(Sudah Print) Panduan Anestesi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANDUAN ANESTESI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA



RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 2015



i



KATA PENGANTAR



Puji syukur kepada Tuhan YME, atas segala rahmat yang telah dikaruniakan kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan Buku Panduan Anestesi Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Buku Panduan Anestesi ini merupakan pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan pada pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Diharapkan dengan adanya buku ini dapat meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa dan digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan tugas di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bantuan semua pihak dalam menyelesaikan Buku Panduan Anestesi. Kami sangat menyadari banyak terdapat kekurangankekurangan dalam buku ini. Kekurangan ini secara berkesinambungan akan terus diperbaiki sesuai dengan tuntunan dalam pengembangan rumah sakit ini.



Ambarawa, 1 Oktober 2015 Penyusun



ii



PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG



RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA Jl. Kartini No 101 Telp (0298) 591022 Fax (0298) 591866 Email : [email protected] AMBARAWA - 50611



KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA NOMOR : 800/2051a/2015 TENTANG PANDUAN ANESTESI



Disusun Oleh :



Ahmad Choiri, S.Kep NIP. 197704022006041009



Disetujui Oleh :



Dra. Sri Suwanti NIP. 196508181991012001



Ditetapkan Oleh :



dr. Rini Susilowati, M.Kes, MM NIP. 19610506 198910 2 001



iii



PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG



RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA Jl. Kartini No 101 Telp (0298) 591022 Fax (0298) 591866 Email : [email protected] AMBARAWA - 50611



KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA NOMOR : 800/2051a/2015 TENTANG PANDUAN ANESTESI DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG, Menimbang



: a. bahwa dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan pasien dengan memberikan pelayanan anestesi yang nyaman, efektif, dan menenangkan bagi pasien yang menjalani pembedahan, prosedur medis atau trauma yang menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stress psikis lain;



b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, perlu ditetapkan Panduan Pelayanan Anestesi di Lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Kabaten Semarang;



c. bahwa penetapan panduan Pelayanan Anestesi di Lingkungan RumahSakitUmum Daerah Ambarawa Kabaten Semarangsebagaimana tersebut pada huruf b, perlu ditetapkan dan diatur dengan Keputusan Direktur. Mengingat



:



Menetapkan KESATU



: :



1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1441 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 2. Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan; 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis / Medical Record; 5. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 95 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah; 6. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa;



MEMUTUSKAN : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah



Ambarawa Tentang Panduan Anestesi KEDUA



KETIGA



KEEMPAT



:



Panduan Anestesi Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa dimaksud dalam Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini. : Panduan ini berlaku sebagai acuan dalam memberikan pelayanan kepada pasien di Lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Kabaten Semarang. : Panduan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.



Ditetapkan di : Ambarawa pada tanggal : 1 Oktober 2015 DIREKTUR RSUD AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG,



RINI SUSILOWATI



v



Daftar Isi PENDAHULUAN...............................................................................................................1 A.



LATAR BELAKANG.......................................................................................1



B. TUJUAN..................................................................................................................1 A.PENGERTIAN.........................................................................................................3 B. FALSAFAH.............................................................................................................4 ORGANISASI KETENAGAAN.............................................................................................6 C. PENDELEGASIAN WEWENANG......................................................................9 PEDOMAN PELAYANAN ANESTESI................................................................................10 A. PELAYANAN ANESTESI PERIOPERATIF....................................................10 Setelah dilakukan pemeriksaan, anestesi harus menentukan:...............13 Klasifikasi ASA dan Hubungannya dengan Tingkat Mortalitas...............13 2.



PRA INDUKSI...................................................................................................15



3.



SIGN IN..............................................................................................................16



4.



TIME OUT..........................................................................................................16



5.



SIGN OUT..........................................................................................................17



6.



PELAYANAN INTRA ANESTESI...................................................................17



7.



PELAYANAN PASCA ANESTESI..................................................................18



B.



KRITERIA PEMULANGAN PASIEN.........................................................19



C.



PELAYANAN TINDAKAN RESUSITASI..................................................21



D.



PELAYANAN ANESTESI REGIONAL......................................................21



E.



PELAYANAN ANESTESI REGIONAL DALAM OBSTETRIK..............22



F.



OBAT ANESTESI INTRAVENA NON NARKOTIK....................................23



1.



Golongan Barbiturat :....................................................................................23



2.



Golongan Benzodiazepin...............................................................................24



a.



Diazepam...........................................................................................................24



b.



Midazolam.........................................................................................................24



c.



Propofol..............................................................................................................24



d.



Ketamin..............................................................................................................24



BAB V STANDAR FASILITAS...........................................................................................25 Obat-obat :................................................................................................................26 BAB VI PENUTUP...........................................................................................................27 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................28



vi



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Kemajuan



teknologi



saat



ini,



dan



tuntutan



masyarakan



sekarang ini menuntut para pemberi pelayanan kesehatan agar memberikan



pelayanan



yang



bermutu,



aman



dan



memuaskan.Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan mutu kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting Rumah Sakit Ambarawa sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan yang profesional dan berkualitas. Sejalan dengan upaya tersebut, agar para tenaga kesehatan di Rumah Sakit Ambarawa dapat memberikan pelayanan prima bagi para pasiennya, diperlukan adanya suatu pedoman pelayanan kesehatan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam setiap tindakan yang dilakukan. Pelayanan anestesi di Rumah Sakit Ambarawa merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang anestesi. Pelayanan anestesi di rumah sakit antara lain meliputi pelayanan sedasi, pelayanan anestesi di kamar bedah dan di luar kamar bedah seperti di unit radiologi, bangsal, UGD, ICU dan ENDOSCOPI Pelayanan anestesi meliputi kedokteran perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi jantung paru otak, pelayanan kegawatdaruratan dan terapi intensif. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan anestesi di Rumah Sakit Ambarawa Semarang maka disusunlah Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesi. B. TUJUAN 1. Meningkatkan



