8 0 5 MB
LAPORAN KASUS
STEMI ANTEROSEPTAL
Pembimbing : dr. Brema San Aditya, Sp. JP
Disusun Oleh : dr. Ai Rusmayanti
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOREANG PERIODE 23 MEI – 22 NOVEMBER 2022
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS STEMI ANTEROSEPTAL Disusun oleh : dr. Ai Rusmayanti
Diajukan untuk memenuhi kewajiban selama program Internsip di Bagian Instalasi Gawat Darurat RSUD Soreang Telah disetujui
Soreang , Oktober 2022 Pembimbing,
dr. Brema San Aditya, Sp. JP
2
BAB I LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien Nama
: Tn. Asep Setia
TTL (usia)
: Ciwidey, 03-08-1976(46 tahun)
Alamat
: Kaum Kidul barat, Ciwidey
Jenis kelamin
: Laki-laki
Status
: Menikah
Pekerjaan
:-
Pendidikan terakhir : SMP Tanggal masuk
: 8-08-2022
Tanggal periksa
: 8-08-2022
No. CM
: 631295
Ruangan
: IGD
B. Anamnesis 1. Keluhan Utama Nyeri dada 4 jam SMRS 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD pukul 19.47 (08/08/2022) dengan nyeri dada kiri yang timbul saat pasien sedang bekerja dan tidak membaik ketika pasien beristirahat. Nyeri dirasakan sejak 4jam SMRS (pukul 15.30 08/08/2022). Nyeri dada dirasakan terus menerus selama lebih dari 20 menit. Nyeri dada dirasakan seperti tertindih beban berat dan menjalar ke lengan kiri. Pasien juga mengeluhkan adanya keringat dingin, mual. Keluhan sesak napas (-), demam(-), tungkai bengkak(-). Dua minggu yang lalu pasien sempat mengalami keluhan serupa. 3. Riwayat Penyakit Dahulu a. Riwayat hipertensi
: tidak terkontrol
b. Riwayat penyakit jantung
: disangkal
c. Riwayat penyakit paru
: disangkal
d. Riwayat penyakit ginjal
: disangkal
3
e. Riwayat diabetes melitus
: disangkal
f. Riwayat alergi
: disangkal
g. Riwayat kolestrol
: disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga a. Riwayat hipertensi
: disangkal
b. Riwayat penyakit jantung
: disangkal
c. Riwayat diabetes melitus
: disangkal
d. Riwayat alergi
: disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi a. Community Pasien tinggal di Ciwidey. Pasien tingal bersama istri dan anaknya . Hubungan pasien dengan tetangga rumah baik. b. Home Pasien tinggal bersama istri dan anaknya. Hubungan pasien dengan keluarga baik. Istri pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien termasuk dalam golongan ekonomi menengah . c. Occupational Pasien bekerja sebagai pekerja harian lepas d. Personal Habit Pasien merupakan seorang perokok aktif dan tidak pernah mengkonsumsi alkohol. Pasien sudah merokok sejak usia sekitar 15 tahun,1 bungkus rokok perhari. Pasien sering mengkonsumi makanan bersantan dan goring-gorengan.
C. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum
: tampak sakit sedang
2. Kesadaran
: compos mentis (E4V5M6)
3. Tanda Vital
:
Tekanan Darah
: 160/100 mmHg
Nadi
: 110 kali/menit
Suhu
: 36.0 oC
4
RR
: 26 kali/menit
SpO2
: 97 %
4. Status Generalis a. Pemeriksaan Kepala Bentuk
: normocephal, simetris, venektasi temporal (-)
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/+) normal, pupil bulat isokor
Hidung
: deformitas (-), deviasi septum (-)
Mulut
: sianosis (-)
Leher
: deviasi trakea (-), JVP 5+2 cm, KGB tidak teraba pembesaran.
