikenal sebagai perintis



sosiologi pendidikan. Durkheim menghasilkan berbagai karya akademik yang sangat berpengaruh dalam dunia sosiologi. Beberapa referensi tersebut di antaranya The Division of Labour in Society (1893), The Rules of Sociological Method (1895). Suicide (1897). The Elementary Forms of Religious Life (1915). Durkheim adalah sosiolog pertama yang secara sistematis menjelaskan keterkaitan pendidikan dengan masyarakat (Saha dan Zubrzycki, 1997:11). Hal itu tertuang dalam dua buku klasiknya yang membahas pendidikan yaitu Education and Sociology (1922) dan Moral Education (1925). Ia memiliki peran signifikan dalam sistem pendidikan di Prancis khususnya universitas. Durkheim juga menjadi tokoh kunci dalam reorganisasi sistem universitas. Gambar 6.3 Buku-buku Karya Emile Durkheim Pada saat karier akademiknya, Durkheim menyarankan Departemen Pendidikan untuk membantu memperkenalkan sosiologi ke dalam kurikulum sekolah. Saat itu Pemerintah Prancis menganggap ilmu sosial tidak menarik sehingga tidak diajarkan di sekolah maupun di universitas. Perannya dalam mengembangkan kurikulum pelajaran sosiologi di Prancis tidak lepas dari pesimisme setelah ia berhasil mendapatkan gelar doktornya filsafatnya dari École Normale Supérieure, Paris tahun 1879. Durkheim mengambil program doktor filsafat karena di Prancis belum terdapat kurikulum sosiologi di seluruh universitas yang ada. Setelah lulus, meski tidak tertarik pada sosiologi ilmiah, tetapi waktu itu belum ada bidang studi sosiologi sehingga ia sempat mengajar filsafat di sejumlah sekolah di Paris.



Ia mulai mensosialisasikan secara intensif pelajaran sosiologi dalam kurikulum sekolah di Prancis. Pada konteks inilah, ia mulai terlibat dalam reformasi sistem pendidikan di Prancis khususnya untuk memasukkan ilmu sosial ke dalam kurikulum sekolah. Durkheim lulus tes yang dibutuhkan untuk mengajar di sekolah menengah negeri 96 Bab 6 Kurikulum sebagai Mekanisme milik Pemerintah Prancis. Durkheim mulai mengajarkan ilmu pedagogi dan ilmu sosial di Sens Saint-Quentin dan Troves antara 1882-1885. Ini merupakan yang pertama dalam sejarah sekolah Prancis. Selama satu tahun Durkheim tinggal di Jerman (1885-1886). Pada 1887 ia diangkat dosen di Universitas Bordeaux, di mana ia kemudian menjadi seorang profesor dan mengajar filsafat sosial. Karier akademiknya semakin cemerlang. Durkheim menjadi professor sosiologi pertama di Prancis. Setelah tahun 1887, dengan jabatannya itu Durkheim terus memperbarui sistem sekolah Prancis dan memperkenalkan studi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulumnya. Perhatian Durkheim yang sangat besar terhadap pendidikan ia banyak bekerja untuk melatih guru sekolah di Prancis. Tujuannya agar guru-guru tersebut menggunakan kemampuannya untuk menciptakan kurikulum untuk mengembangkan sosiologi diajarkan seluas mungkin. Selain itu, Durkheim juga tertarik pada bagaimana pendidikan dapat digunakan untuk memberikan basis moral dan sosial kepada warga Prancis untuk mencegah anomi keadaan tanpa hukum) dalam masyarakat modern. Menurut Durkheim guru memiliki peran sangat penting dalam sekolah