kualitas



pelayanan



pasien



dengan



memberikan pelayanan anestesi, analgesia dan sedasi yang aman,efektif, berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien yang menjalani pembedahan, prosedur medis atau 1



trauma yang menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stres psikis lain. 2. Menunjang



fungsi



vital



tubuh



terutama



jalan



napas,



pernapasan, peredaran darah dan kesadaran pasien yang mengalami



gangguan



menjalani



pembedahan,



atau



ancaman



prosedur



medis,



nyawa



karena



trauma



atau



penyakit lain. 3. Menerapkan budaya keselamatan pasien 4. Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai dengan akreditasi. C. SASARAN 1. Unit Pelayanan Anestesiologi di Rumah Sakit Ambarawa Semarang 2. Dokter Spesialis Anestesiologi 3. Perawat Anestesi/perawat yang telah mendapat pelatihan anestesi 4. Direktur Rumah Sakit Ambarawa Semarang



2



BAB II PELAYANAN ANESTESIOLOGI



A.PENGERTIAN Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan: 1.



Pelayanan anestesi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesi dalam kerja sama tim meliputi penilaian pra operatif (pre anestesi), intra anestesi danpasca anestesi serta pelayanan lain sesuai bidang anestesi antara lain terapi intensif, gawat darurat dan penatalaksanaan nyeri.



2.



Tim pengelola pelayanan anestesi adalah tim yang dipimpin oleh dokter spesialis anestesi dengan dokter lain dan perawat



anestesi



dan



atau



perawat



yang



sudah



mendapatkan pelatihan. 3.



Dokter



spesialis



anestesi



yaitu



dokter



yang



telah



menyelesaikan pendidikan program studi dokter spesialis anestesi di institusi pendidikan yang diakui atau lulusan luar



negeri



dan



yang



telah



mendapat



Surat



Tanda



Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP). 4.



Dokter lain yaitu dokter spesialis lain dan/atau dokter yang telahmengikuti pendidikan dan pelatihan di bidang anestesi atau yangtelah bekerja di pelayanan anestesi dan terapi intensif minimal 1(satu) tahun.



5.



Kepala



PelayananAnestesiTerintegrasi



adalah



seorangdokter yang diangkat oleh Direktur Rumah Sakit. 6.



Perawat anestesi adalah tenaga keperawatan yang telah menyelesaikanpendidikan dan ilmu keperawatan anestesi.



7.



Kolaborasi adalah tindakan yang dilakukan perawat anestesi danperawat dalam ruang lingkup medis dalam melaksanakan instruksidokter.



8.



Kewenangan klinik adalah proses kredensial pada tenaga kesehatanyang dilakukan di dalam rumah sakit untuk dapat memberikanpelayanan medis tertentu sesuai dengan peraturan internal rumah sakit.



9.



Kredensial



adalah



penilaian



(pengetahuan,ketrampilan,



3



kompetensi/kemampuan



perilaku



profesional)



profesi



didasarkan pada kriteriayang jelas untuk memverifikasi informasi dan mengevaluasi seseorangyang meminta atau diberikan kewenangan klinik. 10. Standar



prosedur



operasional



perangkatinstruksi/langkah-langkah



adalah yang



suatu



dibakukan



untuk menyelesaikansuatu proses kerja rutin tertentu, berdasarkan



standar



kompetensi,standar



pelayanan



kedokteran dan pedoman nasional yang disusun,ditetapkan oleh



rumah



sakit



sesuai



kemampuan



rumah



sakit



denganmemperhatikan sumber daya manusia, sarana, prasarana danperalatan yang tersedia. 11.



Pelayanan



pra-anestesi



adalah



penilaian



untuk



menentukan statusmedis pre anestesi dan pemberian informasi serta persetujuan bagipasien yang memperoleh tindakan anestesi. 12. Pelayanan intra anestesi adalah pelayanan anestesi yang dilakukanselama tindakan anestesi meliputi pemantauan fungsi vital pasien secara kontinu. 13.



Pelayanan pasca-anestesi adalah pelayanan pada pasien pascaanestesi sampai pasien pulih dari tindakan anestesi



14. Pelayanan anestesi rawat jalan adalah subspesialisasi darianestesi yang dikhususkan kepada perawatan, pra operatif,intraoperatif, dan pasca operatif pada pasien yang menjalani prosedurpembedahan rawat jalan. 15.



Pelayanan anestesi regional adalah tindakan pemberian anestetikuntuk memblok saraf regional sehingga tercapai anestesi di lokasioperasi sesuai dengan yang diharapkan.



16.



Pelayanan anestesi regional dalam obstetrik adalah tindakanpemberian anestesi regional pada wanita dalam persalinan.



17. Pelayanan anestesi/analgesia di luar kamar operasi adalah tindakanpemberian



anestetik/analgesik



di



luar



kamar



operasi. B. FALSAFAH Pelayanan anestesi pada hakekatnya harus bisa memberikan tindakan medis yang aman, efektif, berperikemanusiaan, 4



berdasarkan ilmu kedokteran mutakhir dan teknologi tepat guna dengan mendayagunakan sumber daya manusia (SDM) berkompeten dan profesional menggunakan peralatan dan obat-obatan yang sesuai dengan standar, pedoman dan rekomendasi profesi anestesi.



5



BAB III ORGANISASI KETENAGAAN



A. STRUKTUR ORGANISASI STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI BEDAH SENTRAL



DIREKTUR KOMITE MEDIS



KEPALA INSTALASI BEDAH SENTRAL



IGD



WADIR PELAYANAN



SMF ANESTESI



IRJA KEPALA RUANG BEDAH SENTRAL



IRNA



ADMINISTRASI



LABORAT RONTGEN



PERAWAT ANESTESI



KOORDINATOR



FARMASI KA TIM



0K I



OK II



LOGISTIK



OK III



OK DIAGNOSTIK



LINEN



OK IV



B. KUALIFIKASI, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB 1. Kepala Pelayanan Anestesi Terintegrasi a. Kualifikasi 1) Pendidikan spesialis anestesi dan reanimasi 2) Memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) Dan Surat Ijin Praktek (SIP) 3) Berdedikasi tinggi 4) Mampu memimpin b. Tugas : 1) Mengoordinasi kegiatan pelayanan anestesi



sesuai



dengan sumber daya manusia, sarana, prasarana dan peralatan yang tersedia. 6



OK V



2) Melakukan



koordinasi



dengan



bagian/departemen/SMF/Instalasi terkait. b. Tanggung jawab : 1. Pengembangan,



implementasi,



dan



memelihara/menegakkan (maintaining) kebijakan dan prosedur 2. Kelalaian administrative 3. Memelihara/mempertahankan program pengendalian mutu yang penting 4. Merekomendasikan



sumber



luar



untuk



pelayanan



anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) 5. Memantau dan menelaah seluruh pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) 2. Perawat anestesi a. Kualifikasi 1) pendidikan DIII Anestesi 2) jujur 3) disiplin 4) loyal terhadap pimpinan b. Tugas : 1) Melakukan asuhan keperawatan pra-anestesi, yang meliputi: a) Pengkajian keperawatan pra-anestesi. b) Pemeriksaan dan penilaian status fisik pasien. c) Pemeriksaan tanda-tanda vital. d) Persiapan administrasi pasien. e) Analisis hasil pengkajian dan merumuskan masalah pasien. f) Evaluasi



tindakan



keperawatan



pra-anestesi,



mengevaluasi secara mandiri maupun kolaboratif. g) Mendokumentasikan hasil anamnesis/pengkajian. h) Persiapan mesin anestesi secara menyeluruh setiap kali akan digunakan dan memastikan bahwa mesin dan monitor dalam keadaan baik dan siap pakai. i) Pengontrolan persediaan obat-obatan dan cairan setiap hari untuk memastikan bahwa semua obat7



obatan baik obat anestesi maupun obat emergensi tersedia sesuai standar rumah sakit. j) Memastikan



tersedianya



sarana



prasarana



anesthesia berdasarkan jadwal, waktu dan jenis operasi tersebut. 2) Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anestesi, yang meliputi: a) Menyiapkan



peralatan



dan



obat-obatan



sesuai



dengan perencanaan teknik anestesi. b) Membantu



pelaksanaan



anestesi



sesuai



dengan



sesuai instruksi dokter spesialis anestesi. c) Membantu pemasangan alat monitoring non invasive d) Membantu



dokter



melakukan



pemasangan



alat



monitoring invasive. e) Pemberian obat anestesi. f) Mengatasi penyulit yang timbul. g) Pemeliharaan jalan napas. h) Pemasangan alat ventilasi mekanik i) Pemasangan alat nebulisasi. j) Pengakhiran tindakan anestesi. k) Pendokumentasian semua tindakan yang dilakukan agarseluruh tindakan tercatat baik dan benar. 3) Melakukan asuhan keperawatan pasca anestesi, yang meliputi: a) Merencanakan



tindakan



keperawatan



pasca



tindakan anestesi. b) Pelaksanaan tindakan dalam manajemen nyeri. c) Pemantauan



kondisi



pasien



pasca



pemasangan



kateter epidural dan pemberian obat anestetika regional. d) Evaluasi hasil pemasangan kateter epidural dan pengobatan anestesi regional. e) Pelaksanaan



tindakan



dalam



mengatasi



kondisi



gawat. f) Pendokumentasian pemakaian obat-obatan dan alat kesehatan yang dipakai.



8



g) Pemeliharaan peralatan agar siap untuk dipakai pada tindakan anestesi selanjutnya. c. Tanggung jawab: 1) Perawat anestesi dan perawat bertanggung jawab langsung kepada dokter penanggung jawab pelayanan anestesi. 2)



Menjamin



terlaksananya



pelayanan/asuhan



keperawatan anestesi di rumah sakit. 3) Pelaksanaan



asuhan



keperawatan



anestesi



sesuai



standar



C. PENDELEGASIAN WEWENANG 1. Dalam hal perlu dilakukan tindakan anestesi umum, dokter spesialis anestesiologi berhalangan, tidak berada di tempat atau tidak ada, maka tindakan anestesi tersebut menjadi tanggung jawab dokter lain sesuai peraturan perundangundangan. 2. Dalam



hal



dokter



sebagaimana



dimaksud



di



atas



berhalangan, tidak berada di tempat atau tidak ada, maka kepada perawat anestesi diberikan kewenangan melakukan anestesi sesuai dengan keahlian yang dimiliki. 3. Tindakan anestesi yang dilakukan oleh perawat anestesi harus



dilakukan



dengan



terlebih



dahulu



mendapat



persetujuan dan arahan dari dokter spesialis anestesi per telepon dan dicatat dalam status pra anestesi dan pra induksi dan ditandatangani oleh DPJP anestesi pada hari berikutnya. 4. Dalam hal ada dokter spesialis anestesiologi, maka tugas perawat anestesi membantu dokter spesialis anestesi.



9



BAB IV PEDOMAN PELAYANAN ANESTESI Pelayanan anestesi adalah tindakan medis yangdilakukan melalui pendekatan tim sesuai dengan kompetensi dan kewenanganyang dimiliki. Tim pengelola pelayanan anestesidipimpin oleh dokter spesialis anestesi dengan anggota dan/atau dokterdan perawat anestesi/perawat. Pelayanan anestesimencakup tindakan anestesi (pre anestesi, intra anestesi dan pasca anestesi) serta pelayanan lain sesuaibidang anestesi



seperti



pelayanan



penatalaksanaannyeri,



dan



kritis,



lain-lain.Dokter



gawat



darurat,



spesialis



anestesi



hendaknya membatasi bebanpasien yang dilayani dan tangung jawab supervisi anestesi sesuai denganjumlah, kondisi dan risiko pasien yang ditangani. A. PELAYANAN ANESTESI PERIOPERATIF Pelayanan anestesi peri-operatif merupakan pelayanan anestesi yang mengevaluasi, memantau dan mengelola pasien pra, intra dan pascaanestesi serta terapi intensif dan pengelolaan nyeri berdasarkankeilmuan yang multidisiplin. 1. PELAYANAN PRE ANESTESI Semua pasien yang akan dijadwalkan akan menjalani tindakan pembedahan harus dilakukan persiapan dan pengelolaan perioperasi secara optimal oleh dokter anestesi. Kunjungan



pre



anestesi



pada



tindakan



bedah



efektif



dilakukan satu hari sebelum operasi, dan pada operasi darurat



dilakukan



pada



saat



pra



induksi



di



ruang



penerimaan pasien. Kunjungan ini bertujuan untuk mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal, merencanakan dan memilih tehnik



dan



obat-



obatan



yang



sesuai



untuk



digunakan.Menentukan klasifikasi pasien berdasarkan ASA. Tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya pengelolaan pre anestesi termasuk di dalamnya adalah sebagai berikut: a) Mengkonfirmasikan pada pasien : tindakan bedah dan tindakan anestesi



yang akan dilakukan, risiko yang



10



mungkin terjadi dan alternatif tindakan anestesi lain jika ada penyulit. b) Mengkonsultasikan dengan dokter spesialis lain



untuk



mengantisipasi adanya penyulit sistemik yang ada pada pasien. c) Dapat melakukan antisipasi masalah yang mungkin terjadi dan memastikan bahwa fasilitas dan tenaga yang tersedia cukup terlatih untuk melakukan perawatan perioparatif. d) Memastikan bahwa penderita dipersiapkan dengan tepat untuk



tindakan



anestesi



dan



pembedahan



dengan



mempertimbangkan faktor penyulityang mungkin ada. e) Mendapatkan informasi yang tentang keadaan pasien sehingga dapat merencanakan tehnik anestesi yang tepat f) Melakukan premedikasi dan menyediakan obat-obatan profilaksis yang mungkin diperlukan. Langkah Pre Anestesi: a. Anamnesis 1) Identifikasi pasien yang terdiri atas nama, tanggal lahir,, umur, alamat, pekerjaan, agama dan lain lain. 2) Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi 3) Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang dapat menjadi penyulit tindakan anestesi, seperti alergi, DM, penyakit paru kronis, penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal. penyakit hati 4) Riwayat



obat-obatan



yang



meliputi



alergi



obat,



intoleransi obat dan obat yang sedang digunakan yang dapat



menimbulkan



interaksi



dengan



obat-obat



anestesi, seperti kortikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik,antibiotic,



golongan



aminoglikosida,



digitalis, diuretika, dan lain-lain. 5) Riwayat anestesi/operasi sebelumnya: kapan, jenis operasi, apakah ada kompikasi anestesi 6) Riwayat



kebiasaan



mempengaruhi



sehari-hari



tindakan



11



yang



anestesiseperti



dapat merokok,



kebiasaan minum alkohol, obat penenang, narkotika, dan muntah. 7) Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti riwayat



adanya



keluarga



yang



mengalami



hyperthermia maligna saat operasi. 8) Riwayat kelainan sistem organ. b. Pemeriksaan Fisik 1) Tinggi dan berat badan untuk menentukan dosis obat yang



akan



digunakan,



terapi



cairan



yang



akan



digunakan. 2) Pemeriksaan vital sign :tensi, nadi, respiratory rate, dan suhu. 3) Jalan nafas Daerah kepala dan leher diperiksa untuk mengetahui adanya kemungkinan kesulitan ventilasi dan kesulitan intubasi. 4) Jantung, pemeriksaan EKG. 5) Paru paru



dilakukanfoto thorak atau pemeriksaan



paru lainnya sesuai indikasi. 6) Abdomen



: apakah ada distensi, massa, adakah



kemungkinan resiko regurgitasi. 7) Ekstremitas terutama untuk melihat perfusi distal. 8) Neurologis Kesadaran fungsi saraf cranial. c. Pemeriksaan Laboratorium Rutin : 1) Darah : darah rutin , golongan darah, PTT, PTTK 2) Urin : urin rutin. 3) Foto X ray : thorak foto. 4) EKG untuk usia diatas 40 tahun. Khusus, dilakukan atas indikasi : 1) EKG pada anak jika dicurigai ada kelainan jantung bawaan. 2) Spirometri pada semua pasien dewasa yang akan dilakukan operasi besar. 3) Fungsi hati. 4) Fungsi ginjal.



12



d. Konsultasi dengan dokter spesialis lain sesuai dengan kondisi pasien e. Prediksi morbiditas dan mortalitas perioperatif Setelah



dilakukan



pemeriksaan,



anestesi



harus



menentukan: 1) Apakah pasien dalam kondisi optimal utnuk dilakukan tindakan anestesi dan pembedahan? 2) Apakah tindakan bedah yang dilakukan mempunyai keuntungan lebih besar dibandingkan resiko yang akan



terjadi



akibat



tindakan



anestesi



dan



pembedahan itu sendiri Pada



prinsipnya



membahayakan



apabila untuk



ada



kondisi



dilakukan



medis



operasi



yang elektif,



pembedahan sebaiknya ditunda dulakukan perbaikan kondisi pasien lebih dahulu sampai kondisi pasien optimal untuk di lakukan operasi. f. Klasifikasi ASA Klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiologist) digunakan untuk menunjukan status fisik pasien yang berhubungan dengan indikasi apakah tindakan bedah harus dilakukan segera atau cito atau elektif. Klasifikasi



ASA



dan



Hubungannya



dengan



Tingkat



Mortalitas KLASIFIKASI ASA



DESKRIPSI PASIEN



I



Pasien



normal



dan



II



sehat fisik dan mental Pasien dengan penyakit sistemik ringan tidak ada keterbatasaan



III



ANGKA KEMATIAN (%) 0,1



0,2



fungsional Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga



berat



menyebabkan keterbatasan fungsi



13



yang



1,8



IV



Pasien dengan penyakit sistemik



berat



yang



mengancam hidup dan



7,8



menyebabkan keterbatasan fungsi Pasien yang tidak dapat



V



hidup / bertahan dalam 24 jam dengan



9,4



atau tanpa operasi E



Bila operasi dilakukan darurat atau cito



g.



Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesiharus



dilakukan



sebelum



tindakan



anestesi



untuk memastikanbahwa pasien berada dalam kondisi yang layak untuk proseduranestesi. h. Dokter



spesialis



anestesi



bertanggung



jawab



untuk



menilaidan menentukan status medis pasien pre anestesi berdasarkanprosedur sebagai berikut : 1) Anamnesis dan pemeriksaan pasien. 2) Meminta



dan/atau



mempelajari



hasil-hasil



pemeriksaan dan konsultasi yang diperlukan



untuk



melakukan anestesi. 3) Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan anestesi yang akandilakukanpersetujuan tindakan. 4) Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anesthesia dan obat-obat yang akandipergunakan. Pemeriksaan penunjang pre anestesi dilakukan sesuai StandarProfesi dan Standar Prosedur Operasional. Pelayanan pre anestesi ini dilakukan pada semua pasien yang akanmenjalankan tindakan anestesi. Pada keadaan yang tidak biasa,misalnya gawat darurat yang ekstrim,



langkah-langkah



pelayanan



pre



anestesisebagaimana diuraikan di atas, dapat diabaikan danalasannya harus didokumentasikan di dalam rekam 14



medis pasien dan penandatangananinformed concent oleh dokter anestesi, pasien dan saksi . Pedoman puasa sebelum menjalani anestesi : Sebelum dilakukan sedasi moderat dan dalam, pada pasien



elektif



harus



dilakukan



pengosongan



JENIS MAKANAN Air putih



LAMA PUASA 2 jam



ASI/Formula



4 jam



Makanan padat Air putih



8 jam 2 jam



ASI/Formula



6 jam



Anak 13bln-



Makanan padat Air putih



8 jam 2 jam



dewasa



ASI/Formula



8 jam



Makanan padat



8 jam



lambung



dengan berpuasa : USIA Bayi 0-6 bln



Anak 7bln-1th



Pada kasus kegawatdaruratan, puasa dilakukan sejak pasien didaftarkan untuk dilakukan operasi. 2. PRA INDUKSI Asesmen pra induksi dilakukan di ruang penerimaan pasien oleh dokter anestesi (tim anestesi) Tujuan dari asesmen prainduksi lebih berfokus pada stabilitas fisiologis dan kesiapan pasien untuk anestesi sesaat sebelum induksi anestesi. Dilakukan assesmen ulang : a. Riwayat penyakit dahulu b. Riwayat penyakit keluarga c. Riwayat alergi d. Riwayat anestesi e. Perokok f. Kapan makan dan minum terakhir g. Pemeriksaan Fisik h. Pemeriksaan Penunjang i. Rencana anestesi j. Klasifikasi ASA 3. SIGN IN 15



Dilakukan di kamar operasi, dihadiri minimal oleh perawat dan dokter anestesi.Dilakukan kembali anamnesa ulang pada pasien dalam kondisi sadar penuh. Konfirmasi pasien meliputi : a. Identitas : nama pasien, dengan cara menanyakan langsung pada pasien nama dan tanggal lahir pasien. b. Gelang identitas, apakah sudah sesuai. c. Lokasi operasi : pasien diminta untuk menunjukkan kembali daerah mana yang akan dioperasi. d. Persetujuan operasi dan persetujuan anestesi : apakah sudah ditanda tangani oleh pasien dan wakil keluarga pasien. e. Dilakukan pemberian tanda operasi bila masih belum diberi tanda. f. Pasien di cek dengan pulse oksimeter untuk mengetahui saturasi oksigen sebelum pembiusan. g. Apakah pasien memunyai riwayat alergi ?alergi obat? makanan? h. Apakah pasien mempunyai risiko adanya kesulitan ventilasi atau kesulitan intubasi. i. Cek mesin anestesi, obat-obatan anestesi, tersedia alatalat airway. j. Apakah operasi yang akan dilakukan mempunyai resiko perdarahan? apakah sudah tersedia darah? pasang jalur intravena 2 jalur? 4. TIME OUT Dilakukan pada saat pasien sudah terinduksi sebelum insisi.



Langkah-langkah : a. Masing-masing personel memperkenalkan



diri yaitu:



operator, anestesi/tim anestesi, assisten , instrument, onloop/ sirkuler. b. Konfirmasi



terhadap pasien



meliputi: nama pasien,



prosedur yang akan dilakukan, lokasi insisi, apakah 16



sudah diberikan antibiotik profilaksis. apakah sudah dipersiapkan jika ada kejadian yang tidak diharapkan. c. Bidang Bedah: apakah ada kemungkinan kesulitan dalam operasi? adakah tindakan alternative, perkiraan berapa lama operasi berlangsung, perkiraan apakah ada resiko perdarahan? Jika ya, apakah sudah sedia darah. d. Bidang Anestesi: Apakah pasien ini mempunyai masalah spesifik? Status fisik pasien ASA? e. Bidang Perawatan : Apakah semua alat steril yang akan dipergunakan sudah siap? apakah menggunakan alat khusus? f. Apakah Hasil foto Rontgen , MRI, CT Scan sudah terpasang? 5. SIGN OUT Dilakukan saat operasi selesai, sebelum menutup kulit dan pasien akan dibawa ke ruang pemulihan. a. Perawat melakukan konfirmasi akan prosedur yang dilakukan b. Jumlah kelengkapan instrument, kasa, jarum. c. Pemberian label pada specimen : nama, asal jaringan, operator, tanggal pengambilan specimen. d. Adakah permasalahan dengan peralatan selama operasi ? e. Anjuran dari operator dan anestesi di ruang pemulihan. 6. PELAYANAN INTRA ANESTESI a. Dokter spesialis anestesi atau tim pengelola anestesi harus tetap beradadi kamar operasi selama tindakan anestesi



umum



dan



regionalserta



prosedur



yang



memerlukan tindakan sedasi. b. Selama pemberian anestesi harus dilakukan pemantauan danevaluasi secara continual setiap 5 menit. Yang di monitoring secara kontinual: EKG, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi,suhu



dan



perfusi



jaringan,



serta



didokumentasikan pada catatananestesi. c. Apabila terjadi komplikasi anestesi maka tindakan dokter anestesi adalah meminta menghentian sementara operasi 17



dan mengawasi dahulu masalah anestesi seperti saturasi, hemodinamik dan lain lain.Jika kondisi sudah stabil maka operasi dilanjutkan kembali. d. Pengakhiran anestesi harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi,sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan dalam keadaan stabil. 7. PELAYANAN PASCA ANESTESI a. Setiap pasien pasca tindakan anestesi harus dipindahkan keruang pulih (Unit Rawat Pasca anestesi/ICU) atau ekuivalennya dan dilakukan pemantauan dan monitoring setiap 15 menit sampai memenuhi kriteria pemulangan pasien. b. Monitoring di ruang pemulihan meliputi : tanda-tanda vital, mual muntah, perdarahan. c. Monitoring di ruang pemulihan dilakukan oleh perawat yang bertugas di ruang RR. d. Kriteria pemulangan pasien sesuai dengan SPO kriteria pemulangan pasien.Dalam kondisi tertentu, pasien juga dapat dipindahkan langsung ke unit perawatan kritis (ICU/HCU)



atas perintah khusus dokter spesialis



anestesi ataudokter yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut. e. Fasilitas, sarana dan peralatan ruang pulih harus memenuhipersyaratan yang berlaku. f. Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih,



tetapibeberapa



di



antaranyamemerlukan



perawatan di unit perawatankritis (ICU/HCU). g. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh dokterspesialis anestesi atau anggota tim pengelola anestesi.Selama



pemindahan,



pasien



harus



dipantau/dinilai secarakontinual dan diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien. h. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepadaperawat ruang pulih dan disertai laporan kondisi pasien.



18



i. Dokter



anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran



pasiendari ruang pulih. B. KRITERIA PEMULANGAN PASIEN 1. Kriteria discharge pasien yang dipakai adalah scorePost Anesthetic



Discharge



Scoring



System



dan



diisi



dan



ditandatangani oleh DPJP atau perawat yang bertugas di ruang pulih. 2. Kriteria



pemindahan



ke



ruangan



menggunakan



Skor



Modified Aldrette ≥12 atau ≥5 pada Steward score atau sama dengan skor preprosedur. Pemantauan terhadap skor Aldrette dan skot Steward dilakukan secara periodik setiap 15 menit. 3. Monitoring pasien sampai skor Aldrette mencapai ≥12 atau≥5 pada Steward score sama dengan skor preprosedur. 4. Rasio



antara



perawat



ruang



pulih



dengan



pasien



disesuaikan dengan kondisi pasien: a. Pasien belum sadar = 1:1 b. Pasien sudah sadar = 1:2 c. Pasien sudah ke tahap persiapan pulang = 1:4 5. Beritahukan DPJP Anestesi bila skor pasien tidak mencapai kriteria discarge sampai 2 jam. 6. Semua kondisi pasien pasca operasi harus diinformasikan kepada keluarga pasien. MODIFIED ALDRETTE SCORE NO 1



Warna Kulit



2



Aktifitas



KRITERIA



SCOR



Merah / Normal Pucat Sianosis Gerak empat anggota tubuh



E 2 1 0 2



Gerak dua anggota tubuh Tidak ada gerak Nafas dalam, batuk dan



1 0 2



tangis kuat Nafas dangkal dan adekuat Nafas apnea / nafas tidak



1 0



Motorik 3



Pernafasan



adekuat 19



4



5



6



Tekanan



TD berbeda ± 20



mmHg



2



darah



dari Pre-op TD berbeda 20-50 mmHg



1



dari Pre-op TD berbeda ± 50



0



mmHg



Kesadaran



dari Pre-op Sadar penuh mudah di



2



Mual



panggil Bangun jika di panggil Tidak ada respon 1-2x muntah dapat di therapy



1 0 2



muntah



-3-5x muntah perlu therapy



1



parenteral



0



-Berat : perlu pengawasan 7



perdarahan



khusus Minimal : tidak perlu ganti



2



balut



1



-sedang : Perlu 1x ganti balut



0



-berat >3x ganti balut STEWARD SCORE NO



KRITERIA



SCOR E



1



Kesadaran



Bangun Respon Terhadap



Rangsang Tidak ada Respon 2 Pernafasan Batuk / menangis Pertahanan jalan nafas Perlu bantuan nafas 3 Motorik Gerak bertujuan Gerak tidak bertujuan Tidak gerak Score ≥ 5, pasien pindah ke ruangan



2 1 0 2 1 0 2 1 0



Pada regional anestesi, pemindahan pasien ke ruangan berdasarkan Bromage score. BROMAGE SCORE SKOR 0 1



KRITERIA Dapat mengangkat tungkai bawah Tidak dapat menekuk lutut, tetapi



2



mengangkat kaki Tidak dapat mengangkat tungkai bawah, tetapi dapat penekuk 20



dapat



3 Tidak dapat mengangkat kaki sama sekali Skor ≤ 2 pasien boleh pindah ke ruangan C. PELAYANAN TINDAKAN RESUSITASI 1. Pelayanan tindakan resusitasi meliputi bantuan hidup dasar, lanjutdan jangka panjang. 2. Dokter



spesialis



anestesi



atau



dokter



lain



yang



memilikikompetensi memainkan peranan penting sebagai tim resusitasi dandalam melatih dokter, perawat serta paramedis. 3. Standar resusitasi



Internasional



serta



jantungparu



pedoman



mengikuti



praktis



untuk



American



Heart



Association (AHA) dan/atau EuropeanResuscitation Council. 4. Semua upaya resusitasi harus dimasukkan ke dalam audit yangberkelanjutan. D. PELAYANAN ANESTESI REGIONAL 1. Pelayanan anestesi regional adalah tindakan pemberian anestetikuntuk memblok saraf sehingga tercapai anestesi dilokasi operasisesuai dengan yang diharapkan. 2. Anestesi regional dilakukan oleh dokter spesialis anestesi dan atau perawat anestesi/perawat pelatihan anestesi yang diberi



mandat



ditempat



yang



tersedia



sarana



dan



perlengkapan untuktindakan anestesi umum sehingga bila diperlukan dapat dilanjutkanatau digabung dengan anestesi umum. 3. Sumber gas oksigen diutamakan dari sumber gas oksigen sentral agartersedia dalam jumlah yang cukup untuk operasi yang lama atau biladilanjutkan dengan anestesi umum. 4. Anestesi regional dimulai oleh dokter spesialis anestesi dan atau perawat anestesi/perawat pelatihan anestesi yang diberi mandat dandapat dirumat oleh dokter atau perawat anestesi/perawat yangmendapat pelatihan anestesi dibawah supervisi dokter spesialisanestesi. 5. Pemantauan fungsi vital selama tindakan anestesi regional dilakukansesuai standar pemantauan anestesi.



21



6. Anestesi regional dapat dilanjutkan untuk penanggulangan nyeripasca bedah atau nyeri kronik. 7. Pemantauan di luar tindakan pembedahan/di luar kamar bedah



dapatdilakukan



oleh



dokter



atau



perawat



anestesi/perawat yang mendapatpelatihan anestesi dibawah supervisi dokter spesialis anestesi. E. PELAYANAN ANESTESI REGIONAL DALAM OBSTETRIK 1. Pelayanan



anestesi



regional



dalam



obstetrik



adalah



tindakanpemberian anestetik lokal kepada wanita dalam persalinan. 2. Anestesi regional hendaknya dimulai dan dirumat hanya di tempatdengan perlengkapan resusitasi serta obat-obatan yang tepatdan dapat segera tersedia untuk menangani kendala yang berkaitandengan prosedur. 3. Anestesi regional diberikan oleh dokter spesialis anestesi dan atau perawat anestesi/perawat pelatihan anestesi yang diberi mandat



setelahpasien diperiksa dan diminta oleh



seorang dokter spesialis kebidanandan kandungan atau dokter yang merawat. 4. Anestesi regional dimulai oleh dokter spesialis anestesiologi dan atau perawat anestesi/perawat pelatihan anestesi yang diberi mandat



dan dapatdirumat oleh dokter spesialis



anestesiologi atau dokter/bidan/perawatanestesi/perawat di bawah supervisi dokter spesialis anetesiologi. F. OBAT ANESTESI INTRAVENA NON NARKOTIK Obat- obat ini digunakan sebagai obat sedasi dan sebagai obat induksi.Obat- obat ini dapat dipakai secara tunggal atau kombinasi.kadang dipakai bersama narkotik dan pelumpuh otot. 1. Golongan Barbiturat : Penthotal /thiopental sodium/ penthobarbital/ thiopenton Dosis induksi : 3-5 mg/kg BB Indikasi : a. Induksi b. Sedasi 22



c. Untuk obat anestesi untuk operasi yang waktunya singkat d. Sebagai supplement pada regional anestesi e. Therapy status convulsius f.



Untuk menurunkan metabolism otak sehingga banyak digunakan untuk craniotomi



Kontra indikasi : a. Alergi barbiturate b. Status asmatikus c. Pophiria d. Perikarditis kontriktiva e. Tidak terdapat jalur intravena



tidak boleh im/sc



nekrosis f.



Syok



g. Hati-hati pada anak dibawah 4 tahun karena pusat respirasi



mudah terdepresi dan jalan nafas masih



sempit



2. Golongan Benzodiazepin a. Diazepam 1) Sedasi terjadi 1-2 menit setelah penyuntikan 2) Dapat mendepresi nafas 3) Dapat menembus barier plasenta 4) Dosis : premedikasi : Dewasa :10 mg (IM), Anak : 0,1-0,2 mg/kgbb (im) Induksi 0,2-0,6 mg/kg bb iv Anti kejang 10-20 mg IV b. Midazolam 1) Mekanisme kerja sama dengan diazepam tp onsetnya lebih cepat 2, durasi kerja lebih pendek dan kekuatan 1,5-3x diazepam. 2) Dosis : Sedasi dan axiolitik 0,1 mg/kgBB onset !5 menit, puncak mencapai 30-45 menit. Dosis 1-2,5 mg iv efektif untuk sedasi pada anestesi regional 3) Dosis Induksi 10-15 mg ( 0,1-0,4 mg/kgbb) iv 23



c. Propofol 1) Dosis : induksi pasien dewasa 2-2,5 mg/kg bb iv 2) Maintenance : 4-12 mg /kg bb/jam 3) Sedasi di icu 0,3-0,4 mg/kg bb/jam dimulai dengan bolus 1-2 mg/kg bb 4) Onset 30-60 detik d. Ketamin 1) Onset 10-60 detik IV , IM 3-20 menit 2) Dosis : induksi : 0,5-2 mg/kgbb, IM 4-6 mg/kgbb 3) Dosis anestesi 0,1-0,2 mg/kgbb



24



BAB V STANDAR FASILITAS



A. STANDAR FASILITAS Dalam 1 ruang bedah mempunyai standar fasilitas : 1. Sumber listrik 2. Gas Medis a. Oksigen terhubung antara sumber gas dengan mesin anestesi. b. N2O



terhubung



antara



sumber



gas



dengan



mesin



anestesi. 3. Mesin Anestesi 4. Manajemen Jalan Nafas a. Sungkup muka dengan berbagai ukuran b. Oropharygeal airway (Guedel) dalam ukuran yang benar. c. Batang



laringoskop



dan



bilah



laringoskop



dengan



berbagai ukuran. d. ETT atau LMA dengan berbagai dalam ukuran e. Stilet (introduser) f. Spuit untuk mengembangkan cuff. g. Forceps Magill 5. Monitoring : a. EKG b. Tensi c. SpO2 d. Suhu tubuh 6. Lain –lain : a. Stetoskop . b. Suction berfungsi baik. c. Plester untuk fiksasi. d. Lidocaine spray/ jelly. e. Defibrillator jelly. f. Oxygen portable. g. Nasal kanul oksigen terhubung dengan sumber gas. h. Sumber pencahayaan area tindakan i. Intravenous catheter berbagai ukuran 25



j. Intravenous line k. Spuit berbagai ukuran Obat-obat : a. Atropin b. Antiemetik c. Epedrin d. Sedatif (midazolam/ propofol / ketamin) e. Opiat/ opioid f. Pelumpuh otot g. Penawar pelumpuh otot h. Penawar Narkotik i. Penawar benzodiazepin j. Cairan intravenous : Cairan kristaloid dan cairan koloid Obat-obatan emergensi : a. Epineprin b. Vasopresin c. Atropin d. Lidokain e. Amiodaron f. Nitrogliserin g. Defenhidramin h. Hidrokortison, methilprednisolon, dexamethason i. Midazolam j. Dextrose 40% k. Cairan koloid



26



BAB VI PENUTUP Panduan pelayanan anestesi



ini dipakai sebagai acuan oleh



rumah sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan pasien lingkungan rumah sakit Ambarawa Kabupaten Semarang.



27



di



DAFTAR PUSTAKA



1. Anesthesia Care Team. Statement on the anesthesia care team. Disetujui oleh ASA House of Delegates; 2009. 2. Ambulatory



Surgical



Care.



Guidelines



for



ambulatory



anesthesia and surgery. Disetujui oleh ASA House of Delegates; 2008. 3. American Society of Anesthesiologist. Practice guidelines for sedation and analgesia by non-anesthesiologists: an updated report by the American Society of Anesthesiologist Task Force on sedation and analgesia by non-anesthesiologist. Anesthesiology. 2002;96:1004-17. 4. Pain



Medicine.



Statement



on



anesthetic



care



during



interventional pain procedures for adults. Disetujui oleh ASA House of Delegates; 2010. 5. Standards and Practice Parameters. Standards for basic anesthetic



monitoring.



Disetujui



Delegates; 2010.



28



oleh



ASA



House



of