b. Pemeriksaan Dada Paru Inspeksi
: dada simetris (+), retraksi dinding dada (-)
Palpasi
: fremitus kanan = kiri
Perkusi
: sonor (+/+)
Auskultasi
: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi
: iktus cordis (-)
Palpasi
: iktus cordis teraba di linea midclavicula sinistra ICS 5, lebar 1cm, kuat angkat
Perkusi
: batas jantung dbn
Auskultasi : S1S2 (N) , murmur (-), gallop (-) c. Pemeriksaan Abdomen Inspeksi
: datar
Auskultasi : bising usus (+) normal Palpasi
: supel, nyeri tekan (-)
Perkusi
: timpani, ascites (-)
Hepar
: tak teraba
Lien
: tak teraba
d. Pemeriksaan Ekstremitas
5
Ekstremitas
Ekstremitas
superior
inferior
Dextra
Sinistra
Dextra
Sinistra
Edema
-
-
-
-
Sianosis
-
-
-
-
Akral hangat
+
+
+
+
Reflek fisiologis
+
+
+
+
Reflek patologis
-
-
-
-
D. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan
Hasil 08/08/2022
Nilai Rujukan
Hematologi Hemoglobin
13.0
13.2-15.5 g/dL
Hematokrit
37
40-52 %
Leukosit
20000
4.0-10/mm3
Trombosit
324000
150-440 mm3
123
>> pasien menolak Non Farmakologis - Posisi tidur semifowler KIE - Edukasi keluarga tentang penyakit dan prognosis penyakit - Edukasi pengaturan gaya hidup dan pola makan - Edukasi mengenai obat-obatan yang diminum
G. Prognosis Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
H. Follow Up (Ruang Rawat Inap) Tanggal 09/08/20 22
Perkembangan S : Nyeri dada (-) O : TD: 120 /80 N : 64 x/menit RR: 20 x/menit T : 36.8oC SpO2 : 98% Pemeriksaan Paru : Auskultasi : Vesikuler (+), Ronki (-/-), Wh (-/-) Pemeriksaan Jantung Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-) A: P: O2 2L/menit
IVFD RL 500cc /24 jam
Aspilet 1x80 mg PO
9
10/09/20 22
Clopidogrel 1x75 mg PO
Atorvastatin 1x40 mg PO
Amlodipin 1x 10mg PO
S : Nyeri dada (-) O : TD: 110/77 N : 66 x/menit RR: 21 x/menit T : 36oC SpO2 : 98% Pemeriksaan Paru : Auskultasi : Vesikuler (+), Ronki (-/-), Wh (-/-) Pemeriksaan Jantung Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
EKG :
10
A :STEMI Anteroseptal P: O2 2L/menit
11/09/20 22
IVFD RL 500cc /24 jam
Aspilet 1x80 mg PO
Clopidogrel 1x75 mg PO
Atorvastatin 1x40 mg PO
Amlodipin 1x 10mg PO
S : Nyeri dada (-) O : TD: 111/82 N : 68 x/menit RR: 20 x/menit T : 36.2 oC SpO2 : 98% Pemeriksaan Paru : Auskultasi : Vesikuler (+), Ronki (-/-), Wh (-/-) Pemeriksaan Jantung Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-) A : STEMI Anteroseptal P: O2 2L/menit
IVFD RL 500cc /24 jam
Aspilet 1x80 mg PO
Clopidogrel 1x75 mg PO
Atorvastatin 1x40 mg PO
Amlodipin 1x 10mg PO
11
12/09/20 22
S : Nyeri dada (-) O : TD: 109 /70 N : 64 x/menit RR: 20 x/menit T : 36.3oC SpO2 :98% Pemeriksaan Paru : Auskultasi : Vesikuler (+), Ronki (-/-), Wh (-/-) Pemeriksaan Jantung Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-) EKG :
A : STEMI Anteroseptal P: O2 2L/menit
IVFD RL 500cc /24 jam
Aspilet 1x80 mg PO
Clopidogrel 1x75 mg PO
Atorvastatin 1x40 mg PO
Amlodipin 1x 10mg PO
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindrom Koroner Akut Berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG) dan pemeriksaan biomarka jantung, sindrom koroner akut terdiri atas:1 a. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) b. Infark miokard akut non elevasi segmen ST (IMA-NEST) c. Angina pektoris tidak stabil (APTS)
2.2 Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST 2.2.1 Patofisiologi Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. 1,2 Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi, dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI, gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap terapi fibrinolitik. 1,2 Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten).
13
Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein Iib/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik. 1,2
2.2.2 Diagnosis STEMI a. Anamnesis Keluhan pasien dengan iskemi miokard berupa nyeri dada typical (angina typical) atau atypical (angina equivalen). Yang perlu diperhatikan dalam evaluasi keluhan nyeri dada iskemia SKA adalah sebagai berikut : 1,2
Lokasi nyeri Didaerah retrosternal dan pasien sulit melokalisasi rasa nyeri
Deskripsi nyeri Pasien mengeluh rasa berat seperti dihimpit, ditekan, diremas, panas atau dada terasa penuh. Keluhan tersebut lebih dominan dibandingkan rasa nyeri yang sifatnya tajam. Perlu diwaspadai juga bila pasien mengeluh nyeri epigastrik, sinkope atau sesak napas.