karena menanamkan cita-cita dan pengetahuan masyarakat pada siswa mereka. Dengan demikian, perubahan baik dalam metode dan isi pengajaran harus mewujudkan perubahanperubahan penting dan substansial yang dalam budaya yang lebih besar. Pada bagian ini sebenarnya Durkheim percaya bahwa dengan penyampaian metode dan isi pengajaran yang menanamkan nilai, norma, kepercayaan kepada murid dapat menciptakan masyarakat yang harmonis dan tertib. Tujuan jangka panjangnya adalah menciptakan keteraturan sosial. Keteraturan sosial adalah masyarakat yang dicita-citakan Pengantar Sosiologi Kurikulum 97 dalam pandangan Durkheim. Pendidikan menjadi aspek sangat penting karena dengan pendidikan dapat mencerminkan masyarakat sekaligus dapat mengantisipasi terjadinya perubahan sosial yang dampaknya dapat mengganggu keseimbangan masyarakat. Gambar 6.4 Buku Karya Emile Durkheim Berjudul Education and Society Buku pertama tentang pendidikan yang ditulis Durkheim adalah Education and Sociology (1922). Buku ini secara tegas menjelaskan keterkaitan antara pendidikan dan masyarakat. Cara pandang ini menegaskan bahwa Durkheim seorang fungsionalis sejati. Durkheim melihat generasi tua memiliki peran dan tanggung jawab untuk mengajarkan kepada anakanak muda tentang kehidupan sosial. Dengan kata lain, akan tercipta transmisi kebudayaan di dalam masyarakat. Durkheim juga menjelaskan bahwa di setiap masyarakat selalu mengadopsi pendidikan untuk menyesuaikan dengan nilai dan tujuannya. Sistem pendidikan menurut Durkheim berkontribusi untuk eksistensi sebuah masyarakat. Dalam



hal ini, melalui kurikulum yang diajarkan di sekolah, 98 Bab 6 Kurikulum sebagai Mekanisme pendidikan akan mempersiapkan murid-murid untuk mengantisipasi kondisi di masa yang akan datang. Singkatnya, menurut Durkheim pendidikan melalui praktik kurikulum di sekolah akan menghasilkan individu dewasa yang ideal untuk masyarakat. Emile Durkheim juga menulis buku Moral Education. Buku ini mengamati bahwa lebih banyak diajarkan dan dipelajari di sekolah-sekolah dari yang ditentukan dalam kurikulum mapan buku teks dan manual guru. Dalam bukunya Moral Education (1961), Durkheim menjelaskan ada sistem keseluruhan aturan di sekolah yang mewajibkan seorang murid harus datang ke kelas secara teratur. Ia harus tiba pada waktu tertentu. Murid itu harus mematuhi peraturan di kelas dan tidak boleh mengganggu hal-hal di kelas. Murid itu juga harus mengerjakan tugasnya dan melatih disiplin dalam suasana belajar sehari-hari (Saha dan Zubrzyki, 1997:11). Penjelasan Durkheim ini memberikan kontribusi pada analisis tentang kurikulum maupun hidden curriculum. Gambar 6.5 Buku Karya Emile Durkheim Berjudul Moral Education Pengantar Sosiologi Kurikulum 99 Sebagai sosiolog fungsional , dalam bukunya itu, Durkheim mengatakan seluruh pendidikan adalah pendidikan moral (all education is moral education). Durkheim mendefinisikan moralitas sebagai satu set tugas dan kewajiban yang



memengaruhi perilaku individu. Walaupun gagasan awal moralitas yang dikaitkan dengan keyakinan agama, Durkheim berpendapat bahwa masyarakat industri modern tetap membutuhkan moralitas sekuler. Masa depan kohesifitas suatu masyarakat bertumpu pada pemeliharaan basis moral dan kewajiban sosial yang bermanfaat bagi individu maupun masyarakat. Ringkasnya, menurut Durkheim sistem pendidikan formal maupun nonformal merupakan pusat perhatiannya untuk menciptakan sekaligus mempertahankan konsensus dan solidaritas dalam masyarakat yang semakin industri yang semakin terspesialisasikan, semakin heterogen dan semakin kompleks. Selain Emile Durkheim terdapat juga Talcott Parsons yang merupakan sosiolog utama pendekatan fungsional. Parsons adalah sosiolog dari Amerika Serikat yang menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan masyarakat yang ada di Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto, dan Max Weber. Hal tersebut di ataslah yang menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks. Meski tidak sedalam kajian Emile Durkheim, Parsons tetap memberikan pengaruh signifikan dalam kajian sosiologi pendidikan dan di dalamnya sedikit menyinggung kurikulum. Menurut Parsons, individu berinteraksi satu sama lain melalui media struktur sosial. Mereka menerima standar umum evaluasi, yang merupakan standar moral atau “norma”. 100 Bab 6 Kurikulum sebagai Mekanisme



Acuon Gambar 6.6 Buku Karya Talcott Parsons Proses sosial int mempertahankan struktur-struktur. dan menjamin srabilitas melalui kepatuhan terhadap nerma-norma.Analisis fingsi masvarakat menurut Farson terdapar dalam empat hal penting. Rertame, adaptation yaitu penyediaan kebutuhan fisik. Parsons menjelaskan ni sebagai sistem ekonomi. Masyarakat harus beradaptasi untuk mendapatkannya. Kedua, goal attainment, yaitu adanya pembentukan tujuan secara keseluruhan yang lebih merupakan sistem politik. Misalnya melaksanakan distribusi kekuasaan dan monopoli unsur paksaan yang sah. Menurut Parsons ini adalah sistem politik. Keriga, integration yaitu sosialisasi individu untuk menerima norma dan kentrol mereka. Ini lebih kepada sekolah, gereja media, polisi dan sistem peradilan. Keempat, latent, pattern dan maintenance yaitu pola pemeliharaan dan manajemen ketegangan berfungsi untuk memotivasi individu dan menyelesaikan konflik. Bagian lebih kepada Pengantar Sosiologi Kurikulum 101



Eab 7 Kurikulum sebagai Arena Reproduksi Ketimpangan Sosial A. Perkembangan Awal Neo-Marxist Neo-Marxist adalah sebuah perspektif yang secara kritis terpengaruh dan berupaya mengembangkan pemikiran-



pemikiran Karl Marx. Perspektif ini sering kali menggabungkan beberapa tradisi intelektual seperti teori kritik, psikoanalisis maupun eksistensialisme. Perspektif ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran Hegel, Nietzsche, dan Freud. Asumsi dasarnya dibangun atas pemikiran adanya keterkaitan antara proses di level makro seperti budaya dan efek dari psikologi dan kesadaran individual. Perspektif ini dirintis oleh Frankfurt School (sering juga disebut Mazhab Frankfurt) pada 1923. Idenya dikembangkan oleh beberapa tokoh seperti Max Horkheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse, dan Erich Fromm. Herbert Marcuse pada 1960 memiliki reputasi intelektual yang sangat berpengaruh dalam perspektif neo-Marxian ini. Bahkan, Marcuse disebut sebagai sebagai "father of the New Left." Mazhab Frankfurt ialah sebuah nama yang diberikan kepada kelompok filsuf yang memiliki afiliasi 105 dengan Institut fur Sozialforschung (Institute for Social Research) di Frankfurt, Jerman. Mereka memiliki sebuah ketertarikan intelektual dengan pemikiran neo-Marxisme dan kritik terhadap budaya (yang di kemudian hari memengaruhi munculnya bidang ilmu Studi Budaya). Masing-masing pemikir mengaplikasikan kedua hal ini dengan cara-cara dan terhadap subjck kajian yang berbeda. Gambar 7.1 Foto Herbert Marcuse Ketertarikan Mazhab Frankfurt terhadap pemikiran Kar Mars disebabkan antara lain oleh ketidakpuasan mereka terhadap penggunaan teori-teori Marxisme oleh kebanyakan orang lain, yang mereka anggap merupakan pandangan



sempit terhadap pandangan asli Karl Marx. Menurut mereka, pandangan sempit ini tidak mampu memberikan "jawaban" terhadap situasi mereka pada saat itu di Jerman. Setelah Perang Dunia Pertama dan meningkatnya kekuatan politik Nazi, Jerman yang ada pada saat itu sangatlah berbeda dengan Jerman yang dialami Karl Marx. Sehingga jelaslah bagi para pemikir Mazhab Frankfurt bahwa Marxisme harus dimodifkasi untuk bisa menjawab tantangan zaman. Mazhab Frankfurt memiliki dua ide pokok. Pertama, semua ide dipengaruhi oleh waktu saat ini berdasarkan pola-pola yang berlaku. Kedua, tidak dapat dipisahkan antara fakta 106 Bab 7 Kurikulum sebagai Arena Reproduksi Ketimpangan Sosial dan nilai. Hal ini memerlukan reflekst diri dan kritik diri untuk mengembangkan sikap kritis terhadap masyarakat. Mazhab ini juga menjelaskan keterkaitan antara budaya dengan pembentukan kepribadian, menjelaskan bagaimana ideologi kapitalisme dan alienasi membentuk kepribadian individual, mengembangkan kritik budaya massa, kritik terhadap manipulasi budaya populer terhadap individu, standardisasi rasa (taste), manipulasi dari dunia nyata. Salah satu tokoh Mazhab Frankfurt adalah Jurgen Habermas. Pada 1956, Habermas pernah menjadi asisten Theodore Adorno di Heidelberg. Beberapa varian dari neo-Marxian adalah Hegelian Marxism (Antonio Gramsci), Neo-Marxian Economic Theory (Braverman), Fordism and Post-Fordism, Historical Marxism, Analytical Marxism, Post-Modern Marxian Theory (Laclau/Mouffe). Neo-Marxian memang tidak terlembagakan, tetapi lebih menekankan kepada aspek dan basis analisis yang digunakan. Tidak heran jika



terdapat varian pemikiran yang lebih spesifik dan dapat digolongkan sebagai perspektif neo-Marxian. B. Kurikulum sebagai Arena Eksploitasi Pendekatan neo-Markist menjelaskan bahwa kurikulum memiliki kontribusi dalam menciptakan reproduksi ketimpangan sosial dalar masyarakat kapitalis. Perspektif in juga menjelaskan juga proses reproduksi dari strukiur kelas. Kurikulum dan juga seluruh yang terkait dengan pendidikan merupakan sebuah mekanisme untuk menciptakan reproduksi kelas sosial yang timpang Hal penting lainnya yang dijelaskan perspektif ini adalah sangat mungkin akan lahir kontestasi proses produksi dan ini bisa memunculkan perubahan politik yang radikal dalam ranah pendidikan. Fengantar Sosiolog Kunikudom 107 Menurut Gordon (dalam Lewy, 1991: 28), generasi kelompok neo-Marxis pertama yang berkembang di pertengahan 1970-an sebenarnya adalah bagian dari perkembangan rekonseptualisasi tentang kurikulum yang dilakukan kelompok the New of Sociology Education. Pada dasarnya dua kelompok pemikir ini (generasi kelompok neo-Marxis pertama dan the New of Sociology Education) menjelaskan kontribusi dan pembatasan teori neo-Marxist terhadap penelitian kurikulur dan pendidikan secara umum. The New of Sociology Education muncul sebagai sebuah reaksi terhadap paradigma dominan sosiologi di akhir tahun 1960, yaitu fungsionalis. Paradigma dominan ini sering juga disebut pendekatan input-output. Pendekatan the new of Sociology Education menolak fungsionalisme. Penolakan ini dikarenakan proses itu dibebankan kepada sosiolog yang



mengabaikan proses pendidikan itu sendiri, dan khususnya mengabaikan apa yang terjadi di ruang kelas. Padahal dalam pandangan the New of Sociology Education menganggap bahwa aspek penting dalam ruang kelas adalah transmisi pengetahuan kepada murid. Sosiolog generasi baru dari Institute of Education London ini kemudian mengembangkan sosiologi kurikulum yang menggunakan pendekatan sosiologi pengetahuan. Mereka cenderung menghindari sebuah teori besar dan tingkat makro analisis. Pada level analisis ini munculah teori reproduksi (the reproduction theory) yang digagas oleh Pierre Bourdieu di awal 1970. Teori ini berdasarkan penjelasan Bourdieu bahwa dalam masyarakat modern sistem pendidikan digunakan hanya untuk "mereproduksi" budaya kelas dominan dalam rangka untuk kelas dominan untuk terus memegang dan melepaskan kekuasaan. Bourdieu bersama Jean-Claude Passeron menulis buku Cultural Reproduction and Social 108 Bab 7 Kurikulum sebagal Arena Reproduksi Ketimpangan Sosial Reproduction. Ide Bourdieu yang mirip dengan gagasan Louis Althusser tentang ideological state apparatus yang muncul sekitar waktu yang sama. Ia mulai belajar sosialisasi dan bagaimana dominan budaya dan norma-norma tertentu dan tradisi banyak dipengaruhi hubungan sosial. Kontribusi teori reproduksi adalah untuk mengisi kekosongan ini dengan menghubungkan sosiologi kurikulum untuk proses sosial makro, dengan dalam kerangka Marxisme, yaitu salah satu tema besar utama dalam tradisi sosiologis.Penjelasan pemikiran Bourdieu dijelaskan dalam bab khusus karena memiliki pemikiran yang sangat mendalam.



Salah satu pemikir neo-Marxist yang sangat berpengaruh adalah Louis althusser. Althusser dikenal sebagai filsuf dan sosiolog beraliran Marxis yang paling berpengaruh pada dekade 1960-an dan 1970-an. Louis Althusser lahir di Aljazair 19 Oktober 1918 dan meninggal di utara Paris pada 23 Oktober 1990.Studi filsafat diperolehnya di Ecole Normale Superieure di Paris, di mana ia kemudian menjadi profesor filsafat. Karyanya yang berjudul Pour Marx (Untuk Marx) dan Lire le Capital (Membaca Modal) membuat Althusser menjadi terkenal di kalangan intelektual Prancis dan menarik perhatian pembaca di luar negeri. Ia juga merupakan intelektual yang bergabung dengan Partai Komunis Prancis. Pemikiran Althusser yang menjelaskan posisi sekolah vis a vis kurikulum tertuang dalam bukunya Ideology and Ideological State A pparatus (1971). Althusser menjelaskan dua karakteristik apparatus. Pertama, repressive state apparatus (RSA) seperti polisi, pemerintah, birokrasi, penjara, pengadilan atau militer. Kedua, ideological state apparatus (ISA) seperti gereja, politik, hukum, kebudayaan, komunikasi, media massa, keluarga, sekolah, kurikulum. Praktik berlangsungnya ISA Pengantar Sosiologi Kurikulum 109 dilakukan melalui ideologisasi berbeda dengan RSA yang ih menggunakan fisik dan kontrol. Dalam penjelasa Althusser mengatakan praktik ISA berlangsung secara halus dan tanpa disadari. Fenomena ini betlangsung seperti sesuatu yang natural. Bahkan, ia menyebut praktik ISA bisa melalui musik. Adapun praktik di sekolah ia melibat itu berlangsung sejak usia bayi hingga usia sekolah. Anak-



anak tersebut diwajibkan hadir di sekolah selama 8 jam sehari selama 5 hari dalam seminggu. Anak-anak ini sangat rentan mengalami proses ideologisasi tersebut. Proses itu menurut Althusser menggunakan metode pengajaran lama maupun metode baru berbasiskan ideologi dominan. Saat itu, Althusser menyebutnya dengan Bahasa Prancis, Matematika dan sejarah alam. Gambar 7.2 Foto Louis Althusser Praktik itu berlangsung melalui konstruksi ideologi resmi negara seperti pelajaran etik atau kewarganegaraan. Menurut Althusser, setiap massa anak-anak diberikan ideologi yang sesuai dengan peran yang harus dipenuhi dalam masyarakat kelas. Penanaman ideologi melalui ISA ini adalah bentuk dari formasi masyarakat kapitalis yaitu relasi yang timpang kelas borjuis dengan kelas pr Menurut Althusser semua sistem yang ada seperti sistem hukum, sistem ekonomi atau sistem pendidikan merupakan eyarat keberadaan ekonomi kapitalis, Mekanisme dan prosedural pembentukan masyarakat kapitalis menurut Althusser dilakukan secara halus dan terselubung melalui ideologi sckolah. Althusser melihat ideologi tidak hanya mendiami sektor ckonomi saja, namun menyebar ke seluruh tatanan. Segala tatanan yang menjadi alat ideologi bias disebut sebagai aparatus. Dengan demikian, media melalui pemikiran Althusser didudukkan sebagai media ideologis, artinya media senantiasa memiliki dan menjalankan ideologi tertentu. Media bisa dilihat sebagai aparatus ideologi (ISA). Media sebagai aparatus sckaligus menggambarkan bahwa ideologi memiliki cksistensi material. Penjelasan



ini menempatkan Althusser sebagai pemikir neo-Marxist generasi pertama yang konsen dengan kurikulum. Gagasannya juga kemudian dikenal dengan teori reproduksi. Selain Althusser, terdapat juga ekonom neo-Marxist yang menulis sekolah menjadi alat reproduksi sosial ekonomi yaitu Samuel Bowles, Samuel Bowles lahir pada 1939. Ia seorang ekonom asal Amerika Serikat dan menjadi Profesor Emeritus di University of Massachusetts, Amherst. la mengajar sejumlah mata kuliah seperti mikroekonomi dan teori institusi. Gelar sarjana ia raih dari Yale University tahun 1960. Gelar doktor ekonomi ia dapatkan dari Harvard University tahun 1965. Saat ini, Bowles adalah Profesor Ekonomi di University of Siena, Italy. Ia juga menjadi Profesor di Arthur Spiegel Research dan Director of the Behavioral Sciences Program di Santa Fe Institute, Santa Fe, New Mexico. Pengantar Sosiologi Kurikulum 111 Gambar 7.3 Foto Samuel Bowles ada 2006, Bowles mendapatkan penghargaan Leontief Prize karena kontribusi signifikannya untuk teori ekonomi. Ia menulis sejumiah buku antara lain: Pla Educational Systems for Economic Growth. Harvard University Press (1969), Schooling in Capitalist America: Educational Reform and the Contradictions of Economic Life, Basic Books, N.Y (1976), Notes and Problems in Microeconomic Theory. With David Kendrick, Ist ed., with Peter Dixon, 2"d ed. North Holland Texts in Mathematical Economics, Amsterdam (1980), Democracy and Capitalism: Property, Community, and the Contradictions of Modern Social Thought.



Samuel Bowles sering berkolaborasi untuk menulis sejumlah buku dengan sesama ekonom bernama Herbert Gintis. Gintis lahir tahun 1940. Ia dikenal sebagai ekonomi neo-Marxian asal Amerika yang menulis berbagai tema tentang Altruisme, Cooperation, Epistemic Game Theory, GeneCoevolution, Efficiency wages, Strong Reciprocity, dan teori human capital. Gintis mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Matematika University of Pennsylvania tahun 1961. Gelar masternya juga didapatkan dari Departemen Matematika Harvard University. Pada 1969, ia meraih doktor ekonomi dari Harvard University dengan menulis disertasi berjudul Alienation and Power: Towards a Radical Welfare Economics. 112 Bab 7 Kurikulum sebagai Arena Reproduksi Ketimpangan Sosial Gambar 7.4 Foto Herbert Gintis Buku Bowles dan Gintis yang berjudul Schooling in Capitalist America: Educational Reform and the Contradictions of Economic Life (1976), dianggap oleh berbagai kalangan sebagai karya berpengaruh dalam sosiologi pendidikan. Dalam buku itu, Bowles dan Gintis mengkritik sebuah analisis yang menjelaskan bahwa sekolah di Amerika Serikat mempunyai dampak pemerataan pendapatan dan bisa melakukan perubahan pada tingkat kesejahteraan masyarakat Amerika yang berada di strata kelas bawah. Berdasarkan berbagai kajian dan hasil penelitiannya, Bowles dan Gintis sampai pada satu kesimpulan bahwa justru sekolah dan pendidikan di Amerika Serikat mereproduksi ketidakadilan sosial dan kelas (reproduces social and class-based inequalities). Bowles dan Gintis berargumen dengan prinsip keterkaitan yang menjelaskan relasi organisasi internal



sekolah dengan organisasi internal tenaga kerja kapitalis dalam struktur, norma, dan nilai-nilai. Sebagai contoh, Bowles dan Gintis menyebutkan bahwa sistem hierarki dalam sekolah mencerminkan struktur pasar tenaga kerja yaitu dengan kepala sekolah sebagai managing director, murid berada dalam hierarki tersebut. Murid memakai seragam, dan sekolah tersebut mempromosikan disiplin Pengantar Sosiologi Kurikulum 113 karena akan berada di tempat kerja. Pendidikan memberikan pengetahuan tentang bagaimana cara berinteraksi di tempat kerja dan memberikan persiapan langsung untuk masuk ke pasar tenaga kerja. Secara khusus, Bowles dan Gintis berusaha untuk menunjukkan cara-cara sekolah di Amerika Serikat sangat terlibat dan terkait dengan struktur produksi kapitalis. Sekolah dan kurikulum mereka atau secara lebih umum adalah struktur pendidikan sangat signifikan "pekerja yang baik" yang akan mengisi berbagai stratifikasi sosial pekerjaan. Dengan demikian, mempertahankan ketidakadilan berbasis kelas dan manfaat alat-alat produksi ekonomi kapitalis dan keuntungan. Sistem pendidikan dalam pandangan Bowles dan Gintis merupakan elemen penting dalam reproduksi pembagian kerja yang secara luas merupakan refeksi dari hegemoni kelas kapitalis. Dalam pandangan mereka, tidak mungkin memahami cara kerja sistem pendidikan secara 114 Bab 7 Kurikulum sebagai Arena Reproduksi Ketimpangan Sosial terpisah dari analisis struktur kelas yang telah terikat. Sistem pendidikan itu terkait dengan bagaimana posisi dan pentingnya kurikulum yang diberlakukan di semua



sekolah. Ini sekaligus menunjukkan bahwa kurikulum pun menjadi elemen penting yang melahirkan ketimpangan sosial ekonomi dalam sekolah khususnya dan masyarakat umumnya. sosiak fini dalam sckolah khususnya dan masyarakat umumnya Bowles dan Gintis menjelaskan bahwa pendidikan elalui praktik kurikutum digunakan oleh kaum be untuk mengontrol tenaga kerja. Dari sudut pandang mereka, sekolah mereproduksi ketidaksetaraan yang ada dan mereka menolak gagasan bahwa ada kesempatan yang sama bagi semua. Dengan cara ini mereka berpendapat pendidikan yang membenarkan dan menjelaskan ketimpangan sosial. Selain mengkritisi peran sekolah melalui kurikulum dalam mereproduksi ketidakadilan kelas, Bowles dan Gintis juga mengkaji tentang reformasi sekolah yang berlangsung di merika Serikat. Bowles dan Gintis melihat eformasisek di akhir 1970-an sebagai sebuah proyek berkelanjutan yang berakar dari sistem kapitalis. Hasilnya, menunjukkan adanya kegagalan sistematis. Bowles dan Gintis percaya bahwa reformasi sekolah yang dilakukan hanya menguatkan tatanan kapitalis dengan kedok perubahan pro-aktif. Buku Bowles dan Gintis tersebut dianggap sebagai referensi berpengaruh dalam teori sosiologi pendidikan. Pengantar Sosiologl Kurikulum 115