Penjalaran nyeri Biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, raahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
Lama nyeri
14
Nyeri pada SKA dapat berlangsung lama, lebih dari 20 menit. Pada STEMI, nyeri lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan istirahat atau nitrat sublingual.
Gejala sistemik Disertai keluhan seperti mual, muntah atau keringat dingin.
b. Pemeriksaan Fisik Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).2 Tanda fisik lain pada disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsitolik atau late sistolik apical yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI. 2 c. Elektrokardiogram Pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin dilakukan pada semua pasien yang memiliki keluhan nyeridada atau keluhan lain yang mengarah kepada iskemia. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang mengarah kepadaiskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus direkampada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal nondiagnostik. 2 Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMIuntuk pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pasien SKA dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI
15
dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia. 2 Tabel 1. Lokasi Infark Miokard berdasarkan EKG1 Lokasi Infark Miokard
Lokasi Elevasi Segmen ST
Akut Anterior
V1-V4
Anteroseptal
V1,V2,V3,V4
Anterior Ekstensif Anterolateral IaV
I,aVL,V2-V6 aVL,V3,V4,V5,V6
Inferior
II,III,aVF
Lateral
I,aVL,V5,V6
Septal
V1,V2
Posterior
V7,V8,V9
Ventrikel Kanan
V3R-V4R
d. Petanda (Biomarka) Kerusakan Jantung Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/non
16
koroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.1 Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponinI/T menunjukkan
kadar
yang
normal
dalam
4-6
jam
setelah
awitan
SKA,pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknyadiulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yangmeningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot skeletal(menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh yang singkat(48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun infark periprosedural.1 Pemeriksaan troponin I/T adalah biomarker paling sensitif dan spesifik sehingga menjadi standar baku emas dalam diagnosis NSTEMI/STEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam setelah onset. Peningkatan kadar troponin biasanya menetap dalam 2 hingga 3 hari, namun bisa tetap meningkat hingga 2 minggu bila terjadi nekrosis luas. Kadar troponin bisa saja belum meningkat dalam 6 jam setelah onset gejala, sehingga jika didapatkan hasil negatif pada pemeriksaan pertama, perlu dilakukan pemeriksaan ulang dalam 8 hingga 12 jam setelah onset gejala.1 Jika pemeriksaan troponin tidak dapat dilakukan, maka dapat digunakan penilaian Musscle and Brain fraction of Creatinin Kinase (CK-MB)yang akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai puncaknya saat 12 jam, dan menetap hingga 2 hari.1
17
e. Stratifikasi Resiko Stratifikasi resiko berdasarkan klasifikasi kelas killip merupakan klasifikasi risiko berdasarkan indikator klinis gagal jantung sebagai komplikasi infark miokard akut dan ditujukan untuk memperkirakan tingkat mortalitas (prognostik) dalam 30 hari. 1 Tabel 2. Mortalitas 30 hari berdasarkan klasifikasi Killip1
TIMI risk score adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi trobolitik. 3 Tabel 3. TIMI Score pada STEMI3
18
2.2.3
Tatalaksana
19
Gambar 1. Algoritme Sindroma Koroner Akut a. Terapi Reperfusi Terapi reperfusi segera, baik dengan PCI atau farmakologis, diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa Primary PCI)) diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung,bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan perubahan EKG tampak tersendat.1,2,3 Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas PCI. Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik. Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas PCI.1,2,3 Tabel 4. Pemilihan strategi terapi reperfusi pada STEMI4
20
1.
Terapi Fibrinolitik Pengobatan fibrinolisis lebih awal (door-drug 50% (dilihat terutama pada sadapan dengan ST elevasi tertinggi) (3)Adanya aritmia reperfusi. Bila fibrinolisis tidak berhasil maka penderita secepatnya harus dilakukan rescue PCI. Pada pedoman AHA 2015, setiap pasien yang telah dilakukan fibrinolisis dianjurkan untuk dilakukan angiografi dini dalam 3-6 jam pertama hingga 24 jam pasca fibrinolysis. Sebelum dilakukan tindakan fibrinolitik, pasien harus dilakukan pemeriksaan ada tidaknya kontraindikasi fibrinolitik. Kontraindikasi fibrinolitik adalah sebagai berikut: Tabel 6. Kontraindikasi fibrinolitik5
22
Gambar 2. Ceklis Fibrinolitik1
23
2.
Percutaneus Coronary Intervention (PCI) Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/ atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokark akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien